Kemungkaran Masjid


bab ketiga : Tentang kemunkaran-kemunkaran yang biasa terjadi pada adat-kebiasaan.

Maka kami tunjukkan kepada sejumlah daripadanya. Supaya dapat diambil dalil kepada yang serupa dengannya. Karena tak ada harapan pada penghinggaan dan penyelidikannya yang mendalam..Maka diantara yang demikian :



KEMUNKARAN-KEMUNKARAN MASJID(J2K09)

Ketahuilah kiranya, bahwa kemunkaran-kemunkaran itu terbagi kepada : makruh dan terlarang.



Apabila kita katakan : ini munkar makruh, maka ketahuilah, bahwa melarangnya itu disu natkan. Dan berdiam diri daripadanya makruh. Dan bukan haram. Kecuali apabila yang berbuat itu, tiada mengetahui bahwa perbuatan munkar itu makruh. Maka wajiblah menyebutkannya kepadanya. Karena makruh itu suatu hukum pada Agama, yang wajib menyampaikannya kepada orang yang tiada mengetahuinya.



Apabila kita mengatakan : munkar itu terlarang atau kita mengata- kan : munkar mutlak, maka kita maksudkan dengan munkar itu : terlarang. Berdiam diri daripadanya serta sanggup menantangnya adalah terlarang.



Diantara yang banyak dilihat dalam masjid-masjid, ialah : memburukkan shalat, dengan meninggalkan thuma’ninah pada ruku’dan sujud. Dan itu adalah munkar, yang membatalkan shalat dengan nash hadits. Maka wajiblah dicegah, kecuali pada madzhab Hanafi yang berkepercayaan, bahwa yang demikian tidak mencegah syahnya shalat. Karena tiada bermanfa'at melarangnya. Barangsiapa melihat pembuat buruk pada shalatnya, lalu berdiam diri, maka dia itu sekutunya. Begitulah yang tersebut pada atsar. Dan pada hadits ada yang menunjukkan kepada yang demikian. Karena hadits menerangkan tentang umpatan, bahwa : orang yang mendengar itu sekutu orang yang mengatakan. (1)



Begitu juga semua yang mencederakan syah shalat, dari adanya najis pada kainnya, yang tiada dilihatnya. Atau berpaling dari kiblat, disebabkan gelap atau buta. Semua itu mewajibkan hisbah.

(1) Hadits ini telah diterangkan pada "Bab Puasa".
780

Diantara kemunkaran itu pembacaan Al-Qur-an dengan kesalahan, yang wajib dilarang dari kesalahan itu. Dan wajib diajarkan yang benar.



Kalau orang yang beri 'tikaf (muhakif) dalam masjid, menghabiskan kebanyakan waktunya pada hal-hal yang seperti itu (melarang kesalahan membaca Al-Qur-an dalam masjid dan lain-lain) dan menghabiskan waktunya dengan demikian tanpa amalan sunat dan dzikir, maka hendaklah ia berbuat terns dengan demikian. Karena, itu adalah yang lebih utama baginyadari dzikir dan amalan su natnya. Sebab ini adalah fardlu. Yaitu : perbuatan yang mendekatkan kita (qurbah) kepada Allah, yang menjalar faedahnya kepa- da orang lain. Maka adalah lebih utama dari amalan sunat yang terbatas faedahnya, walaupun yang demikian itu mencegahkannya dari menjual kertas umpamanya atau dari usaha yang mem beri makan baginya.



Kalau ada padanya perbelanjaan sekadar yang mencukupkan, nis- caya haruslah ia berbuat dengan demikian. Dan tidak boleh ia meninggalkan hisbah untuk mencari kelebihan duniawi. Kalau ia memerlukan kepada usaha untuk perbelanjaannya sehari itu, maka ia dima'afkan dan gugurlah kewajiban dari hal yang tersebut di atas, karena kelemahannya itu.

Orang yang banyak kesalahannya pada pembacaan Al-Qur-an, kalau ia sanggup belajar, maka terlarang ia membaca Al-Qur-an sebelum belajar Sesungguhnya, ia berdosa dengan demikian, walau­pun lidahnya tidak dapat mengikuti akan kemauannya. Kalau kebanyakan yang dibacanya itu salah, maka hendaklah ia meninggalkan membaca! Dan hendaklah bersungguhhsungguh mem- pelajari Al-Fatihah dan membetulkan pembacaannya! Kalau. keba­nyakan pembacaannya itu betul dan ia tidak sanggup meratakan (membetulkan) semuanya, maka tiada mengapa ia membaca. Akan tetapi seyogialah merendahkan (mengecilkan) suaranya membaca yang tiada betul itu. Sehingga tiada terdengar oleh orang lain. Untuk melarangnya membaca dengan suara halus juga, ada yang mengatakan demikian. Akan tetapi apabila yang demikian, adalah penghabisan kemampuannya dan ia suka dan rajin membaca Al- Quran, maka aku berpendapat, tiada mengapa ia membacanya. Wallaahu a'lam : Allah Yang Maha Tahu.



Diantara kemunkaran-kemunkaran yang biasa dilakukan dalam masjid, ialah : tarasul (1) para muadz-dzin pada adzan. Dan pemanjangan mereka dengan memanjangkan pembacaan kalimat- kalimat adz an. Berpalingnya mereka dari arah qiblat dengan seluruh dada pada dua hayya 1alah (ketika membaca : Hayya 'aiash-shalah dan Hayya ‘alal-falah). Atau bersendirian masing-masing mereka dengan adzannya. Akan tetapi tanpa berhenti sampai terputusnya adzan orang lain, di mana mengacaukan kepada para hadlirin yang mendengar adzan itu, untuk menjawab adzan. Karena bercampur- baur suara.





(1) Tarasul: yaitu : diperbuat oleh sebahagian seperti yang diperbuat oleh sebahagian yang lain secara ikut-mengikuti. Dapat diartikan, secara bersahut-sahutan. (Pent.).
781



Tiap-tiap yang demikian itu, adalah perbuatan munkar yang mak­ruh, yang wajib memperkenalkannya kepada mereka. Kalau diperbuat demikian dengan diketahui munkarnya, maka disunatkan melarang dan melaksanakan hisbah padanya. Begitu pula, apabila ada masjid mempunyai seorang muadz-dzin dan muadz-dzin ini melakukan adzan sebelum Shubuh. Maka seyogialah ia dilarang adzan sesudah Shubuh. Karena yang demiki­an mengacaukan puasa dan shalat kepada manusia ramai. Kecuali, apabila diketahui, bahwa muadz-dzin itu melakukan adzan sebelum Shubuh, sehingga orang tidak berpegang kepada adzannya mengenai shalat dan meninggalkan makan sahur. Atau ada bersama muadz-dzin itu, muadz-dzin lain yang dikenal suaranya, melakukan adzan serta waktu Shubuh.



Diantara yang makruh juga, membanyakkan adzan berkali-kali sesudah terbit fajar pada suatu masjid pada waktu yang beriring iringan yang berdekatan. Adakalanya dari seorang atau dari sekum- pulan orang. Maka yang demikian itu tiada berfaedah. Karena tiada tinggal lagi dalam masjid orang yang tidur. Dan tiada suara itu diantara suara yang keluar dari masjid, sehingga mengingatkan kepada orang lain.



Semuanya itu termasuk makruh, yang menyalahi perjalanan (sun- nah) para shahabat dan ulama terdahulu (salaf). Diantara yang munkar, bahwa khathib itu memakai pakaian hitam, yang banyak padanya benang sutera asli. Atau memegang pedang yang ber-emas. Maka khathib itu fasiq. Menantangnya wajib. Adapun semata-mata hitam, maka tidak dimakruhkan. Akan tetapi tidak disunatkan. Karena pakaian yang lebih d.isukai oleh Allah Ta'ala ialah pakaian putih. Orang yang mengatakan bahwa pakaian hitam itu makruh dan bid'ah, ia maksudkan bahwa pakaian terse- but, tiada terkenal pada masa pertama Islam. Tetapi apabila tiada datang larangan, maka tiada seyogialah dinamakan bid'ah dan makruh. Akan tetapi ditinggalkan yang demikian, untuk yang lebih disukai.

782

Diantara perbuatan munkar dalam masjid, ialah perkataan tukang- tukang ceritera dan juru-juru pengajaran yang mencampur-adukkan bid'ah dengan perkataannya. Kalau tukang ceritera itu berdusta dalam ceriteranya, maka dia itu orang fasjq. Dan menantangnya wajib. Demikian juga juru pengajaran yang berbuat bid'ah, wajib melarangnya. Dan tidak boleh menghadliri mejelisnya. Kecuali dengan maksud melahirkan penolakan terhadapnya. Adakalanya untuk seluruh yang hadlir, kalau ia sanggup yang demikian. Atau untuk sebahagian yang hadlir mengelilingnya. Kalau ia tidak sanggup, maka tidak boleh mendengar bid'ah. Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya.:

فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ

(Fa-a'-ridl 'anhum hattaa yakhuudluu fii hadiitsi ghairih). Artinya : ‘Maka hendaklah engkau menghindar dari mereka, sehingga mereka membicarakan perkara yang lain". (S. Al-An'am, ayat 68).

Manakala perkataan tukang ceritera itu, condong kepada memberi harapan ampunan Allah (irja*) dan memberanikan manusia kepada perbuatan ma'shiat. Dan manusia itu bertambah berani, disebabkan perkataan tukang ceritera itu. Dan dengan kema'afan dan kerahmatan Allah, bertambah kepercayaan, yang dengan sebab- nya, menambahkan harapan mereka kepada ampunan dari Allah, daripada ketakutannya kepada Allah. Maka perkataan tukang ceritera itu adalah perbuatan munkar. Dan wajib ia dilarang. Karena kerusakan yang demikian itu, besar. Akan tetapi, kalau bertambah kuat ketakutan mereka kepada Allah, dari harapan mereka akan ampunan-Nya, maka yang demikian adalah lebih layak dan lebih mendekati dengan tabi'at makhluq. Sesungguhnya manusia itu lebih berhajat kepada ketakutan. Dan sesungguhnya yang adil, ialah : meadilkan (mengadakan keseimbangan) ketakutan dan pengharapan, sebagaimana 'Umar ra. berkata : "Kalau berserulah penyerupada hari qiamat, supaya masuklah ke dalam neraka semua manusia, kecuali seorang, niscaya aku mengharap bahwa akulah yang seorang itu. Dan jikalau berserulah penyeru supaya masuklah ke dalam sorga semua 'manusia, kecuali seorang, niscaya aku takut bahwa akulah yang seorang itu".



783

Manakala juru pengajaran itu seorang pemuda yang menghias diri bagi wanita, pada pakaiannya dan tingkah-lakunya, banyak pantun, isyarat dan gerak-gerik dan majelis itu dikunjungi kaum wanita,

maka ini adalah munkar yang wajib dilarang. Sesungguhnya kerusakan padanya lebih banyak daripada kebai kan. Dan yang demi­kian itu terang dengan pertanda-pertanda keadaan. Bahkan tiada seyogialah diserahkan memberi pengajaran, kecuali kepada orang yang dzahirnya wara’ Tingkah-lakunya tenang dan tenteranu Pakaiannya pakaian orang-orang shalih. Jikalau tidak demikian, maka tiada bertambahlah manusia dengan orang tersebut selain berkepanjangan dalam kesesatan.

Haruslah dibuat dinding diantara laki-laki dan wanita, yang men- cegah dari memandang. Karena yang demikian juga tempat sang- kaan kerusa kan. Dan adat kebiasaan menyaksikan segala kemun- karan ini.



Dan wajiblah melarang kaum wanita mengunjungi masjid untuk shalat dan majelis-majelis dzikir, bila ditakuti fitnah dengan kun jungan mereka. 'A-isyah ra. telah melarang kaum wanita, lalu orang mengatakan kepadanya : "Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . tiada melarang mereka dari kumpulan-kumpulan",'A-isyah ra. menjawab : "Kalau Rasulullah صلى الله عليه وسلم . mengetahui apa yang diperbuat mereka sesudahnya, niscaya beliau akan melarang mereka". (1)



Adapun lewatnya wanita di masjid dengan tubuhnya tertutup, maka tidak terlarang. Hanya yang lebih utama, tidaklah wanita itu sekali-kali mengambil masjid menjadi tempat lewatnya. Pembacaan Al-Qur-an oleh para qari' di hadapan juru-juru pengajaran, dengan memanjangkan dan melagukan dengan cara yang merobah susunan Al-Qur-an dan melewati batas pembacaan (tartil) yang disuruh, adalah perbuatan munkar yang makruh, sangat makruhnya. Ditantang oleh sejama ‘ah ulama salaf (segolongan ulama terdahulu).



Diantara perbuatan munkar, ialah' membuat halqah (lingkaran- lingkaran kecil untuk berkumpui manusia) pada hari Jum'at, untuk menjual obat-obatan, makanan-makanan dan taywidz (kertas atau kain yang bertulis yang akan dipakai untuk penjagaan diri dari penyakit dan sebagainya) dan seperti berdiri orang yang meminta- minta (di tengah-tengah shaf atau di pintu masjid), pembacaan mereka akan Al-Qur-an, nyanyian mereka akan sya'ir-sya'ir dan hal-hal yang seperti itu.

Semua perkara yang tersebut itu, diantaranya ada yang haram.



(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Ar-isyah.
784

Karena itu adalah penipuan dan pendustaan. Seperti orang-orangpendusta berbuat sejalan dengan tabib-tabib (dokter-dokter). Danseperti tukang-tukang sunglap dan penipuan-penipuan.

Demikian juga orang-prang yang mempunyai ta'widz itu, padakebanyakannya sampai dapat menjualnya dengan jalan penipuankepada anak-anak dan orang-orang kebanyakan.



Maka ini adalah haram dalam masjid dan di luar masjid. Dan wajibmelarangnya. Bahkan semua penjualan, yang ada padanya kedustaan, penipuan dan menyembunyian kekurangan (kerusa kan) daribarang yang dijual kepada pembeli, adalah haram.



Diantara yang munkar itu, ada yang diperbolehkan (mubah) di luar masjid, seperti menjahit, menjual obat-obatan, buku-buku dan makanan-makanan.



Maka ini dalam masjid juga tidak diharamkan, kecuali ada hal yang mendatang ('aridl), Yaitu, bahwa  menyempitkan tempat kepada orang-orang yang bersembahyang. Dan mengganggu shalat mereka. Kalau tiada suatupun dari yang demikian, maka tidaklah haram. Dan yang lebih utama ialah meninggalkannya. Akan tetapi syarat pembolehannya ialah, bahwa berlaku yang tersebut itu pada waktu- waktu yang luar biasa dan hari-hari yang tertentu. Karena membuat masjid untuk menjadi kedai terus-menerus, adalah haram dan dilarang.



Diantara yang diperbolehkan, ialah yang diperbolehkan dengan syaratnya: sedikit. Kalau banyak, menjadi dosa kecil. Sebagaimana diantara dosa, ada yang menjadi dosa kecil dengan syaratnya : tiada berkekalan. Kalau yang sedikit dari ini, bila dibuka pintunya, niscaya ditakuti akan menarik kepada banyak, maka hendaklah dilarang. Dan hendaklah adanya larangan ini diserahkan kepada wali (penguasa) atau kepada pengurus kepentingan masjid, dari pihgtk wall. Karena tidak diketahui yang demikian, dengan ijtihad. Dan tidak boleh bagi perseorangan melarang, apa yang diperboleh­kan. Karena takutnya, bahwa yang demikian itu akan banyak. Diantara perbuatan-perbuatan munkar, ialah masuknya orang-orang gila, anak-anak dan orang-orang mabuk ke dalam masjid. Dan tiada mengapa masuknya anak-anak ke dalam masjid, apabila ia tiada bermain-main. Dan tidak haram anak-anak bermain-main dalam masjid. Dan tidak haram berdiam diri terhadap bermain-mainnya anak-anak itu. Kecuali bila dibuatnya masjid itu menjadi tempat bermain. Dan menjadi yang demikian itu suatu kebiasaan. Maka wajiblah dilarang.



785



Ini termasuk diantara yang halal oleh sedikitnya, tidak oleh banyaknya. Dan dalil halal sedikitnya, ialah yang diriwayatkan dalam Dua Shahih  Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) : "Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berhenti karena 'A-isyah ra. Sehingga 'A-isyah ra. melihat orang-orang Habsyi menari dan bermain de­ngan perisai dan tombak pada hari lebaran, di masjid". Dan tak ragu lagi, bahwa orang-orang Habsyi itu, kalau mereka mengambil masjid menjadi tempat bermain, niscaya mereka dila- rang. Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم . tidak melihat yang demikian itu karena jarang dan sedikitnya sebagai barang munkar. Sehingga beliau sendiri melihatnya. Bahkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم . menyuruh mereka dengan demikian. Supaya dilihat oleh 'A-isyah ra. demi kesenangan hatinya.

دونكم يا بني أرفدة

(Duunakum yaa Banii Arfidah) =

Karena beliau bersabda :Artinya : "Ambillah bahagianmu dalam permainan, hai Bani Arfi­dah (panggilan kepada orang-orang Habsyi)!". Sebagaimana telah kami nukilkan pada Kitab Pendengaran.



Adapun orang-orang gila, maka tiada mengapa mereka masuk ke dalam masjid. Kecuali ditakuti mereka mengotorkan masjid. Atau mereka memaki atau mengatakan kata-kata yang keji. Atau mereka berbuat sesuatu yang munkar pada bentuknya. Seperti membuka aurat dan lainnya.



Adapun orang gila yang tenang tenteram, yang diketahui menurut kebiasaan akan tenteram dan diamnya, maka tiada wajib mengeluarkannya dari masjid.



Orang mabuk sama dengan orang gila. Kalau ditakuti keluar sesuatu daripadanya, ya'ni: muntah atau yang menyakitkan dengan lisan- nya, niscaya wajiblah dikeluarkan.



Begitu pula kalau ia kegoncangan akal. Maka sesungguhnya ditakutkan yang demikian itu daripadanya. Kalau orang sudah minum khamar dan tidak mabuk, sedang baunya keras, maka itu adalah munkar, makruh, yang sangat makruhnya. Betapa tidak! Orang yang memakan bawang putih dan bawang merah, telah dilarang oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم . mengunjungi masjid. (1) Akan tetapi yang demikian itu dibawa kepada makruh. Dan urusan tentang khamar itu adalah lebih berat.

(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dan perawi-perawi lain.

(Duunakum yaa Banii Arfidah) =



786



Kalau ada yang berkata : seyogialah bahwa orang mabuk itu dipu- kul dan dikeluarkan dari masjid untuk gertak. Kami menjawab : tidak. Tetapi seyogialah diharuskan duduk dalam masjid dan diajak ke masjid. Dan disuruh meninggalkan minum khamar, manakala ia telah dapat memahami apa yang dikatakan kepadanya waktu itu.



Adapun memukulnya untuk gertak, maka yang demikian itu tidakIah diserahkan kepada perseorangan. Tetapi kepada wali-wali (penguasa-penguasa). Yang demikian, ketika pengakuannya atau kesaksian dua orang saksi. Adapun karena semata-mata bau, maka tidak boleh.



Benar, apabila ia berjalan diantara orang banyak, terhoyong- hoyong, di mana diketahui mabuknya, maka boleh memukulnya dalam masjid dan di luar masjid, untuk melarangnya daripada me- lahirkan bekas mabuk. Sesungguhnya melahirkan bekas kekejian adalah keji. Dan segala perbuatan ma'shiat wajib ditinggalkan. Dan sesudah diperbuat, wajib ditutup dan ditutup bekas-bekasnya. Kalau perbuatan munkar itu tertutup dan tejrsembunyi bekasnya, maka tidak boleh mengintipnya. Dan bau itu kadang-kadang keras tanpa diminum, disebabkan duduk pada tempat khamar dan sam- painya ke mulut, tanpa ditelan.



Maka tiada seyogialah diperpegangi atas yang demikian.

KEMUNKARAN-KEMUNKARAN PASARAN

Diantara kemunkaran-kemunkaran yang biasaterjadi di pasar-pasar, ialah membohong pada mencari keimtungan dan menyembunyikan kerusakan barang. Maka siapa yang mengatakan : "Aku beli barang ini — umpamanya — dengan sepuluh rupiah dan aku beruntung sekian", — dan dia itu dusta, maka dia itu orang fasiq. Dan atas siapa yang mengetahui demikian, bahwa mejiceritakannya kepada si pembeli dengan kedustaan si penjual itu. Kalau ia diam karena menjaga hati si penjual, niscaya ia sekongkol dengan si penjual pada pengkhianatan. Dan ia berbuat ma'shiat dengan diamnya itu. Begitu pula apabila diketahuinya kekurangan, maka haruslah m'em- peringati pembelinya. Kalau tidak, niscaya dia menyetujui kehi- langan harta saudaranya muslim. Dan itu haram. Begitu juga berlebih-kurang tentang penghastaan, penyukatan dan penimbangan, wajiblah atas orang yang mengetahuinya merobah- kannya olehnya sendiri. Atau menyampaikan kepada wali (pengua sa). Sehingga ia merobahkannya.



787



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah : meninggalkan ijab (serah) dan qabul (terima) dan mencukupkan dengan beri-memberi saja. Akan tetapi yang demikian itu, pada tempat ijtihad. Maka tidak ditantang, kecuali atas orang yang berkeyaqinan wajibnya ijab dan qabul.



Begitu pula, mengenai syarat-syarat yang merusak, yang dibiasakan diantara manusia banyak, wajib ditantang. Karena merusakkan aqad jual-beli itu. Begitu pula pada semua persoalan riba. Dan itu banyak terjadi. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang merusak lainnya.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, menjual alat-alat permainan, menjual patung-patung hewan yang berupa pada hari-hari lebaran karena anak-cnak. Yang demikian itu wajib dipecahkan dan dila- rang menjualnya, seperti alat-alat permainan. Seperti itu pula, menjual bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak. Begitu pula menjual kain sutera, peci emas dan sutera. Ya'ni : yang tidak pantas, kecuali bagi laki-laki. Atau diketahui menurut adat kebia- saan negeri itu, bahwa tidak dipakai, selain oleh laki-laki. Maka semua itu perbuatan munkar, terlarang. Dan begitu pula, orang yang biasa menjual kain terpakai, sudah dicuci, yang akan meragukan orang, dengan dicucikan dan dipakaikan itu. Dan pen- jual itu menda'wakan bahwa kain-kain itu adalah kain-kain baru. Maka perbuatan itu haram dan melarangnya wajib. Seperti itu juga, penipuan kekoyakan kain dengan penampalan dan apa-apa yang membawa kepada keragu-raguan.

Begitu juga semua macam aqad jual-beli yang membawa kepada penipuan. Dan yang demikian itu, panjang penghinggaannya. Maka hendaklah dibandingkan dengan apa yang telah kami sebutkan, akan apa yang tidak kami sebutkan!.



KEMUNKARAN-KEMUNKARAN JALANAN

Diantara kemunkaran-kemunkaran yang dibiasakan pada jalan-jalan ray a, ialah meletakkan tiang-tiang, membangun tempat-tempat yang agak tinggi yang bersambung dengan rumah-rumah kepunya- an orang, menanam kayu-kayuan, mengeluarkan lobang-lobang dinding dan sayap-sayap rumah, meletakan perkayuan dan alat pikulan biji-bijian dan makanan-makanan di atas jalan raya. Semua itu perbuatan munkar, kalau membawa kepada penyem pitan jalan dan penggangguan orang-orang lalu-lintas. Kalau tiada sekali-kali membawa kepada gangguan lalu-lintas, karena luasnya jalan, maka tiada dilarang.

Ya, boleh meletakkan kayu api dan alat-alat pembawa makanan di jalan, sekadar yang akan dibawa ke rumah, Bahwa yang demiki­an, bersekutulah semua orang, memerlukan kepadanya. Dan tidak mungkin dilarang.

788

Begitu juga mengikat hewan kendaraan di atas jalan, dengan kiraan akan menyempitkan jalan dan manajiskan orang-orang yang mele- watinya, adalah perbuatan munkar, yang 'wajib dilarang. Kecuali sekadar keperluc.n turun dan naik atas hewan kendaraan itu. Ini adalah karena jalan-jalan itu berkongsi kemanfa'atannya. Tiada boleh bagi seseorang mempuuyai hak khusus dengan kemanfa'atan itu, selain sekadar keperluan.



Yang dijaga ialah keperluan yang menjadi maksud jalanan itu diper­buat karenanya, monurut kebiasaan. Tidak keperluan-keperluan yang lain.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah pasar hewan. Dan padanya ada duri, dengan kiraan akan mengoyakkan kain orang. Maka yang demikian itu munkar, jika mungkin mengikat dan mengumpulkannya, dengan kiraan, tidak akan mengoyakkan. Atau mungkin dipindahkan ke tempat yang Iuas„ Jikalau tidak, maka tak ada larangan. Karena keperluan penduduk negeri menghendaki kepada yang demikian.



Ya, jangan ditinggalkan barang yang diletakkan atas jalanan, kecu­ali sekadar masa memindahkannya. Begitu pula membebankan hewan-hewan pengangkut, dengan pikulan-pikulan yang tidak di- sanggupiriya, adalah perbuatan munkar. Wajib melarang pemilik- nya dari perbuatan itu.



Begitu juga penyembelihan tukang potong, apabila ia menyembelih pada jalanan, depan pintu kedai. Dan mengotorkan jalan dengan darah. Itu adalah perbuatan munkar yang dilarang. Akan tetapi menjadi haknya, tukang potong itu membuat tempat penyembe­lihan dalam kedainya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, me­nyempitkan jalan dan menyusahkan orang banyak, disebabkan terperciknya najis. Dan disebabkan tabi'at manusia memandang kotor segala yang jijik itu.



Begitu juga membuang sampah di pinggir jalan dan memotong: motong kulit mentimun atau menyiramkan air yang ditakuti akan terpeleset kaki orang yang berjalan dan terjatuh.



789



Semua itu termasuk perbuatan munkar. Begitu juga melepaskan air dari pancuran, yang keluar dari dinding, pada jalan yang sempit. Maka sesungguhnya yang demikian itu, menajiskan kain atau me- nyempitkan jalan. Maka tidak dilarang pada jalan yang lapang. Karena mungkin berpindah daripadanya.



Adapun membiarkan air hujan, lumpur dan salju pada jalan, tanpa disapu, adalah munkar. Akan tetapi tidaklah dikhususkan orang tertentu dengan demikian. Kecuali salju yang ditentukan seseorang membuangnya dari jalanan. Dan air yang berkumpul atas jalan, dari pancuran tertentu, maka haruslah pemilik pancuran itu khu- susnya menyapu jalan.

Jikalau. air itu berasal dari hujan, maka yang demikian adalah his- bah umum. Haruslah para wali (penguasa) menyuruh orang banyak mengerjakannya. Dan tidaklah bagi perseorangan pada hisbah itu, kecuali pengajaran saja.



Begitu juga apabila seseorang mempunyai anjing buas pada pintu rumahnya, yang menyakitkan orang banyak, maka wajiblah dila­rang. Kalau tidak menyakitkan, selain menajiskan jalanan dan mungkin dijaga dari kenajisan itu, niscaya tidak dilarang. Dan jikalau anjing itu menyempitkan jalan, dengan membentangkan kedua kaki depannya, maka dilarang. Bahkan yang empunya anjing itu dilarang tidur atas jalan. Atau duduk yang menyempitkan jalan. Maka anjingnya lebih utama lagi dilarang.



KEMUNKARAN-KEMUNKARAN TEMPAT PERMANDIAN

Diantara yang munkar itu, ialah : gambar-gambar yang ada atas pintu tempat permandian (hammam) atau dalam tempat perman- dian, yang wajib menghilangkannya, oleh tiap-tiap orang yang masuk ke dalamnya, jikalau sanggup. Kalau tempat itu tinggi, yang tiada sampai tangan kepadanya, maka tiada boleh ia masuk, kecuali karena dlarurat. Maka hendaklah ia berpindah ke tempat perman­dian lain.



Sesungguhnya menyaksikan barang munkar itu tiada boleh. Dan memadailah mencoreng muka gambar itu dan merusakkan gambar- nya. Dan tidak dilarang gambar kayu-kayuan dan ukiran-ukiran lain, selain gambar he wan.

Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah : membuka aurat dan melihatnya. Termasuk jumlah aurat, membukakan paha oleh

790

tukang gosok dan yang dibawah pusat, untuk menghilangkan daki. Bahkan termasuk jumlah aurat, memasukkan tangan tukang gosok di bawah kain sarung. Sesungguhnya menyentuh aurat orang lain itu haram, seperti haram memandangnya.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, tidur menelungkup diha- dapan tukang.gosok, untuk memicit paha dan pinggang. Ini adalah makruh, kalau ada lapik. Akan tetapi tidak dilarang, apabila tidak ditakuti tergeraknya nafsu-syahwat.



Begitu juga membuka aurat oleh tukang bekam dzimmi, termasuk perbuatan keji. Sesungguhnya wanita tiada boleh membuka badan- nya untuk wanita dzimmi pada tempat permandian. Maka bagai- manakah boleh membuka auratnya bagi laki-laki?. Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, membenamkan tangan dan bejana yang bernajis ke dalam air yang sedikit- Membasuh kain sarung dan eambung yang bernajis dalam kolam dan airnya sedikit. Karena yang demikian itu, menajiskan air. Kecuali pada madzhab Malik. Maka tiada boleh menantangnya terhadap orang Maliki. Dan boleh terhadap orang Hanafi dan orang Syafi-'i. Dan kalau berkumpul orang Maliki dan orang Syafi-'i pada tempat permandian, maka tiada boleh bagi orang Syafi-'i melarang orang Maliki dari yang demikian, kecuali dengan jalan meminta dan lemah-lembut. Yaitu mengatakan kepadanya : "Kami memerlukan pertama-tama membasuhkan tangan. Kemudian kami membenam- kannya dalam air. Adapun anda, maka tiada perlu menyakitkan aku dan menghilangkan thaharah (bersuci) atasku". Dan cara-cara lain yang seperti itu. Karena tempat-tempat sangkaan ijtihad, tiada mungkin hisbah padanya dengan paksaan.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, bahwa terdapat batu yang licin, yang dapat menjatuhkan terpeleset orang-orang yang lengah, pada tempat masuk ke rumah-rumah permandian itu dan tempat- tempat mengalir airnya.



Ini adalah perbuatan munkar. Dan wajib mencabut dan membuang- kannya. Dan terhadap penjaga tempat permandian itu, ditantang kelengahannya. Karena membawa kepada orang jatuh. Dan keja- tuhan itu kadang-kadang membawa kepada pecahnya anggota badan atau tercabutnya.



Begitu juga meninggalkan daun sidra(1) dan sabun yang licin, atas lantai tempat permadani, adalah perbuatan munkar. Barangsiapa berbuat demikian, lalu keluar dan rheninggalkannya demikian, lalu jatuh terpeleset orang dan pecah salah satu anggota badannya dan yang demikian itu pada suatu tempat yang tiada terang, di mana sukar menjaga diri daripadanya, maka penanggungan akibat itu berkisar antara orang yang meninggalkan barang-barang yang tersebut tadi dan penjaga tempat permandian itu. Karena hak kewajibannya membersihkan tempat permandian. Cara yang kuat pada persoalan ini, ialah mewajibkan penanggungan atas orang yang meninggalkan barang-barang tersebut pada hari pertama. Dan atas penjaga tempat permandian pada hari kedua. Karena kebiasaan membersihkan tempat permandian itu tiap-tiap hari dibiasakan. Dan kem.bali pada waktu-waktu tertentu peng- ulangan pembersihan itu kepada kebiasaan. Maka hendaklah diper- hatikaa tentang kebiasaan itu!.



Dan pada tempat permandian itu, ada hal-hal makruh yang lain, yang telah kami sebutkan pada "Kitab BersuciMaka hendaklah anda lihat di sana!.



1) Daun'sidr : daun yang dipalcai pada mandi. ganti sabun.
791



KEMUNKARAN-KEMUNKARAN PERJAMUAN

Maka diantaranya : tikar sutera untuk laki-laki. Itu adalah haram. Begitu juga, menguapkan kemenyan pada tempat pembakaran dari perak atau emas. Atau meminum atau memakai air mawar pada bejana perak. Atau sesuatu, yang kepalanya dari perak. Diantara kemunkaran-kemunkaran itu : menurunkan tabir dan pada tabir itu terdapat gambar-gambar.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu : mendengar rebab atau mendengar nyanyian wanita-wanita.

Diantara kemunkaran-kemunkaran itu : berkumpul wanita di atas lapisan atas rumah, untuk melihat "laki-laki, manakala ada dalam kalangan laki-laki itu pemuda yang ditakuti terjadinya fitnah dari mereka.



Semua itu terlarang, perbuatan munkar yang wajib dihilangkan. Barangsiapa lemah menghilangkannya, niscaya ia harus kelu&r dari majelis perjamuan itu. Dan tidak boleh ia duduk. Maka tidak ada ke-entengan baginya, untuk duduk menyaksikan kemunkaran- kemunkaran itu.

Adapun gambar pada bantal-bantal dan permadani-permadani yang terbentang, maka tidak munkar. Begitu juga gambar pada baki dan piring-piririg makan. Tidak bejana yang terbuat atas bentuk gambar.

792

Kadang-kadang kepala sebahagian tempat pembakaran kemenyan adalah dengan bentuk burung. Maka yang demikian itu haram. Wajib dipecahkan sekadar gambarnya.

Mengenai tempat celak kecil dari perak itu terdapat khilaf (perbedaan pendapat) diantara para ulama. Ahmad bin Hanbai keluar dari perjamuan disebabkannya.

Manakala makanan itu haram atau tempat itu barang yang dirampas atau kain yang dibentangkan itu haram, maka itu termasuk kemun- karan yang lebih berat. Kalau ada padanya orang yang suka memi num khamar seorang saja, maka tiada boleh datang. Karena tidak halal mendatangi majelis minuman khamar, walaupun sedang tidak minum.



Tiada boleh duduk-duduk bersama orang fasiq, waktu sedang ia mengerjakan perbuatan fasiq. Sesungguhnya menjadi penelitian mengenai duduk-duduk bersama orang fasiq itu sesudah yang demiiuan. Adakah wajib memarahinya pada jalan Allah dan me- mutuskan perhubungan dengan dia, sebagaimana telah kami sebut- kan pada "Bab Kecintaan Dan Kemarahan pada Jalan Allah?". Begitu pula, kalau ada pada mereka orang yang memakai sutera atau cincin emas. Maka orang itu fasiq. Tiada boleh duduk bersama dia, tanpa perlu dlarurat.



Kalau kain sutera itu pada anak kecil yang belum baligh, maka ini menjadi tempat penelitian. Yang shahih(yang lebih kuat), bahwa yang demikian itu munkar. Dan wajib membuka kain itu daripada- nya, kalau anak kecil itu sudah dapat membedakan (mumayyiz). Karena nmum sabdanya Nabi صلى الله عليه وسلم

(Haadzaani haraamun 'alaa dzukuuri ummatii).



Artinya : "Dua ini (sutera dan emas) adalah haram atas ummatku yang lai:i-lakV\ <u

Sebagaimana wajib melarang anak kecil meminum khamar, tidak karena dia mukallaf, tetapi karena dia menyukai minuman itu. Maka apabila ia telah baligh nanti, niscaya sukarlah menahan diri daripadanya.



Maka begitu pula keinginan menghias diri dengan sutera, yang rfte- ngerasi kepadanya apabila ia telah membiasakannya. Maka adalah

(1 ) Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i dan Ibnu Majiih dart 'Ali. Dan sudah diterangkan dahulu pada "Bab Keempat Dari Adab Makan".

793

yang demikian itu bibit kerusakan yang bersemaian dalam dada- nya. Lalu tumbuh daripadanya pohon ke-syahwat-an yang berurat berakar, yang sukar mencabutnya sesudah baligh. Adapun anak kecil yang tiada mumayyiz, maka lemahlah arti peng- haraman terhadap dirinya. Dan tiada terlepas dari sesuatu kemung- kinan. Dan pengetahuan mengenai kemungkman itu^ adalah pada sisi Allah.

Orang gila adalah se-arti dengan anak kecil yang tiada mumayyiz. Ya, halal penghiasan diri dengan emas dan sutera bagi wanita, tanpa berlebih-Iebihan. Dan aku tiada berpendapat kelonggaran tentang melobangi telinga anak kecil perempuari, untuk menggan- tungkan kerabu emas padanya. Sesungguhnya ini adalah pelukaan yang menyakitkan. Perbuatan yang seperti itu mewajibkan qishash, Maka tiada boleh, kecuali suatu keperluan penting, seperti : pem- bentikan , pembekaman dan pengkhitanan.



Penghiasan dengan kerabu itu tidak penting. Bahkan mengenai an ting-anting, dengan menggantungkannya pada telinga, mengenai kalung yang digantungkan pada leher dan gelang adalah tidak penting. Maka ini, walaupun telah menjadikebiasaan, adalah haram. Melarangnya wajib. Menyewa barang-barang tersebut tidak syah. Sewa yang diambil atas barang itu haram. Kecuali ada kelonggaran (rukh-shah) yang dinukilkan dari Agama. Dan belum sampai kepa­da kami kelonggaran itu sampai sekarang.



Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, bahwa: ada pada perjamuan itu pembuat bid'ah yang membicarakan mengenai kebid'ahannya. Maka boleh datang orang yang sanggup menolaknya, dengan cita- cita ingin menolak.



Kalau tidak sanggup, maka tidak boleh datang. Kalau pembuat bid'ah itu tiada membicarakan kebid'ahannya, maka boleh hadlir, serta melahirkan kebencian kepadanya. Dan berpaling muka dari­padanya. Sebagaimana telah kami sebutkan pada "Bab Kemarahan Pada Jalan Allah.

Kalau ada pada perjamuan itu pembuat tertawa dengan ceritera- ceritera dan bermacam-macam keganjilan, maka kalau orang itu membuat tertawa dengan kekejian dan kedustaan, niscaya tidak boleh hadlir. Dan ketika hadlir, wajiblah menantangnya. Kalau yarig demikian itu, dengan senda-gurau, tak ada padanya kedustaan dan kekejian, maka itu diperbolehkan (mubah). Ya'ni : sekadar sedikit daripadanya.

794

Adapun membuat yang demikian itu menjadi perusahaan dan kebiasaan, maka tidak diperbolehkan. Semua kedustaan, yang tidak tersembunyi bahwa itu kedustaan dan tidak dimaksudkan peni­puan, maka tidaklah itu termasuk jumlah kemunkaran. Seperti orang mengatakan umpamanya : "Aku mencari anda hari ini seratus kali dan aku mengulang-ulangi perkataan kepada anda seribu kali dan yang serupa dengan perkataan tersebut, di mana diketahui bahwa tidaklah dimaksudkan hakikat yang sebenarnya. Maka yang demikian itu, tidak mencederai 1adalah (sifat adil) dan tidak ditolak kesaksiannya. Dan akan datang penjelasan : batas bersenda-gumu yang diperbolehkan dan kedustaan yang diper­bolehkan pada "Kitab Bahaya Lidah dari Rubu' yang Membina sakan

Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah : berlebih-lebihan pada makanan dan bangunan. Itu adalah munkar. Bahkan mengenai harta itu dua kemunkaran :

Pertama : membuang-buang harta (idla-'ah).

Kedua : berlebih-lebihan (israf).

Idi a- 'ah : ialah menghilangkan harta, tanpa faedah yang dihitung kan. Seperti : membakar kain dan mengoyak-ngoyakkannya, membongkar bangunan tanpa maksud, mencampakkan harta ke dalam laut. Dan se-arti dengan itu, menyerahkan harta kepada wanita yang meratap pada kematian, kepada penyanyi waktu kegembiraan dan pada berbagai macam kerusakan. Karena semua itu perbuatan-perbuatan berfaedah yang diharamkan pada Agama. Maka jadilah faedah-faedah itu seperti tidak ada. Adapun israf, maka kadang-kadang ditujukan kepada maksud menyerahkan harta kepada wanita yang meratap, kepada penyanyi dan kepada kemunkaran-kemunkaran. Kadang-kadang ditujukan kepada penyerahan harta pada jenis yang diperbolehkan (mubah). Akan tetapi dengan sangat berlebih-lebihan. Dan sangatnya ber­lebih-lebihan itu, berlainan menurut keadaan masing-masing. Kami katakan : "Orang yang tiada mempunyai, selain seratus dinar umpamanya serta mempunyai keluarga dan anak-anak dan mereka itu tiada mempunyai penghidupan yang lain, lalu orang tadi membelanjakan semuanya pada suatu pesta", bahwa orang tersebut berlebih-lebihan yang wajib dilarang; Allah Ta'ala berfirman :

795

وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا ﴿٢٩

(Wa laa tabsuth-haa kullal-basthi a taq-'uda maluuman mahsuuraa).

Artinya : "Dan janganlah engkau kembangkan seluas-luasnya, supaya engkau jangan duduk tercela dan sengsara". (S. Al-Isra', ayat 29).

Ayat ini turun mengenai seorang laki-laki di Madinah yang mem bagi-bagikan semua hartanya. Dan tiada tinggal sedikitpun untuk keluarganya. Lalu ia dituntut perbelanjaan. Maka ia tiada sanggup sedikitpun.

Allah Ta'ala berfirman :

ولا تبذر تبذيرا إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين



(Wa laa tubadz-dzir tabdziiran, innal-mubadz-dziriina kaanuu ikhwaanasy-syayaathiin).

Artinya : "Dan janganlah engkau pemboros dengan berlebihan! Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara sethan" (S. Al-Isra', ayat 26 - 27).

Seperti itu juga Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا



(Wal-ladziina idzaa anfaquu, lam yus-rifuu wa lam yaqturuu).

Artinya : "Dan mereka itu, apabila membelanjakan hartanya, tiada melampaui batas dan tiada (pula) bersifat kikir" (S. Al-Furqan, ayat 67).

Maka barangsiapa yang memboros yang berlebih-lebihan ini, niscaya ditantang. Dan wajiblah atas hakim (qadli) menahan harta­nya. Kecuali apabila orang itu seorang diri dan kuat bertawakkal yang sebenarnya. Maka boleh ia membelanjakan semua hartanya pada pintu-pintu kebajikan.



Dan orang yang mempunyai keluarga atau lemah dari bertawakkal, maka tiada boleh ia menyedekahkan semua hartanya. Begitu juga, kalau ia menyerahkan semua hartanya untuk mengukir dinding temboknya dan menghiaskan bangunan-bangunannya. Maka itu juga pemborosan yang diharamkan. Dan berbuat demikian, oleh orang yang berharta banyak, tidak diharamkan. Karena penghiasan itu termasuk maksud-maksud yang syah. Dan senantiasalah masjid- masjid itu dihiasi dan diukiri pintu-pintunya dan loteng-lotengnya. Sedang pengukiran pintu dan loteng itu, tak ada faedahnya, selain semata-mata penghiasan.



Maka begitu pula rumah-rumah. Dan demikian juga perkataan tentang peng-elok-an dengan kain-kain dan makanan-makanan. Yang demikian itu diperbolehkan pada jenisnya. Dan itu menjadi pemborosan, dengan memperhatikan keadaan orang tersebut dan kekayaannya.

Kemunkaran-kemunkaran yang seperti ini adalah banyak. Tiada mungkin dihinggakan. Maka kiaskanlah dengan kemunkaran- kemunkaran ini, segala tempat berkumpulnya orang banyak, majelis-majelis para hakim, kantor-kantor sultan (penguasa), ma­drasah-madrasah para ahli fiqh, langgar-langgar kaum shuf iian tempat-tempat penginapan di pasar-pasar. Maka tidaklah terlepas suatu tempatpun dari kemunkaran yang makruh atau yang dilarang. Dan menyelidiki semua kemunkaran itu meminta kepada kelengkapan semua penguraian Agama, pokok-pokoknya dan cabang- cabangnya. Maka biarlah kita singkatkan sekadar ini saja!.





796



KEMUNKARAN-KEMUNKARAN UMUM

Ketahuilah kiranya, bahwa tiap-tiap orang yang duduk di rumahnya, di mana saja ia berada, tidaklah terlepas pada zaman ini dari kemunkaran, dari segi berdiam-diri dari memberi petunjuk, meng- ajar dan membawa manusia kepada perbuatan baik. Kebanyakan manusia itu bodoh tentang Agama, mengenai syarat- syarat shalat di negeri-negeri yang sudah berkemajuan. Maka beta- pa lagi di desa-desa dan di kampung-kampung. Diantara mereka itu, orang-orang Badui, orang-orang Kurdi, Turki dan berbagai macam makhluq manusia lainnya. Dan wajiblah kiranya pada tiap-tiap masjid dan tempat dari suatu negeri, ada seorang ahli ilmu (faqih) yang mengajarkan manusia akan Agama. Begitu pula pada tiap-tiap desa. Dan wajiblah atas tiap-tiap faqih, yang telah menyelesaikan fardlu-'ainnya dan menyerahkan waktunya untuk fardlu-kifayah, bahwa keluar menemui orang yang bertetangga negerinya, baik orang hitam, orang Arab, orang Kurdi dan lainnya. Mengajarkan mereka akan Agama dan fardlu-fardlu syari'at. Dan membawa sen- diri perbekalan yang akan dimakan. Dan tidak memakan dari makanan orang-orang itu. Karena kabanyakan makanannya adalah berasal dari rampokan.



Kalau sudah bangun seorang dengan tugas ini, niscaya gugurlah dosa dari yang lain. Kalau tidak, niscaya meratailah dosa kepada

797

seluruhnya. Adapun orang yang berilmu, maka karena keteledoran- nya tidak keluar mengajarkan Agama. Dan orang yang bodoh, maka karena keteledorannya meninggalkan belajar. Tiap-tiap orang awam yang mengetahui syarat-syarat shalat, maka haruslah ia mengajarkan orang lain. Kalau tidak, maka ia bersekutu pada dosa. Dan sebagai dimaklumi, bahwa manusia tidak dilahirkan mengetahui Agama. Dan sesungguhnya wajiblah atas ahli ilmu menyampaikannya. Tiap-tiap orang yang telah mempelajari suatu persoalan (mas-alah), maka ia termasuk ahli ilmu tentang perso- alan itu.

Demi umurku, bahwa dosa kaum fuqaha' adalah lebih berat. Kare­na kemampuan mereka mengenai itu adalah lebih menonjol. Dan tugas itu lebih layak menjadi pekerjaan mereka. Karena orang- orang yang mengerjakan suatu pekerjaan, kalau meninggalkan pekerjaannya, niscaya rusaklah kehidupan. Dan kaum fuqaha' itu telah mengikat diri dengan suatu tugas, yang tidak boleh tidak, demi kebaikan makhluq manusia. Keadaan dan pekerjaan orang faqih itu, ialah menyampaikan apa yang telah disampaikannya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم .



Bahwa ulama itu adalah pewaris nabi-nabi. Tidaklah manusia itu duduk saja di rumahnya dan tidak keluar ke masjid. Karena ia akan melihat manusia, yang' tidak pandai mengerjakan shalat dengan baik. Bahkan, apabila ia mengetahui yang demikian, niscaya wajib­lah ia keluar untuk mengajar dan melarang yang munkar. Demikian juga, tiap-tiap orang yang yaqin, bahwa di pasar ada perbuatan munkar yang berlaku terus-menerus atau pada waktu- waktu tertentu dan ia sanggup menghilangkannya, maka tidak boleh ia melepaskan dirinya dari yang demikian, dengan duduk di rumah. Tetapi haruslah ia keluar. Kalau ia tidak sanggup menghilangkan semuanya dan ia menjaga diri dari menyaksikannya dan ia sanggup menghilangkan sebagian, niscaya harus ia keluar. Karena keluarnya itu, apabila untuk meng­hilangkan apa yang disanggupinya, maka tiada melarat ia menyak- sikan apa yang tiada disanggupinya.



Sesungguhnya dilarang hadlir untuk menyaksikan perbuatan mun­kar, tanpa maksud yang benar. Maka menjadi hak kewajiban atas tiap-tiap muslim, memulai dengan dirinya' sendiri. Lalu memper- baikinya dengan rajin, mengerjakan segala fardlu dan meninggalkan segala yang diharamkan. Kemudian ia mengajarkan yang demikian itu kepada keluarganya. Kemudian sesudah selesai itu, lalu ia me langkah kepada tetangganya. Kemudian kepada penduduk se desa dengan dia. Kemudian kepada penduduk negerinya. Kemudian kepada orang banyak di sekitar negerinya. Kemudian kepada pen- duduk-penduduk desa yang jauh, dari orang-orang Kurdi, Arab dan lainnya.



798



Begitulah, sampai kepada tempat-tempat yang terjauh dari dunia ini. Maka jikalau sudah bangun dengan tugas ini, orang yang dekat, niscaya gugur dari orang yang jauh. Kalau tidak, niscaya berdosalah segala orang yang mampu. Baik ia orang yang dekat atau orang yang jauh. Dan dosa itu tiada gugur, selama masih ada di atas permukaan bumi, orang bodoh, dengan salah satu dari fardlu-fardlu Agamanya. Dan ia sanggup berjalan kepada orang itu, olehnya sendiri atau dengan perantaraan orang lain. Lalu mengajarkan orang bodoh itu akan fardlu Agamanya.

Inilah pekerjaan yang menghabiskan waktu orang yang memen- tingkan urusan Agamanya, yang menyibukkannya, tanpa ada ke- sempatan membagi-bagikan waktu, tentang persoalan-persoalan furu' (cabang Agama) yang jarang terjadi dan berdalam-dalam tentang ilmu-ilmu yang halus yang termasuk fardlu-kifayah. Dan tidak didahulukan di atas ini, kecuali yang fardlu- 'ain atau yang fardlu-kifayah yang lebih penting daripadanya.



799

bab ke-empat : Tentang amar-ma'ruf terhadap amir- amir dan sultan-sultan (penguasa- penguasa) dan nahi-munkarnya.

Telah kami sebutkan tingkat-tingkat amar-ma'ruf. Bahwa tingkat pertamanya ialah : ta'rif (memperkenalkan mana yang baik dan mana yang buruk). Tingkat keduanya : pengajaran. Tingkat ketiga- nya : dengan kata-kata yang kasar. Dan tingkat ke-empatnya : melarang dengan kekerasan, membawanya kepada kebenaran de­ngan pukulan dan siksaan.



Yang boleh dari jumlah itu terhadap sultan-sultan (penguasa- penguasa), ialah dua tingkat yang pertama. Yaitu : ta'rif dan pengajaran. Adapun melarang dengan kekerasan, maka tidaklah yang demikian bagi perseorangan perseorangan rakyat terhadap sultan (penguasa). Bahwa yang demikian itu, menggerakkan fitnah dan membangkitkan kejahatan. Dan hal yang ditakuti yang akan terjadi daripadanya, lebih banyak.



Adapun kata-kata yang kasar, seperti dikatakan : "Hai orang dzalim! Hai orang yang tidak takut akan Allah!", dan kata-kata yang seperti itu. Maka yang demikian, kalau menggerakkan fitnah, yang kejahatannya melampaui kepada orang lain, niscaya tidak boleh. Kalau tidak ditakutinya, kecuali atas dirinya sendiri, maka boleh. Bahkan disunatkan kepadanya.



Sesungguhnya telah menjadi adat kebiasaan salaf (ulama terdahulu), tampil menghadang bahaya dan berterus-terang menantangnya, tanpa memperdulikan kebinasaan jiwa dan mendatangi berbagai macam azab kesengsaraan. Karena mereka tahu, bahwa yang demi­kian itu mati-syahid. Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda :



(Khairusy-syuhadaa-i Hamzatub-nu Abdil-muth-thalibi tsumma rajulun qaama ilaa imaamin fa-amarahu wa nahaahu fii Dzaatil-laahi ta-'aala fa qatalahu 'alaa dzaalik).

Artinya : "Orang syahid yang terbaik, ialah Hamzah bin Abdul muththalib. Kemudian orang yang bangun mendatangi imam (penguasa), menyuruhnya yang baik dan melarangnya yang buruk

800

pada jalan Allah Ta'ala. Lalu imam itu membunuhnya di atas yang demikian(1)



Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda : "Jihad yang sebaik-baiknya, ialah kata-kata kebenaran pada sultan yang dzalim (2)

Nabi صلى الله عليه وسلم . menyifatkan 'Umar bin Al-Khaththab ra. dengan sabdanya :

قرن من حديد لا تأخذه في الله لومة لائم تركه قوله الحق ماله من صديق

(Qarnun min hadiidin laa ta'-khudzuhu fil-laahi laumatu laa-imin wa tarkuhu qaulahul-haqqa maa lahu min shadiiq).Artinya : "Sepotong tanduk dari besi, tiada menghalanginya pada jalan Allah oleh cacian orang yang mencaci. Meninggalkan perkataannya yang benar, tak adalah baginya yang menjadi teman". (3). Tatkala orang-orang yang bersikap keras pada Agama mengetahui, bahwa perkataan yang lebih utama ialah kata kebenaran pada sultan yang dzalim dan bahwa orang yang bersikap demikian, apa­bila dibunuh, maka mati-syahid, sebagaimana yang tersebut pada hadits-hadits, maka mereka tampil kepada yang demikian. Mem­bawa dirinya kepada kebinasaan. Menanggung berbagai macam azab kesengsaraan. Bersabar di atas yang demikian pada jalan Allah Ta'ala. Dan mereka berbuat karena Allah, untuk apa yang diserah- kan mereka dari kebagusan tujuannya pada sisi Allah. Dan jalan mengajari sultan-sultan, menyuruh mereka perbuatan baik dan melarang mereka perbuatan munkar, ialahapa yang telah dinukilkan oleh ulama-ulama terdahulu. Telah kami paparkan sejumlah dari yang demikian pada "Bab masuk Ke tempat Sultan-sultan*' pada "Kitab Halal Dan Haram". Dan sekarang akan kami ringkaskan dengan beberapa hikayah (ceritera) yang memperkenalkan cara pengajaran dan betapa caranya menantang sultan-sultan itu. Diantaranya : apa yang diriwayatkan tentang tantangan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. terhadap pembesar-pembesar Quraisy, ketika mereka bermaksud jahat kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Ceriteranya, ialah : apa .yang diriwayatkan dari 'Urwah ra. yang mengatakan : "Aku berkata kepada Abdullah bin 'Amr : 'Alang kah banyaknya apa yang aku lihat, orang Quraisy itu memperoleh- nya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . tentang apa yang dilahirkannya dari hal permusuhan dengan Rasulullah'صلى الله عليه وسلم .'".

(1)  Dirawikan Al-Hakim dari Jabir dan katanya : shahih isnad.
(2)  Hadits ini telah diterangkan dahulu. yaitu : diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
(3)  Dirawikan At-Tirmidzi dengan sanad dla'if.
801



Lalu Abdullah bin 'Amr berkata : "Aku datangi mereka itu dan orang-orang mereka yang terkemuka pada suatu hari, telah berkumpul pada Hijir Isma'il as. Mereka itu menyebutkan (memperkatakan) Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Mereka mengatakan : 'Belum pernah kita melihat seperti apa yang kita sabar dari hal laki-laki itu (maksudnya : Rasulullah صلى الله عليه وسلم .), yang telah membodohi orang-orang kita yang penyabar. Telah memaki bapak-bapak kita. Memburukkan agama kita. Mencerai-beraikan kumpulan kita. Dan mencaci tuhan- tuhan kita. Kita telah bersabar di atas keadaan yang besar yang timbul dari orang itu' ". Dan kata-kata lain yang serupa itu, dika- takan oleh orang-orang Quraisy.



Dalam hal keadaan demikian, tiba-tiba muncullah Rasulullah صلى الله عليه وسلم . di hadapan mereka. Beliau terus berjalan, sehingga beliau beristilam (mengangkat tangan) kepada sudut Ka'bah (Ar-Rukn). Kemudian beliau lalu di hadapan mereka, berthawaf mengelilingi Ka'bah. Tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلم . lalu di hadapan mereka, maka dikatainya Rasulullah صلى الله عليه وسلم . dengan sebagian kata-kata penghinaan. Berkata Abdullah bin 'Amr : "Aku ketahui yang demikian pada wajah Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berjalan melaku­kan thawaf. Tatkala lewat di hadapan mereka pada kali kedua, lalu mereka itu mengatainya lagi seperti yang pertama tadi. Aku keta­hui demikian pada wajahnya صلى الله عليه وسلم . Kemudian beliau lalu dari situ. Tatkala lewat di hadapan mereka pada kali ketiga, lalu mereka itu mengatainya lagi seperti semula. Sehingga Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berhenti. Kemudian bersabda :



















أتسمعون يا معشر قريش أما والذي نفس محمد بيده فقد جئتكم بالذبح















(A-tasma-'uuna ya ma'-syara quraisyin amaa wal-ladzii nafsu Muhammadin biyadihi laqad ji'-tukum bidz-dzabhi). Artinya: "Adakah kamu mendengar, wahai sekalian orang Quraisy! Demi Allah yang nyawa Muhammad dalam kekuasaan-Nya! Se­sungguhnya aku datang kepadamu untuk dibunuh Berkata Abdullah bin 'Amr selanjutnya : "Kaum Quraisy itu lalu menundukkan kepalanya. Sehingga tiada seorangpun dari mereka, melainkan seakan-akan di atas kepalanya seekor burung yang jatuh ke atas kepalanya. Sehingga yang sangat terpijak pada kepalanya,

802

menerima yang demikian itu untuk ditempatkannya dengan sebaik-baik perkataan yang diperolehnya itu. Sehingga Abdullah bin 'Amr itu mengatakan : 'Pergilah wahai Abul-Qasim (panggilan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم .) dengan baik! Demi Allah, engkau bukan orang bodoh'

Berkata Abdullah lagi : "Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . pergi. Sehingga pada keesokan harinya, mereka berkumpul pula pada Hijr itu. Dan aku bersama mereka. Lalu berkata sebahagian mereka kepada yang lain : 'Kamu ingat apa yang sampai daripada kamu dan apa yang sampai kepada kamu daripadanya. Sehingga apabila ia berhadapan dengan kamu, dengan apa yang tiada kamu sukai, kamu tinggalkan dia'".



Pada ketika mereka itu sedang demikian, tiba-tiba Rasulullah صلى الله عليه وسلم . muncul. Lalu mereka melompat kepadanya sebagai lompatan seorang laki-laki (serentak). Mereka itu mengelilingi Rasulullah صلى الله عليه وسلم . seraya berkata : "Engkau yang berkata demikian! Engkau yang berkata demikian!''. Karena telah sampai kepada mereka, kata-kata yang menghinakan tuhan-tuhan dan agama mereka. Berkata Abdullah selanjutnya : "Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . menjawab : 'Benar, aku yang mengatakan demikian'

Berkata Abdullah lagi : "Lalu aku melihat seorang laki-laki dari mereka, mengambil kumpulan selendangnya (mau mencekik leher Nabi صلى الله عليه وسلم  )".



Berkata Abdullah lagi : "Lalu bangunlah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. tanpa Nabi صلى الله عليه وسلم . bangun. Beliau berkata sambil menangis : 'Celaka kamu!' ". Apakah kamu akan membunuh orang yang mengatakan : "Tuhanku Allah?".



Berkata Abdullah : "Kemudian, orang-orang Quraisy itu pergi. Bahwa yang demikian adalah yang paling berat yang aku lihat orang Quraisy memperolehnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم . ". (1). ' Pada riwayat lain dari Abdullah bin 'Amr ra. yang mengatakan : "Di waktu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berada di halaman Ka'bah, tiba-tiba datang 'Uqbah bin Abi Mu'ith. Lalu ia memegang bahu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Lantas ia melilitkan kainnya pada leher Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Ia mencekik leher Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan sangat. Maka datanglah Abu Bakar ra. lalu memegang bahuny a dan menolaknya dari Rasulullah



1) Dirawikan Al-Bukhari dengan diringkaskan. Dan oleh Ibnu Hibban dengan lengkap.
803

صلى الله عليه وسلم . seraya berkata : 'Apakah kamu akan membunuh orang yang mengatakan : 'Tuhan Allah?'. Padahal ia telah datang kepadamu dengan keterahgan-keterangan dari Tuhanmu' ". (1). Diriwayatkan, bahwa Mu'awiah ra. menahan pemberian harta, kepada orang yang biasa menerimanya. Lalu datang kepadanya Abu Muslim Al-Khaulani. Ia berkata kepada Mu'awiah : "Hai Mu'awiah! Bahwa harta itu tidaklah dari jerih-payahmu. Tidak dari jerih-payah bapakmu. Dan tidak dari jerih-payah ibumu". Berkata yang meriwayatkan : "Maka Mu'awiah marah dan terus turun dari mimbar, seraya berkata kepada orang banyak : 'Tetap pada tempatmu masing-masing!'".



Ia menghilang sejenak dari pandangan orang banyak. Kemudian, ia datang lagi kepada mereka. Dan beliau sudah mandi. Lalu berkata: "Bahwa Abu Muslim mengatakan kepadaku dengan kata-kata yang membuat aku marah. Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda : 'Kemarahan itu dari sethan. Sethan itu dijadikan dari api. Dan sesungguhnya api itu dipadamkan dengan air. Maka apabila marah salah seorang kamu, maka hendaklah mandi!". (2) Aku masuk ke rumah, lalu aku mandi. Dan benarlah Abu Muslim, bahwa harta itu tidak dari jerih-payahku dan tidak dari jerih-payah bapakku. Marilah, akan aku berikan kepadamu semua!'.' Diriwayatkan dari Dlabbah bin Muh-shin Al-'Anzi, yang menga­takan : "Adalah Abu Musa Al-Asy'ari amir kami di Basrah. Apabila ia berpidato di hadapan kami, ia memuji Allah dan menyanjungi- Nya. Dan bershalawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . dan berdo'a kepada 'Umar ra.".

Berkata Dlabbah : "Yang demikian itu membuat aku marah. Lalu aku bangun berdiri, seraya mengatakan kepadanya : 'Bagaimana- kah engkau tentang shahabatnya (maksudnya : shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . yang utama, yaitu : Abu Bakar Ash-Shiddiq)? Engkau lebihkan 'Umar daripadanya'

Lalu Abu Musa menyebutkan keduanya (Berdo'a kepada keduanya). Kemudian ia menulis surat kepada 'Umar, mengadukan aku, dengan mengatakan : "Bahwa Dlabbah bin Muh-shin Al-'Anzi menantang aku dalam pidatoku".



Lalu 'Umar membalas suratnya, dengan mengatakan : "Bawalah ia kepadaku!".



(1)  Dirawikan Al-Bukhari dari Abdullah bin 'Amr.
(2)  a1-Iraqi menerangkan, bahwa hadits ini dirawikan Abu Na'im. Dan ada diantara perawinya yang tak dikenal.
804

Dlabbah meneruskan ceriteranya : "Lalu aku dibawanya kepada 'Umar. Aku datang, lalu aku mengetok pintunya. Ia keluar kepada- ku, seraya bertanya : 'Siapakah engkau?'". Aku menjawab : "Aku Dlabbah".

Lalu 'Umar mengatakan kepadaku : "Tidak "marhaban" (tidak engkau memperoleh kelapangan) dan tidak "ahlan’’(tidak engkau datang kemari, sebagai keluarga)



Aku menjawab : "Adapun "marhaban" (kelapangan), maka dari Allah. Adapun "ahlan", aku tiada mempunyai keluarga dan harta. Maka dengan apakah engkau menghalalkan (membolehkan) men- datangkan aku dari Basrah, tanpa dosa yang aku kerjakan dan tanpa sesuatu yang aku lakukan?".

'Umar ra. menjawab : "Apakah yang mendorong kepada percekcokan antara engkau dan petugasku (Abu Musa?)". Dlabbah meneruskan ceriteranya: "Sekarangaku mengatakan, akan aku terangkan kepadamu mengenai Abu Musa itu. Sesungguhnya ia apabila berpidato di hadapan kami, lalu memuji Allah dan menyanjungi-Nya. Dan bershalawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Kemudian ia menyambung dengan berdo'a kepadamu. Hal yang demikian, mem­bawa aku mar ah. Lalu aku bangun berdiri, mengatakan kepadanya : 'Bagaimanakah engkau tentang shahabatnya (maksudnya Shaha bat Nabi صلى الله عليه وسلم . : Abu Bakar ra-?). Engkau lebihkan 'Umar daripadanya. Lalu Abu Musa mengumpulkan keduanya dengan do'a. Kemudian ia menulis surat kepadamu, mengadukan aku' Dlabbah meneruskan ceriteranya : "Lalu terdoronglah 'Umar ra. dengan tangisan yang menyedihkan, seraya berkata : 'Engkau — demi Allah — yang lebih memperoleh taufiq dan petunjuk daripada Abu Musa! Maukah engkau mengampunkan dosaku, semoga Allah mengampunkan dosamu?'



Dlabbah meneruskan ceriteranya : "Lalu aku menjawab : 'Kiranya Allah mengampunkan dosamu, wahai Amirul-mu'minin' Dlabbah meneruskan ceriteranya : "Kemudian terdoronglah 'Umar ra. dengan tangisan yang menyedihkan, seraya berkata : 'Demi Allah, sesungguhnya satu malam dan satu hari dari Abu Bakar adalah lebih baik dari 'Umar dan famili 'Umar. Bolehkan saya ceriterakan kepadamu tentang malam dan harinya Abu Bakar itu?'". Aku menjawab : "Ya, boleh!".

805

'Umar ra. berkata: "Adapun malam, yaitu : bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . tatkala mau keluar dari Makkah, lari dari kaum musyrik, beliau keluar pada malam hari. Lalu diikuti oleh Abu Bakar. Sekali Abu Bakar itu berjalan di depan Nabi صلى الله عليه وسلم . sekali di belakangnya, sekali di kanannya dan sekali di kirinya. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bertanya : Apa ini, wahai Abu Bakar? Aku tiada mengetahui ini dari per- buatanmu'

Abu Bakar ra. menjawab : "Wahai Rasulullah! Aku teringat akan pengintaian, maka aku berada di hadapan engkau. Aku teringat akan engkau dicari orang, maka aku berada di belakang engkau. Sekali di kanan engkau dan sekali di kiri engkau. Aku tiada merasa aman terhadap engkau".



'Umar ra. berkata : "Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berjalan kaki pada malamnya itu dengan ujung jari-jari kakinya, sehingga tipis. Tat­kala Abu Bakar melihat bahwa ujung jari-jari kaki Rasulullah صلى الله عليه وسلم . telah tipis, lalu ia membawa beliau atas kuduknya dan merasa sulitnya. Sehingga sampailah ke pintu gua (pada bukit Tsur), lalu ia menurunkannya.

Kemudian Abu Bakar ra. berkata : 'Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran! Jangan engkau masuk ke gua ini, sebelum aku masuk lebih dahulu. Kalau ada di dalamnya sesuatu, niscaya akan kena aku sebelum engkau'".

Umar ra. meneruskan riwayatnya : "Maka masuklah Abu Bakar dan ia tiada melihat sesuatu di dalamnya. Lalu ia membawa Nabi صلى الله عليه وسلم . dan memasukkannya ke dalam gua".Adalah dalam gua itu suatu lobang, yang di dalamnya ular-ular kecil dan ular-ular besar. Lalu Abu Bakar menutupkan lobang itu dengan tapak kakinya. Karena takut keluar dari lobang itu sesuatu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., lalu menyakitinya.

Binatang-binatang itu menggigit Abu Bakar pada tapak kakinya. Dan membuat air mata Abu Bakar jatuh berderai pada kedua pipinya dari kesakitan yang diperolehnya. Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم . ber sabda :

لا تحزن إن الله معنا

(Yaa Aba-bakrin, laa tahzan, innal-laaha ma-'anaa).

Artinya : "Wahai Abu Bakar! Jangan engkau gundah Bahwa Allah beserta kita!".

Maka Allah Ta'ala menurunkan ketenangan dan ketenteraman hati kepada Abu Bakar. Maka inilah malamnya.



806

Adapun harinya, maka tatkala telah wafat Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., orang Arab itu lalu murtad. Sebahaglan mereka berkata : "Kita mengerjakan shalat dan tidak menunaikan zakat".

Lalu aku datang kepada Abu Bakar. Aku tidak teledor menasehatinya. Aku berkata: "Wahai khalifah Rasulullah صلى الله عليه وسلم .! Ambillah manusia dengan kejinakan hati dan berbelas kasihanlah kepada mereka!".



Lalu Abu Bakar ra. menjawab : "Aku mempunyai orang-orang perkasa pada masa jahiliah dan orang-orang lemah pada masa Islam. Maka dengan apakah aku berjinakkan hati dengan mereka? Ra­sulullah صلى الله عليه وسلم . telah diambil (telah wafat) dan wahyu telah terangkat (telah putus). Maka demi Allah! Jikalau mereka tidak mau mem­berikan kepadaku tali pengikat unta, yang telah diberikannya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., niscaya aku perangi mereka".



Umar ra. meneruskan ceriteranya : "Maka kamipun berperanglah. Demi Allah, adalah Abu Bakar itu memperoleh petunjuk dalam urusan itu". Maka inilah harinya.

Kemudian, 'Umar ra. menulis surat kepada Abu Musa menceritai apa yang telah dilakukannya itu.

Dari Al-Ashma'i yang mengatakan : "'Atha' bin Abi Rabah masuk ke tempat Abdul Malik bin Marwan. Dia sedang duduk atas kursi kebesarannya. Di kelilingnya, kaum bangصلى الله عليه وسلم an dari tiap-tiap suku. Peristiwa ini terjadi di Makkah pada waktu ia menunaikan ibadah hajji pada masa ke-khalifah-annya.



Tatkala Khalifah Abdul Malik melihat 'Atha', lalu bangun menghormatinya dan mendudukkannya di atas kursi kebesaran itu. Dan Abdul Malik duduk di hadapannya, seraya berkata : "Wahai Abu Muhammad (panggilan pada 'Atha')! Apa hajatmu?". 'Atha' menjawab : "Wahai Amirul-mu'minin! Bertaqwalah kepada Allah pada tanah haram Allah dan tanah haram Rasul-Nya! Berjan jilah dengan pembangunan akan tanah haram itu! Takutlah akan Allah mengenai anak-anak kaum muhajirin dan anshar! Dengan sebab mereka, engkau duduk pada majlis ini. Takutlah akan Allah mengenai penghuni-penghuni benteng! Bahwasanya mereka itu benteng kaum muslimin dan yang mementingkan urusan kaum muslimin. Sesungguhnya engkaulah seorang diri yang bertang- gung-jawab dari hal mereka. Takutlah akan Allah mengenai orang di pintu engkau! Janganlah engkau melalaikan akan hal mereka! Dan janganlah engkau menguncikan pintu engkau tanpa mereka!". Lalu Khalifah Abdul Malik berkata kepada 'Atha*: "Ya, akan saya laksanakan!".

807

Kemudian 'Atha' bangkit dari duduknya dan berdiri. Lalu ia dipe- gang oleh Abdul Malik, seraya berkata : "Wahai Abu Muhammad! Sesungguhnya engkau meminta kepada kami, keperluan orang lain dan telah kami tunaikan. Maka apakah hajatmu sendiri?". 'Atha' menjawab : "Aku tiada berhajat apa-apa kepada makhluq". Kemudian beliau keluar, lalu Abdul Malik berkata : "Demi kiranya, inilah kehormatan diri!".



Diriwayatkan, bahwa Al-Walid bin Abdul Malik berkata pada suatu hari kepada penjaga pintunya: "Berdirilah di pintu! Apabila orang datang kepadamu, maka suruhlah masuk ke tempatku, supaya ia berbicara dengan aku!".



Maka penjaga pintu itupun berdiri di pintu sebentar waktu. Lalu datanglah 'Atha' bin Abi Rabah. Dan penjaga pintu itu, tiada mengenalnya. Lalu penjaga pintu ifeu menegur : "Ya syaikh, masuk - lah ke tempat Amirul-mu'minin! Beliau menyuruh yang demikian". Maka 'Atha'-pun masuk ke tempat Al-Walid. Dan di sisinya ada 'Umar bin Abdul 'Aziz. Tatkala 'Atha' telah berdekatan dengan Al-Walid, maka 'Atha' mengucapkan : "Assalamu 'alaik ya Walid!". Berkata yang meriwayatkan : "Maka Al-Walid marah kepada penja­ga pintunya, seraya berkata kepadanya : 'Celaka engkau! Aku menyuruh engkau, bahwa engkau masukkan ke tempatku orang yang akan berbicara dengan aku. Dan yang akan bercakap-cakap di malam hari dengan aku. Lalu engkau masukkan ke tempatku, orang yang tidak senang menyebutkan aku, dengan nam a yang telah dipilihkan oleh Allah kepadaku'".



Penjaga pintu itu menjawab : "Tiada lalu di hadapanku seorangpun selain dia".

Kemudian Al-Walid berkata kepada 'Atha': "Duduklah!". Kemudian 'Atha' menghadapkan mukanya kepada Al-Walid. Berca- kap-cakap dengan dia. Maka adalah diantara apa yang dipercakap- kan 'Atha', ialah 'Atha' mengatakan kepada Al-Walid-: "Sampai kepada kami khabar, bahwa dalam neraka jahannam, ada sebuah lembah yang dinamakan : Habbah. Disediakan oleh Allah bagi Imam (penguasa) yang dzalim dalam pemerintahannya". Maka pingsanlah Al-Walid dari pejkataan 'Atha' itu. Al-Walid itu duduk di hadapan muka pintu majlis itu. Lalu ia jatuh tersungkur ke tengah-tengah majlis dalam keadaan pingsan. Lalu 'Umar bin Abdul 'Aziz berkata kepada 'Atha' : "Engkau bunuh Amirul-mu 'minin ".



'Atha' lalu memegang lengan 'Umar bin Abdul 'Aziz. Lalu dengan keras memicitkannya, seraya berkata : "Wahai 'Umar! Bahwa urusan itu sungguh-sungguh. Maka iapun bersungguh-sungguh ".

808

Kemudian, 'Atha' itu bangun berdiri dan pergi. Maka sampailah berita kepada kami, dari 'Umar bin Abdul 'Aziz ra. bahwa beliau berkata : "Aku berdiam setahun, yang terus aku dapati kesakitan picitannya pada lenganku".



Adalah Ibnu Abi Syumailah disifatkan orang yang berpikiran luas dan bersopan-santun. Maka beliau masuk ke tempat Abdul Malik bin Marwan. Lalu Abdul Malik berkata kepadanya: "Berbicaralah!". Ibnu Abi Syumailah menjawab : "Apakah yang aku bicarakan? Sesungguhnya engkau tahu, bahwa tiap-tiap perkataan yang diper- katakan oleh pembicaranya, adalah berakibat buruk. Kecuali adalah perkataan itu karena Allah".



Maka menangislah Abdul Malik, kemudian berkata : "Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepada engkau! Senantiasalah manusia itu ajar-mengajari dan nasehat-menasehati".

Lalu laki-laki tadi berkata : "Wahai Amirul-mu'minin! Bahwa manusia pada hari qiamat, tiada terlepas daripad a kesedihan pahit- nya dan melihat keburukan padanya, selain orang yang mencari kerelaan Allah dengan kemarahan dirinya".



Abdul Malik lalu menangis, kemudian berkata : "Tak boleh tidak, akan aku jadikan kata-kata ini, suatu contoh dipelupuk mataku, selama aku hidup".



Diriwayatkan dari Ibnu 'A-isyah : "Bahwa Al-Hajjaj bin Yusuf mengundang para fuqaha' Basrah dan para fuqaha' Kufah. Lalu kami masuk ke tempatnya. Dan masuklah Ai-Hasan Al-Bashari sebagai yang penghabisan dari orang yang masuk. Maka berkata Al-Hajjaj kepada Al-Hasan : "Selamat datang kepada Abu Sa'id (panggilan kepada Al-Hasan)! Mari dekat saya! Mari dekat saya!".



Kemudian, Al-Hajjaj meminta kursi. Lalu diletakkan di samping kursi kebesarannya. Lalu Al-Hasan duduk di atas kursi itu. Al-Hajjaj bersoal-jawab dengan kami dan bertanya kepada kami. Ketika ia menyebutkan 'Ali bin AbuThalib ra., lalu ia mengatakan, yang tiada baik kepada 'Ali. Dan kamipun mengatakan yang tiada baik kepada 'Ali. Karena mendekatkan diri kepada Al-Hajjaj dan takut dari kejahatannya. Dan Al-Hasan diam saja, menggigit ibu jarinya.



Lalu Al-Hajjaj bertanya : "Hai Abu Sa'id! Apakah sebabnya aku melihat engkau berdiam diri saja?".

Al-Hasan menjawab : "Tidak ada yang akan aku katakan".

809

Al-Hajjaj menjawab : "Terangkanlah kepadaku menurut pendapat- mu tentang Abi Turab (panggiian kepada 'Ali ra.)!". Al-Hasan menjawab : "Aku mendengar Allah Yang Maha Mulia sebutan-Nya, berfirman :

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّـهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّـهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ







 (Wa maa ja-'alnal-qiblatal-latii kunta 'alaihaa, illaa lina'-lama man yattabi-'ir-rasuula mim-man yanqalibu *alaa 'aqibaihi, wa in kaanat la kabiiratan illaa 'alal-Iadziina hadallaahu wa maa kaanallaahu li-yudlii-'a iimaanakum innallaaha bin-naasi la-ra-uufur-rahiim). Artinya :' "Dan tidak Kami jadikan qiblat yang engkau berada padanya, melainkan untuk Kami ketahui siapa yang mengikut Rasul dari orang-orang yang surut ke belakang,. sekalipun hal itu berat, kecuali bagi orang-orang yang ditunjuki oleh Allah. Tiadalah Allah menyia-nyiakan keimananmu. Sesungguhnya Allah itu Penyantun dan Penyayang kepada manusia. (S. Al-Baqarah, ayat 143).



Maka 'Ali itu termasuk orang yang ditunjuki oleh Allah daripada ahli iman. Aku mengatakan : 'Ali itu putera paman Nabi صلى الله عليه وسلم , dikawinkannya dengan puterinya (Fatimah ra.). Orang yang paling dikasihinya. Dan mempunyai barakah yang terdahulu, dengan Islam, yang telah terdahulu baginya daripada Allah. Engkau tidak akan sanggup dan tiada seorangpun dari manusia sanggup men- cegahnya. Dan tiada yang akan menghalanginya antara 'Ali dan barakah itu.



Aku mengatakan : "Jikalau adalah bagi 'Ali itu bencana, maka Allah yang menolongnya. Demi Allah, aku tiada memperoleh kata-kata yang lebih adil dari ini".



Maka tampaklah marah muka Al-Hajjaj dan berobah. Ia berdiri dari kursi kebesaran dengan keadaan marah. Lalu masuk ke rumah di belakangnya dan kamipun keluar.



Berkata 'Amir Asy-Sya'bi (beliau hadlir pada majelis itu) : "Lalu aku pegang tangan Al-Hasan, seraya aku berkata : 'Wahai Abu Sa'id! Engkau membuat Amir marah dan memanaskan ha tiny a' Al-Hasan menjawab : "Dengarlah perkataanku, wahai 'Amir! Manusia mengatakan : "Amir Asy-Sya'bi itu orang alim penduduk Kufah'. Engkau datangi sethan dari sethan-sethan manusia. Engkau

810

berkata-kata dengan dia menurut hawa-nafsunya. Engkau dekati dia menurut pendapatnya. Celaka engkau, hai 'Amir! Apakah engkau tidak takut kepada Allah? Kalau engkau ditanya, lalu engkau benarkan atau engkau diam, lalu engkau selamat". 'Amir menjawab : "Wahai Abu Sa'id! Engkau telah mengatakan kata-kata itu dan saya mengetahui isinya".



Al-Hasan menjawab : "Yang demikian adalah lebih berat alasannya ke atas diri engkau dan terlalu besar akibatnya". Ibnu 'A-isyah yang meriwayatkan ini berkata: "Al-Hajjaj mengirim utusan memanggil Al-Hasan. Tatkala Al-Hasan masuk ke tempatnya, lalu Al-Hajjaj bertanya : 'Engkaukah yang mengatakan : 'Dipe- rangi oleh Allah kiranya mereka yang membunuh hamba-hamba Allah di atas dinar dan dirham?' Al-Hasan menjawab : "Ya!".



Al-Hajjaj bertanya lagi : "Apakah yang membawa engkau kepada yang demikian?".

Al-Hasan menjawab : "Apa yang diambil oleh Allah atas para ulama dari janji-janji, supaya diterangkannya kepada manusia dan tidak disembunyikannya".

Al-Hajjaj berkata : "Hai Hasan! Tahanlah lidahmu atas dirimu sendiri! Awaslah, bahwa sampai kepadaku daripadamu, apa yang aku tiada sukai! Nanti aku ceraikan antara kepalamu dan tubuhmu" Diceriterakan orang, bahwa Huthaith Az-Zayyat dibawa orang kepada Al-Hajjaj. Tatkala Huthaith masuk ke tempat Al-Hajjaj, maka Al-Hajjaj menegur : "Engkau Huthaith?". Huthaith menjawab : "Ya! Tanyalah apa yang tampak bagimu! Bahwasanya aku telah berjanji dengan Allah disisi Maqam Ibrahim, tiga perkara : Kalau aku ditanya, niscaya aku benarkan. Kalau aku mendapat bahaya, niscaya aku sabar. Dan kalau aku memperoleh sehat-wal-'afiat, niscaya aku bersyukur". Lalu Al-Hajjaj bertanya : "Apakah katamu tentang diriku?". Huthaith menjawab : "Akan aku katakan, bahwa engkau termasuk musuh Allah di bumi. Engkau binasakan segala kehormatan. Dan engkau bunuh orang, dengan semata-mata tuduhan". Al-Hajjaj bertanya lagi: "Apakah katamu tentang Amiril-mu'minin Abdul Malik bin Marwan?".



Huthaith menjawab : "Akan aku katakan, bahwa ia lebih besar dosa dari engkau. Dan sesungguhnya engkau itu suatu kesalahan dari kesalahan-kesalahannya".

811

Berkata yang meriwayatkan : "Lalu Al-Hajjaj mengatakan kepada pengikut-pengikutnya : 'Siksakanlah dia!'

Berkata yang meriwayatkan : "Maka sampailah siksaan kepada Huthaith, sehingga pecah tulang punggungnya. Kemudian mereka buat tulang punggung itu, atas dagingnya dan mereka ikatkan de­ngan tali. Kemudian mereka panjangkan sepotong-sepotong. Se­hingga mereka tarik-tarikkan dagingnya. Mereka tiada mendengar Huthaith mengatakan sesuatupun".

Berkata yang meriwayatkan : "Lalu disampaikan kepada Al-Hajjaj, bahwa Huthaith dalam keadaan nafas yang penghabisan. Maka Al-Hajjaj berkata : 'Keluarkanlah dia dari tahanan itu! Lalu lem- parkanlah di pasar!'



Berkata Ja'far yang menceriterakan ceritera ini : "Lalu datanglah aku kepada Huthaith bersama shahabatnya, seraya kami bertanya kepadanya : 'Huthaith! Adakah engkau mempunyai keperluan?' ". Huthaith menjawab : "Seteguk air!".



Lalu mereka berikan kepadanya air seteguk. Kemudian ia meningga! Dan Huthaith itu adalah putera berusia delapan belas tahun. Eahmat Allah berlipat-ganda kiranya kepadanya!". Diriwayatkan, bahwa 'Umar bin Hubairah (wali negeri Irak) meng- undang para fuqaha' penduduk Basrah, penduduk Kufah, pendu- I duk Madinah, penduduk Syam (Syiria) dan para qari'nya. Lalu ia bertanya kepada mereka. Dan bercakap-cakap dengan 'Amir Asy- Sya'bi. Apa saja yang ia tanyakan kepada 'Amir Asy-Sya'bi, ia memperoleh padanya pengetahuan.



Kemudian, 'Umar bin Hubairah, merighadap kepada Al-Hasan Al-Bashari. Lalu bertanya kepadanya. Kemudian ia berkata : "Ke- duanya inilah! Ini laki-laki penduduk Kufah, ya'ni : Asy-Sya'bi. Dan ini laki-laki penduduk Basrah, ya'ni : Al-Hasan. Lalu ia menyuruh penjaga pintunya, supaya menyuruh keluar se­mua orang. Dan tinggallah ia dengan Asy-Sya'bi dan Al-Hasan. Lalu ia menghadapkan mukanya kepada Asy-Sya'bi, seraya berkata : "Hai Abu 'Amir (panggilan kepada Asy-Sya'bi)! Bahwa aku ada­lah kepercayaan Amirul-mu'minin di Irak, pegawainya dan orang yang diperintahkan mematuhinya. Aku dicoba dengan rakyat dan haruslah aku menjaga hak rakyat. Maka aku suka, menjaga mereka. Dari menjanjikan apa yang membaikkan mereka, serta nasehat kepada mereka. Kadang-kadang sampai kepadaku dari segolongan penduduk negeri, hal yang tidak menyenangkan, yang aku dapati pada mereka. Lalu aku

812

Lalu akuletakkan pada: baitul-mal. Dan niat hatiku, .akan, aku kembali- kan kepada mereka. Maka sampailah kepada Amirul-mu'minin, bahwa aku telah mengambilnya dengan cara yang demikian. Lalu. beliau menulis surat kepadaku, untuk tidak mengembalikannya lagi kepada mereka. Aku tidak sanggup menolak perintahnya dan tidak melaksanakan isi suratnya. Sesungguhnya aku adalah orang yang diperintahkan mematuhinya. Maka adakah atas diriku me- nanggung akibatnya tentang ini? Daii hal-hal lain yang serupa dengan ini? Sedang niat hatiku padanya adalah menurut apa yang telah kusebutkan tadi".



Asy-Sya'bi berkata : "Lalu aku menjawab'Diperbaiki kiranya oleh Allah akan amir! Sesungguhnya sultan (penguasa) itu bapak yang salah dan yang benar'".

Asy-Sya'bi meneruskan ceriteranya : "Amat gembiralah 'Umar bin Hubairah dengan jawabanku itu dan amat menakjubkan hatinya. Aku melihat kegembiraan pada wajahnya, seraya ia mengucapkan : 'Fa lil-laahil-hamd (Maka bagi Allah segala jenis pujian)' ". Kemudian, 'Umar bin Hubairah itu menghadapkan mukanya kepa­da Al-Hasan, seraya bertanya : "Apa yang akan engkau katakan, wahai Abu Sa'id?".



Al-Hasan menjawab : "Sesungguhnya aku telah mendengar perka­taan amir, yang mengatakan : bahwa ia kepercayaan amirul-mu'mi- nin di Irak, pegawainya dan orang yang diperintahkan mematuhi­nya. Aku dicoba dengan rakyat dan harus menjaga hak mereka, menasehati merfeka dan menjanjikan apa yang membaikkan mereka. Hak rakyat itu harus bagi engkau dan hak atas engkau untuk men­jaga mereka dengan nasehat. Sesungguhnya, aku mendengar Abdur Rahman bin Samrah Al-Quraisy shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم . berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda :

من استرعى رعية فلم يحطها بالنصيحة حرم الله عليه الجنة

(Manis-tur-'iya ra-'iyyatan fa lam yahuth-haa bin-nashiihati, har- ramallaahu 'alaihil-jannah).

Artinya : "Barangsiapa memimpin rakyat,lalu tidak dipeliharakannya dengan nasehat, niscaya diharamkan oleh Allah sorga kepada nya(1)



(1) Dirawikan Al-Baghwi dan telah disepakati oleh AI-Bukhari dan Muslim, seperti hadits itu dari Ma'gal bin Yassar-
813

Amir mengatakan : "Bahwa aku kadang-kadang mengambil dari pemberian mereka, dengan maksud kebaikan dan perbaikan bagi mereka. Dan supaya mereka kembali kepada ketha'atan. Lalu sampai berita kepada amiril-mu'minin, bahwa aku mengambilnya atas cara yang demikian. Maka beliau menulis surat kepadaku, untuk tidak mengembalikannya. Maka aku tidak sanggup menolak perintahnya. Dan tidak sanggup melaksanakan isi suratnya. Hak Allah itu lebih perlu dari hak amiril-mu'minin. Dan Allah lebih berhak ditha'ati. Dan tak ada ketha'atan bagi makhluq pada per­buatan ma'shiat terhadap Khaliq.Maka kemukakanLiah kitab (surat) amiril-mu'minin atas Kitab Allah 'Azza wa Jalla. Kalau engkau dapati bersesuaian dengan Kitab Allah, maka ambillah! Dan kalau engkau dapati berselisih dengan Kitab Allah, maka campakkanlah!



Wahai Ibnu Hubairah! Takutlah kepada Allah! Sesungguhnya hampirlah akan datang kepadamu utusan Tuhan Serwa sekalian alam, yang akan menghilangkan engkau dari kursi kebesaran engkau. Dan mengeluarkan engkau dari keluasan istana engkau kepada kesempitan kuburan engkau. Maka engkau tinggalkan kekuasaan engkau dan dunia engkau di belakang engkau. Dan engkau datang kepada Tuhan engkau. Dan engkau bertempat atas amalan engkau!

Wahai Ibnu Hubairah! Bahwasanya Allah mela­rang engkau dari Yazid. (1) Dan Yazid tidak melarang engkau dari Allah. Bahwa perintah Allah di atas semua perintah. Bahwa tiada ketha'atan pada perbuatan ma'shiat kepada Allah. Sesungguhnya aku memperingatkan engkau akan keperkasaan Allah, yang tiada tertolak dari kaum yang dzalim".

Lalu Ibnu Hubairah menjawab : "Sesungguhnya engkau lemah, hentikanlah dari perbuatan yang tiada engkau sanggupi, wahai Syaikh! Tinggalkanlah daripada menyebutkan amiril-mu'minin! Sesungguhnya amiril-mu'minin itu mempunyai pengetahuan, mempunyai kekuasaan dan mempunyai kelebihan. Sesungguhnya ia telah diangkat oleh ALLAH, apa yang telah diangkat-Nya mengurus ummat ini. Karena Allah mengetahui tentang dia dan apa yang diketahuinya dari kelebihan dan ke-niat-annya". Al-Hasan menjawab :

"Wahai Ibnu Hubairah! Hitungan amalan (hisab) itu dari belakang engkau. Cemeti dengan cemeti dan kemarahan dengan kemarahan. Dan Allah itu mengintip. Wahai Ibnu Hubairah! Sesungguhnya engkau, jikalau engkau menjumpai

(1) Yazid bin Abdul Malik, khalifah waktu itu.
814

orang yang menasehati engkau tentang Agama engkau dan memba­wa engkau kepada urusan akhirat engkau itu lebih baik daripada engkau menjumpai orang yang memperdayakan engkau dan men- coba engkau".

Lalu Ibnu Hubairah bangun berdiri. Dan kelihatan marah pada mukanya dan telah berobah warnanya.



Asy-Sya'bi berkata : "Lalu aku mengatakan : 'Hai Abu Sa'id! Engkau telah memarahkan amir dan telah menusuk hatinya. Engkau haramkan kepada kami kebaikan dan shilatur-rahimnya' Al-Hasan menjawab: "Pergilah daripadaku, hai 'Amir (Asy-Sya'bi)!". Asy-Sya'bi menerangkan : "Lalu dikeluarkan kepada Al-Hasan hadiah-hadiah yang megah dan barang-barang yang berharga. Ia mempunyai kedudukan yang tinggi. Ia memandang rendah kepada kami dan kami menjadi tersingkir. Maka adalah Al-Hasan itu berhak tentang apa yang diserahkan kepadanya. Dan kami berhak diper­buat demikian kepada kami. Tiadalah aku melihat orang seperti Al-Hasan, pada ulama-lilama yang sudah aku lihat, melainkan seperti orang Persia Arab yang baik diantara orang-orang yang berbuat baik. Dan apabila kami menghadliri sesuatu pertemuan, maka ia menonjol di atas kami. Ia berkata karena Allah 'Azza wa Jalla. Dan kami berkata untuk mendekatkan diri kepada mereka". 'Amir Asy-Sya'bi menyambung lagi : "Saya berjanji dengan Allah, tiada akan mengunjurigi lagi sultan (penguasa) sesudah majelis ini. Nanti aku condong kepadanya".

Muhammad bin Wasi' masuk ke tempat Bilal bin Abi Burdah (amir Basrah). Lalu Bilal bin Abi Burdah bertanya kepadanya : "Apakah katamu tentang qadar



Muhammad bin Wasi' menjawab : "Tetanggamu adalah penghuni kuburan. Maka bertafakkurlah tentang mereka! Sesungguhnya mereka itu sibuk, tiada waktu memikirkan tentang qadar".

Dari Asy-Syafi-'i ra., yang mengatakan : "Diberitahukan kepadaku oleh pamanku Muhammad bin 'Ali, yang mengatakan : 'Bahwa aku menghadliri majelis amiril-mu'minin Abi Ja'far Al-Manshur. Pada majelis itu ada Ibnu Abi Dzuaib. Dan wali negeri Madinah waktu itu Al-Hasan bin Zaid'

Muhammad bin 'Ali meneruskan ceriteranya : "Maka datanglah orang-orang kabilah Abi Dzar Al-Ghaffari (Al-Ghaffariyun), me- ngadu kepada Khalifah Abi Ja'far tentang sesuatu dari perbuatan Al-Hasan bin Zaid".

815

Al-Hasan bin Zaid menjawab : "Wahai Amirul-mu'minin! Tanya- kanlah tentang hal mereka pada Ibnu Abi Dzuaib!". Berkata yang menceriterakan : "Lalu Khalifah bertanya kepada Ibnu Abi Dzuaib, dimana beliau berkata : 'Apakah katamu tentang mereka itu, wahai Ibnu Abi Dzuaib?' ".

Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Aku naik saksi bahwa mereka itu orahg-orang yang menghancurkan kehormatan manusia, yang banyak menyakitkan manusia". Berkata Abu Ja'far : "Sudah kamu dengar?".



Orang-orang Al-Ghaffariyuh itu menjawab : "Wahai Amiril-mu'mi­nin! Tanyakanlah kepada Ibnu Abi Dzuaib dari hal Al-Hasan bin Zaid!".

Lalu bertanya Khalifah : "Hai Ibnu Abi Dzuaib! Apa katamu tentang Al-Hasan bin Zaid?".

Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Aku naik saksi bahwa Al-Hasan bin Zaid menghukum, dengan tidak benar dan ia menurut hawa-nafsu- nya".

Abu Ja'far berkata : "Hai Hasan! Engkau telah mendengar apa yang dikatakan Ibnu Abi Dzuaib tentang dirimu. Beliau itu guru yang shalih".

Lalu menjawab Al-Hasan bin Zaid : "Wahai Amiril-mu'minin! Ta­nyakanlah kepadanya tentang dirimu!". Maka Abu Ja'far bertanya : "Apa katamu tentang diriku?". Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Ma'afkanlah aku, wahai Amiril- mu'minin!".

Berkata Abu Ja'far : "Aku bertanya pada engkau dengan nama Allah, melainkan aku harap engkau.menerangkan kepadaku". Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Engkau tanya aku dengan nama Allah, seolah-olah engkau tiada mengenai diri engkau sendiri". Abu Ja'far berkata : "Demi Allah! Terangkanlah kepadaku!". Ibnu Abi Zaid menjawab : "Aku naik saksi, bahwa engkau meng­ambil harta ini daripada yang bukan haknya. Lalu engkau serahkan kepada orang yang bukan pemiliknya. Aku naik saksi, bahwa ke- dzaliman itu tampak di pintu engkau".

Berkata yang menceriterakan : "Maka bangunlah Abu Ja'far dari tempat duduknya. Lalu meletakkan tangannya pada kuduk Ibnu Abi Dzuaib dan menggenggamkannya. Kemudian, ia berkata kepada Ibnu Dzuaib : 'Demi Allah, jikalau tidaklah aku duduk di sini, niscaya akan aku ambil orang Persia, orang Rum, orang Dailam dan orang Turki di tempat ini, dari engkau'



816

Berkata yang menceriterakan : "Maka menjawab Ibnu Abi Dzuaib : 'Wahai Amiril-mu'minin! Sesungguhnya, telah memerintah Abu Bakar dan 'Umar. Keduanya mengambil kebenaran dan membagi dengan persamaan. Keduanya memegang kuduk orang-orang Persia dan Rum. Dan mengecilkanhidungmereka (menghinakan mereka)"' Berkata yang menceriterakan : "Lalu Abu Ja'far melepaskan kuduk Ibnu Abi Dzuaib dan membiarkan beliau pergi, sambil ber­kata : 'Demi Allah, jikalau tidaklah aku mengetahui bahwa engkau orang benar, niscaya engkau aku bunuh' ".

Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Demi Allah, wahai amiril-mu'minin! Sesungguhnya aku menasehati engkau dari hal putera engkau Al-mahdi".



Berkata yang menceriterakan : "Maka samfjailah berita kepada kami, bahwa Ibnu Abi Dzuaib tatkala pergi dari majelis Abi Ja'far Al-Manshur, lalu Sufyan Ats-Tsuri menjumpainya, seraya berkata : 'Hai Abul-Harits! Sesungguhnya menggembirakan aku, apa yang engkau ucapkan kepada orang yang perkasa itu. Akan tetapi yang tidak baik bagiku, ialah perkataanmu kepadanya : putera engkau Al-mahdi'



Ibnu Abi Dzuaib menjawab : "Diampunkan oleh Allah kiranya engkau, wahai Abu Abdillah! Semua kita : mahdiyyun (berasal dari ayunan). Semua kita berada dalam ayunan". (1) Dari Al-Auza'i Abdur-Rahman bin 'Arar, yang mengatakan : "Abu Ja'far Al-Manshur Amiril-mu'minin mengirim utusan kepadaku, meminta aku datang. Dan aku waktu ini di tepi pantai Bairut (negeri Syam). Lalu aku datang kepadanya".



Tatkala aku sampai kepadanya dan memberi salam dengan peng- hormatan kepadanya sebagai khalifah, lalu beliau menjawab salam- ku dan mempersilakan aku duduk. Kemudian, beliau bertanya kepadaku : "Apakah yang melambatkan engkau datang kepada kami, hai Auza'i?".

Berkata Al-Auza'i : "Aku menjawab : 'Apakah yang engkau maksudkan, wahai Amirul-mu'minin?'

Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Aku mau mengambil dan memetik pengetahuan daripadamu".

Al-Auza'i meneruskan ceriteranya : "Lalu aku menjawab : 'Maka perhatikanlah, wahai Amiril-mu'minin, agar engkau tidak bodoh akan sesuatu, yang akan aku katakan kepadamu'".



(1) Al-mahdi, artinya : ayunan, tempat anak kecil, diayunkan oleh ibunya.
817

Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Bagaimanakah aku bodoh daripadanya, sedang aku bertanya kepada engkau tentang hal itu? Dan mengenai hal itu aku hadapkan diriku kepadamu dan aku datangkan kamu karenanya".



Al-Auza'i meneruskan ceriteranya : "Aku berkata : 'Aku takut, bahwa engkau mendengarnya. Kemudian tidak mengerjakannya' Al-Auza'i berkata : "Lalu berteriak kepadaku Ar-Rabi' (penjaga pintu Abu Ja'far Al-Manshur). Dan mengulurkan tangannya ke pedang. Lalu ia dibentak oleh Al-Manshur dan berkata : 'Ini majelis mencari pahala, bukan majelis menjatuhkan siksaan'. Maka baiklah hatiku kembali dan aku melebar panjangkan berkata-kata. Lalu aku berkata : Wahai Amirul-mu'minin! Makhul menceriterakan hadits dari 'Athiyah bin Bisyr, di mana 'Athiyah berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda :

أيما عبد جاءته موعظة من الله في دينه فإنها نعمة من الله سيقت إليه فإن قبلها بشكر وإلا كانت حجة من الله عليه ليزداد بها إثما ويزداد الله بها سخطا عليه حديث عطية بن بشر أيما عبد جاءته موعظة من الله في دينه فإنها نعمة من الله











(Ayyumaa 'abdin ja-'athu mau 'idhatun minallaahi fii diinihi fa-in- nahaa ni'-matun minallaahi siiqat ilaihi fa-in qabilahaa bisyukrin, wa illaa kaanat hujjatan minallaahi 'alaihi, li-yazdaada bihaa its-man wa yazdaadallaahu bihaa sukh-than 'alaih).Artinya : "Manapun hamba yang datang kepadanya, pengajaran dari Allah tentang Agamanya, sesungguhnya itu nVmat dari Allah yang dibawa kepadanya. Kalau diterimanya dengan ke-syukur-an. Kalau tidak, maka menjadi hujjah (alasan) dari AUah atasnya, untuk menambahkan dosanya. Dan AUah menambahkan kemarahan kepadanya(1)

Wahai Amirul-mu'minin! Makhul menerangkan hadits kepadaku, dari 'Athiyah bin Yasir, di mana 'Athiyah berkata : "Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda :

أيما وال مات غاشا لرعيته حرم الله عليه الجنة

(Ayyumaa waalin maata ghasy-syan lira-'iyyatihi, harramallaahu Vlaihil-jannah).



(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari 'Athiyah bin Bisyr.
818

Artinya : "Manapun wali (penguasa) mati, di mana ia menipu rakyatnya, niscaya diharamkan oleh Allah sorga kepadanya(u Wahai Amirul-mu'minin! Barangsiapa benci kepada kebenaran, sesungguhnya ia benci kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu benar, lagi cukup memberikan keterangan.

Bahwa orang yang melemah-lembutkan hati ummatmu bagi kamu, ketika kamu mengurus urusan mereka itu, karena ke-karabat-anmu dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Dan sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم . itu amat penyantun dan kasih-sayang kepada uramat. Menolong mereka dengan dirinya sendiri, pada tangannya sendiri Ia terpuji pada Allah dan pada manusia.



Maka sudah sebenarnya engkau bangun, menegakkan kebenaran karenanya, pada ummat. Dan engkau berdiri dengan keadilan pada mereka. Engkau menutup aurat mereka. Tidak engkau kuncikan pintu terhadap mereka. Tidak engkau dirikan dinding (hijab) kepa­da mereka. Engkau bergembira-ria dengan keni'matan pada mereka. Dan engkau berduka-cita dengan keburukan yang menimpa mereka, Wahai Amirul-mu'minin! Sesungguhnya engkau dalam kesibukan yang menghabiskan waktu, dari hal yang bersangkutan dengan dirimu sendiri, melupakan kepentingan manusia ramai, di mana engkau telah memiliki mereka, baik mereka itu orang merah dan orang hitam, baik yang muslim dan yang kafir, semuanya mempu­nyai bahagian dari keadilan atas dirimu. Maka bagaimanakah kiranya engkau, apabila bangkit dari mereka, beberapa golongan, di belakang beberapa golongan? Dan tiada seorangpun dari mereka, melainkan mengaduksin bencana yang engkau masukkan kepadanya. Atau kedzaliman yang engkau siramkan ke atasnya. Wahai Amirul- mu'minin! Diceriterakan hadits kepadaku oleh Makhul dari 'Urwah bin Ruwaim, di mana 'Urwah bin Ruwaim berkata : "Adalah di tangan Rasulullah صلى الله عليه وسلم . pelepah kurma, di mana beliau bersugi dan menakutkan orang-orang munafiq dengan pelepah kurma itu. Maka datanglah kepadanya Jibril as., seraya bertanya kepadanya : 'Hai Muhammad! Apakah pelepah kurma ini, yang engkau hancurkan hati ummatmu dengan dia dan engkau penuhfcan hati mereka dengan ketakutan?'".

Maka bagaimanakah kiranya dengan orang, yang memeeah-mecah- kan kulit mereka, menumpahkan darah mereka, merobohkan rumah mereka, membuang mereka dari negeri mereka dan meng­hilangkan mereka oleh ketakutan daripadanya?.

(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Ibnu 'Uda dari 'Athiyah bin Yasir.
819

Wahai Amiril-mu'minin! Diceriterakan hadits kepadaku oleh Makhul dari Zaid, dari Haritsah, dari Habib bin Maslamah : "Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . meminta supaya diambil qishash (pembalasan) dari dirinya, mengenai guresan pada kulit seorang badui, yang di- perbuat olehnya dengan tiada sengaja. Maka datanglah Jibril as. kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., seraya berkata : 'Hai Muhammad! Bahwasanya Allah tiada mengutuskan engkau perkasa dan sombong' ". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . memanggil orang badui itu, seraya bersabda : "Am billah qishash daripadaku".



Orang badui itu menjawab : "Demi ibu-bapaku, telah aku halalkan bagimu. Dan aku tiada akan memperbuatnya selama-lamanya. Kalau engkau telah berbuat atas diriku, maka dido'akanlah kiranya dengan kebajikan".



Wahai Amiril-mu'minin! Relakanlah dirimu untuk dirimu! Dan ambillah baginya keamanan dari Tuhanmu! Gemarlah pada sorga yang lebamya langit dan bumi, yang dikatakan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم . :

(La-qaidu qausi ahadikum minal-jannati, khairun lahu minad-dun-ya wa maa fiihaa).

Artinya : ''Sesungguhnya sekadar panah seorang kamu dari sorga itu, lebih baik baginya dari dunia dan isinya". a) Wahai Amirul-mu'minin! Sesungguhnya kerajaan, jikalau kekal, bagi orang yang sebelum kamu, niscaya tidak akan sampai kepada­mu. Demikian juga, ia tiada kekal bagimu, sebagaimana tiada kekal bagi selain kamu.

Wahai Amirul-mu'minin! Tahukah engkau apa yang datang pada penta'wilan ayat ini, dari nenek engkau :

مَالِ هَـٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ



(Maali haadzal-kitaabi laa yughaadiru shaghiiratan wa laa kabiira- tan illaa ahshaahaa).

Artinya : "Kitab apakah ini! Tidak ditinggalkannya perkara yang kecil dan yang besar, melainkan dihitungnya semuanya" (S. Al- Kahf, ayat 49).

(1) Dirawikan Ibnu AbidDunya dari AlAuza tapi tidak disebutkan isnadnya.
820

Al-Auza'i mengatakan : yang kecil, ialah : tersenyum dan yang besar, ialah : tertawa. Maka bagaimana pula dengan perbuatan yang dikerjakan oleh tangan dan yang dipetik oleh lisan?. Wahai Amirul-mu'minin! Sampai kepadaku berita, bahwa 'Umar bin Al-Khaththab ra. berkata : "Jikalau mati anak domba dite pi sungai Al-Furat (Irak) karena hilang, niscaya aku takut akan ditanyakan aku daripadanya". Maka bagaimana pula dengan orang yang tiada memperoleh keadilan engkau, sedang dia di atas tikar permadani engkau?.

Wahai Amirul-mu'minin! Tahukah engkau, apa yang datang pada penta'wilan ayat ini dari nenek engkau :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّـهِ

(Yaa-Dawuuda! Innaa ja-'alnaaka khalifatan fil-ardli fah-kum bainan-naasi bil-haqqi wa laa tattabi-'il-hawaa fa-yudlil-luka 'an sabiilillaah).Artinya : "Hai Daud! Sesungguhnya Kami menjadikan engkau khalifah di muka bumi Sebab itu putuskanlah perkara diantara manusia dengan kebenaran dan janganlah engkau turut kemauan (nafsu), nanti engkau akan disesatkannya dari jalan Allah". (S. Shad, ayat 26).



Allah Ta'ala berfirman dalam Az-Zabur : يا داود إذا قعد الخصمان بين يديك فكان لك في أحدهما هوى فلا تتمنين في نفسك أن يكون الحق له فيفلح على صاحبه فأمحوك عن نبوتي ثم لا تكون خلفتي ولا كرامة يا داود إنما جعلت رسلي إلى عبادي رعاء كرعاء الإبل لعلمهم بالرعاية ورفقهم بالسياسة ليجبروا الكسير ويدلوا الهزيل على الكلأ والماء   "Hai Daud! Apabila duduk dua orang yang bermusuhan di hadapah engkau, lalu ada bagimu pada salah seorang dari keduanya keinginan (hawa-nafsu), maka janganlah engkau bercita-cita pada diri engkau, bahwa ada kebenaran baginya. Lalu ia menang atas temannya. Maka Aku akan hapuskan engkau dari daftar nabi-nabiKu. Kemudian, engkau tidak menjadi khalifah-Ku dan tak ada kemuliaan. Hai Daud! Bahwasa nya Aku jadikan rasul-rasul-Ku, kepada hamba-hamba-Ku, peng gembala unta. Karena mereka itu tahu dengan penggembalaan dan kasih-sayang mereka dengan kebijaksanaan. Supaya mereka itu menempelkan yang pecah dan menunjukkan jalan kepada yang kurus, kepada rumput dan air".



Wahai Amirul-mu'minin! Sesungguhnya engkau telah dicoba dengan suatu urusan. Jikalau urusan itu dibawa kepada langit, bumi dan bukit, niscaya semuanya enggan memikulnya. Dan merasa kasih-sayang daripadanya (yaitu : urusan pemerintahan).

821

Wahai Amirul-mu'minin ! Diceriterakan hadits kepadaku oleh Yazid bin Jabir, dari Abdur Rahman bin 'Umrah Al-Anshari, bahwa 'Umar bin Al-Khaththab ra. memperkeijakan seorang laki-laki dari golongan anshar, pada urusan zakat. Lalu beliau melihat orang itu sesudah beberapa hari menetap di situ. Maka beliau bertanya : "Apakah yang melarang engkau dari keluar kepada pekerjaan engkau? Apakah engkau tidak tahu, bahwa engkau mendapat pahala seperti pahala orang yang beijihad fi sabilillah?". Laki-laki itu menjawab : "Tidak!". 'Umar ra, bertanya : "Bagaimana maka demikian?". Laki-laki itu menjawab ; "Sesungguhnya sampai kepadaku, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . bersabda : 'Tiadalah seorang wali (penguasa) yang mengurus sesuatu dari urusan manusia, melainkan ia dibawa pada hari qiamat, yang dirantaikan tangannya kelehernya, tak ada yang membukanya, selain oleh keadilannya. Ia diperhentikan di atas titian api neraka, yang bergerak-gerak titian itu, dengan gerakan yang menghilangkan semua anggota tubuhnya dari tempatnya. Kemudian ia dikembalikan. Lalu ia dihitungkan amalannya (hisab). Kalau ia dahulu berbuat baik, niscaya ia lepas dengan kebaikan- nya. Kalau ia dahulu berbuat jahat, niscaya pecahlah titian itu. Lalu ia jatuh ke dalam neraka tujuh puluh kharif'". (1) Lalu 'Umar ra. bertanya kepada laki-laki itu : "Dari siapakah engkau mendengar hadits ini?".

Laki-laki itu menjawab : "Dari Abi Dzar dan Salman".

Lalu 'Umar mengirim utusan kepada keduanya, menanyakan hal

itu.

Keduanya menjawab : "Ya, kami mendengar hadits itu dari Ra­sulullah صلى الله عليه وسلم .".

Lalu 'Umar ra. mengeluh : "Wahai nasibnya 'Umar! Siapakah kiranya, yang akan mengurus urusan manusia itu dengan segala persoalannya?".

Abu Dzar ra. menjawab : "Orang yang telah dipotong oleh Allah hidungnya dan dipertemukan-Nya pipinya dengan bumi". Al-Auza'i meneruskan ceriteranya : "Lalu Abu Ja'far Al-Manshur mengambil sapu-tangan. Dan meletakkannya pada mukanya. Ke-

1.  Kharif, ialah : musim antara musim panas dan musim dingin. Yang dimaksudkan, masanya. Dan masa kharif itu setahun sekali, yang berarti enam puluh tahun pada ilmu Allah. Dan "Ittihaf" syarah Ihya', tidak menguraikan hal ini sama sekali. Wallaahu a 1am.
822

mudian menangis dan menangis dengan suara keras, sehingga aku- pun tertangis olehnya. Kemudian aku berkata : 'Wahai Amirul- mu'minin! Nenekmu Abbas telah meminta pada Nabi صلى الله عليه وسلم . untuk menjadi amir Makkah atau Thaif atau Yaman. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab : 'Hai Abbas! Hai Paman Nabi! Satu nyawa yang engkau hidupkan (lepaskan dari bahaya) adalah lebih baik dari satu pemerintahan yang tidak engkau hinggakan'". (1) sebagai nasehat dari Nabi صلى الله عليه وسلم . kepada pamannya dan kasih-sayang kepadanya. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . menerangkan kepadanya, bahwa tiada yang mencukupkannya sesuatu selain dari Allah. Karena Allah mewahyukan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . :



(Wa andzir 'asyiiratakal-aqrabiin). وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ ﴿٢١٤

Artinya : "Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang amat terdekat(S. Asy-Syu'ara', ayat 214).

Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda : "Wahai Abbas, wahai Shafiah, kedua saudara bapak Nabi! Wahai Fatimah puteri Muhammad! Bahwa sanya aku tiada mencukupkan sesuatu daripada kamu selain dari Allah. Bahwa bagiku amalanku dan bagi kamu amalan kamu ". (2)

'Umar bin Al-Khaththab ra. berkata : "Tiada yang menegakkan urusan manusia, selain oleh orang yang kokoh akalnya, yang kuat ikatan pikirannya. Ia tiada melihat pada manusia itu, yang menjadi auratnya. Ia tiada takut daripada manusia itu atas kebebasan. Dan ia tiada memperdulikan cacian orang yang mencacikan, pada me­negakkan agama Allah".



'Umar ra, berkata pula : "Amir itu empat macam : amir yang kuat dapat mencegah dirinya dan pegawai-pegawainya. Maka amir ini adalah seperti mujahid (orang yang berjihad) fi sabilillah. Tangan (kekuasaan) Allah terhampar atasnya dengan rahmat. Amir yang lemah, dapat mencegah dirinya dan membiarkan pegawai-pegawai­nya berbuat karena kelemahannya. Maka amir ini di tepi jurang kebinasaan. Kecuali dicurahkan oleh Allah rahmat kepadanya. Amir yang dapat mencegah pegawai-pegawainya dan membiarkan dirinya berbuat" Maka amir itu adalah bahaya yang menghancurkan, yang dikatakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم .:



(1)  Dirawikan loleh Ibnu Abid-Dun-ya. Dan juga Al-Baihaqi merawikan dari Jabir.
(2)  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya. Dan Al-Bukhari merawikan dari Abu Huraiyah.
823

شر الرعاة الحطمة فهو الهالك وحده

(Syarrur-ru-'aatil-hathamatu, fa huwal-haaliku wahdah).

Artinya: "Penggembala yang terjahat, ialah bahaya yang menghancurkan. Dia itu binasa seorang diri". (1) Dan : amir yang membiarkan dirinya sendiri dan pegawai-pegawainya berbuat. Maka binasalah semuanya.



Telah sampai kepadaku, wahai Amirul-mu'minin, bahwa Jibril as. datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . seraya berkata : "Aku datang kepadamu, ketika Allah .menyuruh alat-alat penghembus api neraka. Maka alat-alat itu diletakkan atas api neraka, bernyala sampai hari qiamat".



Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya kepada Jibril: "Wahai Jibril! Terangkanlah kepadaku sifat api neraka!"

Jibril as. menjawab : "Sesungguhnya Allah Ta'ala menyuruh api neraka itu. Lalu bernyala seribu tahun, sehingga merah warnanya. Kemudian dinyalakan lagi seribu tahun, sehingga kuning warnanya. Kemudian dinyalakan lagi seribu tahun, sehingga hitam warnanya. Maka api neraka itu hitam gelap, tiada bercahaya potongan apinya dan tiada padam bara apinya. Demi Allah yang mengutuskan engkau dengan kebenaran! Jikalau sepotong kain dari kain-kain penduduk neraka, menampak bagi penduduk bumi, niscaya mati mereka semua. Dan jikalau sebuah timba dari air minumannya, dituangkan pada air bumi semua, niscaya matilah siapa yang merasakannya. Jikalau sehasta dari rantai yang disebutkan oleh Allah, yang diletakkan ke atas bukit-bukit bumi semua, niscaya hancur- leburlah dan tidak sanggup menanggungnya. Jikalau seorang laki- laki dimasukkan ke dalam neraka, kemudian dikeluarkan, niscaya matilah penduduk bumi, karena busuk baunya, keji bentuk dan tulangnya".



Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . pun menangis dan Jibril as. menangis pula karena Nabi صلى الله عليه وسلم . menangis. Lalu Jibril as. bertanya : "Mengapakah engkau menangis, wahai Muhammad, padahal Allah telah mengampunkan dosa engkau, yang terdahulu dan yang terkemudian?".

Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab.:

أفلا أكون عبدا شكورا ولم بكيت يا جبريل وأنت الروح الأمين أمين الله على وحيه



(Afalaa akuunu 'abdan syakuuran wa lima bakaita yaa Jibriilu wa antar-ruuhul-amiinu, amiinullaahi 'alaa wahyih).

(1) Dirawikan Muslim dari 'Aidz bin 'Amr Al-Mazni.
824

Artinya : "Apakah aku ini bukan hamba yang bersyukur kepada Allah? Dan engkau mengapa menangis, wahai Jibril? Sedang eng­kau adalah roh yang dipercayai (ar-ruhul-amin), kepercayaan Allah atas wahyu-Nya?".



Jibril as. menjawab : "Aku takut, bahwa aku dicobai, dengan apa yang telah dicobai Harut dan Marut. Maka itulah yang mencegahku dari peganganku atas kedudukanku pada Tuhanku. Maka aku — sesungguhnya — aku telah merasa aman akan tipuannya".

Terus-meneruslah keduanya menangis, sehingga keduanya terpanggil dari langit : "Hai Jibril! Hai Muhammad! Bahwa Allah telah menganugerahkan keamanan kepada kedua engkau daripada ber­buat ma'shiat kepada-Nya. Sehingga menyebabkan azab kepada en'gkau. Kelebihan Muhammad atas nabi-nabi lain adalah seperti kelebihan Jibril atas malaikat-maiaikat lain". (1) Telah sampai kepadaku wahai Amirul-mu'minin, bahwa 'Umar bin Al-Khaththab ra. berdo'a : "Wahai Allah Tuhanku! Kalau Engkau tahu, bahwa aku terpengaruh, apabila dua orang yang bermusuhan duduk di hadapanku, kepada orang yang miring dari kebenaran, dari dekat atau jauh, maka janganlah Engkau tangguhkan aku sekejap matapun!".



Wahai Amirul-mu'minin! Sesungguhnya yang sangat berat, ialah tegak berdiri karena Allah dengan kebenaran. Yang termulia kemu- liaan pada sisi Allah, ialah : taqwa. Bahwa barangsiapa mencari kemuliaan dengan mentha'ati Allah, niscaya ia diangkat dan dimu- liakan oleh Allah. Barangsiapa mencari kemuliaan dengan berbuat ma'shiat kepada Allah, niscaya ia dihinakan dan direndahkan oleh Allah.



Inilah nasehatku kepadamu dan kesejahteraan kepadamu!. Kemudian, aku bangun, lalu Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur ber- tanyaicepadaku : "Mau ke mana?".



Aku menjawab : "Kepada anak dan tanah air dengan keizinan Amirul-mu'minin, insya Allah".

Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Telah aku izinkan engkau. Aku mengucapkan terima kasih atas nasehat engkau dan telah aku terima nasehat itu. Kiranya Allah menganugerahkan taufiq kepada kebajikan dan memberi pertolongan di atas kebajikan. Kepada-Nya aku memohonkan pertolongan. Kepada-Nya aku menyerahkan diri.



(l) Dirawikan oleh Ibnu Abid-Dun-ya. dengan ' dak ada isnad.
825

cukuplah bagiku dan sebaik-baik Pelindung. Janganlah engkau biarkan aku ini, tanpa perhatian engkau kepadaku seperti ini! Sesungguhnya engkau diterima perkataan, tidak dicurigai pada memberi nasehat".

Aku menjawab : "Akan aku kerjakan, insya Allah". Muhammad bin Mash'ab berkata : "Lalu Abu Ja'far Al-Manshur memerintahkan supaya diberikan uang kepada Al-Auza'i untuk perbelanjaan pulang. Al-Auza'i tidak mau menerimanya dan men­jawab : 'Aku tidak memerlukan kepada uang. Dan tidaklah aku menjual nasehatku dengan harta-benda dunia'". Al-Manshur telah mengetahui aliran Al-Auza'i. Maka ia tidak memperoleh jalan untuk mendesaknya.

Dari Ibnul-Muhajir, yang berkata : "Amirul-mu'minm Abu Ja'far Al-Manshur datang di Makkah — dimuliakan oleh Allah kiranya Makkah — untuk menunaikan ibadah hajji. Ia keluar dari : Darin nadwah pada penghabisan malam ke-thawaf untuk mengerjakan thawaf dan shalat. Dan tidak ada orang yang tahu. , Ketika fajar telah menyingsing, ia kembali ke Darin-nadwah dan datanglah para muadz-dzin, memberi salam kepadanya. Lalu diker- jakan shalat dan ia bershalat bersama orang banyak selaku imam shalat.



Pada suatu malam ia keluar ketika waktu sahur (menjelang terbit fajar). Maka waktu ia sedang mengerjakan thawaf, tiba-tiba ia men­dengar seorang laki-laki di Al-Multazam, mendo'a : "Wahai Allah, Tuhanku! Sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu akan lahirnya kedzaliman dan kerusakan di bumi dan apa yang mendindingi antara kebenaran dan ahlinya oleh kedzaliman dan kerakusan". Lalu Al-Manshur mencepatkan jalannya, sehingga penuhlah pende- ngarannya oleh ucapan do'a laki-laki itu. Kemudian ia keluar, lalu duduk pada suatu sudut masjid dan mengirimkan utusan kepada laki-laki itu. Utusan itu memanggil laki-laki tersebut. Utusan itu datang menemui laki-laki tadi dan berkata kepadanya : "Perkenankanlah panggilan Amirul-mu'mmin! Lalu laki-laki itu mengerjakan shalat dua raka'at. Kemudian ber- istilam kepada ar-rukn. Dan menghadap Khalifah Abu Ja'far Al- Manshur bersama utusan tadi dan mengucapkan salam kepadanya Lalu Al-Manshur bertanya kepada laki-laki itu : " Apakah maksud- nya yang aku dengar dari engkau. Engkau katakan tentang lahirnya kedzaliman dan kerusakan di bumi dan apa yang mendindingi antara kebenaran dan ahlinya oleh kerakusan dan kedzaliman?



826

Demi Allah! Sesungguhnya telah penuhl&h pendengaranku oleh apa yang menyakitkan aku dan mengacaukan pikiranku!". Laki-laki itu menjawab : "Wahai Amirul-mu'minin! Kalau engkau jamin keamanan terhadap diriku, niscaya aku terangkan kepadamu segala persoalan dari asal-usulnya. Jikalau tidak, niscaya aku ring- kaskan atas diriku saja. Aku mempunyai kesibukan yang menyi- bukkan padanya".

Al-Manshur berkata kepada laki-laki itu : "Engkau aman terhadap diri engkaa!".

Maka laki-laki itu menjawab : "Yang telah masuk kepadanya kera­kusan, sehingga mendindingi antaranya dan kebenaran dan per- baikan apa yang telah lahir dari kedzaliman dan kerusakan di bumi, ialah engkau sendiri!".

Lalu Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Celaka! Bagaimanakah masuknya kepadaku kerakusan? Kuning dan putih dalam tangan- ku, manis dan masam dalam genggamanku?". a> Laki-laki itu menjawab : "Adakah masuk kerakusan kepada sese- orang, sebagaimana masuknya kepada engkau, wahai Amirul-mu'­minin? Bahwasanya Allah Ta'ala telah menjadikan engkau untuk menjaga segala urusan dan harta kaum muslimin. Lalu engkau lalaikan segala urusan mereka. Dan engkau pentingkan mengumpul- kan harta mereka. Engkau jadikan diantara engkau dan mereka, hijab (dinding) dari kapur dinding, batu merah (gedung-gedung) dan pintu-pintu besi. Dan penjaga-penjaga pintu yang bersenjata. Kemudian, engkau kurungkan diri engkau dalam gedung-gedung itu. Dan engkau utuskan pegawai-pegawai engkau untuk mengum- pulkan harta dan pajak-pajak. Engkau ambil menteri-menteri dan pembantu-pembantu yang dzalim. Kalau engkau lupa, mereka tidak memperingatkan engkau. Kalau engkau terin^at, mereka tidak menolong engkau. Kekuatan mereka pada menganiaya manusia dengan mengambil harta, binatang ternak dan alat senjata. Engkau perintahkan supaya tidak masuk ke tempat engkau dari orang- orang, kecuali si Anu dan si Anu, orang-orang yang telah engkau sebutkan namanya. Dan tidak engkau perintahkan agar disampai- kan hal orang yang teraniaya, orang yahg menderita, orang yang lapar, orang tidak berpakaian, orang lemah dan orang miskin. Tiada seorangpim dari mereka ini, melainkan mempunyai hak pada harta tersebut.

(1) Kuning. dimaksudkan : emas. Dan putih, dimaksudkan : perak.
827

Tatkala engkau dilihat oleh mereka yang telah engkau mintakan keikhlasannya untuk diri engkau dan telah engkau pilih mereka atas rakyat fengkau dan engkau perintahkan supaya mereka tidak mendindingi, engkau, engkau ambil pajak harta dan tidak engkau bagi-bagikan, lalu mereka itu berkata : "Khalifah .ini telah berkhianat kepada Allah. Maka kita tiada mempunyai jalan, untuk tidak berkhianat kepadanya. Dia telah mempergunakan tenaga kita dengan percuma".



Lalu orang-orang itu bermusyawarah, untuk tidak menyampaikan kepada engkau, sedikitpun berita tentang rakyat, kecuali apa yang dikehendaki oleh mereka. Dan supaya tidak keluar seorangpun pegawai engkau, lalu menyalahi perintah mereka. Kecuali terus mereka singkirkan. Sehingga jatuhlah derajatnya dan kecillah tingkatannya.



Tatkala telah tersiar yang demikian dari engkau dan dari mereka, lalu mereka dihormati oleh orang banyak dan ditakutinya. Dan adalah orang pertama yang berbuat demikian dengan mereka, ialah pegawai-pegawai engkau, dengan menyerahkan hadiah dan harta. Supaya mereka itu bertambah kuat untuk menganiayai rakyat engkau. Kemudian diperbuat yang demikian, oleh orang yang mem­punyai kemampuan dan kekayaan dari rakyat engkau. Supaya mereka itu memperoleh kesempatan berbuat kedzaliman terhadap rakyat yang lebih rendah dari mereka. Maka penuhlah bumi Allah dengan kerakusan karena kedurhakaan dan kerusakan. Dan jadi- lah mereka ini, sekutu engkau pada kekuasaan engkau. Dan engkau itu lalai.



Kalau datang orang yang mendapat kedzaliman, lalu didindingi antara orang itu dan antara masuk ke tempat engkau. Kalau orang itu, bermaksud menyampaikan suaranya atau kissah hidupnya kepada engkau, ketika engkau munculdi muka orang banyak, maka ia dapati engkau, telah melarang yang demikian. Dan engkau tegakkan seorang laki-laki untuk orang banyak itu, yang memperhatikan tentang kedzaliman mereka.



Kalau orang itu datang, lalu menyampaikan kepada pembantu- pembantu engkau, maka pembantu-pembantu itu meminta kepada orang yang teraniaya itu, supaya tidak menyampaikan kedzaliman yang dideritainya. Kalau orang yang mengadu itu mempunyai kehormatan diri dan berkenan untuk menyampaikan kedzaliman yang dideritainya, niscaya tidak mungkin apa yang dikehendakinya itu. Karena takut kepada pembantu-pembantu tersebut. Maka senantiasalah orang yang teraniaya itu bulak-balik kepadanya, men- dekatinya, mengadu dan meminta pertolongan. Sedang orang itu menolaknya dan memberi bermacam alasan.

828

Apabila orang yang teraniaya itu berjihad (berjuang mencari keadilan), mengeluarkan isi hatinya dan engkau muncul (berada di situ), niscaya ia berteriak meminta tolong di hadapan engkau. Lalu ia dipukul dengan pukulan yang melukakan. Supaya menjadi peringatan bagi orang lain. Dan engkau melihat, tidak membantah dan tidak merobahkannya. Maka tidaklah kekal Islam dan ahlinya di atas cara ini!.

Adalah Bani Ummayyah dan orang Arab, apabila sampai kepada mereka orang yang teraniaya, niscaya disampaikan kedzaliman itu kepada mereka. Lalu orang yang teraniaya itu diperlakukan dengan keadilan. (n. Ada orang yang datang dari negeri yang terjauh, sehingga sampailah ia ke pintu sultan (penguasa)nya. Orang itu berseru : "Wahai ahli Islam!".

Maka bersegeralah mereka itu menemuinya, sambil bertanya : "Apakah yang menjadi maksud engkau? Apakah yang menjadi maksud engkau?".

Mereka itu menyampaikan kedzaliman yang dideritai orang itu kepada sultannya, lalu sultan memperlakukannya dengan keadilan. Sesungguhnya aku, wahai Amirul-mu'minin merantau ke negeri Cina. Di negeri itu ada seorang raja. Pada suatu kali aku datang ke negeri itu. Raja mereka itu telah hilang pendengarannya. Maka raja itupun menangis. Lalu menteri-menterinya bertanya : "Menga- pakah tuanku menangis? Sesungguhnya telah bertangisanlah dua mata tuanku!".

Raja itu menjawab : "Sesungguhnya tidaklah aku menangis di atas musibah (bencana) yang telah menimpa diriku. Akan tetapi aku menangis, karena orang yang teraniaya yang berteriak meminta tolong di pintu, lalu aku tidak mendengar suaranya". Kemudian raja itu menyambung : "Adapun, jikalau kiranya pende- ngaranku telah hilang, tetapi penglihatanku tidak hilang". Berseru­lah pada orang banyak : "Ketahuilah, tidak dipakai pakaian merah selain oleh orang yang teraniaya!".

Raja itu mengendarai gajah dan berjalan berkeliling pagi dan pe- tang. Adakah ia melihat orang yang teraniaya, maka diperlakukan- nya dengan keadilan.

(1 ) Jangan dilupakan, bahwa khalifah Al-Manshur itu, adalah dari dinasti Abbasiyah. Sedang sebelumnya adalah yang menjadi khalifah dari dinasti Bani Ummayyah. Kedua golongan ini dalam keadaan selalu bermusuhan.
829

Inilah, wahai Amirul-mu'minin orang musyrik, yang memperseku- tukan Allah, telah bersangatanlah kasih-sayangnya kepada orang- orang musyrik dan kehalusannya di atas kelobaan dirinya pada kerajaannya. Dan engkau orang mu'min, yang beriman dengan Allah dan putera paman Nabi Allah. Tidak bersangatan kasih- sayang engkau kepada kaum muslimin dan kehalusan engkau di atas kelobaan diri engkau. Sesungguhnya engkau tidak mengumpulkan harta, kecuali untuk salah satu dari tiga :

Kalau engkau berkata: "Aku kumpulkan harta itu untuk anakku", maka sesungguhnya telah diperlihatkan oleh Allah kepada engkau, sesuatu ibarat pada bayi kecil yang jatuh dari perut ibunya. Bayi kecil itu tiada mempunyai harta di bumi. Dan tiada suatu hartapun, kecuali padanya tangan yang loba,yang mengumpulkannya. Maka senantiasalah Allah Ta'ala kasih-sayang kepada bayi kecil itu. Sehingga besarlah kesukaan manusia kepadanya. Dan tidaklah engkau yang memberikan, tetapi Allah yang memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.



Kalau engkau berkata : "Aku kumpulkan harta itu untuk meneguhkan kesultananku", maka sesungguhnya telah diperlihatkan oleh Allah suatu ibarat, tentang orang yang sebelum engkau. Tidak­lah memperkayakan mereka dengan emas dan perak yang dikumpulkannya. Dan tidaklah orang-orang, senjata dan binatang ternak yang disediakannya. Dan tidaklah mendatangkan kemelaratan kepada engkau dan anak bapa engkau, dari sedikitnya kesungguhan dan kelemahan, di mana engkau berada padanya, ketika dikehendaki oleh Allah kepada engkau akan apa yang dikehendaki-Nya. Kalau engkau berkata : "Aku kumpulkan harta itu untuk xnencapai tujuan". Yaitu tujuan yang lebih besar dari tujuan yang ada pada engkau sekarang. Maka demi Allah! Tiadalah yang di atas daripada yang ada pada engkau sekarang, selain derajat yang tidak akan diperoleh, kecuali dengan : amal-shalih.



Wahai Amirul-mu'minin! Adakah engkau siksakan orang yang mendurhakai engkau dari rakyat engkau, yang lebih berat dari bunuh?.



Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Tidak!". Laki-laki itu lalu bertanya: "Bagaimanakah engkau berbuat dengan kerajaan yang diserahkan oleh Allah kepada engkau? Dan apa, yang engkau padanya, dari kerajaan dunia? Dan Allah Ta'ala tiada menyiksakan orang yang mendurhakai-Nya dengan bunuh. Tetapi la menyiksakan orang yang mendurhakai-Nya dengan kekekalan

830

dalam azab yang pedih. Ia yang melihat dari engkau, apa yang diikatkan oleh hati engkau. Dan yang disembunyikan oleh anggota tubuh engkau. Apakah yang akan engkau katakan, apabila dicabut oleh Raja Yang Maha Benar, lagi Maha Menerangkan, akan kerajaan dunia dari tangan engkau dan dipanggilkan-Nya engkau kepada hisab (perhitungan amal)? Adakah sesuatu yarig memperkayakan engkau pada-Nya, dari apa yang ada pada engkau sekarang, dari kerajaan dunia yang engkau lobakan itu?.



Maka menangislah Al-Manshur dengan tangisan yang keras. Sehing­ga bersangatan tangisnya dan tinggi suaranya. Kemudian Abu Ja'far Al-Manshur mengeluh : "Wahai kiranya, tidaklah aku ini dijadikan dan tidaklah aku ini sesuatu".



Kemudian Abu Ja'far Al-Manshur bertanya : "Apakah dayaku ten­tang apa yang diserahkan kepadaku dan aku tidak melihat dari manusia itu, kecuali pengkhianat?".

Laki-laki itu berkata ; "Wahai Amirul-mu'minin! Haruslah engkau dengan imam-imam yang berpengetahuan tinggi, yang menjadi penunjuk ummat!".

Abu Ja'far Al-Manshur bertanya : "Siapakah mereka itu?". Laki-laki itu menjawab : "Ulama!".

Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Ulama itu telah lari daripada- ku".

Laki-laki itu berkata : "Mereka lari dari engkau, karena takut engkau bawakan mereka, kepada yang telah terang dari jalan engkau, dari pihak pegawai-pegawai engkau. Akan tetapi bukakan- lah pintu! Permudahkan dinding! Berikanlah pertolongan kepada orang yang teraniaya dari orang yang menganiaya. Cegahkanlah segala macam kedzaliman! Ambillah sesuatu dari yang halal dan baik dan bagikanlah dengan benar dan adil! Aku jamin bahwa orang yang lari dari engkau, akan datang kepada engkau. Lalu menolong engkau kepada perbaikan pekerjaan engkau dan rakyat engkau".

Lalu Al-Manshur berdo'a : "Wahai Allah Tuhanku! Anugerahkan- lah kepadaku taufiq untuk mengamalkan, apa yang dikatakan oleh laki-laki ini!".

Kemudian datanglah para muadz-dzin dan memberi salam kepada­nya. Dan didirikan shalat. Lalu Al-Manshur keluar dan bershalat dengan mereka.

Kemudian, sesudah shalat, beliau berkata kepada pengawal: "Ha­ruslah engkau mencari laki-laki itu! Jikalau tidak engkau bawa ia kemari, niscaya aku pancung leher engkau".

831

Abu Ja'far Al-Manshur sangatt marah kepada laki-laki itu. Lalu pengawal itu keluar mencari laki-laki tersebut. Kiranya ia sedang melakukan thawaf. Lalu pengawal itu mengerjakan shalat dengan laki-laki tersebut, pada sebahagian pojok (dari bukit-bukit yang mengelilingi Makkah). Kemudian duduk menunggu, sampai laki- laki- itu siap mengerjakan shalat. Kemudian ia berkata : "Wahai laki-laki ini! Tidakkah engkau bertaqwa kepada Allah?". Laki-laki itu menjawab : "Ya!".

Pengawal itu bertanya lagi : "Adakah engkau mengenai Allah (berma'rifah kepada Allah)?". Laki-laki itu menjawab : "Ya!".

Pengawal itu menyambung : "Pergilah bersama aku kepada Amir!. Dia telah bersumpah akan membunuh aku, jikalau aku tidak mem­bawa kamu kepadanya".

Laki-laki itu menjawab : "Aku tiada mempunyai jalan kepada yang demikian!".

Pengawal itu menjawab : "Dibunuhnya aku". Laki-laki itu menjawab : "Tidak!". Pengawal itu bertanya : "Bagaimana jalannya?". Laki-laki itu bertanya : "Pandaikah engkau membaca?". Pengawal itu menjawab : "Tidak!".

Lalu laki-laki itu mengeluarkan dari bungkusannya yang ada pada­nya, sehelai kertas yang tertulis padanya sesuatu, seraya berkata : "Ambillah! Masukkanlah ke dalam saku bajum^i! Sesungguhnya pada kertas ini : do'a terlepas dari kesempitan (do'a kelapangan jalan)".

Pengawal itu bertanya : "Apakah do'a kelapangan jalan itu?". Laki-laki itu menjawab : "Tiada diberi rezeki dengan do'a ini, kecuali orang-orang syahid".

Aku berkata-ujar pengawal itu : "Diberi rahmat oleh Allah kiranya kepada engkau! Sesungguhnya engkau telah berbuat baik (berbuat ihsan) kepadaku. Jikalau engkau melihat ada baiknya untuk mene- rangkan kepadaku, apakah do'a ini dan apakah kelebihannya!". Laki-laki itu menjawab : "Barangsiapa berdo'a dengan do'a ini, petang dan pagi, niscaya dihancurkan dosa-dosanya. Dikekalkan kegembiraannya. Dihapuskan segala kesalahannya. Diterima do'a- nya. Dilapangkan rezekinya. Diberikan cita-citanya. Diberi perto- longan atas musuhnya. Ia dituliskan pads sisi Allah : orang yang shiddiq. Dan ia tidak mati, melainkan menjadi orang syahid". Bacalah do'a itu, yaitu :

832











اللهم كما لطفت في عظمتك دون اللطفاء وعلوت بعظمتك على العظماء وعلمت ما تحت أرضك كعلمك بما فوق عرشك وكان وساوس الصدور كالعلانية عندك وعلانية القول كالسر في علمك وانقاد كل شيء لعظمتك وخضع كل ذي سلطان لسلطانك وصار أمر الدنيا والآخرة كله بيدك اجعل لي من كل هم أمسيت فيه فرجا ومخرجا اللهم إن عفوك عن ذنوبي وتجاوزك عن خطيئتي وسترك على قبيح عملي أطمعني أن أسألك مالا أستوجبه مما قصرت فيه أدعوك آمنا وأسألك مستأنسا وإنك المحسن إلى وأنا المسيء إلى نفسي فيما بيني وبينك تتودد إلى بنعمك وأتبغض إليك بالمعاصي ولكن الثقة بك حملتني على الجراءة عليك فعد بفضلك وإحسانك على إنك أنت التواب الرحيم

















(Allaahumma! Kamaa lathafta fii 'adhamatika duunal-luthafaa-i, wa 'alauta bi-'adhamatika 'alal-'udhamaa-i, wa 'alimta maa tahta ardlika, ka-'ilmika bimaa fauqa 'arsyika, wa kaanat wasaawisush- shuduuri, kaValaaniyyati 'indaka. Wa 1 alaaniyyatul-qauli kas-sirri fii 'ilmika. Wanqaada kullu. syai-in li-'adhamatika. Wa khadla-'a kullu dzii sulthaanin lisulthaanika. Wa shaara amrud-dun-ya wal- aakhirati kulluhu biyadika; Ij-'al lii min kulli hammin amsaitu fiihi farjan wamakhrajaa! Allaahumma! Inna 'afwaka 'an dzunuu- bii, watajaa-wuzaka 'an khathii-atii, wa sit-raka 'alaa qabiihi 'amalii, athmi'-nii an as-alaka maa laa astaujibuhu, mimmaa qashartu fiihi. Ad-'uuka aaminaa. Wa as-aluka musta'-nisaa. Wa innakal-muh-sinu ilayya, wa anal-musii-u ilaa nafsii, fiimaa bainii wabainaka. Tata- wad-dadu ilayya bini'-matika. Wa atabagh-ghadlu ilaika bil-ma-'aa- shii. Wa laakinnats-tsiqata bika, hamalatnii 'alai-jaraa-ati 'alaika. Fa-'ud bifadl-lika wa ihsaanika 'alayya! Innaka antat-tawwaabur- rahiim).

Artinya :

Wahai Allah Tuhanku! Sebagaimana Engkau kasih- sayang pada keagungan Engkau tanpa orang-orang yang kasih- sayang.

Engkau tinggi dengan keagungan Engkau di atas orang-orang yang agung.

Engkau mengetahui apa yang di bawah bumi Engkau, sebagaimana pengetahuan Engkau dengan apa yang di atas 'Arasy’ Engkau, adalah was-was di dalam dada, seperti'yang terang nyata pada sisi Engkau.

Perkataan yang terang adalah seperti rahasia pada ilmu Engkau.

Dan tiap-tiap sesuatu itu mematuhi bagi keagungan Engkau.

Dan tiap-tiap yang mempunyai kekuasaan, tunduk kepada kekuasaan Engkau.

Urusan dunia dan akhirat semuanya jadi di tangan (dalam kekuasaan)Engkau.

Jadikanlah bagiku dari tiap-tiap kesusahan di mana aku berada padanya, menjadi kelapangan dan jalan keluar

Wahai Allah, Tuhanku! Sesungguhnya kema'afan Engkau dari dosa-dosaku,

kelepasan yang Engkau berikan dari kesalahanku

dan tutup yang Engkau anugerahkan atas kekejian perbuatahku, mendorongku untuk bermohon kepada Engkau akan sesuatu yang tiada seharusnya aku menerimanya, dari apa yang aku teledor padanya.

 Aku bermohon pada Engkau akan keamanan.

Aku meminta pada Engkau akan kejinakan hatiku. Sesungguhnya Engkau berbuat kebaikan kepadaku dan aku berbuat kejahatan kepada diriku, mengenai sesuatu diantara aku dan Engkau.

Engkau cinta-kasih kepadaku dengan nimat-nimat Engkau.

Dan aku ber­buat kemarahan kepada Engkau dengan perbuatan-perbuatah kema shiatan.

Akan tetapi kepercayaan kepada Engkau, membawa aku kepada keberanian kepada Engkau.

Maka hitungkanlah dengan kurnia dan kebaikan Engkau atasku!

Sesungguhnya Engkau Penerima taubat dan Maha Penyayang.



833

Pengawal itu berkata : "Maka aku ambil kertas itu. Aku masukkan ke dalam saku bajuku. Kemudian, tak ada cita-citaku selain. Amirul- mu'minin. Lalu aku masuk ke tempatnya, seraya memberi salam kepadanya. Ia mengangkatkan kepalanya. Lalu memandang kepada­ku dan tersenyum. Kemudian berkata : 'Celaka engkau! Pandai engkau main sihir?'

Aku menjawab : "Tidak, demi Allah wahai Amirul-mu'minin!". Kemudian aku ceriterakan kepadanya urusanku dengan Syaikh itu.

Lalu Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur berkata : "Berikanlah kertas yang diberikannya kepada engkau itu!".

Kemudian Abu Ja'far Al-Manshur menangis dan berkata : "Engkau lepas bebas". Dan disuruhnya membatalkan hukuman itu. Dan dianugerahinya kepadaku, sepuluh ribu dirham, kemudian berkata: "Kenalkah engkau orang itu?". Aku menjawab : "Tidak!".

Abu Ja'far Al-Manshur menjawab : "Itulah Nabi Khidlir as.". Dari Abi 'Imran Al-Jauni, yang menerangkan, bahwa : tatkala Ha- runur-rasyid memegang jabatan ke-khalifah-an (al-khilafah), lalu ia dikunjungi oleh para ulama. Para ulama itu mengucapkan selamat kepadanya, dengan terserahnya urusan ke-khalifah-an kepadanya.

834

Maka Khalifah Harunur-rasyid membuka pintu baital-mal. Dan menyerahkan pemberian-pemberian yang banyak kepada para ulama itu. Dan adalah Khalifah Harunur-rasyid sebelum menjadi khalifah, sering duduk-duduk dengan ulama-ulama dan orang-orang dzahid. Dan melahirkan banyak ibadah dan penderitaan. Dan erat- persaudaraannya dengan Sufyan bin Sa'id bin Al-Mundzir Ats- Tsauri pada masa dahulunya (sebelum menjadi khalifah). Maka ia ditinggalkan oleh Sufyan dan tidak pernah lagi Sufyan berkunjung kepadanya. Maka rindulah Harunur-rasyid kepada kunjungan Sufyan, untuk bersepi-sepi dan bercakap-cakap dengan dia. Tetapi Sufyan tidak juga berkunjung kepada Harunur-rasyid dan tidak bersedia pergi ke tempatnya. Dan tidak menyambut jabatan yang telah berada dalam tangan Harunur-rasyid.



Maka amat beratiah yang demikian atas Harunur-rasyid. Lalu ia menulis- sepucuk surat kepada Sufyan, di mana ia mengatakan di dalamnya :

Dari hamba Allah, Harunur-rasyid Amirul-mu'minin, kepada saudaranya Sufyan bin Sa'id bin Al-Mundzir.

Amma ba'du, adapun kemudian, wahai saudaraku! Engkau telah mengetahui bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mempersauda- rakan diantara orang-orang mu'min. Dan Ia jadikan yang demikian pada jalan-Nya dan karena-Nya. Dan ketahuilah, bahwa aku telah mempersaudarakan engkau, persaudaraan yang tidak aku putuskan tali engkau dengannya. Dan tidak aku potong kesayangan engkau daripadanya. Bahwasanya kecintaanku berkumpul bagi engkau di atas kecintaan dan kehendak yang sebaik-baiknya. Jikalau tidak­lah kalung ini, yang dikalungi aku oleh Allah, niscaya,aku datangi tempat engkau, walaupun dengan merangkak. Karena kecintaan yang aku dapati dalam hatiku kepada engkau. Ketahuilah wahai Abu Abdillah, bahwa tiada tinggal seorangpun dari temanku dan teman engkau, melainkan telah berkunjung kepadaku. Dan telah mengucapkan selamat kepadaku, disebabkaii jabatan yang telah berada dalam tariganku. Aku telah membuka baital-mal-baital-mal. Dan aku berikan hadiah-hadiah yang banyak kepada mereka, yang amat menggembirakan diriku dan menyedap- kan mataku. Dan sesungguhnya aku menunggu keterlambatanmu, lalu engkau tidak juga datang kepadaku. Dan aku tuliskan surat ini kepadamu, karena sangat rindunya hatiku kepadamu. Dan engkau, wahai Abu Abdillah, mengetahui apa yang tersebut pada Agama, tentang keutamaan orang mu'min, kunjunganny a dan perhubungan- nya satu sama lain (silatur-rahhn). Maka apabila telah datang kepadamu suratku ini bersegeralah, bersegeralah!".



835

Tatkala surat itu telah siap ditulisnya, lalu ia menoleh kepada orang yang di sisinya. Rupanya semua mereka mengenai Sufyan Ats-Tsuri dan kekasarannya. Lalu Khalifah Harunur-rasyid berkata : "Saya memerlukan seorang dari penjaga-penjaga pintu". Maka disuruh masuk seorang laki-laki, yang namanya : ''Ubbad Ath-Thaliqani. Lalu Harunur-rasyid berkata kepadanya : "Hai 'Ubbad! Ambillah suratku ini dan pergilah ke Kufah! Apabila engkau telah masuk ke kota itu, tanyakanlah dari kabilah Bani Tsaur! Kemudian tanyakanlah, mana Sufyan Ats-Tsuri! Apabila engkau telah menjumpainya, berilah suratku ini kepadanya! Dan hapalkanlah dengan pendengaran dan hati engkau, semua yang dikatakannya! Hitungkanlah pekerjaannya yang sehalus-halusnya dan yang sebesar-besarnya, untuk kamu ceriterakan nanti kepa­daku!".



'Ubbad lalu mengambil surat itu dan berjalan, sehingga sampailah ia ke Kufah. Lalu ditanyakannya dari kabilah itu. Maka iapun di- tunjukkan orang. Kemudian ditanyakannya, mana Sufyan itu. Lalu dijawab orang kepadanya : itulah yang dalam masjid. 'Ubbad berkata : "Lalu aku datang di masjid. Tatkala Sufyan itu melihat aku, terus ia bangun berdiri, seraya mengucapkan : 'Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Pendengar dan Maha Penyayang, dari sethan yang terkutuk. Aku berlindung dengan Engkau, wahai Allah Tuhanku, daripada pengedor yang menggedor pintu- ku, selain dengan kebajikan' ".



'Ubbad menerangkan seterusnya : "Maka berkesanlah pada hatiku kata-kata itu. Lalu aku keluar. Tatkala ia melihat aku, duduk di pintu masjid, lalu ia bangun mengerjakan shalat dan tidaklah waktu itu waktu shalat. Maka aku tambatkan kudaku di pintu masjid. Dan aku masuk ke dalam masjid. Tiba-tiba semua teman duduk- nya, duduk menekurkan kepalanya. Seolah-olah mereka itu pen- curi, yang telah datang sultan (penguasa) kepadanya. Lalu mereka itu takut dari siksaannya.

Maka aku memberi salam. Tiada seorangpun mengangkat kepalanya kepadaku. Mereka itu menjawab salamku dengan ujung anak-jari. Maka tinggallah aku tegak berdiri. Tiada seorangpun dari mereka yang mempersilakan aku duduk. Dan sungguh telah meninggilah kegoncangan pada diriku oleh kehebatan mereka. Aku lepaskan mataku memandang mereka, lalu aku berkata : "Bahwa yang ber- shalat itu Sufyan". Maka aku lemparkan surat itu kepadanya.

836

Tatkala ia melihat surat itu, maka bergoncanglah badannya dan menjauhkan diri dari surat itu. Seakan-akan ular yang datang kepadanya pada tempat shalatnya (mihrabnya), Lalu ia ruku', sujud dan memberi salam. Ia memasukkan tangannya dalam lengan bajunya. Dan membungkuskannya dengan 'aba-ahnya (pakaian yang dipakai diatas baju, yang terbuka bahagian depan). Dan diam- bilnya surat itu. Lalu dibalik-balikkannya dengan tangannya. Kemudian dilemparkannya kepada orang yang di belakangnya, seraya berkata : "Diambillah kiranya surat itu oleh sebahagian kamu, yang akan membacanya. Sesungguhnya aku meminta ampun pada Allah, untuk menyentuh sesuatu, yang telah disentuh oleh orang dzalim dengan tangannya".



'Ubbad berkata : "Kertas itu lalu diambil oleh setengah mereka. Keadaannya, seakan-akan orang yang takut dari mulut ular yang akan mematuknya. Kemudian dibukanya dan dibacanya. Sufyan menghadapi surat itu dengan tersenyum, sebagai senyuman orang yang penuh keheranan".

Tatkala yang membaca itu selesai dari membacanya, lalu Sufyan berkata : "Balikkan kertas itu dan tuliskan kepada orang dzalim itu pada belakang suratnya!".



Lalu ada orang yang berkata kepada Sufyan : "Hai Abu Abdillah! Bahwa dia itu khalifah. Kalau engkau tuliskan kepadanya pada kertas yang bersih, belum bertulis, bagaimana?". Sufyan menjawab : "Tulislah kepada orang dzalim itu, pada bela­kang suratnya! Kalau kertas itu diusahakannya dari yang halal, maka akan dibalaskan amalannya. Kalau diusahakannya dari yang haram, maka akan dimasukkan dia ke dalam neraka. Dan tidak tinggal suatupun yang disentuh oleh orang dzalim pada kita, lalu merusakkan agama kita".

Lalu orang bertanya kepadanya : "Apakah yang akan kami tulis?". Sufyan menjawab : "Tulislah!".

Dari hamba Allah yang berdosa, Sufyan bin Sa'id bin Al-Mundzir Ats-Tsuri, kepada hamba Allah yang tertimpa dengan angan-angan Harunur-rasyid yang telah mencabutkan kemanisan iman. Amma ba'du, kemudian itu, maka sesungguhnya aku telah menulis surat kepadamu, aku beritahukan kepadamu, bahwa aku telah memutuskan tali perhubungan dengan engkau. Dan aku telah memotong kecintaan engkau dan aku marah akan tempat kedu dukan engkau (jabatan ke-khalifah-an).



837

Bahwa engkau telah jadikan aku saksi atas engkau, dengan pengakuan engkau, atas diri engkau, pada surat engkau, dengan apa yang engkau serang, atas baital-mal kaum muslimin. Engkau telah membelanjakannya pada bukan haknya. Dan engkau menghabis- kannya pada bukan hukumnya. Kemudian engkau tidak senang dengan apa yang aku kerjakan dan engkau itu jauh daripadaku, sampai engkau tuliskan surat kepadaku. Engkau jadikan aku saksi atas diri engkau.

Adapun aku sesungguhnya telah naik saksi atas engkau dan teman- temanku yang menyaksikan pembacaan surat engkau. Dan akan kami tunaikan kesaksian iui atas engkau besok di hadapan Allah Ta'ala.



Hai Harun! Engkau telah menyerang baital-mal kaum muslimin, tanpa kerelaan mereka. Adakah rela dengan perbuatan engkau itu, orang-orang yang dijinakkan hatinya (orang-orang muallaf), orang- orang amil zakat di bumi Allah Ta'ala, orang-orang yang berjihad fi sabilillah dan ibnus-sabil? Adakah rela dengan yang demikian, pendukung-pendukung Al-Qur-an, ahli-ahli ilmu, perempuan-perem- puan janda dan anak-anak yatim? Adakah rela dengan yang demi­kian, orang banyak dari rakyat engkau? Maka ikatlah wahai Harun kain sarung engkau! Sediakanlah untuk pertanyaan akan jawaban- nya dan untuk bahaya bajunya!



Ketahuilah, bahwa engkau akan berdiri di hadapan Hakim Yang Maha adil. Sesungguhnya engkau telah mendatangkan bahaya pada diri engkau. Karena engkau cabut kemanisan ilmu, dzuhud, kele- zatan Al-Qur-an dan duduk-duduk dengan orang-orang pilihan. Engkau rela untuk diri engkau bahwa engkau itu menjadi orang dzalim dan imam bagi orang-orang dzalim.

Wahai Harun! Engkau duduk di atas kursi kebesaran. Engkau me- makai kain sutera. Engkau pasang tabir pada pintu engkau. Dan engkau menyerupakan dengan Tuhan Serwa sekalian alam dengan penjaga-penjaga. Kemudian, engkau dudukkan tentara-tentara eng­kau yang dzalim pada pintu engkau dan tabir engkau. Mereka ber­buat kedzaliman kepada manusia. Dan mereka itu tidak insaf. Mereka itu meminum khamar dan memukul orang yang meminum khamar.

Mereka itu berzina dan menghukum orang yang berzina. Mereka itu mencuri dan memotong tangan orang yang mencuri. Apakah tidak hukuman-hukuman ini atas diri engkau dan atas diri mereka, sebelum engkau menghukumkan orang lain? Maka bagaimanakah engkau besok, hai Harun, apabila dipanggil oleh pemanggil dari

838

pihak Allah Ta'ala : "Kumpulkanlah mereka-mereka yang dzalim serta isteri-isterinya! Manakah orang-orang dzalim itu dan penolong-penolong orang-orang yang dzalim?". Lalu pemanggil itu raendatangkan engkau di hadapan Allah Ta'ala dan kedua tangan engkau dirantaikan ke leher engkau. Tiada yang akan melepaskan- nya, selain oleh keadilan engkau dan keinsafan engkau. Orang- orang dzalim itu di sekeliling engkau. Dan engkau yang mendahului dan imam mereka ke api neraka. Sekan-akan aku dengan engkau, wahai Harun, telah engkau ambil dengan kesempitan pencekek leher dan engkau datangkan kesulitan-kesulitan. Engkau melihat kebaikan engkau, dalam timbangan orang lain. Dan kejahatan orang lain dalam timbangan engkau, sebagai tambahan dari keja­hatan engkau, bahaya di atas bahaya, kegelapan di atas kegelapan. Maka jagalah dengan wasiatku. dan ambillah pengajaran dengan pengajaranku yang aku berikan kepadamu!.



Ketahuilah, bahwa aku telah menasehatimu. Dan tidak aku tinggal- kan suatu tujuanpun pada menasehati engkau! Takutlah akan Allah, hai Harun tentang rakyat engkau! Peliharalah Muhammad صلى الله عليه وسلم . tentang ummatnya! Dan baguskanlah ke-khalifah-an di atas mereka!.



Ketahuilah, bahwa pekerjaan ini jikalau tetap untuk orang lain, niscaya tidak akan sampai kepada engkau. Dan jadilah kepada orang lain. Demikian juga dunia, berpindah dengan penduduknya, seorang demi seorang. Diantara mereka ada yang mencari perbekal- an, dengan perbekalan yang bermanfa'at baginya. Diantara mereka, ada yang merugi dunianya dan akhiratnya. Dan aku memperkirakan engkau, wahai Harun, termasuk orang yang merugi dunianya dan akhiratnya. .

Maka jagalah diri engkau, jagalah diri engkau, bahwa engkau menulis surat kepadaku sesudah ini! Maka tiada akan aku jawab kepada engkau nanti.     Wassalaam.



'Ubbad berkata : "Lalu Sufyan mencampakkan surat itu kepadaku dengan terbuka. Tiada terlipat dan tiada disetempel. Maka aku ambil surat itu dan aku pergi ke pasar Kufah. Dan pengajaran itu telah jatuh berkesan dalam hatiku.

Lalu aku berseru : "Wahai penduduk Kufah!".

Mereka itu memperkenankan seruanku. Lalu aku berkata kepada mereka : "Wahai kaumku! Siapakah mau membeli orang yang lari dari Allah kepada Allah?".

839

Lalu mereka hadapkan kepadaku dinar dan dirham. Lalu aku berkata : "Aku tiada memerlukan kepada harta. Akan tetapi baju jubbah buluyang kasar dan aba-ah (baju luar terbuka bagian depan) dari kapas".

'Ubbad meneruskan kissahnya : "Lalu diberikan kepadaku yang demikian. Dan aku buka pakaian yang ada pada tubuhku, yang telah aku pakai bersama Amirul-mu'minin. Dan aku menghadap mengendarai Al-Bardzun (kuda Rumawi) dengan senjata yang aku bawakan dahulu. Sehingga sampailah aku pada pintu Amirul-mu'- minin Harun, dengan kaki telanjang (kaki ayam), berjalan kaki. Lalu aku diejekkan oleh orang yang ada pada pintu Khalifah. Kemudian diizinkan aku masuk. Maka tatkala aku masuk ke tempat Khalifah dan ia melihat aku dalam keadaan yang demikian, lalu ia bangun dan duduk. Kemudian bangun lagi, seraya memukul kepalanya dan mukanya. Dan berdo'a dengan kebinasaan dan kese dihan dan berkata : "Telah memperoleh manfa'atlah utusan dan telah kecewalah yang mengutus. Apalah bagiku dunia, apalah bagiku! Kerajaan akan hilang daripadaku dengan segera". Kemudian, aku serahkan surat itu kepadanya dengan terbuka,seba- gaimana diserahkan kepadaku. Lalu Harun menghadapinya mem- baca dan air matanya jatuh berderai dari kedua matanya. Ia membaca dan menarik nafas. Maka berkatalah setengah orang- orang yang duduk bersamanya: "Wahai Amirul-mu'minin! Sung- guh telah begitu berani .Sufyan atas engkau! Kalau engkau hadap­kan kepadanya, maka engkau beratkan dia dengan besi dan engkau sempitkan penjara kepadanya, niscaya engkau membuat dia men­jadi ibarat (pengajaran) kepada orang lain".



Harun menjawab : "Tinggalkanlah kami hai budak-budak dunia, yang telah tertipu orang-orang yang telah kamu tipu! Dan celaka orang-orang yang telah engkau binasakan! Sesungguhnya Sufyan satu-satunya ummat (tiada seorangpun yang menyerupai sifatnya). Biarkanlah Sufyan dengan keadaannya yang demikian!". Kemudian, senantiasalah surat Sufyan itu di sisi Harun yang dibaca- nya pada ketika tiap-tiap shalat. Sehingga ia wafat, dicurahkan rahmat oleh Allah kiranya kepadanya.

Maka Allah mencurahkan rahmat kepada hamba yang memperha- tikan kepada dirinya. Dan bertaqwa kepada Allah tentang apa yang akan didatangkan kepadanya besok dari amal-perbuatannya. Kare­na amal-perbuatan itu akan dihituiig (dihisab) dan diberi balasan.

840

Wallaahu wallyyut-taufiq! Allah yang menganugerahkan taufiq!.

Dari Abdullah bin Mahran yang menceriterakan, bahwa Harunur- rasyid pergi hajji. Maka sampailah ia di Kufah, lalu tinggal di situ beberapa hari. Kemudian ia bersiap untuk berangkat. Lalu keluar- lah manusia banyak melepaskan keberangkatannya. Dan keluar pula Bahlul Gila, bersama orang yang keluar, dengan membawa sampah. Anak-anak kecil mengganggu dan suka kepadanya. Tatkala telah siap kendaraan Harun untuk berangkat, lalu si Bahlul mela- rang anak-anak kecil itu mempermain-mainkannya. Se waktu telah datang Harun, maka si Bahlul berseru dengan sekuat-kuat suaranya : "Wahai Amirul-mu'minin!".

Lalu Harun membuka kelambu dengan tangannya dari mukanya, seraya berkata : "Labbaika ya Bahlul!".

Si Bahlul menyambung : "Wahai Amirul-mu'minin! Disampaikan hadits kepada kami oleh Aiman bin Na-il, dari Quddamah bin Abdullah Al-'Amiri, di mana Quddamah berkata : 'Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم . meninggalkan 'Arafah, dengan mengendarai untanya yang berwarna putih bercampur merah. Tak ada pukulan, tak ada usiran dan tak ada : kepada engkau, kepada engkau. Engkau me- rendahkan diri pada perjalanan engkau ini, wahai Amirul-mu'minin, adalah lebih baik bagi engkau dari kesombongan dan keperkasaan engkau'".

Abdullah bin Mahran berkata : "Lalu Harun menangis, sehingga jatuhlah air matanya ke bumi. Kemudian ia berkata : 'Hai Bahlul! Tambahkan lagi kepada kami! Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepada engkau!'

Bahlul menjawab : "Boleh, wahai Amirul-mu'minin! Orang yang didatangkan oleh Allah harta dan kecantikan, lalu membelanjakan dari hartanya dan menjaga diri dari perbuatan jahat pada kecantik- annya, niscaya ia tertulis dalam buku daftar Allah Ta'ala yang bersih, bersama orang-orang baik".

Harunur-rasyid menjawab : "Baik sekali engkau, hai Bahlul". Dan beliau menyerahkan suatu pemberian kepada si Bahlul. Bahlul berkata : "Kembalikan pemberian ini kepada orang yang engkau ambil daripadanya! Aku tiada berhajat kepada pemberian". Harunur-rasyid berkata : "Hai Bahlul! Kalau ada hutangmu, maka kami bayar hutang itu".

Bahlul menjawab : "Wahai Amirul-mu'minin! Mereka ahli ilmu di Kufah adalah berkecukupan. Telah sepakat pendapat mereka, bah­wa membayar hutang dengan hutang tidak boleh".

841

Harunur-rasyid berkata : "Hai Bahlul! Kami alirkan kepada engkau, apa yang menjadikan makanan engkau atau yang menjadikan tempat tinggal engkau".

Abdullah bin Mahran menceriterakan seterusnya : "Lalu Bahlul mengangkatkan kepalanya ke langit, kemudian berkata : 'Wahai Amirul-mu'minin! Aku dan engkau dalam tanggungan Ciyal) Allah. Maka mustahil Ia ingat akan engkau dan lupa akan aku'". Abdullah bin Mahran menceriterakan : "Maka Harun menurunkan kelambu dan pergi          

Dari Abil-'Abbas Al-Hasyimi, dari Shalih bin Al-Ma'mun, di mana Shalih berkata : "Aku masuk ke tempat Al-Harits Al-Muhasibira., lalu aku bertanya kepadanya : 'Hai Abu Abdillah! Adakah engkau hitung amalan dirimu?'". Al-Harits menjawab : "Ada ini sekali". Maka aku bertanya kepadanya : "Lalu hari ini?". Al-Harits menjawab : "Aku sembunyikan keadaanku. Sesungguh­nya aku membaca suatu ayat dari Kitab Allah Ta'ala, maka aku kikir untuk didengarkan oleh diriku. Jikalau tidaklah dikerasi oleh kegembiraan padanya, niscaya tidak aku melahirkannya. Adalah aku pada suatu malam, duduk di mihrabku. Tiba-tiba datang seorang pemuda, yang berparas cantik, harum baunya. Lalu mem­beri salam kepadaku. Kemudian ia duduk di hadapanku. Maka aku bertanya kepadanya : "Siapa engkau?".

Pemuda itu menjawab : "Aku adalah seorang pengembara, ber- maksud menjumpai orang-orang yang beribadah pada mihrabnya. Aku tiada melihat engkau mempunyai kerajinan. Maka apakah yang engkau kerjakan?".

Al-Harits berkata : "Aku menjawab kepada pemuda itu : 'Me- nyembunyikan semua bahaya dan menarik segala faedah' Al-Harits berkata : "Pemuda itu lalu berteriak dan berkata : 'Aku tiada mengetahui, bahwa ada seseorang diantara tepi Masyrik dan tepi Maghrib, ini sifatnya' ".

Al-Harits berkata : "Aku bermaksud menambahkan, lalu aku ber­kata kepadanya : 'Apakah tidak engkau ketahui bahwa ahli hati (orang yang berhati suci dan berjiwa bersih) menyembunyikan hal-ikhwal mereka? Menyembunyikan rahasia-rahasia mereka? Dan meminta kepada Allah menyembunyikan yang demikian kepada mereka? Maka dari manakah engkau mengenai mereka itu?'"

842

Al-Harits berkata : "Pemuda itu berteriak,teriakan yang membawa ia jatuh pingsan. Ia tinggal padaku dua hari belum sadar. Kemudian ia sembuh dan telah berhadats pada kainnya. Maka tahulah aku akan hilang akalnya. Lalu aku keluarkan baginya kain baru. Dan aku berkata kepadanya : 'Ini kain kafanku. Aku utamakan untuk engkau memberikannya. Mandilah dan ulanglah shalatmu!' ". Pemuda itu menjawab : "Berilah air!".



Lalu ia mandi dan mengeijakan shalat. Kemudian ia berselimut dengan kaLi itu dan keluar. Lalu aku tanyakan : "Mau ke mana?". Ia menjawab kepadaku : "Bangunlah bersamaku!". • Maka terus-meneruslah ra berjalan kaki, sehingga ia masuk ke tem­pat Khalifah Al-Ma'mun. Lalu ia memberi salam kepadanya dan berkata : "Hai orang dzalim! Aku ini orang dzalim, jikalau tidak aku katakan kepadamu : 'Hai orang dzalim!'. Aku meminta ampun pada Allah dari keteledoranku pada engkau. Tidakkah engkau takut akan Allah Ta'ala, tentang apa yang telah dianugerahkan-Nya menjadi milik engkau?".

Pemuda itu banyak berkata-kata. Kemudian ia bermaksud hendak keluar dan aku duduk di pintu. Lalu Al-Ma'mun menuju kepadanya dan bertanya : "Siapa engkau?".

Pemuda itu menjawab : "Aku seorang pengembara. Aku berpikir tentang apa yang dikeijakan oleh orang-orang shiddiq sebelumku. Maka tiada aku dapati diriku mempunyai keberuntungan padanya. Maka tergantunglah aku dengan pengajaran engkau. Mudah-mudah- an aku menyusuli mereka".

Al-Harits meneruskan ceriteranya : "Lalu Al-Ma'mun memerintah- kan memotong leher pemuda itu. Kemudian dikeluarkan pemuda itu — dan aku duduk pada pintu — dengan berbungkus dalam kain itu. Dan seorang penyeru menyerukan : 'Siapa yang menjadi wali pemuda itu? Maka hendaklah mengambilkannya!'". Al-Harits berkata : "Aku bersembunyi daripadanya. Lalu pemuda itu diambil oleh kaum-kaum perantau. Mereka itu menguburkan- nya dan aku bersama mereka. Aku tidak memberitahukan kepada mereka akan hal-ikhwal itu".



Aku bertempat tinggal dalam masjid dekat kuburan, sedih mengenangkan. pemuda itu. Lalu kedua mataku memaksakan aku tidur. Tiba-tiba terlihat, bahwa pemuda itu diantara bidadari-bida- dari, di mana aku belum pernah melihat yang lebih cantik dari mereka. Pemuda itu berkata: "Hai Harits! Engkau — demi Allah — adalah diantara penyembunyi-penyembunyi, yang menyembunyi- kan hal-ikhwal mereka dan mentha'ati Tuhan mereka".

843

Lalu aku bertanya : "Apakah yang diperbuat mereka?". Pemuda itu menjawab : "Pada hari qiamat mereka akan bertemu dengan engkau". Lalu aku melihat kepada suatu rombongan yang berkendaraan. Maka aku bertanya : "Siapakah kamu?". Mereka itu menjawab : "Orang-orang yang menyembunyikan hal- ikhwalnya. Pemuda ini telah menggerakkan perkataan engkau baginya. Maka tidak adalah dalam hatinya sesuatu daripada apa yang engkau sifatkan. Lalu ia keluar untuk amar-ma'ruf dan nahi- munkar. Dan Allah Ta'ala menempatkannya bersama kami dan marah karena hamba-Nya".



Dari Ahmad bin Ibrahim Al-Muqri, yang menerangkan bahwa adalah Abul-Husain An-Nuri seorang laki-laki yang sedikit berkata- kata yang tiada perlu. Ia tiada bertanya dari hal yang tiada penting. Ia tiada memefriksa dari hal yang tiada diperlukannya. Adalah ia, apabila melihat perbuatan munkar, niscaya melarangnya. Walaupun membawa kepada kebinasaan dirinya.



Maka pada suatu hari, ia turun ke tempat perhentian perahu di sungai Tigris yang terkenal dengan nama : Masyra'ah Al-Fahhamin. Ia bersuci (mengambil wudlu) untuk shalat. Tiba-tiba ia melihat sebuah kapal kecil, di dalamnya tiga puluh kaleng, yang tertulis padanya dengan cat hitam kata-kata : luth-fun. Abu-Husain An-Nuri lalu membaca tulisan itu dan menantangnya. Karena ia tidak mengenai dalam perniagaan dan dalam berjual-beli, suatu barang, yang disebut dengan : luth-fun itu. Lalu ia bertanya kepada kelasi kapal itu : "Apakah dalam kaleng-kaleng ini?". Kelasi itu menjawab : "Apa perlunya bagimu? Pergilah pada urusanmu!".



Tatkala An-Nuri mendengar perkataan tersebut dari kelasi itu, maka bertambahlah keinginannya hendak mGngetahuinya. Lalu ia ber­kata : "Saya suka engkau terangkan kepadaku, barang apakah dalam kaleng-kaleng ini".



Kelasi itu menjawab : "Apa perlunya kepada engkau. Engkau — demi Allah — seorang shufi yang suka kepada yang tiada penting. Ini adalah khamar kepunyaan khalifah Al-Mu 'tadlid, yang bermaksud menyempumakan majelisnya dengan barang ini". a) Lalu An-Nuri bertanya untuk menegaskan : "Ini khamar?". Kelasi itu menjawab : "Ya!".



(1) Al-Mutadlid : seorang khalifah dinasti Abbasiyah, sebagai khalifah ke XVI, memerintah th. 245 H. — 289 H.
844

Maka berkata An-Nuri : "Aku suka engkau berikan kepadaku pengayuh itu".

Lalu marahlah kelasi itu kepadanya, seraya berkata kepada budak- nya : "Berilah pengayuh itu, sehingga aku. akan melihat, apa yang akan diperbuatnya".

Tatkala pengayuh itu sudah berada dalam tangannya, lalu An-Nuri naik ke kapal kecil itu. Dan terus-menerus ia memecahkan kaleng itu satu demi satu. Sehingga sampailah kepada akhirnya, kecuali tinggal sekaleng.



Kelasi itu meminta pertolongan, sehingga naiklah ke kapal kecil tersebut pemilik jembatan. Yaitu ketika itu : Ibnu Bisyr Aflah. Lalu ia menangkap An-Nuri dan dibawanya ke hadapan Al- Mu'tadlid. Dan Al-Mu'tadlid itu adalah pedangnya sebelum berbi- cara. Dan orang tidak ragu lagi, bahwa Al-Mu'tadlid akan mem- bunuh An-Nuri.



Abul-Husain An-Nuri meneruskan ceriteranya : "Lalu aku dimasuk- kan ke tempat Al-Mu'tadlid. Dan ia sedang duduk di atas kursi besi dan di tangannya tongkat yang dibalik-balikkannya. Tatkala ia melihat aku, lalu bertanya : 'Siapa engkau?' ". Aku menjawab : "Muhtasib". (1)



Al-Mu'tadlid bertanya lagi : "Siapa yang mengangkatkan engkau untuk melaksanakan al-hisbahV\

Aku menjawab : "Yang memerintahkan engkau menjadi imam (khalifah), itulah yang memerintahkan aku untuk al-hisbah, wahai Amirul-mu'minin ".



An-Nuri meneruskan ceriteranya : "Al-Mu'tadlid menekurkan kepalanya ke bumi sesa'at lamanya. Kemudian ia mengangkatkan kepalanya kepadaku, seraya bertanya : 'Apakah yang membawa engkau kepada perbuatan yang engkau lakukan?'". Lalu aku menjawab : "Karena kasih-sayangku kepadamu. Karena aku telah bukakan tanganku, kepada menginyahkan perbuatan makruh daripadamu. Lalu aku teledor daripadanya". An-Nuri meneruskan ceriteranya: "Maka Al-Mu'tadlid menekurkan kepalanya berpikir tentang perkataanku. Kemudian ia mengangkat­kan kepalanya kepadaku, seraya berkata: 'Bagaimana maka engkau iepaskan satu kaleng ini dari jumlah kaleng-kaleng itu?' ".

(1) Muhtasib, ialah : orang yang me laksanakan amar-ma'ruf dan nahi-munkar, sebagaimana telah diterangkan dahulu.
845

Aku menjawab : "Tentang terlepasnya satu kaleng itu ada sebab, yang akan aku terangkan kepada Amirul-mu'minin, jikalau diizinkan".

Al-Mu'tadlid lalu menjawab : "Mari, ceriterakan kepadaku!". Lalu aku berkata : "Wahai Amirul-mu'minin! Sesungguhnya aku telah kuhadapkan kepada kaleng-kaleng itu, dengan menuntut kebenaran Allah Yang Maha Suci bagiku dengan yang demikian. Dan telah penuhlah hatiku oleh kesaksian keagungan bagi kebenar­an dan ketakutan tuntutan. Maka lenyaplah kehebatan makhluq daripadaku. Lalu aku datang kepada kaleng-kaleng itu dengan keadaan ini. Sehingga sampailah aku kepada kaleng yang satu ini. Lalu diriku merasa sombong, karena aku telah tampil kepada orang seperti engkau. Lalu aku mencegah. Dan jikalau aku tampil kepada kaleng yang satu itu, dengan keadaan yang pertama, walaupun dunia ini penuh dengan kaleng-kaleng itu, niscaya akan aku pecah- kan. Dan aku tiada mengambil pusing".

Maka Al-Mu'tadlid berkata : "Pergilah! Kami lepaskan tangan engkau. Ubahlah apa yang engkau sukai mengobahkannya dari perbuatan munkar!".

Abul-Husain meneruskan ceriteranya : "Lalu aku berkata : 'Wahai

Amirul-mu'minin! Marahlah kepadaku akan perobahan. Karena

aku sesungguhnya merobahkan dari Allah Ta"ala. Dan aku sekarang

merobahnya dari syaratku' ".

Lalu Al-Mu'tadlid bertanya : "Apa hajatmu?".

Aku menjawab : "Wahai Amirul-mu'minin! Engkau perintahkan

pengeluaranku dengan selamat".

Lalu Al-Mu'tadlid memerintahkan yang demikian. Dan keluarlah Abul Husain An-Nuri ke Basrah. Maka adalah kebanyakan harinya ia di situ. Karena takut ia ditanyakan oleh seseorang akan keperluan yang ditanyakan oleh Al-Mu'tadlid.

An-Nuri bertempat tinggal di Basrah sampai Al-Mu'tadlid wafat. Kemudian ia kembali ke Bagdad.

Inilah perjalanan hidup (sirah) ulama-ulama dan adat-kebiasaan mereka, tentang amar-ma'ruf dan nahi-munkar. Dan sedikitnya mereka memperdulikan kekuasaan sultan-sultan. Akan tetapi me­reka bertawakkal di atas kurnia Allah Ta'ala, bahwa Ia menjaga mereka. Dan mereka rela dengan hukum Allah Ta'ala, bahwa Allah Ta'ala menganugerahkan pahala syahid kepada mereka. Tatkala mereka telah mengikhlaskan niat karena Allah, niscaya membekaslah perkataan mereka pada hati yang kesat. Lalu dilu- nakkannya dan dihilangkannya kekesatan itu.

846

Adapun sekarang, maka si fat kerakusan telah mengikat lidah ulama-ulama. Lalu mereka itu berdiam diri. Dan jikalau mereka itu berkata-kata, niscaya tidak- menolong perkataan mereka akan keadaan mereka. Maka mereka tidak memperoleh kemenangan. Jikalau mereka itu benar dan bermaksud kebenaran ilmu, niscaya mereka akan memperoleh kemenangan.



Maka rusaknya rakyat, disebabkan rusaknya raja-raja (penguasa- penguasa). Dan rusaknya raja-raja, disebabkan rusaknya ulama- ulama. Dan rusaknya ulama-ulama, disebabkan pengaruh kecintaan kepada harta dan kemegahan. Barangsiapa telah dikuasai oleh kecintaan dunia, niscaya ia tidak sanggup melaksanakan al-hisbah atas orang-orang rendah. Maka betapa lagi atas raja-raja dan orang- orang besar.



Kepada Allah kita meminta pertolongan di atas semua hal. Telah tammat "Kitab Amar-Ma'ruf" dan "Nahi-Munkar" dengan pujian kepada Allah, pertolongan dan kebagusan taufiq-Nya.

847


Categories: Share

Pembukaan

Klik Di bawah untuk pdf version Ihya Jilid 1 PDF Ihya Jilid 2 Pdf IHYA ULUMUDDIN AL GHAZALI Arabic Versio...