Kadar terpuji dari ilmu yang terpuji
PENJELASAN : Kadar terpuji dari
ilmu yang terpuji.
Tetapi tatkala kemegahan itu
tidak'tegak selain dengan mempunyai pengikut dan pengikut itu tidak mudah
diperoleh seperti mudah-nya memperoleh fanatik, kutukan dan cacian terhadap
lawan, lalu diambilnyalah fanatik menjadi adat kebiasaan dan alat perkakas bagi
mereka. Dan disebutnyalah, "untuk mempertahankan aga -ma dan kehormatan
kaum muslimin". Pada hal sebenarnya adalah membawa kebinasaan kepada ummat
manusia dan menetapkan bid'ah di dalam jiwa.
Adapun masalah khilafiah yang
timbul pada masa akhir-akhir ini dan diadakan dengan merupakan karangan,
susunan dan perdebatan, yang tak pernah dikenal contohnya pada ulama-ulama
terdahulu, maka janganlah anda dekati. Tetapi jauhilah seumpama menja-uhi diri
dari racun yang membunuh. Sebab, itu adalah penyakit yang amat membahayakan.
Dari itu, terimalah nasehat ini
dari orang (maksudnya : beliau Al-Ghazali ra. sendiri peny.) yang sudah
menghabiskan umurnya sekian lama dan menambahkan dari orang-orang terdahulu
dengan karangan, pembuktian, perdebatan dan penjelasan. Kemudian diilhami Allah
dengan petunjuk dan diperlihatkanNya kepada kekurangan diri, lalu berhijrah dan
bekerja dengan.jiwa-raga.
Janganlah anda tertipu dengan
perkataan orang yang mengatakan bahwa fatwa itu tiang syari'at dan tidak diketahui
sebab-sebabnya melainkan dengan ilmu khilafiah.
Pendek kata, yang baik bagi orang
yang berakal budi, ialah meng-umpamakan dirinya di alam ini sendirian beserta
Allah. Dihadapannya mati, bangkit, hisab amalan, sorga dan neraka.
(Maa dlalla qaumun ba'da hudan kaanuu 'alaihi illaa uutul jadala).
Artinya :"Tak sesatlah sesuatu golongan sesudah ada petunjuk padanya selain orang-orang yang suka bertengkar (1)
(Maa dlarabuuhu laka illaa jadala. Bal hum qaumun khashimuun).
Artinya :"Mereka menimbulkan soal itu hanyalah untuk membantah saja. Sebenarnya, mereka adalah kaum yang suka bertengkar(S. Az-Zukhruf, ayat 58).
(Fa ammalladziina fii quluubihim zaighun).
Artinya :"Adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesalahan (S.Ali 'Imran, ayat 7).
Artinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran (1)
(Abghadlul khalqi ilallaahi ta'aalal aladdul khashmu).
Artinya :"Manusia yang amat dimarahi Allah Ta'ala ialah yang suka bertengkar". (2)
(Maa uutiya qaumul manthiqa illaa muni'ul 'amala).
Artinya :"Tidak diberikan kepada suatu kaum akan bijak berkata-kata, kecuali mereka itu meninggalkan bekerja ". (3)
Ketahuilah bahwa dengan memandang
di atas tadi maka ilmu itu tiga bahagian : satu bahagian yaitu yang tercela
sedikitnya dan banyaknya : satu bahagian yaitu terpuji sedikitnya dan
banyaknya. Semakin banyak semakin bertambah baik dan utama ; satu bahagian yang
terpuji dari padanya sekedar kifayah (mencukupi) saja. Tidak terpuji yang
berlebih dan yang mendalam dari padanya.
Yaitu seumpama keadaan tubuh
manusia. Diantaranya ada yang terpuji sedikitnya dan banyaknya seperti
kesehatan dan kecantikan. Diantaranya ada yang tercela sedikitnya dan banyaknya
seperti keburukan dan kejahatan budi. Dan diantarannya ada yang ter puji
kesederhanaan padanya seperti memberi harta. Kalau boros tidak terpuji walaupun
ia memberi juga. Dan seperti berani. Kalau berani membabi buta tidak terpuji
walaupun ia termasuk sebangsa berani juga. Maka seperti itu pulalah ilmu.
Maka bahagian yang tercela
sedikitnya dan banyaknya, yaitu yang tak adalah faedah padanya, pada agama dan
dunia. Karena kemelaratannya mengalahkan kemanfa'atannya seperti ilmu sihir,
man-tera dan nujum. Sebahagiannyapun tak ada faedah padanya sekali-kali.
Menyerahkan umur yang amat berharga yang dimiliki manusia kepada ilmu itu,
adalah menyia-nyiakan. Dan menyia-nyiakan yang amat berharga itu, adalah
tercela,
Diantara ilmu itu ada yang
memberi melarat melebihi dari dugaan, akan memberi hasil untuk keperluan
duniawi. Ilmu yang semacam itu tidak juga masuk hitungan, dibandingkan kepada
kemelaratan yang timbul dari padanya.
Adapun ilmu yang terpuji
setinggi-tingginya ialah ilmu mengenai Allah Ta'ala, sifatNya, af'alNya,
sunnahNya dalam menjadikan makhlukNya dan hikmahNya pada tertibnya akhirat di
atas dunia.
Inilah ilmu yang dicari karena
ilmu itu sendiri dan karena dengannya tercapai kebahagiaan akhirat. Menyerahkan
tenaga dengan setinggi-tingginya kesungguhan hati untuk ilmu tadi, adalah di
luar batas kewajiban. Ilmu itu adalah laut yang tak diketahui dalamnya. Para
perenang hanya dapat merenangi pantai dan tepinya saja sekedar yang mungkin
ditempuhnya. Tak dapat menempuh segala tepinya, selain para .nabi dan waii
serta para ahli ilmu menurut tingkat masing-masing yang berbeda kesanggupan dan
berlebih-kurang taqdir yang dianugerahi Allah Ta'ala.
Itulah ilmu maknum (ilmu yang tersembunyi) yang tidak ditulis di
halaman kitab. Yang menolong untuk mengetahuinya ialah dengan jalan belajar dan
menyaksikan perihal keadaan ulama akhirat, sebagaimana akan datang tanda-tanda
mereka.Ini adalah pada taraf permulaan!!!!!
Dan yang menolong kepadanya
mengenai akhirat, ialah kesungguhan (mujahadah), latihan (riadlah), kebersihan
hati, kebebasan hati dari segala ikatan duniawi dan mencontoh kepada nabi-nabi
dan wali-wali, supaya jelas bagi tiap-tiap orang yang pergi mencarinya, sekedar
rezeki yang dianugerahkan Tuhan. Tidak sekedar kesungguhan, walaupun
kesungguhan itu harus ada.Kesungguhan itu (mujahadah), adalah kunci petunjuk.
Tak ada baginya kunci, selain dari kesungguhan itu,
Adapun ilmu, yang tidak terpuji
melainkan sekedar yang tertentu saja daripadanya, ialah ilmu yang telah kami
bentangkan dalam golongan ilmu fardiu kifayah.Sesungguhnya pada tiap-tiap ilmu
pengetahuan itu ada yang singkat, yaitu yang sekurang-kurangnya. Ada yang
sedang yaitu di tengah-tengah dan ada yang lebih jauh lagi dari yang sedang
itu. Itu tidak terselesai sampai akhir hayat.
Maka hendaklah anda, menjadi
salah seorang dari dua, adakalanya berusaha untuk diri sendiri dan adakalanya
berusaha untuk orang lain sesudah menyelesaikan yang untuk diri sendiri itu.
Janganlah berusaha untuk orang lain sebelum siap, yang untuk diri sendiri.Kalau
berusaha untuk diri sendiri maka janganlah berusaha selain dengan ilmu yang
diwajibkan kepada kita menurut keadaan kita dan yang berhubungan dengan amal
dhahiriyah kita seperti mempelajari shalat, bersuci dan berpuasa.
Ilmu yang terpenting yang
disia-siakan oleh semua orang, ialah ilmu sifat hati, yang terpuji dan yang
tercela daripadanya. Karena tidak ada manusia yang terlepas dari sifat yang
tercela seperti loba, dengki, ria, takabur, sombong dan sebagainya.Semuanya itu
membinasakan. Menyianyiakan kewajiban tadi serta mementingkan amal dhahiriyah,
samalah halnya dengan melakukan perbuatan menggosok badan dhahir ketika
menderita penyakit kudis dan bisul dan melupakan mengeluarkan benda penyakit
dari tubuh dengan bekam dan cuci perut.
Ulama kosong, menunjukkan jalan
kepada amal dhahiriyah, seperti tabib-tabib di jalanan (penjual koyok),
menunjukkan jalan dengan menggosok badan dhahiriyah.
Ulama akhirat, tidak menunjukkan
jalan selain dengan mensucikan bathin, mencabut benda-benda jahat yang
merusakkan tanaman dan akar-akarnya dari hati.
Orang kebanyakan menempuh amal
dhahiriyah, tidak amalan bathin, dengan mensucikan hati nurani, adalah
disebabkan amal dhahiriyah itu mudah. Sedang amalan hati itu sukar seperti
orang yang merasa payah meminum obat yang pahit lalu menempuh kepada menggosok
badan dhahir. Maka terus-meneruslah ia payah menggosok dan bertambah pada
benda-benda yang digosokkan, sedang panyakitnya terus bertambah juga.
Jika anda menghendaki akhirat,
mencari kelepasan dan melarikan diri dari kebinasaan abadi maka berusahalah
mempelajari ilmu penyakit bathin dan cara mengobatinya, menurut cara yang kami
uraikan pada Bahagian Yang Membinasakan. Kemudian, sudah pasti, hal yang
demikian itu membawa anda kepada tempat yang terpuji, yang tersebut nanti pada
Bahagian ang Melepaskan.
Sesungguhnya, hati apabila kosong
dari sifat yang tercela, maka penuhlah dia dengan sifat yang terpuji. Dan bumi
apabila telah bersih daripada rumput, maka tumbuhlah padanya bermacam-macam
tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Jika tidak kosong dari rumput, maka tidaklah
tumbuh yang tersebut tadi.
Maka janganlah anda menghabiskan
waktu dengan fardiu kifayah, apalagi bila telah berdiri segolongan anggota
masyarakat yang mengerjakannya. Orang yang mengorbankan dirinya sendiri untuk
kebaikan orang lain, itu bodoh. Alangkah dungunya orang yang telah masuk ular
dan kala ke bawah kain bajunya dan akan membu-nuhnya, lalu ia mencari alat
pembunuh lalat untuk membunuh lalat itu pada orang lain, yang tidak akan
menolong dan melepas-kannya dari ular dan kala itu.
Bila anda telah selesai dari
urusan diri sendiri dan diri anda itu telah bersih dan sanggup meninggalkan
dosa dhahir dan dosa bathin dan yang demikian itu telah menjadi darah daging
dan kebiasaan yang mudah dikerjakan dan tidak akan ditinggalkan lagi, maka barulah
anda bekerja dalam lapangan fardlu-kifayah dan peliharalah secara
berangsur-angsur. Mulailah dengan Kitab Allah Ta'ala, kemudian dengan Sunnah
Nabi saw., kemudian dengan ilmu tafsir dan lain-lain ilmu Al-Qur'an. Yaitu ilmu
nasikh dan mansukhnya, mafshul, maushul, muhkam dan mutasyabihnya. Demikian
juga dengan sunnah!.
Kemudian berusahalah dengan ilmu
furu ' iaitu ilmu mengenai madzhab dari ilmu fiqih, tanpa membicarakan masalah
khilafiah. Kemudian berpindah kepada ilmu Ushul fiqih. Demikianlah terus sampai
kepada ilmu-ilmu yang Iain, selama nyawa masih dikandung badan dan selama waktu
mengizinkan.
Janganlah anda menghabiskan umur
pada suatu pengetahuan saja dari pengetahuan-pengetahuan itu, karena hendak
mendalaminya benar-benar. Sebab ilmu itu banyak dan umur itu pendek. Dan ilmu
pengetahuan itu adalah alat dan pengantar. Dia tidaklah menjadi tujuan yang
sebenarnya, tetapi sebagai alat untuk menuju kepada yang lain.
Dan tiap-tiap yang dicari untuk
tujuan yang lain, -maka tidaklah layak tujuan yang sebenarnya itu dilupakan,
lalu diperbanyakkan yang dicari itu.
Mengenai Ilmu Bahasa umpamanya,
singkatkanlah sekedar dapat memahami dan bercakap-cakap dengan bahasa Arab itu.
Dan dipe-lajari yang luar biasa dari ilmu bahasa itu untuk dapat dipahami yang
luar biasa pula dari susunan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tlnggal-kanlah berd
alam-dalam padanya dan singkatkanlah dari ilmu tata-bahasa (ilmu nahwu) itu
sekedar yang berhubungan dengan Kitab Suci dan Sunnah Nabi!.
Tidak ada satu ilmupun, melainkan
mempunyai yang ringkas, yang sedang dan yang mendalam.
Kami tunjukkan tadi mengenai ilmu
hadits, tafsir, fiqih dan ilmu kalam, untuk dapat diambil perbandingan kepada
ilmu-ilmu yang lain.
Yang singkat tentang ilmu tafsir
adalah, yang banyaknya duakali dari Kitab Suci Al-Qur'an sendiri, seumpama
Tafsir yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi An-Naisaburi, yaitu
"Al-Wajiz". Yang sedang , adalah sampai tiga kali dari Al-Qur'an
sendiri seperti yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi yaitu "Al-Wasith".
Dan di balik itu adalah secara mendalam yang tidak diperlukan benar dan tidak
akan habis-habisnya selama umur.
Adapun hadits, yang singkat
padanya, adalah memperoleh apa yang ada dalam kitab "Shahih
Al-Bukhari" dan "Shahih Muslim", dengan meminta pengesahan dari
hadits yang dipelajari itu kepada seorang yang berilmu dengan matan (kata-kata)
hadits itu.
Mengenai perawi-perawi dari
hadits itu, maka anda cukupkan saja-lah dengan perawi-perawi sebelum anda
sendiri, dengan berpegang kepada kitab-kitab yang ditulis mereka. Tak perlulah
kiranya anda menghafal seluruh hadits yang ada dalam kedua "Shahih"
itu. Tetapi berusahalah, sehingga apabila memerlukan kepadanya, maka sanggup
mencarinya dalam Kitab Hadits yang tersebut tadi.
Mengenai yang sedang pada
Hadits ialah dengan menambah kepada kitab shahih yang dua di atas,
hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab musnad yang shahih.
Adapun yang meluas dan mendalam
ialah di balik yang tadi, sehingga melengkapi kepada seluruh hadits yang
diterima, baik yang dla'if, yang kuat, yang syah dan yang bercacat serta
mengetahui pula cara-cara penerimaan hadits itu, keadaan orang-orang yang
menjadi perawi hadits, namanya dan sifatnya.
Adapun fiqih, yang singkat
padanya ialah apa yang terkandung dalam kitab "Mukhtashar" karangan
Al-Mazani ra., kitab mana telah kami susun dalam "Khulashah
Al-Mukhtashar".
Yang sedang pada fiqih ialah yang
sampai tiga kali banyaknya dari Mukhtashar Al-Mazani, yaitu kira-kira sama
dengan isi kitab "Al-Wasith minal madzhab" karangan kami.
Dan yang mendalam ialah melebihi
dari apa yang kami muatkan dalam "Al-Wasith" tadi dan seterusnya
sampai kepada kitab yang besar-besar.
Adapun ilmu kalam, maka maksudnya
ialah menjaga 'aqidah yang dinukilkan Ahlus sunnah dari ulama salaf yang
shalih. Tak lain dari itu.Dan dibalik itu, ialah
mempelajari untuk menyingkap? Hakikat dari segala sesuatu, tanpa cara tertentu.
Yang dimaksud dengan memelihara
"aqidah yang dinukilkan ahlus sunnah itu, ialah mencapai tingkat yang
ringkas dari padanya dengan "aqidah yang ringkas. Yaitu sekedar yang kami
muatkan dalam kitab "Kaidah-kaidah I'tikad", yang termasuk dalam
jumlah Kitab besar ini.
Yang sedang pada ilmu kalam ialah
yang sampai kira-kira seratus lembar buku, yaitu sekedar yang kami muatkan
dalam kitab "Al-Iqtishad fil I'tiqad".
Pengetahuan sebanyak tali
diperlukan untuk melawan tukang bid'ah dan menentang bid'ah yang diada-adakan.
Sebab merusakkan dan menghilangkan 'aqidah yang benar dari hati orang awwam.
Usaha tadi tidak ada gunanya,
kecuali terhadap orang awwam yang belum fanatik benar.
Terhadap pembuat bid'ah itu
sendiri apabila ia sudah mengerti berdebat meskipun sedikit, maka tak ada
gunanya lagi berbicara dengan dia. Sebab, walaupun anda telah mematahkan semua
keterangannya, dia tidak akan meninggalkan madzhab yang dianutnya. Tetapi
dialihnya kepada alasan bahwa dia sendiri yang kekurangan keterangan, sedang
pada orang lain dari golongannya, masih ada jawaban dan dalil yang cukup. Jadi,
hanya anda saja yang berhadap-an dengan dia, dengan kekuatan perdebatan'yang
cukup.
Adapun orang awwam, apabila telah
berpaling dari kebenaran dengan menggunakan perdebatan, maka masih mungkin
diajak kembali kepada kebenaran itu, sebelum bersangatan benar fanatiknya
kepada hawa nafsunya. Kalau sudah, maka putuslah harapan mengembalikannya.
Sebab fanatik adalah suatu unsur yang membawa kepercayaan itu melekat ke dalam
jiwa. Dan fanatik itu adalah setengah dari penyakit ulama jahat. Karena ulama
jahat itu, bersangatan benar fanatiknya kepada apa yang dianggapnya benar. Dan
memandang kepada golongan yang berbeda paham dengan mereka, dengan pandangan
menghina dan mengejek. Maka menon-jollah sifat-sifat ingin menentang dan
berhadapan. Dan bangkitlah gerakan membela yang batil itu. Dan kokoh kuatlah
maksud mereka untuk berpegang teguh kepada apa yang tersebut tadi.
Jikalau sekiranya mereka datang
dari segi lemah-lembut dan kasih sayang serta nasehat-menasehati secara
berbisik, tidak dalam tontonan ,dan hina menghina nescaya mereka itu mendapat
kemenangan.
Penyakit itulah yang membawa
seluruh ulama fiqhi (fuqaha') suka berlomba-lomba dan bermegah-megah, yang akan
kami terangkan nanti, celaka dan bahayanya.
Mungkin terdengar orang
mengatakan • "Manusia itu musuh dari kebodohannya". Maka janganlah
anda terpesona kepada kata-kata itu, nanti terperosok !
Sebab-sebab dari madzhab adalah
tersebut dalam madzhab itu sendiri. Dan penambahan dari padanya adalah
merupakan perdebatan yang tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan oleh
para shahabat. Merekalah sebetulnya yang lebih mengetahui dengan sebab-sebab
fatwa, dari orang-orang lain.
Bahkan perdebatan (mujadalah)
itu, di samping tak ada faedahnya dalam ilmu madzhab adalah mendatangkan
kemelaratan dan merusakkan rasa indah
ilmu fiqih.
Orang yang menyaksikan terkaan
seorang ahli fatwa (mufti) dalam memberikan fatwanya, apabila benar rasa indah
perasaannya kepada fiqih, maka tak mungkinlah jalan pikirannya dalam banyak hal
menyetujui syarat-syarat perdebatan itu.
Orang yang sifatnya sudah
membiasakan perdebatan, maka hati nuraninya meyakini kepada tujuan perdebatan
itu dan tidak berani lagi melahirkan perasaan indah ilmu fiqih.
Orang yang berbuat serupa itu
adalah mencari kemasyhuran dan kemegahan, dengan mempertopengkan ingin
mempelajari sebab-sebab dari madzhab. Kadang-kadang umurnya habis di situ saja
dan tak beralih cita-citanya kepada ilmu pengetahuan madzhab itu.
Maka peliharalah dirimu dari
setan jin. Dan waspadalah dari setan manusia. Karena setan manusia itu memberi
kesempatan beristirahat bagi setan jin dari keletihan menipu dan menyesatkan.
Maka perhatikanlah apa yang
engkau perlukan dihadapanmu kelak dan tinggal kanlah yang lainnya. Wassalam!.
Ada sebahagian syekh tasawwuf
memimpikan sebagian ulama dalam tidumya, seraya menanyakan : "Apa kabar
ilmu yang tuan perdebatkan dahulu dan pertengkarkan ?".
Ulama itu membuka tangannya dan
menghembuskannya seraya berkata : "Semuanya menjadi abu yang beterbangan.
Tak ada yang berguna selain dari dua raka'at shalat yang aku kerjakan dengan
ikhlas di tengah malam sepi".
Pada hadits tersebut :
ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتوا الجدل(Maa dlalla qaumun ba'da hudan kaanuu 'alaihi illaa uutul jadala).
Artinya :"Tak sesatlah sesuatu golongan sesudah ada petunjuk padanya selain orang-orang yang suka bertengkar (1)
1.Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abi Amamah. Kata At-Tlrmidzi : Hassan sahih.
Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم Membaca
ثم قرأ : ما ضربوه لك إلا جدلا بل هم قوم خصمون ;
الزخرف: 58(Maa dlarabuuhu laka illaa jadala. Bal hum qaumun khashimuun).
Artinya :"Mereka menimbulkan soal itu hanyalah untuk membantah saja. Sebenarnya, mereka adalah kaum yang suka bertengkar(S. Az-Zukhruf, ayat 58).
Mengenai firman Allah Ta'ala :
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ(Fa ammalladziina fii quluubihim zaighun).
Artinya :"Adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesalahan (S.Ali 'Imran, ayat 7).
Maka tersebutlah dalam suatu
hadits bahwa : "orang-orang itu ialah mereka yang suka bertengkar yang
diperingati Allah dengan FirmanNya :فَاحْذَرْهُمْ (Fah dzarhum).(S.
Al-Munafiqun, ayat 4).Artinya :"Maka berhati-hatilah
terhadap mereka itu".(S. Al-Munafiqun, ayat 4).
Berkata sebahagian salaf:
"Akan ada pada akhir zaman suatu kaum yang menguncikan pintu amal dan
membukakan pintu pertengkaran".
Pada sebahagian hadits
tersebut:
إنكم في زمان ألهمتم فيه العمل وسيأتي قوم يلهمون الجدلArtinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran (1)
Pada suatu hadits yang
terkenal tersebut:
أبغض الخلق إلى الله تعالى الألد الخصم(Abghadlul khalqi ilallaahi ta'aalal aladdul khashmu).
Artinya :"Manusia yang amat dimarahi Allah Ta'ala ialah yang suka bertengkar". (2)
Dan pada hadits lain :
ما أتى قوم المنطق إلا منعوا العمل(Maa uutiya qaumul manthiqa illaa muni'ul 'amala).
Artinya :"Tidak diberikan kepada suatu kaum akan bijak berkata-kata, kecuali mereka itu meninggalkan bekerja ". (3)
والله أعلم
Wallahu a'lam.
(Allah Yang Maha Tahu).
1.Menurut Al-lraql, bahwa ia tidak pernah menjumpai hadits ini.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah ra.
3.Menurut Airaqi, ia tidak pernah menjumpai hadits ini.
165