Bahaya Lidah
PENJELASAN: besarnya bahaya lidah dan keutamaan diam.
Ketahuilah, bahwa bahaya lidah
itu besar. Tiada teriepas daripada baha- yanya, selain dengan diam. Maka karena
itulah, Agama memuji diam dan mengajak kepada diam.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda.
من صمت نجا
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa
diam, niscaya ia terlepas (dari bahaya)". (1).
Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم .:
الصمت حكم وقليل فاعله
(Ash-shamtu hukmun wa qaliilun
faa'iluh).
Artinya: "Diam itu suatu
hukum dan sedikitlah yang melaksanakannya (2).
Hukum pada hadits ini,
artinya: hikmah dan memikirkan akibat. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Sufyan
dari ayahnya, dimana ayahnya berkata: "Aku berkata: "Wahai
Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku tentang Islam, akan sesuatu hal, dimana aku
tiada akan bertanya Iagi tentang itu, kepada seseorang, sesudah engkau!".
(1)
|
Dirawikan At-Tirmidzi dari
Abdullah bin Umar, dengan sanad dla'if.
|
(2)
|
Dirawikan Abu Manshur
Ad-Dailami dari Ibriu Umar, dengan sanad dla'if.
|
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah! Aku beriman dengan Allah. Kemudian engkau berpendirian
teguh".
Ayah Abdullah itu meneruskan
ceriteranya: "Lalu aku bertanya: "Apakah yang aku pelihara?".
Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya". (1).
'Uqbah bin 'Amir berkata:
"Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Apakah jalan kelepasan?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Tahankan lidahmu! Hendaklah rumahmu memberi kelapangan bagimu dan
menangislah atas kesalahanmu!". Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsi- apa menjamin bagiku, apa yang
diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang diantara dua kakinya (kemaluan),
niscaya akan aku jamin baginya sorga". (2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya dan laqlaqnya,
niscaya ia terjaga dari kejahatan seluruhnya".(3).
Qabqab iaitu perut /
Dzabdzab Iaitu Kemaluan / LaqLAq Iaitu Lidah
|
Hawa-nafsu yang tiga inilah
yang membinasakan banyak manusia. Karena itulah, kami menyibukkan diri kami,
menyebutkan bahaya lidah sesudah kami selesai daripada menyebutkan bahaya
nafsu-syahwat: perut dan kemaluan.
Ditanyakan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . tentang
sebab terbesar, yang membawa manusia masuk sorga. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Taqwa kepada Allah dan bagus akhlaq". Dan ditanyakan pula sebab
terbesar yang membawa manusia masuk neraka.
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Dua rongga badan, yaitu: mulut dan kemaluan" (4).
Maka mungkin yang dimaksud
dengan mulut itu, ialah: bahaya lidah. Karena mulut itu tempat lidah. Dan
mungkin pula yang dimaksud perut, karena mulut itu, tempat yang tembus dari
perut.
Ma'az bin Jabal berkata:
"Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Adakah kita ini disiksa dengan
apa yang kita katakan?".Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Dipupus kamu
oleh ibumu, hai Ibnu Jabal! Adakah manusia meringkuk dalam neraka atas
hidungnya, selain oleh yang diketam (diperbuat) lidahnya?" (5).
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya
shahih.
|
(2) Dirawikan AJ-Bukhari dari Sahl bin Sa'ad.
|
(3) Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Anas
dengan sanad dla'if.
|
(4) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah.
|
(5) Dirawikan Ibnu Majah dan A1 Hakim.
|
10
|
Abdullah Ats-Tsaqafi berkata:
"Aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku akan sesuatu,
yang akan aku pegang teguh!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah!: Tuhanku Allah. Kemudian, kamu berpendirian teguh
(istiqamah)!".
Aku bertanya lagi: "Wahai
Rasulu'llah! Apakah yang lebih engkau takuti padaku?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu
mengambil lidahnya, seraya bersabda: "Ini!" (1). Diriwayatkan, bahwa
Ma'az bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Amal apakah yang paling utama?".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
mengeluarkan lidahnya. Kemudian meletakkan ja- rinya atas lidah itu" (2).
Anas bin Malik berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah berdiri teguh (lurus) iman hamba
Allah, sebelum berdiri teguh (lurus) hatinya. Dan hatinya itu tidak berdiri
teguh (lurus) sebelum berdiri teguh (lurus) lidahnya. Dan tidak akan masuk
sorga seseorang, dimana tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya".
(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
(Man sarra-hu an yaslama
fal-yalzamish-shamta).
من سره أن يسلم فليلزم الصمت
Artinya: "Barangsiapa
suka selamat, maka hendaklah ia membiasakan diam" (4).
Dari Sa'al bin Jubair (hadits
marfu') yang diteruskan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (5), bahwa beliau bersabda:
"Apabila anak Adam (manusia) itu berpagi hari, niscaya semua anggota
badannya memperingatkan lidah. Artinya: anggota badan itu berkata: "Takutilah
Allah mengenal kami. Karena jikalau engkau berdiri lurus, niscaya kami pun
dapat berdiri lurus. Dan ji kalau engkau bengkok (menyeleweng), niscaya kami
pun menjadi beng- kok". (6).
Diriwayatkan bahwa 'Umar bin
Al-Khattab r.a. melihat Abubakar Ash- Shiddiq r.a., menarik lidahnya dengan
tangannya. Lalu 'Umar bertanya kepada-Abubakar: "Wahai Khalifah
Rasulu'llah! Apakah yang anda per- buat?".Abubakar Ash-Shiddiq r.a.
menjawab: "Ini mendatangkan kepadaku jalan yang kebinasaan.
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya
shahih,
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dan Ibnu Abid-Dun-ya.
|
(3) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad
lemah.
|
(4) Dirawikan Al-Baihaqi dari Anas dengan sanad
dla if.
|
(5) Hadits Marfu', yaitu: hadits yang sanadnya
tidak terang sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., teta-
pi disampaikan juga, sedang di antara perawi yang terang namanya dan nabi صلى الله عليه وسلم . ada
perawi-perawi yang tidak diketahui atau dilampaui.
|
(6) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id
Al-Khudri.
|
11
|
Sesungguhnya Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
ليس شيء من الجسد إلا يشكو إلى الله عز وجل اللسان على
حدته
(Laisa syai-un minal-jasadi
illaa yasykuu ilal-laahil-lisaana 'alaa hiddatih).
Artinya: "Tiada suatu pun dari tubuh,
yang tiada mengadu kepada Allah tentang lidah diatas ketajamannya" (1).
Dari Ibnu Mas'ud diriwayatkan,
bahwa ia berada atas bukit Shafa, membaca talbiah (2), seraya mengatakan:
"Hai lidah! Katakanlah yang baik, niscaya engkau beruntung! Diamlah dari
yang jahat, niscaya engkau sela- mat, sebelum engkau menyesal!".
Lalu orang bertanya kepada
Ibnu Mas'ud tadi: "Hai ayah Abdurrahman! Adakah ini engkau katakan sendiri
atau engkau dengar dari orang lain?".
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Tidak! Tetapi aku dengar Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Bahwa
kebanyakan dosa anak Adam itu, pada lidahnya". (3). Ibnu 'Umar berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa mencegah lidanya daripada
memperkatakan kehormatan orang, niscaya ditutup oleh Allah auratnya (hal-hal
yang memalukan kalau diketahui orang lain). Barangsiapa menguasai kemarahannya,
niscaya ia dipelihara oleh Allah akan azabnya. Dan barangsiapa meminta
kelonggaran pada Allah? niscaya diterima oleh Allah kelonggarannya". (4).
Diriwayatkan, bahwa Ma'az bin
Jabal berkata: "Wahai Rasulu'llah! Beri kanlah kepadaku kata-kata
wasiat!".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Sembahlah (beribadahlah) akan Allah, se akan-akan engkau melihatNya! Dan
hitunglah dirimu dalam golongan orang yang sudah mati! Jikalau engkau mau, akan
kuberi-tahukan kepada- mu, sesuatu yang lebih kamu miliki dari ini semua".
Seraya Nabi صلى الله عليه وسلم . menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya".
Dari Shafwan bin Salim, yang
mengatakan: "Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda: "Apakah tidak
aku kabarkan kepadamu, ibadah yang paling mudah dan paling ringan kepada badan?
Yaitu: diam dan bagus akhlak". Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليسكت
(Man kaana yu'minu biHaahi
wal-yau-mil-aakhiri fal-yaqul khairan au li- yaskut).
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, Abu Yu'Ia dan
Iain-Iain dari Aslam, bekas budak Umar r.a.
|
(2) Membaca: "Labbaika Allaahumma
labbaik" pada waktu hajji.
|
(3) Dirawikan Ath-Thabrani, Ibnu Abid-Dun-ya dan
Al-Baihaqi dengan sanad baik.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad baik.
|
12
|
Artinya: Barangsiapa beriman
dengan Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia
diam". (1).
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Disebutkan kepada kami, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Diberi rahmat oleh Allah kepada seorang hamba, yang berkata-kata, lalu
memperoleh faedah. Atau diam, maka ia selamat" (2).
Ada orang yang meminta kepada
Isa a.s. dengan katanya: "Tunjukilah kami suatu amalan, yang membawa kami
masuk sorga!". Lalu nabi Isa a.s. menjawab: "Jangan kamu
bertutur-kata selama-lamaya!". Maka mereka menjawab: "Kami tidak
sanggup demikian". Lalu nabi Isa a.s. berkata: "Jangan kamu
bertutur-kata, selain yang kebajikan". Nabi Sulaiman bin Daud a.s. bersabda:
"Kalau berkata itu perak, maka diam itu emas".
Dari Al-Barra' bin 'Azib, yang
mengatakan: "Seorang Arab desa datang pada Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu
berkata: "Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan, yang membawa aku masuk
sorga!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
أطعم الجائع واسق الظمآن وأمر بالمعروف وانه عن المنكر
فإن لم تطق فكف لسانك إلا من خير
(Ath'imil-jaa-i'a wasqidh-dham
'aana wa'mur bil-maruufi wanha 'anil-munkari fa in lam tuthiq fa-kuffa
lisaanaka illaa min khair). Artinya: "Berilah makan orang yang lapar dan
berilah minum orang yang haus! Suruhlah yang baik (amar ma'ruf) dan laranglah
yang munkar (nahi munkar)! Jikalau engkau tidak sanggup, maka cegahlah lidahmu,
selain yang kebajikan!" (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Simpanlah lidahmu, selain pada yang kebajikan! Karena dengan demikian,
engkau dapat mengalahkan setan". (4). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya Allah pada lidah setiap orang yang berkata. Maka hendaklah
bertaqwa kepada Allah, manusia yang mengetahui apa yang dikatakannya!".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Apabila kamu melihat orang mu'min itu pendiam dan mempunyai kehormatan
diri, maka dekatilah dia! Karena ia akan mengajarkan ilmu-hikmah". (5).
(1) 1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(2) 2.Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Baihaqi
dari Anas, dengan sanad dla'if.
|
(3) 3.Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad
baik.
|
(4) 4.Dirawikan Ibnu Hibban dari- Abi Dzar.
|
(5) 5.Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Khallad.
|
13
|
Ibnu Mas'ud berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Manusia itu tiga macam:
yang mendapat pahala, yang selamat dari dosa yang binasa.
Yang mendapat pahala, ialah
yang mengingati Allah (berzikir akan Allah).
Yangselamat dari dosa, ialah
yang diam.
Dan yang binasa, ialah yang
masuk dalam perbuatan batil". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya lidah orang mu'min itu dibelakang hatinya. Apabila ia
berkehendak mengatakan sesuatu, niscaya dipahami nya dengan hatinya.Kemudian,
dilalukannya dengan lidahnya. Dan lidah orang munafiq itu, dihadapan hatinya.
Apabila ia bercita-cita akan sesuatu, niscaya dilalukannya dengan lidahnya dan
tidak dipahaminya dengan hatinya" Dirawikan Al-Kharaithi dari Al-Hasan
Al-Bashari.).
Nabi Isa a.s. bersabda: "Ibadah itu sepuluh bahagian.
Sembilan bahagian daripadanya pada diam. Dan sebahagian lagi pada lari dari
manusia".
Nabi kita صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak terperosoknya.
Barangsiapa banyak terperosoknya, niscaya banyak dosanya. Dan barangsiapa
banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya" (3).
Dari atsar (ucapan para sahabat),
diantaranya, ialah: Abubakar Siddiq r.a. meletakkan batu kecil pada mulutnya,
untuk mencegah dirinya dari berkata-kata. Ia menunjukkan kepada lidahnya dan
berkata: "Inilah yang mendatangkan kepadaku hal-hal kebinasaan".
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Demi
Allah, yang tiada disembah, selain DIA. Tiadalah sesuatu yang lebih memerlukan
kepada lamanya ditahan, selain lidah".
Ibnu Thaus berkata:
"Lidahku itu binatang buas. Jikalau aku lepaskan, niscaya ia makan
aku".
Wahab bin Munabbih .berkata
tentang' hikmah keluarga Daud a.s., bawa menjadi hak kewajiban orang yang
berakal, mengetahui keadaan zaman- nya, menjaga lidahnya dan menghadapi dengan
baik persoalannya". Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Tiada memahami
agamanya yang tiada menjaga lidahnya".
Al-Auza'i berkata:
"Khalifah Umar bin Abdul-aziz r.a. menulis surat kepada kami, yang
bunyinya sebagai berikut:-
"Adapun kemudian,
sesungguhnya orang yang banyak mengingati mati, niscaya rela dengan mendapat
sedikit dari dunia. Dan orang yang menghitung perkataannya dari perbuatannya,
niscaya sedikitlah perkataannya, kecuali pada yang diperlukannya".
Setengah mereka berkata:
"Diam itu mengumpulkan dua kelebihan bagi seseorang: selamat pada agamanya
dan memahami tentang temannya". Muhammad bin Wasi' berkata kepada Malik
bin Dinar: "Hai Abu Yahya! Menjaga lidah itu lebih sukar bagi manusia,
daripada menjaga dinar dan dirham (harta)".
Yunus bin 'Ubaid berkata:
"Tiada seseorang manusia yang lidahnya diatas yang baik, melainkan aku
melihat kebaikan itu pada amalannya yang lain".
(1) 1.Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Yu'la dari
Abi Sa'id Al-Khudri.
|
(2) 2.Dirawikan Al-Kharaithi dari Al-Hasan
Al-Bashari.
|
(3) 3.Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu 'Umar dengan
sanad dla'if.
|
14
|
Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Suatu
kaum (golongan) berkata-kata disamping Mu'awiah bin Abi Sufyan. Dan Al-Ahnaf
bin Qais itu diam. Lalu Mu'awiah bertanya kepada Ai-Ahnaf: "Bagaimana
engkau, hai Aba Bahr, tiada berkata-kata?". Lalu Al-Ahnaf menjawab:
"Aku takut kepada Allah, jikalau aku bohong dan aku takut kepada engkau,
jikalau aku benar".
Abubakar bin 'Ayyasy berkata:
"Berkumpullah empat orang raja, yaitu: raja India, raja Cina raja Parsia
(Kisra) dan raja Rum (Kaiser). Salah seorang mereka berkata: "Aku
menyesal terhadap apa yang sudah aku kata- kan dan tidak menyesal terhadap apa
yang tidak aku katakan". Yang lain berkata pula: "Aku apabila
berkata-kata dengan suatu perkataan, maka perkataan itu menguasai aku dan aku
tiada menguasainya. Dan apabila aku tiada berkata-kata dengan perkataan itu,
maka aku menguasainya dan ia tiada menguasai aku". Yang ketiga berkata:
"Aku heran terhadap orang yang berbicara, jikalau perkataannya itu kembali
kepadanya, niscaya mendatangkan kemelaratan baginya. Dan jikalau tidak
kembali, niscaya tiada bermanfaat baginya". Raja yang keempat berkata.
"Aku lebih sanggup menolak apa yang tidak aku katakan, daripada menolak
apa yang aku katakan".
Ada yang mengatakan, bahwa
Al-Mansur bin Al-Mu'taz tinggal, tidak berkata-kata dengan sepatah katapun
sesudah shalat 'lsya, selama empat- puluh tahun. Ada yang mengatakan, bahwa
Ar-Rabi' bin Khaisan tidak berkata-kata dengan perkataan dunia, selama duapuluh
tahun. Apabila pagi hari, ia meletakkan tinta, kertas dan pena, lalu semua yang
diucap- kannya ditulisnya. Kemudian, ia memperhitungkan dirinya pada sore hari.
Kalau anda bertanya: kelebihan besar ini bagi diam, apa sebabnya? Maka
ketahuilah, bahwa sebabnya adalah banyaknya bahaya lidah, dari kesalah- an,
bohong, mengupat, lalat merah, ria, nifaq (sifat bermua dua), perkataan keji,
perbantahan, membersihkan diri, terjun dalam perbuatan batil , permusuhan,
perbuatan yang sia-sia, menyeleweng, menambahkan, mengurangi, menyakiti orang
lain dan merusak kehormatan orang (mem- buka hal-hal yang seharusnya ditutup).
Inilah bahaya yang banyak. Dan
yang menghalau kepada lidah, yang tidak berat bagi lidah. Mempunyai keenakati
pada hati. Ada penggerak-penggerak dari sifat (tabi'at) manusia dan dari setan.
Orang yang terjun pada hal-hal diatas, sedikitlah yang sanggup menahan
lidahnya. Lalu dilepaskannya menurut yang disukainya dan ditahannya dari yang
tiada disukainya- Yang demikian itu termasuk pengetahuan yang sulit,
sebagaimana akan datang uraiannya.
Terjun dalam hal-hal tersebut
itu berbahaya. Dan pada diam itu selamat. Maka karena itulah, besar keutamaan
diam. Dan ini bersama yang terkan-
15
|
Terjun dalam hal-hal tersebut
itu berbahaya. Dan pada diam itu selamat. Maka karena itulah, besar keutamaan
diam. Dan ini bersama yang terkandung dalam diam itu, yaitu: terkumpulnya
cita-cita, tetapnya kehormatan diri, penggunaan waktu untuk berfikir, untuk
berzikir dan untuk beribadah, selamat dari mengikutkan kata kata pada urusan
duniawi dan dari hi- tungannya (hisabnya) dihari akhirat. Allah Ta'ala
berfirman:-
(Maa jalfidlu min qaulin illaa
ladai-hi raqiibun 'a-tiid). Artinya: "Tiada suatu perkataan yang diucapkan
- manusia - malainkan didekatnya ada pengawas, siap sedia (mencatatnya)".
S. Qaf, ayat 18. Ada suatu hal yang menunjukkan kepada engkau atas utamanya
selalu diam, yaitu: bahwa perkataan itu empat bahagian:-
1. Melarat semata-mata.
2. Manfa'at semata-mata.
3. Ada padanya melarat dan manfa'at.
4. Tidak ada padanya melarat dan manfa'at.
Adapun yang melarat
semata-mata, maka haruslah diam daripadanya. Be- gitu pula yang padanya
melarat. Dan manfa'at itu tidak sempurna dengan a- danya melarat. Adapun yang
tak ada padanya manfa'at dan melarat, maka itu hal yang sia-sia. Berbuat dengan
hal yang sia-sia itu membuang-buang waktu. Dan itu adalah kerugian yang
sebenarnya. Maka tinggal lagi bahagian keempat. Berguguranlah tiga-perempat
perkataan dan tinggallah seperempat. Dan yang seperempat ini ada pula
bahayanya. Karena bercampur dengan perkataan, yang ada padanya dosa, yaitu: ria
yang sangat halus, ber- buat-buat perkataan, mengupat, membersihkan diri dari
perkataan sia-sia, suatu percampuran yang sukar diketahui. Maka manusia berada
dalam ke- adaan bahaya.
Barang siapa mengetahui bahaya
lidah yang halus-halus, sebagaimana yang akan kami sebutkan niscaya pasti ia
mengetahui, bahwa apa yang disebutkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . adalah
uraian ucapan, dimana beliau bersabda:-
من صمت نجا
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa
diam, niscaya ia teriepas dari bahaya". (1) Sesungguhnya, demi Allah,
sudah pasti dianugerahkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . mutiara hikmah dan kata-kata
yang menghimpunkan segala maksud. Dan tiada yang mengetahui
pengertian-pengertian yang melaut Iuasnya yang terkandung dibawah satu-satu
kalimat-ucapannya, selain ulama-ulama tertentu. Apa yang akan kami sebutkan nanti
tentang bahaya-bahaya dan kesulitan
(1) Hadits ini .sudah
diterangkan dulu.
|
16
|
menjaganya, akan
memperkenalkan kepada anda hakikatnya itu, insya Allah Ta'ala. Dan kami
sekarang akan menghitung bahaya-bahaya lidah. Akan kami mulai dengan yang
seringan-ringannya dan akan kami mendaki kepada yang sedikit lebih berat. Dan
akan kami akhiri memperkatakan tentang mengupat, lalat merah dan dusta. Karena
amat panjang untuk meninjau pada hal-hal tersebut. Yaitu: duapuluh bahaya. Maka
ketahuilah yang demikian, niscaya anda akan memperoleh petunjuk dengan
pertolongan Allah Ta'ala.
BAHAYA PERTAMA: perkataan pada yang tidak
memerlukan. Ketahuilah, bahwa keadaan anda yang paling baik, ialah bahwa anda
memelihara kata-kata anda dari semua bahaya yang sudah kami sebutkan da hulu,
yaitu dari mengupat, lalat-merah, bohong, berbantah, bertengkar dan lain-lain
sebagainya. Dan anda berkata-kata mengenai yang mubah (yang diperbolehkan),
yang tidak ada sekali-kali mendatangkan melarat atas anda dan atas orang
muslim. Kecuali anda berkata-kata dengan apa yang tidak anda perlukan. Dan tak
ada hajat keperluan padanya. Maka anda sudah menyia-nyiakan waktu anda. Dan
mengadakan perhitungan (hisab) terhadap perbuatan lidah anda. Dan anda
menggantikan sesuatu yang kurang baik, dengan yang baik. Karena jikalau anda
alihkan masa berkata-kata itu kepada berfikir, niscaya kadang-kadang akan
membukakan bagi anda pemberian rahmat Allah ketika berfikir yang besar
faedahnya. Jikalau anda membaca tahlil (mengucapkan "Laa ilaaha
i'llallaah), berzikir dan meng- ucapkan tasbih kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, niscaya adalah lebih baik bagi anda. Berapa banyak kalimat yang dapat
dibangun istana dalam sorga. Siapa yang sanggup mengambil satu dari
gudang-gudang, lalu diambilnya tempat itu menjadi tempat tanah, yang tidak
dimanfa'atkannya, niscaya ia merugi, kerugian yang nyata.
Inilah contoh orang yang
meninggalkan zikir kepada Allah Ta'ala dan berbuat dengan perbuatan yang
diperbolehkan, yang tidak diperlukannya. Karena walaupun ia tidak berdosa,
tetapi ia merugi, dimana telah lenyap keuntungan besar dengan berzikir kepada
Allah Ta'ala. "Sesungguhnya orang mu'min itu, diamnya adalah berpikir,
pandangannya, adalah ibarat dan tutur-katanya adalah zikir", begitulah
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
(1).
(1) Menurut Al-Iraqi, ia
tidak pernah menjumpai hadits ini
17
|
Bahkan modal seorang hamba
Allah itu, ialah: waktunya. Manakala diarahkannya waktunya itu kepada yang
tidak diperlukannya dan tidak disimpan- nya untuk pahala diakhirat, maka
sesungguhnya ia sudah menyia-nyiakan modalnya. Karena inilah,
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda.-
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
(Min husni islaamil-mar-i
tarkuhu maa Iaa ya'niih).
Artinya: "Diantara
bagusnya Islam manusia itu, ialah meninggalkan apa yang tidak
diperlukannya". (1).
Bahkan tersebut pada hadits
yang lebih berat dari yang tadi, dimana Anas berkata: "Seorang anak-anak
dari kami (golongan Anshar) telah shahid pada hari perang Uhud. Lalu kami
dapati diatas perutnya batu terikat, lantaran lapar. Maka ibunya menyapu tanah
dari mukanya, seraya berkata: "Selamat, sorga bagimu wahai anakku!".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Dimana engkau tahu?. Mungkin ia
berkata-kata yang tak diperlukan dan ia tidak berkata-kata, apa yang tidak
mendatangkan melarat baginya". (2).
Pada hadits lain tersebut:
"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . kehilangan Ka'ab bin 'Ajrah. Lalu beliau tanyakan dimana
Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Ia sakit". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . keluar
berjalan, sehingga sampai kepada Ka'ab. Sewaktu Nabi صلى الله عليه وسلم . masuk
ketempat Ka'ab, lalu beliau bersabda: "Gembiralah, hai Ka'ab!". Maka
sahut ibu Ka'ab: "Selamat, bagimu sorga, hai Ka'ab!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya:
"Siapakah wanita yang bersumpah ini terhadap Allah?". Ka'ab menjawab:
"Ibuku, wahai Rasulu'llah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم .
menyambung: "Apakah yang memberitahukan kepada engkau, wahai Ibu Ka'ab?.
Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak diperlukan atau tidak berkata yang
diperlukan". (3).
Artinya: sesungguhnya sorga
itu disediakan bagi orang yang tidak kena hisab (hitungan amal pada hari
akhirat). Orang yang berkata-kata, mengenai yang tidak diperlukan, niscaya ia
kena hisab amal, walaupun perkataannya pada yang diperbolehkan (mubah). Maka
tidak disediakan sorga serta adanya perdebatan pada hisab itu. Sesungguhnya itu
adalah semacam azab. Dari Muhammad bin Ka'ab, yang mengatakan:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya orang pertama yang masuk dari
pintu ini, ialah seorang laki-laki dari penduduk sorga". (4). Maka
masuklah Abdullah bin Salam. Lalu bangunlah beberapa orang sahabat Rasulu'llah
menyambutnya, seraya mereka menerangkan kepadanya demikian. Mereka berkata
kepada Abdullah bin Salam: "Terangkanlah kepada kami, amal yang
terpercaya pada dirimu, yang engkau harapkan!". Maka Abdullah bin Salam
menjawab: "Sesunguhnya aku ini orang yang lemah. Dan amal yang terpercaya,
yang aku harapkan pada Allah, ialah: selamat dada(iman)dan meninggalkan apa
yang tidak penting (perlu) bagiku."
(1) Diriwayatkan Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan At- Tirmizi dari Anas, secara
singkat.
|
(3) Diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ka'ab bin
'Ajrah dengan inad bagus.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan ini hadits
mursal.
|
18
|
Abu Dzar berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku: "Apakah aku tidak memberitahukan
kepadamu. amal yang ringan pada badan dan berat pada timbangan?". Lalu aku
menjawab: Belum, wahai Rasulu'llah!". Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Yaitu: diam, bagus akhlak dan meninggalkan apa yang tidak penting
bagimu"(l).
Mujahid berkata: "Aku
mendengar Ibnu Abbas berkata: "Ada lima hal, yang lebih aku sukai,
melebihi dari kuda yang sudah disiapkan untuk di dikenderai, yaituPertama
jangan engkau berkata-kata pada yang tidak penting bagi engkau. Karena itu
adalah hal yang berlebihan (tidak penting) dan tidak aman engkau dari dosa dan
jangan engkau berkata-kata pada yang ti penting bagi engkau, sebelum engkau
mendapat tempat bagi perkataan itu. Karena banyak orang yang berkata-kata
tentang sesuatu yang penting baginya, yang diletakkannya pada bukan tempatnya.
Lalu ia menghadapi kesulitan.
Kedua: jangan
engkau bertengkar dengan orang yang lemah-lembut dan orang yang bodoh. Karena
orang yang lemah lembut itu, akan marah kepada engkau dalam hatinya dan orang
yang bodoh akan menyakiti engkau dengan lidahnya.
Ketiga: sebutlah
temanmu apabila ia jauh dari engkau, dengan perkataan yang engkau sukai, ia
menyebut engkau. Dan ma'afkanlah dia dari apa yang engkau sukai ia mema'afkan
engkau.
Keempat: bergaullah
dengan teman engkau dengan cara yang engkau sukai ia bergaul dengan engkau.
Kelima: berbuatlah sebagai perbuatan
seseorang yang tahu bahwa perbuatan itu dibalas dengan baik dan disiksa dengan
dosa". Orang bertanya kepada Lukmanul-hakim: "Apakah falsafah hidupmu
(hik- mahmu)?". Lukmanul-hakim menjawab: "Aku tidak bertanya tentang
sesuatu yang telah memadai bagiku. Dan aku tidak memberatkan diriku akan sesuatu
yang tidak penting bagiku".
Muriq Al-'Ajli berkata: "Suatu
hal, aku sudah mencarinya semenjak dua- puluh tahun yang lalu, tetapi aku tidak
memperolehnya. Dan aku tidak meninggalkan mencarinya". Lalu mereka
bertanya: "Apakah hal itu?". Maka Muriq menjawab: "Diam daripada
yang tidak penting bagiku" Umar r.a. berkata: "Jangan engkau datangi
sesuatu yang tidak penting bagi engkau! Asingkanlah diri dari musuh engkau!
Awasilah teman engkau dari orang banyak, kecuaii orang yang kepercayaan! Tidak
ada orang yang kepercayaan, selain orang yang takut akan Allah Ta'ala. Jangan
engkau temani orang zalim, nanti engkau memperoleh pengetahuan dari kezaliman-
nya! Jangan engkau perlihatkan kepadanya rahasia engkau! Dan bermusya- warahlah
tentang urusan engkau dengan mereka yang takut akan Allah Ta'ala".
Batas perkataan tentang yang
tidak penting bagi engkau, ialah: bahwa engkau berkata-kata dengan perkataan,
dimana jikalau engkau diam dari perkataan itu, niscaya engkau tidak berdosa.
Dan tidak mendatangkan melarat bagi engkau dalam hal dan harta apa pun.
Umpamanya: engkau duduk ber-
(1) Diirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, dengan
sanad yang terputus (munqathi).
|
19
|
sama orang banyak. Lalu engkau
sebutkan kepada mereka tentang perja- lanan engkau dan apa yang engkau lihat
dalam perjalanan itu, mengenai gunung-gunung, sungai-sungai, kejadian-kejadian
yang terjadi atas diri engkau, apa yang engkau rasakan baik, dari hal makanan
dan pakaian dan apa yang engkau merasa heran tentang kepala-kepala kampung dan
peristiwa- peristiwa mereka.
Inilah hal-hal, jikalau engkau
diam daripadanya, niscaya engkau tidak berdosa dan tidak melarat, Apabila engkau
berusaha sungguh-sungguh, sehingga ceritera engkau itu tidak bercampur dengan
tambahan, dengan kekurangan dan dengan pembersihan diri, dimana merasa bangga
dengan menyaksikan hal-hal yang besar dan tidak ada pula mencaci seseorang dan
mencela sesuatu dari apa yang dijadikan oleh Allah Ta'ala, maka meskipun
demikian semuanya, engkau adalah menyia-nyiakan waktu engkau. Semoga engkau
selamat dari bahaya-bahaya yang telah kami sebutkan itu! Diantara jumlah bahaya
tersebut, bahwa engkau bertanya kepada orang lain tentang yang tidak penting
bagi engkau. Maka dengan pertanyaan itu, engkau menyia-nyiakan waktu engkau.
Dan engkau bawa pula teman engkau itu dengan jawaban tadi, kepada
menyia-nyiakan waktunya. Dan ini, apabila hal itu tidak mendatangkan bahaya pada
pertanyaan tersebut. Dan kebanyakan pertanyaan, ada bahayanya. Sesungguhnya
engkau menanya- kan orang lain tentang ibadahnya-umpamanya-, lalu engkau
bertanya: "Adalah engkau berpuasa?". Kalau ia menjawab:
"Ada!", maka orang itu menampakkan ibadahnya. Lalu masuklah ria
kepadanya. Jikalau tidak masuk ria, niscaya ibadahnya jatuh dari pembukuan
rahasia. Dan ibadah rahasia itu, melebihi dari ibadah terang (yang
diperlihatkan) dengan beberapa tingkat.
Dan kalau ia menjawab:
"Tidak!", maka orang itu membohong. Dan kalau ia diam (tidak
menjawab), maka ia menghina engkau. Dan engkau merasa sakit dengan demikian.
Dan kalau ia mencari helah untuk menolak jawaban, niscaya ia memerlukan kepada
tenaga dan letih. Maka sesungguhnya engkau telah kemukakan kepadanya pertanyaan,
adakalanya karena ria atau bohong atau menghina atau untuk memayahkannya pada
mencari helah untuk menolak. Dan begitu pula pertanyaan engkau pada ibadah-
ibadah lainnya.
Demikian juga, pertanyaan
engkau dari hal perbuatan ma'siat dan dari tiap-tiap yang disembunyikannya dan
ia malu daripadanya. Dan pertanyaan engkau tentang apa yang dibicarakan orang
lain, lalu engkau bertanya kepadanya: "Apa yang anda katakan? Dan pada
soal apa anda sekarang?". Begitu pula engkau melihat manusia dijalan, lalu
engkau bertanya: "Dari mana?". Kadang-kadang ada sesuatu yang
melarangnya untuk disebutkan- nya. Kalau disebutkannya, niscaya ia merasa sakit
dan merasa malu. Dan kalau ia tidak menyebut dengan benar, niscaya ia jatuh
dalam kedustaan. Dan adalah engkau yang menjadi sebabnya.
Begitu pula, engkau bertanya
tentang sesuatu persoalan, yang tidak perlu bagi engkau. Dan yang ditanya itu,
kadang-kadang tidak membolehkan bagi dirinya, untuk mengatakan: "Aku tidak
tahu!". Lalu ia menjawab tan- pa melihat lebih jauh.
Aku tidak maksudkan dengan
kata-kata yang tidak penting itu, segala jenis yang tersebut. Karena perkataan
itu berlaku padanya dosa atau melarat. Contoh perkataan yang tidak penting,
ialah apa yang dirawikan, bahwa Lukmanulhakim masuk ketempat Nabi Daud a.s. Dan
Nabi Daud a.s. itu sedang menjahit baju besinya. Dan Lukmanulhakim belum pernah
melihat baju besi sebelum hari itu. Lalu ia amat heran dari apa yang
dilihatnya. Ia bermaksud menanyakannya yang demikian. Tetapi dilarang oleh
hikmah- nya (kebijaksanaannya). Maka ia menahan dirinya dan tidak
ditanyakannya.
Tatkala telah siap, lalu Nabi
Daud a.s. berdiri dan memakai baju besi itu. Kemudian ia berkata: "Bagus
sekali baju besi ini untuk perang". Maka Lukman menjawab: "Diam itu
suatu hukum dan sedikitlah yang me- laksanakannya".
Artinya: pengetahuan itu
berhasil, tanpa ditanyakan. Lalu tidak memerlukan kepada pertanyaan. Ada yang
mengatakan, bahwa Lukman pulang pergi kepada Daud a.s. selama setahun. Ia
bermaksud mengetahui yang demikian, tanpa bertanya.
Inilah dan contoh-contohnya,
dari pertanyaan-pertanyaan, apabila tak ada padanya melarat, tidak merusakkan
rahasia yang tertutup, tidak menjeru- muskan kedalam ria dan bohong. Dan itu
termasuk apa yang tidak penting. Dan meninggalkannya termasuk kebagusan Islam
seseorang. Itulah batasnya!
Adapun sebab yang
membangkitkan kepada berkata-kata, ialah: ingin mengetahui apa yang tidak
perlu kepadanya. Atau berbanyak perkataan, kepada jalan berkasih-kasihan. Atau
mengisi waktu dengan ceritera-ceritera hal-ihwal yang tidak berfaedah.
Obatnya semua itu, ialah: tahu
bahwa mati berada dihadapannya. Ia ber- tanggung jawab dari setiap perkataan
yang diucapkannya. Nafasnya itu adalah modalnya. Lidahnya itu jala, yang
sanggup untuk menangkap bidadari. Maka menyia-nyiakan yang demikian dan
membuang-buang waktunya, adalah kerugian yang nyata. Inilah obatnya dari segi
pengetahuan!
Adapun dari segi amal, maka
ialah: mengasingkan diri atau meletakkan batu-kecil pada mulutnya. Membiasakan
dirinya diam dari sebahagian yang penting baginya. Sehingga terbiasalah
lidahnya, meninggalkan hal yang tidak penting. Dan mengendalikan lidah dalam
hal ini bagi orang yang tidak mengasingkan diri, adalah sulit sekali.
21
|
BAHAYA KEDUA: perkataan yang berlebihan.
Itu juga tercela. Dan ini
termasuk iurut campur pada yang tidak penting dan menambah pada yang penting
sekedar perlu. Karena orang yang mementingkan sesuatu itu mungkin ia
menyebutkannya dengan perkataan pendek. Dan mungkin membesarkannya, merretapkan
dan mengulang-ulanginya. Dan manakala tercapai maksudnya dengan sepatahkata,
lalu disebutnya dua patah kata. Maka kata kedua itu berlebihan, Artinya:
berlebihan dari keperluan.
Itu juga tercela, karena apa
yang tersebut dahulu, walaupun tak ada dosa dan melarat padanya. 'Atha' bin Abi
Rabah berkata: "Bahwa orang-orang sebelum kamu, tidak suka akan perkataan
yang berlebihan. Mereka menghitung kata-kata yang berlebihan, selain Kitab
Allah Ta'ala dan Sunnah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . atau amar ma'ruf atau nahi
munkar atau engkau memperkatakan keperluan engkau dalam kehidupan engkau, yang
tidak boleh tidak. Adakah engkau membantah, bahwa terhadap diri engkau ada para
malaikat yang menjaga, yang menulis amalan, duduk dikanan dan dikiri? Apa saja
perkataan yang diucapkan, ada padanya yang mengawas dan yang mencatat. Apakah
seseorang engkau tidak malu, apabila disiarkan lembarannya yang di-imla'-kan
(didiktekan) oleh permulaan siangnya, adalah kebanyakan padanya tiada menyangkut
dengan urusan Agama dan dunianya?" Dari sebahagian sahabat, ada yang
mengatakan: "Bahwa seseorang yang a kan berkata-kata dengan aku dengan
suatu perkataan, dimana jawabannya lebih menyukakan aku, dibandingkan dengan
air dingin bagi orang yang haus, maka aku tingalkan jawaban itu. Karena takut
jawaban itu perkataan yang berlebihan".
Matraf bin Abdullah berkata:
"Hendaklah kebesaran Allah itu agung dalam hatimu! Maka janganlah engkau
menyebutkanNya, pada seumpama perkataan salah seorang kamu untuk anjing dan
keledai: "Wahai Allah, Tuhanku! Hinakanlah dia". Dan kata-kata lain
yang serupa dengan itu". Ketahuilah, bahwa perkataan yang berlebihan itu
tidak terhingga banyaknya. Tetapi yang penting itu, terhingga pada Kitab Allah
Ta'ala. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:-Artinya: "Tiadalah mendatangkan
kebaikan banyaknya rapat-rapat rahasia mereka, tetapi yang mendatangkan
kebaikan, orang-orang yang menyuruh bersedekah, menyuruh berbuat baik atau
menyuruh mendamaikan manusi a".S.An-Nisa ayat 114.
22
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
طوبى لمن أمسك الفضل من لسانه وأنفق الفضل من ماله
(Thuubaa li-man
amsakal-fadl-la min lisaanihi wa anfaqal-fadhla min ma - lih).
Artinya: "Berbahagialah
orang yang menahan kelebihan dari lidahnya dan membelanjakan kelebihan dari
hartanya". (1).
Maka perhatikanlah, bagaimana
manusia memutar-balikkan keadaan pada yang demikian. Mereka menahan kelebihan
harta dn melepaskan kelebihan lidah. Dari Matraf bin Abdullah, dari ayahnya,
yang mengatakan: "Aku datang pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., yang
sedang berada dalam kaum keluarga Bani 'Amir. Lalu mereka itu berkata:
"Engkau bapa kami! Engkau penghulu kami!. Engkau mempunyai banyak
kelebihan dari kami! Engkau lebih gagahdari kami! Engkau pelupuk mata yang
cemerlang! Engkau engkau......!".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah perkataanmu! Jangan kamu diumbang-ambingkan oleh setan!' (2).
Hadits ini menunjukkan, bahwa
lidah apabila dilepaskan dengan pujian, meskipun benar, maka ditakuti akan
diumbang-ambingkan oleh setan, kepada kata-kata tambahan yang tidak
diperlukan.
Ibnu Mas'ud berkata: "Aku
peringatkan kamu akan kelebihan perkataanmu. Mencukupilah perkataan seseorang
manusia, yang menyampaikan akan hajat-keperluannya".
Mujahid berkata: "Bahwa
perkataan itu untuk ditulis. Sehingga seorang laki-laki, untuk mendiamkan
anaknya, lalu mengatakan: "Aku akan belikan untukmu itu-itu maka ia akan dituliskan: pembohong".
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Hai anak Adam! Dibentangkan sebuah lembaran untukmu. Diwakilkan dengan
lembaran itu, dua orang malaikat yang mulia, yang akan menuliskan semua
amal-perbuatanmu. Maka ber- buatlah apa yang kamu kehendaki! Engkau
perbanyakkan atau engkau se- dikitkan!".
Diriwayatkan, bahwa Nabi
Sulaiman a.s. mengutus sebahagian jin ifritnya. Dan ia mengutus serombongan
manusia yang akan melihat apa yang dikatakan oleh jin ifrit itu. Dan mereka
akan menerangkannya kepada Sulaiman a.s. Lalu mereka menerangkan kepada Nabi
Sulaiman a.s., bahwa jin ifrit itu melalui sebuah pasar. Lalu ia mengangkat
kepalanya kelangit. Kemudian, ia melihat kepada manusia banyak dan
menggerakkan kepalanya. Maka Sulaiman a.s. bertanya kepada jin ifrit itu
tentang yang demikian. Lalu jin itu menjawab: "Aku heran dari hal malaikat
diatas kepala manusia. Alangkah cepatnya mereka itu menulis. Dan dari mereka
yang berada dibawah manusia, alangkah cepatnya mereka itu meimla'kan
(mendiktekan)".
(1) Dirawikan Al-Baihaqi dan lain-lain.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya.
|
23
|
Ibrahim At-Taimy berkata:
"Apabila orang mukmin itu bermaksud ber- bicara, niscaya ia perhatikan.
Kalau ada yang bermanfa'at baginya, maka ia berkata. Kalau tidak, niscaya ia
menahan lidahnya dari berkata. Orang za- lim, lidahnya terus-menerus
teriepas".
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak bohongnya. Barangsiapa
banyak hartanya, niscaya banyak dosanya. Dan barang siapa buruk akhlaknya,
niscaya ia menyiksakan dirinya".
Amr bin Dinar berkata:
"Seorang laki-laki berkata-kata disamping Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu ia
membanyakkan perkataannya itu. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya kepadanya:
"Berapa adanya dinding yang menghambat lidahmu?". Laki-laki itu
menjawab: "Dua bibirku dan gigi-gigiku". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menyambung:
'Apakah pada yang demikian, engkau tiada mempunyai sesuatu yang dapat menolak
perkataanmu?" (1).
Pada suatu riwayat, bahwa Nabi
صلى الله عليه وسلم . bersabda
yang demikian, pada seorang laki-laki yang memuji-muji Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu
perkataannya itu terlalu bersangatan dan panjang. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiada diberikan kepada seseorang akan kejahatan dari kelebihan pada
lidahnya". Umar bin Abdul-aziz r.a. berkata: "Sesungguhnya mencegah
aku dari banyak berkata-kata, karena takut membanggakan diri". Setengah
ahli hikmah (hukama') berkata: "Apabila seseorang berada pada suatu
mailis, lalu mena'jubkannya oleh pembicaraan, maka hendaklah ia diam! Dan
jikalau ia diam, lalu mena'jubkannya oleh diam, maka hendaklah ia berkata-kata!".
Yazid bin Abi Habib berkata:
"Diantara fitnah orang yang berilmu (orang alim), ialah: berkata-kata
lebih disukainya daripada mendengar. Kalau tidak diperolehnya orang yang
memadai baginya, maka pada mendengar itu selamat dan pada berkata-kata itu,
penghiasan, penambahan dan pengurangan". Ibnu Umar berkata:
"Sesungguhnya yang lebih berhak dibersihkan oleh seseorang, ialah:
lidahnya".
Abud-Darda' melihat seorang
wanita tajam lidah. Lalu berkata: "Kalau wa- nita ini bisu, adalah lebih
baik baginya".
Ibrahim An-Nakha'i berkata:
"Manusia dibinasakan oleh dua sifat: kelebihan harta dan kelebihan
perkataan".
Inilah kecelakaan kelebihan
perkataan, banyaknya dan sebabnya yang menggerakkan kepadanya. Dan obatnya,
ialah tidak mendahului pada perkataan, mengenai yang tidak penting!.
(1) Diriwayatkan Ibnu
Abid-Dun-ya, hadits mursal. Orang-orangnya kepercayaan.
|
24
|
BAHAYA KETIGA: bercakap kosong pada yang batil.
Yaitu: perkataan pada
perbuatan ma'siat, seperti: menceriterakan hal-keadaan wanita, hal keadaan
tempat minuman khamar, tempat orang-orang fa-
sik, kesenangan orang-orang
kaya, keperkasaan raja-raja, tempat-tempat resmi mereka yang tercela dan
hal-ihwal mereka yang tidak disukai. Maka semua itu termasuk diantara yang
tidak halal bercakap kosong padanya. Dan itu: haram.
Adapun berkata-kata pada yang
tidak penting atau lebih banyak daripada yang penting, maka itu adalah
meninggalkan yang utama. Dan tak'ada haram padanya. Benar, bahwa orang yang
banyak berkata-kata pada yang tidak penting, niscaya ia tiada akan aman
daripada bercakap kosong pada yang batil. Dan kebanyakan manusia itu suka
duduk-duduk, untuk berse- nang-senang dengan percakapan. Dan perkataannya tidak
melampaui untuk bersedap-sedap memperkatakan kehormatan orang lain atau bercakap
kosong pada yang batil.
Macamnya yang batil itu, tidak
mungkin dihinggakan, karena banyaknya dan bermacam-macam.Maka karena itulah,
tiada yang melepaskan dari ber macam-macam batil itu, selain dengan
menyingkatkan perkataan kepada yang penting dari kepentingan - kepentingan
Agama dan dunia. Dalam jenis ini, terjadilah kata-kata yang membinasakan yang
punya kata- kata itu, pada hal ia memandang enteng akan kata-kata tersebut,
Bilal bin Al-Harts berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya
orang berkata-kata dengan perkataan dari kerelaan Allah, akan apa yang disang-
kanya, bahwa perkataan itu akan sampai apa yang sampai, maka Allah me- nulis
dengan perkataan itu akan kerelaanNya sampai kepada hari kiamat. Dan
sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan perkataan dari kema- rahan Allah,
akan apa yang disangkanya, bahwa perkataan itu, akan sampai apa yang sampai,
maka Allah menuliskan kemarahanNya kepada orang itu sampai hari kiariiat",
(1).
'Alqamah berkata: "Berapa
banyak perkataan yang melarang aku menga- takannya, oleh hadits Bilal bin
Al-Harts diatas ini". Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya
orang yang berkata-kata dengan perkataan yang menertawakan teman-teman
duduknya, maka ia akan jatuh dengan perkataan itu, lebih jauh dari bintang
Surayya". (2). Abu Hurairah berkata: "Sesungguhnya orang yang berkata-kata
dengan perkataan, yang tiada dijumpainya bagi perkataan itu hal yang penting,
maka ia akan jatuh dalam neraka jahannam. Dan sesungguhnya, orang yang
berkata-kata dengan perkataan, apa yang dijumpainya bagi perkataan itu, hal
yang penting, maka ia diangkat oleh Allah kedalam sorga terting-
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Manusia yang terbesar dosanya pada hari kiamat, ialah orang yang paling
banyak turut campur, dalam hal yang batil". (3). Ke-
(1) Dirawikan Ibnu Majah dan At-Tirmizi. Hadits
ini hasan dan shahih.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dariAbi Hurairah,
dengan sanad hasan.
|
(3) Dirawikan, di antara lam oleh Ath-Thabrani
dari Ibni Mas'ud, dengan sanad shahih.
|
25
|
pada hadits inilah
diisyaratkan dengan finnan Allah Ta'ala:- (Wa kunnaa nakhuudlu
ma'al-khaa-i-dliin).
Artinya: "Dan kami
bercakap kosong bersama-sama dengan orang-orang yang bercakap kosong".
S.Al-Muddatstsir, ayat 45.
Dan dengan firman Allah
Ta'ala;-
(Fa laa taq-'uduu ma'ahum
hattaa ya-khuudluu fii ha-diitsin ghai-rihi, innakum idzan mits-luhum).
فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِين وَالْكَافِرِين فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Artinya: "Maka janganlah
kamu duduk dekat mereka, kecuali kalau mereka masuk untuk pembicaraan yang
lain. Kalau kamu berbuat begitu, tentulah kamu serupa dengan
mereka".S.An-Nisa',ayat 140.
Salman Al-Farisi berkata:
"Manusia yang terbanyak dosanya pada hari kiamat, ialah yang terbanyak
perkataannya pada perbuatan ma'siat terhadap Allah".
Ibnu Sirin berkata:
"Adalah seorang laki-laki dari golongan anshar (pen- duduk Madinah yang
membantu Nabi صلى الله عليه وسلم .) melalui suatu majlis orang-orang anshar itu. Lalu orang
itu berkata kepada mereka: "Berwudlu lah (am- billah air sembahyang)!
Karena sebahagian yang kamu katakan itu, lebih jahat dari hadats".
Inilah yang dikatakan bercakap
kosong pada yang batil! Yaitu: dibalik apa yang akan diterangkan nanti,
tentang: upatan, lalat merah, perkataan keji dan lainnya. Bahkan itu, bercakap
kosong, pada menyebutkan hal-hal yang terlarang, yang telah dahulu adariya.
Atau berpikir untuk sampai kepadanya, tanpa ada keperluan keagamaan kepada
menyebutkartnya. Dan masuk pula pada yang demikian, bercakap bohong pada
ceritera-ceritera bid'ah dan aliran-aliran yang merusak dan ceritera yang
terjadi pada pe- perangan antara para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan
cara yang meragukan ca- cian terhadap sebahagian mereka.
Semua itu batil. Dan bercakap
kosong padanya, adalah bercakap kosong pada yang batil. Kami bermohon pada
Allah akan baiknya pertolongan dengan kasih sayang dan kemurahanNya!.
26
|
BAHAYA KEEMPAT: perbantahan
dan pertengkaran. Yang demikian itu terlarang. Nabi صلى الله عليه وسلم .
bersabda:-(Laa tumaari akhaaka wa laa tumaazihhu wa laata'id-hu mau'idanfa
tukh- lifah).
Artinya: "Jangan kamu
berbantah-bantahan dengan saudaramu, jangan kamu bersenda-gurau dan
menjanjikan dengan dia sesuatu janji, lalu engkau menyalahi janji
itu!".(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
ذروا المراء فإنه لا تفهم حكمته ولا تؤمن فتنته
(Dza'rul-miraa-a fa innahu laa
tufhamu hikmatuhu wa laa tu'ma-nu fitna- tuh).
Artinya: "Tinggalkanlah
perbantahan. Karena dengan perbantahan, tiada akan dipahami hikmah dan tidak
akan aman dari fitnah". (2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa meninggalkan perbantahan dan dia itu benar, niscaya dibangun
suatu rumah baginya dalam sorga tertinggi. Dan barangsiapa meninggalkan
perbantahan dan dia itu dalam hal yang batil, niscaya dibangun baginya suatu
rumah ditengah-tengah sorga". (3)
Dari Ummi Salmah r.a., yang
mengatakan: "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Bahwa yang pertama-tama diberi-tahukan
kepadaku oleh Tuhanku dan dilarang aku daripadanya, sesudah penyembahan berhala
dan minum khamar, ialah: mencaci orang". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Tiada sesatlah suatu golongan, sesudah mereka mendapat
petunjuk Allah, selain oleh karena mereka suka bertengkar". (5).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Tiada akan sempurna hakikat iman bagi seseorang
hamba, sebelum ia meninggalkan perbantahan, walaupun ia dipihak yang benar".
(6).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Barangsiapa ada padanya enam perkara, niscaya ia
sampai pada hakikat iman, yaitu: berpuasa pada musim panas, memukul musuh Allah
dengan pedang, menyegerakan shalat pada hari hujan lebat, bersabar diatas semua
musibah, meratakan wudlu' diatas semua tempat yang tidak disenangi dan
meninggalkan perbantahan, walaupun ia benar". (7).
Az-Zubair berkata kepada
puteranya: "Jangan kamu bertengkar dengan orang, dengan
menggunakan AI-Qur-an! Karena kamu tiada akan sanggup menghadapi mereka. Akan
tetapi haruslah kamu menggunakan Sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم ."
Umar bin Abdul-aziz r.a.
berkata: "Barangsiapa menjadikan agamanya alat
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas.
Hadits ini sudah diterangkan dahulu.
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abid-Darda',
Anas bin Malik, Abi Amamah dan Wailah bin AI-Asqa' dengan isnad dia 'if.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Anas.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, Ath-Thabrani dan
Al-Baihaqi dengan sanad dla'if.
|
(5) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Amamah dan
dipandangnya shahih.
|
(6) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Hurairah
dengan sanad dla'if.
|
(7) Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Abi
Malik Al-Asy'ari dengan sanad dla'if.
|
27
|
Umar bin Abdul-aziz r.a.
berkata: "Barangsiapa menjadikan agamanya alat permusuhan,
niscaya membanyakkan ia berpindah tempat". Muslim bin Yassar berkata:
"Jagalah kamu dari perbantahan! karena perbantahan itu sa'at bodohnya
orang berilmu. Dan pada sa'at itulah, setan berusaha supaya ia
tergelincir".
Ada yang mengatakan, bahwa
suatu kaum itu tiada akan sesat, karena mereka sudah mendapat petunjuk Allah,
selain disebabkan pertengkaran. Malik bin Anas r.a. berkata: "Pertengkaran
itu tiada mempunyai arti apapun dari agama". Ia berkata pula:
"Perbantahan itu mengesatkan hati dan mempusakai kedengkian".
Lukman berkata kepada
puteranya: "Hai anakku! Jangan engkau bertengkar dengan ulama, nanti
mereka sangat marah kepada engkau!". Bilal bin Sa'ad berkata:
"Apabila engkau melihat seseorang bersikap keras kepala, suka bertengkar
dan membanggakan dengan pendapatnya, maka sudah sempurnalah kerugiannya".
Sufyan berkata:
"Jikalau aku berselisih dengan temanku tentang buah de- lima, ia
mengatakan manis, tetapi aku mengatakan masam, niscaya ia akan membawa aku
kepada sultan". Sufyan berkata pula: "Ikhlaskanlah dengan cinta-kasih
kepada siapa saja yang engkau kehendaki. Kemudian, engkau membuat kemarahannya
dengan pertengkaran, Maka ia akan melemparkan engkau dengan kecerdikannya, yang
menyusahkan engkau dalam kehidupan
Ibnu Abi Laila berkata: "Aku
tiada akan berbantah dengan temanku. Karena akibatnya, adakalanya aku akan
mendustainya dan adakalanya aku a- kan memarahinya".
Abud-Darda' berkata:
"Cukuplah dosa bagimu, bahwa kamu senantiasa ber- bantah-bantahan".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
تكفير كل لحاء ركعتان
(Takfiiru kulli lihaa-in
rak-'ataan).
Artinya: "Untuk kafarat
(menutupkan dosa) pertengkaran, ialah dua ra- ka'at shalat" (1).
Umar r.a. berkata:
"Jangan.engkau mempelajari ilmu karena tiga perkara dan jangan pula engkau
meninggalkan belajar karena tiga perkara. Yaitu: jangan engkau belajar karena
untuk berbantah-bantahan, karena untuk memenyombong dan karena untuk
memperlihatkan kepada orang (untuk ria). Dan jangan engkau meninggalkan
belajar, karena malu menuntut ilmu, karena zuhud dan karena rela menjadi orang
bodoh!". Nabi Isa a.s. berkata: "Barangsiapa banyak dustanya,
niscaya hilang kecantikannya. Barangsiapa suka bertengkar dengan orang, niscaya
gugur (hilang) kehormatannya. Barangsiapa banyak dukanya, niscaya sakit
tubuhnya.(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abi Amamah dengan sanad dla'if.
28
|
Dan barangsiapa jahat
akhlaknya, niscaya ia menyiksakan dirinya sendiri". Orang bertanya kepada
Maimun bin Mahran (penulis khalifah Umar bin Abdul-aziz): "Mengapa engkau
tiada meninggalkan teman dari kemarahan?". Maimun bin Mahran menjawab:
"Karena aku tiada bermusuhan dan tiada berbantahan dengan dia".
Apa yang tersebut tentang
celaan terhadap perbantahan dan pertengkaran, adalah banyak dari dapat dihinggakan.
Dan batas perbantahan itu, ialah: tiap-tiap penentangan terhadap perkataan
orang lain, dengan melahirkan kekurangan padanya. Adakalanya pada kata-kata
atau pada arti atau pada maksud dari yang mengatakan itu sendiri. Meninggalkan
perbantahan itu, ialah dengan jalan meninggalkan perlawanan dan pertentangan.
Maka setiap perkataan yang anda dengar, kalau benar, maka benarkanlah. Dan
kalau batil (salah) atau bohong dan tiada menyangkut dengan urusan Agama, maka
diam sajalah!
Mengecam perkataan orang lain, sekali adalah pada
kata-katanya, dengan melahirkan cacat padanya, dari segi tata-bahasa atau dari
segi bahasa atau dari segi bahasa Arabnya atau dari segi susunan dan tertib
kata, dengan buruknya mendahulukankata-kataataumengemudiankannya.Padalain kali,
karena kurangnya pengetahuan.Dan pada lain kali lagi, disebabkan karena
selipnya lidah.
Maka bagaimanapun adanya,
tiada cara untuk melahirkan kecacatannya. Adapun mengenai arti kata, ialah,
bahwa dikatakan: Tidaklah seperti yangengkau katakan. Engkau salah pada arti
kata itu, dari segi anu segi anu"
Adapun pada maksud perkataan,
maka umpamanya, bahwa dikatakan: Perkataan ini benar, akan tetapi, tidaklah
maksud engkau dari padanya itu benar. Dan engkau padanya mempunyai maksud
tertentu". Dan hal-hal lain yang berlaku seperti demikian.
Hal yang seperti ini, kalau
berlaku pada masaalah ilmiah, kadang-kadang dikhususkan dengan nama:
perdebatan. Ini juga tercela. Bahkan harus diam atau bertanya, dalam arti:
ingin memperoleh faedah. Tidak atas cara kedengkian dan penentangan. Atau
berlemah-lembut pada memperkenalkan, tidak dalam cara mengemukakan kecaman.
Mujadalah (bertengkar), adalah
ibarat dari maksud mendiamkan orang lain dengan alasan (hujjah), melemahkannya
dan mengurangkannya dengan celaan pada perkataannya, menghubunginya kepada
keteledoran dan kebodohan.
Tandanya yang demikian, ialah:
bahwa peringatannya kepada kebenaran dari segi yang lain itu tidak disukai oleh
pihak yang bertengkar. Ia suka, bahwa ia yang melahirkan keSalahan orang yangbertengkar
itu, supaya terang dengan demikian, kelebihan dirinya dan kekurangan temannya.
Dan tiada jalan kelepasan dari ini, selain dengan diam, dari tiap-tiap yang
tidak akan ber- dosa, kalau didiamkan.
29
|
Adapun penggerak kepada
pertengkaran itu, ialah ingin tinggi dengan melahirkan ilmu-pengetahuan dan
kelebihan. Dan menyerang orang lain, dengan melahirkan kekurangannya.
Itulah dua nafsu-keinginan
batiniah yang kuat bagi diri seseorang. Adapun melahirkan kelebihan diri, maka
itu termasuk segi membersihkan diri. Dan itu, sebahagian dari kehendak apa yang
terkandung pada seseorang, dari durhakanya pendakwaan tinggi dan sombong, Dan
itu adalah termasuk sifat ketuhanan.
Adapun mengurangkan orang
lain, maka itu termasuk diantara kehendak sifat binatang buas. Ia menghendaki
mengoyak-ngoyakkan lainnya, mema- tahkannya, memukulkannya dan menyakitinya.
Inilah dua sifat tercela, yang
membinasakan. Kekuatan dua sifat ini, ialah: perbantahan dan pertengkaran.
Orang yang biasa berbantah dan bertengkar itu menguatkan sifat-sifat ini yang
membinasakan. Dan ini melampaui batas kemakruhan (perbuatan yang tidak disukai
Agama), Tetapi itu, suatu perbuatan ma'siat, manakala terjadi padanya
menyakitkan orang lain. Dan ber- bantah-bantahan itu, tiada teriepas dari menyakitkan,
mengobarkan kemarahan dan membawa orang yang sudah melakukannya untuk
mengulangi kembali. Lalu ia menolong perkataannya, dengan apa saja yang mungkin,
baik yang hak atau yang batil. Ia mencela pada yang mengatakannya, dengan apa
saja yang tergambar baginya. Lalu berkobarlah pertengkaran diantara dua orang
yang bertengkar itu, sebagaimana berkobarnya perkela- hian diantara dua ekor
anjing. Masing-masing bermaksud menggigit temannya, dengan cara yang lebih
menewaskan, lebih kuat mendiamkan dan mencambukkan.
Adapun pengobatannya, ialah:
dengan menghanciirkan kesombongan yang menggerakkannya kepada melahirkan
kelebihannya.. Dan menghancurkan sifat binatang buas yang menggerakkannya
kepada melahirkan kekurangan orang lain. Sebagaimana akan datang yang demikian
nanti penjelasannya pada "Kitab Celaan kesombongan Dan Mengherani
Diri" dan "Kitab Celaan Marah".
Sesungguhnya pengobatan setiap
penyakit, ialah: dengan menghilangkan sebabnya. Dan sebab perbantahandan
pertengkaran, ialahapa yang telah kami sebutkan dahulu.
Kemudian membiasakan diri pada
perbantahan itu menjadikannya kebiasaan dan sifat diri (tabiat). Sehingga
menetap pada diri dan sukar bersabar daripadanya.
Diriwayatkan, bahwa Imam Abu
Hanifah r.a. bertanya kepada Daud Ath- Tha-i: "Mengapa engkau memilih
disudut?"
Daud Ath-Tha-i menjawab:
"Untuk berjuang dengan diriku, meninggalkan pertengkaran".
Lalu Imam Abu Hanifah
menjawab: "Hadirilah semua majlis dan dengarlah apa yang dikatakan orang
dan jangan engkau berkata-kata.'".
30
|
Daud Ath-Tha-i menerangkan
seterusnya: "Lalu aku perbuat demikian. Maka tiada aku melihat
perjuangan yang lebih berat atas diriku dari itu". Dan itu benar,
sebagaimana dikatakannya. Karena orang yang mendengar ke- salahan dari orang
lain dan ia sanggup membukakannya, niscaya sukar sekali baginya bersabar
ketika itu. Karena itulah, Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa
meninggalkan perbantahan, sedang ia dipihak yang benar, niscaya dibangun oleh
Allah baginya suatu rumah dalam sorga tertinggi". Karena sangat berat
yang demikian kepada jiwa.
Kebanyakan yang terjadi
demikian,padaaliran-alirandanaqidah-aqidah. Karena perbantahan itu adalah
suatu tabiat. Apabila ia menyangka akan mem peroleh pahala, niscaya
bersangatanlah keinginannya dan bertolong- tolonglah antara tabiat dan agama
padanya.
Dan itu adalah salah
semata-mata. Tetapi sayogialah bagi manusia, mencegah lidahnya dari ahli-qiblah
(orang yang ta'at menghadap kiblat dengan shalat). Apabila melihat orang
berbuat bida'ah, maka dengan lemah-lembut menasehatinya pada tempat. sepi,
tidak dengan jalan pertengkaran. Karena pertengkaran itu menggambarkan
kepadanya, bahwa itu adalah suatu usaha untuk mengacaukan. Dan itu adalah suatu
bikinan, dimana orang-orang yang suka bertengkar dari ahli alirannya, sanggup
berbuat seperti itu, jikalau mereka mau. Lalu terus-meneruslah bid'ah itu dalam
hatinya dan bertambah kuat, disebabkan pertengkaran itu.
Apabila diketahui bahwa
nasehat tidak bermanfa'at, maka berbuatlah untuk diri sendiri dan tinggalkanlah
orang itu.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
رحم الله من كف لسانه عن أهل القبلة إلا بأحسن ما يقدر
عليه
(Rahimal-laahu'man kaffa
lisaanahu'an ahlil-qiblati illaa bi-ahsani maa yaq- diru alaihi).
Artinya: "Allah mengasihi
orang yang mencegah lidahnya dari ahli qiblah, kecuali dengan sebaik-baiknya
apa yang disanggupinya". (1).
Hisyam bin 'Urwah berkata:
"Adalah Nabi s.a.'w. mengulang-ulangi sabdanya tadi tujuh kali".
Setiap orang yang membiasakan
bertengkar pada suatu waktu dan ia memujikan manusia kepadanya, dan ia
memperoleh bagi dirinya dengan sebab demikian, kemuliaan dan penerimaan,
niscaya menguatlah segala yang membinasakan ini padanya. Dan ia tidak akan
sanggup lagi menyebut dirinya daripada yang membinasakan itu, apabila
berkumpul padanya, kekuasaan marah, sombong, ria, suka kemegahan dan
membanggakan diri dengan kelebihan. Dan masing-masing sifat ini sukar
melawannya. Maka bagaimana pula dengan berkumpulnya sifat-sifat itu?
(1) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dari Hisyan bin 'Urwah dengan isnad dha'if.
|
31
|
BAHAYA KELIMA: permusuhan.
Sifat ini juga tercela. Dan
dia itu, dibalik pertengkaran dan perbantahan. Perbantahan itu, tusukan pada
perkataan orang lain, dengan melahirkan kekurangan padanya, tanpa terikat
dengan suatu maksud, selain untuk menghina orang lain dan melahirkan kelebihan
kecerdikan diri sendiri. Pertengkaran itu, ibarat sesuatu hal, yang menyangkut
dengan melahirkan aliran-aliran dan menetapkannya. Dan permusuhan itu,
gelombang pada perkataan, untuk memperoleh kesempurnaan harta atau sesuatu hak
yang dimaksud. Yang demikian itu, sekali adalah permulaan dan pada kali yang
lain, adalah teguran. Dan perbantahan itu tidak ada;selain dengan
teguran terhadap perkataan yang sudah terdahulu. 'A'syah r.a: berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
(Inna abghadlar-rijaali
ilal-laahil-aladdul-khashim).
إن أبغض الرجال إلى الله الألد الخصم
Artinya:''Orang yang sangat
dimarahi oleh Allah, ialah orang yang sangat bermusuhan".(l).
Abu Hurairah berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa bertengkar dalam suatu
permusuhan, tanpa ilmu, niscaya senantiasalah ia dalam a- marah Allah, sehingga
ia meneabut dirinya daripadanya1'. (2). Sebahagian mereka berkata:
"Jagalah dirimu dari permusuhan!. Karena permusuhan itu menghapuskan
agama". Dan dikatakan, bahwa wang wara' tidak sekali-kali bermusuhan
mengenai agama.
Ibnu Qutaibah berkata:
"Datang padaku,Bisyr bin Abdullah bin AbiBak- rah. Lalu ia bertanya:
"Apakah yang menyebabkan engkau duduk disini?. Aku jawab, lantaran
permusuhan antaraku dan anak pamanku". Lalu Bisyr berkata: "Bahwa
ayahmu mempunyai perbuatan baik padaku. Dan aku bermaksud membalasnya
kepadamu. Dan demi Allah, aku tiada melihat suatu pun yang menghilangkan agama,
yang mengurangkan kepribadian, yang menyia-nyiakan kesenangan dan yang
mengganggu hati, selain dari permusuh an .
Ibnu Qutaibah meneruskan
ceriteranya: "Lalu aku bangun berdiri, hendak pergi. Maka musuhku berkata
kepadaku: "Apa kabar engkau sekarang?". Lalu aku jawab: "Tidak
ada akan aku bermusuh lagi dengan engkau". Mu- suh itu berkata:
"Sesungguhnya engkau tahu, bahwa kebenaran adalah pada pihakku". Lalu
aku jawab: "Tidak, aku tidak tahu. Tetapi aku muliakan diriku dari hal
itu". Maka musuh itu menjawab: "Aku tiada meminta sesuatu daripadamu,
yang menjadi milikmu!".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Aisyah r.a.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Ai-Ishfahani
dari Abu Hurairah dan dipandang dla'if oleh kebanyakan ulama hadits.
|
32
|
Jikalau anda bertanya, bahwa
apabila manusia mempunyai sesuatu hak, maka tak boleh tidak ia bermusuhan pada
menuntutnya atau pada menjaganya, manakala ia dianiaya oleh orang zalim. Maka
bagaimana hukumnya dan ba- gaimana mencela permusuhannya?
Ketahuilah kiranya, bahwa
celaan ini termasuk yang bermusuhan dengan yang batil dan yang bermusuhan,
tanpa ilmu, seperti wakil hakim (qadli). Maka wakil hakim itu sebelum
mengetahui bahwa hak itu pada pihak yang mana, maka ia menyerah pada permusuhan
itu, dari pihak mana adanya. Lalu ia bermusuhan, tanpa ilmu. Dan termasuk orang
yang menuntut hak- nya. Tetapi ia tidak membatasi sekadar perlu saja. Bahkan ia
melahirkan ke- sangatan permusuhan itu, dengan maksud menguasai atau dengan
maksud menyakiti. Dan termasuk orang yang mencampurbaurkan dengan permusuhan
itu, kata-kata yang menyakitkan, yang tidak diperlukan untuk menolong alasan
dan melahirkan kebenaran. Dan termasuk pula orang yang dibawa kepada permusuhan
itu oleh kedengkian semata-mata, untuk memaksakan musuh dan menghancurkannya,
sedang ia kadang-kadang memandang leceh harta yang sekadar itu.
Dan dalam manusia, ada orang
yang menegaskan demikian, seraya berkata: "Sesungguhnya maksudku itu,
dengki kepadanya dan menghancurkan ke- hormatannya. Sesungguhnya, jikalau aku
mengambil harta ini daripadanya, mungkin aku lemparkan kedalam sumur. Dan aku
tidak perduli". Inilah maksudnya yang sangat bersangatan, permusuhan dan
perbantahan. Dan itu tercela sekali.
Adapun orang yang teraniaya,
yang menolong alasannya (hujjahnya) dengan jalan Agama,, tanpa bersangatan,
berlebih-lebihan dan tambahan perbantahan sekadar perlu, tanpa maksud
kedengkian dan menyakitkan, maka perbuatan yang demikian tidak haram. Tetapi
yang lebih utama ditinggalkan, bila diperoleh jalan lain. Karena mengekang
lidah pada permusuhan dalam batas sederhana, adafeih sukar. Dan permusuhan itu
memenuhi dada dan mengobarkan kemarahan. Apabila kemarahan itu telah berkobar,
niscaya lupalah apa yang dipertengkarkan. Dan kekallah kedengkian diantara dua
orang yang bermusuhan itu. Sehingga masing-masifig bergembira dengan nasib
buruk temannya. Dan merasa susah dengan gembiranya teman itu. Dan lidah
dilepaskan terhadap kehormatan teman tersebut. Siapa yang memulai permusuhan,
maka sesungguhnya ia telah mendatangi bagi segala yang harus diawasi itu.
Sekurang-kurangnya apa yang padanya mengacaukan batinnya. Sehingga ia dalam
shalatnya, berbuah untuk meng- hadapi musuhnya. Maka hal itu tidak tinggal atas
batas yang wajib saja. Permusuhan itu permulaan tiap-tiap kejahatan. Begitu
pula perbantahan dan pertengkaran. Maka sayogialah tidak dibuka pintunya,
selain karena darurat. Dan ketika darurat itu, sayogialah lidah dan hati dijaga
dari akibat- akibat permusuhan. Dan yang demikian itu memang sukar sekali.
33
|
Barangsiapa membatasi dalam
permusuhannya kepada yang perlu saja, niscaya ia selamat dari dosa. Dan tidak
tercela permusuhannya, kecuali kalau ia tidak memerlukan kepada permusuhan,
mengenai. apa yang dipermusuhkan itu. Karena padanya, ada yang mencukupkannya.
Maka adalah ia meninggalkan untuk yang lebih utama. Dan tidaklah ia orang
berdosa. Benar", sekurang-kurangnya dalam permusuhan, perbantahan dan
pertengkaran itu, hi- langnya perkataan yang baik dan pahala yang dapat
diperoleh padanya. Karena sekurang-kurangnya tingkat perkataan yang baik itu,
melahirkan perse- tujuan. Dan tak ada perkataan yang kasar, yang lebih besar
daripada tusu- kan dan teguran, yang hasilnya, adakalanya membodohkan dan
adakalanya mendustakan. Sesungguhnya orang yang bertengkar dengan orang lain
atau berbantah-bantahan atau bermusuh-musuhan, maka ia telah membodohkan atau
mendustakan orang tersebut. Lalu lenyaplah dengan dia perkataan yang baik.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
يمكنكم من الجنة طيب الكلام وإطعام الطعام
(Yumakkinukum minal-jannati
thayyibul-kalaami wa ith'aamuth-tha'aami). Artinya: Menjadikan kamu dari isi
sorga, oleh perkataan yang baik dan memberi makanan (kepada orang yang memerlukan)"(l).
Allah Ta'ala berfirman:-
وقولوا للناس حسنا
(Wa quuluu lin-naasi husnaa).
Artinya: "Dan katakanlah
perkataan yang baik kepada manLsia!". -S.A1- B'aqarah, ayat 83.
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Siapa
saja dari makhluk Allah memberi salam ke- padamu, maka jawablah salam itu,
walaupun ia orang. majusi (penyembah api). Karena Allah' Ta'ala berfirman:-
وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن
(Wa idzaa huyyiitum
bi-tahiyyatin, fa hayyuubi-ahsanaminhaaau ruddmiha). Artinya: "Apabila ada
orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) dengan
cara yang lebih baik atau balas penghormatan itu (serupa dengan
penghormatannya)!".S.An-Nisaayat 86. Ibnu Abbas berkata pula: "Kalau
sekiranya Firun berkata baik kepadaku, niscaya aku balas kepadanya (dengan
baik)".
34
(1)
1.Dirawikan Ath-Thabrani dari Jabir. Dan menurut Al-Iraqi, ada dari
perawinya,orang yang tidak dikenalnya..
|
Anas berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya dalam sorga ada beberapa
kamar, yang dilihat lahirnya (luarnya) dari batinnya (dafamnya) dan batinnya
dari lahirnya. Kamar-kamar itu disediakan oleh Allah Ta'ala kepada orang yang
memberi makanan dan melembutkan perkataan".(l).
Diriwayatkan, bahwa Nabi Isa
a.s. dilewati seekor babi, lalu ia berkata: "Lalulah dengan
selamat!". Lalu orang bertanya kepadanya: "Wahai Ruhu'llah! Engkau
katakan yang demikian itu kepada babi?".
Maka Nabi Isa a.s. menjawab:
"Aku tidak suka membiasakan lidahku dengan yang buruk".
Nabi kita صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Kata yang baik itu sedekah".(2)
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Jagalah dirimu dari api neraka, walaupun dengan sekeping tamar! Kalau
kamu tidak memperolehnya, maka dengan perkataan yang baik!"(3).
Umar r.a. berkata:
"Kebajikan itu barang yang mudah; muka yang jernih dan perkataan yang
lemah lembut".
Setengah hukama' berkata:
"Perkataan yang lemah lembut itu membasuhkedengkian yang tersembunyi dalam
anggota badan".
Setengah hukama' berkata:
"Tiap-tiap perkataan yang tidak memarahkan tuhanmu, melainkan juga kamu
me'nyenangkan orang yang duduk bersamamu. Maka janganlah kamu kikir terhadap
perkataan itu! Mudah-mudahan akan menggantikan kepadamu, pahala orang yang
berbuat baik daripadanya".
Ini semua mengenai kelebihan
perkataan yang baik. Dan lawannya, ialah: permusuhan, perbantahan, pertengkaran
dan pergaduhan. Itu adalah perkataan yang tidak disukai, yang meliarkan, yang
menyakitkan hati, yang mengeruhkan kehidupan, menggerakkan kemarahan dan yang
menyesakkan dada. Kita bermohon kepada Allah akan kebagusan taufiq dengan
nikmat dan kurniaNya!
(1)
|
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya
dari Suwaid bin Sa'id.
|
(2)
|
Dirawikan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(3)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari'Uda bin Hatim.
|
BAHAYA KEENAM: berbuat
dalamnya keluar kata-kata dalam rahang, berbuat sajak dan kelancaran berbicara
dengan dipaksakan, berbuat-buat dengan kata-kata kemuda-mudaan dan kata-kata
pendahuluan dan apa yang biasa dilakukan oleh kebiasaan orang-orang yang
membuat-buat kelancaran berbicara, yang menyerukan kepada berpidato,Semua yang
tersebut itu, termasuk bikin-bikinan yang tercela dan termasuk yang
dipaksa-paksakan yang tercela, dimana Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
أنا وأتقياء أمتي برءاء من التكلف
(Ana wa atqiaa-u ummatii
bura-aa-u minat-takalluf).
Artinya: "Aku dan ummatku
yang taqwa itu teriepas daripada yang di paksa-paksakan (at-takalluf)"
(1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya yang lebih aku marahi dan yang lebih jauh tempat duduknya
daripadaku, ialah: orang-orang yang berbicara melantur kesana kemari, yang
berbuat seolah-olah memahami dan yang berbicara, yang keluarnya dari
rahang" (2).
Fatimah r.a. berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Ummatku yang paling jahat, ialah: mereka
yang makan dengan kenikmatan, memakan ber-macam- macam warna makanan, memakai
bermacam-macam warna kain dan berbicara dengan mengeluarkan perkataan dari
rahang" (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Ketahuilah, orang-orang tanath-thu' itu binasa". Tiga kali beliau صلى الله عليه وسلم .
menyabdakannya (4).Tanath-thu', yaitu: mendalam-dalamkan dan menghabis-habiskan
keluarnya perkataan.
Umar r.a. berkata:
"Perkataan yang gemuruh itu adalah dari gemuruhnya suara setan".
Amr bin Sa'ad bin Abi Waqqash
datang kepada ayahnya Sa'ad, meminta sesuatu keperluan. Lalu ia berkata dengan
perkataan yang membentangkan hajat-keperluannya.Lalu menjawab Sa'ad:
"Adalah aku lebih jauh dari hajatmu pada hari ini. Aku mendengar
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Akan datang kepada manusia suatu zaman,
dimana mereka menyelang-nyelangi perkataan dengan lidahnya, seperti sapi
betina menyelang-nyelangi rumput dengan lidahnya". (5). Seakan-akan Sa'ad
membantah apa yang dikemukakan oleh anaknya, atas perkataan dari kemuda-mudaan
dan kata pendahuluan yang dibuat-buat, secara dipaksakan.
Ini juga termasuk bahaya
lidah. Dan masuk juga dalam bahagian ini, setiap sajak yang disusun secara
berat."Begitu pula kata-kata yang faseh (kepandaian bercakap), yang keluar
dari batas kebiasaan. Begitu pula sajak yang dibuat dengan berat pada
percakapan-percakapan. Karena Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menghukum kuatnya air pada
janin (budak dalam kandungan). Lalu berkata setengah kaum yang menganiaya:
"Bagaimana basah orang yang tidak minum, orang yang tidak makan, tidak
menjerit dan tidak berkata dengan suara nyaring. Hal yang seperti itu batil.
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Adakah sajak itu seperti sajaknya Arab
badui?"(6). Nabi صلى الله عليه وسلم . menentang yang demikian. Karena kesan memberat-berati dan
berbuat-buat itu nyata sekali pada perkataan tersebut. Tetapi sayogialah di-
(1) Dirawikan AdrDaraquthni dari Az-Zubair bin
Al-'Awwam. hadits marfu
|
(2) Dirawikan Akmad dari Abi Tsa'labah.
|
(3) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Baihaqi.
|
(4) Dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
(5) Dirawikan Ahmad dari Sa'ad.
|
(6) Dirawikan Muslim dari Al-Mughirah bin Syubah
dan Abu Hurairah.
|
36
|
Tetapi sayogialah disingkatkan
pada tiap-tiap sesuatu itu diatas maksudnya. Dan maksud perkataan itu, ialah
memberi pemahaman kepada maksud. Dan dibalik yang demikian, adalah
dibuat-buat, yang tercela.
Tidak masuk pada katagori ini,
membaguskan kata-kata pidato dan peri- ngatan tanpa berlebih-lebihan dan
keganjilan. Karena yang dimaksud dari pidato itu menggerakkan hati,
menyukakannya, menggenggam dan mem- bentangkannya. Maka karena manisnya
kata-kata itu mempunyai bekas padanya. Dan itu adalah layak.
Adapun pembicaraan-pembicaraan
yang berlaku untuk menunaikan keperluan, maka tidak layak bersajak,
mengeluarkan perkataan yang keluar dari rahang dan melaksanakannya dengan
dipaksakan, yang tercela. Dan tak ada penggerak kepada yang demikian, selain
oleh ria, melahirkan kefasehan (kelancaran berkata-kata) dan perbedaan diri
dengan kecerdikan. Semua itu tercela, tidak disukai oleh Agama dan dilarang
daripadanya.
BAHAYA KETUJUH: kekejian,
makian dan kekotoran lidah.
Itu adalah tercela dan
terlarang. Sumbernya, ialah: sifat keji dan jahat.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إياكم والفحش فإن الله تعالى لا يحب الفحش ولا التفحش
(Iyyaakum wal-fuhsya, fa
innallaaha ta'aalaa iaa yuhibbul-fuhsya wa lat-ta- fahhusy).
Artinya: "Jagalah dirimu
dari kekejian! Karena Allah Ta'ala tiada menyukai kekejian dan membuat
kekejian". (1).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . melarang
memaki orang-orangmusyrik yang terbunuh pada perang Badar. Beliau bersabda:
"Janganlah kamu memaki mereka! Sesungguhnya tiada sampai sesuatu kepada
mereka, dari apa yang kamu katakan. Dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup.
Ketahuilah, bahwa kekotoran lidah itu tercela".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tidaklah orang mu'min itu pencela, pengutuk, pem- buat perbuatan keji dan
berlidah kotor". (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sorga
itu haram kepada tiap-tiap orang yang berbuat kekejian, memasukinya". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Empat
orang yang menyakiti ahli neraka (penduduk neraka) dalam neraka, terhadap
kesakitan yang dideritai mereka. Mereka ber jalan diantara api yang pan as dan
neraka jahim. Mereka menyerukan a-
(1) Dirawikan Ibnu Hibban dari Abi Hurairah.
|
(2) Dirawikan An-Nasa-i dari Ibnu Abbas, dengan
isnad shahih.
|
(3) Dirawikan At-Tirmizi dari Ibni Mas'ud.
dengan isnad shahih.
|
(4) Dirawikan Ibnu-Abid-Dun-ya dan Abu Na'im dari
Abdullah bin Amr.
|
37
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Empat
orang yang menyakiti ahli neraka (penduduk neraka) dalam neraka, terhadap
kesakitan yang dideritai mereka. Mereka ber jalan diantara api yang pan as dan
neraka jahim. Mereka menyerukan azab dan kebinasaan. Yaitu: orang yang mengalir
pada mulutnya nanah dan darah. Lalu ditanyakan kepadanya: "Apa kabar orang
yang jauh, yang telah menyakiti kami, terhadap kesakitan yang kami
alami?"Lalu orang itu menjawab: "Bahwa orang yang jauh itu memandang
kepada tiap-tiap kata keji dan kotor. Lalu ia merasa enak dengan perkataan itu,
seperti ia merasa enak dengan perkataan buruk". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
kepada 'A'isyah:
يا عائشة لو كان الفحش رجلا لكان رجل سوء
(Yaa 'Aisyah! Lau
kaanal-fuhsyurajulan, la-kaana rajula suu-in). Artinya: "Hai 'A'isyah!
Jikalau yang keji itu seorang laki-laki, maka itu adalah laki-laki
jahat".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
البذاء والبيان شعبتان من شعب النفاق
(Al-badzaa-u wal-bayaanu syu'bataani min
syu'abin-nifaaq). Artinya: "Kekejian dan penjelasan itu dua cabang dari
cabang-cabang nifaq (sifat orang munafiq)". (3).
Mungkin yang dimaksudkan
dengan penjelasan (al-bayaan) diatas tadi, menyingkapkan apa yang tidak boleh
disingkapkan. Dan mungkin pula, bersangatan pada penjelasan. Sehingga sampai
kepada batas memberat-berat- kan. Dan mungkin pula, penjelasan pada urusan
Agama dan pada sifat Allah Ta'ala. Sesungguhnya menyampaikan yang demikian
secara keseluruhan (secara global) kepada pendengaran orang awam, itu lebih
utama, daripada bersangatan pada menerangkannya. Karena kadang-kadang dari
terlalunya penjelasan, lalu berkobar keragu-raguan dan waswas. Maka apabila
disam- paikan secara global, niscaya bersegeralah hati menerimanya. Dan tidak
kacau. Tetapi menyebutkannya dengan disertai perkataan kotor, itu menye- rupai,
bahwa maksudnya berterus-terang menjelaskar apa yang memalukan orang untuk
diterangkan. Maka yang lebih utama pada contoh yang seperti ini, ialah: menutup
mata dan melupakan. Tidak disingkapkan dan diterangkan.
(1)' Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Syafi bin
Mati.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu
Luhai'ah dari Aisyah.-
|
(3) Dirawikan At-Tirmizt dan Al-Hakim dari Abi
Amamah. menurut syarat AI-Bukhari dan Muslim.
|
38
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن الله لا يحب الفاحش المتفحش الصياح في الأسواق
(Innal-laaha laa
yuhibbul-faahisyal-mutafahhisyash-shayyaaha fil-aswaaq).
Artinya: "Sesungguhnya
Allah Ta'ala tidak menyukai orang keji, yang membuat-buat keji, yang
menjerit-jerit dipasar".(l).
Jabir bin Sararah berkata: Aku duduk
disamping Nabi صلى الله عليه وسلم . dan ayahku dihadapanku. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن الفحش والتفاحش ليسا من الإسلام في شيء وإن أحسن
الناس إسلاما أحاسنهم أخلاقا
(Innal-fuhsya wat-tafaahusya
lai-saaminal-islaami fii syai-in wa inna ahsanan- naasi islaaman ahaasinuhum
akhlaaqaa).Artinya: "Sesungguhnya kekejian dan berbuat-buat kekejian,
tidaklah sedi- kitpun dari Islam. Sesungguhnya manusia yang terbaik Islamnya,
ialah mereka yang baik akhlaknya".(2).
Ibrahim bin Maisarah berkata: "Ada
yang mengatakan, bahwa orang keji, yang berbuat keji, akan dibawa pada hari
kiamat dalam bentuk anjing atau dalam perut anjing".
Al-Ahnaf bin Qais berkata:
"Apakah belum aku beritakan kepadamu, pe nyakit yang paling berbahaya?,
Yaitu: lidah kotor dan akhlak rendah". Maka inilah celaan kekejian.
Adapun batas dan hakikatnya,
maka itu menerangkan hal-hal yang keji, dengan kata-kata yang tegas. Dan
kebanyakannya berlaku pada kata-kata perzinaan dan yang berhubungan dengan
perzinaan. Karena orang-orang yang berbuat kerusakan itu, mempunyai kata-kata
tegas, yang keji, yang di- pakainya pada maksud tersebut. Dan orang-orang y^ng
baik, menjauhkan diri daripadanya. Bahkan mereka mengucapkan dengan sindiran
(kinayah) dan menunjukkannya dengan isyarat-isyarat (rumuz). Mereka menyebut-
kannya dengan kata-kata yang mendekati atau yang berhubungan dengan hal itu.
Ibnu Abbas berkata:
"Sesungguhnya Allah Hidup, Yang Pemurah, Yang Mema'afkan dan Yang Menyebut
dengan sindiran (kinayah)". Allah Ta'ala menyebutkan dengan kinayah:
menyintuh, buat: bersetubuh. Maka kata-kata: menyintuh, memegang, dukhul
(memasukkan) dan berteman (shuhbah), adalah kata-kata kinayah buat: bersetubuh.
Dan tidaklal kata-kata tadi, kata-kata yang keji.
Disamping itu, ada kata-kata
keji, yang dipandang keji menyebutkannya Kebanyakannya dipakai pada makian dan
memalukan orang. Dan kata-kat; itu berlebih-kurang kekejiannya. Sebahagian
sangat kejinya dibandingkai dengan sebahagian lainnya. Kadang-kadang berselisih
yang demikian, dise babkan oleh berbedanya adat-kebiasaan dari negeri-negeri
yang bersang kuian. Permulaannya makruh dan penghabisannya haram. Dan diantara
ke duanya, terdapat tingkat-tingkat yang bulak-balik padanya.
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Jabir
dengan sanad dha'if.
|
(2) Dirawikan Ahmad dan Ibnu Abid-Dun-ya dengan
isnad shahih.
|
39
|
Dan tidaklah ini khusus
dengan: bersetubuh. Tetapi dengan kinayah, dengan memakai perkataan qadha'
hajat (menunaikan hajat) untuk kencing dan berak itu, lebih utama dari
kata-kata: membuang berak, kencing dan lainnya. Karena ini juga termasuk hal
yang disembunyikan. Tiap-tiap yang disembunyikan, adalah malu disebut
terang-terangan. Maka tiada sayogialah disebut kata-katanya yang tegas. Karena
itu adalah keji. Begitu pula, dipandang baik pada adat kebiasaan, menyebutkan
secara kinayah, tentang: wanita. Maka tidak dikatakan: "Isteri anda berkata
demikian". Tetapi dikatakan: "Dikatakan dalam kamar atau dibalik
tabir". Atau: "Kata ibu anak-anak". Maka menggunakan kata-kata
tersebut secara halus itu terpuji. Dan berterus-terang padanya, membawa kepada
kekejian. Begitu pula orang yang mempunyai kekurangan, yang malu disebutkan. Maka
tidak sayogialah dikatakan dengan kata-kata terus-terang, seperti: supak, botak
dan penyakit bawazir. Akan tetapi, dikatakan bahwa hal yang me- nimpa, yang
dideritanya dan hal-hal yang seperti itu. Maka menyebutkannya dengan
terus-terang itu, termasuk dalam kekejian. Dan semuanya itu dari bahaya-bahaya
lidah.
Al-'AIa' bin Harun berkata:
"Adalah Umar bin Abdul-aziz itu menjaga dalam pembicaraannya. Maka
keluarlah bisul dibawah ketiaknya. Lalu kami datang kepadanya, menanyakannya,
untuk mengetahui apa yang akan dija- wabnya. Kami bertanya: "Dari mana
bisul itu keluar?". Lalu ia menjawab: "Dari dalam tangan".
Penggerak kepada kekejian itu,
adakalanya dengan maksud menyakitkan o- rang. Dan adakalanya karena kebiasaan
yang diperoleh dari pergaulan dengan orang-orang fasik, ahli kekejian dan
kecelaan. Dan diantara kebiasaan mereka itu: memaki.
Seorang Arab Badui berkata
kepada Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم :
"Berilah aku wasiat!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:Artinya:
"Engkau harus bertaqwa kepada Allah. Jikalau seseorang memberi malu kepada
engkau, dengan sesuatu yang diketahuinya pada engkau, maka janganlah engkau
memberi malu dia dengan sesuatu, yang engkau ketahui padanya, niscaya adalah
celakanya kepadanya dan pahalanya kepada engkau! Dan janganlah engkau memaki
sesuatu!"(l).
orang Arab Badui itu
meneruskan ceriteranya: "Maka tidaklah sesudah itu, aku memaki
sesuatu".
(1) Dirawikan Ahmad dan
Ath-Thabrani dengan isnad yang tiaik dari Abi Yara Al-Hujaimi.
|
40
|
Ayyadl bin Himar berkata: "Aku
berkata: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya seorang laki-laki dari kaumku,
memaki aku. Dan dia itu, darajatnya kurang dari aku. Bolehkah aku memperoleh
kemenangan daripadanya?". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Dua orang yang bermaki-makian itu, keduannya adalah setan, yang
nyalak-menyalak dan kacau-mengacau". Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Makian orang
mu'min itu fasik dan pembunuhannya itu kufur".(1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Dua
orang yang bermaki-makian itu adalah apa yang dikatakan oleh keduanya. Maka
yang berdosa ialah yang memulai diantara keduanya, sehingga yang teraniaya itu
menyerang".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Terkutuklah orang yang memaki ibu-bapanya".(3). Pada suatu riwayat,
tersebut: "Termasuk dosa terbesar itu, bahwa orang memaki
ibu-bapanya". Lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Bagaimana
orang memaki ibu bapanya?". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Ia memaki
bapak orang, lalu orang memaki bapaknya".(4).
BAHAYA KEDELAPAN: mengutuk.
Adakalanya untuk hewan atau
benda keras atau manusia. Semua itu tercela. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تلاعنوا بلعنة الله ولا بغضبه ولا بجهنم
(Laa talaa 'anuu
bi-la'natil-laahi wa laa bi-ghadlabihi wa laa bi-jahannam). Artinya:
"Janganlah kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan Allah, dengan kemarahanNya
dan dengan neraka jahannam".(6).
1)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
(2)
|
Dirawikan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(3)
|
Dirawikan Ahmad, Abu Ya'la
dan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas.
|
(4)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin 'Amr.
|
(5)
|
Dirawikan At-Tirmidzi dari
Ibnu Umar dan dipandangnya hadits hasan.
|
(6)
|
Dirawikan Abu Daud dan
At-Tirmizi dari Samrah bin Jundub, hadits shahih.
|
41
|
Hudzaifah berkata:
"Tidaklah sekali-kali suatu kaum itu kutuk-mengutuk, melainkan akan
benarlah perkataan kutukan itu keatas mereka". Tmran bin Hushain berkata:
"Ketika Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam sebahagian perjalanannya, maka terlihat seorang
wanita Anshar (wanita berasal Ma-dinah) berada diatas untanya. Lalu ia bosan
kepada unta itu, maka diku- tuknya. Mendengar yang demikian, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
kepada para shahabatnya: "Ambillah apa yang ada diatas unta itu dan
pinjamkanlah! Sesungguhnya dia itu terkutuk".(l).
'Imran berkata:
"Seakan-akan aku melihat kepada unta itu berjalan diantara orang banyak,
yang tiada seorang pun menggangguinya". Abu'd-Darda' berkata:
"Apabila seseorang mengutuk bumi, maka bumi itu berkata: "Allah
mengutuk orang yang paling durhaka kepada Allah diantara kita".
'A isyah r.a. berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . mendengar Abubakar, mengutuk sebahagian budaknya. Lalu
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menoleh kepada Abubakar, seraya bersabda: "Hai
Abubakar! Adakah orang siddiq dan pengutuk? Tidaklah sekali-kali yang
demikian, demi Tuhan yang Empunya Ka'bah!". Nabi صلى الله عليه وسلم . mengatakan
itu dua kali atau tiga kali". (2). Pada hari itu juga Abubakar
memerdekakan budaknya itu. Dan ia datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu
berkata: "Tiada akan aku ulang lagi yang demikian".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya pengutuk-pengutuk itu, tiada akan
memperoleh syafa'at dari syahid pada hari kiamat".(3). Anas berkata:
"Seorang laki-laki berjalan bersama Rasulu'llah صلى الله عليه
وسلم mengendarai
keledai. Lalu laki-laki itu mengutuk keledainya. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه
وسلم . bersabda: "Hai hamba Allah! Jangan engkau
berjalan bersama kami, diatas keledai yang terkutuk!".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda demikian,
karena menantang atas perbuatan tersebut. Kutuk, adalah ibarat dari menghalau
dan menjauhkan dari Allah Ta'ala. Dan yang demikian, tidak dibolehkan. Kecuali
terhadap orang yang bersifat dengan sifat yang menjauhkannya daripada Allah
'Azza-wa Jalla. Yaitu kufur dan zalim. Lalu ia mengatakan: "Kutukan Allah
atas orang-orang zalim dan orang-orang kafir'.'Dan sayogialah diikutkan padanya
kata-kata Agama. Karena pada kutukan itu bahaya. Karena ia menetapkan atas
Allah 'Azza wa Jalla, bahwa Allah telah menjauhkan orang yang terkutuk itu. Dan
yang demikian itu adalah hal ghaib, yang tidak dilihat, selain oleh Allah
Ta'ala. Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . melihatnya, apabila
diperlihatkan oleh Allah Ta'ala.
Sifat-sifat yang membawa
kepada kutukan itu tiga: kufur, bid'ah dan fasik. Untuk kutukan pada
masing-masing yang tiga tadi, ada tiga tingkat:- Tingkat Pertama: kutukan
dengan sifat yang lebih umum. Seperti engkau katakan: "Kutukan Allah atas
orang-orang kafir, orang-orang pembuat bid' ah dan orang-orang fasik".
(1) Dirawikan Muslim dari 'Imran bin Hushain.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Aisyah dan
dipandang dla'if oleh kebanyakan ulama hadits.
|
(3) Dirawikan Muslim dari Abid-Darda.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad
baik.
|
42
|
Tingkat Kedua: kutukan
dengan sifat-sifat yang lebih khusus. Seperti engkau katakan: "Kutukan
Allah atas orang Yahudi, Nasrani, Majusi, orang Qadariyah, orang Khawarij dan
orang Rafidli (1). Atau atas orang-orang penzina, orang-orang zalim dan pemakan
riba. Dan setiap yang demikian itu boleh. Akan tetapi pada mengutuk sifat-sifat
orang yang berbuat bid'ah itu bahaya. Karena mengenai bid'ah itu sulit. Dan tak
terdapat suatu kata-kata yang diperoleh dari Nabi صلى الله عليه وسلم . dan para
shahabat yang mengenai demikian. Maka sayogialah orang awam dilarang
daripadanya. Karena yang demikian itu membawa kepada pertentangan yang menyamai
dengan kutukan itu. Dan mengobarkan percecokan diantara sesama manusia dan kerusakan.
Tingkat Ketiga: kutukan
bagi orang tertentu. Dan ini berbahaya, seperti engkau katakan: "Si Zaid
yang dikutuk oleh Allah. Dia itu kafir atau fasik atau pembuat bid'ah".
Penguraian mengenai hal
tersebut, ialah bahwa tiap-tiap orang yang telah tegas terkutuknya pada Agama,
maka bolehlah mengutukinya. Seperti anda katakan: "Fir'un yang dikutuk
oleh Allah. Dan Abu Jahal yang dikutuk oleh Allah, Karena telah tegas, bahwa
mereka itu mati diatas kekufuran. Dan yang dimikian itu telah diketahui pada Agama.
Adapun orang seorang yang tertentu pada masa kita sekarang, seperti kata anda:
"Si Zaid yang dikutuk oleh Allah" dan dia itu orang Yahudi, umpa-
manya, maka ini berbahaya. Karena mungkin ia muslim. Lalu meninggal, dengan
mendekatkan diri pada sisi Allah. Maka bagaimana dihukum dia itu terkutuk?
Kalau anda katakan, dia itu
terkutuk karena dia itu kafir sekarang, sebagaimana dikatakan kepada orang
muslim: "Kiranya ia dicurahkan rahmat oIeh Allah", karena dia itu
muslim sekarang, walaupun dapat digambarkan bahwa orang itu akan murtad. Maka
ketahuilah, bahwa arti perkataan kita:
"Kiranya ia dicurahkan
rahmat oleh Allah", artinya: kiranya ditetapkan dia oleh Allah,pada
Agama Islam yang menjadi sebab memperoleh rahmat dan diatas keta'atan. Dan
tidak mungkin dikatakan: "Kiranya ditetapkan oleh Allah akan orang kafir
diatas keadaan yang menjadi sebab kutukan. Karena ini adalah persoalan kufur.
Dan orang itu adalah kufur pada dirinya sendiri. Tetapi boleh dikatakan:
"Kiranya ia dikutuk oleh Allah, jikalau ia mati di-
(1)
a. Orang Majusi, orang
beragama Zoroaster, sekarang masih ada sisanya di Iran dan di- India.
b.Orang
Qadaryah, berkeyakinan bahwa bukan Allah yang menjadikan segala perbuatan
manusia, tetapi manusia itu sendiri yang berkuasa penuh terhadap perbuatannya
(Qudrah ada pada manusia itu sendiri).
c.Orang
Khawarij, suatu golongan yang tidak mau mengikuti dan keluar dari ketaatan
kepada pemerintah. Hal itu terjadi pada masa pemerinthan Ali bin Abi Talib.
d.Orang
Rafidli, segolongan Syi'ah yang ektrem, menolak pimpinan dalam peperangan
atau di luar peperangan.
43
|
atas kekufuran. Dan kiranya
tiada dikutuk oleh Allah, jikalau ia mati diatas keIsIaman". Dan itu
adalah hal ghaib, yang tidak diketahui. Dan hal yang mutlak itu diragukan
diantara dua arah. Maka pada hal yang demikian itu bahaya. Dan tidak ada
bahayanya pada meninggalkan kutukan. Apabila anda telah mengerti akan ini
mengenai orang kafir, maka mengenai: si Zaid fasik atau si Zaid pembuat bid'ah
itu lebih utama lagi. Mengutuki pribadi-pribadi yang demikian itu bahaya.
Karena pribadi-pribadi itu perihal keadaannya, berobah-robah. Kecuali orang
yang telah diberi-tahukan oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Maka bolehlah diketahui,
siapa yang akan mati diatas kekufuran.
Dan karena itulah, Rasulu'llah
صلى الله عليه وسلم . menentukan
sesuatu kaum dengan kutukan. Ia mengatakan dalam do'anya atas orang Qurasy:
"Wahai Allah Tuhahku! Diatas Engkaulah Abu Jahal bin Hisyam dan 'Utbab bin
Rabi'ah" (1). Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyebut suatu golongan yang
terbunuh pada perang Badar diatas kekufuran. Sehingga orang yang tidak diketahui
kesudahannya, lalu dikutukinya. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dilarang
oleh Allah S.W.T. dari yang demikian. Karena diriwayatkan: "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . mengutuk
orang-orang yang membunuh penduduk Bi'ru Ma'unah dalam qunutnya (pada shalat
Subuh) selama sebulan. Lalu turunlah firman Allah Ta'ala:-
(Laisa laka minal-amri syai-un
au yatuuba alaihim au yu'adz-dzibahum, fa in- nahum dzaalimuun).Artinya:
"Tiadalah engkau mempunyai kepentingan dalam perkara itu sedikitpun. Tuhan
menerima tobat mereka atau menyiksa mereka, karena sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang zalim".S.Ali 'Imran, ayat 128. Ya'ni: sesungguhnya mer$ka
itu boleh jadi muslim. Maka dari manakah engkau tahu, bahwa mereka itu terkutuk?
Begitu pula, orang yang telah
nyata bagi kita kematiannya diatas kekufuran, niscaya boleh mengutukinya dan
boleh mencelanya, jikalau tak ajda padanya menyakiti orang Islam. Kalau ada,
niscaya tidak dibolehkan. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa: Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bertanya
kepada Abubakar r.a. tentang kuburan yang dilaluinya, sedang ia bermaksud ke
Thaif. Lalu Abubakar r.a. menjawab: "Ini kuburan seorang laki-laki yang
mendurhakai Allah dan RasulNya. Yaitu: Said bin Al-'Ash. Maka marahlah anak
Sa'id, yaitu: 'Amr bin Sa'id. 'Amr berkata: "Wahai Rasulu'llah! Ini
kuburan laki- laki, yang memberi makanan karena makanan dan yang menghilangkan
yang berat dari Abi Quhafah (ayah Abubakar r.a.). Lalu Abubakar r.a. menjawab:
"Dikatakan kepadaku oleh si ini, wahai Rasulu'llah, dengan perkataan
seperti ini".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
44
|
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berkata
kepada 'Amr bin Sa'id: "Cegahlah dirimu dari Abubakar!" Lalu 'Amr bin
Sa'id itu pergi. Kemudian Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menghadapkan wajahnya kepada
Abubakar, seraya bersabda: "Hai Abubakar! Apabila kamu menyebut orang-orang
kafir, maka sebutlah secara umum! Sesungguhnya apabila kamu khususkan, niscaya
marahlah anak-anak mereka karena bapak-bapaknya". (1). Lalu Abubakar
melarang manusia dari yang demikian.
Adalah Nu'aiman An-Naj jari
meminum khamar. Lalu dihukum dengan pu- kulan (hadd) berkali-kali pada majlis
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Maka sebahagian shahabat berkata: "Kiranya dia itu
dikutuk oleh Allah Ta'ala! Alangkah ba- nyaknya yang dilakukan kepadanya".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
لا تكن عونا للشيطان على أخيك
(Laa takun aunan
Iisysyaithaani 'alaa akhiika).
Artinya: "Janganlah
engkau itu penolong setan terhadap saudara engkau".(2).
Dan pada suatu riwayat:
"Jangan engkau katakan perkataan tersebut! Karena dia mencintai Allah dan
RasulNya". Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . melarang shahabat itu dari
yang demikian. Dan ini menunjukkan, bahwa mengutuk diri orang fasik itu tidak
diperbolehkan.
Kesimpulannya, bahwa pada
mengutuki orang-orang itu bahaya. Maka hendaklah dijauhkan! Dan tiada bahaya
pada berdiam diri daripada mengutuki Iblis-umpamanya. Apalagi mengutuki
lainnya.
Kalau orang bertanya, bolehkan
mengutuk Yazid (Yazid bin Mu'awiyah)? Karena ia pembunuh Saidina Husain (putera
Saidina Ali r.a. dan cucu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .) atau yang menyuruh
membunuhnya. Kami jawab, bahwa itu tidak terbukti sama sekali. Maka tidak boleh
dikatakan, bahwa Yazid membunuh Husain atau menyuruh membunuhnya, sebelum
terbukti. Lebih-lebih mengutuknya. Karena tidak boleh disangkutkan seorang
muslim kepada dosa besar, tanpa dalil yang menguatkan (tahqiq). Benar, boleh
dikatakan, bahwa Ibnu Muljam membunuh Ali. Dan Abu Lu'- luah membunuh Umar r.a.
Karena yang demikian itu telah terbukti dengan berita yang mutawatir (berita
dari orang banyak yang meyakinkan). Maka tidak boleh dituduh seorang muslim
dengan fasik atau kufur, tanpa pembuk- tian yang meyakinkan. Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tidaklah seorang menuduh seseorang dengan kufur dan tidak menuduhnya
dengan fasik, kecuali ia kembali kepadanya, jikalau temannya (orang itu) tidak
demikian".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah seseorang naik saksi terhadap
orang lain dengan kekufuran, melainkan salah seorang dari keduanya
mengembalikan- nya dengan kekufuran, jikalau dia itu kafir". Maka itu,
seperti yang disab-
(1) Dirawikan Abu Dawud dari Ali bin Rabi'ah.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abdul-bar dari Az-Zubair bin
Bakfear.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Dzar.
|
45
|
Maka itu, seperti yang disabdakan
Nabi صلى الله عليه وسلم . (pada
hadits lain): "Dan jikalau ia bukan kafir, maka ia telah menjadi kafir,
dengan mengkafirkan orang itu".(l). Ini artinya, bahwa ia mengkafirkan
orang, sedang ia tahu, bahwa orang itu muslim. Jikalau ia menyangka, bahwa
orang itu kafir, disebabkan perbuatan bid'ah atau lainnya, niscaya dia itu
bersalah. Tidak menjadi kafir. Mu'adz bin Jabal r.a. berkata: "Rasulu'llah
صلى الله عليه وسلم bersabda kepadaku:
أنهاك أن تشتم مسلما أو تعصي إماما عادلا والتعرض
للأموات أشد
(Anhaaka an tasytuma musliman
au ta'-shia imaaman 'aadilaa). Artinya: "Aku larang engkau memaki orang
muslim atau engkau mendur- hakai imam yang adil (penguasa yang adi!)".(2).
Dan mendatangkan tuduhan
kepada orang-orang yang sudah mati itu lebih berat lagi.
Masruq bin Al-Ajda' berkata: "Aku
masuk ketempat 'Aisyah r.a., lalu ia bertanya: "Apakah yang diperbuat si
Anu? Kiranya ia dikutuk oleh Allah". Aku menjawab: "la sudah
mati". Maka ? Aisyah r.a. menyambung: "Kiranya ia
dicurahkan rahmat oleh Allah". Lalu aku bertanya: "Bagaimana maka
begitu?". 'Aisyah r.a. menjawab: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تسبوا الأموات فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا
(Laa tasabbul-amwaata, fa
innahum qad af-dlau ilaa maa qaddamuu). Artinya: "Jangan engkau memaki
orang-orang yang sudah mati! Karena mereka telah membawa, menurut apa yang
dikerjakan mereka".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Jangan
engkau memaki orang-orang yang sudah mati! Maka dengan itu, engkau menyakiti
orang-orang yang masih hidup".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم .
bersabda:Artinya: "Hai manusia! Jagalah aku, tentang shahabat-shahabatku,
saudara- saudaraku dan ipar-iparku! Janganlah engkau memaki mereka! Hai manusia!
Apabila orang sudah mati, maka sebutlah yang baik daripadanya!".(5).
(1) Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Abu
Said, dengan sanad dla'if.
|
(2) Dirawikan Abu Na'im dari Muadz, dalam suatu
hadits panjang.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dari 'Aisyah r.a.
|
(4) Dirawikan At-Tbnidzi dari Al-Mughirah bin
Syu'bah, perawi-perawinya di-percaya.
|
(5) Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari
'Ayyadl Al-Anshari, isnad dla'if.
|
46
|
Kalau orang bertanya, bolehkah
dikatakan, bahwa pembunuh Husain itu kiranya dikutuk oleh Allah?. Atau yang
menyuruh membunuhnya, kiranya dikutuk oleh Allah?.
Kami menjawab, bahwa yang benar
untuk dikatakan, ialah: pembunuh Husain itu jika mati ia sebelum bertobat,
kiranya ia dikutuk oleh Allah. Karena mungkin pembunuh itu mati sesudah
bertobat. Bahwa Wahsyi bin Harb pembunuh Hamzah paman Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (pada
perang Uhud), dimana ia membunuhnya dan waktu itu ia masih kafir. Kemudian, ia
bertobat dari sekalian, dari kekufuran dan pembunuhan. Dan tidak boleh ia
dikutuk. (1). Membunuh itu dosa besar. Dan tidak sampai kepada tingkat kufur.
Maka apabila tidak disangkutkan dengan tobat dan disebut secara mutlak (umum)
saja, niscaya padanya bahaya. Dan tidaklah pada didiamkan itu bahaya. Maka diam
itu adalah lebih utama.
Sesungguhnya kami kemukakan
ini, adalah dikarenakan manusia meman- dang enteng mengutuk itu. Dan lidah dilepaskan
begitu saja untuk mengutuk. Dan orang mu'min itu tidaklah pengutuk. Maka tidak
sayogialah lidah itu dilepaskan dengan mengutuk. Kecuali atas orang yang mati
diatas kekufuran atau atas golongan-golongan yang terkenal dengan
sifat-sifatnya. Tidak atas orang-orang tertentu. Maka menyibukkan diri dengan
berzikir kepada Allah Ta'ala itu lebih utama. Kalau tidak maka berdiam diri
itu lebih selamat.
Makki bin Ibrahim berkata: "Pada
suatu hari kami berada pada Ibnu ' Aun. Lalu mereka menyebutkan Bilal bin Abi
Burdah (amir negeri Basarah). Mereka mengutukinya dan mereka terjerumus dengan
memaki dan men- cacinya. Dan Ibnu 'Aun itu diam. Lalu mereka berkata: "Hai
Ibnu 'Aun! Sesungguhnya kami menyebutkan Bilal bin Abi Burdah itu, karena ia
berbuat dosa terhadap engkau". Maka Ibnu 'Aun menjawab: "Sesungguhnya
itu dua perkataan yang akan keluar dari suratan amalanku pada hari kiamat.
Yaitu: Laa ilaaha illallaah (tiada Tuhan yang disembah selain Allah) dan
La'anal- Ictahu fulaanan (Dikutuk oleh Allah kiranya si Anu). Aku lebih suka
supaya keluar dari suratan amalanku: Laa ilaaha illaallah, daripada akan
keluar: La'anal-laahu fulaanan
Seorang laki-laki berkata
kepada Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم .:
"Berilah aku wasiat (nasehat)!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Aku wasiatkan kepadamu, bahwa kamu tidak mengutuk orang" (2).
Ibnu Umar berkata:
"Sesungguhnya orang yang sangat dimarahi Allah, ialah: tiap-tiap orang
yang mencela, lagi mengutuk orang". Setengah mereka berkata:
"Mengutuk orang mu'min itu menyamai dengan membunuhnya". Hammad bin
Zaid berkata sesudah meriwayatkan ucapan ini: "Jikalau engkau katakan,
bahwa ucapan tadi itu hadits marfu', niscaya aku tiada akan
memperdulikannya".
(1) Wahsy itu kemudian memeluk agama Islam dan
bagus keislamannya. Dialah yang membunuh Musailamah Al-Kazzab (nabi palsu)
pada masa Khalifah Abubakar Ash-shiddiq r.a.
|
(2) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dan ada
dalam isnadnya, orang yang tidak disebut- kan namanya.
|
47
|
Dari Abi Qatadah, yang berkata: "Ada
dikatakan: "Barangsiapa mengutuk orang mu'min maka dia adalah seperti
membunuhnya". Ucapan ini dinukilkan sebagai hadits marfu' kepada
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (hadits yang ditingkatkan sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., walaupun
diantara perawinya, ada yang terputus, yang tiada diketahui).
Dan mendekati dengan mengutuk,
ialah: berdoa terhadap manusia dengan tidak baik (jahat), sehingga berdoa
terhadap orang zalim sekalipun. Seperti orang mengatakan umpamanya:
"Kiranya Allah tidak menyehatkan tubuhnya dan kiranya Allah tidak
menyelamatkannya". Dan kata-kata lain yang seperti itu.
Maka yang demikian itu
tercela. Dan pada hadits, tersebut: "Sesungguhnya orang yang teraniaya
berdoa terhadap orang yang menganiayainya, sehingga menyamai pada penganiayaan.
Kemudian, tinggallah bagi orang yang me- nganiaya, pada orang yang teraniaya,
kelebihan pada hari kiamat".(1).
BAHAYA KESEMBILAN: nyanyian
dan syair.
Telah kami sebutkan pada
"Kitab Mendengar", apa yang diharamkan dari nyanyian dan apa yang
dihalalkan. Maka tiada kami mengulanginya lagi. Adapun syair, maka adalah
perkataan, yang baiknya itu baik dan yang bu ruknya itu buruk. Hanya
bersungguh-sungguh untuk bersyair itu tercela.
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لأن يمتليء جوف أحدكم قيحا حتى يريه خير له من أن
يمتليء شعرا
(Li-an-yamtali-a jaufu
aha-dikum qaihan hattaa yariahu khairun lahu min an-yamtalUa syi'ran).
Artinya: "Bahwa penuhnya
rongga seseorang kamu dengan nanah, sehingga membusukkannya, adalah lebih baik
daripada penuhnya rongga itu dengan syair". (2). Hadits ini disepakati
Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
Dari Masruq bin Al-Ajda',
bahwa ia ditanyakan tentang sekuntum syair, lalu tiada disukainya. Maka
dikatakan kepadanya tentang yang demikian itu. Lalu ia menjawab: "Aku
tiada suka dijumpai syair dalam lembaran amalku (pada hari kiamat)".
Sebahagian mereka ditanyakan
tentang sesuatu mengenai syair, lalu menjawab: "Jadikanlah tempat syair
itu untuk zikir. Sesungguhnya zikir kepada Allah lebih baik daripada
syair".
(1) Menurut Ai-Iraqi, dia. tidak pernah
menjumpai hadits ini.
|
(2) Hadits ini disepakati Al-Bukhari dan Muslim
dari Abi Hurairah.
|
48
|
Kesimpulannya, menyanyikan
syair dan menyusunnya itu tidak haram, apabila tak ada padanya perkataan yang
dimakruhkan (pada Agama).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن من الشعر لحكمة
(Inna minasy-syi'ri lahikmah)-
Artinya: "Sesungguhnya
dari syair itu ada hikmah".(l). Benar, yang dimaksudkan dari syair itu
pujian, celaan dan kemuda-mudian. Dan kadang-kadang dimasuki bohong.
Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyuruh
Hassan bin Tsabit AI-Anshari menyerang orang-orang kafir.(2). Dan
berluas-luasan pada pujian, walaupun dia itu bohong. Maka sesungguhnya tiada
berhubungan pada pengharaman itu dengan bohong. Seperti kata seorang penyair:-
Ini adalah ibarat menyifatkan
kesangatan sifat pemurah. Jikalau orangnya i tu tidak pemurah, maka penyair itu
bohong. Dan jikalau ia pemurah, maka berlebih-lebihan membuat syair tersebut.
Maka tidaklah dimaksudkan untuk diyakini bentuknya.
Telah dinyanyikan beberapa
kuntum syair dihadapan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan kalau diikuti, niscaya
akan didapati padanya seperti yang demikian. Tetapi Rasulu'llah tidak
melarangnya.
'Aisyah r.a. berkata:
"Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . memperbaiki kulit sandalnya dan aku duduk memintal bulu.
Lalu memandang kepadanya. Maka membuat tepi dahinya berkeringat. Dan membuat
keringatnya menjadi nur (bersinar)".
'Aisyah meneruskan riwayatnya:
"Maka aku tercengang. Lalu ia memandang kepadaku. seraya bersabda:
"Mengapa engkau tercengang?". Lalu aku menjawab: "Wahai
Rasulu'llah! Aku memandang kepadamu, lalu membuat tepi dahimu berkeringat dan
membuat keringatmu menjadi nur. Dan jikalau engkau dilihat oleh Abu Kabir
Al-Huzali, niscaya ia tahu, bahwa engkau lebih berhak dengan syairnya".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya:
"Apakah yang dikatakan, wahai 'Aisyah, oleh Abu Kabir Al-Huzali?".
Aku menjawab: "Ia akan
mengatakan dua bait ini:-
(1)
|
Hadits ini telah diterangkan
dahulu, pada "Kitab Umu.
|
(2)
|
Hadits ini disepakati
Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Al-Barra'.
|
49
|
Dan kalau dalam tapak
tangannya,
tak ada selain nyawanya,
sungguh ia bermurah hati
menyerahkannya.
Maka bertaqwalah kepada Allah
yang memintakannya!
Terlepas dari semua
sisa darah kotor wanita
dan kerusakan wanita penyusu
dan penyakit wanita yang
menyusukan sedang hamil.
Apabila engkau memandang
kepada garisLgaris
yang kelihatan pada dahinya,
niscaya ia berkilat,
seperti kilatnya awan hujan
gerimis.
'Aisyah r.a. meneruskan
riwayatnya: "Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . meletakkan apa yang ada pada
tangannya. Dan beliau bangun datang kepadaku dan beliau peluk diantara dua
mataku, seraya bersabda: "Kiranya Allah memberi balasan kepada engkau
dengan kebajikan, wahai 'Aisyah! Tiadalah engkau memperoleh kegembiraan
daripadaku, seperti gembiranya aku daripada engkau" (1).
Sewaktu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . membagi
harta rampasan perang pada hari pe- rang Hunain, lalu beliau suruh untuk
diberikan kepada Abbas bin Murdas empat ekor unta betina. Abbas bin Mardas
menolak, lalu mengadu dalam syaimya. Dan pada akhir syair itu, sebagai berikut:
Tidaklah si
Badar dan si Habis, lebih tinggi dari Mardas dalam masyarakat. Tidaklah aku
manusia yang kurang dari keduanya. Apa yang engkau rendahkan pada hari ini, Tidak
akan terangkat lagi
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Potonglah dari perintahku, akan lidahnya!". Maka pergilah Abubakar
Ash-Shiddiq r.a. dengan Abbas bin Mardas dan deberikannya kepada Abbas seratus
ekor unta. Kemudian, Abbas itu kembali dan dia termasuk manusia yang paling disukai.
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bertanya: "Adakah engkau menyusun lagi syair terhadap
aku?". Lalu Abbas bin Mardas meminta ma'af pada Rasulu'llah saw., seraya
berkata: "Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya aku memperoleh syair itu
berjalan pada lidahku, seperti berjalannya semut. Kemudian, ia menggigit aku
seperti menggigitnya semut. Maka aku tiada mendapat jalan untuk tidak bersyair".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . tersenyum,
seraya bersabda: "Orang Arab itu tiada akan meninggalkan syair, sehingga
unta meninggalkan suaranya yang berdenting" (2).
(1) Dirawikan Al-Baihaqi dari 'A isyah r.a.
|
(2) Hadits ini diriwayatkan Muslim dari Rafi bin
Khudaij. Dan menurut riwayat, Rasulu'llah memberikan kepada Abu Sufyan,
Safwan bin Ummyah, Uyaynah bin Hashn (Badar) dan Aqra' bin Habis (Habis),
masing-masing 100 ekor-unta. Tetapi untuk Abbas bin Mardus kurang dari itu.
Kemudian barn diberikan 100 ekor.
|
50
|
BAHAYA KESEPULUH: senda-gurau.
Asalnya senda-gurau itu
tercela dan terlarang, kecuali sekedar sedikit yang dapat dikecualikan. Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تمار أخاك ولا تمازحه
(Laa turn aari akhaaka wa laa
tumazih-hu)
Artinya: "Jangan engkau
berbantahan dan bergurau dengan saudaramu!". Jikalau anda berkata, bahwa
berbantah-bantahan itu menyakitkan. Karena padanya pembohongan kepada saudara
dan teman atau pembodohan kepadanya. Sedang senda-gurau, adalah
berbaik-baikan. Dan padanya kelapangan dada dan kebaikan hati. Maka mengapa
dilarang? Ketahuilah kiranya, bahwa yang dilarang itu berlebih-lebihan atau
berke- kalan bergurau. Adapun berkekalan, karena ia menghabiskan waktu dengan
bermain dan bergurau. Dan bermain itu dibolehkan. Akan tetapi rajin ber main
itu tercela.
Adapun berlebih-lebihan pada
bergurau, maka akan mempusakai banyak tertawa. Dan banyak tertawa itu mematikan
hati dan mewarisi kedengkian pada setengah keadaan. Dan meniatuhkan kehebatan
diri dan kemuliaan. Dan apa yang teriepas dari hal-hal tersebut, maka tidak
tercela, sebagaimana dirawikan dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., bahwa beliau bersabda:
إني لأمزح ولا أقول إلا حقا
(In nii la-amzahu wa laa
aquulu illaa haqqaa).
Artinya: "Sesungguhnya
aku bersenda-gurau dan aku tiada mengatakan, selain yang benar". (1).
Hanya orang yang seperti Nabi صلى الله عليه وسلم . yang
sanggup bergurau dan tidak berkata selain yang benar. Adapun yang lainnya,
apabila ia membuka pintu bergurau, niscaya adalah maksudnya mentertawakan
orang, bagaimanapun adanya.
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan suatu perkataan untuk
mentertawakan teman-teman duduknya, akan jatuh dalam api neraka, lebih jauh
dari bintang surayya". Umar r.a. berkata: "Barangsiapa banyak
tertawanya, niscaya kurang haibahnya (kurang disegani). Barangsiapa bergurau,
niscaya ia dianggap ringan. Barangsiapa memperbanyakkan sesuatu, niscaya
menjadi terkenal dengan sesuatu itu. Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya
banyak jatuhnya (jatuh dalam kebohongan). Barangsiapa banyak jatuhnya, niscaya
kurang malunya. Barangsiapa kurang malunya, niscaya kurang wara'nya. Dan
barangsi- apa kurang wara'nya, niscaya mati hatinya". Dan karena tertawa
itu menun- jukkan kepada kelalaian dari akhirat.
(1) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dari Abi Hurairah.
|
51
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ولضحكتم قليلا
(Lau ta'lamuuna maa a'lamu,
labakaitum katsiiranwaladlahaktum qaliilaa).
Artinya: "Jikalau kamu
tahu apa yang aku tahu, niscaya kamu menangis banyak dan kamu tertawa
sedikit".(l).
Seorang laki-laki bertanya
kepada saudaranya (dimana ia melihat sedang tertawa): "Hai saudaraku!
Adakah datang berita kepadamu, bahwa engkau a- kan datang keneraka?".
Saudaranya itu menjawab: "Ya, ada!". Laki-laki itu menyambung
pertanyaannya: "Adakah datang kepadamu berita, bahwa engkau akan keluar
dari neraka?". Saudaranya itu menjawab: "Tidak!". Lalu
laki-laki itu menyambung pertanyaannya: "Maka pada apakah tertawa
itu?" Ada orang mengatakan, bahwa orang itu tidak terlihat lagi tertawa,
sampai ia mati.
Yusuf bin Asbath berkata:
"Al-Hasan Al-Bashri menetap selama tigapuluh tahun tidak tertawa".
Dan orang mengatakan, bahwa 'Atha' As-Salmi menetap selama empatpuluh tahun
tidak tertawa. Wahib bin Al-Ward melihat suatu kaum tertawa pada hari raya
idul-fitri. Lalu beliau berkata: "Jikalau mereka telah diampuni dosanya,
maka tidaklah ini perbuatan orang-orang yang bersyukur. Jikalau mereka tidak
diampuni, maka tidaklah ini perbuatan orang-orang yang takut".
Adalah Abdullah bin Abi Yu'la
berkata: "Adakah engkau tertawa? Mudah- mudahan kain kafan engkau keluar
dari pihak yang pendek".
Ibnu Abbas berkata:
"Barangsiapa berdosa dengan suatu dosa dan ia tertawa, niscaya ia masuk
neraka dan ia menangis".
Muhammad bin Wasi' berkata:
"Apabila engkau melihat seseorang dalam sorga menangis, adakah engkau tidak
heran dari tangisannya itu?". Lalu ada yang menjawab: "Ya!".
Maka Muhammad bin Wasi*
menyambung: "Orang yang tertawa didunia dan ia tidak tahu, kepada apa ia
akan terjadi, adalah orang yang paling diherankan dari yang tadi".
Maka inilah bahaya tertawa!
Orang yang tercela pada tertawa, ialah orang yang menghabiskan waktunya buat
tertawa. Dan yang terpuji pada tertawa, ialah tersenyum, yang terbuka giginya
pada tertawa dan tiada terdengar suaranya.
Begitulah adanya tertawa
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .!
Al-Qasim bekas budak (maula)
Mu'awiyah bin Abi Sufyan berkata: "Seorang Arab badui datang, menghadap
Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan
mengendarai ku- danya yang panjang kakinya dan sukar dikendalikan. Lalu ia
memberi
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Anas .dan 'Aisyah r.a.
|
52
|
salam. Kemudian, setiap kali
ia ingin mendekatiNabi صلى الله عليه وسلم . untuk bertanya, tetapi kuda itu lari (tidak mau
mendekatinya). Maka para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . tertawa melihat yang
demikian. Orang badui tadi berbuat demikian berkali-kali. Kemudian, ia
menjatuhkan kepalanya kebawah, lalu ia terbu- nuh (mati) dengan sebab yang
demikian. Maka ada yang berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Wahai Rasulu'llah!
Bahwa orang Arab badui itu telah dijatuhkan oleh untanya dan sudah binasa
(meninggal)".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
(Na'ain, wa afwaahu-kum mal-aa min damih).
Artinya: "Ya! Mulutmu penuh dari darahnya".(l). Adapun bergurau itu
membawa kepada hilang kehormatan diri, maka Umar r.a. telah berkata:
"Barangsiapa bergurau, niscaya ia menjadi ringan (kurang dihargai orang)
disebabkan bergurau itu".
Muhammad bin Al-Munkadir
berkata: "Ibuku berkata kepadaku: "Hai anakku! Jangan engkau bersenda
gurau dengan anak-anak, maka hinalah engkau pada mereka".
Said bin Al-'Ash berkata
kepada puteranya: "Hai anakku! Jangan engkau bersenda gurau dengan orang
yang mulia, maka ia sakit hati kepada engkau (tersinggung)! Dan janganlah
dengan orang yang rendah (orang hina), maka ia berani kepada engkau!".
'Umar bin Abdul-aziz r.a.
berkata: "Bertaqwalah kepada Allah dan jauhilah dari bergurau! Karena
mewarisi sakit hati dan menghela kepada kekejian. Berbicaralah mengenai
Al-Qur-an dan duduk-duduklah memperkatakan AlQur-an!. Kalau itu berat padamu,
maka perkataan yang baik dari perkataan orang-orang yang terkemuka.
Umar r.a. berkata:
"Tahukah kamu, mengapa dinamakan senda-gurau (al- muzaah) dengan
kata-kata: al-muzaah?" (al-muzaah itu asal artinya: alih). Mereka itu
menjawab: "Tidak!".
Maka Umar r.a. menjawab:
"Karena senda-gurau (almuzaah) itu, menga- lihkan orang yang bergurau dari
kebenaran".
Ada yang mengatakan, bahwa
tiap sesuatu itu mempunyai bibit. Dan bibit permusuhan, ialah: senda-gurau.
Ada pula yang mengatakan,
bahwa bergurau itu menghilangkan pikiran dan memutuskan hubungan dengan
teman-teman.
Jikalau anda berkata, bahwa
bergurau itu dinukilkan dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan para sahabatnya. Maka
bagaimanakah dilarang daripadanya? Aku menjawab: "Jikalau anda sanggup
menurut yang disanggupi Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan para shahabatnya, yaitu;
bahwa anda bergurau dan anda tidak mengatakan, selain yang benar. Anda tidak
menyakiti hati orang dan tidak
(1) Dirawikan Ibnu-Mubarak,
hadits mursal.
|
53
|
berlebih-lebihan pada
bergurau. Dan anda ringkaskan bergurau itu kadang- kadang dengan sedikit
sekati. Maka dengan demikian, anda tidak berdosa Tetapi termasuk kesalahan
besar, bahwa manusia mengambil bergurau itu menjadi pekerjaan yang selalu
dikerjakannya. Dan ia berlebih-lebihan padanya. Kemudian (ia berkata), bahwa
ia berpegang dengan perbuatan Rasul صلى الله عليه وسلم . Orang itu samalah halnya
dengan orang yang berkeliling pada siang harinya bersama orang-orang Zanji
(orang berkulit hitam), yang melihat kepada mereka dan kepada tari tarian
mereka. Lalu (ia berkata), bahwa ia berpegang, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . memberi
izin kepada Aisyah melihat tarian orang Zanji pada hari raya.
Pendapat yang demikian itu
salah. Karena dari dosa kecil itu, ada yang akan menjadi dosa besar, dengan
berkekalan memperbuatnya. Dan dari perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan
(mubah) itu, ada yang akan men jadi dosa kecil dengan berkekalan dikerjakan.
Maka tiada sayogialah dilupakan dari yang demikian!
Benar, Abu Hurairah
meriwayatkan, bahwa mereka (para sahabat) berkata: "Wahai Rasulu'llah!
Sesungguhnya engkau bermain-main (bergurau) dengan kami".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
إني وإن داعبتكم فلا أقول إلا حقا
(Inniiwa in daa- 'abtukum, laa
aquulu ilia haqqaa).
Artinya: "Sesungguhnya
aku, walaupun aku bersenda-gurau dengan kamu, tetapi aku tiada berkata, selain
yang benar".(1)
'Atha' berkata, bahwa seorang
laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas: "Adakah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
bergurau?" Ibnu Abbas menjawab: "Ada!". Orang tadi bertanya
lagi: "Apakah guraunya itu?".
Ibnu Abbas menjawab:
"Guraunya ialah, bahwa pada suatu hari, Nabi صلى الله عليه وسلم . memberi
pakaian kepada salah seorang istrinya, kain yang lapang. Lalu beliau bersabda
kepada istrinya itu: "Pakailah, pujilah Allah dan ta- riklah daripadanya
kaki kain, seperti kaki kainnya penganten!".(2). Anas berkata, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم .
adalah,paling banyak bergurau dengan istrinya. Dan diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . banyak
tersenyum. Dari Al-Hasan Al-Bashari, yang mengatakan: "Seorang wanita tua
datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . bersabda kepadanya:
"Tidak masuk sorga wanita tua". Lalu wanita itu menangis. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Engkau pada hari itu tidak wanita tua lagi"(3). Allah Ta'ala
berfirman:-
Dirawikan AtTirmizi dari Abu
Hurairah dan dipandangnya hadits hasan.
|
Kata AHraqi, dia tidak
pernah menjumpai hadits ini.
|
Dirawikan At-Tirmidzi dan
Ibmil-J dari Anas, dengan sanad dla'if.
|
إنا أنشأناهن إنشاء فجعلناهن أبكارا
(Innaa ansya'naahumia
insyaa-an wa ja'alnaahunna abkaaraa). Artinya: "Sesungguhnya (gadis-gadis
itu) Kami jadikan dengan kejadian (yang istimewa). Dan mereka kami jadikan
perawan suci'S. Al-waq i' ah, a- yat 35-36.
Zaid bin Aslam berkata:
"Bahwa seorang wanita, yang dikatakan namanya: Ummu Aiman, datang kepada
Nabi صلى الله عليه وسلم .. Maka ia
berkata: "Bahwa sua- miku mengundang engkau".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya:
"Siapakah dia? Adakah dia yang pada matanya putih?". Wanita itu
menjawab: "Demi Allah, tiada putih pada matanya". Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Ada! Sesungguhnya ada putih pada matanya". Wanita itu berkata:
"Tidak demi Allah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiada
seorang pun yang tidak ada putih pada matanya".(1). Nabi صلى الله عليه وسلم . bermaksud:
putih yang mengelilingi mata hitam.
Seorang wanita lain datang
kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . seraya berkata: "Wahai Rasulu'llah! Bawalah aku
diatas unta!". Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . menjawab: "Tetapi kami
akan membawa engkau diatas anak unta". Wanita itu lalu menyahut: "Apa
yang akan aku perbuat dengan anak unta itu?. Ia tiada sanggup membawa
aku". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiadalah unta itu melainkan adalah anak
unta".(2). Nabi صلى الله عليه وسلم . adalah bergurau dengan yang demikian. Anas berkata:
"Bahwa Abi Thalhah mempunyai seorang anak laki-laki, namanya: Abu Umair.
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang kepada mereka, seraya bersabda: "Hai Abu
Umair! Apa kabar nughair?". Karena nughair itu adalah burung yang
dimain-mainkanny a. Nughair, ialah: anak burung pipit. (3). 'A isyah r.a.
berkata: "Aku pergi bersama Rasulu'liah صلى الله عليه وسلم . pada perang Badar. Maka
beliau bersabda: "Mariiah, sehingga aku mendahului engkau!". Lalu
aku ikatkan baju besiku pada perutku. Kemudian, kami garis- kan suatu garis. Lalu
kami berdiri diatas garis itu. Dan kami dahulu mendahului. Lalu ia mendahului
aku. Dan bersabda: "Ini tempat, Dzii-Majaz namanya". Yang demikian
itu, ialah, bahwa pada suatu hari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang dan kami berada di
Dzil-Majaz. Dan aku waktu itu masih budak kecil. Diutus oleh 2yahku membawa
sesuatu. Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda: "Berilah itu
kepadaku!". Aku tidak mau memberinya dan aku terns berjalan. Dan
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berjalan dibelakangku Tetapi ia tidak dapat menjumpai
aku".(4).
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abdah bin
Saham Al-Fahri. Hadits ini diperselisihkan.
|
(2) Dirawikan Abu Daud dan At-Tirmizi dari Anas,
hadits shahih.
|
(3) Dirawikan Ai-Bukhari dan Muslim dari Anas.
Dan Abu Umair itu adalah saudara Anas seibu, mempunyai burung nughair
tersebut yang sangat disayanginya. Lalu burung itu mati. Maka amat gundahlah
hati Abu Umair, lalu dihiburkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan
kata-kata tadi.
|
(4) Menurut Al-Iraqi, beliau tidak pernah
menjumpai hadits tersebut. Dan Aisyah itu tidak turut pada perang Badar.
|
55
|
'A isyah r.a. berkata pula:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dahulu-mendahului dengan aku. Lalu aku mendahuluinya.
Tatkala aku membawa daging, ia dahulu mendahului dengan aku. Lalu ia mendahului
aku. Dan bersabda: "Ini dengan yang itu".
'Aisyah r.a. berkata pula:
"Adalah padaku, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan Saudah. binti
Zam'ah.(l). Lalu aku membuat harirah (tepung yang dibuat dengan susu): Aku bawa
makanan tersebut, seraya aku berkata kepada Saudah: "Makanlah!". Lalu
Saudah menjawab: "Aku tidak suka". Maka aku jawab: "Demi Allah,
engkau makan atau aku lumurkan muka engkau dengan makanan ini". Saudah
menjawab: "Aku tidak akan mencicipinya". Lalu aku ambil dengan
tanganku sedikit dari makanan itu dari piring. Maka aku lumurkan mukanya. Dan
Rasulu'llah duduk diantara aku dan dia. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
merendahkan kedua lututnya, supaya Saudah tercegah da- ripadaku. Lalu aku ambil
sedikit dari isi piring itu. Dan aku sapu mukaku dengan dia. Dan membuat
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . tertawa".(2). Diriwayatkan, bahwa Adl-Dlahhak bin
Sufyan Al-Kallabi adalah seorang yang pendek dan buruk bentuknya. Ketika ia
diangkat dengan sumpah (di- bai'ah) oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . menjadi kepala dari kaumnya
yang sudah memeluk Agama Islam, lalu ia berkata: "Sesungguhnya padaku ada
dua orang wanita yang lebih cantik dari Al-Humaira (panggilan kepada 'Aisyah
r.a.) ini". Peristiwa ini terjadi sebelum turunnya ayat-hijab.
"Apakah aku bawakan salah seorang dari keduanya untuk engkau, lalu engkau
kawini dia?". 'Aisyah duduk saja dengan tenang dan mendengar. Lalu
bertanya: "Adakah wanita itu yang lebih cantik atau engkau?". Maka
orang itu menjawab: "Aku yang lebih cantik dan yang lebih mulia dari
wanita itu". Maka tertawalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dari pertanyaan 'Aisyah tadi
kepada laki-laki itu. Karena laki-laki tersebut adalah seorang yang pendek dan
buruk bentuknya". (3).
Diriwayatkan oleh 'Alqamah
dari Abi Salmah, bahwa Nabi صلى
الله عليه وسلم . menge- luarkan lidahnya dari
mulutnya untuk Hasan bin Ali r.a. (cucu Nabi صلى الله عليه وسلم .). Lalu anak kecil itu
melihat lidah Nabi صلى الله عليه وسلم . dan ia amat bergern- bira. Lalu 'Uyainah bin Badar
Al-Fazzari berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Demi Allah, kiranya
aku mempunyai seorang anak laki-laki yang sudah kawin dan ia mengeluarkan
mukanya dan aku sekali-kali tiada akan memeluk- nya".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن من لا يرحم لا يرحم
(Inna man laa yarhamu laa
yurhamu).
(1) Saudah binti Sam'ah
adalah salah seorang isteri. Nabi صلى الله عليه وسلم . yang
dikawininya sestidah wafat Khadijah.
|
(2) Dirawikan Abu Yu'la dengan isnad baik.
|
(3) Dirawikan Az-Zubair bin Bakkar dari
Abdullah bin Hasan, dan ini hadits mursai. Dari hadits ini dapat dilihat
betapa demokrasinya Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam
pergaulan dengan ummatnya dan malah tertawa.(Pany)
|
56
|
Artinya: "Sesungguhnya
siapa yang tiada mencintai. niscaya tiada akan dicintai".(l).
Kebanyakan hal berbaik-baikan
ini dinukilkan bersama kaum wanita dan anak-anak. Yang demikian itu merupakan
obat dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., karena kelemahan hati mereka, tanpa kecenderungan kepada
bersenda-gurau. Pada suatu kali Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada Shuhaib dan
ia sakit mata. Dan ia memakan tamar: "Adakah engkau memakan tamar, sedang
engkau sakit mata?". Lalu Shuhaib menjawab: "Sesungguhnya aku
memakannya dengan yang sebelah lagi, wahai Rasulu'llah!". Maka tersenyumlah
Nabi صلى الله عليه وسلم .
".(2).
Setengah perawi hadits ini
berkata: "Sehingga aku melihat gigi gerahamnya",
Diriwayatkan, bahwa
"Khawwat bin Jubair AI-Anshari duduk bersama wanita suku Bani Ka'ab di
jalan Makkah. Lalu dilihat oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya menegur: "Hai
Aba Abdillah! Ada apa engkau bersama wanita?". Khawwat, yang. dipanggil
tadi dengan Aba Abdillah, lalu menjawab: "Mereka memintal tali untaku,
yang suka lari".
Khawwat berkata: "Maka
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . terns pergi untuk keperluan- nya. Kemudian, beliau kembali
lagi, seraya bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah unta itu tidak
meninggalkan larinva kemudian?". Khawwat berkata: "Lalu aku diam dan
merasa malu Dan aku sesudah itu, selalu melarikan diri daripada Nabi صلى الله عليه وسلم . manakala
melihainya, karena malu kepadanya. Sehingga aku datang di Madinah. Dan sesudah
aku datang di Madinah - Khawwat menemskan ceriteranya - maka pada suatu hari,
Nabi صلى الله عليه وسلم . melihat
aku mengerjakan shalat di masjid. Lalu beliau duduk dekat aku. Maka aku
panjangkan shalat. Lalu beliau bersabda: "Jangan engkau panjangkan!
Sesungguhnya aku menunggu engkau!". Sesudah aku memberi salam dari shalat,
lalu beliau bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah unta itu tidak meninggalkan
larinya kemudian?". Khawwat menerangkan lebih lanjut: "Lalu aku diam
dan aku merasa malu. Dan Rasulu'llah pun bangun berdiri. Dan adalah aku sesudah
itu meiarikan diri daripadanya. Sehingga pada suatu hari, ia mengikuti aku dan
ia me- ngendarai keledai. Dan kedua kakinya diletakkannya disatu pihak. Maka
beliau bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah. unta itu tidak meninggalkan
larinya kemudian?", Lalu aku menjawab: "Demi Tuhan yang mengutuskan
engkau dengan kebenaran! Unta ttu tidak lari lagi semenjak aku raemeluk Agama
Islam". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . mengucapkan: "Allah Akbar! Allahu Ak- bar! Wahai
Allah, Tuhanku! Tunjukilah Aba Abdillah!".(3). Yang meriwayatkan peristiwa
ini, meneruskan riwayatnya: "Maka baguslah
(1) Dirawikan Abi Saimah dari Abi Hurairah.
|
(2) Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan A!-Hakim
dari Shuhaib.
|
(3) Dirawikan Ath-Thabrani dari Zaid bin Aslam.
Perawi-perawinya orang-orang yang dapat dipercayai.
|
57
|
Islamnya Khawwat itu. Dan ia
ditunjuki oleh Allah dengan hidayahNya". Adalah Nu'aiman Al-Anshari
seorang laki-laki yang suka bergurau. Ia mi- num khamar di Madinah. Lalu ia
dibawa kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Maka dipukul oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan sandalnya. Dan beliau
menyuruh para shahabat- nya. Lalu mereka memukulnya dengan sandalnya. Sewaktu
telah banyak demikian, maka seorang diantara para shahabat itu berkata kepada
Nu'aiman: "Kiranya engkau dikutuk oleh Allah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
kepada shahabat tersebut: "Jangan engkau berbuat demikian! Karena ia
mencintai Allah dan RasulNya". (1).
Adalah Nu'aiman tersebut,
apabila ia masuk ke kota Madinah dengan mu- dah perjalanan dan sekejap mata, ia
membeli apa-apa daripadanya. Kemudian dibawanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., seraya
berkata: "Wahai Rasulu'llah! Ini aku belikan untukmu dan aku hadiahkan
kepadamu". Apabila yang puny a barang itu datang, meminta pada Nu'aiman
harganya, lalu Nu'aiman datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., seraya berkata: "Wahai
Rasulu'llah! Berilah kepada orang itu harga barangnya!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Apakah engkau tidak menghadiahkan barang itu kepada kami?". Nu'aiman
tersebut menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya aku tidak mempunyai
uang untuk membayar harganya. Dan aku ingin engkau makan barang
tersebut".(2).
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . tertawa
dan menyuruh shahabatnya membayar harga barang itu.
Inilah kata-kata
berbaik-baikan, yang diperbolehkan seperti itu secara sedikit. Tidak secara
terus-terusan. Membiasakan kata-kata yang demikian, a- dalah senda-gurau yang
tercela dan sebab bagi tertawa yang mematikan hati
BAHAYA KESEBELAS: ejekan dan
memperolok-olok
Perbuatan tersebut adalah
diharamkan, manakala menyakitkan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:-
Artinya: "Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (menertawakan)
kumpulan yang lain; boleh jadi (yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka
(yang menertawakan).
(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Umar.
|
(2) Dirawikan Az-Zubair bin Bakkar. Dan dari
jalan sanadnya, Ibnu Abdil-bar dari Muhammad bin 'Amr bin Hazm, hadits
mursal.
|
58
|
Dan jangan pula sekumpulan
perempuan (merendahkan) kumpulan perempuan yang lain; boleh jadi (yang
direndahkan itu) lebih baik dari mereka". -S.Al-Hu- jurat, ayat 11.
Arti mengejek, ialah:
menghina, melecehkan dan memberi-tahukan sifat-sifat yang memalukan dan
kekurangan-kekurangan dengan cara yang men?- tertawakan. Yang demikian itu,
kadang-kadang dengan meniru pada perbuatan dan perkataan. Dan kadang-kadang
dengan isyarat dan tunjukan. Apabila ada yang demikian itu dihadapan orang yang
diejek, niscaya tidak dinamakan: upatan. Tetapi mengandung arti upatan. 'Aisyah
r.a. berkata
(Hakaitu ins a an an, fa qaala
liyan-nabiyyu shalla'llaahu 'alaihi wa sallama:" Wa'llaahi, maa uhibbu
annii haakaitu insaanan wa lii kadzaa wa kadzaa". Artinya: "Aku
menceriterakan tentang seseorang, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku:
"Demi Allah! Aku tidak suka menceriterakan tentang seseorang, sedang aku
mempunyai keadaan demikian-demikian".(l). Ibnu Abbas berkata tentang
firman Allah Ta'ala:-
(Yaa-wailatanaa maa
li-haadzal-kitaabi laa yughaadiru shaghiiratan wa laa kabiiratan illaa
ah-shaahaa).
Artinya: "Aduhai! Malangnya
kami! Kitab apakah ini? Tidak ditinggalkannya perkara yang kecil dan yang
besar, melainkan dihitungnya semu- anya".S.Al-Kahf, ayat 49: "bahwa
yang kecil itu, ialah: tersenyum dengan memperolok-olokkan orang mu'min. Dan
yang besar itu, ialah: tertawa terbahak-bahak dengan yang demikian".
Itu menunjukkan, bahwa tertawa
kepada orang, termasuk dalam jumlah dosa kecil dan dosa besar.
Dari Abdullah bin Zam'ah,
dimana ia berkata: "Aku mendengar Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan beliau
berkhutbah. Maka beliau menasehati mereka tentang tertawanya karena kentut.
Lalu beliau bertanya:
"Berdasarkan apakah tertawanya salah seorang kamu; dari apa yang
diperbuatnya?"(2).
(1) Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari
'Aisyah dan dipandangnya shahih.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Zam'ah.
|
59
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olokkan manusia itu, dibukakan
pintu sorga bagi salah seorang mereka. Lalu dikatakan kepadanya: "Mari,
marilah!". Lalu orang yang memperolok-olokkan itu datang dengan kesusahan
dan kegundahannya. Tatkala ia dating kepintu sorga itu, lalu pintu tersebut
dikuncikan terhadap orang itu. Kemudian dibukakan lagi pintu lain untuknya.
Lalu dikatakan kepadanya: "Man, marilah i". Lalu ia datang dengan
kesusahan dan kegundahannya. Tatkala ia dalang kepintu itu lalu pintu tersebut
dikuncikan terhadap dia. Maka se- nantiasaiah seperti yang demikian, sehingga
pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya: "Man,
marilah!". Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu".(l).
Mu'adz bin Jabal berkata;
"Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
- '^^i^C^J^Ctlx5 Js ji;
(Man 'ayyara akhaahu bi
dzanbin qad taaba minhu, lam yamut hattaa ya'- malahu).
Artinya: "Barangsiapa
memalukan saudaranya dengan dosa yang telah di tobatinya, niscaya ia tiada akan
mati sebelum ia mengerjakan dosa itu".(2).
Semua ini kembali kepada
menghina orang lain dan tertawa kepadanya, untuk menghinakan dan memandangnya
kecil. Dan kepada itulah, firman Allah Ta'ala memperingatkan:-
من عير أخاه بذنب قد تاب منه لم يمت حتى يعمله
('Asaa an yakuunuu khairan
minhum).
Artinya: "Boleh jadi
(yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka (yang
menertawakan)".S.Al-Hujurat, ayat 11.Artinya: jangan engkau
menghinakannya, karena memandangnya kecil. Boleh jadi, ia lebih baik daripada
engkau.
Sesungguhnya perbuatan
tersebut diharamkan, mengenai orang yang merasa sakit dengan perbuatan itu.
Adapun orang yang membuat
dirinya terhina dan kadang-kadang ia ber- gembira dihinakan, niscaya adalah
pengejekan mengenai dirinya itu, termasuk dalam jumlah senda-gurau. Dan telah
diterangkan dahulu, apa yang tercela dan yang terpuji daripadanya.
Sesungguhnya yang diharamkan
itu, pandangan kecil, yang menyakitkan orang yang dihinakan. Karena padanya
penghinaan dan pelecehan. Dan yang demikian itu, kadang-kadang dengan
ditertawakan pada perkataannya, apabila hilang tujuan pada perkataan itu dan
tidak tersusun balk. Atau di tertawakan pada perbuatannya, apabila perbuatan
itu kacau. Seperti tertawa pada tulisannya dan pada perusahaannya. Atau
ditertawakan pada ru panya-dan bentuknya, apabila ia pendek atau kurang karena
sesuatu keku- rangan yang memalukan. Maka tertawa pada semua itu, termasuk pada
pengejekan yang dilarang
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Al-Hasan dan
ini hadits mursal.
|
(2) Dirawikan At-Tirmidzi dan katanya: hadits
ini hasan gharib.
|
60
|
BAHAYA KEDUABELAS: membuka
rahasia.
Membuka rahasia itu dilarang.
Karena padanya menyakitkan dan penghinaan akan hak orang yang dikenal dan
teman-teman.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إذا حدث الرجل ثم التفت فهي أمانة حديث إذا
(Idzaa
haddatsar-rajulul-ha-diitsa tsummal-tafata, fa hiya amaanah). Artinya:
"Apabila seseorang berbicara sesuatu pembicaraan, kemudian ia pergi, maka
itu adalah amanah"(l).
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Secara mutlak pembicaraan diantara sesama kamu itu amanah"(2).
Al-Hasan Al-Bishri r.a.
berkata: "Sesungguhnya termasuk pengkhianatan, bahwa engkau
membicarakan rahasia saudara engkau". Diriwayatkan, bahwa Mu'awiah r.a.
merahasiakan suatu pembicaraan kepada Al-Walid bin 'Utbah. Lalu Al-Walid
berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, bahwa Amirul-mu'ihinin merahasiakan
suatu pembicaraan kepadaku. Aku tidak melihat, bahwa ia menutup kepada ayah,
apa yang di- bentangkannya kepada orang lain". Maka menjawab ayah
Al-Walid: "Jangan engkau katakan kepadaku! Sesungguhnya orang yang
menyembunyikan rahasianya, adalah pilihan kepadanya. Dan orang yang membuka
rahasianya, adalah pilihan atas dirinya".
Al-Walid meneruskan ceritanya: "Lalu
aku berkata: "Wahai ayahku! Sesungguhnya ini termasuk urusan diantara
orang dengan anaknya". Ayah Al-Walid ('Utbah) menjawab: "Demi Allah,
tidak, wahai anakku! Akan tetapi, aku menyukai, bahwa engkau tidak menghinakan
lidah engkau dengan pembicaraan-pembicaraan rahasia".
Al-Walid meneruskan
ceriteranya: "Lalu aku datang kepada Mu'awiah, maka aku ceriterakan
kepadanya. Lalu ia menjawab: "Hai Walid! Bapak- mu telah memerdekakan kamu
dari perbudakan kesalahan". Maka membuka rahasia itu suatu pengkhianatan.
Dan itu haram, apabila ada padanya mendatangkan melarat. Dan tercela, jikalau
tak ada padanya melarat. Dan telah kami sebutkan apa yang menyangkut dengan
menyem- bunyikan rahasia, pada "Kitab Adab Berteman". Maka tidak perlu
lagi di ulangi.
(1) Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari
Jabir dan dipandangnya: hasan.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Syihab,
hadits mursal.
|
61
|
BAHAYA KET1GABELAS: janji
dusta.
Sesungguhnya lidah itu
mendahului kepada janji. Kemudian, kadang-ka- dang jiwa tidak membolehkan agar
janji itu ditepati. Lalu jadilah menyalahi janji. Dan yang demikian itu
setengah dari tanda-tanda nifaq (tanda- tanda orang munafiq). Allah Ta'ala
berfirman:-
(Yaa-ayyuhal-ladziina
aamanuuaufuu bil-uquud).
Artinya: "Hai orang-orang
yang beriman! Tepatilah segala janji'.S.Al- Maidah, ayat 1.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Janji itu suatu pemberian".(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda;
الوأي مثل الدين أو أفضل
(Al-wa'yu mits-lu'd-daini au
afdlalu).
Artinya: "Al-wa'yu itu
seperti hutang atau lebih utama daripada hutang".(2).
=Al-wa'yu, artinya: janji.
Allah Ta'ala memuji nabiNya
Ismail a.s. dalam KitabNya yang mulia. Ia berfirman:-
(Innahu kaana shaadiqal-wa'di).
Artinya: "Sesungguhnya
dia (Nabi Ismail a.s.) adalah seorang yang membenari (memenuhi)
janji".S.Maryam, ayat 54.
Dikatakan, bahwa nabi Ismail
a.s. berjanji dengan seorang insan pada suatu tempat. Lalu orang tersebut
tiada kembali ketempat tadi, karena lupa. Maka tinggallah nabi Ismail
a.s.ditempat itu selama duapuluh dua hari menunggu kedatangannya.
Tatkala Abdullah bin Umar
hampir wafat, lalu ia berkata: "Sesungguhnya seorang laki-laki dari suku
Quraisy telah meminang anak-perempuanku. Dan sesungguhnya sudah menyerupai
janji daripadaku kepadanya. Maka, demi Allah kiranya aku tidak menemui Allah
dengan sepertiga nifaq. Aku saksikan kamu, bahwa aku telah mengawinkan
anak-perempuanku dengan laki-laki itu".
Dari Abdullah bin
Abil-Khansa', yang mengatakan: "Aku telah berjual-be li dengan Nabi صلى الله عليه وسلم . sebelum
beliau diutus menjadi rasul Tuhan. Dan ma- sih ada sisa kepunyaannya padaku.
Aku berjanji dengan dia, bahwa aku a kan datang membawa sisa itu ke tempatnya.
Lalu aku lupa pada hari tersebut dan besoknya. Baru aku datang kepadanya pada
hari ketiga dan be-
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Qubbats bin
Usyaim, dengan sanad dla'if.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Kharaithi
dari Al-Hasan, hadits mursal.
|
62
|
liau berada pada tempatnya
itu. Lalu beliau bersabda: "Hai anak muda! Engkau sudah menyusahkan aku.
Aku disini semenjak tiga hari yang lalu menunggu engkau".(1).
Ditanyakan kepada Ibrahim
An-Nakha'i, tentang seseorang yang berjanji dengan seseorang. Lalu orang itu
tidak datang. Ibrahim An-Nakha'i menjawab: "Supaya ia menunggu, sampai
masuk waktu shalat yang akan datang".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . apabila
berjanji dengan suatu janji, mengatakan:
عسى
"Asaa".(2).
Ibnu Mas'ud apabila berjanji
dengan suatu janji, mengatakan: إن شاء الله "Insya Allah".(3).
Dan itu adalah lebih utama.
Kemudian, apabila dipahami dari perkataan itu, akan keteguhan pada janji, maka
tak boleh tidak harus ditepati, kecuali berhalangan. Jikalau waktu berjanji,
sudah ada keteguhan tidak akan ditepati, maka ini nifaq namanya.
Abu Hurairah berkata:
"Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ثلاث من كن فيه فهو
منافق وإن صام وصلى وزعم أنه مسلم إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان
(Tsalaatsun man kunna fiihi fa
huwa munaafiqun wa in shaama wa shallaa wa za'ama annahu muslimun: idzaa
haddatsa kadzaba wa idzaa wa'ada akhlafa wa idza'tumina khaana).
Artinya: "Tiga perkara,
barang siapa ada pada tiga perkara itu, maka dia itu orang munafiq, walaupun ia
berpuasa, mengerjakan shalat dan mendakwakan bahwa ia muslim. Yaitu: apabila
berbicara, ia berdusta, apabila berjanji, ia menyalahi janji dan apabila
dipercayai, ia berkhianat".(4).
Abdullah bin 'Amr r.a.
berkata: "Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda: "Empat perkara,
barangsiapa ada padanya, niscaya dia itu orang munafiq. Dan barangsiapa -ada
padanya suatu sifat dari yang empat itu, niscaya ada padanya suatu sifat dari
nifaq, sehingga ditinggalkannya sifat tersebut. Yaitu: apabila berbicara, ia
berdusta. Apabila berjanji, ia menyalahi janji. Apabila membuat suatu
perjanjian, ia membelok. Dan apabila bermusuh-musuhan, ia menganiaya
(zalim)".(5).
(1) Dirawikan Abu Daud dan diperselisihkan
tentang isnadnya.
|
(2) 'Asaa, artinya: mudah-mudahan. Hadits ini
memirut Al-Iraqi-belum pernah dijumpai.
|
(3) Insya Allah, artinya: Jika dikehendaki oleh
Allah. Dalam Al-Qur-an, S.AI-Kahf, ayat'23- 24: "Dan janganlah engkau
mengatakan dalam sesuatu hal: Bahwa aku akan mengerjakan itu besok.
Melainkan dengan alasan jika Allah menghendaki". Tetapi dalam masya- rakat
Tcita, kata-kata Insya Allah itu,seakan-akanmenunjukkan kearah janji itu
kurang kuat atau untuk tidak ditepati (Penyalin).
|
(4) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi
Hurairah.
|
(5) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin 'Amr.
|
63
|
Hadits ini ditempatkan
terhadap orang yang berjanji dan ia bercita-cita menyalahi janji tersebut. Atau
meninggalkan menepatinya tanpa ada halangan.
Adapun orang yang bercita-cita
akan menepatinya, lalu datanglah halangan yang mencegahnya daripada
menepatinya, niscaya ia tidak termasuk orang munafiq. Walaupun berlaku padanya
bentuk nifaq. Akan tetapi sayogialah dijaga juga dari bentuk nifaq itu,
sebagaimana dijaga dari hakikatnya. Dan tiada sayogianya menjadikan dirinya
berhalangan, tanpa ada dlarurat (ke- adaan terpaksa) yang menghalanginya.
Diriwayatkan: "bahwa
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjanjikan seorang pembantu (khadim) kepada Abulhaitam bin
At-Tayyihan. Lalu beliau, mendatangkan tiga orang tawanan perang. Maka
diberinya dua orang dan tinggallah satu orang.Kemudian datanglah Fathimah r.a.
meminta seorang pembantu dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan ia berkata:
"Tidakkah ayahanda melihat bekas menggiling bumbu makanan pada
tanganku?". Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . lalu menyebut janjinya
kepada Abulhaitsam, seraya bersabda: "Bagaimana dengan janjiku kepada
Abulhaitsam?".(l).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
mendahulukan Abulhaitsam daripada Fathimah r.a. mengenai pembantu itu. Karena
ia telah lebih dahulu berjanji kepada Abulhaitsam, sedang Fathimah r.a.
menggiling bumbu makanan dengan tangannya yang lemah.
Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم . duduk
membagi harta rampasan perang Hawazin di Hunain. Lalu berdirilah seorang
laki-laki dari orang banyak dihadapan Nabi صلى الله عليه وسلم . Orang itu berkata:
"Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya ada jan- jimu untukku!".
Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Benar engkau! Engkau boleh memutuskan menurut kehendak engkau".
Orang itu lalu menjawab:
"Aku memutuskan delapanpuluh domba betina dan penggembalanya".
Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Boleh itu untuk engkau". Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . menambahkan: "Engkau
telah menetapkan hukum dengan mudah. Seorang wanita tua yang menemani Musa
a.s., yang menunjukkan kepadanya tulang belulang Yusuf a.s., adalah lebih kokoh
dan lebih banyak hukumnya daripada engkau, ketika ia diberi hak hukum (untuk
memutuskan sesuatu) o- Ieh Nabi Musa a.s. Wanita itu lalu berkata:
"Hukumku, ialah: bahwa engkau kembalikan aku muda dan masuk sorga bersama
engkau".(2).
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah.
|
(2) Menurut riwayat, lalu Nabi Musa a.s. berdo'a
kepada Allah, supaya. wanita itu muda kem- bali. Maka diterima oleh Allah
do'anya. Dan wanita itu menjadi cantik kembali dan diteri- ma pula do'anya
supaya wanita itu masuk sorga bersama Nabi Musa a.s. Maka wanita itu
menunjukkan tempat tulang belulang Nabi Yusuf a.s. pada dasar sungai Nil.
Lalu Nabi Musa a.s. meletakkan tongkatnya, maka terbelahlah air dan
kelihatanlah petinya. Nabi Musa a.s. membawa peti itu ke-Baitul-maq-dis dan
dikuburkan disana (Ittihaf, hal 509 jilid VII).
|
64
|
Dikatakan, lalu orang banyak
tadi memandang- lemah apa yang diputuskan oleh orang laki-laki itu. Sehingga
laki-laki tersebut dibuat menjadi pepatah, dimana dikatakan: Lebih kikir dari
orang yang puny a delapanpuluh domba betina dan penggembalanya.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ليس الخلف أن يعد الرجل الرجل وفي نيته أن يفي
(Laisal-khulfu an
ja'idar-rajulur-rajula wa fii niyyatihi an yafia). Artinya: "Tidaklah
menyalahi janji, bahwa seseorang berjanji dengan seseorang dan pada niatnya
akan menepatinya". Pada bunyi hadits yang lain, ialah:-
إذا وعد الرجل أخاه وفي نيته أن يفي فلم يجد فلا إثم
عليه أخرجه أبو داود والترمذي وضعفه
(Idzaa wa'adar-rajulu akhaahu,
wa fii niyyatihi an jafia, fa lam yajid, fa laa itsma 'alaih).
Artinya: "Apabila
seseorang berjanji dengan saudaranya dan pada niatnya akan menepatinya, lalu
tidak diperolehnya jalan, maka tidaklah dosa atas dirinya". (1).
BAHAYA KEEMPATBELAS: dusta
pada perkataan dan sumpah.
Itu termasuk dosa yang paling
buruk dan kekurangan yang paling keji. Ismail bin Wasith berkata: "Aku
mendengar Abubakar Ash-Shiddiq r.a. berkhutbah sesudah wafat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Beliau
berkata: "Berdiri ditengah-tengah kami Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . pada
tempat aku berdiri ini, ditahun pertama. Kemudian beliau menangis, dan seraya
bersabda:
إياكم والكذب فإنه مع الفجور وهما في النا
(Iyyakum wal-kadziba, fa
innahu ma'al-fujuuri wa humaa fin-naar). Artinya: "Awaslah berdusta!
Sesungguhnya orang yang berdusta itu bersama orang yang zalim. Keduanya dalam
neraka".(2). Abu Amamah berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Bahwa dusta itu suatu pintu dari pintu-pintu nifaq".(3).
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Ada yang mengatakan, bahwa termasuk nifaq, berbeda rahasia dan yang
terang, berbeda perkataan dan perbuatan dan berbeda masuk dan keluar.
Sesungguhnya pokok yang terbangun nifaq padanya, ialah: dusta".
(1) Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan
didla'ifkannya, dari Zaid bin Arqam.
|
(2) Diriwayatkan Ibnu Majah dan An-Nasa-i dari
Abubakar Ash-Shiddiq, isnadnya baik.
|
(3) Diriwayatkan Ibnu 'Adt dari Abu Amamah,
dengan saijad dla'if.
|
65
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
كبرت خيانة أن تحدث أخاك حديثا هو لك به مصدق وأنت له
به كاذب حديث كبرت خيانة أن تحدث أخاك حديثا هو لك به مصدق وأنت له به كاذب أخرجه
البخاري في كتاب الأدب المفرد وأبو داود من حديث سفيان بن أسيد وضعفه ابن عدي
ورواه أحمد والطبراني
(Kaburat khiyaanatan an
tuhadditsa akhaaka hadiitsan, huwa laka bihi mushaddiqun wa anta lahu bihi
kaadzibun).Artinya: "Amat besarlah khianatnya, bahwa engkau berbicara
sesuatu pembicaraan dengan saudara engkau, dimana ia membenarkan engkau dan
engkau dusta dengan pembicaraan tersebut".(l).
Ibnu Mas'ud berkata:
"Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Selalulah seorang hamba itu berdusta dan
merasa patut berdusta. Sehingga ia dituliskan pada sisi Allah: amat
pendusta". (2).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu
ditempat dua orang laki-laki, yang berjual beli se- ekor kambing dan keduanya
sumpah-menyumpah. Salah seorang dari ke- duanya berkata: "Demi Allah Tidak akan aku kurangkan bagimu dari sekian
dan sekian". Lalu yang lain berkata: "Semi Allah! Tidak akan aku
tambahkan bagimu diatas sekian dan sekian". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang
pada kambing itu dan sudah dibeli oleh salah seorang dari keduanya. Lalu
bersabda: "Diwajibkan salah seorang dari keduanya: dosa dan kafarat
sumpah"(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Dusta itu mengurangkan rezeki". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
Artinya: "Sesungguhnya
saudagar-saudagar itu orang-orang yang zalim". Lalu ditanyakan:
"Wahai Rasulu'llah! Bukankah Allah telah menghalalkan berjual-beli?".
Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Ya, benar! Tetapi mereka itu ber- sumpah, maka mereka berdosa. Dan mereka
berkata-kata, lalu mereka berdusta". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiga golongan manusia, yang Allah Ta'ala tidak berkata-kata dengan
mereka pada hari kiamat dan tidak memandang kepada mereka. Yaitu: orang yang
menyebut-nyebut dengan pemberiannya, orang yang melakukan barang dagangannya
dengan sumpah palsu dan orang yang meren-
(1) Diriwayatkan Al-Bukhari, Ath-Thabrani dan
lain-lain.
|
(2) Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Mas'ud.
|
(3) Diriwayatkan Abul-fatah Al-Azdi dari Nasikh
AI-Hadlrami. Dan kata Abu Hatim, yaitu: Abdullah bin Nasikh, bukan Nasikh,
tapi anaknya.
|
(4) Diriwayatkan Ahmad dan AI-Hakim dan shahih
isnadnya.
|
66
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiga golongan manusia, yang Allah Ta'ala tidak berkata-kata dengan
mereka pada hari kiamat dan tidak memandang kepada mereka. Yaitu: orang yang
menyebut-nyebut dengan pemberiannya, orang yang melakukan barang dagangannya
dengan sumpah palsu dan orang yang merendahkan kain sarungnya". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Apabila seorang bersumpah dengan membawa na- ma Allah, lalu dimasukkannya
dalam sumpah itu seperti sayap lalar, maka adalah suatu titik pada hatinya
sampai hari kiamat".(2). Abu Dzarr berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiga orang, dicintai mereka oleh Allah Ta'ala. Yaitu: laki-laki yang ada
dalam jama'ah teman- temannya. Lalu menegakkan lehernya menghadapi musuh,
sehingga ia ter bunuh atau ia dimenangkan oleh Allah dan teman-temannya. Dan
laki-laki yang mempunyai tetangga jahat yang menyakitinya. Maka ia bersabar diatas
kesakitan itu. Sehingga dipisahkan diantara keduanya oleh mati atau pindah. Dan
laki-laki, dimana bersama dia ada suatu kaum dalam perja- lanan jauh atau
perjalanan malam. Lalu mereka itu meneruskan perjalanan malam itu, sehingga
mengherankan mereka, oleh menyintuhkan tanah (maksudnya sangat tertidur). Maka
mereka itu turun dari kenderaan. Lalu laki-laki tersebut berpindah tempat untuk
mengerjakan shalat, sampai ia membangunkan teman-temannya itu untuk meneruskan
perjalanan. Dan tiga macam manusia yang dimarahi Allah. Yaitu: pedagang atau
penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang sombong dan orang kikir yang suka
menyebut-nyebut pemberiannya".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك به القوم ويل له ويل له
(Wailun lil-ladzii yuhadditsu
fa yakdzibu, li yudl-hika bihil-qauma, wailun lahu wailun lahu).
Artinya: "Neraka bagi
orang yang berbicara, lalu berdusta, untuk menertawakan orang banyak dengan
pembicaraannya itu. Neraka baginya - neraka baginya". (4).
(1) Diriwayatkan Muslim dari Abu Dzarr, yang
dimaksudkan dengan orang yang merendahkan kain sarungnya atau lainnya,
ialah: sebagai tanda kesombongannya. Dari itu, maka dipandang tidak baik
(Peny).
|
(2) Dirawikan At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari
Abdullah bin Anis dan shahih isnadnya.
|
(3) Dirawikan Ahmad dan An-Nasa-i, dengan isnad
baik.
|
(4) Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan
dipandangnya hadits hasan.
|
67
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Aku bermimpi seolah-olah seorang laki-laki datang padaku. Lalu ia berkata
kepadaku: "Bangunlah!". Lalu aku bangun bersama dia. Tiba-tiba aku
bersama dua orang laki-laki. Yang seorang berdiri dan yang lain duduk. Ditangan
yang berdiri itu, besi yang bengkok kepalanya, yang dimasukkannya kedalam
mulut yang duduk. Lalu ditariknya, sehingga sampai keatas bahunya. Kemudian
ditariknya lagi, lalu dimasukkannya kepinggir yang lain, maka dipanjangkannya.
Apabila telah dipanjangkannya, niscaya yang lain itu kembali, sebagai mana yang
telah ada ta- di Lalu aku bertanya kepada orang, yang meminta aku berdiri tadi:
"Apa-kah ini?". Orang itu lalu menjawab: "Inilah laki-laki
pendusta, yang dia- zabkan dalam kuburnya sampai hari kiamat".(l).
Dari Abdullah bin Jarrad,
dimana ia berkata: "Aku bertanya kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya
aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Adakah orang mu'min itu berzina?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Kadang-kadang ada yang demikian". Abdullah bin Jarrad bertanya lagi;
"Wahai Nabi Allah! Adakah orang mu'min itu berdusta?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
'Tidak!". Kemudian, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyambungkannya dengan
firman Allah Ta'ala:-
إنما يفتري الكذب الذين لا يؤمنون بآيات الله
(Innamaa yaftaril-kadzibal-Iadziina
laa yu-minuuna bi-aayaatil-laah). Artinya: "Hanyalah orang-orang yang
tidak percaya kepada keterangan-ke- terangan Allah itulah yang mengada-adakan
kedustaan".S.An-Nahl, ayat 105.
Abu Sa'id Al-Khudri berkata:
"Aku mendengar Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berdo'a, seraya mengucapkan
dalam do'anya:-
(Allaahu'mma thahhir qalbii
mina'n-nifaaqi wa farjii mina'z-zinaa wa li- saanii mina'l-kadzibi).
Artinya: "Wahai Allah
Tuhanku! Sucikanlah hatiku dari nifaq, kemaluanku dari zina dan lidahku dari
dusta".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiga golongan manusia, dimana Allah Ta'ala tiada berkata-kata dengan
mereka, tiada memandang kepada mereka dan tiada mensucikan mereka. Dan bagi
mereka siksaan yang pedih. Yaitu: guru (syaikh) yang berzina, raja yang
berdusta dan orang miskin yang sombong".(3).
Abdullah bin 'Amir berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang kerumah kami dan aku (waktu itu) kanak-kanak masih
kecil. Lalu aku pergi untuk bermain- main. Maka ibuku berkata: "Hai
Abdullah! Mari, supaya aku berikan ke- padamu sesuatu!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Apakah yang mau engkau berikan kepadanya?". Ibu itu menjawab:
"Tamar!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya
jikalau tidak engkau perbuat, niscaya dituliskan pada engkau suatu
kedustaan".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Jikalau Allah Ta'ala menganugerahkan kepadaku nikmat menurut bilangan
batu ini, niscaya aku bagi-bagikan diantara kamu.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Samrah bin Jundub,
dalam suatu hadits panjang.
|
(2) Dirawikan Al-Khatib dari Abu Sa'id dan
isnadnya dla'if.
|
(3) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
(4) Dirawikan Abu Dawud dan pada isnadnya ada
orang yang tidak disebut namanya.
|
68
|
Kemudian, kamu tiada akan
mendapati aku orang yang kikir, yang berdusta dan yang penakut'(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
dan beliau waktu itu bersandar: "Tidakkah aku beri- tahukan kepadamu, dosa
besar yang terbesar?. Yaitu mempersekutukan Allah dan mendurhakai
ibu-bapa". Kemudian beliau duduk, seraya bersabda: "Ketahuilah: dan
berkata dusta". (2).
Ibnu 'Umar berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba Allah yang
berbuat dusta dengan suatu kedustaan, maka jauhlah malaikat daripadanya, sejauh
perjalanan satu mil, dari karena busuknya a- pa yang didatangkannya".(3).
Anas bin Malik r.a. berkata:
"Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-Artinya: "Tanggunglah untukku dengan enam
perkara, niscaya aku tang- gung untukmu dengan sorga". Mereka (para shahabat)
lalu bertanya: "Apakah yang enam perkara itu?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Apabila seorang kamu berbicara, maka jangan ia berdusta. Apabila ia
berjanji, maka jangan ia menyalahinya. Apabila ia diberi kepercayaan (amanah),
maka jangan ia berkhianat. Dan tutuplah matamu! Jagalah kemaluanmu! Dan
cegahlah tanganmu". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن للشيطان كحلا ولعوقا ونشوقا أما لعوقه فالكذب وأما
نشوقه فالغضب وأما كحله فالنوم
(Inna lisy-syaithaani kahalan
wa la *uuqan wa nasyuuq. Ammaa la'uuquhu fal-kadzibu wa ammaa nasyuuquhu
fal-ghadlabu wa ammaa kahaluhu fan- naumu).Artinya: "Sesungguhnya setan
itu mempunyai celak (kahalan), barang yang disendok dalam mulut (la'uuq) dan
barang yang dihirup dalam hidung (nasyuuq). Adapun barang yang disendok dalam
mulut itu, maka itulah: dusta. Dan barang yang dihirup dalam hidung itu, maka
itulah: marah. Adapun celaknya (benda seperti tepung yang dipakai pada mata),
ialah: tidur". (5). Pada suatu hari 'Umar r.a. berpidato. Beliau berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
(1) Dirawikan Muslim dan hadits ini telah
diterangkan dahulu pada bab "Akhlaq Kenabian".
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi
Bakrah
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu 'Umar dan
katanya: hadits hasan gharib.
|
(4) Dirawikan Al-Hakim dan Al-Kharaithi. Dan kata
Al-Hakim: shahih. isnad.
|
(5) Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Na'im dari
A*has dengan sanad dla'if.
|
69
|
berdiri ditengah-tengah kami,
seperti berdirinya aku ini ditengab-tengah kamu. Lalu beliau bersabda: "Berbuat-baiklah
kepada shahabat-shahabat- ku, kemudian kepada mereka yang kemudiannya (para
pengikutnya atau tabi'in). Kemudian berkembanglah dusta. Sehingga bersumpahlah
seorang laki-laki diatas sumpah dan tidak diminta sumpahnya. Ia naik saksi dan
tidak diminta kesaksiannya". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa membicarakan daripadaku sesuatu hadits, pada hal ia tahu,
bahwa itu dusta, maka adalah ia salah seorang pendusta".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . berdusta:
"Barangsiapa bersumpah diatas sesuatu sumpah dengan dosa, untuk mengambil
harta manusia muslim dengan tidak sebenar- nya, niscaya ia menemui Allah 'Azza
wa Jalla dan Allah sangat marah kepadanya". (3).
Diriwayatkan, dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., bahwa:
"Nabi صلى الله عليه وسلم . menolak kesaksian se- seorang laki-laki dalam kedustaan
yang didustainya".(4). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Diatas
setiap perkara itu mungkin menjadi tabiat atau dilalui padanya orang Islam,
selain khianat dan dusta".(5). 'A'isyah r,a. berkata: "Tiadalah suatu
tingkah-laku yang sangat berat diatas para shahabat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., selain
daripada: dusta. Dan adalah Ra- sulullah صلى الله عليه وسلم . melihat pada salah seorang
shahabatnya diatas kedustaan. Maka tiada hilang ia dari dada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., sebelum
beliau tahu, bahwa shahabatnya itu telah bertobat kepada Allah 'Azza wa Jalla
dari kedustaan tersebut".(6).
Nabi Musa a.s. berdo'a:
"Wahai Tuhanku! Yang manakah dari hambaMu yang terbaik amalannya kepadaMu?".
Allah Ta'ala berfirman: "Siapa yang tidak berdusta lidahnya, tidak zalim
hatinya dan tidak berzina kemaluan- nya".
Lukman berkata kepada anaknya:
"Hai anakku! Takutilah berdusta! Karena dusta itu disukai, seperti daging
burung pipit. Amat sedikit yang tidak disukai oleh yang berdusta itu
sendiri".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda,
memujikan kebenaran (berkata benar):-
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan An-Kasa-i dan
dishahihkannya, dari 'Umar r.a.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Samrah bin Judub.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Mas'ud.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Musa bin
Syaibah, hadits mursal.
|
(5) Maksud hadits ini ialah, bahwa dua sifat
tersebut (khianat dan dusta) tidaklah menjadi tabiat orang Islam pada
asalnya. Tetapi, disebabkan dipengaruhi oleh sesuatu, seperti: keadaan
sekeliling, lalu tabiat demikian. Hadits ini dirawikan Ibnu Abi Syaibah dan
lain-lain.
|
(6) Dirawikan Ahmad dari 'A'isyah dan
perawi-perawinya itu orang-orang yang dipercayai.
|
70
|
الصدق أربع إذا كن فيك لا يضرك ما فاتك من الدنيا صدق
الحديث وحفظ الأمانة وحسن خلق وعفة طعمة
(Arba'un idzaa kunna fiika fa
laa yadhirraka maa faataka mina'd-dun-ya: shidqul-hadiitsi wa hifdlul-amaanati
wa husnu khuluqin wa 'iffatu thu'ma- tin).
Artinya: "Empat perkara
apabila ada pada kamu, niscaya tidak mendatangkan melarat kepadamu, apa yang
tidak kamu peroleh dari dunia, yaitu: benar pembicaraan, memelihara amanah,
bagus tihgkah-laku dan menjaga makanan (dari yang haram atau yang diragukan
halalnya)'(l). Abubakar r.a. mengucapkan dalam pidatonya sesudah wafat
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم berdiri ditengah-tengah kami pada tahun
pertama seperti berdirinya aku ini. Kemudian, beliau menangis dan bersabda:
"Haruslah kamu benar! Sesungguhnya kebenaran itu bersama kebajikan. Dan
keduanya itu dalam sorga".(2).
Mu'az berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku: "Aku wasiatkan (nasehatkan) engkau,
bertaqwa kepada Allah, benar pembicaraan* menu- naikan amanah, menepati janji, memberi
salam dan merendahkan diri"(3). Adapun atsar (Kata-kata shahabat dan
orang-orang terkemuka), diantara lain Ali r.a. berkata: "Kesalahan yang
terbesar pada sisi Allah, ialah: lidah yang banyak dustanya. Dan penyesalan
yang terburuk, ialah: penyesalan pada hari kiamat".
'Umar bin Abdulaziz r.a.
berkata: "Tiada pernah aku berdusta dengan suatu kedustaanpun, semenjak
aku dapat mengikat kain sarungku". 'Umar bin Al-Khath-thab r.a. berkata:
"Yang paling kami sukai dari kamu, ialah: selama kami tiada melihat namamu
yang terbaik. Apabila kami melihat kamu, maka yang paling kami sukai dari
kamu, ialah: kamu yang terbaik tingkah-lakunya. Apabila kami mencobaikamu,
maka yang paling kami sukai dari kamu, ialah: yang paling benar pembicaraannya
dan yang paling besar amanahnya".
Dari Maimun bin Abi Syubaib,
yang mengatakan: "Aku duduk menulis su- atu kitab, lalu aku sampai pada
suatu huruf. Jikalau aku tuliskan huruf tersebut, niscaya aku sudah menghiasi
kitab itu. Dan aku sudah berdusta. Maka aku berazam meninggalkannya, lalu aku
terpanggil dari pinggir rumah, dengan suara:-
(Yutsabbitul-laahul -ladziina
aamanuu bil-qaulits-tsaabiti fil-hayaatiddun-ya wa fii aakhirah).
Artinya: "Allah
meneguhkan kedudukan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh
dalam kehidupan dunia ini dan hari akhirat".S.Ibrahim, ayat 27.
(1)
|
Dirawikan Al-Hakim dan
Al-Kharaithi dari Abdullah bin Umar.
|
(2)
|
Dirawikan Ibnu Majah dan
An-Nata-i.
|
(3)
|
Dirawikan Abu Na'im dan
hadits ini sudah diterangkan dahulu.
|
Asy-Sya'bi berkata: "Saya
tidak tahu, yang manakah yang lebih jauh da- lamnya dalam neraka: pendusta atau
orang kikir". Ibrius-Sammak berkata: "Aku tidak melihat diriku diberi
pahala, dengan meninggalkan dusta. Karena aku meninggalkannya karena sombong".
Ditanyakan Khalid bin Shubaih: "Adakah dinamakan seseorang itu pendusta
dengan sekali dusta?". Khalid menjawab: "Ya, benar!". Malik bin
Dinar berkata: "Aku membaca pada setengah kitab-kitab yang maksudnya:
"Masing-masing orang berkhutbah (khatib) itu, didatangkan khutbahnya
menunit amal-pekerjaannya. Jikalau ia benar, niscaya benarlah dia. Dan jikalau
ia dusta, maka kedua bibiraya digunting dengan gunting a- pi neraka. Setiap
kali kedua bibir itu digunting, lalu tumbuh kembali". Malik bin Dinar
berkata: "Benar dan dusta itu keduanya berperang dalam hati, sehingga
dikeluarkan oleh salah satu daripada keduanya akan teman- nya".
'Umar bin Abdulaziz berbicara
dengan Al-Walid bin Abdulmalik tentang sesuatu.
Lalu Al-Walid berkata kepada
'Umar: "Engkau dusta!". Lalu 'Umar menjawab: "Tidak pernah aku
berdusta, semenjak aku tahu, bahwa dusta itu memburukkan orang yang
berdusta".