Bab keenam : Tentang bahaya ilmu pengetahuan
الباب السادس
في آفات العلم
وبيان علامات علما الآخرة والعلماء السوء
Bab
keenam : Tentang bahaya ilmu pengetahuan, penjelasan tanda-tanda ulama akhirat
dan ulama su' (ulama jahat).
Telah
kami terangkan dahulu ayat dan hadits tentang kelebihan ilmu dan ulama (ahli
ilmu). Dan mengenai ulama su' telah datang penegasan-penegasan yang tegas, yang
menunjukkan bahwa mereka memperoleh 'azab yang sangat keras pada hari qiamat,
dibandingkan dengan orang-orang lain.
Yang
teramat penting, ialah mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara ulama
dunia dan ulama akhirat.
Yang
kami maksudkan dengan ulama dunia ialah ulama su' yang tujuannya dengan ilmu
pengetahuan itu ialah untuk memperoleh kesenangan duniawi, kemegahan dan
kedudukan.
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم
إن أشد
الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه(Inna asyaddan naasi 'adzaaban yaumal qiaamati 'aalimun lam yan-fa' hullaahu bi'ilmihi).
"Manusia yang sangat memperoleh 'azab pada hari qiamat ialah orang yang berilmu yang tiada bermanfa'at dengan ilmunya (1)
أنه قال; لا يكون المرء عالما حتى يكون بعلمه عاملا
(Laa yakuunul mar-u 'aaliman hattaa yakuuna bi'ilmihi 'aamilaa).
Artinya :"Tidaklah seorang itu bemama alim sebelum berbuat menuruti ilmunya (2)
1) Dirawikan Abi Hurairah. Dan Al-Ghazali ra. telah menyebutkan hadits ini tiga kali dengan ini.
2) Dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Abid darda'.
Dan
bersabda Nabi saw.: العلم
علمان علم على اللسان فذلك حجة الله تعالى على خلقه، وعلم في القلب فذلك العلم
النافع
"Ilmu pengetahuan itu ada dua : ilmu pada
lisan, yaitu ilmu yang menjadi alasan bagi Allah atas makhluk-Nya dan ilmu pada
hati, yaitu ilmu yang bermanfa'at". (1)
Bersabda
Nabi saw. lagi :يكون في
آخر الزمان عباد جهال وعلماء فساق "Adalah pada akhir zaman, orang-orang
yang beribadah yang bodoh dan orang-orang yang berilmu yang tidak beribadah
(fasiq)(2)
Bersabda
Nabi saw. :لا
تتعلموا العلم لتباهوا به العلماء ولتماروا به السفهاء ولتصرفوا به وجوه الناس
إليكم فمن فعل ذلك فهو في النار "Janganlah engkau mempelajari ilmu
pengetahuan untuk bersombong-sombong dengan sesama berilmu, untuk bertengkar
dengan orang-orang yang berpikiran lemah dan untuk menarik perhatian orang
ramai kepadamu. Barang siapa berbuat demikian, maka dia dalam neraka (3)
Bersabda
Nabi saw. : من كتم علما عنده ألجمه الله بلجام من نار "Barang siapa menyembunyikan ilmu
pengetahuan yang ada padanya maka diberikan oleh Allah kekang pada mulutnya
dengan kekang api neraka". (4)
Dan
bersabda Nabi saw. :لأنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال "Sesungguhnya aku lebih takut
padamu, kepada yang bukan dajal dari dajal'
Lalu
orang menanyakan : "Siapakah itu?"Maka menjawab Nabi saw. : فقيل وما ذلك فقال من الأئمة المضلين" Imam-imam (pemuka-pemuka) yang menyesatkan "„ (5)
Bersabda
Nabi saw. :من
ازداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا "Barang siapa
bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk, niscaya dia tidak bertambah
dekat melainkan bertambah jauh dari Allah". (6)
Bersabda
Nabi Isa as. :
"Kapankah kamu akan menerangkan jalan kepada orang-orang yang berjalan
malam, sedang kamu bertempat tinggal bersama.'sama orang-orang yang dalam
keheranan ?"
Dengan
hadits ini dan lainnya, menunjukkan betapa besarnya bahaya ilmu. Orang yang
berilmu, adakalanya menderita kebinasaan abadi atau kebahagiaan abadi. Dengan
berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang berilmu itu tidak memperoleh
keselamatan, jika tidak mendapat kebahagiaan.
1.Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Abdil-Birri dari Al-Hasan.
2.Dirawikan Al-Hakim dari Anas, hadits dla'if. 3.Dirawikan Ibnu Majah dari Jabir dengan isnad shahih. 4.Kata-kata hadits ini, adalah pada sebagian jalan hadits Abi Hurairah, yang dirawikan Ibnu Juz*i. 5.Dirawikan Ahmad dari Abi Dzar dengan isnad baik. 6.Dirawikan Abu Manshur AdDailami dan Ibnu Hibban, mauquf pada Al-Hasan.
Adapun
atsar (kata-kata shahabat dan ulama-ulama terdahulu), diantara lain berkata
Umar ra. : "Yang
paling saya takutkan kepada ummat ini, ialah orang munafiq yang berilmu
Bertanya
hadirin :
"Bagaimana ada orang yang munafiq berilmu?".
Menjawab
Umar ra. : Berilmu di
lidah, bodoh di hati dan diperbuatan "
Berkata
Al-Hasan ra.: "Janganlah ada engkau sebahagian dari orang yang
mengumpulkan ilmu ulama, katapilihan hukuma dan berlaku dalam perbuatan seperti
sufaha' (orang-orang bodoh)".
Berkata
seorang laki-laki kepada Abu Hurairah ra. : "Saya mau mempelajari ilmu, tetapi saya takut nanti
ilmu itu tersia-sia".
Menjawab
Abu Hurairah ra. :
"Dengan meninggalkan saja, sudah mencukupi untuk dipandang menyia-nyiakan
ilmu "
Ditanyakan
Ibrahim bin Uyainah : "Manakah manusia yang lama benar penyesalan
nya?"
Menjawab
Ibrahim : "Adapun pada masa dekat di dunia ini, ialah orang yang berbuat
baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih. Dan ketika mati nanti, ialah
orang yang berilmu yang menyianyiakan ilmunya".
Berkata
Al-Khalil bin Ahmad :
"Orang itu empat macam. Semacam ialah orang yang mengetahui dan tahu ia
mengetahui. Maka dia itu ialah orang yang berilmu. Ikutlah dia! Semacam ialah
orang yang mengetahui dan tidak tahu ia mengetahui. Maka dia itu, ialah orang
yang tidur. Bangunkanlah dia! Semacam lagi ialah orang yang tidak mengetahui
dan tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang meminta petunjuk.
Maka tunjukilah dia! Dan semacam lagi ialah orang yang tidak mengetahui dan
tidak tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang jahil. Maka
tolaklah dia!"
Berkata
Sufyan Ats-Tsuri ra. : "Disambut ilmu dengan amal perbuatan. Kalau ada
demikian, maka ilmu itu menetap. Kalau tidak, maka dia berangkat".
Berkata
Ibnul Mubarak : "Senantiasa manusia itu berilmu selama ia menuntut ilmu.
Apabila ia menyangka sudah berilmu, maka dia itu, telah bodoh".
Berkata
Al-Fudhail bin Iyadh ra. : "Saya menaruh belas kasihan kepada tiga orang
yaitu orang mulia dalam kaumnya yang menghinakan diri, orang kaya dalam kaumnya
yang memiskinkan diri dan orang yang berilmu yang dipermainkan dunia".
Berkata
Al-Hasan : "Siksaan bagi ulama ialah mati hatinya. Kema-tian hati ialah
mencari dunia dengan amalan akhirat".
Dan bermadahlah mereka :
Aku
heran orang membeli kesesatan dengan petunjuk.Dan bermadahlah mereka :
Lebih heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang lebih heran dari yang dua itu..................
Orang menjual agamanya dengan dunia.
Inilah yang paling ajaib dan yang.dua itu...........
Bersabda
Nabi saw. :
إن العالم
ليعذب عذابا يطيف به أهل النار استعظاما لشدة عذابه(Innal 'aalima layu'adz-dzabu 'adzaaban yathiifu bihii ahlun naaris-ti'dhaaman lisyiddati 'adzaabih).=Artinya :"Bahwa orang yang berilmu itu di 'azabkan dengan suatu azab yang dikelilingi penduduk neraka dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya" (1)
@Dimaksudkan
dengan orang yang berilmu tadi, ialah orang berilmu yang dzalim.
Berkata
usamah bin Zaid : "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda :
يؤتى
بالعالم يوم القيامة فيلقى في النار فتندلق أقتابه فيدور بها كما يدور الحمار
بالرحى فيطيف به أهل النار فيقولون ما لك فيقول كنت آمر بالخير ولا آتيه وأنهى عن
الشر وآتيه
(Yu'-taa
bil'aalimi yaumal qiaamati fayulqaa fin naari fatandaliqu aqtaabuhu fayaduuru
bihaa lrama» yaduurul himaaru birrahaa fa-yathiifu bihii ahlun naari
fayaquuluuna maa laka? Fayaquulu : Kuntu aamuru bil khairi wa laa aatiihi wa
anhaa 'anisy-syarri wa aatiih). Artinya :"Pada hari qiamat, dibawa orang
yang berilmu lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah perutnya. Dia mengelilingi
perut-nya itu seperti keledai mengelilingi gilingan gandum. Penduduk neraka
mengelilinginya, seraya bertanya : "Mengapa engkau begini ?".Menjawab
orang yang berilmu itu : "Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku
sendiri tidak mengerjakannya. Aku melarang dari kejahatan dan aku sendiri
mengerjakannya". (2)
1.Manurut Al iraqi. dia tidak parnah manjumpai hadits Ini dengan bunyi demikian.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari usamah bin Zaid.
Dilipatgandakan
'azab kepada orang yang berilmu, karena ma'siat-nya. Karena ia mengerjakan
ma'siat itu dengan ilmu.
Dari
itu berfirman Allah Ta'ala :
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ(Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari).
Artinya :"Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka (S.Annisa ayat 145)
Karena
mereka ingkar sesudah berilmu. Dijadikan orang Yahudi lebih jahat dari orang
Nasrani, pada hal orang Yahudi tidak menga-ku Allah mempunyai anak dan tidak
mengatakan bahwa Allah itu yang ke tiga dari tiga, adalah disebabkan orang
Yahudi itu ingkar sesudah tahu.
Berfirman
Allah Ta'ala :
يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ"Mereka mengetahuinya (Kitab Suci) seperti mengetahui anaknya sendiri (S. Al-Baqarah, ayat 146).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
فَلَمَّا
جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ"Setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala mengutuki orang-orang yang kafir".(S. Al-Baqarah, ayat 89).
Berfirman
Allah Ta'ala mengenai kisah Bal'am bin Ba'-ura' :وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ
الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ "Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
keterangan-keterangan Kami kepadanya, lalu dibuangnya. Sebab itu, dia didatangi
setan dan termasuk orang-orang yang sesat jalan (S. Al-A'raaf, ayat 175),
Sampai
Allah Ta'ala berfirman : فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ
تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ"Orang
itu adalah seumpama anjing, kalau engkau halau, diulurkannya lidahnya dan kalau
engkau biarkan, diulurkannya juga lidahnya(S. Al-A'raaf, ayat 176).
Maka
begitu jugalah orang berilmu yang dzalim. Kepada Bal'am diberikan Kitab Allah,
tetapi dia terus bergelimang dalam hawa nafsu. Maka dia diserupakan dengan
anjing. Artinya, sama saja antara diberikan ilmu hikmah atau tidak diberikan,
dia terus menjilat dengan lidahnya pada hawa nafsu. Bersabda Isa as.: مثل
علماء السوء كمثل صخرة وقعت على فم النهر لا هي تشرب الماء ولا هي تترك الماء يخلص
إلى الزرع ومثل علماء السوء مثل قناة الحش ظاهرها جص وباطنها نتن ومثل القبور
ظاهرها عامر وباطنها عظام الموتى.
"Orang berilmu yang
jahat adalah seumpama batu besar yang jatuh ke mulut sungai. Dia tidak mengisap
air dan tidak menghalangi air mengalir ke tanam-tanaman. Dan seumpama parit
rumput, dzahimya yang kelihatan seperti di cat dan dalamnya yang tidak
kelihatan adalah berbau busuk. Dan seumpama kuburan, dzahimya yang kelihatan
adalah bangun-bangunan dan bathinnya di dalam adalah tulang-belulang orang
mati'
Itulah
hadits-hadits dan kata-kata berhikmah yang menerangkan, bahwa orang berilmu
yang menjadi anak dunia adalah lebih buruk keadaannya dan lebih sangat 'azab
yang dideritainya dari orang bodoh.
Yang
memperoleh kemenangan dan dekat dengan Tuhan ialah Ulama akhirat.
Tanda-tandanya banyak. Diantaranya ulama akhirat itu tidak mencari dunia dengan
ilmunya.
Sekurang-kurang
tingkat seorang yang berilmu itu, mengetahui kehinaan dunia, keburukan,
kekotoran dan keseramannya. Kebesaran akhirat, keabadian, kebersihan nikmat dan
keluhuran keraja-annya. Dan mengetahui bahwa antara dunia dan akhirat itu
berlawanan. Keduanya seumpama dua wanita yang bermadu, manakala dicari kerelaan
yang seorang, maka yang lain marah. Dan seumpama dua daun neraca, manakala
berat yang satu, maka yang lain ringan.
Dunia
dan akhirat itu Iaksana masyriq dan magrib. Manakala dide-kati yang satu, maka
pasti bertambah jauh dari yang lain. Atau seumpama dua wadah, yang satu penuh
dan yang lain kosong. Sebanyak yang diambil dari yang berisi untuk dituangkan
ke dalam yang kosong sampai penuh, maka demikianlah kosong yang berisi itu.
Maka
orang yang tidak mengenai kehinaan dunia, kekotoran dan kecampur-bauran kelezatan
dengan kesakitannya, kemudian ke-seraman apa yang kelihatan bersih dari dunia
itu, maka orang itu adalah manusia yang telah rusak akal.
Sesungguhnya
penyaksian dan pengalaman menunjukkan kepada demikian. Maka bagaimanakah
termasuk golongan orang berilmu, orang yang tak berakal? Orang yang tak
mengetahui kebesaran keadaan akhirat dan keabadiannya, maka orang itu telah
tertutup hatinya dan tercabut keimanannya. Maka bagaimanakah termasuk golongan
orang berilmu, orang yang tak beriman? Dan orang yang tak mengetahui
berlawanannya dunia dengan akhirat dan mengum-pulkan keduanya adalah satu
harapan yang tak usah diharapkan, maka orang itu bodoh dengan seluruh agama
nabi-nabi. Bahkan hatinya telah tertutup dari seluruh isi Al-Quran, dari
permulaannya sampai kepada penghabisannya. Maka bagaimanakah dia dihitung
termasuk dalam golongan ulama?
Orang
yang mengetahui ini seluruhnya tetapi tidak memilih akhirat dari dunia, maka
adalah tawanan setan. Telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dipaksakan oleh
kecelakaannya. Maka bagaimanakah dihitung termasuk dalam barisan ulama, orang
yang ting-katanny a demikian ?
Dalam
warta berita nabi Daud as. yang merupakan firman dari Allah Ta'ala, tersebut :
"Sekurang-kurang perbuatanKu dengan orang yang berilmu apabila memilihkan
hawa nafsunya dari men-cintai Aku, ialah Kuharamkannya kelezatan bermunajah
dengan Aku. Hai Daud! Jangan engkau tanyakan kepadaKu orang yang berilmu yang
telah dimabukkan oleh dunia, maka dicegahnya engkau dari jalan kecintaanKu.
Mereka itulah penyamun-penyamun terhadap hambaKu. Hai Daud! Apabila engkau
melihat seorang pelajar untukKu, maka hendaklah engkau menjadi pesuruhnya! Hai
Daud! Barang siapa mengembaltkan kepadaKu orang yang lari\ maka Kutuliskan dia
orang yang tahu kebenaran. Barang siapa Kutuliskan Sebagai orang yang tahu
kebenaran, maka tidak Ku'azabkan dia selama-lamanya
Dari
itu berkata Al-Hasan ra. : "Siksaan bagi orang yang berilmu ialah mati
hatinya. Mati hati ialah mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat".
Karena itu berkata Yahya bin Ma'az : "Sesungguhnya hilanglah keelokan ilmu
dan hikmah, apabila dicari dunia dengan keduanya". Berkata Sa'id bin
Al-Muiayyab ra. : "Apabila engkau melihat orang yang berilmu mendatangi
amir-amir, maka itu adalah pencuri".
Berkata
Umar ra.: "Apabila engkau melihat orang yang berilmu mencintai dunia, maka
curigalah dia terhadap agama-nya! Karena tiap-tiap orang yang mencintai
sesuatu, ia akan berke-cimpung pada yang dicintainya itu". Berkata Malik
bin Dinar ra. : "Aku telah membaca dalam beberapa kitab lama bahwa Allah
Ta'ala berfirman : "Bahwa yang paling mudah Aku perbuat dengan orang yang
berilmu apabila ia mencintai dunia, ialah Aku keluarkan dari hatinya kelezatan
bermunajah dengan Aku".
Seorang
laki-laki menulis surat kepada saudaranya, yang berbunyi: "Engkau telah
diberikan ilmu, maka janganlah engkau padamkan nur ilmu itu dengan kegelapan
dosa. Nanti engkau kekal dalam ke-gelapan, pada hari berjalan segala ahli ilmu
dalam sinar ilmunya".
Berkata
Yahya bin Ma'az Ar-Razi ra. : kepada para ahli ilmu duniawi : "Hai segala
ahli ilmu! Istanamu seperti is tana kaisar Romawi, rumahmu seperti rumah raja
(ktsra) Persif pakaianmu seperti pakaian golongan Dzahiriah, sepaturrtu seperti
sepatu Jalut, kendaraan-mu seperti kendaraan Qarun, tempat makanmu seperti
tempat makan Fir'aun,perbuatanmu seperti perbuatan orang jahiliah dan madzhabmu
seperti madzhab setan. Maka dimanakah syari'at Muhammad itu ?".
Berkata
seorang penyair :
Pengembala domba menjaga dari serigala.
Maka bagaimana pula .............................
apabila ...................................................
pengembala itu sendiri serigala...........?"
Berkata penyair lain :
"Wahai para pembaca.........................
Wahai garam negeri............................
Tidaklah
garam dapat membuat perbaikan, apabila garam itu sendiri busuk..............
Ditanyakan
kepada setengah 'arifin (orang yang mempunyai ma'-rifah kepada Allah Ta'ala) :
"Adakah tuan berpendapat bahwa orang yang meletakkan pekerjaan ma'siat
menjadi kecintaannya, tidak mengenai Allah?"
Menjawab
'arifin itu : "Tak ragu aku bahwa orang yang memilih dunia dari akhirat
adalah tidak mengenai Allah Ta'ala".
Selain
dari itu, amat banyak lagi kata-kata hikmah tentang itu.
Janganlah
anda menyangka bahwa meninggalkan harta kekayaan saja sudah mencukupi untuk
menghubungkan diri dengan ulama akhirat. Sebab mencari kemegahan itu, lebih
lagi membawa kemelaratan dari harta. Dari itu berkata Bisyr : "Berbicara
dengan kami salah satu dari pintu dunia. Maka apabila aku mendengar orang
mengatakan : "Berbicaralah dengan kami!", maka sebenarnya ia
mengatakan : "Berilah kelapangan kepadaku".
Bisyr
bin Harts menanamkan lebih sepuluh buah buku antara peti buku dan peti tempat
simpanan tamar (kurma kering). Dia mengatakan : "Saya ingin berbicara.
Jikalau hilanglah keinginanku berbicara, maka aku berbicara".
Berkata
Bisyr dan lainnya : "Apabila ingin engkau berbicara, maka diamlah! Apabila
tidak ingin, maika berbicaralah!"
Pahamilah
ini! Karena merasa kelezatan dengan kemegahan membuat sesuatu jasa dan
memperoleh kedudukan memberi petunjuk kepada orang, adalah kelezatan yang
terbesar dari seluruh kenikmatan duniawi. Barang siapa memperkenankan hawa
nafsunya membicarakan itu, maka adalah dia diantara anak-anak dunia.
Dari
itu berkata Ats-Tsuri : "Fitnah pembicaraan, adalah lebih hebat dari pada
fitnah keluarga, harta dan anak. Bagaimanakah tidak ditakuti fitnahnya? Dan
telah dikatakan kepada Penghulu segala rasul saw.: Jikalau tidaklah Kami
tetapkan pendirian engkau, maka hampirlah engkau condong sedikit kepada mereka".
Berkata
Sahl ra. : "Ilmu itu seluruhnya dunia. Yang akhirat dari ilmu itu, ialah
berbuat amal. Amal seluruhnya itu hampa, kecuali dengan keikhlasanBerkata Sahl
seterusnya : "Manusia seluruhnya matit selain para ahli ilmu. Para ahli
ilmu itu mabuk, selain yang beramal. Orang yang beramal seluruhnya tertipu,
selain yang ikhlas. Orang yang ikhlas itu dalam ketakutan, sebelum diketahuinya
apa kesudahan dari amalnya itu ".
Berkata
Abu Sulaiman Ad-Darani ra. : "Apabila seseorang mempelajari hadits atau
kawin atau merantau mencari penghidupan, maka orang itu telah condong kepada
dunia".
Maksud
Abu Sulaiman dengan ucapannya itu ialah mencari isnad-isnad hadits yang tinggi
atau mencari hadits yang tidak diperlukan pada mencari akhirat.
Berkata
Nabi Isa as. : "Bagaimana menjadi ahli ilmu orang yang perjalanannya ke
akhirat, sedang dia menghadap ke jalan dunia?
Bagaimana
menjadi ahli ilmu orang mencari ilmu kalam untuk diceriterakan, tidak untuk
diamalkan ?"
Berkata
Shaleh bin Kaisan Al-Bashari : "Aku berjumpa dengan beberapa orang syekh.
Mereka itu berlindung dengan Allah dari orang dzalim yang alim dengan sunnah
Nabi saw.".
Berkata
Abu Hurairah ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda :
من طلب علما مما يبتغي به وجه الله تعالى ليصيب به عرضا
من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة(Man thalaba ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhullaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii 'ardlan minad dun-yaa lam yajid 'arfal jannati yaumal qiyaamah).(1)Artinya :"Barang siapa menuntut ilmu.diantara ilmu pengetahuan yang menuju kerelaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari qiamat". (1)
Sudah
dijelaskan oleh Allah akan ulama su' dengan mencari dunia dengan ilmunya dan
ulama akhirat dengan khusu' dan zuhud. Berfirman Allah 'Azza wa Jalla tentang
ulama dunia
وَإِذْ
أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ
وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا
قَلِيلا
Dan
ketika Allah mengambil janji orang-orang yang diberi kan Kitab : Bahwa mereka
akan menerangkan Kitab ttu kepada manusia dan tidak tikan menyembunyikan ;
kemudian janji itu mereka buang kebelakang dan mereka mengambil sedikit
keuntungan untuk gantinya".(S. Ali 'Imran, ayat 187).
Berfirman
Allah Ta'ala tentang ulama akhirat:
وَإِنَّ
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ
بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
(Wa
inna min ahlil kitaabi laman yu'minu billaahi wa maa unzila ilaikum wa maa
unzila ilaihim khaasyii'iina lillaahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan
qaliilan, ulaaika lahum ajruhum indarab-bihim).
1.Dirawikan Abu dawud dan ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan isnad baik.
Artinya
:"Bahwa diantara orang-orang yang diturunkan Kitab itu ada orang yang
beriman kepada Allah dan kepada wahyu yang diturunkan kepada kamu dan yang
diturunkan kepada mereka, mereka tunduk kepada Allah, dengan tidak menukar
keterangan-keterangan Allah itu dengan harga yang murah. Mereka memperoleh
pahala dari sist Tuhan". (S. Ali 'imran, ayat 199).
Berkata setengah ulama salaf : "Para ulama itu dibangkitkan dalam
rombongan nabi-nabi. Dan para kadli (hakim) dibangkitkan dalam rombongan raja-raja.
Dimaksudkan
dalam pengertian kadli, juga seluruh ahli fiqih, yang tujuannya mencari dunia
dengan ilmu pengetahuannya.
Diriwayatkan
Abud-Darda' dari Nabi saw. bahwa Nabi saw. bersabda :أوحى
الله عز وجل إلى بعض الأنبياء قل للذين يتفقهون لغير الدين ويتعلمون لغير العمل
ويطلبون الدنيا بعمل الآخرة يلبسون للناس مسوك الكباش وقلوبهم كقلوب الذئاب
ألسنتهم أحلى من العسل وقلوبهم أمر من الصبر إياي يخادعون وبي يستهزئون لأفتحن لهم
فتنة تذر الحليم حيراناً
"Diwahyukan
Allah kepada sebahagian nabi-nabi, yaitu: "Katakanlah kepada, mereka yang
menuntut ilmu, bukan untuk agama, belajar bukan untuk amal dan mencari dunia
dengan amal perbuatan akhirat : "Bahwa mereka memberi pakaian kulit kibas
kepada manusia. Hati mereka seperti hati serigala. Lidah mereka lebih manis
daripada madu. Hati mereka lebih pahit daripada buah peria. Aku dikicunkannya,
namaKu dipermain-mainkannya. Sesungguhnya akan Aku buka bagi mereka fitnah yang
meninggalkan keheranan bagi orang yang penyantun". (1)
Diriwayatkan Adl-Dlahhakالضحاك dari Ibnu Abbas ra. bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah saw. bersabda :"علماء
هذه الأمة رجلان رجل آتاه الله علما فبذله للناس ولم يأخذ عليه طمعا ولم يشتر به
ثمنا فذلك يصلي عليه طير السماء وحيتان الماء ودواب الأرض والكرام الكاتبون يقدم
على الله عز وجل يوم القيامة سيدا شريفا حتى يوافق المرسلين ورجل آتاه الله علما
في الدنيا فضن به على عباد الله وأخذ عليه طمعا واشترى به ثمنا فذلك يأتي يوم
القيامة ملجما بلجام من نار ينادي مناد على رؤوس الخلائق هذا فلان بن فلان آتاه
الله علما في الدنيا فضن به على عباده وأخذ به طمعا واشترى به ثمنا فيعذب حتى يفرغ
من حساب الناس
Ulama ummat ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan lalu
diberikannya kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak
diperjual-belikan. Ulama yang seperti ini dido'akan kepadanya oleh burung di
udara, ikan dalam air, hewan di atas bumi dan para malaikat yang menuliskan
amal manusia. Dia dibawa kehadapan Allah Ta'ala pada hari qiamat, sebagai
seorang tuan yang mulia, sehingga menjadi teman para rasul Tuhan. Yang satu lagi
dianugerahi Allah ilmu pengetahuan dalam dunia ini dan kikir memberikannya
kepada hamba Allah, mengharap apa-apa dan memperjual-belikan.
- 1.Dirawikan ibnu abdil birr dari Abid darda dengan isnad dlaif
Ulama
yang seperti ini datang pada hari qiamat, mulutnya dikekang dengan kekang api
neraka. Dihadapan manusia ramai, tampil
seorang penyeru, menyerukan : "Inilah sianu anak si anu dianugerahi
Allah ilmu pengetahuan. di dunia, maka ia kikir memberikannya kepada hamba
Allah, dia mengharap apa-apa dan memperjual-belikannya.Ulama tadi di'azabkan
sampai selesai manusia lain dihitung amalan-nya (dihisab)". (1)
Yang
lebih dahsyat dari itu lagi, ialah riwayat yang menerangkan bahwa ada seorang
laki-laki menjadi pesuruh Nabi Musa as. Laki-laki itu selalu mengatakan :
"Diceriterakan kepadaku oleh Musa Pilihan Allah. Diceriterakan kepadaku
oleh Musa yang Dilepaskan Allah (Najiullahنجي
الله
). Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang berkalam dengan Allah
(Kalimullah)". Sehingga orang itu menjadi kaya raya banyak hartanya.
Kemudian orang itu hilang, tidak diketahui oleh Musa as. kemana perginya. Maka
Musa as. bertanya kesana kemari tetapi tidak mendapat berita apa-apa.
Pada
suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Musa as. membawa seekor babi dan
pada letter babi itu tali hitam. Bertanya Musa as. pada laki-laki itu :
"Kenalkah engkau si anu?"
Menjawab
laki-laki itu : "Kenal! Dialah babi ini".
Maka
berdo'a Musa as. : "Wahai Tuhan ku! Aku bermohon kehadliratMu.
Kembalikanlah orang ini kepada keadaannya semula, supaya aku dapat menanyakan,
apakah yang telah menimpa dirinya !
Maka
Allah 'Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa as. : "Sekiranya engkau
meminta kepadaKu dengan apa yang telah dimintakan Adam atau lebih kurang lagi,
tidak juga Aku perkenankan, Tetapi Aku kabarkan kepadamu, mengapa Aku berbuat
begitu, adalah disebabkan orang itu mencari dunia dengan agama".
Yang
lebih berat lagi dari ini, ialah yang diriwayatkan Ma'az bin Jabal ra. suatu
hadits mauquf dan marfu' bahwa Nabi saw. bersabda :من فتنة العالم
أن يكون الكلام أحب إليه من الاستماع
"Diantara fitnah dari seorang yang berilmu ialah lebih suka ia
berkata-kata dari pada mendengar. Sebab dalam perkataan itu banyak bunga Dan
tambahan dan belum ada jaminan teipelihara dari kesalahan. Dalam berdiam diri
timbul keselamatan dan tanda berilmu pengetahuan. Diantara orang yang berilmu
(ulama), ada yang menyimpan saja ilmunya, tidak suka ada pada orang lain. Orang
yang semacam ini, dalam lapisan pertama dari api neraka. Diantara
1.Dirawikan AtbThabranl dari Ibnu Abbas dengan isnad dla'if.
orang
yang berilmu, ada yang bersikap sebagai raja dengan ilmunya. Jika ada
pengetahuannya yang ditolak orang atau dipandang orang lemah dan kurang benar,
maka marahlah dia. Orang yang semacam ini dalam lapisan kedua dari api neraka.
Diantara orang yang berilmu, ada yang menyediakan ilmunya dan pembahasan
ilmiahnya yang mendalam untuk orang yang terkemuka dan yang kaya saja dan tidak
mau melihat kepada orang yang memerlukan kepada ilmu pengetahuannya. Orang yang
semacam ini dalam lapisan ketiga dari api neraka. Diantara orang yang berilmu,
ada yang mengangkat dirinya, untuk memberi fatwa, lalu ia berfatwa salah. Allah
Ta'ala memarahi orang-orang yang memberatkan dirinya dengan beban yang tidak
disanggupinya. Orang yang semacam ini dalam lapisan keempat dari api neraka.
Diantara orang yang berilmu, ada yang berbicara cara Yahudi dan Nasrani untuk
memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam
lapisan kelima dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang membuat
ilmunya untuk prestige (kehormatan diri), kemuliaan dan keharuman nama
ditengah-tengah masyarakat. Orang yang semacam ini dalam lapisan keenam dalam
api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang menarik kebanggaan dan kesombongan
dengan ilmunya. Bila ia memberi nasehat, menghardik. Dan bila dinasehati,
berkeras kepala. Orang yang semacam ini dalam lapisan ketujuh dari api neraka.
Wahai saudaraku Hendaklah engkau berdiam diri! Dengan berdiam diri,
engkau dapat mengalahkan setan. Waspadalah dari tertawa tanpa ada yang mena'jubkan dan dari
berjalan tanpa ada maksud!
Pada
hadits yang lain, tersebut : إن العبد لينشر له من الثناء ما يملأ ما بين المشرق
والمغرب وما يزن عند الله جناح بعوضة
"Ada orang yang berkumandang pujian terhadap dirinya memenuhi antara
masyriq dan magrib, tetapi pada sisi Allah tidak ada timbangannya seberat sayap
lalat". (1)
Diceriterakan
bahwa seorang laki-laki dari Khurasan membawa kepada Al-Hasan suatu bungkusan
sesudah Al-Hasan meninggalkan majlisnya. Bungkusan tersebut berisi lima ribu
dirham dan sepuluh potong kain dari benang halus.
Berkata
laki-laki itu : "Hai Abu Said! (Panggilan kepada Al-Hasan) Inilah belanja
dan inilah pakaian!"
1.kata al iraqi tidak pernah menjumpai hadis demikian
Menjawab
Al-Hasan : "Kiranya Allah melimpahkan kesehatan kepadamu! Kumpulkanlah ini
untuk belanjamu dan pakaianmu! Kami tidak berhajat kepadanya. Sesungguhnya
orang yang duduk seumpama majlisku itu dan menerima dari orang seperti ini,
maka dia akan menjumpai Allah Ta'ala pada hari qiamat dan dia tidak
berbudi".
Diriwayatkan
dari Jabir hadits mauquf dan marfu' (hadits tidak kuat) bahwa Nabi saw. bersabda
:لا تجلسوا عند كل عالم إلا إلى عالم يدعوكم من خمس إلى
خمس من الشك إلى اليقين ومن الرياء إلى الإخلاص ومن الرغبة إلى الزهد ومن الكبر
إلى التواضع ومن العداوة إلى النصيحة
"Janganlah
engkau duduk pada setiap orang yang berilmu, kecuali pada orang yang berilmu yang
mengajak kamu dari lima kepada lima : dari keragu-raguan kepada keyakinan, dari
ria kepada ke ikhlasan, dari kegemaran kepada dunia kepada zuhud, dari takabur
kepada kerendahan diri dan dari permusuhan kepada nasehat-menasehati". (1)
Berfirman
Allah Ta'ala :
رَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ
يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ
ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
(Fakharaja
'alaa qaumihii fii ziinatihii qaalalladziina yuriiduunal hayaatad dun-yaa
yaalaita lanaa mitsla maa uutiya qaaruunu inna-huu ladzuu hadhdhin 'adhiim wa
qaalalladziina uutul 'ilma waila-kum tsawaabullaahi khairun liman aamana). Artinya:"Lalu dia keluar kepada kaumnya
dengan perhiasannya (yang indah-indah). Orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia ini berkata : Wahai! Kiranya kami mempunyai seperti apa yang diberikan
kepada Qarun! Sesungguhnya dia beruntung yang besar (bernasib baik)! Tetapi
orang-orang yang berpengetahuan berkata : Malang nasibmu! Pahala dari Tuhan
lebih baik untuk orang yang beriman(S. Al-Qashash, ayat 79 - 80).
Maka
ahli ilmu itu tahu memilih akhirat atas dunia.
1.Dirawikan oleh Abu Na'im dan ibnul juzitermasuk hadis maudhu.
Diantara
tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak bertentangan perbuatannya dengan perkataannya.
Bahkan ia tidak menyuruh sesuatu sebelum dia sendiri menjadi orang pertama yang
mengerjakannya.
Berfirman
Allah Ta'ala :
"Adakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupakan akan dirimu
sendiri?"(S. Al-Baqarah, ayat 44).
Berfirman
Allah Ta'ala:
كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(Kabura
maqtan 'indallaahi an taquuluu maa laa tafaluun).Artinya:"Amat besar kutuk
dari Allah Ta'ala bahwa kamu katakan apa yang tidak kamu kerjakan (S.
Ash-Shaff, ayat 3).
Berfirman
Allah Ta'ala mengenai kisah Nabi Syu'aib as. : "Aku tidak kehendaki
bertentangan dengan kamu kepada apa yang Aku larangkan kamu dan padanya ".
(s.Hudd Ayat 88)
Berfirman
Allah Ta'ala : "Berbaktilah
kepada Allah dan Allah mengajarkan kamu "(Al-Baqarah, ayat 282).
Berfirman
Allah Ta'ala :
"Berbaktilah kepada Allah dan tahulah! Dan berbaktilah kepada Allah dan
dengarlah
Berfirman
Allah Ta'ala kepada Isa as. :
"Hai Putera Maryam! Ajari-lah dirimu sendiri! Jika engkau telah memperoleh
pelajaran, maka ajarilah orang lain. Kalau tidak, maka malulah kepada-Ku
!"
Bersabda
Nabi saw. : مررت
ليلة أسري بي بأقوام تقرض شفاههم بمقاريض من نار فقلت "Aku lalui pada malam isra'ku pada beberapa kaum yang disayat
bibirya dengan gunting-gunting dari api neraka. Maka aku tanyakan : من أنتم "Siapakah kamu ini?"فقالوا Mereka menjawab : كنا نأمر بالخير ولا نأتيه وننهى عن
الشر ونأتيه
"Kami adalah orang yang menyuruh dengan kebaikan dan tidak kami kerjakan.
Kami melarang dari kejahatan dan kami kerjakan". (1)
1.Dirawikan Ibnu Hibban dari Anas.
Bersabda Nabi saw. :هلاك أمتي عالم فاجر وعابد جاهل وشر
الشرار شرار العلماء وخير الخيار خيار العلماء (Halaaku ummatii 'aalimun faajirun wa 'aabidun jaahilun wa
syar-rusy-syiraari syiraarul ulamaa-i wa khairul khiyaari khiyaarul 'ula-maa').Artinya
:"Yang binasa dari ummatku ialah orang berilmu yang dhalim dan orang yang
beribadat yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan orang berilmu
dan kebaikan yang paling baik ialah kebaikan orang yang berilmu ". (1)
Berkata
Al-Auza'i ra. :
"Diduga oleh pembuat peti-peti mayat bahwa tak ada yang lebih busuk selain
dari mayat orang-orang yang tak beriman. Maka diwahyukan Tuhan kepadanya bahwa
perut ulama su' lebih busuk dari itu".
Berkata
Al-Fudlail bin 'Iyadl ra. :
"Sampai kepadaku bahwa orang berilmu yang fasiq didahulukan penyiksaannya
pada hari qiamat, daripada penyembah-penyembah berhala".
Berkata
Abud-Darda' ra. :
"Siksaan neraka bagi orang yang tidak berilmu, satu kali dan bagi orang
yang berilmu yang tidak menga-malkan tujuh kali".
Berkata
Asy-Sya'bi :
"Muncul pada hari qiamat suatu golongan dari penduduk sorga, berhadapan
dengan suatu golongan dari pen-duduk neraka. Maka bertanya penduduk sorga :
"Apakah sebabnya maka tuan-tuan dimasukkan ke dalam neraka? Adapun kami
ini, maka dimasukkan Allah ke dalam sorga ialah karena kelebihan pengajaran dan
pelajaran tuan-tuan
Maka
menjawab penduduk. neraka :
"Karena kami menyuruh dengan kebajikan dan tidak kami kerjakan, melarang dari
kejahatan dan kami kerjakan".
Berkata
Hatim Al-Ashamm ra. :
"Tidak adalah kerugian yang paling hebat pada hari qiamat, selain dari
orang yang mengajari manusia ilmu pengetahuan lalu diamalkan mereka, sedang dia
sendiri tidak mengamalkannya. Maka mereka memperoleh kemenangan dengan sebabnya
dan dia sendiri binasa "
Berkata
Malik bin Dinar: "Bahwa orang yang berilmu apabila tidak berbuat sepanjang
ilmunya, maka lenyaplah pengajarannya dari hati manusia seperti lenyapnya embun
pagi dari bukit Shofa".
1.Dirawikan AdDarimi dari AtAhwash bin Hakim hadits mursal.
Maka berpantunlah mereka :
"Wahai
pengajar manusia !
Engkau
tertuduh........................
Engkau
larang mereka beberapa perkara,
Engkau
sendiri mengerjakannya...............
Engkau
rajin menasehati mereka ...............................
tetapi,
segala yang terlarang, engkau yang mengerjakannya itu.
Engkau
hinakan dunia dan orang yang suka kepadanya,
sedang
engkau sendiri paling suka kepada dunia itu............"
Berkata
penyair lain :
"Janganlah
engkau melarang sesuatu tingkah laku
dan
engkau sendiri mengerjakannya,
Amatlah
sangat memalukan kamu,
apabila
engkau sendiri memperbuatkannya".
Berkata
Ibrahim bin Adham ra. : "Aku melewati batu besar di Makkah yang tertulis
diatasnya Balikkanlah aku, engkau akan dapat mengambil ibarat (suatu
pemandangan) Maka aku balikkan lalu aku lihat tertulis padanya : "Dengan
yang engkau ketahui tidak engkau kerjakan, maka bagaimana engkau mencari ilmu
tentang sesuatu yang belum engkau ketahui!"
Berkata
Ibnus-Sammak ra. :
"Berapa banyak orang yang memperingatkan orang lain kepada Allah, yang
lupa kepada AllahI Berapa banyak orang yang memberi peringatan supaya takut
kepada Allah, yang berani menentang Allah! Berapa banyak orang yang mengajak
orang lain mendekatkan diri kepada Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak
orang yang menyerukan orang lain kepada AUah; yang lari dari Allah! Dan berapa
banyak orang yang membaca Kitab Allah, terhapus hatinya dan ayat-ayat
Allah!".
Berkata
Al-Auza'i :
"Apabila diperhatikan benar perbaikan bahasa, maka hilanglah khusu'
".
Diriwayatkan
Makhul dari Abdur Rahman bin Ghanam bahwa Abdur Rahman mengatakan :
"Berceritera kepadaku sepuluh orang shahabat Nabi saw. dengan katanya :
"Kami sedang belajar ilmu di masjid Quba tiba-tiba masuk Rasulullah saw.
lalu bersabda :
تعلموا
ما شئتم أن تعلموا فلن يأجركم الله حتى تعملوا
(Ta'aUamuu maa syi'tum an ta'allamuu falan
ya'jarakumullaahu hattaa ta'maluu).Artinya :"Pelajarilah apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi engkau tidak diberi pahala oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkari". (1)
Bersabda
Nabi Isa as. :
"Orang yang mempelajari ilmu dan tidak mengamalkannya adalah seumpama
wanita yang berbuat serong dengan sembunyi, maka ia hamil. Setelah bersalin,
maka, pecahlah kabar tentang perbuatan jahat wanita tersebut.
Maka
begitu pulalah orang yang tidak berbuat menurut ilmunya, akan disiarkan Allah
pada hari qiamat dihadapan orang banyak".
Berkata
Mu'adz ra. ; "Jagalah tergelincirnya orang berilmu, karena kedudukannya
tinggi di mata orang banyak! Maka dia diikuti mereka, meskipun dia telah
tergelincir".
Berkata
Umar ra. : "Apabila
tergelincir orang yang berilmu, maka tergelincirlah alam makhluk".
Berkata
Umar ra.: "Dengan
tiga sebab hancurlah zaman. Salah satu dari padanya, tergelincirnya orang
berilmu "
Berkata
Ibnu Mas'ud : "Akan
datang kepada manusia suatu masa, yang terbalik kemanisan hati menjadi asin.
Sehingga pada hari itu, orang yang berilmu dan yang mempelajari ilmu tak dapat
mengambil manfaat dari ilmunya. Maka hati orang-orang yang berilmu, dari mereka
seumpama tanah kosong yang bergaram, yang turun kepadanya hujan dari langit,
maka tidak juga diperoleh rasa tawar padanya. Yaitu, apabila condong hati orang
berilmu kepada mencintai dunia dan melebihkannya dari akhirat. Maka pada ketika
itu, dicabutkan Allah sumber-sumber hikmah dan dipadamkanNya lampu petunjuk
dari hati mereka. Maka akan diceriterakan kepadamu oleh orang yang berilmu dari
mereka itu ketika engkau menjumpainya, bahwa dia takut akan Allah dengan
lisannya. Dan kedzaliman jelas kelihatan pada amal-perbuatannya. Alangkah
suburnya lidah mereka ketika itu dan tandusnya hati mereka! Demi Allah yang
tiada Tuhan melainkan Dia! Tidaklah terjadi yang demikian itu selain karena
para guru mengajar bukan karena Allah dan para pelajar belajar bukan kerena
Allah".
1.Dirawtkan Alqamah bin AbdulBarr dari Mu'adz dengan sanad dla'if.
Dalam
Taurat dan Injil tertulis :
"Janganlah engkau mencari ilmu yang belum engkau ketahui, sebelum engkau
amalkan apa yang telah engkau ketahui".
Berkata
Hudzaifah ra. :
"Sesungguhnya engkau sekarang berada pada zaman, di mana orang yang
meninggalkan sepersepuluh dari yang diketahuinya, menjadi binasa. Dan akan
datang suatu zaman, di mana orang yang mengerjakan padanya sepersepuluh dari
apa yang diketahuinya, niscaya ia selamat. Sebabnya, adalah karena banyaknya
orang yang berbuat batil".
Ketahuilah
bahwa orang berilmu itu adalah serupa dengan kadli (hakim). Nabi صلى
الله عليه وسلم..
bersabda :
القضاة
ثلاثة قاض قضى بالحق وهو يعلم فذلك في الجنة وقاض قضى بالجور وهو يعلم أو لا يعلم
فهو في النار وقاض قضى بغير ما أمر الله به فهو في النار
(Al-Qudlaatu
tsalaateatun qaadlin qadlaa bil haqqi wa huwa yalamu fadzaalika fil jannah, wa
qaadlin qadlaa bil jauri wa huwa yalamu aulaa yalamu fahuwa finnaari wa qaadlin
qadlaa bighairi maa amarallaahu bihii fahuwa finnaar).Artinya :"Kadli itu
tiga macam : semacam menghukum dengan yang benar dan dia itu tahu, maka dia itu
dalam surga. Semacam menghukum dengan kedzaliman dan dia itu tahu atau tidak
tahu yang demikian maka dia itu dalam neraka. Dan semacam lagi menghukum di
luar daripada perintah Allah, maka dia itu dalam neraka". (1)
Berkata
Ka'ab ra. : "Adalah
pada akhir zaman, orang-orang yang berilmu, menyuruh manusia zuhud dari dunia
dan mereka sendiri tidak zuhud. Menyuruh manusia takut kepada Tuhan dan mereka
sendiri tidak takut. Melarang manusia mendatangi wali-wali negeri dan mereka
sendiri datang kepada wali-wali negeri itu. Mereka memilih dunia dari akhirat,
mereka makan hasil usaha lidah mereka. Mereka mendekati orang-orang kaya, tidak
orang-orang mtsfiin. Mereka cemburu kepada ilmu pengetahuan seperti kaum wanita
cemburu kepada kaum laki-laki. Ia marah kepada teman duduknya apabila ia duduk
dengan orang lain.Orang-orang yang berilmu semacam itulah, orang-orang yang
keras hati, musuh Tuhan Yang Maha Pengasih ".
1.Dirawikan pengarang kitab "AsSunan" dari Buraidah dan ini hadits shahih.
Bersabda
Nabi saw. : Kadang-kadang setan itu menangguhkan kamu dengan ilmu
Lalu
bertanya yang hadlir : "Ya Rasulullah Bagaimana yang demikian itu?
Menjawab
Nabi saw. : إن الشيطان ربما يسوفكم بالعلم، فقيل يا رسول الله وكيف
ذلك، : صلى الله عليه وسلم: يقول اطلب العلم ولا تعمل حتى تعلم فلا يزال للعلم
قائلا وللعمل مسوفا حتى يموت وما عمل"Yaitu, setan itu mengatakan : "Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum tahu benar. Maka senantiasa-lah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan menangguhkan terhadap amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak beramal". (1)
Berkata
Sirri As-Suqthi : "Adalah seorang laki-laki mengasingkan diri pergi
beribadah, di mana tadinya amat rajin mempelajari ilmu dhahir. Maka aku
bertanya kepadanya, lalu ia menjawab : "Saya bermimpi berjumpa dengan
orang yang mengatakan kepadaku : "Berapa banyak engkau menyia-nyiakan
ilmu, maka sebanyak itu pulalah engkau disia-siakan Allah". Aku menjawab
bahwa aku memelihara ilmu itu, maka berkata orang yang dalam mimpi tadi:
"Memeliharakan ilmu ialah mengamalkan ilmu itu". Maka aku tinggalkan
belajar dan pergi beramal".
Berkata
Ibnu Mas'ud ra. :
"Tidaklah ilmu itu dengan banyak ceritera, tetapi ilmu itu takut kepada
Tuhan".
Berkata
Al-Hasan : "Pelajarilah apa yang kamu mau mempelajarinya! Demi Allah! Kamu
tidak akan diberi pahala oleh Allah sebelum beramal. Sebab orang-orang bodoh
itu, cita-citanya meriwayatkan ilmu dan orang-orang yang berilmu itu cita-citanya
memelihara ilmu itu dengan amal".
Berkata
Malik ra. '"Menuntut ilmu itu baik dan mengembangkannya baik apabila niat
itu betul. Tetapi perhatikanlah, apa yang harus bagimu dari pagi sampai petang!
Maka janganlah engkau lebihkan sesuatu itu dari ilmu".
Berkata
Ibnu Ma'ud ra. : "Di turunkan Al-Quran untuk diamalkan. Maka ambillah
mempelajarinya menjadi amalan. Dan akan datang suatu kaum yang membersihkan
Al-Quran seperti membersihkan selokan. Mereka itu tidaklah termasuk orang baik.
Orang berilmu yang tidak mengamalkan, adalah seumpama orang sakit yang
menerangkan tentang obat dan seumpama orang lapar yang menerangkan tentang
kelezatan makanan dan makanan itu tidak diperolehnya".
1.Dirawikan dari Anas dansan sanad dla'if.
Searah
dengan yang diatas tadi, firman Allah Ta'ala :
وَلَكُمُ
الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ(Wa lakumul wailu mimmaa tashifuun).Artinya :"Bagi kamu neraka wailun dari apa yang kamu terangkan(S. Al-Anbia, ayat 18).
Dalam
hadits tersebut
إنما
أخاف على أمتي زلة عالم وجدال منافق في القرآن(Innamaa akhaafu 'alaa ummatii zillatu 'aalimin wa jidaalu munaa-fiqin fil Qur-an).
Artinya :"Diantara yang aku takuti atas ummatku ialah tergelincirnya orang berilmu dan pertengkaran orang munafiq tentang Al-Quran". (1)
Dan
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kesungguhannya mencari ilmu yang
berguna tentang akhirat, yang menggembirakan pada ta'at, menjauhkan diri dari
ilmu pengetahuan yang sedikit manfa'atnya dan banyak padanya pertengkaran, kata
ini dan kata itu (qil dan qal).
Orang
yang mengenyampingkan pengetahuan untuk beramal dan sibuk dengan pertengkaran
adalah seumpama orang sakit, yang pada tubuhnya bermacam-macam penyakit dan ia
berjumpa dengan seorang dokter yang ahli, pada waktu yang sempit yang hampir
habis. Maka si sakit tadi menggunakan waktu yang sedikit itu untuk menanyakan
kegunaan resep, obat dan keganjilan-keganjilan dalam ilmu kedokteran dan
meninggalkan kepentingannya yang mendesak untuk memperoleh pengobatan.
Orang
yang semacam itu adalah bodoh sekali.
Diriwayatkan
bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata :
"Ajarilah hamba ilmu yang ganjil-ganjil!".
1.Dirawikan AthThabrani dari AbidDarda' dan Ibnu Hibban dari Imran bin Hushain.
Maka
menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم. : "Apakah yang engkau perbuat mengenai pokok pengetahuan
?".
Bertanya
orang itu:"Yang manakah pokok pengetahuan itu?".Menjawab Nabi saw.:
هل عرفت الرب تعالى "Kenalkah engkau akan Tuhan?". قال نعم "Kenal", menjawab orang itu.
"Apakah yang engkau perbuat tentang hak Allah Ta'ala?".
"Masya Allah banyak!!! jawab orang itu.
"Kenalkah engkau akan mati ? tanya Nabi saw.
"Kenal, ya Rasulullah!' jawabnya.
"Apakah yang engkau sediakan untuk mati?' tanya Nabi saw, lagi. "
Masya Allah banyak! jawabnya.
Kemudian, maka bersabda Nabi saw. : إذهب فأحكم ما هناك ثم تعال نعلمك من غرائب العلم
"Pergilah, kemudian kuat-kanlah apa yang ada di Sana , Sudah itu datanglah ke mari, akan kami ajarkan engkau ilmu yang ganjil-ganjil!". (1)
Tetapi
sewajarnyalah hendaknya, pelajar itu sejenis dengan apa yang diriwayatkan dari
Hatim Al-Ashamm - murid dari Syaqiq AI-Balakhi ra. Bahwa Syaqiq bertanya kepada
Hatim "Sejak kapan engkau bersama
aku?".
Menjawab
Hatim : "Sejak tiga puluh tiga tahun!".
Bertanya
lagi Syaqiq : "Apakah yang engkau pelajari padaku selama itu?".Menjawab Hatim : "Delapan masalah!".
Berkata Syaqiq dengan terperanjat : إنا لله وإنا إليه راجعون "Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun! Terbuanglah saja umurku bersamamu. Dan engkau tidak pelajari kecuali delapan masalah saja".
Menyela Hatim : "Wahai guruku! Aku tidak pelajari yang lain dan aku tidak ingin berdusta".
Maka menyambung Syaqiq : "Terangkanlah masalah yang delapan itu supaya aku dengar!".
Berkata Hatim :
"Aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat masing-masing
mempunyai kekasih dan ingin bersama dengan kekasihnya sampai ke kubur. Maka
apabila telah sampai ke kubur, niscaya ia berpisah dengan kekasih itu. Maka aku
mengambil perbuatan baik menjadi kekasihku. Maka apabila aku masuk kubur, masuk
pulalah kekasihku bersama aku"
1.Diriwayatkan Ibus-Slnni dan Abu Na'im dan Ibnu Abdil Barrdari Abdullah bin AI-Munawwar dan hadits ini dla'if
Maka
berkata Syaqiq : "Benar sekali, ya Hatim! Dan yang kedua?*'. Menyambung
Hatim : "Aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ , فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
(Wa
ammaa man khaafa maqaama rabbihii wa nahannafsa 'anil hawaa fainnal jannata
hiyal ma'waa)
Artinya
:"Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran Tuhannya dan menahan
jiwanya dari keinginan yang rendah (hawa nafsu), maka sesungguhnya taman
(sorga) tempat kediamannya".(S.An-Nazi'at, ayat 40 – 41).
Maka
yakinlah aku bahwa firman Allah Ta'ala itu benar. Lalu aku perjuangkan diriku
menolak hawa nafsu itu, sehingga tetaplah aku ta'at kepada Allah Ta'ala.
Yang
ketiga, aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat, bahwa tiap-tiap
orang yang ada padanya sesuatu benda, menghargai, mehilai dan memeliharai benda
itu. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
مَا
عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
(Maa
'indakum yanfadu wa maa'indallaahi baaq).Artinya :"Apa yang di sisi kamu
itu akan hilang tetapi apa yang ditisi Allah itulah yang kekal".(S.
An-Nahl, ayat 96).
Maka
tiap kali jatuh ke dalam tanganku sesuatu yang berharga dan bernilai, lalu
kuhadapkan dia kepada Allah, semoga kekal dia ter-pelihara pada sisiNya.
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
(Inna
akramakum 'indallaahi atqaakum).Artinya :"Yang termulia dari kamu pada
sisi Allah ialah yang kuat taqwanya (baktinya)"(S. Al-Hujurat, ayat 13).
Maka
berbuat taqwalah aku, sehingga adalah aku menjadi orang mulia di sisi Allah.
Yang
kelima, aku memandang kepada makhluk ini, di mana mereka itu tusuk-menusuk satu
sama Iain, kutuk-mengutuk satu sama lain. Dan asal ini semuanya, ialah dengki
Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
نَحْنُ
قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا(Nahnu qasamnaa bainahum ma'iisyatahum fil hayaatid-dunya).Artinya:"Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka dalam kehidupan di dunia ini".(S. Az-Zukhruf, ayat 32).
Maka
aku tinggalkan dengki itu. Dan aku jauhkan diri dari orang banyak. Dan aku tahu
bahwa pembahagian rezeki itu, adalah dari sisi Allah Ta'ala. Maka aku
tinggalkan permusuhan orang banyak kepadaku.
Yang
keenam, aku memandang kepada makhluk ini, berbuat kedurhakaan satu sama lain dan
berperang satu sama lain.
Maka
kembalilah aku kepada firman Allah Ta'ala :
إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fattakhidzuuhuAduwwaa).
Artinya :"Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu perlakukanlah dia sebagai musuh!".(S. Al-Fathir, ayat 6).
Maka
aku pandang setan itu musuhku satu-satunya dan dengan sungguh-sungguh aku
berhati-hati dari padanya, karena Allah Ta'ala.Aku mengaku bahwa setan itu
musuhku. Dan aku tinggalkan permusuhan makhluk dengan lainnya.
Yang
ketujuh, aku memandang
kepada makhluk ini, maka aku melihat masing-masing mereka mencari sepotong dari
dunia ini. Lalu ia menghinakan diri padanya dan ia masuk pada yang tidak halal
dari padanya. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
(Wa
maa min daabbatin fil-ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).Artinya :"Dan tidak adalah dari yang merangkak di bumi ini melainkan rezekinya pada Allah(S. Hud, ayat 6).
Maka
tahulah aku bahwa aku ini salah satu dari yang merangkak-rangkak, yang
rezekinya pada Allah Ta'ala. Dari itu aku kerjakan apa yang menjadi hak Allah
atasku dan aku tinggalkan yang menjadi hakku pada sisi-Nya."
Yang
ke delapan, aku
memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat masing-masing mereka bersandar
kepada makhluk. Yang ini kepada bendanya, yang itu kepada perniagaannya, yang
itu kepada perusahaannya dan yang itu lagi kepada kesehatan badannya. Dan
masing-masing makhluk itu bersandar kepada makhluk, yang seperti dia.
Lalu
aku kembali kepada firman Allah Ta'ala :
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ(Wa man yatawak-kal 'alallaahi fahuwa hasbuh).
Artinya :"Dan barangsiapa menyandarkan dirinya kepada Allah, maka Allah mencukupkan keperluannya(S. Ath-Thalaq, ayat 3). Maka akupun menyandarkan diriku (bertawakkal) kepada Allah Ta 'ala. Dan Allah Ta'ala mencukupkan keperluanku".
Berkata
Syaqiq : "Ya Hatim!
Kiranya Allah Ta'ala memberikan taufiq kepadamu! Aku telah memperhatikan segala
ilmu pengetahuan Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran yang mulia, maka aku
peroleh, bahwa segala macam kebajikan dan keagamaan, berkisar diatas delapan
masalah tersebut. Barang siapa memakainya, maka berarti dia telah memakai kitab
empat itu".
Maka
bahagian ini dari ilmu pengetahuan, tidaklah dipentingkan memperolehnya dan
memperhatikannya selain oleh ulama akhirat, Adapun ulama dunia, maka
dikerjakannya yang memudahkan mencari harta dan kemegahan. Dan disiasiakannya
ilmu yang seperti ini, yang diutuskan oleh Allah para Nabi as. Membawanya.
Berkata
Adl-Dlahhakbin Muzahim "Aku dapati para ulama dan tidak dipelajari oleh
sebahagian mereka dari yang lain, melainkan tentang wara' (memelihara diri dari
dosa dan harta syubhat). Tetapi ulama sekarang tidak dipelajarinya selain dari
ilmu kalam".
Dan
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak ingin kepada kemewahan, pada
makanan, minuman dan pakaian. Tidak ingin kepada kecantikan, pada perabot rumah
tangga dan tempat tinggal. Tetapi memilih kesederhanaan pada semuanya itu.
Serupa keadaan-nya dengan ulama salaf, diberi
Allah kiranya rakhmat kepada mereka sekalian. Dan ingin mencukupkan
dengan sedikit-dikitnya dalam segala hal.
Semakin
bertambah keinginannya ke arah sedikit, semakin bertambah dekatnya dengan Allah
Ta'ala dan tinggi kedudukannya dalam barisan ulama akhirat.
Dibuktikan
kepada yang demikian oleh suatu ceritera dari Abu Abdillah Al-Khawwash. Dia
termasuk diantara teman sejawat Hatim Al-Ashamm. Berceritera Abu Abdillah :
"Aku pergi bersama Hatim ke Arrai dan bersama kami tiga ratus dua puluh
orang laki-laki. Kami bermaksud mengerjakan ibadah hajji. Pada mereka itu
kan-tong bulu. Tidak ada bersama mereka kopor pakaian dan makanan. Maka kami
masuk ke tempat seorang saudagar yang sederhana, yang mempunyai belas kasihan
kepada fakir miskin. Pada malam itu kami menjadi tamunya.
Pada
keesokan harinya, bertanya tuan rumah kepada Hatim : "Apakah saudara ada
mempunyai keperluan apa-apa? Sebab saya bermaksud hendak mengunjungi seorang
ahli fiqih kami, yang sedang sakit sekarang".
Menjawab
Hatim : "Mengunjungi orang sakit ada kelebihannya dan memandang wajah ahli
fiqih itu suatu ibadah. Saya pun pergi bersama tuan!".
Adalah
yang sakit itu Muhammad bin Muqatil kadli negeri Arral Ketika sampai kami di
pintu, rupanya suatu istana yang mulia dan cantik. Hatim termenung, seraya
berkata : "Beginikah pintu rumah seorang yang berilmu (seorang
alim)?".
Kemudian
diizinkan, lalu mereka masuk. Rupanya sebuah rumah yang sangat cantik, cukup
luas, bersih, berpemandangan indah dan bertirai. Maka Hatim termenung.
Kemudian
mereka masuk ke tempat di mana orang Sakit itu berada. Disitu orang sakit
berbaring diatas kasur yang empuk. Dikepalanya seorang bujang dengan memegang
alat pemukul lalat.
Maka
duduklah yang berkunjung tadi (saudagar itu) di samping kepala si sakit,
menanyakan keadaan sakitnya, sedang Hatim berdiri saja. Lalu Ibnu Muqatil
(orang sakit itu) mempersilakan Hatim duduk. Hatim menjawab : "Tak usah,
tuan!".
Ibnu
Muqatil bertanya : "Barangkali ada perlu?".
"Ada
jawab Hatim.
"Apa?'
tanya Ibnu Muqatil.
"Ada
suatu masalah yang ingin saya tanyakan kepada tuan!',' sambung Hatim.
"Tanyalah!".
"Bangunlah
tuan!'; kata Hatim. "Duduklah, supaya aku tanyakan!".
Maka
bangunlah Ibnu Muqatil dan duduk. Lalu Hatim bertanya : "Ilmu tuan ini,
dari mana tuan ambil?".
"Dari
orang-orang yang dapat dipercayai, yang menerangkan ilmu itu kepada saya".
"Orang-orang
itu, dari siapa?".
"Dari
para shahabat Rasulullah saw. ".
"Para
shahabat itu, mengambil dari siapa?".
"Dari
Rasulullah saw.".
"Rasulullah
saw. mengambil dari siapa?".
"Dari
Jibril as. dan Jibril mengambil dari pada Allah Ta'ala".
Maka
berkata Hatim : "Menurut apa yang dibawa Jibril as. daripada Allah Ta'ala
kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. membawanya kepada para shahabatnya
dan para shahabat kepada orang-orang yang dipercayai dan Orang-orang yang
dipercayai membawanya kepada tutan ma'siat, seumpama bermanis muka, menjaga hati orang banyak
dan kehormatan mereka serta hal-hal lain yang terlarang. Untuk penjagaan diri
hendaklah menjauhkan yang demikian. Karena orang yang berkecimpung dalam dunia,
tidaklah sekali-kali selamat terpelihara dari padanya.
Menjawab
Ibnu Muqatil: "Tidak!".
Berkata
Hatim : "Bagaimana yang tuan dengar?".Menjawab Ibnu Muqatil : "Yang saya dengar bahwa orang yang zuhud di dunia, gemar ke akhirat, mencintai orang miskin dan mendahulukan untuk akhiratnya, maka memperoleh kedudukan yang tinggi pada sisi Allah Ta'ala".
Berkata
Hatim : "Tuan sekarang, siapa yang tuan ikut,Nabikah serta para shahabat
ra. dan orang-orang shalih ra. Fir'aun dan Namruz, orang pertama yang
mendirikan gedung dengan batu marmer dan batu merah?.
Wahai
ulama su' (ulama jahat)! Orang yang seperti tuan, bila dilihat oleh orang
bodoh, yang memburu dan gemar kepada dunia, akan berkata : "Orang yang
berilmu sudah begitu, apakah tidak patut aku lebih jahat lagi dari
padanya?".
Maka
keluarlah Hatim dari sitti dan bertambahlah penyakit Ibnu Muqatil.
Peristiwa
yang terjadi antara Hatim dan Ibnu Muqatil, sampai kepada penduduk Arrai, lalu
berkatalah mereka kepada Hatim : "Bahwa Ath-Thanafisi di Qazwin lebih
mewah lagi dari Ibnu Muqatil".
Maka
sengajalah Hatim pergi ke sana, lalu masuk ke rumah Ath-Thanafisi seraya
berkata: "Kiranya tuan diberi rakhmat oleh Allah. Saya ini orang bodoh,
ingin benar tuan ajarkan saya permulaan pelajaran agama dan anak kunci shalat,
bagaimana saya berwudlu untuk shalat!".
Menjawab
Ath-Thanafisi : "Boleh, dengan segala senang hati ! Hai! Ambillah kendi
yang berair".
Lalu
dibawakan kepadanya. Maka duduklah Ath-Thanafisi mengambil wudlu tiga-tiga
kali, kemudian berkata : "Beginilah cara berwudlu ! Cobalah
berwudlu!".
Maka
berkata Hatim : "Biarlah di tempat tuan, supaya saya berwudlu dihadapan
tuan! Sehingga benar-benar tercapai apa yang saya maksudkan".
Maka
bangunlah Ath-Thanafisi, dan duduklah Hatim berwudlu.
Dibasuhnya
ke dua lengannya empat-erapat kali. Lalu menegur Ath-Thanafisi: "Hai,
mengapa engkau memboros ?".
Menjawab
Hatim : "Apa yang saya boroskan?".
"Kau
basuhkan lenganmu empat kali".
Subhanallah!
Maha Suci Tuhan Yang Maha Besar!". Menjawab Hatim. "Hanya setapak
tangan air, sudah memboros. Tuan dengan ini seluruhnya, apakah tidak
memboros?".
Maka
tahulah Ath-Thanafisi, bahwa maksud Hatim bukanlah belajar. Lalu masuklah ia ke
dalam rumahnya dan tidak muncul-muncul di muka umum selama empat puluh hari.
Ketika
Hatim datang di Bagdad, maka berkerumunlah penduduk mengelilinginya seraya
berkata : "Hai Bapak Abdurrahman! Tuan seorang yang sukar mengeluarkan
kata-kata, lagi bodoh. Siapa saja yang berbicara dengan tuan, tuan
potong".
Menjawab
Hatim : "Padaku ada tiga perkara, yang ingin aku lahir-kan kepada lawan
kit : Aku gembira apabila lawanku betul, aku bersedih hati apabila lawanku
salah dan aku jaga diriku jangan sampai tidak mengetahui tentang lawan
itu".
Berita
ini sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal, maka berkatalah Imam Ahmad :
"Subhanallah! Maha Suci Allah! Alangkah cerdasnya Hatim! Nah, mari kita
pergi menjumpai Hatim! Sewaktu telah sampai ke tempat Hatim, maka bertanya Imam
Ahmad : "Hai Bapak Abdurrahman! Manakah keselamatan itu di dunia?".
Menjawab
Hatim : "Hai Bapak Abdullah! Tak ada keselamatan di dunia sebelum ada padamu
empat perkara : Engkau ma'afkan orang kerena kebodohannya, engkau cegah
kebodohan engkau terhadap orang lain, engkau berikan sesuatu kepada orang dan
engkau tidak mengharup sesuatu dari orang. Apabila ada demikian, maka
selamatlah engkau ".
Kemudian
Hatim berangkat ke Madinah. Tiba di situ dia dikeru-muni penduduk Madinah. Maka
Hatim bertanya : "Kota manakah ini?".
Menjawab
orang banyak : "Kota (Madinah) Rasulullah saw.".
"Dimanakah
istana Rasulullah saw.? Saya hendak mengerjakan shalat di dalamnya !".
Rasulullah
saw. tak mempunyai istana!", menjawab orang banyak. "Hanya mempunyai
sebuah rumah yang rendah diatas tanah".
Mana
istana shahabat-shahabatnya?",tanya Hatim pula.
"Tak
ada juga! Mereka hanya mempunyai rumah-rumah yang rendah di atas tanah".
"Kalau
begitu" - kata Hatim. "Hai kaumku! Ini adalah kota Fir'aun!".
Lalu
Hatim diambil penduduk dan dibawanya ke tempat Sultan (penguasa), seraya
mengatakan : "Orang 'Ajam (bukan Arab) ini mengatakan : "Ini kota
Fir'aun!".
Bertanya
Sultan : "Mengapa begitu?".
Menjawab
Hatim : "Janganlah lekas marah kepadaku! Aku ini orang bodoh yang asing di
sini. Saya masuk negeri ini seraya bertanya : "Kota siapakah ini?'.'
Mereka menjawab : kota (Madinah) Rasulullah saw. Lalu saya bertanya :
"Manakah istananya?',' dan Hatim meneruskan ceriteranya.
Kemudian
berkata Hatim : "Telah berfirman Allah Ta'ala :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ(Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah). Artinya :
"Sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (teladan) yang baik untuk kamu "
(S. Al-Ahzab, ayat 21).
Maka
tuan-tuan, siapakah yang tuan-tuan ikut, Rasulullah صلى الله عليه
وسلم. atau Fir'aun
orang yang pertama-tama membangun dengan batu marmer dan batu merah?".
Lalu
mereka biarkan dan tinggalkan Hatim.
Inilah
ceritera Hatim Al-Ashamm-kiranya Allah memberikan rakhmat kepadanya. Dan akan
diterangkan tentang kesederhanaan perjalanan hidup ulama salaf dan
ketidak-sukaan mereka kepada kecantikan dengan bukti-bukti yang menunjukkan
kepada yang demikian, pada tempat-tempatnya nanti.
Sebenarnya,
menghiasi diri dengan yang mubah (yang dibolehkan) tidak haram. Tetapi
berkecimpung dengan yang mubah itu, meng-haruskan suka kepadanya, sehingga
sukar meninggalkannya.
Terus-terusan
menghiasi diri itu, menurut biasanya tidak mungkin bila tidak secara langsung
memperoleh sebab-sebabnya. Untuk menjaga keutuhan sebab-sebabnya itu, terpaksa
berbuat perbuatan ma'siat, seumpama bermanis muka, menjaga hati orang banyak
dan kehormatan mereka serta hal-hal lain yang terlarang. Untuk penjagaan diri
hendaklah menjauhkan yang demikian. Karena orang yang berkecimpung dalam dunia,
tidaklah sekali-kali selamat terpelihara dari padanya.
Jikalau
keselamatan diri itu dapat diperoleh serta berkecimpung di dalam dunia, maka
!! لا يبالغ في ترك
الدنيا حتى نزع القميص المطرز بالعلم
Tidaklah
Rasulullah saw. dengan tegas membelakangi dunia dengan membuka baju kemejanya
yang bersulamkan bendera. (1)
ونزع خاتم الذهب في أثناء الخطبة
Dan
menanggalkan cincin emas ketika sedang pidato. (2).Dan lain-lain contoh lagi yang akan diterangkan.----------------------------------
Menurut
ceritera, Yahya bin Yazid An-Naufali menulis surat kepada Malik bin Anas ra.
seperti berikut:
======================================================
بسم الله الرحمن الرحيم
"Bismillaahir
rahmaanir rahiim.
وصلى الله على رسوله محمد في الأولين
والآخرينWa shallallaahu 'alaa Rasuulihi Muhammadin fil azywaalin wal aahiriin.
Dari
Yahya bin Yazid bin Abdil Malik kepada Malik bin Anas.
Ammaaba'du,
kemudian dari itu, sesungguhnya telah sampai kepadaku, bahwa tuan memakai
pakaian halus, memakan roti tipis, duduk atas tempat yang empuk dan meletakkan
pada pintu seorang penjaga.
Sesungguhnya
tuan duduk dalam majelis ilmu pengetahuan, kendaraan berkerumun ke rumah tuan,
manusia datang kepada tuan. Diambilnya tuan menjadi imam dan disukai mereka
perkataan tuan.
Maka
bertaqwalah kepada Allah Ta'ala wahai Malik! Hendaklah tuan merendahkan diri !.
Aku
tuliskan kepada tuan nasehatku ini, dalam suatu surat yang tidak dilihat,
selain Allah Subkhanahu wa Ta'ala".
والسلام
W a s s a I a m,
1.Dlrawikan AlBakhari dan Muslim dari Aishah ra.
2.Dirawlkan AlBukhari dan Muslim dari Ibnu Umar.
Lalu
Malik ra. membalas surat Yahya sebagai berikut:-------------------------
بسم الله الرحمن الرحيم
"Bismillaahir
rahmaanir rahiim.
Wa
shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa aalihii wa shah-bihii wa sallam.
Dari
Malik bin Anas kepada Yahya bin Yazid. Kesejahteraan dari Allah kiranya kepada
tuan!.
Ammaaba'du,
kemudian dari itu, telah sampai surat tuan kepadaku, maka aku pandang surat itu
menjadi nasehat, tanda kasih mesra dan ketinggian budi. Kiranya Allah
mengurniai tuan dengan ke taq-waan dan memberi balasan kepada tuan dengan
kebajikan, disebabkan nasehat itu.
Aku
bermohon, kiranya Allah menganugerahkan taufiq wa laahau-la wa laa quwwata
illaa billaahil 'aliyyil adhiim.
Apa
yang tuan sebutkan mengenai saya, bahwa saya memakan roti tipis, memakai
pakaian halus, memakai penjaga pintu dan duduk di atas tempat yang empuk, maka
benarlah kami berbuat dimikian. Dan bermohonlah kami akan keampunan dari pada
Allah Ta'ala. Berfirman Allah Ta'ala :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ
الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
(Qul
man harrama ziinatallaahil-latii akhraja li'ibaadihii wath-thay-yibaati minar
rizqi).
Artinya
:"Katakanlah! Siapakah yang melarang (memakai) perhiasan Allah dan
(memakan)rezeki yang baik yang diadakanNya untuk hambaNya ?".(S. Al-A'raf,
ayat 32).
Sesungguhnya
saya mengetahui, bahwa meninggalkan yang demikian itu adalah lebih baik dari
pada masuk ke dalamnya. Janganlah tuan meninggalkan kami dengan tidak mengirim-ngirimkan
surat, sebagaimana kamipun tidak akan meninggalkan tuan dengan tidak mengirim
ngirimkan surat".
والسلام
W a s s a I a m,
Sesungguhnya
benarlah Imam Malik pada keduanya itu!
Dan
seumpama Imam Malik dalam kedudukannya, apabila dirinya telah membolehkan
dengan keinsyafan dan pengakuan mengenai nasehat yang seperti itu, maka kuat
puialah dirinya untuk berdiri di atas batas-batas yang diperbolehkan. Sehingga
keadaan yang demikian tidaklah membawa dia kepada ria, berminyak-minyak air dan
melampaui kepada perbuatan yang makruh.
Adapun
orang lain, maka tidaklah menyanggupi yang demikian. Meningkatkan diri kepada
bersenang-senang dengan yang diperbolehkan adalah besar bahayanya. Dan itu
adalah jauh dari takut dan kuatir. Dan kekhususan ulama Allah itu, ialah takut.
Dan kekhusus-an dari takut itu, ialah menjauhkan diri dari tempat-tempat yang
disangka berbahaya.
Dan
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah menjauhkan diri dari
sultan-sultan (penguasa-penguasa). Maka tidaklah dia sekali-kali masuk kepada
sultan-sultan itu, selama masih ia memperoleh jalan untuk lari dari pada
mereka. Tetapi seyogialah ia menjaga diri dari pada bercampur-baur dengan
sUltan-sultan itu, meskipun mereka itu datang kepadanya.
Sesungguhnya
dunia itu manis menghijau, tali-temalinya di tangan sultan-sultan. Orang yang
bercampur-baur dengan mereka, tidaklah terlepas dari bersusah-payah mencari
kerelaan dan menarik hati mereka, sedang mereka itu adalah orang dzalim.
Maka
haruslah diatas tiap-tiap orang yang beragama, menantang mereka dan
menyempitkan dada mereka, dengan melahirkan kedzaliman dan menjelekkan
perbuatan mereka.
Orang
yang masuk ke dalam kalangan sultan-sultan itu, adakalanya menolehkan kepada
berbaik-baik dengan mereka, lalu ia menodai nikmat Allah kepadanya. Atau
berdiam diri dari menantang sultan-sultan itu, lalu ia berminyak-minyak air
dengan mereka. Atau bersusah-payah dalam perkataannya mencari kata-kata untuk
kesenangan dan membaguskan hal ikhwal sultan-sultan itu.
Yang
demikian itu adalah kebohongan yang nyata. Atau mengharap akan memperoleh
apa-apa dari dunia mereka. Dan itu adalah palsu.
Dan
akan datang nanti pada "Kitab Halal dan Haram", apa yang boleh
diambil dari pada harta sultan-sultan dan apa yang tidak boleh dari
barang-barang yang berharga, hadiah dan lainnya.
Kesimpulannya,
bercampur-baur dengan sultan-sultan itu adalah kunci kejahatan. Dan ulama
akhirat, jalan yang ditempuh mereka, ialah menjaga diri.
Nabi
صلى الله عليه وسلم.bersabda :من بدا جفا
Artinya
:"Barang siapa berdiam di kampung, niscaya kosonglah dia ".ومن اتبع الصيد غفل ومن أتى السلطان افتتن
(Wa manit taba'ash shaida ghafala wa man atas sulthaanaftatana).
Artinya :"Dan barang siapa mengikuti binatang buruan, niscaya lalailah dia. Dan barang siapa mendatangi syaitan niscaya terpesonalah dia ".(1)
Nabi
صلى الله عليه وسلم bersabda :
وقال
صلى الله عليه وسلم: سيكون عليكم أمراء تعرفون منهم وتنكرون فمن أنكر فقد برىء ومن
كره فقد سلم ولكن من رضي وتابع أبعده الله تعالى قيل أفلا نقاتلهم"Akan ada padamu amir-amir yang kamu kenal dan kamu tantang. Maka barang siapa menantangnya, sesungguhnya terlepaslah dia. Dan barang siapa benci kepadanya, maka sesungguhnya selamatlah dia. Tetapi barang siapa menyetujui dan mengikutinya, niscaya ia dijauhkan Allah Ta'ala".
Lalu
ada yang bertanya :
"Apakah kami perangi mereka?".
Nabi
صلى الله عليه وسلم.menjawab : لا ما صلوا "Jangan,selama
mereka itu mengerjakan shalat!". (2)
Sufyan
berkata : "Dalam
neraka jahannam, ada sebuah lembah, yang tidak ditempati selain oleh qurra'
(ahli pembaca Al-Quran), yang mengunjungi raja-raja".
1.Dirawikan dari Abu Dawud dan At Tirmidzi dan di pandangnya baik dari AnNasai dari ibnu Abbas
2.Dirawikan Muslim dari Ummi Salmah
Berkata
Hudzaifah :
"Berhati-hatilah kamu dari tempat fitnah!".
Lalu
ada yang bertanya: "Manakah tempat fitnah itu?".
Hudzaifah
menjawab : "Pintu
rumah amir-amir, di mana seseorang dari kamu masuk ke tempat amir itu, lalu
membenarkannya dalam perkara bohong dan mengatakan tentang sesuatu tidak
menurut sebenarnya".
Rasulullah
sawصلى الله عليه وسلم berkata :العلماء
أمناء الرسل على عباد الله تعالى ما لم يخالطوا السلاطين فإذا فعلوا ذلك فقد خانوا
الرسل فاحذروهم واعتزلوهم "Ulama itu adalah pemegang amanah Rasul
di atas hamba Allah Ta'ala, selama mereka tidak bercampur-baur dengan
sultan-sultan. Apabila mereka berbuat yang demikian, maka sesungguhnya mereka
telah mengkhianati rasul-rasul. Maka awaslah kamu dan menjauhkan dirilah kamu
dari pada mereka!". Hadits ini dirawikan Anas. (1)
Orang
menanyakan A'masy : "Tuan telah menghidupkan ilmu pengetahuan, karena
banyaklah orang yang mengambil ilmu pengetahuan itu dari pada tuan".
Maka
A'masy menjawab : "Janganlah Iekas benar mengatakan yang demikian!
Sepertiga dari mereka yang mengambil ilmu padaku itu, meninggal sebelum
mengerti, sepertiga selalu ke rumah sultan-sultan, maka mereka ini adalah orang
jahat dan yang sepertiga sisanya, tiada memperoleh kemenangan, kecuali sedikit
saja". Dan karena itulah berkata Sa'id bin Al-Musayyab ra. : "Apabila
kamu melihat orang alim, datang menipu amir-amir, maka waspadalah dari padanya,
karena dia itu pencuri ".
Al-Auza'i
berkata : "Tak adalah sesuatu yang lebih dimarahi Allah Ta'ala, dari orang
alim yang mengunjungi pekerja (yang bekerja pada amir)".
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda :شرار
العلماء الذين يأتون الأمراء وخيار الأمراء الذين يأتون العلماء
(Syiraarul 'ulamaa-i lladziina ya'tuunal umaraa-a wa khiyaarul umaraa-il
ladziina ya'tuunal 'ulamaa').
Artinya
: "Ulama yang jahat, ialah yang datang kepada amir-amir. Amir yang baik,
ialah yang datang kepada ulama-ulama" (2)
Berkata
Makhul Ad-Dimasyqi ra. : "Barang siapa mempelajari Al-Qur'an dan memahami
Agama, kemudian menyertai sultan, karena bermanis muka kepadanya dan mengharap
sesuatu padanya, niscaya masuklah ia ke dalam laut dari neraka jahannam menurut
bilangan langkahnya".
1.Hadis ini dirawikan oleh Aluqoaili dan diterangkan oleh ibnu Jauzi dalam Hadis Maudhu
2.Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Hurairah dengan Sanad Dlaif
Samnun
berkata : "Alangkah kejinya orang alim, yang didatangi ke tempatnya, lalu
tidak dijumpai. Maka ditanyakan tentang orang alim tadi, lalu mendapat
penjawaban : "Dia itu pada amir".
Menyambung
Samnun : "Aku pernah mendengar orang mengatakan : "Apabila kamu
melihat orang alim mencintai dunia, maka curigailah dia terhadap Agamamu!
Sehingga aku sendiri mencoba yang demikian. Karena tidaklah sekali-kali aku
masuk ke tempat sultan itu, melainkan aku mengoreksi diriku sesudah keluar dari
padanya. Maka aku dapati di atas diriku bekas dan kamu dapat melihat apa yang
aku peroleh itu. Yaitu : kekerasan, kekasaran dan banyaknya pertentangan untuk
hawa nafsu. Sesungguhnya aku ingin dapat melepaskan diri dari pada masuk ke
tempat sultan itu untuk penjagaan diri. Sedang aku tidak pernah mengambil sesuatu
dari padanya atau meminum seteguk air kepunyaannya".
Kemudian
Samnun menyambung : "Ulama zaman kita ini, adalah lebih jahat dari ulama
Bani Israil, yang berbicara dengan sultan dengan murah saja dan dengan yang
bersesuaian dengan hawa nafsu sultan. Dan kalau mereka berbicara dengan sultan
dalam hal yang menjadi tanggungan sultan dan dalam hal itu dapat melepaskan
sultan, niscaya sultan itu merasa berkeberatan. Dan tidak suka lagi ulama itu
masuk ke tempatnya. Dan adalah yang demikian itu melepaskan bagi ulama pada
sisi Tuhannya".
Al-Hasan
berkata : "Adalah diantara orang yang sebelum kamu, seorang laki-laki yang
terdahulu dalam Islam dan menjadi shahabat bagi Rasulullah saw. Berkata
Abdullah bin Al-Mubarak : yang dimaksudkan dengan orang tadi, ialah Sa'ad bin
Abi Waqqash ra —, Al-Hasan berkata sfeterusnya : "Orang itu tak pernah
mendatangi sultan-sultan dan melarikan diri dari mereka".
Lalu
anak-anaknya berkata kepadanya :"Datangnya kepada sultan-sultan itu, orang
yang tidak seperti ayah tentang pershahabatan dengan Nabi saw. dan lamanya
dalam Islam. Kalau ayah datang kepada sultan-sultan itu, bagaimana?".
Orang
itu menjawab : "Hai anakkuf Apakah aku datang kepada bangkai yang telah
dilingkungi orang banyak? Demi Allah, sesungguhnya, jikalau aku sanggup,
.niscaya tidaklah aku bersekutu dengan mereka pada bangkai itu".
Menjawab
anak-anaknya : "Wahai ayah kami! Jadi binasalah kami ini kekurusan!".
Menjawab
orang itu : "Hai anak-anakku! Aku lebih suka mati sebagai mu'min yang
kurus, dari pada aku mati sebagai munafiq yang gemuk".
Berkata
Al-Hasan : "Orang itu memusuhi sultan-sultan itu, karena demi Allah ia
mengetahui, bahwa tanah memakan daging dan minyak, tidak memakan iman".
Dan
ini suatu petunjuk, bahwa orang yang memasuki tempat sultan tidak akan selamat
sekali-kali dari nifaq (bermuka dua). Dan nifaq itu adalah berlawanan dengan
iman.
Abu
Dzar berkata kepada Salmah : "Wahai Salmah, janganlah engkau mendatangi
pintu sultan-sultan! Sesungguhnya engkau tidak akan memperoleh sesuatu dari
pada dunia mereka, melainkan mereka memperoleh dari agama engkau yang lebih
utama dari padanya".
Inilah
suatu fitnah besar bagi ulama dan jalan yang sulit bagi setan untuk
memperdayakan ulama. Lebih-lebih bagi ulama yang mempunyai cara berbicara yang
mudah diterima orang dan mempunyai perkataan yang manis. Karena senantiasalah
setan membisikkan kepada ulama itu bahwa : "Nasehatmu kepada sultan-sultan
dan kedatanganmu kepadanya, adalah hal yang menakutkan mereka dari berbuat
dhalim dan menegakkan syiar-syiar Agama". Sampai menjadi khayalan kepada
ulama itu, bahwa masuknya ke rumah sultan-sultan itu adalah setengah dari
agama.
Kemudian,
apabila telah masuk, lalu senantiasalah ia bersikap lemah-lembut dalam
pembicaraan, berminyak-minyak air dan berkecimpung dengan memuji dan menyanjung.
Dan pada inilah terletaknya kebinasaan Agama. Dan ada dikatakan : "Ulama
itu apabila telah berilmu, niscaya berbuat (beramal). Apabila berbuat, niscaya
sibuk. Apabila telah sibuk, lalu hilang. Apabila telah hilang, lalu dicari. Dan
apabila dicari lalu lari".
Umar
bin Abdul 'aziz ra. menulis surat kepada Al-Hasan : "Am-maaba'du, kemudian
dari itu, maka tunjukkanlah kepadaku golong-an-golongan yang dapat aku meminta
tolong padanya, untuk menegakkan perintah Allah Ta'ala!".
Maka
Al-Hasan membalas surat Khalifah Umar bin Abdul 'aziz tadi : "Adapun kaum
agama, maka mereka tidak berkehendak kepadamu. Dan adapun kaum dunia, maka
engkau tidak berkehen-dak kepada mereka. Akan tetapi, haruslah engkau dengan
orang-orang mulia, karena mereka menjaga kehormatan dirinya dari pada
menodainya dengan pengkhianatan".
Ini
adalah mengenai Umar bin Abdul 'aziz ra. dan adalah ia yang paling zuhud pada
zamannya.
Maka
apabila adalah syarat bagi kaum Agama lari dari Umar, maka bagaimanakah
memperoleh perbandingan untuk mencari orang lain dan bercampur-baur dengan dia?
Dan selalu ulama-ulama terdahulu, seperti : Al-Hasan, Ats-Tsuri, Ibnul-Mubarak,
Al-Fudlail, Ibrahim bin Adham dan Yusuf bin Asbath, memperkatakan mengenai
ulama dunia, dari penduduk Makkah, negeri Syam dan lain-lain, Adakalanya karena
mereka itu cenderung kepada dunia dan adakalanya karena bercampur-baur dengan
sultan-sultan.
Dan
diantara tanda-tanda ulama akhirat, ialah tidak tergesa-gesa memberi fatwa.
Tetapi berdiri teguh menjaga diri dari memberi fatwa selama masih ada jalan
untuk melepaskan diri.
Jikalau
ia ditanyakan tentang apa yang diketahuinya benar-benar dengan dalil (nash)
Kitabullah atau Hadits atau ljma' atau qias yang nyata, niscaya berfatwalah
dia. Dan jikalau ditanyakan tentang sesuatu yang diragukannya, maka ia menjawab
: "Saya tidak tahu (Laa adrii)" Dan jikalau ditanyakan suatu
persoalan yang hampir diyakininya (dhan), berdasarkan ijtihadnya dan
terkaannya, maka dalam hal ini ia berhati-hati, mempertahankan diri dan
menyerahkan penjawabannya kepada orang lain jikalau ada pada orang lain itu
kemampuan:
Inilah
hati-hati (al-hazmu) namanya, kereka ikut-ikutan berijtihad adalah besar sekali
bahayanya.
Dalam
hadits tersebut:
العلم ثلاثة كتاب ناطق وسنة قائمة ولا
أدري(Al-'ilmu tsalaatsatun : kitaabun naathiqun wa sunnatun qaaimatun walaa adrii).
Artinya :"Ilmu itu tiga : Kitab yang berbicara, Sunnah yang berdiri tegak dan لا أدري Laa adrii
(Saya
tidak tahu)". (1)
1.Dirawikan oleh Abu Dawud Dan Ibnu majah Dari Abdullah Bin Omar-Hadis Marfu
Asy-Sya'bi
berkata : لا أدري Laa adrii ” adalah setengah ilmu.Barang siapa
berdiam diri dimana yang tidak diketahuinya karena Allah Ta'ala, maka tidaklah
kurang pahalanya dari pada orang yang berkata-kata. Karena mengaku bodoh adalah
amat berat bagi jiwa". Begitulah adanya kebiasaan para shahabat dan ulama
salaf ra.
Adalah
Ibnu Umar apabila ditanyakan kepadanya tentang fatwa maka menjawab :
"Pergilah kepada amir itu yang menerima pikul-an tanggung jawab segala
urusan manusia. Maka letakkanlah urusan itu ke atas pundaknya!".
Berkata
Ibnu Mas'ud ra. : "Orang yang memberi fatwa kepada manusia mengenai
tiap-tiap persoalan yang diminta mereka fatwa-nya, adalah gila". Dan
seterusnya beliau berkata : "Benteng orang alim itu, ialah "Laa
adrii" ( لا أدري
saya tidak tahu). Jikalau ia menyalah-kan benteng itu, maka sesungguhnya
telah mendapat bencanalah tempat-tempat ia berperang".
Berkata
Ibrahim bin Adham ra. : "Tidak adalah yang lebih menyu-litkan bagi setan,
selain dari orang alim yang berkata dengan ilmunya dan berdiam diri dengan
ilmuhya. Setan itu berkata : "Lihatlah kepada orang alim ini! Diamnya
lebih sulit bagiku dari pada perkataannya".
Setengah
mereka menyifatkanالأبدال al-abdal
(1), dengan mengatakan : "Orang shaleh itu makannya seberapa perlu,
tidurnya kalau terpak-sa dan kata-katanya kalau sudah penting. Artinya: mereka
tidak berbicara sehingga ditanya. Dan apabila ditanya, lalu mendapat
orang-orang yang memadai, niscaya mereka berdiam diri. Dan kalau diperlukan,
baru mereka menjawab".
Orang-orang
shaleh itu memandang bahwa memulai berbicara sebelum ditanya, adalah termasuk
hawa nafsu yang tersembunyi untuk berbicara.
Saidina
Ali ra. dan Saidina Abdullah ra. melewati seorang laki-laki yang sedang
berbicara dihadapan orang banyak, lalu berkata Ali ra. : "Orang itu akan
mengatakan nanti: "Kamu kenallah aku!".
Berkata
setengah mereka bahwa orang berilmu itu apabila ditanyakan sesuatu masalah,
maka seakan-akan dicabut gusinya. Ibnu Umar berkata : "Kamu bermaksud
menjadikan kami jembatan, yang akan kamu lalui di atas kami ke neraka
jahannam".
# (1) Al Abdal الأبدال ialah orang Shaleh yang selalu ada di dunia ini yang di gantikan oleh tuhan bila ada yang meninggal ( peny).
Abu
Hafash An-Naisaburi berkata : "Orang alim itu, ialah yang takut pada
pertanyaan, dim ana ditanyakan kepadanya pada hari qiamat nanti: "Dari
manakah penjawaban itu kamu peroleh?".
Adalah
Ibrahim At-Taimi apabila ia ditanyakan sesuatu masalah, lalu menangis, seraya
berkata: "Apakah tuan-tuan tidak mendapat orang lain, maka tuan-tuan
mendesak saya?",
Adalah
Abul 'Aliyyah Ar-Rayyahi, Ibrahim bin Adham dan Ats-Tsuri berbicara dihadapan
dua orang, tiga orang dan dihadapan jumlah yang kecil. Apabila orang sudah
banyak lalu mereka itu pergi.
Nabi
saw. bersabda :
وقال
صلى الله عليه وسلم: ما أدري أعزير نبي أم
لا وما أدري أتبع ملعون أم لا وما أدري ذو القرنين نبي أم لا
(Maa
adrii a'uzairun nabiyyun am laa. Wa maa adrii a-tubba'un mal-'uunun am laa. Wa
maa adrii dzulqarnaini nabiyyun am laa).
Artinya
:"Saya tidak tahu, 'Uzair itu nabi atau bukan, Saya tidak tahu, Tub-ba'
itu terkutuk atau tidak. Dan saya tidak tahu, Dzulqarnain itu nabi atau
bukan". (1)
رسول
الله صلى الله عليه وسلم عن خير البقاع في الأرض وشرها قال: لا أدري، حتى نزل عليه
جبريل عليه السلام فسأله فقال: لا أدري، إلى أن أعلمه الله عز وجل أنَّ خير البقاع
المساجد وشرها الأسواق
Tatkala
Rasulullah صلى الله عليه
وسلم ditanyakan
tentang tempat yang terbaik dan yang terburuk di bumi, maka Nabi صلى
الله عليه وسلم
menjawab : "Laa adrii - Saya tidak tahu". Sehingga datanglah Jibril
sa. kepadanya, maka ditanyakannya. Lalu Jibril as. menjawab : "Laa adrii -
Saya tidak tahu"! Sehingga ia diberitahukan oleh Allah 'Azza wa Jalla,
bahwa tempat yang terbaik, ialah masjid dan tempat yang terburuk ialah
pasar".(2)
Adalah
Ibnu Umar ra. ditanyakan sepuluh masalah, maka dijawabnya satu dan berdiam diri
dari sembilan. Dan Ibnu Abbas ra. menjawab sembilan dan berdiam diri dari satu.
Dalam
kalangan ulama fiqh (Fuqaha') ada yang menjawab "Laa adrii", lebih
banyak dari pada menjawab". Adrii - saya tahu". Diantaranya : Sufyan
Ats-Tsuri, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, Al-Fudlail bin 'Iyadl dan Bisyr
bin Al-Harits.
1.Dirawikan Abu Dawud Dan AlHakim Dari Abu Hurairah , Tubba' orang suku Himyar, Orang pertama yang menutupi kaabah dengan Kain
2.Dirawikan Ahmad Abu Ya'Ala Al Bazzar Dan Al Hakim dari ibnu Umar
Abdur-Rahman
bin Ali Laila berkata : "Aku mendapati dalam masjid ini seratus dua puluh
orang shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم Tidak seorangpun dari mereka yang ditanyakan tentang hadits
atau fatwa, melainkan lebih menyukai bahwa temannya saja cukup
menjawabnya".
Pada
kata-kata yang lain dari Abdur-Rahman bin Ali Laila itu berbunyi : "Adalah
suatu masalah dikemukakan kepada salah seorang dari mereka, lalu ia
mengembalikannya kepada yang lain. Dan yang lain itu mengembalikannya kepada
yang Iain pula, sehingga masalah itu kembali kepada orang yang pertama".
Diriwayatkan bahwa teman-teman الصفة Shuffah (1) , dihadiahkan
orang kepala kibasy goreng kepada salah seorang dari mereka, dimana ia sedang
melarat benar. Maka dihadiahkannya hadiah tadi kepada teman yang lain dan teman
yang lain itu menghadiahkannya kepa-dan yang lain pula. Dan begitulah beredar
diantara mereka, sehingga kembalilah kepada yang pertama.
Lalu
lihatlah sekarang, bagaimana terbaliknya pekerti ulama!. Maka jadilah yang
harus ditinggalkan, dicarinya dan yang harus dicarikan, ditinggalkannya!.
Dibuktikan
tentang baiknya berhati-hati dari pada turut-turutan memberi fatwa, ialah apa
yang diriwayatkan dari setengah mereka sebagai hadits musnad, bahwa Nabi صلى
الله عليه وسلم
bersabda : "Tidaklah berfatwa kepada manusia, selain oleh tiga :أمير أو
مأمور amir atau ma'mur (orang yang disuruh amir)
atau orang yang menanggung sendiri untuk berfatwa
Berkata
setengah mereka : "Adalah para shahabat Nabi saw. tolak-menolak pada empat
perkara : menjadi imam, memegang wasiat (testament), menyimpan simpanan dan
memberi fatwa".
Berkata
setengah mereka : "Adalah yang paling lekas memberi fatwa, ialah orang
yang ilmunya paling sedikit. Dan yang paling menolak memberi fatwa, ialah orang
yang paling wara' (menjaga diri dari kesalahan)".
Adalah
para shahabat ra. dan tabi'in ra. itu sibuk pada lima perkara, yaitu : membaca
Al-Qur'an, meramaikan (memakmurkan) masjid, berdzikir kepada Allah Ta'ala,
beramar ma'ruf dan bemahi munkar".
1) Teman-teman Shuffah. yaitu segolongan shahabat Nabi saw. yang miskin. Mereka selalu di Shuffah masjid (tempat berteduh dekat masjid Nabi saw. di Madinah). (Peny).
Yang
demikian itu adalah karena mereka mendengar dari sabda Nabi saw. :
كل كلام ابن آدم عليه لا له إلا ثلاثة
أمر بمعروف أو نهي عن منكر أو ذكر الله تعالى(Kullu kalaamibni aadama 'alaihi laa lahu illaa tsalaatsatun : amrun bima'-ruufin au nahyun 'an munkarin au dzikrullaahi Ta'aalaa).
Artinya
:"Tiap-tiap perkataan anak Adam (manusia), adalah memberatkan atas
dirinya, tidak menguntungkan kepadanya, selain tiga : amar ma'ruf atau nahi
munkar atau berdzikir kepada Allah Ta'ala". (1)
Berfirman
Allah Ta'ala :
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ
نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ
النَّاسِ(Laa khaira fii katsiirin min najwaahum illaa man amara bishada-qatin au ma'ruufin au-ishlaahin bainannaas).
Artinya
:"Tiada kebaikan pada banyaknya bisikan-bisikan mereka, tetapi yang
mendatangkan kebaikan, ialah orang-orang yang menyuruh berbuat baik atau
menyuruh mendamaikan manusia.(S. An-Nisa', ayat 114).
Setengah
ulama bermimpi berjumpa dengan beberapa ahli fikir dari penduduk Kufah, lalu
bertanya : "Apakah yang tuan jumpai tentang pekerjaan tuan mengeluarkan
fatwa dan pendapat?". Maka berobahlah warna muka orang yang dimimpikan itu
dan berpaling dari padanya, seraya mengatakan : "Tak adalah kami
memperoleh sesuatu dari padanya, dan tidaklah kami memujikan akan
akibatnya".
Berkata
Ibnu Hushain : "Bahwasanya salah seorang dari mereka berfatwa mengenai
suatu masalah, masalah mana, jikalau dibawa kepada Umar bin Al-Khath-thab ra.,
niscaya akan dikumpulkannya seluruh shahabat yang turut dalam perang Badar
untuk membahas-nya".
Maka
senantiasalah diam itu menjadi sifat ahli ilmu, kecuali ketika diperlukan.
1.Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu Majjah dari ummu habibah kata Attirmidzi Hasdis Gharib
Pada
Hadits tersebut :
إذا
رأيتم الرجل قد أوتي صمتا وزهدا فاقتربوا منه فإنه يلقن الحكمة(Idzaa ra-aitumurrajula qad uutiya sham tan wa zuhdan faqtaribuu minhu fainnahu yulaqqinul hikmah).Artinya:"Apabila kamu melihat orang bersifat pendiam dan zuhud, maka dekatilah kepadanya! Sesungguhnya orang itu akan mengajarkan ilmu hikmah". (1)
Ada
yang mengatakan, bahwa orang alim itu, adakalanya : seorang alim umum, yaitu
mufti dan mereka ini adalah teman sultan. Atau seorang alim khusus. Dan itulah
orang alim dengan ilmu tauhid dan amal perbuatan hati. Dan mereka itu adalah
teman-teman di pondok pesantren yang terpisah sendirian.
Ada
yang mengatakan, bahwa seperti Imam Ahmad bin Hanbal itu, adalah seperti sungai
Tigris (Dajlah), dimana tiap-tiap orang menyauk air dari padanya. Dan seperti
Bisyr bin Al-Harits, adalah seperti sumur berair tawar yang tertutup, tak ada
yang menuju kepadanya, selain seorang demi seorang. Dan orang banyak itu
mengatakan, bahwa si Anu itu berilmu, si Anu itu ahli ilmu kalam, si Anu itu
banyak bicara, dan si Anu itu banyak kerja.
Berkata
Abu Sulaiman : "Ma'rifah kepada diam, adalah lebih dekat dari pada
ma'rifah kepada berkata-kata". Dan ada yang mengatakan, bahwa apabila
banyak ilmu, maka sedikitlah bicara dan apabila banyak bicara, maka sedikitlah
ilmu.
Salman
Al-Farisi ra. menulis surat kepadaAbi'd Darda' ra., dimana keduanya telah
dipersaudarakan (2) oleh Rasulullah saw. Surat itu diantara lain berbunyi :يا أخي
بلغني أنك قعدت طبيبا تداوي المرضى فانظر فإن كنت طبيبا فتكلم فإن كلامك شفاء وإن
كنت متطببا فالله الله لا تقتل مسلما "Wahai saudaraku! Telah sampai kepadaku
berita bahwa engkau duduk menjadi tabib mengobati orang-orang sakit. Maka
perhatikanlah bahwa jikalau benarlah engkau tabib, maka berbicaralah, karena
pembicaraanmu itu adalah obat! Dan jikalau engkau berbuat-buat sebagai tabib,
Allah — Allah —, janganlah engkau membunuh orang muslim!".
Sesudah
itu, maka Abi'd Darda' terhenti-henti berbicara apabila ia ditanyakan.
1. Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Khallad dengan isnad Dla 'if
2.Hal Ini Diriwayatkan Al Bukhari dari Abi Ja'afah.
Adalah
Anas ra. apabila ia ditanyakan, maka menjawab : "Tanya-kanlah kepada
penghulu kita Al-Hasan! Dan Ibnu Abbas ra. apabila ditanyakan, menjawab :
"Tanyakanlah kepada Haritsah bin Zaid! "Dan Ibnu Umar ra. menjawab !
"Tanyakanlah kepada Sa'id bin Al-Musayyab!".
Diriwayatkan,
bahwa seorang shahabat Nabi saw. meriwayatkan dua puluh hadits dimuka Al-Hasan;
Lalu ditanyakan kepadanya mengenai penafsiran hadits-hadits itu, maka shahabat
itu menjawab : "Tak ada padaku selain meriwayatkan saja".
Lalu
Al-Hasan menafsirkan hadits itu satu persatu. Maka heranlah segala yang hadlir,
tentang kebagusan penafsiran dan hafalannya. Maka shahabat tadi mengambil
segenggam batu kerikil dan melem-parkan orang-orang itu, sambil berkata :
"Kamu menanyakan kepadaku tentang ilmu, sedang yang ahli ini adalah dekat
pung-gungmu"
Dan
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah banyak perha-tiannya dengan ilmu
bathin, dengan muraqabah hati, dengan mengenai jalan akhirat, cara menempuh
nya, mengharapkan benar-benar untuk menyingkapkan yang demikian itu dengan
mujahadah dan muraqabah, (1)
Sesungguhnya
mujahadah membawa kepada musyahadah dan ilmu hati yang halus-halus, dimana
dengan ilmu-ilmu itu terpancarlah segala sumber hikmah dari hati.
Adapun
kitab-kitab dan pengajaran, maka tidaklah mencukupi dengan itu saja. Tetapi
hikmah yang diluar hinggaan dan tak terhi-tung itu, sesungguhnya terbuka dengan
mujahadah, muraqabah, langsung mengerjakan amalan dhahir dan amalan bathin dan
duduk beserta Allah 'Azza wa Jalla dalam khilwah (persembunyian), serta
menghairkan hati (jiwa) dengan pikiran yang putih bersih, terputus dari yang
lain, langsung kepada Allah Ta'ala.
Itulah
kunci ilham dan sumber kasyaf (terbuka hijab)!.
1) Mujahadah= Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa dekat kepada tuhan
2.Muraqabah- Memperlihat gerak gerak hati jangan sampai terpengaruh kepada dunia dan Hawa nafsu.
3.Musahadah-Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah dan Alam Gharib yang penuh dengan keajaiban kebesaran Allah S.W.T
Dan
karena itulah Nabiصلى الله عليه وسلم.Bersabda :
من عمل
بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم(Man amila bimaa 'alima warratsahullaahu 'ilma maa lam yalam).
Artinya :"Barang siapa mengerjakan dengan apa yang diketahuinya, niscaya dipusakakan Allah kepadanya ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya (1)
Pada
setengah kitab-kitab lama tersebut: "Hai Bani Israil!.
Janganlah
kamu mengatakan : ilmu itu di langit, siapakah yang menurunkannya ke bumi?
Janganlah kamu mengatakan ilmu itu dalam perut bumi, siapakah yang
mengeluarkannya ke atas bumi? Dan jangan kamu mengatakan di seberang lautan,
siapakah yang membawanya? Ilmu itu dijadikan dalam hatimu. Beradablah diha-dapanKu
dengan adab ruhaniawan (ruhaniyyin)! Berbudi-pekertilah kepadaKu dengan
budi-pekerti shiddiqin. Niscaya Aku lahirkan ilmu itu dalam hatimu, sehingga
menutupkan kamu dengan kebaikan dan kelebihan ilmu".
Berkata
Sahl bin Abdullah At-Tustari ra. : "Keluarlah orang-orang berilmu (ulama),
orang-orang beribadah (ubbad) dan orang-orang zuhud (zuhhad) dari dunia ini.
Hati mereka terkunci dan tidak terbuka, selain hati orang-orang shiddiqin dan
syuhada (orang-orang syahid)".
Kemudian
Sahl membaca firman Allah Ta'ala :
وَعِنْدَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ(Wa 'indahuu mafaatihul ghaibi laa ya'-lamuhaa illaa huwa).
Artinya :"Dan di sisi Allah kunci-kunci perkara yang ghaib, tidak ada yang tahu, selain Allah (S. Al-An'am, ayat 59).
Jikalau
tidaklah pengetahuan hati dari orang yang berhati dengan nur bathin, yang
menjadi hakim atas ilmu dhahir, tentu tidaklah
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Nabi
صلى الله عليه وسلم. Bersabda
استفت
قلبك وإن أفتوك وأفتوك وأفتوك(Istafti qalbaka wa in aftauka wa aftauka wa aftauka).
Artinya :"Mintalah fatwa kepada hatimu, walaupun orang lain telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu!".
Nabi
صلى الله عليه وسلم.bersabda akan wahyu yang diriwayatkannya dari Tuhannya Yang
Maha Tinggi :
لا يزال
العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به... الحديث
(Laa
yazaalul 'abdu yataqarrabu ilayya bin nawaafili hattaa uhibba-hu fa-idzaa
ahbabtuhu kuntu sam-'ahul ladzii yasma'u bihi).Artinya :"Senantiasalah hambaKu
mendekatkan dirinya kepadaKu dengan amal ibadah sunnah, sehingga Aku sayang
kepadanya. Apabila Aku telah sayang kepadanya, maka adalah Aku pendengarannya,
dimana ia mendengar dengan pendengaran itu (1)
Berapa
banyak pengertian-pengertian yang halus dari rahasia-rahasia Al-Qur'an yang
terguris dalam hati orang-orang yang berdzikir dan berfikir kepada Tuhan
semata-mata, yang tidak disebutkan dalam kitab-kitab tafsir dan tidak sampai
kepadanya pandangan ahli-ahli tafsir yang utama.
Apabila
terbukalah yang demikian itu bagi murid yang المراقب
bermuraqabah dan dikemukakannya kepada ulama-ulama tafsir, niscaya
mereka itu akan menerimanya dengan baik. Dan mereka itu mengetahui bahwa yang
demikian adalah diantara pemberitahuan hati yang suci dan rakhmat Allah Ta'ala
dengan cita-cita yang tinggi, yang dicurahkan kepada murid tersebut.
Dan
begitu pula tentang ilmu mukasyafah المكاشفة dan segala rahasia ilmu mu'amalah serta
bisikan-bisikan hati yang halus-halus. Maka tiap-tiap ilmu dari ilmu-ilmu ini
adalah ibarat lautan yang tak terduga dalamnya. Masing-masing pelajar hanya
berkecimpung sekedar yang dianugerahkan dan diberikan taufiq kepadanya dari
amalan baik.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
Tentang
penyifatan ulama akhirat itu, berkatalah Ali ra. pada suatu pembicaraan yang
panjang : "Hati itu adalah wadah. Hati yang paling baik ialah hati yang
paling menjaga kebajikan. Manusia itu tiga :عالم رباني 'Alim rabbani (yang
berilmu Ketuhanan); yang belajar ke jalan kelepasan dan yang bertualang rendah
budi, mengikuti semua orang yang pandai berteriak, condong kemana dibawa angin,
tak memperoleh sinar ilmu dan tidak bersandar kepada tiang yang teguh. Ilmu
adalah lebih baik dari harta. Ilmu itu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.
Ilmu adalah bertambah dengan dibelanjakan dan harta berkurang dengan
dibelanjakan. Ilmu itu agama yang diperpegangi. Dengan ilmu diusahakan ta'at
dalam hidup dan elok sebutan sesudah mati. Ilmu itu hakim dan harta itu yang
dihukum-Kegunaan harta itu hilang dengan hilangnya. Matilah penjaga-penjaga
gudang harta, walaupun mereka itu masih hidup. Dan ulama itu terus hidup, kekal
sepanjang zaman".
Kemudian
Ali ra. menarik nafas panjang, seraya berkata :هاه "Ah, sesungguhnya di sini banyak ilmu, jikalau kiranya aku
memperoleh orang-orang yang membawanya! Tetapi aku memperoleh pelajar yang
tidak amanah. Ia menggunakan agama untuk menjadi alat mencari dunia.
Dipandangnya lama-lama akan ni'mat Allah kepada aulia-auliaNya dan
dilahirkannya menjadi alasan kepada orang banyak. Atau aku memperoleh orang
yang patuh kepada ahli kebenaran. Tetapi tertanamlah keragu-raguan dalam
hatinya dengan kedatangan syubhat yang pertama saja. Ia tidak bermata-hati.
Tidak yang ini (orang yang patuh tadi) dan tidak yang itu (pelajar yang tidak
am an ah yang tersebut di atas)!. Atau aku memperoleh orang yang terpesona
dengan kesenangan, mudah terlibat dalam pelukan hawa nafsu. Ataupun aku
memperoleh orang yang terpe-daya dengan mengumpulkan harta dan simpanan,
mengikuti hawa nafsunya, sehingga mereka menyerupai hewan yang mencari rumput
di padang luas.......... Wahai Tuhan! Begitulah kiranya,
Ilmu
itu mati, apabila mati pendukung-pendukungnya. Kemudian, bumi ini tidak akan
sunyi dari orang yang menegakkan kebenaran Allah. Adakalanya yang dhahir
terbuka dan adakalanya yang takut terpaksa. Supaya tidaklah batal segala hujjah
dan keterangan-kete-rangan Allah Ta'ala.
Berapa
orangkah dan dimanakah mereka itu? Mereka adalah sedikit bilangannya, tinggi
kedudukannya. Diri mereka itu tidak ada.Orang-orang yang seperti mereka itu,
berada di dalam hati. Allah Ta'ala menjaga hujjah (keteranganNya) dengan
mereka, Sehingga mereka menyimpan hujjah itu di belakangnya dan menanamkannya
dalam hati orang-orang yang serupa dengan mereka. Ilmu itu menyerbu orang-orang
tadi dalam keadaan yang sebenarnya. Maka mereka memperoleh secara langsung
ruh-keyakinan (ruhul-yaqin). Lalu mereka memperoleh lunak apa yang diperoleh
keras oleh orang-orang yang merusakkan dan memperoleh jinak apa yang di pandang
liar oleh orang-orang yang lalai.Mereka menyertai dunia dengan badan, sedang
ruhnya tergantung di tempat tertinggi. Mereka itu adalah aulia Allah 'Azza wa
Jalla dari makhlukNya, pemegang amanahNya, pekerja-pekerjaNya, di bumiNya dan
penyeru-penyeru kepada AgamaNya".
Kemudian,
Ali ra. menangis, seraya berkata : "Alangkah rindu hatiku hendak melihat
mereka...........!".
Apa
yang disebutkan Ali ra. yang terakhir itu, ialah sifat ulama akhirat. Yaitu :
ilmu "yang kebanyakannya diperoleh faedahnya dari amalan dan rajin
bermujahadah.Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah sangat
bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal
Agama.
Rasulullah
saw. Bersabda : اليقين الإيمان كله
(Al-yaqiinulumaanu
kulluh).
Artinya
:' "Keyakinan (al-yaqin) itu adalah iman seluruhnya". (1)
Maka
tak boleh tidak mempelajari ilmul-yaqin (ilmu keyakinan), yakni : bahagian yang
permuiaannya. Kemudian, terbukalah bagi hati jalannya.
Dan
karena itulah Nabi صلى الله عليه وسلم.Bersabda : تعلموا
اليقين
(Ta'allamul
yaqiin).
Artinya
: "Pelajarilah keyakinan (2)
Maksudnya
: duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan (al-muqinin) dan dengarlah
dari mereka ilmul-yaqin. Biasakanlah mengikuti mereka, supaya kuatlah
keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.
1.Dirawikan Al Baihaqi dan Al Khotib dari ibnu mas'ud dengan isnad Hasan
2.Dirawikan Abu Na'im dari Tsaur bin Yazid , Hadis Mursal
Sedikit
dengan yakin, adalah lebih baik dari banyak amal. Nabi saw. bersabda, tatkala
dikatakan kepadanya tentang : orang yang baik yakinnya, banyak dosanya dan
orang yang rajin beribadah, sedikit yakinnya, dimana beliau lalu bersabda :
ما من
آدمي إلا وله ذنوب
(Maa
min Aadamiyyin illaa wa lahu dzunuub).Artinya :"Tak adalah anak Adam melainkan mempunyai dosa". (1)
Tetapi
orang yang tabiatnya berakal dan sifatnya yakin, maka dosanya tidaklah
mendatangkan kemelaratan kepadanya. Karena tiap kali ia berdosa lalu bertobat,
meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah) semua dosanya dan
tinggallah baginya keutamaan, dimana ia akan masuk ke sorga dengan keutamaan
itu.
Karena
itulah, Nabi saw. bersabda :
من أقل
ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ومن أعطى حظه منهما لم يبال ما فاته من قيام الليل
وصيام النهار
(min
aqalli maa uutiitumul yaqiina wa 'aziimatash-shabri wa man u'-thiya hadhdhahu
minhumaa lam yubaali maa faatahu min qiyaamil laili wa shiyaamin nahaar).
Artinya
: "Sesungguhnya dari yang paling sedikit diberikan kepada kamu, ialah ;
yakin dan teguh kesabaran. Barang siapa diberi bahagian dari yang dua itu,
niscaya tak perdulilah ia apa yang tertinggal, dari sembahyang malam dan puasa
siang".(183)
Dalam
wasiat Luqman kepada puteranya, tersebut : "Hai anakku! Tak sangguplah
amal perbuatan itu di kerjakan, selain dengan yakin. Tidaklah manusia itu
bekerja, melainkan sekedar keyakinannya. Dan tidaklah yang beramal itu
memendekkan amalannya, kecuali telah kurang yakinnya".
1..Dirawikan At-Tirmidzi dari Anas.
183 حديث: ((من أولى ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر... الحديث)) لم أقف له على أصل وروى ابن عبد البر من حديث معاذ: (( ما أنزل الله شيئا أقل من اليقين ولا قسم شيئا بين الناس أقل من الحلم... الحديث)).
Yahya
bin Ma'az berkata : "Sesungguhnya tauhid itu mempunyai nur (cahaya) dan
syirik itu mempunyai nar ( api). Dan nur tauhid itu lebih membakar segala
kejahatan orang-orang yang bertauhid, dari api syirik yang membakar segala
kebajikan orang-orang musyrik".
Yahya
bermaksud dengan yang demikian, ialah "yakin".
Allah
Ta'ala telah menunjukkan dalam Al-Qur'an kepada menyebutkan orang-orang yang
yakin (al-muqinin) - pada beberapa tempat, yang menunjukkan, bahwa
"yakin" itu adalah ikatan bagi kebajikan dan kebahagiaan.
Jikalau
anda bertanya "Apakah artinya yakin itu? Apakah artinya kuat dan lemahnya
yakin?", maka hendaklah mula-mula memahami "yakin" itu, kemudian
berusaha mencari dan mempelajarinya. Sesuatu yang tidak dipahami bentuknya,
niscaya tidak mungkin mencarinya.
Ketahuilah,
bahwa yakin itu suatu perkataan yang berserikat, yang dipakai oleh dua golongan
untuk dua pengertian yang berlainan.
Adapun
golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam, memakai kata-kata "yakin"
itu dari ke-tidak-raguan (tidak syak), karena condongnya hati kepada
membenarkan sesuatu, mempunyai empat tingkat:
Pertama
: bahwa seimbanglah antara membenarkan dan mendustakan. Dan untuk itu,
dikatakan : syak (ragu).. seumpama : apabila anda ditanyakan tentang seorang
yang tertentu, apakah ia disiksa-kan oleh Allah Ta ala atau tidak, sedang
keadaan orang itu, anda tidak mengetahuinya. Maka hati anda tidak condong
kepada menetapkan, dengan : ya atau tidak, tetapi bersamaanlah pada anda
kemungkinan dua hal tadi. Maka ini dinamakan syak.
Kedua
: bahwa condonglah jiwa anda kepada salah satu dari dua hal itu, serta merasa
dengan kemungkinan sebaliknya. Tetapi kemungkinan tadi, tidak mencegah untuk
menguatkan yang pertama. Seumpama apabila anda ditanyakan tentang orang yang
anda kenal dengan shalih dan taqwa, bahwa orang itu jikalau meninggal dunia
dalam keadaan yang demikian, adakah ia disiksa? Maka jiwa anda condong kepada
pendapat : bahwa orang itu tidak akan disiksa, lebih banyak dari condongnya
jiwa anda kepada ia disiksa.
Yang
demikian itu, adalah karena jelasnya tanda-tanda keshalehannya. Dalam pada itu,
anda boleh saja memandang ada sesuatu hal yang tersembunyi pada bathin dan
rahasia orang itu, yang mengharuskan ia disiksa.
Ke-boleh-sajaan
itu adalah menyamai dengan kecondongan tadi, tetapi tidaklah menolak kuatnya
kecondongan itu. Maka keadaan ini disebut : dhan.
Ketiga
: bahwa condonglah hati kepada membenarkan sesuatu, dimana keraslah membenarkan
itu pada hati dan tidak terguris yang lain pada hati. Dan kalaupun teiguris
yang lain pada hati itu, tetapi hati enggan menerimanya.
Tetapi
tidaklah yang demikian itu disertai pengetahuan yang diya-kini. Karena jikalau
orang yang beiada pada tingkat ini mempergunakan dengan sebaik-baiknya
penelitian dan perhatian kepada yang meragu-ragukan dan keboleh-sajaan, maka
meluaslah hatinya kepada keboleh-sajaan (at-taj-wiz). Dan ini disebut : i'tiqad
yang mendekati kepada yaqin. Dan itu adalah : i'tiqad orang awwam tentang agama
seluruhnya, apabila i'tiqad itu telah terhunjam dalam jiwa-nya dengan mendengar
semata-mata. Sehingga tiap-tiap firqah (golongan) percaya bahwa alirannya
(madzhabnya) yang shah, imamnya dan pengikut firqahnya saja yang betul. Jikalau
diterangkan kepada salah seorang mereka kemungkinan imamnya salah, niscaya
larilah ia dari pada menerimanya.
Keempat:
ma'rifat yang sebenarnya (ma'rifah haqiqiah) yang diperoleh dengan jalan dalil
yang tidak diragukan dan tidak tergambar keraguan lagi padanya.
Apabila
tak ada lagi keraguan dan kemungkinan adanya keraguan itu, maka disebutlah :
yaqin pada mereka (golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam).
Contohnya:
apabila ditanyakan kepada orang yang berakal: "Adakah pada yang ada itu
(al-wujud), SESUATU yang qadim? Maka tidaklah mungkin bagi orang itu
membenarkannya dengan tanpa berpikir (bil-badihah), karena Yang Qadim itu tidak
dapat diketahui dengan pancaindera. Tidak seperti matahari dan bulan. Maka
orang itu dapat membenarkan adanya matahari dan bulan itu dengan pancaindera.
Dan tidaklah mengetahui adanya Suatu Yang Qadim Azali itu dengan mudah
(dlaruri), seperti mengetahui bahwa dua lebih banyak dari satu. Bahkan seperti
mengetahui terjadinya yang baharu (haadits), dengan tanpa sebab itu mustahil.
Maka ini juga dlaruri.
Maka
berhaklak bagi akal tidak terus membenarkan adanya Yang Qadim itu dengan jalan
spontan dan tanpa berpikir. Kemudian, setengah manusia mendengar yang demikian
dan membenarkan dengan mendengar itu secara yaqin dan terus-menerus kepada yang
demikian.
Dan
itulah yang disebut : i'tiqad (aqidah). Dan yang demikian itu adalah keadaan
sekalian orang awwam.
Setengah
manusia membenarkannya dengan dalil. Dan dalil itu, ialah dikatakan kepadanya :
jikalau tidak ada pada al-wujud (yang ada ini) QADIM, maka yang ada itu
(al-maujudat) seluruhnya baharu (haadits). Jikalau seluruhnya itu baharu, maka
adalah dia itu baharu dengan tanpa sebab. Atau ada padanya baharu yang dengan
tanpa sebab. Dan yang demikian itu adalah mustahiL Maka yang membawa kepada
mustahil itu adalah mustahil.
Dari
itu, maka haruslah menurut akal, membenarkan adanya Suatu Yang Qadim dengan
dlarurah. Karena bahagian-bahagian itu tiga :
Yaitu,
seluruh al-maujudat itu. qadim atau seluruhnya haadits (baharu) atau
setengahnya qadim dan setengahnya baharu.
Jikalau
seluruhnya qadim, maka berhasillah yang dicari. Karena secara keseluruhan sudah
ada yang qadim. Dan jikalau seluruhnya baharu, maka itu mustahil. Karena
membawa kepada adanya kejadian, tanpa sebab. Maka tetaplah bahagian ketiga atau
pertama.
Dan
tiap-tiap ilmu yang diperoleh dengan cara ini, disebut: yaqin pada golongan
pemeihati dan ahli ilmu kalam. Sama saja berhasilnya dengan memperhatikan
contoh yang telah kami sebutkan atau berhasilnya dengan pancaindera atau
gharizah akal, seperti mengetahui mustahilnya yang baharu dengan tanpa sebab.
Atau dengan berita yang mutawatir (berita yang berturut-turut dari orang
banyak, yang tak mungkin sepakat membohong), seperti mengetahui adanya kota
Makkah. Atau dengan percobaan, seperti mengetahui, bahwa sakmunia yang dimasak
menjadi menceret. Atau dengan dalil, seperti yang telah kami sebutkan di atas
tadi.
Maka
syarat pemakaian nama ini pada mereka itu ialah : tidak syak. Tiap-tiap ilmu
yang tak syak lagi, pada mereka disebut : yaqin.
Berdasarkan
kepada ini, maka "yaqin" itu tidak disifatkan dengan
"lemah", karena tak ada berlebih-kurang tentang
"tidak-syak" itu.
Istilah
kedua, ialah istilah ulama-ulama fiqih, ahli tasawuf dan kebanyakan ulama
lainnya. Yaitu : tidak menoleh pada kata-kata "yaqin" itu kepada segi
"pembolehan dan keraguan". Tetapi kepada penguasaan dan kerasnya atas
akal. Sehingga dikatakan : si Anu lemah keyakinannya kepada mati, sedang ia
tidak ragu kepada mati itu. Dan dikatakan : si Anu itu kuat keyakinannya
tentang kedatangan rezeki, pada hal boleh jadi rezeki itu tidak datang
kepadanya.
Manakala
hati telah condong kepada membenarkan sesuatu dan yang demikian itu telah keras
atas hati dan menguasainya. Sehingga sesuatu itu menjadi yang menetapkan dan
yang menentukan pada hati dengan pembolehan dan pelarangan. Maka dinamakanlah
yang demikian itu "yaqin". Dan tak syak lagi, bahwa manusia
bersama-sama meyakini mati dan tak ada syak lagi padanya. Tetapi dalam kalangan
manusia itu, ada orang yang tidak mempunyai perhatian dan persiapan untuk
menghadapi mati. Seolah-olah ia tidak yaqin dengan kedatangan mati. Ada pula
diantara manusia, yang demikian itu menguasai benar pada hatinya, sehingga seluruh
perhatiannya ditumpahkannya kepada persiapan menghadapi mati. Tidak
ditinggalkannya peluang untuk yang lain. Maka keadaan yang seperti ini,
dikatakan : kuat keyakinan.
Dari
itu berkata setengah ulama : "Tidaklah aku melihat suatu keyakinan yang
tak ada keraguan lagi padanya, yang menyerupai dengan keraguan yang tak ada
keyakinan padanya, selain dari : mati.
Berdasarkan
istilah inilah, maka keyakinan itu disebut: lemah dan kuat. Dan kami maksudkan
dengan perkataan kami, bahwa setengah dari keadaan ulama akhirat, ialah
menyerahkan seluruh kesungguh-annya kepada menguatkan keyakinan, adalah dengan
kedua pengertian yang di atas tadi. Yaitu : tidak syak (tidak ragu), kemudian
menguatnya keyakinan itu di dalam hati. Sehingga keyakinan-lah yang memenangi, yang
menetapkan dan yang berbuat pada hati.
Apabila
ini telah dipahami, niscaya anda mengetahui bahwa yang dimaksud dari perkataan
kami, ialah yaqin itu terbagi tiga : kuat dan lemah, banyak dan sedikit,
tersembunyi dan terang.
Adapun
yang dimaksudkan dengan kuat dan lemah, maka adalah berdasarkan kepada istilah
yang kedua. Yang demikian itu, adalah menurut keras dan berkuasanya atas hati.
Derajat pengertian yaqin tentang kuat dan lemahnya, tidaklah berkesudahan.
Berlebih-kurang persediaan manusia bagi mati, adalah menurut berlebih-kurangnya
keyakinan sepanjang pengertian-pengertian itu.
Adapun
berlebih-kurang tentang tersembunyi dan terangnya keyakinan pada istilah yang
pertama, maka tidak pula dapat dibantah. Adapun pada yang menyelusup kepadanya
ke-boleh-saja-an (at-taj-wiz), maka tidaklah dapat dibantah. Yakni : istilah
yang kedua. Dan juga pada yang tak ada keraguan padanya, tak ada jalan untuk
membantahnya.
Sesungguhnya
anda dapat membedakan antara anda membenarkan adanya Makkah dan adanya Fadak
o> umpamanya dan antara anda membenarkan adanya Musa as. dan adanya Yusya'
as., sedang anda sebenarnya tidak ragu tentang kedua hal itu.
Yang
menjadi sandaran keduanya itu, ialah berita mutawatir. Tetapi anda melihat yang
satu lebih terang dan lebih jelas pada hati anda dari pada yang kedua. Karena
sebab pada salah satu dari pada keduanya adalah lebih kuat. Yaitu : banyaknya
orang yang memberita-kan.
Dan
begitu pula orang yang memperhatikan ini akan memperoleh pada teori-teori yang
diketahui dengan dalil-dalil. Maka tidaklah jelas apa yang ditunjukkan dengan
satu dalil, seperti jelasnya apa yang ditunjukkan dengan banyak dalil, walaupun
keduanya sama, tidak diragukan.
Dan
ini kadang-kadang di ban tali oleh ahli ilmu kalam, yang mengambil ilmu dari
kitab-kitab dan pendengaran dan tidak mendasarkan pendapatnya kepada keadaan
yang berlebih-kurang.
Tentang
sedikit dan banyaknya keyakinan, maka yang demikian itu adalah disebabkan
banyaknya tempat-tempat tersangkutnya keyakinan. Seumpama dikatakan ; Si Anu
adalah lebih banyak ilmunya dari si Anu. Artinya : yang diketahuinya lebih
banyak.
Karena
itulah, kadang-kadang seorang alim itu kuat keyakinannya mengenai semua yang
dibawa Agama dan kadang-kadang kuat keyakinannya pada sebahagiannya saja.
Jika
anda berkata : "Aku telah memahami akan "yakin", kuat dan
lemahnya, banyak dan sedikitnya, terang dan tersembunyinya, dengan pengertian :
tidak ragu atau dengan pengertian : telah menguasai hati, maka apakah artinya :
tempat-tempat tersangkutnya keyakinan dan tempat-tempat yang dilaluinya? Dan
pada apa yang dituntut adanya keyakinan? Karena saya, selama tidak menge-tahui
apa yang dituntut adanya keyakinan padanya, maka belumlah sanggup saya
mencarinya".
1.Fadak, ialah nama suatu desa dari desa Khaibar (Al-i thaf, hal 415, jilid 1}. (Peny).
Maka katahuilah bahwa sekalian yang dibawa nabi-nabi as. dari permulaannya sampai kepada kesudahannya, adalah menjadi tempat lalunya keyakinan itu.
Maka
sesungguhnya yakin itu, adalah ibarat dari ma'rifah tertentu. Dan tempat
hubungannya ialah segala ilmu pengetahuan yang dibawa agama. Dan janganlah
kiranya diharapkan menghinggainya. Tetapi aku akan menunjukkan kepada
sebahagiannya saja. Yaitu induk-induknya .
Diantaranya
ialah TAUHID. Yaitu melihat segala sesuatu dari yang menyebabkan sebab-sebab.
Dan tidak menoleh kepada perantara-perantara. Tetapi, melihat
perantara-perantara itu dijadikan untuk kepentingannya. Tak ada hukum apa-apa
pada perantara-perantara itu. Orang yang membenarkan ini adalah orang yang
berkeyakinan penuh.
Maka
kalau tak ada kemungkinan ragu dalam hatinya serta keimanan, niscaya orang itu
mempunyai keyakinan dengan salah satu dari dua pengertian itu. Jikalau
mengalahkan atas hatinya serta keimanan, oleh sesuatu kemenangan yang
menghilangkan kemarahannya kepada perantara dan rela serta berterima kasih
kepada perantara-perantara itu dan menempatkan perantara-perantara tadi dalam
hatinya sebagai pena dan tangan terhadap orang yang memperoleh kenikmatan
dengan menurunkan tanda tangannya, maka sesungguhnya orang tadi tidak berterima
kasih kepada pena dan tangannya dan tidak marah kepada keduanya (kalau tanda
tangan itu membahayakan kepadanya), tetapi melihat kedua benda tadi dua macam
alat yang digunakan dan menjadi perantara belaka.
Maka
jadilah dia, orang yang yakin dengan pengertian yang kedua.
Dan
itu yang lebih mulia (pada tingkat-tingkat keyakinan). Yaitu : buah, jiwa dan
faedahnya keyakinan pertama.
Manakala
telah diyakini benar-benar, bahwa matahari, bulan, bintang, benda keras
(jamad), tumbuh - tumbuhan, hewan dan makhluk seluruhnya dijadikan untuk
kemanfa'atan bagi manusia dengan kehendakNya, seperti dijadikan pena untuk
kemanfa'atan dalam tangan seorang penulis dan bahwa qudrah yang azali, adalah
sumber bagi seluruhnya, maka berkuasalah dalam hatinya kemenangan tawakkal,
rela dan menyerah diri. Dan jadilah dia seorang yang yakin, bebas jiwanya dari
marah, dengki, busuk hati,dan kelakuan buruk.
Inilah
salah suatu dari pintu-pintu yakin! Dan sebahagian dari padanya ialah percaya
kepada jaminan Allah Ta'ala dengan rezeki, yang tersebut dalam firmannya :
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
(Wa
maa min daabbatin fil ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).Artinya :"Tidak adalah yang merangkak-rangkak di bumi ini, melainkan rezekinya ada pada Allah Ta'ala". (S. Hud, ayat 6).
Yakin
bahwa rezeki itu akan datang kepadanya dan apa yang ditaqdirkan, akan sampai
kepadanya. Dan manakala yang demikian itu telah memenangkan dalam qalbunya,
niscaya adalah ia dengan jalan tidak terurai pada mencari rezeqi. Dan akan
tidak bersangatan lobanya, rakusnya dan sedihnya atas sesuatu yang tidak
diperolehnya.
Keyakinan
tersebut membuahkan juga sejumlah ta'at kepada Allah Ta'ala dan budi pekerti
yang terpuji.
Sebahagian
dari buah yakin itu, ialah bahwa mengerasi atas qalbunya, bahwa orang yang
berbuat amalan baik walaupun seberat kuman yang halus, niscaya akan dilihatnya.
Dan siapa berbuat amalan buruk walaupun seberat kuman yang halus niscaya akan
dilihatnya. Yaitu keyakinan dengan pahala dan siksa, sehingga ia melihat
hubungan t&'at kepada pahala sebagai hubungan roti kepada kenyang. Dan
hubungan ma'siat kepada siksa, sebagai hubungan racun dan ular berbisa kepada
kebinasaan.
Maka
sebagaimana ia berusaha benar-benar menghasilkan roti untuk memperoleh
kekenyangan, lalu dijaganya sedikit dan banyaknya roti itu, maka demikian
pulalah ia berusaha berbuat ta'at sedikit dan banyaknya. Sebagaimana ia
menjauhkan sedikit racun dan banyaknya, maka demikian pula ia menjauhkan
perbuatan ma'siat sedikitnya dan banyaknya, kecilnya dan besamya.
Maka
keyakinan dengan pengertian yang pertama itu, kadang-kadang terdapat pada kaum
mu'min umumnya. Tetapi dengan penger-tian yang kedua, adalah tertentu bagi
orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Dan buah dari
keyakinan ini, ialah benarnya muraqabah dalam segala gerak dan diam, dalam
segala yang terlintas di dalam hati, dalam bersangatan bertaqwa kepada Tuhan
dan dalam memelihara diri dari segala kejahatan.
Semakin
keyakinan bertambah keras, maka menjaganya dan menetapkannya pun semakin
bertambah berat dan sukar.
Sebahagian
dari pintu yakin itu, ialah yakin bahwa Allah Ta'ala melihat kita dalam segala
hal, menyaksikan segala yang terbisik dalam lubuk hati kita dan yang
tersembunyi dalam gurisan hati dan pikiran kita.
Inilah
keyakinan bagi tiap-tiap mu'min dengan pengertian yang pertama itu, yaitu :
tidak ragu. Adapun dengan pengertian yang kedua dan itulah yang dimaksud, maka
adalah sukar, tertentu bagi orang-orang shiddiq (orang-orang yang membenarkan
segala yang datang dari agama). Buahnya, ialah bahwa manusia yang demikian
dalam kesunyiannya, beradab bersopan santun dalam segala hal-ikhwalnya, sebagai
seorang yang duduk menghadap seorang maharaja yang melihat kepadanya. Maka
senantiasalah dia menundukkan kepala beradab dalam segala amal perbuatannya,
menahan, memelihara dari segala gerak yang menyalahi adab kesopanan.
Dia
dalam pemikiran kebathinannya, adalah seperti dengan segala perbuatan
dhahirnya. Sebab ia yakin benar-benar bahwa Allah Ta'ala melihat kepada isi
hatinya, sebagaimana orang banyak melihat kepada dhahirnya. Maka bersangatannya
pada membangunkan bathinnya, membersihkan dan menghiaskannya pada pandangan
Allah Ta'ala, adalah lebih bersangatan dari pada menghiaskan tubuh dhahirnya
pada pandangan manusia.
Keyakinan
yang seperti ini mewarisi malu, takut, rendah hati, hina diri, tenang, tunduk
dan sejumlah lagi dari budi pekerti yang terpuji.
Budi
pekerti yang terpuji ini, mewarisi berbagai macam ta'at yang tinggi kepada
Tuhan.
Maka
yakin dalam masing-masing pintu dari pintu-pintu yang tersebut di atas, adalah
seumpama pohon kayu. Dan budi pekerti yang terpuji tadi dalam hati adalah
seumpama ranting-rantingnya yang bercabang merindang. Amal perbuatan ini dan
ta'at yang menon-jol dari budi pekerti itu, adalah Iaksana buah dan bunga yang
bertaburan pada ran ting-ran ting.
Maka
yakin adalah pokok dan sendi, mempunyai tempat berlalu dan pintu, lebih banyak
dari yang dapat kita hitungkan. Dan akan diterangkan nanti, pada Bahagian Yang
Melepaskan Dan Bahaya insya Allah Ta'ala. Dan sekedar ini, mencukupilah
sekarang untuk memberi pengertian perkataan "yakin".
Juga
diantara sifat-sifat ulama akhirat itu, adalah ia selalu merasa sedih, hancur
hati, menunduk kepala dan berdiam diri. Bekas takut-nya kepada Allah Ta'ala
tampak atas keadaan, pakaian, perjalanan, gerak dan diam, berbicara dan tidak
berbicara, siapa saja yang memandang kepadanya, maka pandangan itu mengingatkan
dia kepada Allah Ta'ala. Rupanya menunjukkan kepada amal perbuatannya.
Kuda
tunggang, matanya ialah kaca matanya. Ulama akhirat dikenal dengan tanda-tanda
yang ada padanya, tentang ketenangan diri, kehinaan, dan kerendahan.
Ada
ulama yang mengatakan bahwa tak ada pakaian yang dianugerahkan Tuhan kepada
hambaNya, yang lebih baik dari khusyu' dalam ketenangan bathin. Itulah pakaian
para nabi, tanda orang-orang shalih, shiddiq dan para alim ulama.
Adapun
perkataan batil, bersenda-gurau yang tidak dijaga, tertawa terbahak-bahak,
bergerak semberono dan berbicara tajam, semuanya itu adalah bekas-bekas dari
kesombongan, merasa am an dan lengah dari siksaan Tuhan Yang Maha Besar dan
kesangatan amarah-Nya.
Sifat
yang tersebut ini adalah kebiasaan anak-anak dunia yang lupa kepada Allah.
Bukan kebiasaan ulama-ulama.
Pahamilah
ini! Karena ulama seperti kata Sahl At-Tusturi ada tiga : Ulama yang mengetahui
dengan suruh Allah, tidak mengetahui dengan hari-hari Allah. Yaitu mereka yang
berfatwa tentang halal dan haram. Ilmu ini tidak mewariskan takut kepada Allah.
Ulama yang mengetahui akan Allah dan tidak mengetahui akan suruh Allah dan
hari-hari Allah. Yaitu orang mu'min umumnya. Dan ulama yang mengetahui akan
Allah Ta'ala, suruhNya dan hari-hari Nya. Yaitu orang-orang shiddiq. Takut dan
khusyu', telah menang atas mereka.
Dimaksudkan
dengan hari-hari Allah ialah segala macam siksaanNya yang tidak diketahui
batasnya dan segala macam nikmatNya yang tersembunyi yang dilimpahkanNya pada
abad-abad yang lampau dan abad-abad yang akan datang.
Orang
yang luas pengetahuannya tentang itu, maka sangatlah ta-kutnya dan lahirlah
khusyu'nya.
Berkata
Umar ra. : Pelajarilah ilmu! Pelajarilah untuk ilmu itu ketentraman, ketetapan
hati dan kelembutan jiwa! Tunduklah dengan merendahkan diri kepada orang tempat
kamu belajar! Begitu pula, hendaklah tunduk kepadamu orang yang belajar
pada-mu! Janganlah kiranya kamu menjadi ulama yang bertabi'at kasar! Maka
tidaklah ilmumu itu tegak dengan sebab kejahilahmu itu".
Ada
dikatakan, bahwa Allah Ta'ala tidakmenganugerahkan kepada hambaNya bersama ilmu
itu kelembutan hati, kerendahan diri, kebaikan budi dan kekasih sayangan kepada
makhluk IlahL
Itulah
ilmu yang bermanfa'at. Dan pada atsar (ucapan orang-orang terdahulu), ada yang
mengatakan bahwa orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah Ta'ala, zuhud, tawadlu'
dan kebaikan budi, maka adalah dia imam dari orang-orang yang bertaqwa
kepadaNya. Dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلم tersebut:إن من خيار أمتي قوما يضحكون جهرا من سعة رحمة الله
ويبكون سرا من خوف عذابه أبدانهم في الأرض وقلوبهم في السماء أرواحهم في الدنيا
وعقولهم في الآخرة يتمشون بالسكينة ويتقربون بالوسيلة "Diantara
ummatku yang terbaik, ialah suatu kaum yang tertawa terang-terangan dari
keluasan rakhmat Allah dan menangis secara sembunyi-sembunyi karena takut 'akan
'azab Allah. Badannya dibumi jiwanya di langit. Rohnya di dunia dan akalnya di
akhirat. Berjalan mereka dengan tenang dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala
dengan wasilah (jalan yang menyampaikan kepadaNya". ( 1 )
Berkata
Al-Hasan : "Lembut hati itu wazir ilmu. Kasih sayang itu bapak ilmu.
Merendahkan diri itu pakaian ilmu".
Berkata
Bisyr bin Al-Harts : "Barang siapa mencari menjadi kepala dengan ilmu,
maka dia telah mendekatkan dirinya kepada Tuhan dengan kemarahan Tuhan. Orang
itu tercela di langit dan di bumi".
Diriwayatkan
dalam ceritera-ceritera Bani Israil bahwa seorang ahli hikmah telah mengarang
tiga ratus enam puluh karangan tentang ilmu hikmah, sehingga dia digelarkan
al-hakim (ahli ilmu hikmah). Maka diwahyukan Tuhan kepada Nabi mereka, yang
isinya :
1.Dirawikan Al-Hakim dan At-Baihaqi dan 'Ijattl bin Sulaiman dan dipandangnya dla'if.
"Katakanlah
kepada si Anu! Telah engkau penuhkan bumi ini dengan kemunafikan (nifaq), Dan
sedikitpun tidak engkau kehen-daki akan Aku dengan perbuatan itu. Sesungguhnya
Aku tidak menerima suatu pun dari kemunafiqanmu itu".
Maka
orang itu menyesal dan meninggalkan perbuatamya. Lalu pergi bergaul dengan
orang awwam, berjalan di pasar-pasar, bertolong-tolongan dengan kaum Bani
Israil dan merendahkan diri. Maka diwahyukan Allah kepada Nabi mereka, yang
berbunyi : "Katakanlah kepadanya! Sekarang telah Aku berikan taufiq
kerelaanKu".
Berceritera
Al-Auza'i ra. dari Bilal bin Sa'ad bahwa Bilal berkata : "Seseorang kamu
bila memandang kepada polisi, lalu berlindung dengan Allah dari padanya. Dan
bila ia memandang kepada ulama duniawi yang membuat-buat budi baik, yang memburu
menjadi kepala, maka ia tidak mengutuk mereka, pada hal merekalah yang lebih
berhak dikutuk dari pada polisi itu".
Diriwayatkan
bahwa ada orang bertanya kepada Nabi saw. : "Wahai Rasulullah! Amalan
apakah yang lebih utama?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Menjauhkan yang haram dan mulutmu senantiasa basah dari
berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Bertanya
lagi orang kepadanya : "Shahabat manakah yang lebih baik?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yaitu seorang shahabat jika engkau berdzikir kepada
Allah niscaya dia menolong engkau. Dan jika engkau lupa berdzikir, niscaya
diperingatinya engkau".
Lalu
bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw.: "Shahabat manakah yang
jahat?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yaitu shahabat jikalau engkau lupa, tidak diperingatinya
akan engkau. Dan jika engkau teringat mengingati akan Allah, maka dia tidak
menolong akan engkau".
Bertanya
orang itu lagi: "Manusia manakah yang lebih berilmu?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم "Yang paling takut kepada Allah Ta'ala".
Kemudian
bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw. : "Terangkan-lah kepada kami,
orang-orang kami yang baik, yang akan kami ambil untuk teman duduk
berceritera".
Nabi
saw. صلى الله عليه وسلم menjawab :قيل يا رسول الله أي الأعمال أفضل قال اجتناب المحارم
ولا يزال فوك رطبا من ذكر الله..الحديث "Yaitu mereka yang selalu kelihatan
berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Orang
itu bertanya lagi: "Manusia manakah yang paling jahat?".
Nabi
صلى الله عليه وسلم menjawab : "Wahai Tuhan! Ampunilah!".
Mereka
meminta : "Terangkanlah kepada kami wahai Rasulullah!".
Maka
jawablah Nabi صلى الله عليه وسلم :العلماء إذا فسدوا
"Yaitu ulama apabila membuat kerusakan". (1)
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :إن أكثر الناس أمانا يوم القيامة أكثرهم فكرا في الدنيا
وأكثر الناس ضحكا في الآخرة أكثرهم بكاء في الدنيا وأشد الناس فرحا في الآخرة
أطولهم حزنا في الدنيا
"Yang lebih banyak memperoleh keamanan pada hari qiamat, ialah orang yang
lebih banyak berpikir semasa di dunia. Yang lebih banyak tertawa di akhirat,
ialah orang yang lebih banyak menangis semasa di dunia. Dan yang lebih banyak
bergembira di akhirat, ialah orang yang lebih lama gundah semasa di
dunia". (2)
Berkata
Ali ra. dalam salah satu pidatonya : "Diriku ini tergadai. Aku adalah
pemimpin. Sesungguhnya tidak menaruh hati kepada taqwa oleh tanaman suatu kaum
dan tidak haus kepada petunjuk oleh pokoknya pokok. Manusia yang paling bodoh
ialah orang yang tidak tahu diuntung. Manusia yang paling dimarahi Tuhan, ialah
orang yang mengumpulkan ilmu untuk membuat kekacauan, menghembus-hembuskan
fitnah. Sampai dia dinamakan manusia bayangan dan orang yang berilmu yang
paling hina. Dia tidak hidup dalam ilmu seharipun yang selamat. Ia berpagi-pagi
mengha-silkan ilmu dan memperbanyakkannya. Maka sedikit dari ilmu pengetahuan
dan mencukupi adalah lebih baik dari pada banyak tetapi disia-siakan. Sehingga
bila kehausan, terpaksalah meminum dari air yang telah berobah dan disimpan
banyak yang tidak ber-faedah.
Dia
duduk dihadapan orang banyak sebagai guru untuk menyelesai-kan apa yang keliru
bagi orang Iain. Apabila terjadi sesuatu peristi-wa penting, lalu ingin ia
menyelesaikannya menurut pendapatnya sendiri, sedang dia sebenarnya berotak
kosong. Dia menghadapi persoalan-persoalan yang mengelirukan itu, yang menyamai
benang lawa-lawa, tak tahu dia salah atau benar. Dia adalah pengendara yang
bodoh, berpenyakit gila, membawa unta yang tak dapat memandang ke muka. Ia
tidak minta dimaafkan dari pada apa yang tidak diketahuinya supaya selamat.
Dia
tidak menggigit ilmu itu dengan gusinya yang tajam supaya memperoleh hasil.
Menangislah pernbuluh-pembuluh darah di ba-dannya. Dan menjadi halal dengan
hukumnya kemaluan wanita (faraj) yang haram. Demi Allah tidaklah penuh, dengan
mengeluar-kan apa yang telah ada padanya.
1.Menurut Aliraqi beliau tidak mendapati Hadis yang demikian Panjangnya
2.Menurut Aliraqi, beliau tidak pernah menjumpai Hadis ini
Orang itu tidaklah ahli untuk apa yang diserahkan kepadanya. Merekalah orang-orang yang diambil menjadi perumpamaan tentang azab pada abad-abad yang lampau. Maka layaklah mereka memekik dan menangis pada hari-hari kehidupan di dunia ini".
Berkata
Ali ra. : "Apabila engkau mendengar ilmu, maka bicara-kanlah ilmu itu! Dan
jangan engkau campurkan dengan senda-gurau, nanti dimuntahkan oleh hati".
Berkata
sebahagian ulama salaf : "Orang berilmu itu apabila tertawa
terbahak-bahak, maka dia telah melemparkan ilmunya sekali lempar".
Dikatakan
bahwa apabila seorang mu'allim (pengajar) mengumpul-kan tiga perkara, maka
sempurnalah nikmat kepada pelajarnya, yaitu : sabar, merendahkan diri dan baik
budi. Dan apabila seorang pelajar (muta'allim) mengumpulkan tiga perkara, maka
sempurnalah nikmat kepada pengajarnya yaitu : berakal, beradab dan berpaham
baik".
Pendek
kata, segala budi pekerti yang dibawa Al-Qur'an, tidaklah terlepas padk diri
ulama akhirat. Karena mereka mempelajari Al-Qur'an untuk diamalkan, tidak untuk
menjadi kepala.
Berkata
Ibnu Umar ra. : "Kita telah hidup sekejap masa. Ada diantara kita,
memperoleh iman sebelum Al-Qur'an. lalu turunlah surat Al-Qur'an itu. Maka
dipelajarinyalah yang halal dan yang haram, yang disuruh dan yang dilarang dan
apa yang harus dia berhenti sampai di situ. Aku sudah melihat beberapa orang.
Salah seorang diantara mereka didatangkan Al-Qur'an sebelum iman, maka
dibacanyalah semuanya dari permulaan sampai kepada penghabisan Kitab Suci,
dengan tidak diketahuinya apa penyuruhnya dan apa pelarangnya. Dan apa yang
seyogianya, dia berhenti padanya. Maka dihamburkannya yang dibacanya itu
seperti menghamburkan kurma busuk". (1)
Dalam
hadits lain, yang sama pengertiannya dengan itu, yaitu : "Adalah kami para
shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . diberikan kepada kami IMAN sebelum Al-Quran. Dan akan datang
sesudah kamu, suatu kaum yang diberikan Al-Qur'an sebelum Iman. Mereka
menegakkan huruf-huruf Al-Quran dan menyia-nyiakan batas-batas dan hak-hak dari
Al-Quran dengan mengatakan : "Kami sudah baca. Siapakah yang lebih banyak
membaca dari kami? Kami telah tahu. Siapakah yang lebih tahu dari kami? Maka
itulah nasib mereka". (2)
Pada
perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari ummat
ini".
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan dipandangnya shahih.
2.Dirawikan Ibnu Madjah dari Junduh حديث: (( كنا أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أوتينا الإيمان قبل القرآن... الحديث)) أخرجه ابن ماجه من حديث جندب مختصرا مع اختلاف
Pada perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari ummat ini".
Dikatakan
bahwa lima macam dari budi pekerti adalah diantara tanda-tanda ulama akhirat,
yang dipahami dari lima ayat Kitab Allah Ta'ala Al-Qur'an. Yaitu : takut,
khusyu', tawadlu\ baik budi,dan memilih akhirat dari dunia. Yaitu : zuhud.
Takut, diambil dari firman Allah Ta'ala :
إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ(Innamaa yafrhsyallaaha min Ibaadihil Hilamaa).Artinya :"Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambaNya, ialah para ahli ilmu (ulama)". (S. Fathir, ayat 28).
Khusyu', diambil
dari firman Allah Ta'ala :
خَاشِعِينَ
لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا(Khaasyi'iina lillahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliila).Artinya :*'Mereka itu khusyu* kepada Allah, tidak menukar keterangan-ke-terangan Allah itu dengan harga yang murah.(S. Ali 'Imran, ayat 199).
Tawadlu' (merendahkan diri), diambil dari firman Allah Ta'ala : (
S.Al-Hijr)
وَاخْفِضْ
جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
(Wakhfidh
jana haka lil-mu'miniin).Artinya:"Rendahkanlah sayapmu kepada orang mu'min
(S. Al-Hijr, ayat 88).
Baik budi, diambil dari firman Allah Ta'ala :
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ(Fabimaa rahmatin minallaahi linta lahum).
Artinya :"Oleh karena rahmat Allah„ engkau bersikap lemah lembut kepada mereka".(S. Ali 'Imran, ayat 159).
Zuhud, diambil
dari firman Allah Ta'ala : ( Al-Qashash)
وَقَالَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا
(Wa
qaalalladziina uutul ilma wailakum tsawaabullaahi khairun liman aamana wa
'amila shaalihaa).
Artinya
:"Berkata orang-orang yang berilmu pengetahuan itu : "Malang nasibmuI
Pahala dari pada Allah lebih baik untuk orang yang beriman dan mengerjakan
perbuatan baik .(S.Al-Qashash, ayat 80),
Tatkala
Rasulullah saw. membaca firman Allah Ta'ala :
فَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ
(Faman
yuridillaahu an yahdi yahuu yasyrah shadrahuu lil-islaam).
Artinya
: "Barang siapa dikehendaki Allah memberi petunjuk kepadanya niscaya
dibukaNya dada orang itu kepada Islam "(S. Al-An'am, ayat 125).
Lalu
orang bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: "Apakah pembukaan itu?".
Nabi
saw. menjawab : "Sesungguhnya nur itu apabila diletakkan dalam hati, maka
terbukalah dada menerima nur tersebut dengan seluas-Iuasnya".
Berkata
orang itu lagi : "Adakah tandanya untuk itu?".
التجافي عن دار الغرور والإنابة إلى
دار الخلود والاستعداد للموت قبل نزوله( قال صلى الله عليه وسلم; نعم ) Menjawab Nabi saw. : نعم "Ya, ada! Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri kekal dan bersedia untuk mati sebelum datangnya". (1)
1.Dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari ibnu Mas'ud.
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kebanyakan pembahasannya mengenai
ilmu yang dikerjakan, apa-apa yang merusakkan amal perbuatan itu, yang mengacau-Balaukan
hati, yang membangunkan waswas dan yang mengobarkan kejahatan.
Sesungguhnya
pokok agama ialah, menjaga dari kejahatan itu. Dari itu bermadahlah seorang
penya'ir :
Aku
kenal kejahatan, bukan untuk kejahatan,
tetapi.............untuk
menjaga diri daripadanya,
Orang
yang tak mengenai kejahatan, akanjatuhlah ke dalamnya!!!!
Dan
karena amal perbuatan yang dikerjakan itu dekat pengambil-annya. Dan yang
paling penghabisan, bahkan yang paling tinggi dari amal perbuatan itu, ialah
membiasakan diri mengingati Allah Ta'ala (berdzikir) dengan hati dan lid ah.
Sesungguhnya urusannya, ialah pada mengetahui yang merusakkan dan yang
mengacaukan amal perbuatan itu.
Dan
ini, banyak benar cabangnya dan panjang pembahagiannya. Semuanya termasuk yang
diperlukan. Dan banyaklah bahaya yang dihadapi dalam perjalanan menuju akhirat.
Adapun
ulama dunia, mereka mengikuti saja cabang-cabang yang ganjil dalam pemerintahan
dan kehakiman. Mereka bersusah-payah menciptakan bentuk-bentuk yang
menghabiskan waktu dan tak pernah terjadi. Kalau pun terjadi, maka terjadi
untuk orang lain, tidak untuk mereka sendiri.
Dan
apabila terjadi, maka banyaklah orang yang bangun mau menyelesaikannya dan
meninggalkan tugas yang semestinya harus dikerjakan.
Begitulah
berulang-ulang terjadi malam dan siang, baik dalam gurisan hati, sangka waham
dan amal perbuatan dari ulama dunia itu.
Alangkah
jauhnya dari kebahagiaan orang yang menjual kepentingan dirinya sendiri yang
perlu, dengan kepentingan orang lain yang jarang terjadi, karena mengharap dekat
diri dan diterima orang banyak, dari pada mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.
Dan
karena rakus, supaya dinamakan oleh tukang-tukang batil dari anak-anak dunia,
dengan nama ul-fadlil, yang melahirkan kebenaran, yang mengetahui masalah yang
pelit-pelit.
Dan
balasannya dari Allah, bahwa ulama itu tidak bermanfa'at di dunia ini dengan
diterima oleh orang banyak. Tetapi namanya kotor sepanjang zaman. Kemudian dia
datang pada hari qiamat, merugi, menyesal demi melihat laba yang diperoleh oleh
orang yang beramal dan kemenangan yang diperoleh oleh orang yang mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala. Inilah kerugian yang nyata!
Al-Hasan
Al-Baihaqi ra. adalah seorang manusia yang menyerupai perkataannya dengan
perkataan nabi-nabi as. dan petunjuk yang diberikannya kepada manusia mendekati
dengan petunjuk dari shahabat-shahabat Nabi saw.
Dan
telah sepakatlah kata atas yang demikian terhadap Al-Hasan itu. Sebahagian
besar perkataan Al-Hasan adalah mengenai gurisan hati, kerusakan amal,
kebimbangan jiwa dan sifat-sifat yang tersem-bunyi yang tak jelas dari
keinginan hawa nafsu.
Pernah
orang mengatakan kepadanya : "Hai Abu Sa'id! Tuan berkata-kata dengan
perkataan yang tak pernah terdengar dari orang lain. Dari manakah tuan
ambil?".
Al-Hasan
menjawab : "Dari Huzaifah bin Al-Yamman!".
Kemudian
ditanyakan kepada Huzaifah : "Kami melihat tuan mengeluarkan perkataan
yang tak pernah terdengar dari shahabat-shahabat Nabi صلى الله عليه
وسلم: yang lain. Dari
manakah tuan ambil?".
Huzaifah
menjawab : "Ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, perkataan-perkataan itu kepadaku. Orang
lain bertanya kepada Nabi saw. tentang kebajikan. Aku menanyakannya tentang
kejahatan karena takut aku jatuh ke dalamnya. Dan aku tahu bahwa kebajikan itu
tak perlu buru-buru aku mengetahuinya".
Pada
suatu kali pernah Huzaifah mengatakan : "Maka aku tahu bahwa orang yang
tidak mengenai kejahatan, niscaya tidak akan mengenai kebajikan".
Pada
kata-kata lain, pernah para shahabat Nabi saw. bertanya : "Wahai
Rasulullah! Apakah untuk orang yang mengerjakan demikian dan demikian?".
Maksud
mereka menanyakan tentang amal perbuatan yang utama.
"Tetapi
aku - kata Huzaifah menanyakan : "Wahai Rasulullah! Apakah yang merusakkan
demikian dan demikian?".
Tatkala
Rasulullah melihat aku menanyakan tentang bahaya yang merusakkan amal, lalu
beliau menentukan ilmu ini untukku".
Huzaifah
juga ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. dengan pengetahuan tentang orang munafiq. Dia sendiri yang
mengetahui tentang ilmu mengenai nifaq, sebab-sebabnya dan bahaya fitnah yang
halus-halus.
Umar,
Usman dan pembesar-pembesar shahabat ra. menanyakan Huzaifah tentang fitnah
umum dan khusus. Huzaifah ditanyakan tentang orang-orang munafiq. Lalu ia
menerangkan bilangan yang masih tinggal dari mereka, tetapi tidak
diterangkannya nama mereka masing-masing.
Adalah
Umar menanyakan kepada Huzaifah tentang dirinya : "Adakah Huzaifah tahu
sesuatu dari kemunafiqan pada Umar?". Lalu Huzaifah menyatakan, bahwa Umar
terlepas dari yang demikian.
Saidina
Umar ra. apabila dipanggil untuk melakukan shalat janazah, ia melihat lebih
dahulu. Kalau ada datang Huzaifah, maka Umar mau bershalat janazah pada mayat
itu. Kalau tidak datang, maka Umar meninggalkan tempat itu.
Huzaifah
digelarkan pemegang rahasia.
Bersungguh-sungguh
mempelajari tingkat-tingkat hati dan hal ikhwalnya, adalah kebiasaan ulama
akhirat. Karena hatilah yang berjalan mendekati Allah Ta'ala.
Maka
jadilah pengetahuan ini ganjil dan terhapus. Apabila dikemu-kakan sedikit saja
daripadanya kepada seorang yang berilmu, lalu merasa ganjil dan menjauhkan
diri, dengan mengatakan bahwa itu diperindah oleh juru-juru nasehat. Dan dimana
pentahkikannya?.
Orang
itu memandang bahwa pentahkikan itu adalah pada pertengkaran yang berliku-liku.
Benarlah
kiranya kata penya'ir :
"Jalan
itu sangat banyak,
tetapi
jalan kebenaran hanya satu.
Dan
yang pergi berangkat,
ke
jalan kebenaran itu satu-satu.....................
Mereka
tiada tahu, maksudnyapun tiada diketahui. Mereka terus menuju, berjalan
pelan-pelan kepada yang ditujui.
Manusia itu lalai,
apa dimaksudkan dengan mereka.
Sebahagian besar tidur terkulai,
jalan kebenaran sampai terlupa....................
Kesimpulannya,
bahagian terbanyak dari manusia itu, tidak condong hatinya, selain kepada yang
mudah dan sesuai dengan tabiat-nya. Karena kebenaran itu pahit. Dan payah untuk
tegak terus dikebenaran itu. Mengetahuinya sukar. Jalan kepadanya berliku-liku.
Lebih-lebih mengenai sifat hati dan mensucikannya dari pekerti yang tercela.
Itu
adalah suatu cabutan dari jiwa yang terus-inenerus. Orangnya adalah seumpama
orang yang meminum obat, harus sabar atas pahitnya obat, karena mengharapkan
sembuh. Atau seumpama orang yang menjadikan masa hidupnya untuk berpuasa. Maka
ia harus menahan segala penderitaan, untuk mencapai hari pembukaan puasanya
ketika mati nanti.
Kapankah
banyak orang menyukai jalan itu? Karena itulah kata orang, bahwa di kota Basrah
terdapat seratus dua puluh orang yang selalu berbicara tentang nasehat dan
peringatan. Dan tak ada yang berbicara mengenai ilmu yakin, hal ikhwal hati dan
sifat-sifat bathin, selain tiga orang, yaitu Sahl At-Tusturi, Ash-Shubaihi dan
Abdur Rahim.
Yang
duduk mengelilingi juru-juru nasehat itu tak terhitung banyaknya, sedang yang
mengelilingi orang yang tiga tadi adalah sedikit, hampir tidak melampaui
sepuluh orang. Sebabnya tak lain, ialah barang yang bernilai itu, tidak layak
selain kepada orang-orang tertentu. Dan apa yang dihidangkan kepada orang
banyak itu, adalah persoalan yang dekat saja.
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, perpegangannya tentang ilmunya
berdasarkan kepada penglihatan bathin dan diketahuinya dengan hati yang putih
bersih. Tidak kepada lembaran buku dan kitab-kitab dan tidak pula bertaqlid
atas pendengaran dari orang lain. Yang ditaqlidkannya, sesungguhnya pembawa
syari'at suci Nabi Besar Muhammad صلى الله عليه وسلم. pada yang disuruhnya dan yang
diucapkannya. Shahabat-shahabat ra. pun ditaqlidkannya, dari segi bahwa
perbuatan mereka menunjukkan kepada pendengarannya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Kemudian,
apabila sudah bertaqlid kepada pembawa syari'at suci itu dengan menerima segala
perkataan dan perbuatannya, maka hendaklah berusaha benar-benar memahami
rahasia ajarannya.
Seorang
yang bertaqlid (muqallid) berbuat suatu perbuatan karena Nabi صلى
الله عليه وسلم
berbuatnya. Perbuatannya itu memang harus dan hendaklah karena suatu rahasia
padanya.
Maka
seyogialah bahwa dia membahas benar-benar tentang rahasia segala perbuatan dan
perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم. Karena kalau dicukupkan saja dengan menghafal apa yang
dikatakan, maka jadilah dia karung ilmu dan bukanlah seorang yang berilmu.
Karena
itulah ada orang mengatakan : si Anu itu karung ilmu. Maka tidaklah dinamakan
orang itu berilmu apabila keadaannya hanya menghafal saja, tanpa memperhatikan
hikmah dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Orang
yang tersingkap dari hatinya tutup dan memperoleh nur hidayah, maka jadilah dia
seorang yang diikuti dan ditaqlidkan. Maka tidak seyogialah dia bertaqlid
kepada orang lain.
Karena
itulah berkata Ibnu Abbas ra. : "Tiada seorangpun, melainkan diambil dari
ilmunya dan ditinggalkan selain Rasulullah (صلى الله عليه وسلم …... (1
Ibnu
Abbas itu mempelajari fiqih pada Zaid bin Stabit dan membaca Al-Qur'an pada
Ubai bin Ka'ab. Kemudian dia berselisih dengan Zaid dan Ubai tentang fiqih dan
tentang pembacaan Al-Qur'an. Berkata setengah ulama salaf : "Apa yang
datang kepada kami dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . kami terima di atas kepala dan penuh
perhatian dari kami. Dan apa yang datang kepada kami dari para shahabat ra. ada
yang kami ambil dan ada yang kami tinggalkan. Dan apa yang datang dari para
tabi'in, maka mereka itu laki-laki dan kamipun laki-laki".
Dianggap
lebih para shahabat itu, karena mereka melihat dengan mata sendiri hal-ikhwal
Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Dan hati mereka terikat kepada hal-ikhwal itu yang diketahui
dengan qarinah (tanda-tanda). Lalu membawa mereka kepada yang benar, dari segi
tidak masuk dalam riwayat dan ibarat. Karena telah melimpahlah nur kenabian
kepada mereka, yang menjaga dari kesalahan dalam banyak hal.
Apabila
berpegang kepada yang didengar dari orang lain itu taqlid yang tidak disukai,
maka berpegang kepada kitab-kitab dan karang-an-karangan adalah lebih jauh
lagi. Bahkan kitab-kitab dan karang-an-karangan itu adalah barang baru yang
dibuat.
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu
Abbas.
Sedikitpun
tak ada daripadanya pada masa shahabat dan tabi'in yang terkemuka. Tetapi
datangnya adalah sesudah seratus dua puluh tahun dari Hijrah Nabi صلى
الله عليه وسلم.
dan sesudah wafat seluruh shahabat dan sebahagian besar dari tabi'in dan
sesudah wafat Sa'id bin Al-Musayyab, Al-Hasan dan para tabi'in yang pilihan.
Bahkan ulama-ulama yang mula-mula dahulu,tidak menyukai kitab-kitab hadits dan
penyusunan kitab-kitab. Supaya tidaklah manusia itu sibuk dengan buku-buku itu,
dari hafalan,dari Al-Qur'an, dari pemahaman dan dari peringatan. Mereka itu
mengatakan : "Hafallah sebagaimana kami menghafal!".
Karena
itulah, Abu Bakar dan segolongan shahabat Nabi saw. tidak menyetujui penulisan
Al-Qur'an (mengkodifikasikan), dalam suatu mashaf. Mereka berkata :
"Bagaimana kita membuat sesuatu yang tidak diperbuat Nabi صلى
الله عليه وسلم?".
Mereka
itu takut nanti manusia itu berpegang saja pada mashaf-mashaf dengan mengatakan
: "Kita biarkan Al-Quran, yang diterima oleh mereka dari tangan ke tangan,
dengan dipelajari dan dibacakan, supaya menjadi pekerjaan dan cita-cita
mereka". Sehingga Umar ra. dan lain-lain shahabat menunjukkan supaya
Al-Qur'an itu ditulis, karena takut disiasiakan orang nanti dan malasnya
mereka. Dan menjaga agar tidak menimbulkan pertikaian di belakang hari. Karena
tidak diperoleh yang asli yang menjadi tempat pemeriksaan dari kekeliruan, baik
kalimatnya atau bacaan-nya.
Mendengar
alasan-alasan tadi, maka terbukalah hati Khalifah Abu Bakar. Maka dikumpulkanlah
Al-Qur'an itu dalam suatu mashaf.
Imam
Ahmad bin Hanbal menentang Imam Malik karena dikarang-nya kitab Al-Muath-tha\
Ahmad berkata : "Tuan ada-adakan yang tidak dikerjakan para shahabat
ras".
Kata
orang, kitab yang pertama dikarang dalam Islam ialah Kitab Ibnu Juraij tentang
atsar m dan huruf-huruf tafsir dariMujahid, At ha' dan teman-teman Ibnu Abbas
ra. di Makkah.
Kemudian
muncul kitab Ma'mar bin Rasyid Ash-Shan'ani di Ya-man. Dikumpulkan di dalamnya
sunnah yang dipusakai dari Nabi saw.
1.Atsar, Ialah ucapan para shahabat ra. dan para pamuka
islam yang terdahulu.
Kemudian
lahir Kitab Al-Muattha' di Madinah karangan Imam Malik bin Anas. Kemudian Kitab
Jami' karangan Sufyan Ats-Tsuri.
Kemudian
pada abad keempat hijriyah, muncullah karangan-karangan tentang ilmu kalam.
Lalu ram ail ah orang berkecimpung dalam pertengkaran dan tenggelam di dalam
membatalkan kata-kata.
Kemudian
tertariklah hati manusia kepada ilmu kalam, kepada kisah-kisah dan memberi
pengajaran dengan mengambil bahan dari kisah-kisah tadi. Maka sejak masa itulah
merosot ilmu yakin (ilmul-yaqin). Sesudah itu, lalu dipandang ganjil ilmu hati,
pemerik-saan sifat-sifat jiwa dan tipu daya setan.
Orang
tidak memperhatikan lagi kepada ilmu-ilmu tadi selain sedi-kit-sekali. Lalu
orang-orang yang suka bertengkar dalam ilmu kalam, dinamai 'alim. Tukang
ceritera yang menghiasi kata-katanya dengan susunan yang berirama, dinamai
'alim.
Ini
disebabkan karena orang awwamlah yang mendengar syarahan dan ceritera
orang-orang tadi. Lalu tidak dapat membedakan antara ilmu yang sebenarnya dan
ilmu yang tidak sebenarnya. Perjalanan shahabat dan ilmu pengetahuan
shahabat-shahabat ra. itu tidak terang pada orang awwam. Sehingga mereka dapat
mengenai perbedaan antara para shahabat itu dan orang-orang yang disebut 'alim.
Maka
terus-meneruslah nama ulama melekat pada orang-orang itu dan dipusakai dari
salaf kepada khalaf (ulama-ulama pada masa terakhir). Dan jadilah ilmu akhirat
itu terpendam dan lenyaplah perbedaan antara ilmu dan bicara, selain pada
orang-orang tertentu.
Orang-orang
yang tertentu itu (al-khawwash) apabila ditanyakan : "Si Anukah yang lebih
berilmu ataukah si Anu?", lalu menjawab : "Si Anu lebih banyak
ilmunya dan si Anu lebih banyak bicaranya".
Jadi,
orang-orang al-khawwash mengetahui perbedaan antara ilmu dan kemampuan
berbicara.
Begitulah,
maka agama itu menjadi lemah pada abad-abad yang lampau. Maka bagaimana pula
persangkaan anda dengan zaman anda sekarang?.(1)
Sudah
sampailah sekarang, bahwa orang yang suka mengecam perbuatan munkar, dituduh
gila. Jadi yang baik sekarang, ialah orang bekerja untuk dirinya sendiri dan
diam.
1) Yaitu, zaman Al-Ghazali ra. kira-klra pada akhir abad ke
v Hijriyah.
Juga
diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, sangat menjaga dari perbuatan-perbuatan
bid'ah, meskipun telah mendapat persetujuan dari kebanyakan ulama (ulama
al-jumhur).
Janganlah
kiranya tertipu atas kesepakatan orang ramai terhadap sesuatu yang diada-adakan
sesudah para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم.Hendak lah suka memeriksa tentang keadaan para shahabat, perjalanan
dan perbuatannya. Dan apa yang menjadi kesukaan mereka, mengajar kah,
mengarangkah, suka bertengkarkah, menjadi kadlikah, wali negerikah, memegang
harta wakafkah, harta wasiat kah, memakan harta anak yatimkah, bergaul dengan
sultan-sultan kah, berbaik pergaulan dengan merekakah? Atau adakah ia dalam
keadaan takut kepada Tuhan, gundah, tafakkur, mujahadah, muraqabah, dhahir dan
bathin, menjauhkan diri dari dosa yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang
sebesar-besamya, berusaha memperoleh pengetahuan yang tersembunyi dari hawa
nafsu dan tipu daya setan? Begitulah seterusnya dari segala ilmu bathin itu!.
Ketahuilah
dengan sebenar-benarnya bahwa orang yang terpandang 'alim, pada masanya dan
yang lebih dekat kepada kebenaran, ialah orang-orang yang menyerupai shahabat
dan yang lebih mengenai jalan ulama-ulama salaf. Maka dari merekalah hendaknya
agama itu diambil!.
Karena
itulah berkata Ali ra. : "Yang terbaik dari kita ialah yang lebih
mengikuti agama ini". Perkataan Ali ini untuk menjawab pertanyaan yang
ditujukan kepadanya : "Tuan sudah menyalahi dengan si Anu ?".
Maka
tidaklah layak untuk berkeberatan menentang orang masa sekarang, buat
menyetujui orang masa Rasulullah saw. Manusia sebenarnya berpendapat dengan
pendapat pada masanya, karena tabiatnya condong kepadanya. Dan dirinya tidak
mau mengakui bahwa cara yang demikian, menyebabkan tidak memperoleh sorga.
Dari
itu, serukanlah bahwa jalan ke sorga, tak lain dari itu. Sebab itu, Al-Hasan
berkata : "Dua orang yang mengada-adakan dalam Islam : seorang yang
mempunyai pendapat jahat, lalu mendakwakan bahwa sorga itu adalah untuk orang
yang berpendapat seperti pendapatnya. Dan seorang lagi yang boros penyembah
dunia, marah dia karena dunia, senang dia karena dunia. Dunialah yang
dicarinya. Maka lemparkanlah kedua orang itu ke dalam neraka!
Dibalik
itu, ada orang di dunia ini, antara pemboros yang mengajaknya kepada dunia dan
yang berhawa nafsu yang mengajaknya
kepada
hawa nafsu. Maka Allah Ta'ala memeliharakannya dari kedua orang tadi, dimana ia
merindui salaf-salaf yang salih. Dia menanyakan perbuatan mereka dan mengikuti
jejak mereka. Orang ini memperoleh pahala besar. Begitulah hendaknya kamu
sekalian".
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud, hadits mauquf dan musnad, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda :وقد روي
عن ابن مسعود موقوفا ومسندا أنه قال: إنما
هما اثنتان الكلام والهدى فأحسن الكلام كلام الله تعالى وأحسن الهدى هدى رسول الله
تعالى صلى الله عليه وسلم ألا وإياكم ومحدثات الأمور فإن شر الأمور محدثاتها وأن
كل محدثة بدعة وإن كل بدعة ضلالة ألا لا يطولن عليكم الأمد فتقسوا قلوبكم ألا كل
ما هو آت قريب ألا إن البعيد ما ليس بآت
(Innamaa
humatsnataani: alkalaamu wal hudaa. Fa-ahsanul kalaami kalaamullaahi Ta'aalaa
wa ahsanul hudaa hudaa Rasulillaahi shallallaahu 'alaihi wa sallam.Alaa wa
iyyaakum wa muhdatsaatil umuuri fa-inna syarral umuuri muhdatsaatuhaa wa inna
kulla muh-datsatin bid'atim, wa inna kulla bid'a tin dlalaalah. Alaa laa
yathuu-lanna 'alaikumul amadu fa-taqsuu quluubukum. Alaa kullu maa huwa aatin
qariibun. Alaa innal ba'iida maa laisa biaatin).Artinya :"Sesungguhnya dua
itulah : kalam dan petunjuk. Yang sebaik-baik kalam (perkataan) yaitu ; kalam
Allah Ta'ala. Dan yang sebaik-baik petunjuk yaitu : petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم Ketahuilah! Bahwa kamu harus awas dari
hal-hal yang diadakan. sejahat-jahat hal, ialah yang diada-adakan. Dan
tiap-tiap yang diada-adakan itu bid'ah. Tiap-tiap bid'ah itu sesat. Ketahuilah!
Janganlah berlama-lama kamu di dalam bid'ah, maka kesatlah hatimu. Ketahuilah!
Tiap-tiap yang akan datang itu dekat. Ketahuilah! Bahwa yang jauh itu, ialah
sesuatu yang tidak-akan datang". (1)
Dalam
suatu pidato Rasulullahصلى الله عليه وسلم ialah : "Amat
baiklah orang yang memperhatikan akan kekurangan dirinya, tidak memperhatikan
kekurangan orang lain. Berbelanja dari harta yang diusahakannya tidak pada
jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih dan ahli
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud.
Dalam
suatu pidato Rasulullahصلى الله عليه وسلم ialah : "Amat
baiklah orang yang memperhatikan akan kekurangan dirinya, tidak memperhatikan
kekurangan orang lain. Berbelanja dari harta yang diusahakannya tidak pada
jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih dan ahli hukum dan menjauhkan dirinya
dari ahli sesat dan ma'siat. Amat baiklah orang yang merendahkan diri, baik
budi pekerti, bagus bathin dan terpelihara manusia lain dari kejahatannya. Amat
baiklah orangyang berbuat menurut ilmunya, berbelanja pada kebajikan yang lebih
dari hartanya, menahan yang tidak perlu dari perkataannya. Sunnah Nabi
berkembang dalam dadanya dan tidak dibawanya kepada bid'ah", (1)
Ibnu Mas'ud ra. pernah berkata : "Petunjuk yang baik
pada akhir zaman adalah, lebih baik dari banyak amal perbuatan". Dan berkata Ibnu Mas'ud pada tempat yang
lain : "Kamu sekarang pada masa dimana orang-orang baik dari kamu
bersegera dalam segala pekerjaan. Dan akan datang sesudahmu nanti suatu masa,
dimana orang-orang baik dari mereka, teguh lagi berhati-hati mengerjakan
sesuatu, karena banyaknya perbuatan syubhat (yang diragukan
halal-haramnya)".
Memang
benarlah ucapan Ibnu Mas'ud itu! Siapa yang tidak berhati-hati pada masa
sekarang, lalu mengikuti saja orang banyak dan berkecimpung dalam perbuatan
yang dikerjakan mereka, niscaya binasa sebagaimana mereka itu binasa.
Berkata
Huzaifah ra. :
"Yang lebih mengherankan dari ini, ialah perbuatan yang baik dari kamu
pada hari ini adalah munkar pada zaman yang lampau. Dan yang munkar dari kamu
pada hati ini adalah baik pada zaman yang selam. Sesungguhnya kamu senantiasa
dalam kebajikan, selama kamu mengenai akan yang benar. Dan orang yang berilmu
dari kamu, tidak meringan-ringankan yang benar itu".
Sungguh
benarlah Huzaifah! Memang kebanyakan perbuatan yang dipandang baik sekarang,
adalah munkar pada masa para shahabat Nabiصلى الله عليه وسلم.Karena kebanyakan yang dipandang baik pada
masa kita ini, ialah menghiasi masjid-masjid, membaguskannya, mengeluarkan
harta banyak dalam pembangunan bahagiannya yang kecil-kecil dan membentangkan
permadani yang empuk di dalamnya.
Dan
sesungguhnya terhitung dalam perbuatan bid'ah, membentangkan permadani di dalam
masjid. Dikatakan, itu adalah termasuk perbuatan yang diada-adakan oleh
orang-orang yang mengerjakan hajji. Adalah orang-orang dahulu itu, sedikit
sekali yang membuat batas antara mereka dan tanah.
1.Dirawjkan Abu Na'im dari Al-Husain bin Ali dengan sanad
dla'if.
Begitu
pula, kesibukan dengan perdebatan dan pertengkaran dalam soal yang kecil-kecil,
termasuk diantara ilmu yang paling mulia bagi orang zaman sekarang. Dan
mendakwakannya termasuk diantara perbuatan yang terbesar untuk mendekatkan diri
kepada Allah Ta'ala. Pada hal itu, termasuk dalam perbuatan yang munkar.
Diantara
yang munkar juga mengobah-obah (talhin) bacaan Al-Qur'an dan adzan. Diantara
yang munkar juga, membanyakkan pemakaian air pada pembersihan diri, was-was
(selalu ragu saja) waktu bersuci, menyangka sebab yang bukan-bukan mengenai
najis kain, sedangkan dalam pada itu tidak mementingkan antara halalnya dan
haramnya makanan yang dimakan. Dan begitulah seterusnya.
Benarlah
kiranya Ibnu Mas'ud ra. yang mengatakan : "Kamu pada hari ini dalam zaman,
dimana hawa nafsu mengikuti ilmu. Dan akan datang kepadamu nanti suatu zaman,
dimana ilmu mengikuti hawa nafsu".
Imam
Ahmad bin Hanbal pernah berkata : "Mereka meninggalkan ilmu dan menuju
kepada yang ganjil-ganjil, di mana ilmu itu tidak kurang pada mereka. Kiranya
Allah menolong mereka dari keadaan itu!".
Berkata
Imam Malik bin Anas ra. : "Orang-orang pada masa dahulu, tidak menanyakan
tentang hal-hal ini, seperti yang ditanyakan orang-orang pada masa sekarang.
Dan ulamanya tidak mengatakan yang haram dan yang halal. Tetapi saya jumpai
mereka itu mengatakan, yang sunnah dan yang makruh".
Artinya,
mereka itu memandang kepada yang sehalus-halusnya dari perbuatan makruh dan
sunnah. Sedang perbuatan yang haram, keburukannya sudah nyata.
Hisyam
bin 'Urwah pernah berkata : "Jangan engkau tanyakan mereka hari ini
tentang sesuatu yang diada-adakannya oleh diri mereka itu sendiri. Karena untuk
itu mereka telah menyediakan jawabannya. Tetapi tanyakanlah mereka mengenai
sunnah sebab mereka tidak mengetahuinya".
Abu
Sulaiman Ad-Darani pernah berkata : "Tidak sewajarnyalah bagi orang yang
memperoleh ilham sesuatu kebajikan, lalu terus mengerjakannya, sebelum lagi
mendengar hal itu pada atsar. Maka ia memuji akan Allah Ta'ala, karena ilham
itu sesuai dengan apa yang pada dirinya".Abu Sulaiman ra. mengatakan
demikian karena pendapat-pendapat yang diada-adakan itu memang menarik
perhatian dan melekat di dalam hati. Oleh karenanya, kadang-kadang mengotorkan
kebersihan hati, lalu menyangka yang batil itu benar. Dari itu harus dijaga
dengan hati-hati, dengan membuktikannya dengan atsar-atsar.
Karena
inilah, tatkala Khalifah Marwan mengadakan mimbar pada shalat hari raya di sisi
tempat bershalat, lalu bangun Abu Sa'id Al-Khudri ra. seraya berkata: "Hai
Marwan! Bukan kah ini bid'ah?".
"Tidak!",
menjawab khalifah Marwan. "Ini tidak bid'ah, tetapi lebih baik daripada
yang tuan ketahui.Sesungguhnya orang sudah banyak sekali. Maka maksudku supaya
suara itu sampai kepada mereka "i
Menyambung
Abu Sa'id : Demi Allah! Tidaklah sekali-kali kamu mendatangkan yang baik, dari
apa yang aku ketahui selama ini. Wallah demi Allah! Tidaklah akan aku bershalat
di belakangmu hari ini".
Sesungguhnya
Abu Sa'id menantang Khalifah Marwan dalam peristiwa tadi, disebabkan كان
يتوكأ في خطبة العيد والاستسقاء على قوس أو عصا "Rasulullah صلى الله عليه وسلم. dalam khutbah hari raya dan khutbah
sembahyang meminta hujan, memegang busur atau tongkat, tidak atas mimbar".
(1)
Pada
suatu hadits yang terkenal. tersebut:
من أحدث في ديننا ما ليس منه فهو رد
(Man
ahdatsa fii diininaa maa laisa minhu fahuwa raddun).
Artinya
:"Barang siapa mengada-adakan dalam agama kita sesuatu yang tidak di
dalamnya, maka tertolak ". (2)
Pada
hadits yang lain, tersebut:
من غش أمتي فعليه لعنة الله والملائكة
والناس أجمعين
(Man ghasy-sya ummatii fa'alaihi la'natullaahi
wal malaaikati wan-naasi ajma'in).
Artinya
:"Barang siapa membohongi ummatku, maka atasnya la'nat Tuhan, malaikat dan
seluruh manusia". (3)
1.Dirawikan AtThabrani dari Al Barra dan ini Hadis Dlaif.
2.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Aishah
3..Dirawikan dari Ad Daraqutni dengan SanadDlaif sekali.
Lalu
orang bertanya : "Ya Rasulullah! Bagaimanakah orang membohongi
ummatmu?".
Nabiصلى
الله عليه وسلم.menjawab
: "Yaitu diada-adakannya sesuatu bid'ah,lalu dibawanya manusia
kepadanya"
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم . :
إن لله
عز وجل ملكا ينادى كل يوم من خالف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم تنله
شفاعته
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala mempunyai seorang malaikat yang menyerukan setiap hari :
"Barang siapa menyalahi sunnah Rasulullah saw. maka dia tidak akan
memperolah syafa'atnya". (1)
Orang
yang menganiaya agama dengan mengada-adakan sesuatu yang bertentangan dengan
sunnah, dibandingkan dengan orang yang berbuat dosa, adalah seumpama orang yang
mendurhakai raja dengan menjatuhkan pemermtahannya, dibandingkan dengan orang
yang melawan perintahnya dalam suatu perintah yang tertentu. Perlawanan itu
kadang-kadang diampuninya. Tetapi menjatuhkan pemermtahannya tidaklah diampuni.
Berkata
setengah ulama : "Apa yang dikatakan salaf, maka berdiam diri daripadanya
adalah suatu kekasaran. Dan apa yang didiamkan salaf, maka membicarakannya
adalah memberat-beratkan diri".
Berkata
ulama yang lain : "Kebenaran itu berat. Orang yang mele-wati garisnya,
telah menganiaya diri. Orang yang memendekkan-nya, adalah lemah. Dan orang yang
berdiri teguh pada kebenaran itu, adalah mencukupi".
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :عليكم بالنمط الأوسط الذي يرجع إليه
العالي ويرتفع إليه التالي
('Alaikum binnamathil au-sathilladzii yarji'u ilaihil 'aalii wa yartafi'u ilaihit
taalii).
Artinya
:"Haruslah kamu di garis yang di tengah yang kembali kepadanya yang di
atas dan yang naik kepadanya yang berikutnya". (2)
Berkata
Ibnu Abbas ra. :الضلالة لها حلاوة في قلوب أهلها "Kesesatan itu
manis dalam hati orang-orangnya".
1.Menurut Al Iraqi , tidak menemui Hadis Ini.
2.Dirawikan Ubain dari Ali Bin Abi Thalib, Hadis Mauquf Pada
Ali.
Berfirman
Allah Ta'ala :
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا
دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا
(Wa
dzarilladziinat-takhadzuu diinahum la'iban wa lahwa). Artinya :
"Tinggalkanlah
mereka yang membuat agamanya permainan dan senda-gurau".
(S.Al-An'am,
ayat 70).
Allah
Ta'ala berfirman :
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ
فَرَآهُ حَسَنًا
(Afaman
zuyyina lahuu suu-u 'amalihi fara-aahu hasanan).
Artinya
: "Adakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk, lalu perbuatannya
yang buruk itu dianggapnya baik". (S. Fathir, ayat 8).
Segala
apa yang diada-adakan sesudah para shahabat ra. yang melewati batas dharurat
dan keperluan, maka itu termasuk diantara permainan dan senda-gurau.
Diceriterakan
tentang Iblis yang kena kutukan Tuhan, bahwa Iblis itu mengirimkan tentaranya
pada masa shahabat ra. Maka kembali-Iah tentara itu kepada Iblis dengan
perasaan menyesal.
Bertanya
Iblis : "Apa kabar kamu sekalian?".
Tentara
Iblis itu menjawab : "Belum pernah kami melihat seperti mereka itu. Kami
tidak memperoleh sesuatu dari mereka. Mereka telah meletihkan kami."
Maka
menyambung Iblis itu : "Rupanya kamu tidak sanggup menghadapi mereka,
dimana mereka telah menyertai nabinya dam menyaksikan turun wahyu dari
Tuhannya. Tetapi sesudah mereka itu nanti, akan datang suatu kaum yang akan
kamu peroleh hajatmu dari mereka".
Tatkala
datang masa tabi'in, Iblis itu mengirimkan lagi bala tentaranya. Itupun tentara
Iblis itu kembali dengan tangan kosong. Mereka itu berkata : "Belum pernah
kami melihat yang lebih mena'jubkan dari mereka. Kami peroleh satu demi satu
dari dosa mereka. Tetapi apabila sore hari, lalu mereka bermohon ampun
(bertaubat kepada Tuhan). Maka digantikan oleh Allah kejahatan mereka dengan
kebajikan".
Menyambung
Iblis itu lagi: "Kamu tidak akan memperoleh sesuatu daripada mereka,
karena ketauhidan mereka itu benar dan karena teguhnya mereka mengikuti
nabinya. Tetapi akan datang sesudah mereka nanti, suatu kaum yang senang hatimu
melihat mereka. Kamu dapat mempermain-mainkan mereka dan mengajak mereka
menuruti hawa nafsunya, menurut kemauanmu. Kalau mereka meminta ampun, maka
tidak akan diampunkan. Dan mereka tidak akan bertaubat. Maka kejahatannya
digantikan oleh Tuhan dengan kebajikan".
Berkata
Iblis itu seterusnya : "Sesudah qurun pertama, maka datanglah suatu kaum,
lalu bergeraklah hawa nafsu pada mereka dan berhiaslah mereka dengan
perbuatan-perbuatan bid'ah. Maka mereka itu memandang yang bid'ah itu halal dan
membuatnya menjadi agama. Tidak pernah mereka memohon ampun dan bertaubat
daripadanya. Maka mereka dikuasai oleh musuh-musuhnya dan dihalaukannya kemana
saja dikehendaki oleh musuh-musuhnya".
Kalau
anda bertanya : "Dari manakah orang yang menerangkan tadi, mengetahui apa
yang dikatakan Iblis, pada hal ia tidak melihat Iblis dan tidak berbicara
dengan Iblis tentang yang demikian itu?".
Maka
ketahuilah kiranya, bahwa orang-orang yang mempunyai hati, terbuka bagi mereka
segala rahasia alam ghaib (alam malakut), sekali dengan jalan ilham, dengan
melintas datang kepada mereka dari arah yang tidak diketahuinya. Sekali dengan
jalan mimpi yang benar. Dan sekali sedang jaga (tidak-tidur), dengan jalan
terbuka segala pengertian dengan menyaksikan contoh-contoh, seperti yang dalam
tidur tadi.
Dan
inilah tingkat yang tertinggi, yaitu : sebahagian dari tingkat-tingkat kenabian
yang tinggi, sebagaimana mimpi yang benar, adalah suatu bahagian dari empat
puluh enam bahagian dari kenabian.
Maka
hati-hatilah, bahwa ada bahagianmu dari ilmu ini, menging-kari apa yang
melewati batas kesingkatan pahammu!.
Dalam
hal ini, telah banyak binasa 'alim ulama yang mengaku dirinya pandai,
menda'wakan telah menguasai seluruh ilmu akal.
Maka
bodoh adalah lebih baik dari akal, yang mengajak kepada menantang seperti hal-hal
tersebut, yang dipunyai wali-wali Allah.
Orang
yang mengingkari hal itu bagi wali-wali, mengakibatkan dia telah mengingkari
nabi-nabi. Dan adalah ia keluar dari Agama seluruhnya.
Berkata
setengah 'arifin (orang yang mempunyai ma'rifah kepada Allah Ta'ala) :
"Sesungguhnya telah habis orang-orang al-abdal disegala penjuru bumi.
Mereka bersembunyi dari mata orang banyak, kerena tidak sanggup melihat ulama
zaman sekarang. Karena mereka itu betul-betul sudah jahil terhadap Allah
Ta'ala. Sedang mereka menurut pengakuannya sendiri dan pengakuan orang-orang
bodoh, adalah ulama".
Berkata
Sahl At-Tusturi ra. : "Diantara ma'siat yang terbesar, ialah tak tahu di
bodoh diri, memandang kepada orang awwam dan mendengar perkataan orang Ialai.
Tiap-tiap orang 'alim yang telah berkecimpung dalam urusan duniawi, maka tidak
wajar lagi perkataannya didengar. Tetapi hendaklah dicurigai dari tiap-tiap
perkataan yang diucapkannya. Karena tiap-tiap manusia itu berkecimpung pada apa
yang disukainya dan menolak apa yang tidak bersesuaian dengan yang
disukainya".
Karena
itu, berfirman Allah Ta'ala :
وَلا
تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ
أَمْرُهُ فُرُطًا
(Wa
laatuthi man aghfalnaa qalbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a hawaa-hu wa kaana
amruhuu furuthaa).
Artinya
:"Dan janganlah engkau turut orang yang Kami lalaikan hatinya dari
mengingati Kami dan diturutinya keinginan nafsunya dan pekerjaannya biasanya di
luar batas ". (S. Al-Kahf, ayat 28).
Orang
awwam yang ma'siat, keadaannya lebih berbahagia dari orang yang bodoh dengan
jalan agama, yang mengakui dirinya ulama. Karena orang awwam yang ma'siat itu
mengakui keteledorannya. Lalu meminta ampun dan bertaubat. Dan orang bodoh ini,
yang menyangka dirinya berilmu, maka ilmu yang dipelajarinya, ialah pengetahuan
yang menjadi jalan baginya kepada dunia, tersisih dari jalan agama. Lalu ia
tidak bertaubat dan meminta ampun. Tetapi senantiasa berpegang kepadanya,
sampai mati. Dan apabila ini telah memenangi pada kebanyakan manusia, kecuali
orang-orang yang dipelihara oleh Allah Ta'ala, dan putuslah harapan untuk
memperbaiki orang-orang tersebut, maka yang lebih raenye-lamatkan bagi orang
yang beragama, yang menjaga diri, ialah : mengasingkan diri dan sendirian,
sebagaimana akan datang penjelasannyapada "Kitab 'Uzlah " nanti insya
Allah.
Karena
itulah Yusuf bin Asbath menulis surat kepada Huzaifah Al-Mar'asyi, yang isinya
antara lain : "Apakah persangkaan tuan dengan orang yang tidak memperoleh
seorangpun, yang tidak mengingati Allah Ta'ala bersama dia melainkan adalah
orang itu berdosa atau pembicaraannya adalah ma'siat saja? Dan yang demikian,
sesungguhnya dia tidak memperoleh temannya".
Benarlah
apa yang dikatakan Yusuf itu. Karena dalam bergaul dengan manusia, tidaklah
terlepas dari upatan atau mendengar upatan atau berdiam diri atas perbuatan
munkar.
Keadaan
yang sebaik-baik nya, ialah orang itu membuat ilmunya berfaedah kepada orang
lain atau mengambil faedah dari ilmu yang ada pada orang lain.
Orang
yang patut dikasihani ini, kalau memperhatikan dan mengetahui bahwa
memanfa'atkan ilmunya itu kepada orang, tidaklah terlepas dari bercampur dengan
ria, ingin.harta dan jadi kepala, niscaya tahulah dia bahwa orang yang
mengambil faedah dari ilmunya bermaksud menjadikan ilmu itu sebagai alat untuk
mencari dunia dan jalan kepada kejahatan.
Berdasarkan
itu, maka adalah dia menolong kearah itu, membantu dan menyiapkan sebab-sebab,
seperti, orang yang menjualkan pedang kepada perampok. Maka ilmu itu adalah
seperti pedang. Kepatutannya bagi kebajikan, adalah seperti kepatutan pedang
bagi perang.
Dari
itu tidak diperbolehkan menjual pedang itu kepada orang yang diketahui menurut
keadaannya, mau mempergunakan pedang itu untuk merampok.
Maka
inilah dua belas tanda ulama akhirat! Masing-masing dari padanya mengumpulkan
sejumlah budi pekerti ulama terdahulu (ulama salaf).
Dari
itu, hendaklah kamu menjadi salah seorang dari dua : adakala-nya bersifat
dengan sifat-sifat itu atau mengaku dengan keteledoran secara sadar. Awaslah,
jangan engkau menjadi orang ketiga, maka engkau ragu kepada diri sendiri dengan
engkau gantikan alat dunia dengan agama. Engkau serupakan perjalanan hidup
orang-orang batil dengan perjalanan hidup ulama-ulama yang mendalam
pengetahuannya. Maka termasuklah engkau disebabkan kebodohan dan keingkaran
engkau, ke dalam golongan orang yang binasa dan putus asa.
Berlindunglah
kita dengan Allah swt. dari tipuan setan yang menyebabkan orang banyak binasa.
Kita bermohon kepada Allah Ta'ala semoga dijadikanNya kita diantara orang-orang
yang tidak ditipu oleh kehidupan duniawi. Dan tidak ditipu oleh penipu pada
jalan Allah!.