Bahaya Lidah (2)
PENJELASAN: Menjaga dari dusta, dengan kata-kata
sindiran.
Dinukilkan dari ulama salaf (ulama terdahulu), bahwa pada
kata-kata sindiran itu, kebebasan dari pada kedustaan. Umar r.a. berkata:
"Adapun pada kata-kata sindiran itu, apa yang mencukupkan bagi seseorang,
daripada kedustaan. Dan diriwayatkan ucapan yang demikian, dari Ibnu Abbas dan
lainnya.
Sesungguhnya, mereka bermaksud dengan yang demikian, apabila
manusia memerlukan kepada kedustaan. Maka apabila tidak ada hajat dan dlarurat,
maka tidak boleh menyindir dan berterus-terang. Akan tetapi menyindir itu lebih
mudah.
Contoh menyindir, ialah: dirawikan, bahwa Mathrap
masuk ketempat Zi yad (wali negeri Basrah dan Kufah). Lalu Ziyad mencelanya
karena terlambat datang. Maka Mathraf membuat alasan karena sakit. Dan berkata:
"Tidak dapat aku mengangkat lembungku, semenjak aku berpisah dengan Amir,
kecuali apa yang diangkatkan aku oleh Allah".
(1) Diriwayatkan AlBukhari
dan Muslim dari beberapa jalam hadits.
|
Ibrahim An-Nakha'i berkata: "Apabila sampai sesuatu
daripada engkau kepada seseorang, lalu engkau tidak suka berdusta, maka
katakanlah: "Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang aku
katakan (maa ‘ qultu) tentang sesuatu,
daripada yang demikian". Maka katanya maa itu, pada pendengar,
(adalah huruf nafi) (1). Dan padanya sendiri untuk meragukan Adalah Mu'az bin
Jabal r.a. pekerja pada Umar r.a. Sewaktu Mu'az kembali dari pekerjaannya,
lalu istrinya berkata kepadanya: "Tidakkah engkau membawa, apa yang dibawa
oleh para pekerja kepada keluarganya?". Mu'az tidak membawa pulang
sesuatu kepada istrinya. Lalu Mu'az menjawab: "Ada disisiku pengintip
(dlaghith) Maka menjawab istrinya: "Engkau adalah kepercayaan pada
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan pada Abubakar r.a. Lalu
Umar mengutus bersama-engkau seorang pengintip!"
Isteri Mu'az itu bangun dengan sebab yang demikian, diantara
wanita-wanita yang lain.
Dan ia mengadu kepada Umar. Tatkala berita itu sampai kepada
Umar r.a., lalu Umar r.a. memanggil Mu'az r.a. Dan bertanya: "Adakah aku
utus pengintip bersama kamu?".
Mu'az r.a. menjawab: "Aku tidak mendapat alasan Iain
untuk meminta ma'af kepadanya, selain yang demikian".
Maka tertawalah Umar r.a. dan memberikan sesuatu kepada Mu'az
r.a., seraya berkata: "Senangkanlah dia dengan barang ini!". Maksud perkataan
Mu'az: dlaghith, ialah: raqib, artinya: pengintip. Dan yang dimaksudkannya
dengan Pengintip itu, ialah: Allah Ta'ala.
Adalah An-Nakha'i tidak mengatakan kepada anak perempuannya:
"Aku akan membeli gula untuk engkau". Tetapi ia mengatakan: "Apa
pendapat engkau, jikalau aku belikan gula untuk engkau?". Karena
kadang-kadang, kebetulan ia tidak membeli yang demikian:
Adalah Ibrahim An-Nakha'i tadi, apabila dicari oleh orang
yang tidak disukainya bertemu dengan orang tersebut, pada hal ia berada dirumah,
maka dikatakannya kepada pembantunya: "Katakanlah kepada orang itu:
"Carilah dia di masjid!".
Dan jangan engkau katakan: "Dia tidak ada disini!",
supaya tidak dusta". Adalah Asy-Sya'bi, apabila dicari dirumahnya dan ia
tidak suka bertemu dengan orang itu, maka ia membuat garis suatu lingkaran dan
mengatakan kepada pembantunya: "Letakkanlah anak jarimu dalam lingkaran
ini, seraya engkau mengatakan: "la tidak ada disini!".
Ini semuanya adalah pada tempat keperluan. Adapun pada tempat
yang tidak diperlukan, maka tidak diperbuat yang demikian. Karena ini memberi
pengertian kepada dusta. Dan jikalau perkataan itu tidak dusta, maka pada
(1) Perkataan bahasa
Arabnya: maa qultu,bahwa kata maa itu, ada dua arti. Yaitu: apa dan tidak.
Dan artinya: tidak, bila maa itu huruf nafi. Arti nafi itu: tidak.
|
79
|
umumnya, adalah makruh (tidak disukai). Sebagaimana
diriwayatkan oleh Abdullah bin Utbah, yang berkata: "Aku datang bersama
ayahku kepada Umar bin Abdul-'aziz r.a. Lalu aku keluar dari tempat pertemuan
itu dengan memakai pakaian baru.
Maka orang banyak bertanya: "Pakaian ini yang
dianugerahkan kepadamu oleh Amirul-mu'minin?".
Lalu aku menjawab: "Kiranya Allah memberi balasan
kebajikan kepada Amirul-mu'minin!". Maka ayahku berkata kepadaku:
"Hai anakku! Takutlah kepada berdusta dan yang serupa dengan dusta!".
Maka dilarangnya dari yang demikian. Karena padanya menetapkan cita-cita
kepada sangkaan bohong, dengan maksud membanggakan diri. Dan ini adalah maksud
yang batil, tak ada faedah padanya.
Benar, kata kata sindiran itu diperbolehkan untuk maksud yang
ringan, seperti menyenangkan hati orang lain dengan senda-gurau, seperti sabda
Nabi صلى الله عليه وسلم: "Tidak akan masuk sorga wanita
tua". Dan sabdanya kepada wanita yang lain: "Yang pada
mata suamimu putih" dan kepada wanita yang lain lagi, beliau
bersabda: "Kami bawa engkau atas anak unta" dan yang serupa dengan
yang demikian. (1).
Adapun dusta yang terang-terangan, seperti yang diperbuat
oleh Nu'aiman Al-Anshari serta Usman bin Affan r.a. pada ceritera orang buta,
karena dikatakan kepadanya: bahwa itu Nu'aiman. (2). Dan sebagaimana dibiasa-
kan oleh orang banyak mempermain-mainkan orang yang kurang pikiran, dengan
menggodanya, bahwa ada wanita yang suka kawin dengan engkau. Jikalau pada yang
demikian ada melaratnya, yang membawa kepada menyakitkan hati, maka itu haram.
Dan jikalau tidak ada, kecuali untuk membaik-baikkan saja,
maka orang yang berbuat demikian, tidak dinamakan fasik. Tetapi yang demikian
itu mengurangkan tingkat keimanannya. Nabi صلى
الله عليه وسلم . bersabda:-
لا يكمل للمرء الإيمان حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
وحتى يجتنب الكذب في مزاحه
(Laa yakmalu lil-mar-il-iimaanu hattaa yuhibba li-akhiihi maa
yuhibbu li- nafsihii wa hattaa yajtanibal-kadziba fi mizaahihi). Artinya:
"Tiada sempurna iman seseorang manusia, sehingga dicintainya saudaranya,
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Dan sehingga ia menjauhkan dusta pada
senda-guraunya".(l).
(1) Hadits-hadits ini sudah diterangkan lebih
dahulu.
|
(2) Ceritera tersebut, ialah: bahwa orang buta
tadi, namanya: Makhramah bid Naufal, yang telah berusia 115 tahun. Ia mau
kencing dalam masjid, lalu dibawa oleh Nu'aiman kelain sudut dari masjid itu.
Maka ia mau kencing disitu, lalu orang banyak berteriak, bahwa itu masjid.
Orang buta itu mengancam akan memukul Nu'aiman dengan tongkatnya, menga- pa
ia dibawa kesitu. Maka pada suatu hari, ia dibawa dekat Usman bm-Affan yang
se- dang shalat dan dikatakan itu Nu'aiman, maka dipukulnya, sampai berdarah.
Lalu orang banyak berteriak: "Engkau memukul Amirul-mu'minin ......".
|
(3) Hadits ini disebutkan oleh Ibnu
Abdil-barr, dari hadits Abi Mulaikah.
|
80
|
Adapun sabda Nabi صلى
الله عليه وسلم .:
"Sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan perkataan, untuk
mentertawakan manusia, maka ia akan jatuh dalam api neraka, lebih jauh dari
bintang Surayya" (1), maka yang dimaksudkan, ialah ada padanya umpatan
terhadap muslim atau menyakitkan hati, tanpa semata-mata bersenda-gurau.
Setengah dari kedustaan, yang mendatangkan fasik, ialah apa
yang berlaku menurut kebiasaan, pada perkataan yang bersangatan (mubalaghah).
Seperti katanya: "Aku minta padamu, sekian dan sekian kali. Aku mengatakan
kepadamu itu ratusan kali". Maka dengan perkataan tersebut, tidak
dimaksudkan, memberi pengertian kali dengan bilangannya. Tetapi memberi
pengertian bersangatan. Jikalau permintaannya hanya sekali, maka ia berdusta.
Dan jikalau permintaannya berkali-kali yang tiada dibiasakan seperti itu
tentang banyaknya, maka ia tidak berdosa, walaupun tidak sampai seratus kali.
Dan diantara keduanya tadi, tingkat-tingkat yang membawa terlanjurnya lidah
dengan bersangatan, lantaran bahayanya terjadi kedustaan.
Diantara yang dibiasakan kedustaan dan dianggap mudah, ialah
dikatakan: "Makanlah makanan ini". Lalu orang yang diminta makan itu,
menjawab: "Aku tidak ingin makan ini", Dan yang demikian itu dilarang
dan haram hukumnya, walaupun tak ada padanya maksud yang sebenarnya. Mujahid
bin Jabar Al-Makki berkata: "Asma' binti 'Umais berkata: "A- dalah
aku teman 'Aisyah, pada malam yang aku siapkan dan membawanya masuk ketempat
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan bersama aku,
wanita-wanita Iain- nya".
Asma' binti 'Umais meneruskan ceriteranya: "Demi Allah!
Aku tidak dapati pada Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . jamuan,
selain semangkuk besar susu. Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم .
meminumnya. Kemudian beliau memberikannya kepada 'Aisyah".
Asma' berkata seterusnya: "Budak itu (2) malu. Lalu aku
berkata: "Jangan engkau menolak tangan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .! Ambillah
pemberiannya!" Asma' menyambung perkataannya: "Lalu 'Aisyah r.a.
mengambil dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dengan malu. Lalu ia minum.
Kemudian, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Berilah lagi
kepada teman-teman engkau!" Lalu wanita-wanita itu menjawab: "Kami
tidak suka kepada susu". Maka Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . menjawab:
"Janganlah engkau kumpulkan lapar dan dusta!".
(1) Hadits ini diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya
dari Abu Hurairah. Dan telah diterangkan dahulu.
|
(2) Dikatakan 'A'syah budak, artinya: masih
kecil, bukan budak orang (Pent).
|
81
|
Lalu Asma' menyambung ceriteranya: "Maka aku bertanya:
"Wahai Rasulu'llah! Jikalau salah seorang kami mengatakan pada sesuatu
yang di- sukainya: "Aku tidak menyukainya," adakah yang demikian itu
dihitung dusta?". Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . menjawab:
"Sesungguhnya dusta itu akan di-tulis dusta, sehingga suatu dusta kecil
akan ditulis sebagai dusta kecil".(1). Adalah ahli wara' (orang-orang yang
menjaga diri benar-benar dari perbuatan yang kurang baik) menjaga benar
daripada bertoleransi (ber-tasa'- muh) dengan kedustaan yang seperti ini.
Al-Latts bin Sa'd berkata: "Adalah kedua mata Sa'id bin Al-Musayyab
bertaik, sampai taik mata itu keluar dari kedua matanya. Lalu orang berkata
kepadanya: "Jikalau engkau sapu kedua mata engkau
Lalu Sa'id bin Al-Musayyab
menjawab:"Bagaimana dengan perkataan tabib: "Jangan engkau sapu
kedua matamu!". Lalu aku menjawab: "Tidak akan aku berbuat
menyapunya". Inilah ketelitian ahli wara'! Siapa yang meninggalkannya,
niscaya terlanjurlah lidahnya kepada kedustaan dari batas pilihannya. Lalu ia
berdusta dan tanpa merasa.
Dari Khawwat At-Taimy yang menceriterakan: "Datang saudara perempu-
an Ar-Rabi' bin Khusaim, berkunjung melihat anak Ar-Rabi' sakit. Lalu saudara
perempuan itu menelungkup diatas anak Ar-Rabi' yang sakit tadi, seraya
bertanya: "Bagaimana keadaan engkau wahai anakku?". Lalu Ar-Rabi'
duduk, seraya berkata: "Adakah engkau menyusukannya?". Saudara
perempuannya itu menjawab: "Tidak!". Lalu Ar-Rabi' menyambung:
"Apa salahnya, jikalau engkau mengatakan: "Wahai anak
saudaraku". Lalu engkau benar pada perkataan itu?".
Menurut kebiasaan, seseorang itu berkata, bahwa Allah
mengetahui tentang apa yang tiada diketahuinya. Nabi Isa a.s. berkata:
"Sesungguhnya diantara dosa yang terbesar pada sisi Allah, ialah seorang
hamba Allah itu berkata, bahwa: Allah mengetahui, apa yang tidak
diketahuinya". Kadang- kadang orang berdusta tentang ceritera tidur. Dan
dosa padanya itu besar. Karena Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda:
"Diantara dusta yang amat keji, ialah: dipanggil seseorang sebagai anak
bukan bapaknya (2). Atau ia mengatakan matanya melihat sesuatu dalam tidur,
(bermimpi) apa yang tidak dilihat- nya. Atau ia mengatakan terhadap aku
sesuatu, apa yang tidak aku kata- kan".(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa berdusta
tentang tidurnya, niscaya ia diberatkan pada hari kiamat untuk mengikat antara
dua helai rambut. Dan ia tiada akan menjadi pengikat diantara dua helai rambut
itu untuk selama- lamanya".(4).
(1) Diriwayatkan Mujahid dari Asm a' binti 'Umais.
|
(2) Umpamanya: dikatakan dia itu anak si Anu, pada hal bukan anak si
Anu (Pen).
|
(3) Diriwayatkan Al-Bukhari dari Watsilah bin Al-Asqa'.
|
(4) Diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas.
|
82
|
BAH AYA KELIMABELAS: umpatan.
Pembahasan mengenai umpatan itu panjang. Maka marilah
pertama-tama kami menyebutkan, tentang tercelanya umpatan itu dan dalil-dalil
Syari'at yang membahas tentang umpatan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menegaskan tentang tercelanya
umpatan dalam KitabNya (Al-Qur-an). Dan Ia serupakan orang yang mengumpat itu
dengan orang yang memakan daging bangkai.
Allah Ta'ala berfirman:-
وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
(Wa laa yaghtab ba'dlukum ba'dlan, a yuhibbu ahadukum an
ya'kula lahma akhiihi maytan, fa karihtumuh).Artinya: "Dan janganlah
mengumpat satu sama lain. Adakah agaknya seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah - mati? Maka kamu tiada
menyukainya".S.Al-Hujarat, ayat 12.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: -
كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه حديث كل
المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه أخرجه مسلم
(Kullul-muslimi alal-muslimi haraamun damuhu wa maaluhu
wa'irdluhu). Artinya: "Semua orang Islam terhadap orang Islam itu haram:
darahnya, hartanya dan kehormatannya".(l).
Mengumpat itu menyinggung kehormatan orang. Dan Allah Ta'ala
mengumpulkan diantara kehormatan, harta dan darah. Abu Hurairah berkata: "
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تفاحشوا ولا تدابروا ولا
يغتب بعضكم بعضا وكونوا عباد الله إخوانا حديث لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا يغتب
بعضكم بعضا وكونوا عباد الله إخوانا متفق عليه
(Laa tahaasaduu wa laa tabaaghadluu wa laa tanaajasyuu wa laa
tadaaba-ruu wa laa yaghtab ba'dlukum ba'dlan wa kuunuu 'ibaada'Ilaahi ikhwaa-
naa).Artinya: "Janganlah kamu dengki-mendengki, janganlah marah-memarahi,
janganlah tambah-menambah pada berjual-beli dan lainnya, janganlah
belakang-membelakangi dan janganlah mengumpat satu sama lain! Adalah kamu semua
hamba Allah bersaudara!".(2).
Dari Jabir dan Abi Sa'id, yang mengatakan: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Awaslah daripada mengumpat! Karena mengumpat itu lebih keras dari zina.
Sesungguhnya seseorang terkadang ia berzina dan bertobat. Maka di- terima oleh
Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan tobatnya. Dan sesungguhnya seorang yang
mengumpat, tiada akan diampunkan dosanya sebelum diampuni oleh temannya yang
diupatnya itu".(3).
(1) Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi
Hurairah.
|
(2) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
dari Abi Hurairah.
|
(3) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi'd- Dun-ya dan
Ibnu Hibban dari Jabir dan Abi Sa'id.
|
83
|
Anas berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم , bersabda:-
مررت ليلة سري بن على أقوام يخمشون وجوههم بأظافيرهم
فقلت يا جبريل من هؤلاء قال هؤلاء الذين يغتابون الناس ويقعون في أعراضهم
(Marartu lailata usria bii 'alaa aqwaamin yakhmisyuuna
wujuuhahum bi- adhaa-fiirihim fa qultu: yaa Jibriilu man haaulaa-i? Qaala:
Haaulau-illad- ziina yaghtaabuunan-naasa wa 1'uuna fii a'raadlihi Artinya:
"Aku lalu pada malam aku.di-isra'kan, pada beberapa kaum (go- longan),
yang mencakar mukanya dengan kukunya. Lalu aku bertanya: "Hai Jibrail!
Siapakah mereka itu?". Jibrail menjawab: "Mereka itu ialah
orang-orang yang mengumpat manusia dan terperosok memperkatakan kehormatan
orang". (1).
Salim bin Jabir berkata: "Aku mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu aku
berkata: "Ajarilah aku kebajikan yang akan aku mengambil manfaat
daripadanya!". Maka Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . menjawab:
"Janganlah engkau.memandang hina sedikitpun akan perbuatan yang baik dan
walaupun engkau menuang- kan air dari timba engkau dalam bejana (tempat air)
orang yang meminta minum! Dan bahwa engkau berjumpa dengan teman engkau dengan
gembira dan baik. Dan jikalau ia membelakangi, maka janganlah engkau me-
ngumpatnya!".(2).
Al-Barra? bin 'Azib berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berpidato
(berkhutbah) pada kami, sehingga aku mendengar suara wanita-wanita pingitan
dalam rumahnya. Diantara lain beliau bersabda: "Hai golongan orang yang
beriman dengan lidahnya dan tidak beriman dengan hatinya! Janganlah kamu
mengumpati kaum muslimin dan janganlah kamu mengintip hal-hal yang memalukan
mereka (aurat mereka)! Sesungguhnya, barangsiapa mengintip hal-hal yang
memalukan saudaranya, niscaya Allah mengintip hal-hal yang memalukannya. Dan
barangsiapa diintip oleh Allah auratnya, niscaya disi- arkanNya dan orang itu
ditengah-tengah rumahnya".(3). Ada yang mengatakan, bahwa Allah Ta'ala
menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. yang maksudnya: "Barangsiapa
meninggal dengan tobat dari mengumpat orang, maka dia adalah orang yang
penghabisan masuk sorga. Dan barangsiapa meninggal dengan berkekalan mengumpat
orang, maka dia adalah orang pertama masuk neraka".
Anas berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyuruh
manusia berpuasa satu hari. Lalu beliau bersabda:
لا يفطرن أحد حتى آذن له
(Laa yuf-thiranna ahadun hattaa aadzana lahu)
Artinya: "Jangan seorang pun membuka puasanya sebelum
aku izinkan". Maka berpuasalah manusia. Sehingga ketika hari sudah petang,
lalu seorang laki-laki datang kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya
berkata: "Wahai Rasulu'llah! Aku terus puasa, izinkanlah aku
berbuka!". Lalu beliau me ngizinkannya berbuka. Kemudian datang lagi
seorang, demi seorang. Sehingga datanglah seorang laki-laki, seTaya berkata: "Wahai
Rasulu'llah! Dua orang anak gadis dari keluargamu (dari suku Qurasy)
terus-menerus berpuasa. Mereka malu datang kepada engkau. Maka izinkanlah
keduanya membuka puasanya!".
(1) Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas,
hadits mursal.
|
(2) Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu
Abi'd-Dun-ya dari Salim, isnadnya dla'if.
|
(3) Diriwayatkan oleh Abu Daud Abi Barzah
dengan isnad yang baik.
|
84
|
Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . berpaling
muka dari orang itu. Kemudian, ia mengulangi lagi meminta izin. Maka Rasulu'llah
صلى الله عليه وسلم . berpaling muka lagi.
Kemudian, laki-laki itu mengulangi pula meminta izin. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Kedua anak gadis itu tidak berpuasa. Bagaimana berpuasa orang yang sejak
dari siang harinya, memakan daging manusia. Per- gilah kamu, lalu suruhlah
keduanya, kalau benar ia berpuasa, supaya ia muntah!".
Lalu laki-laki tersebut kembali menjumpai kedua anak gadis
itu. Maka ia mfenceriterakan kepada keduanya apa yang disuruh oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Lalu
keduanya muntah. Maka masing-masing memuntahkan sepotong darah beku.
Kemudian, laki-laki itu kembali kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . , lalu
menceriterakan apa yang terjadi. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
والذي نفسي بيده لو بقيتا في بطونهما لأكلتهما النار
(Wal-ladzii nafsii biyadihi, lau baqi-yataa fii
buthuuni-himaa la-aka-lathu- man-naaru).
Artinya: "Demi Allah yang nyawaku dalam TanganNya.
Jikalau darah beku itu terus berada dalam perutnya, niscaya keduanya akan
dimakan api neraka".(1).
Pada suatu riwayat, bahwa tatkala Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . berpaling
muka dari orang tersebut, maka kemudian ia datang lagi, seraya berkatai
"Wahai Rasulu'llah! Demi Allah! Sesungguhnya kedua anak gadis itu sudah
meninggal atau hampir meninggal."
Maka Nabi صلى
الله عليه وسلم . menjawab: "Bawalah keduanya kemari!". Lalu kedua anak gadis
itu datang. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . meminta gelas, seraya
bersabda kepada salah seorang dari keduanya: "Muntahlah!" Lalu ia
muntahkan nanah, darah dan nanah bercampur darah, sehingga penuh gelas
tersebut. Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada yang seorang
lagi: "Muntahlah!". Lalu ia muntah seperti itu juga. Maka bersabdalah
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .: "Bahwa kedua anak
gadis ini berpuasa daripada yang dihalalkan oleh Allah kepadanya dan berbuka
dengan yang diharamkan oleh Allah kepadanya. Salah seorang dari keduanya duduk
berdekatan dengan yang lain, lalu keduanya mamakan daging manusia".(2).
(1) Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-ya dari
Anas bin Malik dan lain-lain perawi.
|
(2) Diriwayatkan oleh Ahmad dari 'Ubaid, bekas
budak Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . dan dalam sanad- nya ada
orang yang tidak tersebut namanya.
|
85
|
Anas bin Malik berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berkhutbah
(berpidato) dihadapan kami. Lalu beliau menyebut riba dan membesarkan keadaan
bahaya- nya. Beliau bersabda, bahwa satu dirham yang diperoleh oleh seseorang
dari riba, adalah lebih besar kesalahannya pada Allah, dari pada tigapuluh enam kali zina yang dizinai oleh seseorang. Dan riba yang paling besar ribanya,
ialah: kehormatan seorang muslim". (1).
Jabir bin Abdullah r.a. berkata: "Adalah kami bersama
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam suatu perjalanan. Lalu
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang pada dua pekuburan
yang diazabkan kedua orang yang punya kuburan itu. Maka beliau bersabda:
"Keduanya diazabkan. Dan tidak diazabkan karena dosa besar. Adapun yang
seorang, ia mengumpat manusia. Dan yang seorang lagi, ia tidak membersihkan
dari kencingnya".
Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . meminta
satu pelapah kurma yang belum kering atau dua pelapah kurma. (2). Maka
dibelahkannya. Kemudian, disuruhnya tiap belahan itu supaya ditanam diatas
kuburan, seraya beliau bersabda: "Akan enteng dari azab yang
diderita oleh kedua orang ini selama kedua belahan pelapah kurma itu masjh
basah atau selama belum kering"(3).
Sewaktu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . merajam
(menghukum mati) Ma'iz bin Malik Al-As-lami lantaran berzina, lalu seorang
laki-laki berkata kepada temannya: "Orang ini mati ditempat, seperti
anjing mati ditempat". Maka lalulah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersama kedua
orang tadi dekat suatu bangkai. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Makanlah dari bangkai ini!". Kedua orang tersebut bertanya:
"Wahai Rasulu'llah! Kami makan bangkai?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Apa yang kamu peroleh dari saudaramu itu (4) adalah lebih busuk dari
bangkai ini!". (5).
Adalah para shahabat Nabi صلى
الله عليه وسلم .
jumpai-menjumpai dengan orang banyak dan mereka tidak umpat-mengumpat
dibelakang. Mereka melihat yang demikian itu, perbuatan yang paling utama Dan
mereka melihat yang sebaliknya, akan adat kebiasaan orang-orang munafik.
Abu Hurairah r.a. berkata: "Barangsiapa memakan daging saudaranya di
dunia, niscaya didekatkan kepadanya daging saudaranya itu di akhirat. Dan
dikatakan kepadanya: "Makanlah dia yang sudah mati, sebagaimana engkau
makan dahulu sewaktu ia masih hidup!". Lalu dimakannya, maka ia memekik
dan berkerut mukanya".Yang dikatakan Abu Hurairah
ini, dirawikan seperti yang demikian, sebagai hadits marfu'.
(1)
|
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-ya
dari Anas, dengan sanad lemah.
|
(2)
|
Perawi hadits ini ragu,
apakah satu atau dua pelapah yang diminta Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu ia
merawikan demikian (Penv).
|
(3)
|
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya
dan lain-lain perawi.
|
(4)
|
Yang dimaksud dengan "saudaramu"
itu, ialah: Ma'i2 yang dihukum rajam (Penv).
|
(5)
|
Dirawikan Abu Daud dan
An-Nasa-i dari Abi Hurairah. dengan isnad baik.
|
Diriwayatkan, bahwa dua orang laki-laki duduk pada salah satu
pintu Masjidilharam. Lalu lewatlah seorang laki-laki yang menyerupai perempuan.
Lalu laki-laki itu ditinggalkan, maka keduanya berkata: "Masih ada pada
laki-laki itu sesuatu".
Lalu kedengaran iqamah untuk shalat, maka keduanya pun masuk
kedalam masjid dan bershalat bersama orang banyak. Lalu tergurislah pada hati
keduanya, apa yang dikatakannnya tadi. Maka sesudah shalat, keduanya
mendatangi 'Atha' bin Abi Rabah (mufti Makkah), menanyakannya. Lalu 'Atha'
menyuruh keduanya mengulangi Wudlu' dan shalat. Dan beliau menyuruh pula
keduanya mengqadlai puasa, jikalau keduanya berpuasa. Dari Mujahid bin Jabar
Al-Makki Al-Tabi'i, yang mengatakan tentang firman Allah Ta'ala, S.
Al-Humazah, ayat 1:-
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
(Wailun likulli humazatin lumazah).
(Celaka untuk setiap humazah lumazah), bahwa: هُمَزَةٍhumazah itu
ialah: mencela orang dan لُّمَزَةٍ lumazah itu, ialah: yang memakan
daging orang. Qatadah bin Dl'amah As-Sudusi berkata: Disebutkan kepada kami,
bahwa azab kubur itu tiga pertiga. Sepertiga dari mengupat, sepertiga dari
lalat merah dan sepertiga lagi dari kencing".
Al-Hasan Al-Bashari r.a. berkata: "Demi Allah! Mengumpat
itu mempunyai pengaruh yang lebih cepat pada agama orang mu'min, daripada
pengaruh sekali makan pada tubuh".
Setengah mereka berkata: "Kami mendapati ulama terdahulu (ulama
salaf). Mereka tiada melihat ibadah itu pada puasa dan pada shalat. akan tetapi
pada mencegah diri dari memperkatakan kehormatan orang". Ibnu Abbas r.a.
berkata: "Apabila engkau bermaksud hendak menyebut, kekurangan teman
engkau, maka sebutlah kekurangan engkau sendiri!". Abu Hurairah r.a.
berkata: "Salah seorang kamu melihat benda kecil pada mata temannya. Dan
ia tiada melihat unta pada matanya sendiri".(1).
Al-Hasan Al-Bashari r.a. berkata: "Hai anak Adam! Engkau
tidak akan memperoleh hakekat iman, sebelum engkau mengukur kekurangan orang
dengan kekurangan yang ada pada dirimu sendiri. Dan sebelum engkau mulai
memperbaiki kekurangan itu. Maka engkau memperbaikinya dari dirimu sendiri.
Apabila engkau sudah berbuat yang demikian, niscaya adalah kesibukammi tertentu
pada dirimu. Dan hamba Allah yang lebih dikasihi oleh Allah, ialah orang yang
seperti demikian".
(1) Sama dengan pepatah
kita: Kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tidak tampak
(Peny).
|
87
|
Malik bin Dinar berkata: "Nabi Isa a.s. bersama para shahabatnya
(Al-ha- wariyyun) lalu dekat bangkai anjing. Lalu shahabatnya itu berkata:
"Alang- kah busuknya bau anjing ini!". Maka Nabi Isa a.s. menjawab:
"Alangkah sangat putih giginya!". Seolah-oleh beliau a.s. melarang
mereka mengumpat anjing dan memberi-tahu-kan kepada mereka, bahwa tidaklah
disebut sesuatu dari makhluk Allah, melainkan yang baiknya saja". Ali bin
Al-Husain r.a. mendengar seorang laki-laki mengumpat orang lain. Lalu beliau
berkata kepadanya: "Jagalah dari mengumpat! Karena mengumpat itu hidangan
anjing-anjing manusia".
Umar r.a. berkata: "Selalulah engkau berzikir (menyebut-mengingat) akan
Allah!. Karena berzikir itu obat. Dan jagalah daripada menyebut manusia!
Karena itu adaJah penyakit".
Kita bermohon pada Allah akan kebaikan taufiq untuk
menta'atiNya. PENJELASAN: arti umpatan dan batas-batasnya.
Ketahuilah, bahwa batas umpatan itu ialah, bahwa engkau
menyebut saudara engkau, dengan yang tidak disenanginya, jikalau sampai
kepadanya. Sama saja yang engkau sebutkan itu, berkenaan dengan kekurangan pada
tubuhnya atau keturunannya atau pada kelakuannya atau pada perbuatan- nya atau
pada perkataannya atau pada agamanya atau pada dunianya, Sehingga pada
kainnya, rumahnya dan kenderaannya.
Adapun tubuhnya, yaitu: seperti engkau sebutkan: buruk matanya, juling,
botak, pendek, panjang, hitam, kuning dan semua yang dapat digambarkan untuk
menyifatkannya dari hal-hal yang tidak disenangi, betapa pun adanya.
Adapun keturunan, yaitu: bahwa engkau mengatakan: ayahnya
peluku tanah atau orang Hindu
(1) atau orang fasiq atau orang jahat atau tukang buat
sandal atau tukang sapu atau sesuatu dari halhal yang tiada. disenanginya
betapa pun adanya.
|
Adapun kelakuan, yaitu: bahwa engkau mengatakan: dia itu
buruk kelakuannya, orang kikir, orang sombong, orang ria, sangat pemarah,
pemalas, lemah, dla'if hatinya, terlalu berani dan sifat-sifat lainnya yang
mengarahi dengan hal-hal yang tersebut.
Adapun perbuatannya yang menyangkut dengan Agama, seperti:
engkau mengatakan, bahwa: dia itu pencuri atau pendusta atau peminum khamar
atau pengkhianat atau'orang zalim atau orang yang mempermudah-mudah- kan shalat
atau zakat atau orang yang tidak pandai ruku' atau sujud atau orang yang tidak
menjaga diri dari najis atau orang yang tidak berbuat baik kepada ibu-bapa atau
tidak meletakkan zakat pada tempatnya atau tidak pandai membagi zakat atau
tidak menjaga puasanya dari perkataan keji, dari mengumpat dan dari
memperkatakan kehormatan orang lain. Adapun tentang perbuatannya yang
menyangkut dengan duniawi, seperti
(1) Bagi orang yang tidak senang dikatakan demikian.
(Peny).
|
88
|
engkau katakan: bahwa ia kurang sopan, menganggap enteng
orang lain atau ia tidak melihat adanya hak seseorang atas dirinya. Atau ia
melihat, dirinya mempunyai hak atas orang lain. Atau ia banyak bicara, banyak
makan, banyak tidur, tidur tidak pada waktu tidur dan duduk tidak pada
tempatnya.
"Adapun tentang pakaiannya, maka seperti engkau katakan:
dia itu lengan bajunya luas, panjang ekornya (pakaiannya kepanjangan), kotor
pakaiannya.
Segolongan ulama mengatakan: tiada umpatan mengenai Agama. Karena ia mencela
apa yang dicela oleh Allah Ta'ala. Maka disebutkannya dengan
perbuatan-perbuatan maksiat. Dan mencelanya dengan yang demikian itu diperbolehkan,
berdasarkan dalil yang diriwayatkan, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .,
diterangkan kepadanya tentang seorang wanita, banyak shalatnya dan puasanya.
Akan tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Wanita itu dalam neraka"(1). Disebutkan pula pada Nabi صلى الله عليه وسلم . tentang
seorang wanita Iain, bahwa wanita itu kikir. Lalu beliau menjawab: "Jadi,
apa kebajikannya?".(2). Maka ini merusak. Karena mereka menyebutkan yang
demikian, untuk keperluan mengetahui hukumnya dengan pertanyaan. Dan tidak
adalah maksud mereka untuk menerangkan kekurangan wanita tadi. Dan tidak
diperlukan kepada pertanyaan tersebut pada bukan majlis Rasul صلى الله عليه وسلم . Dan
dalilnya itu kesepakatan (ijma') umat, bahwa barangsiapa menyebut orang lain,
dengan yang tidak disukainya, maka dia itu pengumpat. Karena termasuk dalam a-
pa yang disebut oleh Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . dalam:
batas umpatan. Dan semua ini walaupun ia benar, maka dia itu pengumpat, durhaka
kepada Tuhannya dan memakan daging saudaranya, dengan dalil yang diriwayatkan,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tahukah kamu
apakah umpatan itu?1'. Para shahabat menjawab: "Allah dan
rasulNya yang lebih tahu!".
Lalu Nabi s-.a.w. menjawab:
ذكرك أخاك بما يكرهه
(Dzikruka akhaaka bimaa yakrahuh).Artinya: "Engkau
menyebut saudara engkau dengan yang tidak disukainya". Maka Nabi صلى الله عليه وسلم .
ditanyakan: "Adakah yang demikian, walaupun pada saudaraku itu benar apa
yang kukatakan?". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
(1) Dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi
Hurairah dan dipandang hadits shahih.
|
(2) Dirawikan AI-Kharaithi dari Abi Ja'far
Muhammad bin Ali, hadits mursal.
|
89
|
إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته وإن لم يكن فيه فقد
بهته
(In kaana fiihi maa taquulu fa-qadigh-tabtahu wa in lam yakum
fiihi, fa qad bahattahu).
Artinya: "Jikalau benar apa yang kamu katakan itu, maka
engkau telah mengumpatnya. Dan jikalau tidak benar, maka engkau telah berbuat
dusta kepadanya" (1).
Mu*az bin Jabal r.a. mengatakan, bahwa disebutkan tentang
seorang laki- laki pada Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . Mereka
mengatakan "Alangkah lemahnya laki- laki itu!"
Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . menjawab: "Kamu telah mengumpat saudaramu". Mereka
menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Kami mengatakan apa adanya". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Jikalau kamu mengatakan apa yang tidak ada, maka kamu telah berbuat dusta
kepadanya".(2)
Dari Huzhaifah, dimana ia menerima dari 'A'isyah r.a. bahwa
'A'isyah r.a. menyebut tentang seorang wanita pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., dengan
katanya, bahwa wanita itu pendek. Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . menjawab:
"Engkau mengumpatnya". (3).
Al-Hasan Al-Bishri r.a. berkata: "Menyebutkan orang lain
itu tiga macam: mengumpat (al-qhaibah), membohong (al-buhtan) dan dusta
(al-ifku). Semuanya tersebut dalam Kitab Allah 'Azza wa Jalla. Al-ghaibah,
yaitu: engkau katakan apa adanya. Al-buhtan, yaitu engkau katakan apa yang
tidak ada. Dan Al-ifku, yaitu: engkau katakan apa yang disampaikan kepada engkau''.
Ibnu Sirin menyebutkan seorang laki-laki, lalu mengatakan:
itu laki-laki hitam. Kemudian beliau mengucapkan: ''Astaghfiru'llaah (aku
meminta am- pun pada Allah ). Sesungguhnya akii melihat diriku ini telah
mengumpatnya".
Ibnu Sirin menyebutkan Ibrahim An-Nakha'i, lalu meletakkan
tangannya atas matanya. Dan beliau tidak mengatakan: juling (4). 'A-isyah r.a.
berkata: "Janganlah seseorang dari kamu mengumpat seseorang! sesungguhnya
aku pada suatu kali berkata kepada seorang wanita dan aku disamping Nabi صلى الله عليه وسلم .:
"Bahwa wanita ini panjang ekornya (bajunya panjang sampai ketanah)".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku:
'"Ludah- lah! Ludahlah!". Lalu aku meludahkan sepotong
daging".(5).
(1) Dirawikan Muslim dari Abi Hurairah.
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dari Mu'az dengan
sanad dla'if.
|
(3) Dirawikan Ahmad dari 'A'isyah dan
At-Tiimidzi dengan kata-kata lain dan dipandang- nya shahih.
|
(A) Untuk menytakan, bahwa
Inrahim An-Nakha'i itu juling.
|
(5) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dan Ibnu Mardawaih dari 'Aisyah.
|
90
|
PENJ ELA SAN: bahwa umpatan itu tidak terbatas
pada lidah.
Ketahuiiah, bahwa menyebut dengan Iisan itu diharamkan.
Karena padanya memberi pengertian kepada orang Iain, akan kekurangan saudaramu
dan memperkenalkannya dengan apa yang tiada disukainya. Maka menyin- dir dengan
yang demikian itu seperti menegaskannya. Dan perbuatan padanya itu seperti
perkataan, isyarat, penunjukan dengan tangan, isyarat dengan mata,
(al-ghamzi),tunjukan (ar-ramzi), tulisan, gerak dan tiap yang memberi
pengertian akan yag dimaksud. Maka itu termasuk dalam umpatan. Dan itu haram.
Maka termasuk yang demikian itu kata 'Aisyah r.a.: "Masuk ketempat kami
seorang wanita. Sewaktu ia berpaling, lalu aku isvaratkmi dengan tanganku,
bahwa wanita itu pendek. Lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . bersabda:
"Engkau telah mengumpatnya".(l).
Dan termasuk yang demikian, peniruan. Seperti berjalan dengan
membuat- buat pincang atau sebagaimana orang itu berjalan. Maka itu umpatan.
Bahkan lebih berat dari umpatan. Karena yang demikian lebih besar kesannya pada
menggambarkan dan memberi pengertian. Sewaktu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . melihat
'Aisyah, meniru seorang wanita, lalu beliau bersabda:
ما يسرني أني حكيت ولي كذا وكذا
(Maa yasurrunii annii haa-kaitu insaanan wa Iii kadzaa wa
kadzaa). Artinya: "Aku tidak senang bahwa aku meniru seseorang manusia,
sedang aku mempunyai hal yang demikian dan yang demikian". (2).
Dan seperti yang demikian, umpatan dengan tulisan. Sesungguhnya
pena itu salah satu dari dua lisan. Seorang pengarang yang menyebutkan orang
tertentu dan menyalahkan perkataannya dalam bukunya, itu umpatan. Kecuali
disertai oleh sesuatu kepentingan yang memerlukan kepada menyebut- kannya,
sebagaimana akan datang penjelasannya.
Adapun katanya dalam bukunya itu: "Kata suatu kaum
demikian", maka tidaklah itu umpatan. Karena umpatan itu menyinggung
kepada orang tertentu, baik masih hidup atau sudah mati.
Dan termasuk umpatan, bila anda mengatakan: "Sebahagian orang yang
datang pada kami hari ini" atau "Sebahagian orang yang kami
lihat", apabila orang yang diajak berbicara itu, memahami akan orang
tertentu dari pembicaraan tersebut. Karena yang ditakuti, ialah memberi
pemahamannya. Bukan apa yang menjadi pemahaman. Apabila tidak dipahaminva akan
diri orang itu, niscaya boleh. Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . apabila
tidak menyukai sesuatu dari seseorang manusia, niscaya beliau bersabda:
ما بال أقوام يفعلون كذا وكذا
(Maa baalu aqwaamin yafaluuna kadzaa wa kadzaa).
1) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dari 'Aisyah r.a.
|
2) Hadits ini telah
diterangkan dahulu pada "Bahaya Kesebelas".
|
91
|
Artinya: "Apalah kiranya hal keadaan kaum-kaum
(golongan-golongan)
yang berbuat demikian dan demikian".(1).
Maka adalah Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . tidak
menentukan orang tertentu. Dan kata engkau: sebahagian orang yang datang dari
perjalanan'.' atau sebahagian orang yang menda'wakan berilmu", jikalau ada
pada perkataan itu suatu petunjuk yang memberi pengertian akan diri seseorang,
maka itu umpatan. Yang paling keji diantara bermacam-macam umpatan itu, ialah
umpatan- nya ulama-ulama yang ria. Karena mereka memberi pengertian akan maksudnya, dengan kata-kata ahli perbaikan, untuk melahirkan dari dirinya,
terpelihara dari mengumpat. Dan mereka itu memberi pengertian akan maksudnya.
Dan mereka tidak tahu, disebabkan kebodohannya, bahwa mereka telah
mengumpulkari dua perbuatan keji, yaitu: umpatan dan ria. Yang demikian itu,
umpamanya: disebutkan padanya seseorang manusia. Lalu ia mengatakan:
"Segala pujian bagi Allah yang tidak mendatangkan bencana bagi kita,
dengan masuk kerumah Sultan dan meminta pemberian dalam mencari harta benda
dunia". Atau ia mengatakan: "Kita berlindung dengan Allah dari
kurangnya malu. Kita bermohon kepada Allah, kiranya dipeliharaNya kita dari
kurangnya malu". Sesungguhnya maksudnya itu, ialah memberi pengertian
akan kekurangan orang lain. Lalu disebutkannya dengan kata-kata do'a.
Begitu juga kadang-kadang, ia mengemukakan pujian kepada
orang yang mau diumpatinya. Lalu ia mengatakan: "Alangkah baiknya keadaan
si Anu. Ia tidak pernah menyia-nyiakan ibadah. Tetapi sekarang telah diganggu
olek lemahnya kemauan dan telah dicoba dengan apa yang dicoba semua kita,
yaitu: kurang sabar". Maka ia menyebut dirinya. Dan maksudnya mencaci
orang lain dalam kandungan kata-kata yang demikian. Ia memuji dirinya dengan
menyerupakannya dengan orang-orang shalih (orang-orang baik), dengan mencaci
dirinya sendiri.
Maka adalah orang yang demikian itu pengumpat, ria dan membersihkan
dirinya. Ia mengumpulkan diantara tiga kekejian. Yaitu: dengan kebodohannya,
ia menyangka, bahwa ia termasuk orang-orang shalih yang menjaga diri dari
umpatan. Dan karena itulah, setan bermain-main dengan orang bodoh, apabila
mereka mengerjakan ibadah, tanpa pengetahuan. Maka setan itu mengikuti mereka
dan mengelilingi amal mereka dengan tipu-dayanya. Setan itu tertawa kepada
mereka dan memperolok-olokkannya. Termasuk yang demikian juga, menyebut
kekurangan orang. Lalu sebahagian yang hadir tidak menyadarinya. Lalu ia
mengucapkan: Subhaana'llah! Alangkah mena'jubkan ini !". Sehingga
perkataannya diperhatikan orang dan diketahui apa yang dikatakannya. Maka ia
menyebutkan nama Allah Ta'ala dan memakai namaNya, menjadi alat baginya pada
melaksanakan kekejiannya. Ia membangkit-bangkit atas Allah Azza wa Jalla dengan
menyebutkanNya, karena kebodohannya dan tertipu.
(1) Dirawikan Abu Dawud dari
'Aisyah dan perawi-perawinya orang-orang yang dipandang shah.
|
92
|
Begitu pula dengan mengatakan: "Sesungguhnya
menyakitkan aku dengan apa yang terjadi atas teman kita dari penghinaan
terhadap dirinya. Kita bermohon kepada Allah untuk disenangkan hatinya".
Adalah orang itu dusta dalam dakwaannya berdukacita dan pada
melahirkan do'a kepada temannya itu. Tetapi kalau benar-benar ia bermaksud
berdo'a, niscaya ia akan menyembunyikan do'anya, dalam ksunyiannya sesudah
shalat. Dan jikalau benar ia berdukacita, niscaya ia berdukacita pula dengan
melahirkan apa yang tidak disenanginya.
Begitu pula dikatakannya: "Orang miskin itu (orang yang
patut dikasihani itu) telah mendapat percobaan
dengan bahaya besar. Kiranya Allah memberi tobat kepada kita dan
kepadanya". Maka pada semua yang demikian, ia melahirkan do'a. Dan Allah
melihat kekejian hatinya dan maksudnya yang tersembunyi. Dan dia karena
kebodohannya itu, tidak mengetahui, bahwa ia telah berbuat cacian, yang lebih
besar daripada yang diperbuat oleh orang-orang bodoh, apabila mereka itu
berbuat terus-terang. Termasuk yang demikian juga, mendengar dengan penuh
perhatian, kepada umpatan yang dilakukan seseorang, dengan jalan ta'jub.
Karena sesungguhnya ia melahirkan keta'juban itu, untuk menambahkan kegemaran
orang yang mengumpat, pada umpatan. Lain orang tersebut semakin terdo- rong
pada mengumpat. Dan seolah-olah ia mengeluarkan umpatan dari orang tersebut
dengan jalan itu. Maka ia mengatakan: "Heran, sesungguhnya aku tidak tahu
ia seperti yang demikian. Aku tidak mengenai dia sampai sekarang, kecuali baik.
Dan aku menyangka padanya bukan itu. Kiranya kita diselamatkan (diafiatkan)
oleh Allah daripada bencananya". Sesungguhnya semua yang demikian itu,
membenarkan orang yang mengumpat. Dan membenarkan umpatan, adalah umpatan.
Bahkan orang yang diam itu menjadi sekutu orang yang mengumpat.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
المستمع أحد المغتابين
(Al-mustami 'u ahadulmughtaabiina).'Artinya: "Yang mendengar itu adalah salah seorang dari
orang-orang yang mengumpat". (1),
Diriwayatkan dari Abubakar r.a. dan Umar r.a. bahwa salah
seorang dari. keduanya berkata kepada temannya: "Bahwa si Anu banyak
sekali tidurnya". Kemudian keduanya meminta lauk-pauk dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . untuk
memakan roti. Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda:
"Kamu berdua telah makan!". Lalu keduanya menjawab: "Kami tidak
tahu". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم menjawab:
(1) Dirawikan Ath-Thabrani
dari Ibnu Umar. hadits ini dla'if.
|
93
|
بلى إنكما أكلتما من لحم أخيكما
(Balaa innakumaa akakumaa min lahmi akhiikumaa). Artinya:
"Ya! Sesungguhnya kamu berdua telah memakan daging saudaramu". (1).
Maka perhatikanlah, bagaimana Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
mengumpulkan keduanya. Adalah yang berkata salah seorang dari keduanya. Dan
yang lain mendengar. Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda
kepada dua orang laki-laki yang berkata salah seorang dari keduanya, bahwa
orang itu dibunuh ditem- patnya, sebagaimana anjing dibunuh ditempat, dengan
sabdanya:
انهشا من هذه الجيفة
(Inhasyaa min haadzihil-jiifah). Artinya: "Makanlah dari
bangkai ini!".(2).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . mengumpulkan (menyamakan)
diantara kedua orang yang tersebut. Maka yang mendengar tidak terlepas dari
dosa mengumpat, kecuali ia menantang dengan lisannya atau dengan hatinya,
jikalau ia takut. Dan jikalau ia sanggup bangun berdiri (meninggalkan tempat
tersebut) atau memutuskan percakapan dengan pembicaraan yang lain, lalu tidak
dilaku- kannya, niscaya harus ia berdosa. Dan jikalau ia mengatakan dengan lidahnya:
"Diamlah !", pada hal ia ingin pembicaraan itu dengan hatinya, maka
itu adalah nifaq.
Dan ia tidak terlepas dari dosa; selama ia tidak
benci dengan hatinya. Dan tidak memadai pada yang demikian, bahwa ia
mengisyaratkan dengan tangan , yang artinya: "Diamlah !". Atau ia
mengisyaratkan dengan ke- ningnya dan tepi dahinya.
Karena yang demikian itu penghinaan bagi orang yang
disebutkan. Akan tetapi, sayogialah ia menghormati orang itu* Maka
dipertahankanhya dengan terus-terang.
Nabi. صلى
الله عليه وسلم . bersabda:
من أذل عنده مؤمن فلم ينصره وهو يقدر على نصره أذله
الله يوم القيامة على رؤوس الخلائق
(Man udzilla indahu mu'minun, fa lam yanshurhu, wa huwa
yaqdiru 'alaa nashrihi. adzalla-hullahu yaumal-qiamati 'alaa
ru-uusil-khalaa-iqiy. Artinya: "Barangsiapa dihinakan disisinya seorang
mu'min, lalu tidak di- tolongnya, pada hal ia sanggup menolongnya, niscaya ia
dihinakan oleh Allah pada hari kiamat dihadapan orang banyak".(3).
(1) Dirawikan Abui-Abbas Ad-Dughuli dari
Abdurrahman bin Abi Laila, hadits ini mursal.
|
(2) Hadits ini sudah diuraikan duhulu.
|
(3) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dari Sah!
bin Hunaif„kata Al-Haitami hadits baik (nasan).
|
94
|
Abud-Darda' berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa menolak dari penghinaan kehormatan saudaranya yang dilakukan
dengan umpatan, niscaya adalah hak atas Allah menolak dari penghinaan
kehormatannya pada hari kiamat".(1). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda pula: "Barangsiapa menjaga kehormatan
saudaranya yang dilakukan dengan umpatan, niscaya adalah hak atas Allah
memerdekakannya dari api neraka".(2).
Telah datang banyak hadits tentang menolong orang Islam dalam
hal umpatan dan tentang keutamaannya, yang telah kami kemukakan pada "kitab
Adab Berteman Dan Hak-hak Kaum Muslimin", maka kami tidak memanjangkannya lagi dengan mengulanginya.
PENJELASAN: sebab-sebab yang menggerakkan kepada
umpatan.
Ketahuilah, bahwa penggerak-penggerak kepada mengumpat itu
banyak. Tetapi dikumpulkan oleh sebelas macam sebab. Delapan daripadanya banyak
terjadi pada orang awam. Dan tiga daripadanya tertentu dengan ahli agama dan
orang-orang khusus Adapun yang delapan perkara itu maka:-
Yang pertama: untuk menyembuhkan kemarahan.
Dan yang demikian, apabila terjadi sesuatu sebab, yang membawa kemarahanya
kepada orang tersebut. Maka apabila berkobar kemarahannya, niscaya ia merasa
sembuh dengan menyebutkan kejahatan-kejahatan orang itu. Maka dengan naluri
telanjurlah lidahnya kepada yang demikian, jikalau tak ada disitu agama yang
mencegahnya. Kadang-kadang penyembuhan kemarahan itu tercegah ketika datangnya
kemarahan. Lalu tertahan kemarahan itu didalam. Maka jadilah suatu kedengkian
yang tetap. Lalu menjadi sebab yang terus-mene- rus untuk menyebutkan kejahatan-kejahatan
orang itu. Maka kedengkian dan kemarahan itu termasuk diantara
penggerak-penggerak yang besar kepada mengumpat.
Yang kedua: kesesuaian dengan teman-teman, berbaik-baikan
(mujama- lah) dengan sahabat-sahabat dan menolong mereka dalam percakapan. Maka
apabila teman-teman itu bersenang-senang dengan menyebutkan kehormatan orang,
lalu ia berpendapat, kalau dilawannya atau diputuskannya majlis tersebut,
niscaya teman-teman itu memandang berat dan hati mereka lari daripadanya. Maka
ditolongnya mereka. Dan ia berpendapat, bahwa yang demikian itu termasuk
diantara pergaulan yang baik. Dan ia menyangka, bahwa yang demikian itu
berbaik-baikan dalam persahabatan. Kadang-kadang teman-temannya marah, lalu ia
memerlukan untuk ia ma- rah, lantaran kemarahan teman-teman tadi, untuk
melahirkan turut mengambii bahagian (saham) dalam senang dan susah. Maka
terjerumuslah ia bersama teman-teman itu dalam menyebutkan kekurangan dan
keburu- kan orang lain.
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abid-Darda.
|
(2) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dari Asma
'binti Yazid dan lain-latn.
|
95
|
Yang Ketiga: bahwa ia merasa dari seseorang, bahwa orang itu
bermaksud kepadanya.
Dan akan memanjangkan Iidahnya kepadanya. Atau akan
memburukkan hal-ihwalnya pada orang yang dimalui. Atau akan naik saksi terhadap
dirinya dengan suatu kesaksian.
Maka ia bersegera sebelum orang tersebut memburukkan
hal-ihwalnya dan menusuk dirinya. Supaya hilang bekas kesaksian orang tersebut.
Atau ia memulai menyebutkan apa yang padanya itu benar, untuk didus- takannya
kemudian. Lalu lakulah kedustaanhya itu, disebabkan kebenaran- nya yang
pertama. Dan ia mengemukakan kesaksian dan berkata: "Tiadalah dari
kebiasaanku itu berdusta. Maka sesungguhnya aku telah menceri- terakan kepadamu
tentang hal-ihwalnya, demikian dan demikian. Maka adalah seperti yang
kukatakan".
Yang Keempat: bahwa ia dikatakan orang
berbuat sesuatu. Lalu ia bermaksud melepaskan diri daripadanya. Maka ia
menyebutkan orang yang memperbuatnya. Dan adalah menjadi haknya untuk melepaskan
dirinya dari perbuatan tersebut.. Dan ia tidak menyebutkan orang yang memperbuatnya.
Sehingga ia tidak mengatakan orang lain yang berbuat. Atau ia menyebutkan orang
lain, dengan mengatakan, bahwa orang tersebut sekongkol dengan dia pada perbuatan
itu. Supaya ia dengan demikian, menyiapkan dirinya untuk dima'afkan pada
perbuatannya.
Yang Kelima: hendak berbuat-buat dan membanggakan diri. Yaitu:
bahwa ia mengangkat dirinya dengan mengurangkan orang lain. Lalu ia mengatakan:
si Anu itu bodoh, pahamnya tidak teratur dan perkataannya lemah. Maksudnya
untuk menetapkan dalam kandungan perkataan tersebut, akan kelebihan dirinya.
Dan ia memperlihatkan kepada mereka bahwa ia lebih tahu dari orang itu. atau ia
takut bahwa orang itu akan dibesarkan seperti pembesaran kepadanya. Karena itu
lalu ia mencela orang tersebut.
Yang Keenam: dengki. Yaitu: ia kadang-kadang dengki akan orang
yang di- puji oleh manusia banyak, yang disukai dan yang dimuliakan oleh orang
banyak. Lalu ia bermaksud menghilangkan nikmat itu dari orang tersebut. Maka
ia tiada memperoleh jalan kepada yang dimaksud, selain dengan mencaci orang
itu. Lalu ia bermaksud menjatuhkan air muka orang tadi dimuka orang banyak.
Sehingga orang banyak mencegah memuliakan dan memuji orang tersebut. Karena ia
merasa berat mendengar perkataan, pujian dan pemuliaan orang banyak kepada
orang itu. Inilah dengki yang sebenarnya ! Yaitu lain dari marah dan sakit
hati. Karena yang demikian itu membawa kepada penganiayaan kepada orang yang
dimarahi. Dan dengki itu kadang-kadang ada serta teman yang berbuat baik dan
kawan yang sesuai.
Yang Ketujuh: bermain, bersenda-gurau, berbaik-baikan dan mengguna- kan
waktu dengan tertawa. Lalu ia menyebutkan kekurangan orang lain, dengan cara
yang menertawakan orang banyak, dengan jalan meniru. Dan sumbernya, ialah:
sombong dan mengherani diri.
96
|
Yang Kelapan: penghinaan dan
mempermain-mainkan untuk menghina orang tersebut. Sesungguhnya yang demikian,
kadang-kadang berlaku dimuka orang tersebut. Dan kadang-kadang juga
dibelakangnya. Dan sumbernya, ialah sombong dan memandang kecil akan orang
yang dipermain mainkan itu.
Adapun sebab yang tiga, yang terdapat pada orang-orang
khusus, maka itu yang paling kabur dan paling halus. Karena itu adalah
kejahatan-kejahatan, yang disembunyikan oleh setan dalam pelaksanaan kebajikan.
Dan padanya ada kebajikan. Akan tetapi dicampurkan oleh setan akan kejahatan
dengan kebajikan-kebajikan itu.
Yang Pertama: bahwa digerakkan dari agama oleh partggilan keta'juban, pada
menentang yang munkar dan kesalahan pada agama. Lalu ia mengatakan:
"Alangkah herannya apa yang aku lihat dari si Anu ! Sesungguhnya
kadang-kadang dia itu benar dengan yang demikian". Dan adalah keta'-
jubannya itu termasuk munkar. Akan tetapi, adalah haknya untuk merasa ta'jub.
Dan ia tidak menyebutkan nama orang itu. Maka dipermudahkan oleh setan
kepadanya, menyebutkan nama orang tersebut, pada melahirkan keta'jubannya. Lalu
jadilah ia dengan demikian, orang yang mengumpat dan berdosa, dimana ia sendiri
tidak mengetahuinya. Termasuk juga yang demikian, kata seseorang: "Aku
heran dari keadaan si Anu, bagaimana ia mencintai budak wanitanya, pada hal
budak wanitanya itu buruk. Dan bagaimana ia duduk dihadapan si Anu, pada hal ia
orang bodoh.
Yang Kedua: kasih sayang. Yaitu: bahwa ia berdukacita disebabkan
bencana yang menimpa seseorang. Lalu ia berkata: "Kasihan si Anu, yang
mendukacitakan aku oleh keadaannya dan apa yang menimpa dirinya". Maka dia
itu benar tentang dakwaan kedukacitaannya itu. Dan ia dilalaikan oleh kedukacitaan
tersebut, daripada ketakutan menyebutkan nama orang tadi. Lalu disebutnya. Maka
jadilah ia mengumpat. Lalu dukacitanya dan kasih-sayangnya itu suatu kebajikan.
Begitu pula ketakjuban (keheranan) nya. Akan tetapi ia telah dihalau oleh setan
kepada kejahatan, dimana ia sendiri tidak mengetahuinya. Dan kekasih-sayangari
dan keduka-citaan itu, mungkin, tanpa menyebutkan nama orang itu. Lalu ia
digerakkan oleh setan untuk menyebutkan namanya, supaya dengan demikian
batallah pahala kedukacitaan dan kekasih-sayangannya.
Yang Ketiga: marah karena Allah Ta'ala. Sesungguhnya kadang-kadang ia
marah atas perbuatan munkar, yang dikerjakan manusia, apabila dilihatnya atau
didengarnya. Lalu lahirlah kemarahannya dan menyebutkan nama o- rang itu. Dan
adalah wajib bahwa ia melahirkan kemarahannya kepada orang tersebut, dengan
amar-ma'ruf dan ria'ni-munkar. Dan tidak dilahirkannya kepada orang lain atau
ditutupnya nama orang tersebut dan tidak disebutnya dengan jahat.
97
|
Maka tiga perkara tadi tennasuk yang tersembunyi
memperolehnya pada a- lim-ulama, lebih-lebih pada orang awam. Sesungguhnya
mereka itu menyangka, bahwa ketakjuban, kekasih-sayangan dan kemarahan, apabila
karena Allah Ta'ala, niscaya dima'afkan pada menyebutkan nama. Itu adalah
salah. Akan tetapi yang diperbolehkan pada mengumpat, ialah beberapa keperluan
tertentu, yang tiada jalan lain, selain daripada menyebutkan nama, sebagaimana
akan datang uraiannya.
Dirawikan dari 'Amir bin Watsilah: "Bahwa seorang laki-laki
lalu pada suatu golongan (qaum) pada masa hidup Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .. Maka ia
memberi salam kepada mereka itu. Lalu mereka itu menjawab salamnya.. Tatkala
orang tadi telah lewat dari mereka, lalu salah seorang daripada mereka berkata:
"Sesungguhnya aku sangat marah pada orang tadi karena Allah Ta'ala".
Maka yang duduk dalam majlis itu berkata: "Sesungguhnya buruklah apa yang
kamu katakan itu! Demi Allah, hendaknya engkau jelas- kan yang engkau katakan
itu!".
Kemudian, mereka mengatakan kepada salah seorang dari mereka:
"Hai Anu! Bangunlah! Jumpailah orang tadi dan terangkanlah kepadanya, apa
yang dikatakan oleh orang itu!".
Lalu orang tersebut dijumpai
oleh utusan mereka. Maka utusan tadi menceriterakan apa yang dikatakan orang
itu. Lalu laki-laki tersebut datang kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan
menceriterakan kepada Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . apa yang
dikatakan oleh orang itu. Dan dimintanya, supaya Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . memanggil
orang itu. Lalu beliau memanggilnya dan menanyakannya. Orang itu lalu menjawab:
"Sesungguhnya aku sudah mengatakan demikian". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu
bertanya: "Mengapa engkau marah kepadanya ?". Maka orang itu
menjawab: "Aku tetangganya dan aku mengetahui hal-ihwalnya. Demi Allah !
Aku tidak pernab melihatnya, ia mengerjakan suatu shalat pun, selain daripada
shalat fardlu (shalat lima waktu) ini". Laki-laki itu menjawab:
"Wahai Rasulu'llah ! Tanyakanlah kepadanya, adakah ia melihat aku
menta'khirkan shalat dari waktunya? Atau aku tidak baik mengambil wudlu'? Atau
ruku' atau sujud pada shalat itu?". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menanyakan
yang demikian pada orang tersebut. Maka orang itu menjawab: "Tidak!".
Lalu ia berkata pula: "Demi Allah ! Aku tiada melihatnya berpuasa sebulan
pun, selain bulan ini (bulan Rama- dlan) yang berpuasa padanya orang baik dan
orang zalim". Orang itu berkata lagi: "Wahai Rasulu'llah !
Tanyakanlah kepadanya, adakah ia melihat aku sekali-sekali berbuka puasa
(tidak berpuasa) padanya ? Atau aku kurangkan walaupun sedikit daripada hak
puasa itu ?". Maka Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bertanya
kepada laki-laki tersebut. Lalu laki-laki i- tu menjawab: "Demi Allah !
Aku tiada pern ah sekali-kali melihatnya ia memberi kepada orang meminta-minta
dan orang miskin. Dan aku tiada pernah melihatnya, ia membelanjakan sesuatu
dari hartanya pada jalan Allah (fi sabili'llah), selain dari zakat ini yang
diberikan oleh orang baik dan orang zalim".
98
|
Orang itu berkata pula: "Tanyakanlah dia, wahai
Rasulu'llah, adakah ia melihat aku mengurangkan zakat itu? Atau «ku
tawar-menawar dengan orang yang mencari zakat, yang memintakannya ?".
Lalu Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bertanya
kepada orang itu, maka dijawabnya: "Tidak!".
Maka Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda
kepada laki-laki tersebut: قم فلعله خير منك (Qum, fa la 'allahu khairun minka).Artinya: "Berdirilah!
Moga-moga dia itu lebih baik dari engkau !".(1).
بيان العلاج الذي يمنع اللسان عن الغيبة
PENJELASAN: obat yang mencegah lidah daripada mengumpat.
Ketahuilah, bahwa setiap akhlak yang buruk, sesungguhnya
diobati dengan ma'jun (obat) ilmu dan amal. Dan sesungguhnya obat tiap-tiap
penyakit, ialah dengan melawani sebabnya. Maka hendaklah kita memeriksa dari
hal sebabnya !
Obat mencegah lidah dari mengumpat, terdiri atas dua cara.
Salah satu daripadanya: secara global (tidak terperinci) dan yang satu lagi:
secara ter urai.
Adapun yang secara global, maka yaitu: bahwa diketahuinya mendatangkan
kemarahan Allah Ta'ala dengan pengumpatannya, dengan hadits-hadits tadi, yang
telah kami rawikan. Dan bahwa diketahuinya, bahwa pe- ngumpatan itu membuat
kebaikannya menjadi sia-sia pada hari kiamat. Karena pengumpatan itu
memindahkan kebaikannya pada hari kiamat kepada orang yang diumpatinya, untuk
ganti dari apa yang telah diperbolehkannya melanggar kehormatan orang lain.
Jikalau ia tiada mempunyai kebaikan, niscaya dipindahkan kepadanya keburukan
Iawannya. Dan bersamaan dengan yang demikian, ia mendatangi kepada kutukan
Allah 'Azza wa Jalla dan ia menyefrupai dengan orang memakan bangkai. Bahkan
hamba itu masuk neraka, dengan beratnya daun neraca kejahatannya daripada daun
neraca kebaikannya. Kadang-kadang dipindahkan kepadanya, satu kejahatan dari
orang yang diumpatinya.
Lalu dengan demikian, terjadilah beratnya daun neraca
kejahatan dan ia masuk neraka. Dan paling kurang tingkatnya, ialah berkurangnya
pahala a- malnya. Dan yang demikian itu, sesudah bermusuhan, tuntut-menuntut,
bersoal-jawab dan perhitungan amal (hisab). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
(1) Dirawikan Ahmad dari
'Amir bin Watsilah dengan isnad shahih.
|
99
|
ما النار في اليبس بأسرع من الغيبة في حسنات العبد
(Man-naaru fil-yabasi bi-asra'a minal ghaibati fii
hasanaatil-'abdi). Artinya: "Tidaklah api itu lebih cepat memakan kayu
kering, dibandingkan dengan cepatnya umpatan memakan kebaikan-kebaikan seorang
hamba".(l).
Dirawikan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Al-Hasan
Al-Bashari: "Telah sampai kepadaku bahwa anda mengumpati aku".
Lalu Al-Hasan menjawab: "Tidaklah sampai dari kadarmu
padaku, bahwa aku menghukum kamu pada kebajikan-kebajikanku. Maka manakala
seorang hamba, beriman (mempercayai) dengan hadits-hadits yang datang, tentang
umpatan, niscaya ia tidak akan melepaskan lidahnya dengan pengumpatan itu.
Karena takut daripada yang demikian. Dan juga bermanfa'at baginya, untuk
memahami pada dirinya sendiri. Kalau ia memperoleh pada dirinya, suatu
kekurangan, niscaya ia berusaha dengan kekurangan dirinya itu untuk
menghilangkannya". Dan Al-Hasan membaca sabda Nabi صلى الله عليه وسلم .:-
طوبى لمن شغله عيبه عن عيوب الناس
(Thuubaa liman syaghalahu 'aibuhu 'an 'uyuubin-naas).
Artinya: "Berbahagialah orang yang disibukkan oleh kekurangan dirinya,
daripada memperkatakan kekurangan orang lain".(2). Manakala memperoleh
suatu kekurangan, maka sayogialah malu mening- galkan mencaci diri sendiri dan
mencaci orang lain. Akan tetapi sayogialah meyakini, bahwa kelemahan orang lain
tentang dirinya, pada menjauhkan dari kekurangan itu, adalah seperti
kelemahannya sendiri. Dan ini, jikalau itu adalah suatu kekurangan yang
menyangkut dengan perbuatannya dan pilihannya. Dan jikalau itu suatu hal yang
dijadikan oleh Allah (amran khalqiyyan), maka mencelanya itu adalah mencela
Al-Khaliq. Sesungguhnya barangsiapa mencela suatu hasil.perbuatan, maka dia
itu mencela tukangnya.
Seorang laki-laki mengatakan kepada seorang filosuf (ahli
hikmah): "Hai yang buruk muka !". Lalu filosuf itu menjawab:
"Tidaklah kejadian muka-ku terserah kepadaku, lalu aku dapat
mencantikkannya". Apabila seorang hamba tiada memperoleh kekurangan pada
dirinya, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah Ta'ala. Dan tidaklah ia
mencemarkan dirinya dengan kekurangan yang terbesar. Sesungguhnya mencela
manusia dan memakan daging bengkai itu, termasuk kekurangan yang terbesar.
Bahkan, jikalau ia insyaf, niscaya ia tahu, bahwa persangkaannya kepada dirinya
terlepas dari semua kekurangan itu, suatu kebodohan terhadap dirinya. Dan itu
termasuk kekurangan yang terbesar. Dan bermanfa'atlah untuk diketahuinya,
bahwa orang lain merasa sakit dengan umpatannya, ada- lah seperti terasa sakitnya dengan pengumpatan orang lain terhadap dirinya. Apabila ia tidak merasa senang dirinya diumpati orang, maka sayogialah ia tidak senang untuk orang lain, apa yang ia tidak senang untuk dirinya sendiri.
Inilah pengobatan-pengobatan yang baik !!!!!!!
(1) Menurut A1-"Iraqi, beliau belum pernah
menjumpai hadits ini.
|
(2) Dirawikan Al-Bazzar dari Anas dengan sanad
dia'if.
|
100
|
Adapun yang terurai, ialah: bahwa ia melihat pada sebab yang
menggerakkan kepada pengumpatan. Maka obatnya penyakit itu, ialah dengan me-
motong sebabnya. Dan sudah kami kemukakan sebab-sebab itu dahulu. Adapun
kemarahan, maka akan diobati dengan apa yang akan datang penjelasannya pada
Kitab Bahaya Marah. Yaitu, bahwa dikatakan: "Sesungguhnya, apabila aku
meneruskan kemarahanku kepadanya, maka semoga Allah Ta'ala meneruskan
kemarahanNya kepadaku disebabkan pengumpatan. Karena Ia melarangku daripada
pengumpatan. Lalu aku berani atas laranganNya dan memandang ringan dengan
hardikanNya". Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن لجهنم بابا لا يدخل منه إلا من شفى غيظه بمعصية
الله تعالى
(Inna li-jahannama baaban, laa yad-khulu minhu, illaa man
syafaa ghaidha- hu bi-ma'shiyatil-laahi ta'aalaa).Artinya: "Sesungguhnya
neraka jahannam mempunyai sebuah pintu, yang tidak dimasuki, selain orang yang
menyembuhkan kemarahannya dengan perbuatan maksiat kepada Allah Ta'ala".
(1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
من اتقى ربه كل لسانه ولم يشف غيظه حديث من اتقى ربه
كل لسانه ولم يشف غيظه أخرجه أبو منصور الديلمي في مسند الفردوس
(Manit-taqaa rabbahu, kalla lisaanuhu wa lam yasyfi
ghaidhahu). Artinya: "Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya, niscaya
tumpullah lidahnya dan ia tidak menyembuhkan amarahnya".(2).
(1) Dirawikan AJ-Bazzar, Ibnu Abid-Dun-ya dan
lain-!ain dari Ibnu Abbas dengan san;id dla'if.
|
(2) Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Sahal
bin Sa'ad. dengan sanad dla'if.
|
101
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
من كظم غيظا وهو يقدر على أن يمضيه دعاه الله تعالى يوم القيامة على رءوس الخلائق حتى يخيره في أي الحور شاء
(Man kadhama ghaidhan wa huwa yaqdiru 'alaa an yumdliyahu da'aahu'- llahu Ta'aalaa yaumal-qiaamati 'alaa ru-uusil-khalaa-iqi hattaa yukhaiyira- hu fi ayyil-huuri syaa-a" Artinya: "Barangsiapa menahan amarahnya, sedang- ia sanggup meneruskannya, niscaya ia dipanggil oleh Allah Ta'ala pada hari kiamat dihadapanmanusia ramai, sehingga Allah Ta'ala meminta padanya untuk
memilih bidadari yang mana ia kehendaki".(1)
Pada sebahagian kitab-kitab yang diturunkan kepada
sebahagian nabi-nabi, tersebut: "Hai anak Adam ! Ingatlah kepadaKu ketika engkau
marah, niscaya AKU ingat kepadamu ketika AKU marah ! Maka tidak AKU hapuskan
engkau dalam orang-orang yang AKU hapuskan". Adapun sepakat dengan teman-teman,
yaitu: engkau tahu, bahwa Allah Ta'ala memarahi engkau, apabila engkau mencari
kemarahanNya untuk mencari keridlaan (kesenangan) makhluk. Maka bagaimanakah
engkau menyenangkan dirimu, bahwa engkau memuliakan orang lain dan menghinakan
Tuhanmu ? Maka engkau
tinggalkan keridlaanNya, untuk memperoleh keridlaan mereka. Kecuali, bahwa
kemarahanmu itu karena Allah Ta'ala. Dan yang demikian, tidak mengharuskan
untuk engkau sebutkan orang yang dimarahi itu dengan sebutan jahat. Akan tetapi
sayogialah, bahwa engkau marah pula akan teman-temanmu karena Allah Ta'ala,
apabila mereka menyebutnya dengan sebutan jahat.
Karena mereka telah mendurhakai Tuhan engkau dengan dosa yang
ter keji. Yaitu: umpatan
Adapun membersihkan diri sendiri (tanzihun-nafsi), dengan
menyandarkan orang lain kepada pengkhianatan, dimana -sebetulnya- ia tidak
memerlukan menyebutkan orang lain itu, maka engkau mengobatinya, ialah: dengan
mengetahui,bahwa tampil untuk membenri AL-KHALIQ itu lebih berat dibandingkan
dari tampilnya untuk membenci makhluq. Dan engkau dengan mengumpat itu, tampil
untuk kemarahan Allah dengan yakin. Dan engkau tidak tahu, bahwa engkau
melepaskan diri dari kemarahan manusia atau tidak. Lalu engkau melepaskan
dirimu di dunia, dengan sangka-wa- ham. Dan engkau akan binasa di akhirat dan
merugilah kebaikan engkau dengan hakikat yang sebenarnya. Dan hasilnya bagi
engkau, ialah celaan Allah Ta'ala sekarang juga. Dan engkau menantikan akan
penolakan celaan makhluk pada masa depan. Inilah kebodohan dan kehinaan yang
penghabisan.
Adapun alasan engkau, seperti engkau katakan: jikalau aku
memakan haram, maka si Anu pun memakannya. Dan jikalau aku menerima harta sultan,
maka si Anu pun menerimanya. Maka ini suatu kebodohan. Karena engkau membuat
alasan, dengan mengikuti orang yang tidak boleh diikuti. Karena orang yang
menyalahi perintah Allah Ta'ala, maka tidak diikuti, si- apa pun orangnya. Dan
jikalau orang lain masuk neraka dan engkau sanggup untuk tidak memasukinya,
niscaya janganlah engkau sepakat dengan dia. Jikalau engkau sepakat, niscaya
bodohlah pikiranmu. Maka pada apa yang engkau sebutkannya umpatan dan tambahan
perbuatan maksiat itu, telah engkau tambahkan kepada apa yang engkau meminta
(1) Dirawikan Abu Daud dan
At-Tirmidzi dari Ma'az bin Anas.
|
102
|
maaf daripadanya. Dan engkau daftarkan serta berkumpulnya
diantara dua perbuatan maksiat, diatas kebodohan dan kedunguan engkau. Dan
adalah engkau seperti kambing betina yang memandang kepada kambing jantan, yang
menjatuhkan dirinya dari puncak bukit. Lalu dia juga menjatuhkan dirinya. Dan
jikalau kambing betina itu mempunyai lidah yang menuturkan dengan meminta ma'af
dan dia menegaskan dengan permintaan ma'af itu dan berkata: "Kambing
jantan itu lebih pandai daripadaku" dan ia telah membinasakan dirinya,
maka begitulah pula aku berbuat, niscaya engkau a- kan tertawa dari kebodohan
kambing betina itu. Dan keadaan engkau sa- malah dengan keadaannya. Kemudian,
engkau tidak merasa heran dan tidak tertawa dari diri engkau sendiri.
Adapun maksud engkau berbangga dan membersihkan diri dengan
kelebihan keutamaan, dengan engkau mencela orang lain, maka sayogialah engkau
ketahui, bahwa engkau dengan apa yang engkau sebutkan itu, telah engkau
batalkan kelebihan engkau pada sisi Allah. Dan engkau dari ke- yakinan manusia
itu, kelebihan engkau dalam bahaya. Kadang-kadang ber- kurang kepercayaan
mereka pada engkau, apabila mereka mengetahui a- kan engkau mencela manusia.
Maka adalah engkau, sesungguhnya telah nienjualkan apa yang pada AL-KHALIQ
dengan yakin dengan apa yang pada makhluk dengan sangka-waham. Jikalau berhasil
bagi engkau dari makhluk, keyakinan kelebihan, niscaya sesungguhnya mereka
tidak teriepas sesuatu pun daripada Allah dengan engkau.
Adapun pengumpatan dikarenqkan oleh dengki, maka itu adalah
pengum- pulan diantara dua azab. Karena engkau dengki kepadanya diatas
kenikmatan duniawi dan adalah engkau di dunia ini diazabkan dengan kedengkian.
Maka tidaklah engkau merasa cukup dengan demikian, sehingga engkau tambahkan
kepadanya azab akhirat.
Maka engkau rugikan diri engkau sendiri di dunia. Lalu
menjadi pula engkau merugi di akhirat. Karena engkau kumpulkan diantara dua
larangan. Engkau maksudkan orang yang engkau dengkikan, lalu engkau kenakan a-
kan diri engkau sendiri. Dan engkau hadiahkan kepadanya kebaikan engkau. Jadi,
engkau adalah temannya dan musuh diri engkau sendiri. Karena tidak mendatangkan
melarat kepadanya, oleh pengumpatan engkau. Dan engkau mendatangkan melarat
akan engkau sendiri. Dan memberi manfa'at kepadanya. Karena engkau pindahkan
kepadanya kebaikan-kebaikan engkau. Atau engkau pindahkan kepada engkau sendiri
keburukan-kebu- rukannya. Dan tidak bermanfa'at bagi engkau. Engkau telah
kumpulkan kepada kekejian dengki, akan bodohnya kedunguan. Kadang-kadang kedengkian
engkau dan kecelaan engkau, menjadi sebab tersiarnya kelebihan orang yang
engkau dengki, sebagai dikatakan pada sekuntum syair:-Apabila dikehendaki oleh
Allah,tersiarnya keutamaan yang tersembunyi, maka disediakan untuknya oleh
Allah, suatu lidah yang pendengki.........
103
|
Adapun penghinaan, maka maksud engkau dari penghinaan itu,
ialah menghinakan orang lain dihadapan manusia, dengan menghinakan dirimu
sendiri pada sisi Allah Ta'ala, pada sisi malaikat-malaikat dan nabi-nabi.
Kepada mereka rahmat dan sejahtera.
Jikalau engkau berpikir pada
kerugian engkau, penganiayaan engkau, malunya engkau dan hinanya engkau pada
hari kiamat, hari yang engkau bawa kejahatan-kejahatan orang yang engkau
permainkannya dan engkau dihalau ke api neraka, niscaya mendahsyatkan akan
engkau, oleh yang demikian, dari menghinakan akan sahabat engkau. Jikalau
engkau tahu akan keadaan engkau, niscaya adalah engkau lebih utama untuk
tertawa dari hal engkau sendiri. Karena engkau memperolok-olokkannya dihadapan
orang yang sedikit jumlahnya (teman-teman engkau) dan engkau bawa diri engkau
sendjri, untuk diambilnya tangan engkau pada hari kiamat, dibawanya kehadapan
manusia ramai. Dan dihalaunya engkau dibawah kejahatan-kejahatannya,
sebagaimana dihalau keledai ke dalam api, dimana ia mempermain-mainkan engkau,
gembira dengan kehinaan engkau dan merasa senang dengan pertolongan Allah
Ta'ala kepadanya, diatas kerugian engkau dan kekuasaannya membalas dendam atas
engkau.
Adapun kasih sayang kepada
orang diatas dosanya, maka itu baik. Akan tetapi, engkau didengkikan oleh
Iblis, lalu disesatkannya engkau. Dan di- ajaknya berbicara dengan engkau
dengan apa yang dipindahkan daripada kebaikan-kebaikan engkau kepada orang itu,
akan apa yang lebih banyak dari kekasih-sayangan engkau. Maka itu adalah
tambalan untuk dosa orang yang dikasih-sayangi. Lalu keluarlah orang itu dari
keadaannya dikasih-sayangi dan terbaliklah engkau yang berhak untuk dikasih
sayangi. Karena telah batal pahala
engkau dan engkau telah berkurang dari kebaikan-kebaikan engkau.
Begitu pula kemarahan karena
Allah Ta'ala, tidak mengharuskan mengumpat. Dan sesungguhnya setan yang
menyukakan engkau untuk mengumpat, 4 supaya
batal pahala kemarahan engkau. Dan jadilah engkau yang tampil dengan
pengumpatan untuk dibenci oleh Allah 'Azza wa Jalla.
Adapun keheranan kepada diri (ta'jub),
apabila membawa engkau kepada pengumpatan,lalu
engkau merasa heran dari diri engkau sendiri, bagaimana engkau telah
membinasakan diri engkau dan agama engkau, dengan agama atau dunia orang lain.
Dan dalam pada itu, engkau tidak aman dari siksaan dunia. Yaitu dikoyakkan oleh
Allah tabir yang menutupi kekurangan engkau, sebagaimana engkau dengan
keta'juban itu, mengoyakkan tabir yang menutupi kekurangan saudara engkau.
Jadi, obat semua yang demikian itu, ialah: ma'rifah saja dan
meyakini hal- hal itu yang menjadi pintu keimanan. Maka barangsiapa yang kuat
imannya dengan semua itu, niscaya -sudah pasti- tercegahlah lidahnya daripada
mengumpat.-
104
|
PENJELASAN: pengharaman mengumpat dengan hati.
Ketahuilah, bahwa jahat sangka itu haram, seperti jahatnya
perkataan. Maka sebagaimana diharamkan kepada engkau memperkatakan orang Iain
dengan lidah engkau, dengan menyebutkan keburukan-keburukan orang lain, maka
tiadalah bagi engkau untuk memperkatakan diri engkau sendiri dan berjahat
sangka akan saudara engkau. Dan tidaklah maksudku yang demikian, selain dari
kebusukan hati dan menghukum buruk orang Iain. Adapun gurisan-gurisan dalam
hati dan kata hati, maka itu dima'afkan. Bahkan syak-wasangka pun dima'afkan.
Akan tetapi yang dilarang, ialah bahwa: menyangkakan sangkaan itu, ibarat
daripada kecenderungan diri dan hati kepadanya. Allah Ta'ala berfirman:-
يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض
الظن إثم
(Yaa-ayyuhal-ladziina aamanuuj-tanibuu katsiiran
minadh-dhanni, inna ba'-dladh-dhanni itsmun)Artinya: "Hai
orang-orang yang beriman ! Jauhilah kebanyakan purba- sangka (kecurigaan),
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa !".S.AI- Hujurat, ayat 12.
Sebab pengharamannya, ialah, bahwa rahasia hati itu, tiada
yang mengetahuinya, selain Allah yang mahatahu yang ghaib-ghaib. Maka tiadalah
berhak engkau meyakini akan kejahatan pada orang lain, kecuali apabila telah
terbuka bagi engkau dengan jelas, yang tidak menerima untuk dita'- wilkan. Maka
ketika itu, tidak mungkin bagi engkau, selain mempercayai apa yang engkau
ketahui dan engkau saksikan.
Yang tidak engkau saksikan dengan mata engkau dan tidak
engkau dengar dengan telinga engkau, kemudian jatuh dalam hati engkau, maka
adalah setan yang mencampakkannya kepada engkau. Sayogialah engkau mendustakan
setan itu. Karena itu adalah yang lebih fasik "dari semua orang fasik.
Allah Ta'ala berfirman:-
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
(Yaa-ayyul-ladziina
aamanuu injaa-akum faasiqun bi-naba-in fa- tabayyanuu, an tushiibuu qauman
bi-jahaalatin, fa tushbihuu 'alaa maa fa 'altum naadimiin).Artinya: "Hai
orang-orang yang beriman ! Kalau datang kepada kamu orang jahat membawa berita,
periksalah dengan seksama, supaya kamu ja- ngan sampai mencelakakan suatu kaum
dengan tiada diketahui, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu".
S.Al-Hujurat, ayat 6.
105
|
Maka tidak boleh membenarkan Iblis. Dan jikalau ada disitu
suatu bayangan, yang menunjukkan kepada kerusakan dan mungkin sebaliknya,
niscaya tidak boleh engkau membenarkannya. Karena orang fasik itu
menggambarkan, bahwa ia akan dibenarkan perkhabarannya. Akan tetapi, tidak
boleh bagi engkau membenarkannya. Sehingga seorang yang berbau mulutnya, lalu
didapati padanya bau khamar, tidak boleh ia disiksa. Karena dapat dikatakan,
bahwa mungkin ia telah berkumur-kumur dengan khamar dan diludahinya. Dan ia
tidak meminumnya. Atau dibawa orang kepadanya dengan paksaan. Maka semua itu
-tidak mustahil- dalil yang mungkin. Maka tidak boleh dibenarkan dengan hati
dan berjahat sangka kepada orang muslim dengan yang demikian.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
إن الله حرم من المسلم دمه وماله وأن يظن به ظن السوء
حديث إن الله حرم من المسلم دمه وماله وأن يظن به ظن السوء أخرجه البيهقي في الشعب
(Inna'Ilaaha harrama minal-muslimi damahu wa maalahu wa an
yudhanna bihi dhannas- sau-i).Artinya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala
mengharamkan dari orang muslim, darahnya dan hartanya dan bahwa menyangkakannya
dengan sangkaan jahat(1)
Maka tidak diperbolehkan sangkaan jahat, kecuali dengan apa
yang diperbolehkan harta. Yaitu: penyaksian itu sendiri atau saksi yang adil.
Maka apabila tidak ada seperti yang demikian dan terguris bagi engkau waswas
jahat sangkaan, maka sayogialah engkau menolakkannya dari hati engkau. Dan
engkau menetapkan, bahwa keadaan orang itu pada engkau tertutup, sebagaimana
adanya. Dan bahwa yang engkau lihat dari orang tersebut, mungkin baik dan
mungkin buruk.
Maka jikalau engkau bertanya: "Dengan apa dapat dikenal
ikatan sangka dan keraguan hati yang tergerak didalam dada dan hati yang
berbicara ?". Kami jawab, bahwa ikatan jahatnya sangka itu ialah
berobahnya hati daripada yang sudah-sudah. Lalu hati itu Iari (tidak dekat)
lagi dari hal itu, merasa berat dan lemah daripada memeliharanya, merasa
kehilangan, me- muliakan dan merasa sedih, disebabkan jahat sangka itu. Maka
inilah tanda-tanda ikatan-sangkaan dan mencari bukti-buktinya.Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
ثلاث في المؤمن وله منهن مخرج فمخرجه من سوء الظن أن
لا يحققه حديث ثلاث في المؤمن وله منهن مخرج أخرجه الطبراني
(Tsalaatsun fil-mu'mini wa lahu minhunna makh-rajun, fa
makh-rajuhu min suu-idh-dhanni, an laa yuhaqqiqahu).
(1) Dirawikan AlBaihaqi dari Ibnu Abbas dengan sanad
dia'if.
|
Artinya: Tiga perkara pada orang mu'min, dimana ia
mempunyai jalan keluar dari masing-masing yang tiga perkara itu. Maka jalan
keluar (way out) dari jahat sangka, ialah: bahwa ia tidak mencari bukti-buktinya".(l).
Artinya: ia tidak mencari bukti-buktinya pada dirinya dengan ikatan (ikatan
pada jahat sangka tersebut) dan dengan perbuatan. Dan tidak pula membenarkannya
pada hati dan pada anggota badannya. Adapun pada hati, ialah: dengan berobahnya
hati itu kepada menjauhi (liar hati) dan benci. Adapun pada anggota badan,
ialah: dengan tindakan (perbuatan) yang mengharuskan (menghendaki adanya)
jahat sangka. Dan setan kadang-kadang menetapkan didalam hati itu, dengan
bayangan yang sesedikit-dikitnya, akan jahatnya orang itu. Dan dijatuhkan oleh
setan bisikan kedalam hati, bahwa: yang demikian, adalah termasuk kecerdikan
engkau, kecepatan pemahaman engkau dan kepintaran engkau. Dan sesungguhnya
orang mukmin itu melihat dengan nur (cahaya) Allah Ta'ala. Dan orang mu'min itu
diatas sebenarnya, memperhatikan diatas penipuan dan kezaliman setan.
Apabila diterangkan kepada engkau oleh seorang adil (jujur)
akan sesuatu, lalu cenderung sangkaan engkau kepada membenarkannya, niscaya
dalam hal ini engkau dima'afkan. Karena jikalau engkau mendustakannya, niscaya
engkau penganiaya diatas keadilan (kejujuran) tersebut. Karena engkau telah
menyangka akan kedustaannya. Dan yang demikian, termasuk pula dalam jahat
sangka. Maka tiada sayogialah engkau berbaik sangka dengan seseorang dan
berjahat sangka dengan orang lain. Benar sayogianya engkau memeriksa, adakah
diantara kedua orang tersebut permusuhan, perdeng- kian dan pertengkaran ? Lalu
timbul tuduhan, dengan sebab itu ? Agama menolak kesaksian bapak yang adil
untuk kepentingan anaknya, karena kecurigaan.
Dan agama menolak kesaksian
musuh.(2).
Maka engkau ketika itu dapat menghentikan pikiran (tawaqquf).
Jikalau ia adil, maka jangan engkau benarkan dan jangan engkau dustakan. Akan
tetapi engkau katakan pada diri sendiri: "Orang yang tersebut keadaannya
adalah padaku dalam penutupan Allah Ta'ala dan urusannya adalah terdinding
(terhijab) daripadaku. Dan tinggal seperti yang telah ada, tiada terbuka
sedikitpun dari urusannya bagiku".
Kadang-kadang orang itu, zahiriahnya adil dan tak ada
dengki-mendengki diantaranya dan orang tersebut. Tetapi kadang-kadang termasuk
kebiasaannya, memperkatakan orang lain dan menyebutkan keburukan-keburukan
mereka. Dan ini, kadang-kadang disangka orang itu adil, pada hal ia tidak adil.
Karena orang pengumpat itu adalah orang fasik. Dan jikalau demikian
kebiasaannya, niscaya kesaksiannya ditolak.
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Haritsah bin
An-Nu'man. dengan sanad dla'if.
|
(2) Tentang Agama menolak kesaksian bapak untuk
kepentingan anaknya dan kesaksian seseorang terhadap musuhnya, tersebut pada
hadits yang dirawikan oleh At-Tirmizi dari 'Aisyah r.a. dan oleh
perawi-perawi yang lain (Peny).
|
107
|
Hanya karena banyaknya kebiasaan yang demikian, lalu manusia
mengang- gap mudah urusan pengumpatan. Dan tidak memperdulikan tentang
perperkatakan kehormatan orang banyak.
Manakala terguris dalam hati engkau suatu gurisan jahat
kepada seseorang muslim, maka sayogialah engkau menambahkan pada penjagaannya
dan engkau do'akan kebajikan kepadanya. Sesungguhnya yang demikian memarahkan
setan dan menolaknya daripada engkau. Lalu ia tidak me- lemparkan kepada engkau
gurisan jahat, karena ketakutan dari usaha engkau dengan do'a dan penjagaan.
Manakala engkau mengetahui akan kesalahan seorang muslim
dengan ada alasan, maka nasehatilah dia secara rahasia. Dan jangan engkau
ditipu oleh setan, lalu setan itu, mengajak engkau kepada mengumpatinya. Dan
apabila engkau menasehatinya, maka janganlah engkau menasehatinya, sedang
engkau gembira melihatnya diatas kekurangan itu. Supaya ia memandang kepada
engkau dengan pandangan penghormatan. Dan engkau memandang kepadanya dengan
pandangan penghinaan. Dan engkau meninggi diri dari padanya, dengan melahirkan
nasehat.
Dan hendaklah ada maksud engkau, untuk melepaskannya dari
dosa F Dan engkau merasa sedih, sebagaimana sedihnya engkau atau diri engkau
sendiri, apabila timbul kekurangan atas engkau pada agama engkau. Dan sayogialah
lantaran itu, ditinggalkannya perbuatan dosa itu tanpa nasehat engkau, lebih
engkau sukai, daripada ditinggalkannya dengan nasehat engkau. Apabila engkau
berbuat demikian, niscaya sesungguhnya engkau telah mengumpulkan diantara
pahala nasehat dan pahala sedih dengan musibah yang menimpa orang itu dan
pahala memberi pertofongan kepadanya pada Agama nya.
Termasuk diantara buah jahat sangka itu mengintip-intip.
(at-tajassus). Hati sesungguhnya tidak merasa puas dengan sangkaan saja dan
mencaci hakikat yang sebenaraya. Lalu hati itu berusaha dengan mengintip-intip.
Dan mengintip-intip itu juga dilarang. Allah Ta'ala berfirman:-
(Wa laa tajassasuu wa laa yagh-tab ba'dlukum ba'dlan).
Artinya: "Janganlah kamu mengintip-intip (mencari-cari keburukan orang)
dan janganlah mengumpat satu sama lain".S.Al-Hujurat, ayat 12. Mengumpat,
jahat sangka dan mengintip-intip itu dilarang pada satu ayat tersebut. Arti
mengintip-intip (at-tajassus), ialah: tidak dibiarkan hamba Allah itu
dibawah tabir Allah (ditutup kesalahannya oleh Allah). Lalu di cari jalan
supaya sampai kepada mengetahuinya dan merusakkan tabir tersebut. Sehingga
terbukalah baginya hal-hal, jikalau tertutup, niscaya lebih menyelamatkan hati
dan agamanya. Dan telah kami sebutkan hukum mengintip-intip dan hakikatnya pada
"Kitab Amar Ma'ruf'.
108
|
PENJELASAN: halangan-halangan yang membolehkan mengumpat.
Ketahuilah, bahwa yang membolehkan menyebut keburukan orang
lain, yaitu: suatu maksud yang dibenarkan Agama, yang tidak mungkin sampai
kepada maksud tersebut, selain dengan menyebut keburukan itu. Maka yang
demikian, menolak dosa umpatan. Yaitu: enam perkara. Pertama: penderitaan
kezaliman. Sesungguhnya siapa yang menyebutkan seorang hakim dengan kezaliman,
pengkhianatan dan mengambil uang suap, maka orang tersebut itu pengumpat yang
maksiat, jikalau ia tidak dizalimi. Adapun orang yang dizalimi oleh pihak
hakim, maka ia berhak mengadu kezaliman itu kepada sultan (pemerintah). Dan
dikatakannya hakim itu zalim, karena tidak mungkin ia memperoleh haknya,
kecuali dengan demikian.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
إن لصاحب الحق مقالا
(Inna lishaahibil-haqqi maqaalaa).
Artinya: "Sesungguhnya yang punya hak itu mempunyai
perkataan (berhak berbicara)". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
مطل الغنى ظلم متفق عليه
(Math-lul-ghaniyyi dhulmun).
Artinya: Pertangguhannya orang kaya itu, membayar hutang
suatu kezaliman".^).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لي الواجد يحل عقوبته وعرضه
(Layyul-waajidi yuhillu 'uquubatahu wa 'irdlahu).
Artinya: "Pertangguhan orang yang memperoleh uang (untuk
membayar hutangnya), itu menghalalkan penyiksaannya dan
kehormatannya".(3). Kedua: permintaan bantuan untuk mengobah kemungkaran
dan mengem- balikan orang yang berbuat maksiat, kepada jalan yang baik,
sebagaimana
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah:
|
(3) Dirawikan Abu Daud, An-Nasa-i dan Ibnu Majah dari Asy-Syuraid,
dengan isnad shahih.
|
109
|
dirawikan, bahwa 'Umar r.a. singgah pada 'Usman r.a. Dan ada
yang mengatakan, 'Umar r.a. itu singgah pada Thalhah r.a. Lalu 'Umar r.a. memberi
salam kepadanya, maka tidak dibalasnya salam itu. Lalu 'Umar r.a. pergi kepada
Abubakar r.a. Maka diceriterakannya yang demikian kepada Abubakar r.a. Lalu
pergilah Abubakar r.a. kepada 'Usman r.a. (atau kepada Thalhah r.a. menurut
riwayat yang lain), untuk memperbaiki yang demikian. Dan tidaklah itu
pengumpatan pada para shahabat. Begitu pula ketika sampai berita kepada 'Umar
r.a., bahwa Abu Jundul membuat khamar di negeri Syam (Syria), lalu 'Umar r.a.
menulis surat kepadanya, sebagai berikut:-
Artinya: "Dengan nama Allah yang maha pengasih, lagi
maha penyayang. Haa Mim. Diturunkan Kitab ini dari Allah yang Maha Kuasa dan
Maha Tahu, Pengampun dosa, Penerima tobat, Keras hukuman dan Banyak memberi.
Tiada Tuhan, selain daripada Dia. KepadaNya kesudahan tujuan".
S.Al-Mu'min, ayat 1-2-3.
Maka bertobatlah Abu Jundul. Dan 'Umar r.a. tidak
berpendapat, bahwa apa yang disampaikannya itu pengumpatan. Karena maksudnya,
adalah untuk menentang Abu Jundul pada kemungkaran tersebut. Maka bermanfa'at
baginya nasehat 'Umar r.a. apa yang tidak bermanfa'at baginya nasehat o- rang
lain. Dan sesungguhnya diperbolehkan ini, dengan maksud yang benar. Maka kalau
tidaklah yang demikian dimaksudkan, niscaya adalah haram.
Ketiga: meminta fatwa, seperti dikatakannya kepada
mufti (yang mengeluarkan fatwa): "Aku telah dianiaya oleh bapakku atau oleh istriku atau
oleh saudarakau. Maka bagaimana jalanku pada melepaslan diri?". Dan yang
lebih menyelamatkan itu, dengan kata-kata sindiran (kata-kata yang tidak
langsung), dengan dikatakannya: "Apa katamu tentang orang yang dianiaya
oleh ayahnya atau oleh saudaranya atau oleh isterinya?". Tetapi penentuan,
diperbolehkan sekedar ini. Karena diriwayatkan dari Hindun binti 'Utbah, bahwa
Hindun berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Bahwa Abu Sufyan itu
laki-laki yang kikir. Ia tidak memberikan kepadaku, apa yang mencukupkan bagiku
dan anakku. Apakah aku ambil, tanpa setahunya?".
110
|
Maka Nabi صلى
الله عليه وسلم , menjawab:-
خذي ما يكفيك وولدك بالمعروف
(Khudzii maa yakfiiki wa wala-daki bilma'ruuf)
Artinya: "Ambillah apa yang mencukupkan bagi engkau dan
anak engkau dengan yang baik !".(1).
Hindun menyebutkan kekikiran dan kezaliman terhadap dia dan
anaknya. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . tidak mencegahnya, karena
maksud Hindun, ialah: meminta fatwa.
Keempat: menakutkan orang muslim daripada kejahatan.
Apabila engkau melihat seorang ahli fikh (faqih) sering kali datang kepada
orang yang berbuat bid'ah (mubtadi') atau orang fasik dan engkau takut
menularnya bid'ah dan fasik itu kepada faqih tadi, maka engkau berhak membuka
kebid'ahan dan kefasikan orang tersebut, manakala yang menggerakkan engkau
bertindak demikian, Iantaran takut menjalarnya bid'ah dan fasik. Bukan
lantaran sebab' yang lain.
Dan itu adalah tempat tipu-daya. Karena, kadang-kadang
kedengkianlah yang menjadi penggerak, Dan dikacau-balaukan oleh setan yang
demikian, dengan melahirkan kasih-sayang kepada orang banyak. Begitu pula orang
yang membeli seorang budak. Dan engkau mengetahui bahwa budak itu suka mencuri
atau berbuat fasik atau berbuat kekurangan yang lain. Maka engkau berhak
menyebutkan yang demikian. Karena diamnya engkau itu mendatangkan kerugian bagi
si pembeli. Dan dalam engkau menyebutkan itu, mendatangkan melarat bagi budak
tersebut. Dan pihak sipembeli itu lebih utama dijaga.
Begitu pula al-muzakki (orang yang mengetahui bersih tidaknya
seseorang), apabila ia ditanyakan tentang keadaan seorang saksi, maka si
al-muzakki i- tu boleh mencaci si saksi, kalau diketahuinya bahwa saksi itu
tercela. Begitu pula orang yang diminta pikirannya (al-mustasyar) tentang
perkawinan dan penyimpanan amanah, maka ia boleh menerangkan apa yang diketahuinya,
dengan maksud nasehat kepada orang yang memintanya nasehat (al-mustasyir) itu.
Tidak dengan maksud mencaci. Kalau diketahuinya, bahwa orang tersebut akan
meninggalkan perkawinan dengan semata-mata perkataannya: "Wanita itu tidak
pantas untuk engkau", maka itu yang sewajibnya dan mencukupi. Dan kalau
diketahuinya, bahwa orang tersebut tidak akan meninggalkan perkawinan, kecuali
dengan kata terus-terang dengan kekurangannya, maka bolehlah berkata
terus-terang.
Karena Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda:
أترعوون عن ذكر الفاجر اهتكوه حتى يعرفه الناس اذكروه
بما فيه حتى يحذره الناس
(A tar'auna 'an dzikril-faajirih-tikuuhuu hattaa
ya'rifahun-naasudz-kuruu- huu bi maa fiihi hattaa yahdzarahun-naasu).Artinya:
"Adakah kamu mencegah daripada menyebutkan orang fasik ?
1) Dirawikan AlBukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
|
Bukalah hal-ihwalnya sehingga diketahui oleh manusia !
Sebutkanlah apa yang ada padanya, sehingga ia ditakuti oleh manusia!".(1).
Mereka mengatakan, bahwa tiga macam manusia, tidak ada pengumpatan untuk
mereka. Yaitu: penguasa yang zalim, orang yang berbuat bid'ah dan orang yang
menampakkan kefasikannya.
Kelima: bahwa adalah orang itu terkenal dengan gelaran yang
melahirkan kekurangannya. Seperti: si Pincang dan si Kabur mata. (2).
Maka tidak berdosa orang yang mengatakan: "Dirawikan
oleh Abuz-Zanad, dari Si Pincang (Al-A'raj) dan dirawikan oleh Salman dari Si
Kabur Mata (Al- A'masy)". Dan yang lain-lain yang serupa dengan itu. Para
ulama sudah berbuat demikian, karena pentingnya pengenalan. Dan karena yang
demikian telah terjadi, yang tidak dibenci oleh yang bersangkutan sendiri,
kalau diketahuinya, sesudah menjadi termasyur dengan yang demikian.
Ya, jikalau diperoleh yang sederhana dan mungkin untuk
pengenalan dengan kata-kata yang lain, maka itu lebih utama. Karena itu
dikatakan bagi orang buta (al-a'ma): yang melihat (al-bashir). Karena tukaran
dari nama kekurangan.
Keenam: bahwa orang tersebut menampakkan kefasikannya,
seperti: orang yang menampakkan dirinya seperti wanita, orang yang mempunyai
tempat minuman keras, orang yang menampakkan dirinya meminum khamar dan meminta
harta orang dengan setengah paksa. Dan orang tersebut termasuk orang yang
menzahirkan perbuatannya, dimana ia tidak mencegah untuk disebutkan dan tidak
benci untuk disebutkan dengan demikian. Maka apabila engkau sebutkan pada
orang tersebut, apa yang dizahirkannya, maka engkau tidak berdosa. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
bersatyla:-
من ألقى جلباب الحياء عن وجهه فلا غيبة له
(Man alqaa jilbaabal-hayaa-i 'an wajhihi fa laa ghiibata
lah).
Artinya: "Barangsiapa mencampakkan baju malunya dari
mukanya, maka tiada menjadi pengumpatan baginya".(3).
'Umar r.a. berkata: "Tiada kehormatan bagi orang yang berbuat
maksiat". Yang dimaksud, ialah: orang yang menampakkan kefasikannya, tidak
orang yang menutupkannya. Karena orang yang menutupkannya, harus di- pelihara
kehormatannya.
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban, dalam perawi-perawi yang
lemah.
|
(2) Pincang, dalam bahasa Arab: al-a'raj dan itu gelar Abdurrahman bin
Hurmuz Al-Qura- syi, sahabat Abu Hurairah yang terbesar, wafat di Iskandariah
tahun 117 H. Dan At- A'masy (Kabur Mata) gelar Sulaiman bin Mahran Al-Kufi
(Peny).
|
(3) Maksud hadits ini, orang yang tidak bermalu, maka apa yang dikatakan
kepadanya itu, tidak menjadi umpatan. Dirawikan Ibnu 'Uda dan Abusy-Syaikh
dari Anas, dengan sanad dla'if.
|
112
|
Ash-Shultu bin Thuraif berkata: "Aku bertanya pada
Al-Hasan Al-Bashari: "Laki-laki yang fasik, yang menampakkan
kemaksiatannya, apakah sebutanku kepadanya, dengan apa adanya itu, pengumpatan
kepadanya?". A1 Hasan menjawab: "Tidak'dan tidak'ada kemuliaan bagi
orang itu". Al-Hasan berkata: "Tiga macam manusia, tiada menjadi
pengumpatan bagi mereka.yaitu: orang yang mengikuti hawa-nafsu, orang fasik
yang menampakkan kefasikannya dan imam (penguasa) yang zalim". Maka orang
tiga macam tersebut, dikumpuikan mereka oleh menzahirkan perbuatan itu. Dan
kadang-kadang mereka berbangga diri dengan perbuatan tersebut. Maka
bagaimanakah mereka tiada menyukai yang demikian ? Dan mereka bermaksud
menzahirkannya.
Benar, jikalau disebut apa yang tidak dizahirkannya, maka itu
berdosa. Berkata 'Auf bin Abi Jamilah Al-A'rabi: "Aku masuk ke tempat Ibnu
Sirin. Maka aku perkatakan padanya tentang Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.
Lalu Ibnu Sirin menjawab: "Sesungguhnya Allah menghukum dengan adil. IA
akan menuntut balas untuk Al-Hajjaj dari orang yang mengumpatinya, sebagaimana
IA menuntut balas dari Al-Hajjaj untuk orang dianiayainya. Dan engkau sesungguhnya
apabiia menjumpai Allah Ta'ala besok, niscaya dosa yang paling kecil yang
engkau peroleh. adalah lebih berat atas engkau dari dosa yang paling besar yang
diperoleh oleh Al-Hajjaj".
PENJELASAN: kafarat umpatan.
Ketahuilah, bahwa wajib atas orang yang mengumpat itu
menyesal, bertobat dan merasa sedih diatas perbuatan yang telah diperbuatnya.
Supaya dengan demikian, ia keluar dari hak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian
ia minta pada orang yang diumpatinya, supaya dihalalkannya. Lalu keluarlah ia
daripada menganiayainya. Dan sayogialah untuk meminta dihalalkan itu, dimana ia
dengan keadaan sedih, sangat terharu dan menyesal diatas perbuatannya. Karena
orang yang ria, kadang-kadang meminta dihalalkan, untuk melahirkan dirinya
orang wara', sedang pada batinnya, ia tidak menyesal. Maka ia telah mengerjakan
suatu maksiat Iain. Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Mencukupilah dia
ber-istighfar (meminta ampun Tuhan), tanpa meminta dihalalkan
(dima'afkan)". Mungkin beliau mengambil dalil pada yang demikian, dengan apa
yang dirawikan Anas bin Malik, dimana Anas berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
كفارة من اغتبته أن تستغفر له
(Kaffaaratu mani'gh-tabtahu an tastagh-fira lah).
Artinya: "Kaffarah (pembayar hutang dosa) kepada orang
yang engkau umpati, ialah, bahwa engkau meminta diampuni dosanya (engkau
membaca istghfar bagi dosanya)". (1):
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Harits bin Abi Usamah
dari Anas dengan sanad
|
dla'if.
|
113
|
Mujahid berkata: "Kaffarah engkau makan daging saudara
engkau, ialah, bahwa engkau pujikan dia dan engkau do'akan kebajikan
baginya". Ditanyakan 'Atha' bin Abi Ribah, tentang tobat daripada
mengumpat. Lalu ia menjawab: "Bahwa engkau pergi kepada teman engkau itu,
lalu engkau katakan kepadanya: "Aku berdusta tentang apa yang aku
katakan. Dan aku telah berbuat aniaya dan berbuat jahat kepada engkau, Maka jikalau
engkau mau, engkau ambillah hak engkau. Dan jikalau engkau mau, engkau
ma'afkanlah". Inilah yang lebih benar !.
Kata orang yang mengatakan, bahwa kehormatan tiada gantinya,
maka tiada wajib meminta dihalalkan, kecuali harta, adalah perkataan lemah. Karena
wajib pada kehormatan, hukum qadzaf (hukum karena menuduh orang berzina dan
tidak dapat dikemukakan empat orang saksi). Dan adanya hak menuntut hukum tersebut.
Bahkan pada hadits shahih, diriwayatkan bahwa Nabi
صلى الله عليه وسلم . bersabda:
Artinya: "Barangsiapa ada padanya perbuatan kezaliman
bagi saudaranya, mengenai kehormatan atau harta maka hendaklah ia meminta
dihalalkan dari saudaranya itu, sebelum datangnya hari, dimana disitu tidak ada
dinar dan dirham. Sesungguhnya diambilkan dari kebaikan-kebaikannya. Jikalau ia
tiada mempunyai perbuatan kebaikan, niscaya diambilkan dari perbuatan kejahatan
saudaranya, lalu ditambahkan pada kejahatannya".(l).
'Aisyah r.a. berkata kepada seorang wanita, yang mengatakan
kepada wanita lain, bahwa wanita itu panjang ekor: "Sesungguhnya engkau
telah mengumpatinya, maka mintalah ia menghalalkannya !" Jadi, haruslah
meminta dihalalkan, jikalau sanggup atas yang demikian. Kalau orang yang
diumpati itu berada jauh atau sudah mati, maka sayogialah membanyakkan
istighfar dan do'a kepadanya. Dan meminta banyak kebaikannya.
(I) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
|
114
|
Kalau anda bertanya: Adakah wajib meminta
dihalalkan itu ?"
Maka aku menjawab: tidak ! Karena itu adalah perbuatan berbuat kebaikan
(tabarru'). Dan tabarni' itu suatu keutamaan dan tidak wajib. Akan tetapi
perbuatan yang dipandang baik. Dan jalannya orang yang meminta ma'af itu, bahwa
ia membanyakkan pujian kepada orang yang bersangkutan dan kasih-sayang
kepadanya. Dan selalu ia berbuat demikian, sehingga orang tersebut baik
hatinya. Jikalau tidak juga baik hatinya, maka pemintaan-kema'afannya dan
kekasih-sayangannya itu suatu perbuatan baik yang diperhitungkan baginya, yang
mengimbangi kejahatan, pada hari kiamat. Sebagian ulama terdahulu (ulama
salaf), tidak mau menghafalkan. Sa'id bin Al-Musayyab berkata: "Aku tidak
akan menghalalkan orang yang menganiayai aku". Ibnu Sirin berkata: "Aku tidaklah yang mengharamkan
pengumpatan kepadanya, lalu aku yang menghalalkannya. Sesungguhnya Allah yang
mengharamkan pengumpatan kepadanya. Dan tidaklah aku yang berhak menghalalkan
apa yang diharamkan oleh Allah untuk selama-lamanya".
Kalau anda bertanya: "Apakah artinya sabda Nabi
صلى
الله عليه وسلم .: "Sayogianya bahwa
meminta dihalalkan pengumpatan itu", sedang menghalalkan apa yang
diharamkan oleh Allah Ta'ala itu tidak mungkin ?" Maka kami menjawab:
"Bahwa yang dimaksudkan, ialah meminta ma'af dari perbuatan penganiayaan,
Bukan untuk membalikkan yang haram menjadi halal. Dan apa yang dikatakan Ibnu
Sirin itu baik, pada penghalalan sebelum pengumpatan. Karena sesungguhnya tidak
boleh ia menghalalkan pengumpatan bagi orang lain".
Kalau anda bertanya: "Apa artinya sabda Nabi صلى الله عليه وسلم .:
أيعجز أحدكم أن يكون كأبي ضمضم كان إذا خرج من بيته
قال اللهم إني قد تصدقت بعرضي على الناس
(A ya'jazu ahadukum an yakuuna ka Abii Dlamdlamin, kaana
idzaa kha- raja min baitihi, qaala: allaahumma innii qad tashad-daqtu bi'irdlii
'alan- naas). Artinya: "Adakah seseorang kamu lemah untuk menjadi seperti
Abu Dlamdlam ? Ia apabila keluar dari rumahnya, berdo'a: "Wahai Allah
Tuhanku ! Sesungguhnya aku telah bersedekah dengan kehormatanku kepada manusia".
(1).
Maka bagaimanakah ia bersedekah dengan kehormatan? Orang yang
bersedekah dengan kehormatan, bolehkah diambil ? Jikalau sedekah itu tidak
dilaksanakan, maka apakah artinya menggerakkan perbuatan tersebut ? Maka kami
jawab, bahwa artinya: "Sesungguhnya aku tidak mencari kezaliman pada hari
kiamat daripadanya dan aku tidak bermusuh-musuhan dengan dia". Kalau tidak
demikian, maka pengumpatan itu tidak menjadi halal dan kezaliman itu tidak
gugur daripadanya. Karena itu adalah kema' afan sebelum wajib. Kecuali itu,
adalah janji dan ia berhak bercita-cita me nepati janji, dengan tidak akan
bermusuh-musuhan. Kalau ia kembali dan bermusuh-musuhan, maka perbandingannya
adalah seperti hak-hak yang lain, bahwa ia berhak yang demikian. Bahkan para
ulama fiqh menegas- kan, bahwa barangsiapa memperbolehkan qazaf (tuduhan
berzina), niscaya tidaklah gugur (hilang) haknya, dari hukuman si penuduh zina
itu. Dan ke- zaliman akhirat itu seperti kezaliman dunia.
(1) Dirawikan Al-Bazzar dan Ibnu-sanni dari Anas, dengan
sanad dla'if.
|
115
|
Pada umumnya, kema'afan itu lebih utama. Al-Hasan Al-Bashari
r.a. berkata: "Apabila dikumpulkan segala ummat dihadapan Allah 'Azza wa
Jalla pada hari kiamat, niscaya mereka itu dipanggil: "Hendaklah bangun
berdiri siapa yang mempunyai pahala pada Allah !". Maka tiada yang bangun
berdiri, selain orang-orang yang mema'afkan manusia di dunia. Allah Ta'ala
berfirman:-
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
(Khudzil-'afwa wa'mur bilurfi wa a'ridl'anil-jaahiliin).
Artinya: "Hendaklah engkau pema'af dan menyuruh mengerjakan yang baik dan
tinggalkanlah orang-orang yang tidak berpengetahuan itu". S.A1- A'raf,
ayat 199.
Nabi صلى
الله عليه وسلم . bersabda:-
يا جبريل ما هذا العفو فقال إن الله تعالى يأمرك أن
تعفو عمن ظلمك وتصل من قطعك وتعطي من حرمك
(Yaa-jibriilu ! Maahaadzal-'afwu? Fa qaala:inna'llaaha
Ta'aalaa ya'muruka an ta'fuwa 'am-man dhalamaka wa tashila man qatha'aka wa
tu'thiya man harramaka).Artinya: "Hai Jibril ! Apakah ma'af itu ?".
Lalu Jibril menjawab: "Bahwa Allah Ta'ala menyuruh engkau untuk memberi
ma'af orang yang menganiaya engkau, menyambung (shilaturrahim) dengan orang
yang memutuskan shilaturrahim dengan engkau dan memberikan kepada orang yang
tidak mau (mengharamkan) memberi kepada engkau".(1).
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashari r.a., bahwa seorang
laki-laki berkata kepadanya: "Bahwa si Anu telah mengumpat engkau".
Lalu Al-Hasan mengirimkan satu baki kurma belum kering (ruthab) kepadanya. Dan
ia berkata kepada orang itu: "Telah sampai kepadaku, bahwa engkau telah
menghadiahkan kepadaku, dari kebaikan-kebaikan engkau. Maka aku bermaksud
membalas hadiah engkau kepada engkau. Maka ma'afkan aku, bahwa aku tidak
sanggup membalas kepada engkau dengan sempurna !".
(1) Hadits ini telah diterangkan dulu pada bab tentang:
"Latihan Jiwa".
|
BAHAYA KEENAMBELAS: FITNAH (NAMIMAH).
Allah Ta'ala berfirman :-
هماز مشاء بنميم
(Hammaazin, masysyaa-in binamiim).
Artinya: "Suka mencela, berjalan membuat hasung dan
fitnah". S.Al-Qa- lam, ayat 11.
Sesudah ayat tadi, Allah Ta'ala berfirman:-
عتل بعد ذلك زنيم
('Utullin ba'da dzaalika zaniim).
Artinya: "Berbudi rendah, selain dari itu tak tentu pula
siapa bapanya".S.Al-Qalam, ayat 13.
Abdullah bin Al-Mubarak berkata: "Az-zaniim pada ayat
diatas (yang artinya: tak tentu pula siapa bapanya), ialah anak zina yang
tidak menyembunyikan perkataan". Abdulllah bin Al-Mubarak meng-isyaratkan
dengan yang demikian, bahwa tiap-tiap orang yang tidak menyembunyikan
perkataan dan berjalan kesana-kemari dengan membawa fitnah itu menun- jukkan
bahwa orang itu anak zina, karena difahami dari firman Allah Azza wa Jalla-
ayat 13 tadi-. Az-zaniim itu bapa angkat (ad-da'iyyu).
Allah Ta'ala berfirman:-
ويل لكل همزة لمزه
(Wailun li-kulli humazatin lumazah).
Artinya: "Celaka untuk setiap pengumpat, penista".S.Al-Humazah,
ayat 1. Ada yang mengatakan, bahwa al-humazah (yang diartikan diatas: pengumpat),
ialah: pembawa fitnah (an-nammam).
Allah Ta'ala berfirman:-
حمالة الحطب
(Hammaalatal-hathab).
Artinya: "Pemikul kayu api".S.Al-Lahab, ayat 4.
Ada yang mengatakan, bahwa pemikul kayu api
(hammaalatal-hathab) itu, ialah: pembawa fitnah (nammamah), pembawa perkataan
(dari seorang- keseorang).
Allah Ta'ala berfirman:-
فخانتاهما فلم يغنيا عنهما من الله شيئا
(Fa-khaanataa-humaa, fa lam yugh-niyaa 'anhumaa minal-laahi
syai-aa). Artinya: "maka kedua isteri itu'isteri Nabi Nuh dan istri Nabi
Luth) berkhianat kepada kedua (suaminya). Karena itu kedua suaminya tiada
dapat memberikan pertolongan sedikit juapun kepadanya terhadap hukuman Allah".At-Tahrim,
ayat 10.
Ada yang mengatakan, bahwa istri Luth menerangkan dengan
kedatangan tamu dan istri Nuh, menerangkan bahwa Nabi Nuh itu orang gila.
لا يدخل الجنة نمام
(Laa yadkhulul-jannata nammaam).
Artinya: "Tidak akan masuk sorga pembawa fitnah".
(1).
Pada hadits lain, yaitu:-
لا يدخل الجنة قتات
(Laa yadkhulul-jannata qattaat).
Artinya: "Tidak akan masuk sorga qattaat (tukang
fitnah)". Qattaat, yaitu: nammaam (pembawa fitnah). Abu Hurairah berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
أحبكم إلى الله أحاسنكم أخلاقا الموطئون أكنافا الذين
يألفون ويؤلفون وإن أبغضكم إلى الله المشاءون بالنميمة المفرقون بين الإخوان
الملتمسون للبرءاء العثرات
(Ahabbukum ilal-laahi ahaasinu-kum akhlaaqaa.
Al-Muwath-tha-uuna ak- naafaa, al-ladziina ya'lafuuna wa yu'lafuun. Wa inna
ab-ghadla-kum ila'lla- hil-masy-syaa-uuna bin-namiimatil-mufarri-quuna
bainal-ikhwaanilmultami - suuna lil-buraa-il-'atsaraat) Artinya:
"Yang paling dikasihi oleh Allah diantara kamu, ialah: mereka yang baik
akhlak (tingkah-laku), yang merendahkan sayapnya (merendah kan diri), yang suka
dengan orang dan yang disukai orang. Dan yang paling dimarahi oleh Allah,
ialah: mereka yang pergi membawa fitnah, yang mencerai-beraikan diantara sesama
saudara dan mencaci orang yang tidak bersalah akan kesalahannya".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Apakah tidak aku
terangkan kepadamu akan orang yang paling jahat daripada kamu?". Para
shahabat menjawab: "Belum !". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Mereka yang berjalan kesana-kemari membawa fitnah, mereka yang membuat
kerusakan diantara sesama teman dan mereka yang mencari kekurangan pada orang
yang tidak bersalah".(3). Abu Dzar Al-Ghaffari r.a. berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
من أشاع على مسلم كلمة ليشينه بها بغير حق شانه الله
بها في النار يوم القيامة
(Man asyaa'a 'alaa muslimin kalimatan li-yasyiinahu bihaa bi
ghairi baqqin syaa-nahu'llaahu bi haa fin-naari yaumal-qiaamati).
(1)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Hudzaifahi
|
(2)
|
Dirawikan Ath-Thabrani dari
Abu Hurairah. Hadits ini telah diterangkan dulu pada "Adab
Persahabatan".
|
(3)
|
Dirawikan Ahmad dari Abi
Malik Al-Asy'ari. Hadits ini telah diterangkan dahulu.
|
Artinya: "Barangsiapa menyiarkan terhadap orang muslim
suatu perkataan, untuk memalukanhya dengan tidak sebenarnya, niscaya ia akan
diberi- malu oleh Allah dalam neraka pada hari kiamat".(1). Abud-Darda'
berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Laki-laki
manapun, yang menyiarkan terhadap seseorang, suatu perkataan, dimana orang itu
teriepas (tiada tersangkut dengan perkataan tersebut), untuk memalukan- nya di
dunia, niscaya berhak Allah menghancurkan laki-laki itu pada hari kiamat dalam
api neraka".(2).
Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa menjadi saksi terhadap seorang muslim, dengan kesaksian,
dimana ia tidak mempunyai keahlian mengenai kesaksian tersebut, maka ia telah
menyedi- akan tempat duduknya dari api neraka".(3).
Ada yang mengatakan: bahwa sepertiga siksaan kubur itu dari
perbuatan fitnah.
Dari Ibnu 'Umar, yang mendengar dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., yang
bersabda: "Sesungguhnya tatkala Allah telah men jadikan sorga, lalu
berfirman kepada sorga itu: "Berbicaralah !". Maka sorga itu berkata:
"Berbahagialah siapa yang masuk kepadaku".
Lalu berfirman Allah Yang Maha Perkasa, Yang Maha Mulia
Kebesaran- Nya: "Demi kemulianKu dan keagunganKu ! Tiada akan menempati
pada engkau, delapan golongan manusia: tiada akan menempati engkau, orang yang
setalu minum khamar, yang selalu berzina, yang qattaat, yaitu: pembawa fitnah
( nammaam), yang mengepalai peperangan (dayyuts), pengawal penguasa, orang yang
berbuat seperti wanita, yang memutuskan shilaturra- him dan orang yang berkata:
"Atas diriku janji Allah, kalau aku tidak berbuat demikian dan demikian.
Kemudian ia tidak menepati perkataannya itu". (4).
Dirawikan Ka'bul-Ahbar, bahwa kemarau telah menimpa atas kaum
Bani Israil. Lalu Nabi Musa a.s. meminta hujan berkali-kali. Tetapi tidak juga
diturunkan hujan kepada mereka. Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Musa:
"Sesungguhnya AKU tiada menerima do'a engkau dan do'a orang-orang bersama
engkau, dimana pada engkau itu ada nammaam (pembawa fitnah), yang berkekalan
berbuat fitnah". Maka Musa berdo'a: "Wahai Tuhanku ! Siapakah orang
itu ? Tunjukkan- lah kepadaku, pembuat fitnah itu ! Sehingga aku dapat
mengeluarkannya dari kalangan kami".
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Dzar.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abud-Darda,
hadits mauquf.
|
(3) Dirawikan Ahmad dan Ibnu Abid-Dun-ya dari
Abu Hurairah.
|
(4) Menurut keterarigan Al-Iraqi, ia belum
pernah melihat hadits, yang demikian bunyi se- iengkapnya. Tetapi dengan
kalimat-kalimat lain, yang tersusun dalam beberapa hadits yang pendek-pendek,
yang perawinya lain-lain.
|
119
|
Tuhan berfirman: "Hai Musa ! Aku melarang
kamu dari namimah dan Aku adalah nammaam!".Maka bertobatlah mereka semua.
Lalu diturunkan hujan kepada mereka.
Diceriterakan, bahwa seorang laki-laki mengikuti seorang ahli
ilmu hikmah (filosuf) dalam perjalanan tujuhratus farsakh (satu farsakh adalah
tiga mil), mendengar tujuh kalimat. Tatkala ia datang dihadapan filosuf
tersebut, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku datang kepada engkau, karena
ilmu yang diberikan oleh Allah Ta'ala kepada engkau. Terangkanlah kepadaku dari
hal langit dan apa yang lebih berat dari langit. Tentang bumi dan apa yang
lebih luas dari bumi. Tentang batu dan apa yang lebih kesat dari batu. Tentang
api dan apa yang lebih panas dari api.
Tentang bulan dan apa yang lebih sejuk dari bulan. Tentang
Iaut dan apa yang lebih kaya dari laut. Dan tentang anak yatim dan apa yan
lebih hina dari anak yatim".
Filosuf tadi menjawab: "Berkata bohong terhadap orang yang tak
bersalah itu, lebih berat dari langit. Kebenaran itu lebih luas dari bumi. Hati
yang qani' (merasa cukup apa yang ada) itu, lebih kaya dari laut. Loba dan
dengki itu lebih panas dari api. Keperluan kepada kerabat, apabila keperluan
tersebut belum berhasil itu, lebih dingin dari bulan. Hati orang kafir itu
lebih kesat dari batu. Dan pembuat fitnah, apabila jelas keadaannya itu, lebih
hina dari anak yatim".