Kitab Rahsia2 Puasa
كتاب أسرار الصوم
وهو الكتاب السادس من ربع العبادات
KITAB RAHASIA-RAHASIA PUASA
Segala
pujian bagi Allah yang telah menganugerahkan kebaikan yang amat besar kepada
segala hambaNya, dengan menolakkan tipuan dan kecerdikan setan daripada mereka.
Dan menolakkan harapan dan mengecewakan sangkaan dari setan itu. Karena Allah
telah menjadikan puasa suatu benteng dan kota pertahanan bagi segala auliaNya.
Dan membukakan bagi mereka dengan puasa itu segala pintu sorga. Serta
memperkenalkan kepada mereka, bahwa jalan setan kedalam hati segala auliaNya,
ialah nafsu yang telah teguh kuat. Dan dengan mencegah segala hawa nafsu itu,
maka menjadilah jiwa yang aman tenteram, menampak keperkasaannya dalam
menbasmikan musuh nya yang teguh cita-citanya. Dan selawat kepada Muhammad,
pemimpin segala makhluk dan yang mempersiapkan sunnah (jalan yang akan
ditempuh). Dan kepada kaum keluarga dan para sahabatnya, yang mempunyai
pandangan mata yang tembus dan akal pikiran yang kokoh kuat. Kiranya Allah
mencurahkan keselamatan yang sebanyak-banyaknya kepada mereka! Kemudian dari
itu, bahwa puasa adalah seperempat iman, menurut sabda Nabi saw.
الصوم نصف الصبر
(Ash-shaumu
nishfush-shabri). Artinya: "Puasa itu setengah sabar". (1). Dan
menurut sabdanya lagi:الصوم نصف الصبر (Ash-shabni
nishful iimaan). Artinya: "Sabar itu setengah iman". (2).
1.Dirawikan At Tirmidzi dari seorang laki-laki dari suku Bani Salim.
Dan Ibnu Majah dari Abi.Hurairah.
|
2.Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu Mas'ud dengan sanad baik.
|
Kemudian, puasa itu memperoleh kedudukan yang istimewa, dengan disandarkan kepada Allah Ta'ala, bila dibandingkan dengan rukun-rukun Islam lainnya. Karena firman Allah Ta'ala, menurut yang diceritakan Nabi صلى الله عليه وسلم.: كل حسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف إلا الصيام ، فإنه لي وأنا أجزي به
(Kullu
hasanatin bi-'asyri amtsaalihaa ilaa sab'-i-mi-'ati dli'-fin illash shiyaamu
fainnahuulii wa ana ajzii bih).Artinya: 'Tiap-tiap perbuatan baik,pahalanya
sepuluh kali, sampai kepada tujuh ratus kali, selain daripada puasa. Maka puasa
itu adalah bagiKu dan Aku akan membalasnya (1).
Berfirman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati teguh (sabar) itu akan dibayar pahalanya dengan tiada terbatas". (S. Az-Zumar, ayat 10).
Berfirman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati teguh (sabar) itu akan dibayar pahalanya dengan tiada terbatas". (S. Az-Zumar, ayat 10).
Dan puasa itu, adalah setengah (nishfu) sabar. Maka pahalanya melampaui undang-undang penentuan dan penghitungan. Cukuplah bagi anda untuk mengetahui kelebihannya, akan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Demi Allah yang jiwaku didalam tanganNya! Sesungguhnya bau busuk mulut orang yang berpuasa, akalah lebih harum pada sisi Allah daripada bau kesturi. Berfirman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang yang berpuasa itu meninggalkan hawa nafsu, makanan dan minuman karenaKu. Maka puasa itu untukKu dan Aku akan membalasinya". (2).
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.: للجنة باب
يقال له الريال لا يدخله إلا الصائمون وهو موعود بلقاء الله تعالى في جزء صومه "Sorga
itu mempunyai sebuah pintu, yang dinamakan "Ar-Rayyan", yang tidak
memasuki pintu itu, selain orang-orang yang berpuasa. Dan dijanjikan dengan
menjumpai Allah Ta'ala pada balasan puasanya". (3).
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.للصائم فرحتان : فرحة عند إفطاره ، وفرحة عند
لقاء ربه "Orang
yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan: kesenangan ketika berbuka dan
kesenangan ketika berjumpa denga Tuhannya". (4).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: 'Tiap-tiap sesuatu itu mempunyai pintu. Dan pintu ibadah ialah puasa". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Tidur orang yang berpuasa itu ibadah".
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi صلى الله
عليه وسلم bersabda: "Apabila masuk bulan Ramadlan, maka
terbukalah segala pintu sorga dan terkuncilah segala pintu neraka dan
dirantaikan segala setan. Dan berserulah seorang penyeru: "Wahai orang
yang ingin berbuat kebajikan! Marilah kamu! Wahai orang yang ingin berbuat
kejahatan! Hentikanlah dari kejahatan itu!" (5).
1. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. 2. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim, sebagian dari hadits yang lalu. 3. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Saad. 4. Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah. 5. Dirawikan Al Tirmidzi dan katanya, hadits gharib. |
Berkata Waki tentang firman Allah Ta'ala: "Kuluu wasyrabuu hanii-an-bimaa aslaftum fil-ayyaamil khaaliyah". Artinya: "Makan dan minumlah dengan penuh kepuasan, disebabkan (perbuatan baik) yang telah kamu kirimkan lebih dahulu dihari yang lampau".—S. Al-Haqqah, ayat 24, adalah yang dimaksudkan dengan hari yang lampau itu, ialah hari-hari puasa. Karena mereka telah meninggalkan padanya makan dan minum.
Telah
dikumpulkan oleh Rasulu'Iah صلى الله عليه وسلم.
dalam tingkatan membanggakan, diantara zuhud didunia dan puasa, dengan
sabdanya: "Bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan pada para
malaikatNya dengan seorang pemuda yang beribadah banyak dengan firmanNya:
"Wahai pemuda yang meninggalkan hawa nafsunya karenaKu, yang menyerahkan
kemudaannya bagiKu! Engkau pada sisiKu adalah seperti sebahagian para
malaikatKu". (1).
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم. tentang orang yang berpuasa: "Berfirman Allah
'Azza wa Jalla: "Lihatlah wahai para malaikatKu kepada hambaKu yang
meninggalkan hawa nafsunya, kesenangannya dan makan minumnya dari
karenaKu".
Ada
yang mengatakan tentang firman Allah Ta'ala:
فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(Falaa
ta'-lamu nafsun-maa ukhfia lahum min qurratt a'yunin jazaa-an bimaa kaanuu
ya'-maluun).Artinya: "Seorangpun tiada mengetahui cahaya mata yang
disembunyikan untuk mereka, sebagai pembalasan apa yang telah mereka
kerjakan".—S. As-Sajadah, ayat 17, bahwa amalan mereka itu, ialah puasa.
Karena Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati teguh
(sabar) itu akan dibayar cukup pahalanya dengan tiada terbatas".
(S.Az-Zumar, ayat 10). Maka dituangkan bagi orang yang berpuasa, pembalasannya dan
dilebihkan dengan kelebihan tanpa takaran. Dan yang demikian itu tidak masuk
dibawah sangkaaan dan taksiran.
Maka layaklah adanya yang demikian itu! Karena puasa adalah untukNya dan itu tanda kemuliaan, dengan disangkutkan kepadaNya. Meskipun ibadah itu seluruhnya, adalah untukNya, sebagaimana dimuiiakan sebuah rumah (al-bait), dengan disangkutkan kepadaNya (Baitu'llah), pada hal bumi seluruhnya kepunyaanNya, adalah karena dua pengertian: Pertama: bahwa puasa itu mencegahkan dan meninggalkan. Dan pada puasa itu sendiri ada rahasia. Tak ada padanya perbuatan yang terlihat. Sedang segala amalan ta'at adplah dengan dipersaksikan dan dilihat oleh orang ramai. Dan puasa itu tiada yang melihatnya selain AHah Azza wa Jalla.Dari itu, puasa adalah amalan pada batin dengan kesabaran semata-mata.
1.Dirawikan Ibnu Uda dari Ibnu Mas'ud, dengan sanad dla'if
|
Kedua: bahwa puasa itu adalah paksaan bagi musuh Allah 'Azza wa Jalla. Sesungguhnya jalan bagi setan-dikutuk oleh Allah dia kiranya-ialah hawa-nafsu. Dan hawa-nafsu itu kuat dengan makan dan minum. Karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
إن الشيطان ليجري من ابن آدم
مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع
(Innasy-syai
thaana layajri minibni Aadama majraddami fadlayyiquu majaariyahu
bil-ju).Artinya:'Bahwa setan berjalan dari anak Adam pada tempat jalan
darahnya. Maka sempitkanlah tempat jalannya dengan.lapar". (1)
Karena itu, bersabda Nabi صلى
الله عليه وسلم. kepada 'A'-isyah
r.a:, داومي قرع باب الجنة Terus
meneruslah mengetuk pintu sorga!" Bertanya 'A'-isyah r.a: : بماذا "Dengan apa?" Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم: بالجوع "Dengan lapar!" (2). Dan akan datang
keutamaan lapar pada Kitab Kelobaan Makanan Dan Mengobatinya, dari bahagian
(rubu'): Yang Membinasakan. Tatkala puasa itu khususnya adalah pencegahan bagi
setan, penghambatan bagi tempat-tempat yang dilaluinya, penyempitan bagi
tempat-tempat yang ditempuhnya, maka berhaklah puasa itu dikhususkan
penyangkutannya kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Maka
pada mencegah musuh Allah itu, adalah menolong (agama) Allah s.w.t. Dan menolong
Allah Ta'ala adalah terhenti kepada menolongNya.
Berfirman Allah Ta'ala:
Berfirman Allah Ta'ala:
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ
يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
(In
tanshurUllaaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum). Artinya: "Kalau kamu
menolong Allah (agamaNya) tentu Allah akan menolong kamu pula dan mengokohkan
tegakmu". (S. Muhammmad, ayat 7).Maka
permulaannya, adalah dengan perjuangan dari hamba dan pembalasan dengan
petunjuk daripada Allah 'Azza wa Jalla. Karena itulah, berfirman 'Allah Ta'ala:
(walladziina
jaa haduu fiina lanah diyannahum subulanaa).Artinya: "Dan orang-orang yang
berjuang dalam (urusan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan
Kami". (S. Al-Ankabut, ayat 69)
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Shafiyah. 2.Menurut Al-lraqi, beliau tidak pernah menjumpai hadits ini. |
Dan
berfirman Allah Ta'ala: إن الله لا يغير ما بقوم حتى
يغيروا ما بأنفسهم "Sesungguhnya
Allah tiada merobah keadaan sesuatu kaum, sebelum mereka merobah keadaan diri
mereka sendiri". (S. Ar-Ra'd, ayat 11).Dan
bahwasanya perubahan itu ialah: pembanyakan, hawa nafsu. Maka hawa nafsu adalah
tempat bersenang-senang dan tempat menjaga diri setan-setan. Maka selama
hawa-nafsu itu subur niscaya tidak putus-putus lah setan-setan itu
pulang-pergi. Dan selama mereka pulang-pergi, niscaya tidak terbukalah bagi
hamba akan kebesaran Allah s.w.t. Dan adalah ia terdinding daripada
menjumpaiNya.
Bersabda
صلى الله عليه وسلم.:لولا أن الشياطين يحومون على قلوب بني آدم لنظروا إلى
ملكوت السموات "Jikalau
tidaklah setan-setan itu berkeliling diatas hati anak Adam, niscaya anak-anak
Adam itu melihat kealam malakut yang tinggi". (1). Maka dari segi ini,
jadilah puasa itu pintu ibadah dan benteng. Dan apabila besar kelebihannya
sampai kepada batas ini, maka tak boleh tidak daripada menerangkan
syarat-syarat, yang dhahir dan yang batin dengan menyebutkan rukun-rukun,
sunat-sunat dan syarat-syaratnya yang batin. Dan kami terangkan yang demikian
itu, dengan tiga pasal.
1.Dirawikan Ahmad Dari Abu Hurairah
|
PASAL PERTAMA: mengenai yang wajib dan sunat, yang dhahir serta yang harus dengan merusakkan puasa. Adapun wajib yang dhahir, enam perkara:
Pertama:
mengintip permulaan bulan Ramadlan. Dan yang demikian itu dengan melihat bulan
(ru'yah). Jikalau mendung, maka disempurnakan tiga puluh hari daripada bulan
Sya'ban. Dan kami maksudkan dengan ru'yah, ialah mengetahuinya. Dan hasil yang
demikian itu dengan dikatakan oleh seorang 'adil. Dan tidaklah tetap permulaan
bulan Syawal (hilal Syawal), melainkan dengan dikatakan oleh dua orang 'adil.
Karena menjagakan (ihtiath)ibadah. Siapa yang mendengar dari seorang 'adil dan
ia percaya perkataannya itu, serta berat sangkanya benar, maka haruslah ia
berpuasa, walaupun kadli (penguasa atau pejabat Agama) tidak menjalankannya.
Maka hendaklah masing-masing hamba mengikuti tentang ibadahnya menurut berat
dugaannya (dhannya). Apabila dilihat bulan disebuah negeri dan tidak dilihat
dinegeri yang lain dan diantara kedua negeri itu, jauhnya kurang dari dua
marhalah, maka wajiblah puasa atas semuanya. Dan kalau lebih dari dua marhalah,
niscaya bagi masing-masing negeri itu, hukumnya sendiri. Dan tidaklah kewajiban
berpuasa itu, melampaui kepada negeri yang tidak melihat bulan.
Kedua:
niat. Dan tak boleh tidak bagi tiap-tiap malam, berniat diwaktu malam
(mubayyatah) yang tentu, lagi yakin. Kalau diniatkan berpuasa bulan Ramadlan
sekali niat niscaya tidak mencukupi. Dan itulah yang kami maksudkan dengan
perkataan kami: tiap-tiap malam. Dan kalau diniatkan pada siang hari, niscaya
tidak memadai bagi puasa Ramadlan dan puasa fardlu lainnya, kecuali bagi puasa
sunat. Dan itulah kami maksudkan dengan perkataan kami: diwaktu malam
(mubayyatah). Kalau diniatkan berpuasa secara mutlak atau diniatkan fardlu
secara mutlak, niscaya tidak memadai. Berniatlah: fardlu daripada Allah Azza wa
Jalla puasa Ramadlan.
Kalau
diniatkan pada malam diragukan (malam syak, apakah ia masih bulan Ramadlan),
akan berpuasa besok, jikalau ia dari bulan Ramadlan, niscaya tidak memadai.
Karena malam syak itu, tidak yakin. Kecuali disandarkan niatnya kepada
perkataan seorang saksi yang 'adil. Dan kemungkinan salah atau bohongnya saksi
itu, tidaklah membatalkan keyakinan. Atau disandarkan kepada penyertaan suatu
keadaan seperti syak hati pada malam penghabisan dari pada Ramadlan. Maka yang
demikian itu, tidak mencegah keyakinan niat. Atau disandarkan kepada ijtihad,
seperti orang yang ditahan didalam lubang tanah, apabila berat dugaannya akan
masuknya Ramadlan dengan ijtihadnya. Maka keraguannya itu tidaklah mencegahnya
daripada niat. Manakala ia ragu pada malam syak, niscaya tidak bermanfa'at akan
yakinnya niat denga lisan. Karena niat itu, tempatnya hati dan tidaklah
tergambar keteguhan maksud serta keraguan itu. Sebagaimana kalau ia mengatakan
dipertengahan bualan Ramadlan: Saya akan puasa esok hari, jika besok itu
daripada bulan Ramadlan. Maka yang demikian itu, tidak memberi melarat
kepadanya, karena itu merupakan keraguan kata-kata. Dan tempat niat tidaklah
tergambar padanya keraguan. Tapi ia yakin, bahwa esok itu daripada bulan
Ramadlan.
Siapa
yang meniatkan pada malam hari, kemudian ia makan, maka tidaklah merusakkan
niatnya. Kalau berniat seorang wanita didalammasa berkain kotor, (didalam
haid), kemudian ia suci (habis haidnya), sebelum terbit fajar, niscaya sahlah
puasanya.
Ketiga:
menahan diri daripada menyampaikan sesuatu kedalam rongga, dengan sengaja,
serta teringat puasa. Maka rusaklah puasa dengan makan, minum, memasukkan sesuatu
dalam hidung dan memasukkannya dalam lobang dubur (tempat keluar air besar).
Dan tidaklah rusak puasa dengan membetik, berbekam, bercelak, memasukkan alat
pemakaian celak kedalam telinga dan kedalam al-ihlil (tempat keluar air kecil
dari laki-laki atau lobang kecil dari tempat keluar susu wanita). Kecuali
diteteskan kedalam al-ihlil, sesuatu yang sampai ketempat air kecil dari
seseorang.
Dan
apa yang sampai kedalam rongga badan, tanpa sengaja, dari debu jalan atau lalat
yang masuk kedalam rongganya atau apa yangmasuk kedalam rongganya dalam
berkumur-kumur, maka tidaklah membukakan puasa. Kecuali apabila ia bersangatan
dalam berkumur-kumur, maka membukakan puasa. Karena ia teledor salah sendiri.
Dan itulah yang kami maksudkan dengan perkataan kami: sengaja.
Adapun
teringat puasa, maka kami maksudkan, diluar dari orang yang lupa. Maka tidaklah
membukakan puasa bagi orang yang tupa. Orang yang makan dengan sengaja pada dua
tepi siang, kemudian ternyata baginya, bahwa ia telah makan pada siang hari
dengan sebenarnya, maka haruslah ia meng-qadla-kan puasa itu. Dan jikalau masih
dalam hukum dhan dan ijtihadnya, maka tidak wajib qadla. Dan tidak seyogialah
memakan pada dua tepi siang, selain dengan memperhatikan dan ijtihad.
Keempat;
menahan diri daripada bersetubuh. Dan batas bersetubuh ialah masuknya ujung
kemaluan laki-laki (al-hasyafah). Jikalau bersetubuh karena lupa maka tidak
membukakan puasa. Jika
bersetubuh pada malam hari atau bermimpi (ber-ihtilam), lalu datang waktu subuh
sedang ia berjanabah (berhadats-besar) itu, maka tidak membukakan puasa. Dan
kalau terbit fajar, dimana ia sedang bercampur dengan isterinya, lalu terus
dilariknya, sahlah puasanya. Tetapi jika ia bertahan, niscaya rusaklah puasanya dan wajib ia memberikan kafarat
puasa.
Kelima:
menahan diri daripada mengeluarkan mani (al-istimna'). Yaitu mengeluarakan mani
dengan sengaja, dengan bersetubuh atau tanpa bersetubuh. Maka yang demikian itu
membukakan puasa. Dan tidaklah membukakan puasa dengan memeluk isterinya dan
tidak pula dengan tidur bersama, selama tidak inzal (keluar mani karena
dorongan syahwat). Tetapi yang demikian itu makruh, kecuali ia orang tua atau
dapat mengendalikan dirinya. Maka dalam hai yang demikian, tidak mengapa
berpelukan. Dan meninggalkannya, adalah lebih utama. Apabila ia takut dari
berpelukan akan inzal, maka berpeluk ia dan keluarlah maninya maka yang
demikian itu membukakan pjiasa,karena salahnya sendiri (taqshir)
Keenam:
menahan diri daripada mengeluarkan muntah. Maka mengeluarkan muntah itu,
merusakkan puasa. Dan jika termuntah, maka tidaklah merusakkan puasanya.
Apabila ia menelan dahak dari kerongkongannya atau dadanya, niscaya tidaklah
merusakkan puasanya. Karena merupakan suatu kelapangan (rukhshah), lantaran
meratanya bahaya yang demikian itu. Kecuali ditelannya, setelah sampai
kemulutnya, maka yang demikian itu membukakan puasa.
Adapun
yang harus dilaksanakan dengan terbukanya puasa itu, empat perkara:
men-qadlakan, memberi kafarat, memberi fid-yah dan menahan diri pada siang hari
itu, untuk nenyerupakan diri dengan orang yang berpuasa.
Tentang
qadla, maka wajibnya adalah umum atas tiap-tiap muslim mukallaf, yang
meninggalkan puasa dengan halangan ('udzur) atau tanpa halangan.
Wanita
yang berkain kotor (ber-haidl), meng-qadla-kan puasa. Dan begitu pula orang
yang murtad (orang yang keluar dari agama Islam, kemudian kembali kedalam
Islam, maka haruslah meng-qadlakan puasanya). Adapun orang kafir, anak dibawah
umur dan orang gila, maka tak adalah qadla diatas mereka. Dan tidaklah
disyaratkan berturut-turut dalam neng-qadla-kan puasa Ramadlan. Tetapi
di-qadla-kan menurut kehendak dari yang meng-qadla-kan, bercerai-cerai atau
berkumpul berturut-turut. Tentang kafarat, maka tidak wajib, kecuali disebabkan
oleh bersetubuh. Adapun mengeluarkan mani, makan, minum dan. selain daripada
bersetubuh, maka tidaklah wajib kafarat.
Kafarat,
ialah memerdekakan seorang budak. Jika sukar, maka berpuasa dua bulan
berturut-turut. Dan jika tidak sanggup, maka memberikan makanan enam puluh
orang miskin, satu mud (secupak) untuk seorang. Tentang menahan diri dari siang
hari itu yang masih ada, maka haruslah terhadap orang yang berdosa dengan
berbuka itu atau bersalah pada berbuka. Dan tidaklah harus atas wanita yang
berhaid, apabila datang sucinya,
menahan diri dari sisa harinya itu. Dan tidak pula atas orang musafir, apabila
tiba kembali dari bermusafir yang sampai dua marhalah itu dalam keadaan berbuka
(tidak berpuasa).
Dan
wajiblah menahan diri, apabila naik saksi melihat bulan, seorang adil pada
hari-syak. Berpuasa dalam bermusafir adalah lebih utama daripada berbuka,
kecuali apabila tidak sanggup. Dan jangan berbuka pada hari keluar bermusafir,
dimana ia tadinya bermukim pada permulaan safarnya (perjalanannya). Dan jangan
pula berbuka pada hari kedatangan kembali, apabila ia datang dari perjalan itu
dengan berpuasa.
Tentang
fid-yah, maka wajiblah atas wanita hamil dan wanita yang menyusukan, apabila
keduanya berbuka, lantaran takut membawa melarat kepada anaknya. Fid-yah itu
diwajibkan untuk tiap-tiap hari satu mud gandum (atau beras) untuk seorang
miskin, serta meng-qadta-kannya. Dan orang yang sudah terlalu tua, apabila
tidak berpuasa, maka bersedekah tiap-tiap hari satu mud.
Adapun
sunat, maka enam perkara: mengemudiankan sahur, menyegerakan berbuka dengan
tamar atau air sebelum shalat, meninggalkan menggosok gigi(bersugi) sesudah
zawal (gelincir matahari), bermurah hati didalam bulan Ramadlan, karena
keutamaan-keutamaan yang telah diterangkan pada zakat dahulu. Bertadarus
AI-Quran dan ber-i'tikaf dalam masjid, lebih-lebih pada sepuluh yang akhir
daripada bulan Ramadlan. Karena yang demikian, adalah kebiasaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
"Adalah Rasul صلى الله عليه وسلم. apabila masuk sepuluh yang akhir, lalu melipatkan tikar,
mengikatkan pinggang dan telah membiasakan dirinya dan keluarganya yang
demikian (untuk melakukan ibadah)". (1). Artinya: berkekalan menegakkan ibadah.
Karena
pada sepuluh yang akhir itu, terdapat malam Lailatul-qadar. Dan yang lebih
kerap-kali, Lailatul-qadar itu pada malam yang ganjil dari sepuluh yang akhir.
Dan malam yang ganjil yang lebih mendekati, ialah malam satu (21), malam tiga
(23), malam lima (25) dan malam tujuh (27). Dan berturut-turut dalam
ber-i'tikaf ini adalah lebih utama. Jika bemadzar (berhajat) akan mengerjakan
i'tikaf berturut-turut atau meniatkan berturut-turut, niscaya putuslah
berturut-turutnya dengan. keluar dari masjid, tanpa ada kepentingan. Seperti
kalau ia keluar untuk berkunjung pada orang sakit (iyadah) atau menjadi saksi
atau mengantarkan janazah (mayat) atau berziarah atau membaharukan bersuci. Dan
jikalau keluar untuk membuang air, niscaya tidak putus i'tikaf. Dan boleh ia
berwudlu' dirumah dan tidak seyogianya ia meningkat kepada urusan lain.
"Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. tidak keluar, kecuali untuk keperluan manusia (membuang air
besar atau air kecil). Dan ia tidak menanyakan dari hal orang sakit, kecuali
melaluinya saja". (2).
1.Dirawikan
Bukhari dan Muslim dari Aisyah
2.Dirawikan Bukhari dan Muslim Dari Aisyah
|
Dan putuslah berturut-turut, disebabkan bersetubuh. Dan tidak putus dengan berpeluk. Dan tidak mengapa didalam masjid memakai bau-bauan, melakukan perkawinan ('aqad-nikah), makan. tidur dan membasuh tangan pada tempat basuh tangan, Semuanya ini kadang-kadang diperlukan dalam melakukan i'tikaf berturut-turut itu. Dan tidak terputus berturut-turut dengan mengeluarkan sebahagian badan. "Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. mendekatkan kepalanya, lalu disisirkan rambutnya oleh 'A'isyah r.a., sedang 'A'isyah berada didalam kamar". (2). Manakala orang yang melakukan i'tikaf (mu'takif) itu, keluar untuk menunaikan keperluannya (melakukan qadla-hajat, membuang airbesar atau airkecil), lalu apabila ia kembali seyogialah mengulang kembali niatnya. Kecuali apabila ia telah berniat pada mulanya, sepuluh hari umpamanya. Meskipun begitu, yang lebih baik, niat itu diperbarui.
PASAL KEDUA: mengenai rahasia-rahasia puasa dan syarat-syarat
batiniyahnya.
Ketahuilah.
bahwa puasa itu tiga tingkat: puasa umum, puasa khusus dan puasa yang khusus
dari khusus (lebih khusus lagi). Adapun puasa umum. maka yaitu mencegah perut dan kemaluan
dari pada memenuhi keinginannya. sebagaimana telah lalu penguraiannya. Adapun puasa khusus, maka yaitu pencegahan pendengaran,
penglihatan. lidah. tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya daripada
dosa. Adapun yang khusus dari khusus, maka yaitu
puasa hati daripada segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta
mencegahnya daripada selain Allah "Azza wa Jalla secara keseluruhan. Dan
hasillah berbuka daripada puasa ini, dengan berpikir pada selain Allah 'Azza wa
Jalla dan hari akhirat dan dengan berpikir tentang dunia. Kecuali dunia yang
dimaksudkan untuk Agama. Maka yang demikian itu, adalah sebagian daripada
perbekalan akhirat dan tidaklah termasuk dunia. Sehingga berkatalah orang-orang yang mempunyai hati: "Barangsiapa
tergerak cita-citanya, dengan bertindak pada siang-harinya untuk memikirkan
bahan pembukaan puasanya, niscaya dituliskan suatu kesalahan kepadanya. Karena
yang demikian itu, termasuk kurang kepercayaan dengan kumia Allah 'Azza wa
Jalla dan kurang yakin dengan rezeki yang dijanjikan".
Inilah
tingkat nabi-nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang muqarrabin. Dan tak
panjanglah pandangan mengenai pengurainnya secara perkataan, tetapi mengenai
penyelidikannya secara pelaksanaan. Karena itu adalah menghadapkan cita-cita
sejati kepada Allah Azza wa Jalla. Dan berpaling daripada selain Allah s.w.t.
dan memakai akan pengertian firman Allah 'Azza wa Jalla:
قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ
فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
(Qulillaahu
tsumma dzarhum fii khaudlihim yal abuun). Artinya:
Katakanlah Allah., Kemudian biarkanlah mereka main-main dengan percakapan
kosongnya". (S. Al-An'aam, ayat 91). Adapun
puasa khusus, yaitu puasa orang-orang shalih. Yaitu: mencegah segala anggota
badan dari dosa. Dan kesempurnaannya adalah dengan enam perkara:
Pertama: memicingkan mata
dan mencegahnya daripada meluaskan pandangan kepada tiap-tiap yang dicela dan
dimakruhkan dan kepada tiap-tiap yang membimbangkan dan melaiaikan hati
daripada mengingati Allah "Azza wa Jalla. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس لعنه الله ، فمن تركها خوفا من الله آتاه الله عز وجل إيمانا يجد حلاوته في قلبه
(Annadhratu
sahmun masmuumunmin sihaami Ibliisa la"-anahu!laahu faman tarakahaa
khaufan minalluuh: iiataahullaahu "Azza wa Jalla iimaanan yajidu
halaawatahu fiiqalbih), Artinya:
"Pandangan itu adalah panah yang beracun dari panah-panah Iblis yang telah
kena kutukan Allah. Maka barangsiapa meninggalkan pandangan, karena takut
kepada Allah, niscaya didatangkan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepadanya keimanan,
yang diperolehnya kemanisan didalam hatinya". (1). Diriwayatkan
oleh Jabir dari Anas, dari Rasulu llah صلى الله عليه وسلم.
bahwa ia bersabda:
خمس يفطرن الصائم : الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
خمس يفطرن الصائم : الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
(Khamsun
yufthirnash shaa-ima al-kadzibu wal-ghfi-batu wan namiimatu wal yamiinul
kaadzibatu wannadhrubi syah-wah).Artinya: "Lima perkara membukakan puasa
dari orang yang berpuasa: berdusta, mengupat, menjadi lalat-merah. bersumpah
palsu dan memandang dengan nafsu". (2).
Kedua: menjaga lidah daripada perkataan yang sia-sia, berdusta, mengupat, menjadi lalat-merah, berkata keji,berkata yang merenggangkan hubungan, kata permusuhan, kata yang mengandung ria. Dan mengharuskan berdiam diri serta menggunukan waktu untuk berzikir kepada Allah s.w.t. dan membaca Al-Quran.
1.Dirawikan Al HakimDari Huzaifah, Dan sahih isnadnya. 2.Dirawikan AlJabir dari Anas ,KataAbu Hatim ArRazi,Hadis ini Bohong. |
Inilah
puasa lisan! Berkata Sufyan: "Mengupat itu merusakkan puasa",
diriwayatkan ini oleh Bisyir bin Al-Harits daripadanya. Diriwayatkan oleh Lits
dari Mujahid: "Dua perkara merusakkan puasa: mengupat dan membohong".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Sesungguhnya
puasa itu benteng. Apabila seorang dari kamu berpuasa, maka janganlah berkata
keji dan jahil. Dan kalau ada orang yang menyerang atau memakinya maka
hendaklah ia mengatakan: "Aku ini berpuasa! Aku ini berpuasa!" (1).
Tersebut pada hadist: "Bahwa dua orang wanita mengerjakan puasa pada masa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم .Lalu 'diserang
keduanya oleh kesangatan lapar dan haus pada akhir siang, sehingga hampirlah
keduanya binasa. Lalu keduanya mengirim utusan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. memohon keizinan berbuka. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. mengirimkan kepada keduanya sebuah wadah, seraya
mengatakan kepada utusan itu: "Katakanlah kepada kedua wanita
itu:"Muntahkanlah kedalam wadah ini, apa yang telah engkau makan!"
Maka muntahlah seorang dari keduanya setengah wadah darah semata dan daging
mentah. Dan yang seorang lagi muntah seperti itu juga, sehingga penuhlah wadah
itu dengang muntah keduanya. Maka heranlah manusia dari yang demikian itu. Lalu
bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Keduanya ini telah berpuasa daripada apa
yang dihala.lkan oleh Allah untuk keduanya dan berbuka dengan apa yang
diharamkan oleh Allah kepada keduanya. Yang seorang duduk bersama yang lain,
mengupati manusia. Maka inilah apa yang dimakan oleh keduanya dari daging
manusia itu!". (2).
Ketiga: mencegah pendengaran daripada mendengar tiap-tiap yang makruh. Karena tiap-tiap yang haram diucapkan maka haram mendengarnya. Karena itulah, disamakan oleh Allah Ta'ala antara orang yang mendengar dan yang makan haram. Berfirman Allah Ta'ala:
(Sammaa-'uuna
lilkadzibi akkaaluuna lissuht).Artinya:
"Mereka orang-orang yang suka mendengar untuk berdusta dan memakan yang
haram. (S. Al-Maidah, ayat 42). Dan berfirman Allah Ta'ala:
لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ
وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
(Laulaaa
yanhaa-humur rabbaniyyuuna wa! ahbaaru'an qaulihimui itsma wa aklihimussuht).
Artinya:
"Mengapa mereka tidak dilarang oleh ahli-ahli keTuhanan dan
pendeta-pendeta dari mengucapkan perkataan dosa dam memakan yang haram?".
(S Al-Maidah, ayat 63).
1 Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. 2. Dirawikan Ahmad dari 'Ubaid, sanadnya tidak diketahui. |
Maka berdiam diri mendengar upatan adalah haram. Berfirman Allah Ta'ala: "Bahwa kamu, jadinya seperti mereka". (S. An-Nisa, ayat 104). Dan karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yang mengupat dan yang mendengar, adalah berserikat dalam dosa". (1).
Keempat:
mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala dosa. Dari tangan dan kaki
dan dari segala yang makruh serta mencegah perut dari segala harta syubhat, waktu
berbuka. Maka tidak ada arti puasa, yaitu ia mencegah daripada makanan yang
halal, kemudian berbuka dengan makanan yang haram. Lalu serupalah orang yang
berpuasa ini, seperti orang yang membangun sebuah istana dan meruntuhkan kota.
Bahwa makanan yang halal itu, sesunggguhnya memberi melarat dengan banyaknya,
bukan disebabkan macamnya. Maka berpuasa itu, adalah menyedikitkannya. Dan
orang yang meninggalkan memperbanyak obat karena takut daripada kemelaratannya,
maka apabila beralih kepada memakan racun, adalah dungu. Dan yang haram itu,
adalah racun yang membinasakan agama. Dan yang halal adalah obat, yang
bermanfaat sedikitnya dan memberi melarat banyaknya. Dan maksud dari berpuasa
itu, ialah menyedikitkannya.
Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : كم من صائم ليس له من صومه إلا الجوع والعطش
Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : كم من صائم ليس له من صومه إلا الجوع والعطش
(Kammin
shaa-imin laisa lahuumin shaumihi illal ju-'u wal'athasyu). Artinya:
"Banyaklah orang yang berpuasa, yang tidak ada baginya daripada puasanya
itu, selain lapar dan haus". (2).
Maka ada orang yang mengatakan yaitu: orang yang berbuka dengan yang haram. Dan ada yang mengatakan, yaitu: yang menahan diri daripada makanan yang halal dan berbuka dengan daging manusia dengan pengupatan. Dan itu, adalah haram. Dan ada yang menyatakan, yaitu: orang yang memelihara anggotanya dari dosa.
Kelima:
bahwa tidak membanyakkan makanan yang halal waktu berbuka, dimana rongganya
penuh melimpah. Maka tidak adalah karung yang lebih dimarahi Allah 'Azza wa
Jalla daripada perut yang penuh dengan yang halal. Bagaimanakah dapatnya
memperoleh faedah daripada puasa, memaksakan musuh Allah dan menghancurkan hawa
nafsu, apabila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak
diperolehnya pada siang hari? Kadang-kadang bertambah lagi, dengan berbagai
macam warna makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala
macam makanan itu untuk bulan Ramadlan. Maka dimakanlah segala makanan itu
didalam bulan Ramadlan, apa yang tidak dimakan dalam bulan-bulan ini.
1.Dirawikan At Thabrani dari ibnu umar dengan sanad Dlaif, 2.Dirawikan AnNasa i dari Ibnu Majah Dari Abu Hurairah. |
Dan dimaklumi, bahwa maksud dari berpuasa, ialah mengosongkan perut dan menghancurkan hawa-nafsu, untuk menguatkan jiwa kepada bertaqwa. Apabila perut ditolak daripada makanan, dari pagi hari sampai sorenya, sehingga periit itu bergolak keinginannya dan bertambah kuat kegemarannya, kemudian disuguhkan dengan makanan yang lazat-lazat dan kenyang, niscaya bertambahlah kelazatan dan berlipatgandalah kekuatannya serta membangkitlah dari nafsu syawat itu, apa yang diharapkan tadinya tenang, jikalau dibiarkan diatas kebiasaannya. Maka jiwa dan rahasia puasa, ialah melemahkan kekuatan yang menjadi jalan setan dalam mengembalikan kepada kejahatan. Dan yang demikian itu, tidak akan berhasil, selain dengan menyedikitkan makanan. Yaitu: memakan makanan yang dimakan tiap-tiap malam jikalau tidak berpuasa.
Apabila
dikumpulkan apa yang dimakan pada pagi hari, kepada apa yang dimakan pada
malam, maka tidaklah- bermanfaat dengan puasanya itu. Bahkan sebahagian daripada
adab berpuasa, tidak membanyakkan tidur pada siang hari, sehingga dirasainya
lapar dan haus. Dan dirasainya lemahnya kekuatan. Maka jernihlah ketika itu
hatinya serta bcrkekalanlah pada tiap-tiap malam sekedar kelemahan, sehingga
ringanlah mengerjakan sholat tahajjud dan wirid-wiridnya. Maka semoga setan
tidak mengelilingi hatinya, lalu dapat ia memandang kealam tinggi.
Dan
malam Lailatu'l-qadar, adalah malam yang terbuka padanya sesuatu dari alam
malakut. Dan itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta'ala:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
(Innaa
anzalnaahu fiilailatilqadr). Artinya:
"Sesungguhnya (Al-Quran) itu, kami turunkan pada malam Lailatu'l-qadar
(malam kemuliaan)", (S. Al-Qadr, ayat 1). Barang siapa menjadikan diantara
hatinya dan dadanya, tempat penampung makanan, maka dia terhijab daripadaNya.
Dan barangsiapa mengosongkan perutnya, maka yang demikian itu belum mencukupi
untuk mengangkatkan hijab, sebelum cita-citanya kosong, dari selain Allah 'Azza
wa Jalla. Dan itulah urusan seluruhnya. Dan pangkal semuanya itu, ialah
menyedikitkan makanan. Dan akan datang untuk itu, penjelasan lebih lanjut dalam
Kitab Makanan, insya Allah 'Azza wa Jalla.
Keenam: adalah hatinya
sesudah berbuka, bergantung dan bcrgoncang diantara takut dan harap. Karena ia
tidak mengetahui, apakah puasanya diterima, maka dia menjadi sebahagian orang
muqarrabin atau ditolak, maka dia menjadi sebahagian orang yang tercela
(mamqutin). Dan hendaklah ada seperti demikian. pada akhir tiap-tiap ibadah,
yang baru selesai dikerjakan!
Diriwayatkan
dari Al-Hasan bin Abi'l Hasan Al-Bashry, bahwa ia melewati suatu kaum, yang
sedang tertawa besar. Maka ia berkata: "Bahwa Allah 'Azza wa Jalla
menjadikan bulan Ramadlan, tempat persembunyian bagi makhlukNya, dimana mereka
tetap padanya mcntaatiNya. Maka dahululah suatu kaum, lalu mereka memperoleh
kemenangan dan tertinggallah beberapa kaum, lalu merugilah mereka. Maka heran
sekali bagi orang yang tertawa, yang bermain-main pada hari, dimana padanya
memperoleh kemenangan orang yang telah dahulu dan merugi padanya orang-orang
yang berjalan sia-sia. Demi Allah kalau terbukalah tutup. sungguh akan bekerja
orang baik dengan berbuat kebaikan dan orang jahat dengan berbuat kejahatan.
Artinya: "Adalah kegembiraan orang yang diterima amalannya, menjauhkan dia
daripada bermain-main. Dan kesedihan hati orang yang tertolak amalannya,
menutupkan baginya pintu ketawa".
Dari
Al-Ahnal bin Qais, bahwa orang mengatakan kepadanya: "Bahwa tuan seorang
yang sudah sangat tua dan puasa itu, melemahkan tuan".
Menjawab
Al-Ahnaf: "Saya menyediakan puasa itu untuk perjalanan jauh. Dan bersabar
diatas menta'ati Allah صلى
الله عليه وسلم adalah lebih mudah daripada bersabar dari azab
Nya".
Maka
inilah segala pengertian batiniyah dalam
puasa
Kalau
anda berkata. bahwa orang yang menyingkatkan saja dengan pencegahan keingingan
perut dan kemaluan serta meninggalkan segala pengertian ini, maka telah berkata
segala ulama fiqih,bahwa puasanya sah, maka apakah artinya itu? Maka
ketahuilah, bahwa para ulama fiqih dhahiriah adalah menetapkan syarat-syarat
dhahiriyah dengan dalil-dalil, yang lebih lemah dari dalil-dalil yang telah
kami-sebutkan dalam syarat-syarat batiniyah itu. Lebih-lebih tentang pengupatan
dan semua yang menyamainya. Tapi
tidaklah kepada para fuqaha' dhahiriah itu diberatkan, selain apa yang mudah
kepada umum orang yang lalai, yang menghadapkan dirinya kepada dunia, yang
masuk dibawahnya.
Adapun ulama akhirat, maka mereka bersungguh-sungguh dengan sahnya itu akan diterima. Dan dengan diterima, akan sampai kepada yang dimaksud. Mereka memahami, bahwa yang dimaksudkan dengan puasa, ialah berakhlak dengan salah satu dari akhlak Allah 'Azza wa Jalla, yaitu: tempat meminta dan mengikuti malaikat, tentang pencegahan dari hawa-nafsu sedapat mungkin. Para malaikat itu, suci dari segala hawa nafsu. Dan manusia, derajatnya adalah diatas derajat hewan, karena kesanggupannya degan nur-akal, menghancurkan hawa-nafsunya. Dan kurang dari derajat malaikat, karena berkuasa hawa-nafsunya padanya. Serta ia dicoba dengan perjuangan menghadapi hawa-nafsu itu. Sewaktu manusia itu terjerumus kedalam hawa-nafsu maka ia menurun ketingkat yang paling bawah dan berhubungan dengan lumuran hewan. Dan sewaktu ia mencegah diri dari hawa-nafsu, niscaya terangkatlah ia ketingkat yang paling inggi dan berhubunganlah ia dengan tingkatan malaikat. Dan malaikat itu berdekatan dengan Allah 'Azza wa Jalla. Dan yang mengikuti para malaikat serta menyerupakan diri dengan peri-lakunya maka berdekatanlah ia dengan Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana dekatnya para malaikat itu. Karena menyerupai dengan orang yang dekat itu, maka menjadi dekat. Dan tidaklah dimaksudkan dengan dekat disitu, dengan tempat, tetapi dengan sifat. Apabila inilah rahasia puasa pada para ahli akal dan ahli hati, maka apakah faedahnya mengemudiankan su^tu makan dan mengumpulkan dua makan ketika malam. serta membenamkan diri didalam hawa-nafsu yang lain sepanjang hari? Dan kalaulah bagi yang seperti ini, ada faedahnya, maka apakah artinya sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Berapa banyak orang yang berpuasa, yang tak ada puasanya, selain daripada lapar dan haus?" (1)"
Karena inilah, berkata Abu'd-Darda':
"Alangkah baiknya tidur dan berbuka orang-orang yang pandai! Bagaimanakah
mereka tidak mencela puasa dan tidak tidur malam orang-orang jahil? Sebiji sawi
dari orang yang berkeyakinan dan bertaqwa, adalah lebih utama dan lebih kuat
dari pada seperti berbukit ibadah
daripada orang-orang yang tertipu dengan
dirinya. Dan karena itulah. berkata sebagian ulama: "Berapa banyak orang
yang berpuasa, berbuka dan berapa banyak orang yang berbuka, berpuasa? Orang
yang berbuka berpuasa, ialah orang yang meniaga segala anggota tubuhnya dari
dosa. ia makan dan minum. Dan orang yang berpuasa berbuka, ialah orang yang
lapar dan haus dan melepaskan segala anggota tubuhnya. Dan barang siapa
memahami akan arti dan rahasianya puasa, niscaya mengetahui, bahwa seumpama orang
yang mencegah dirinya dari makan dan bersetubuh dan berbuka dengan bercampur
aduk dengan dosa, adalah seperti orang yang menyapu salah satu dari pada
anggotanya pada wudlu', dengan tiga kali. Maka sesungguhnya telah sesuai pada
dhahir bilangannya, kecuali ia telah meninggalkan yang penting, yaitu: membasuh. Maka shalatnya tertolak lantaran kejahilanannya. Dan
seumpama orang yang berbuka puasa dengan makan dan ia mengerjakan puasa dengan
segala anggota tubuhnya daripada segala yang makruh, adalah seperti orang yang
membasuh segala anggota wudlu'nya sekali-sekali, maka shalatnya diterima insya
Allah, Karena nya ia berpegang pada
pokok, meskipun ia meninggalkan taman. Dan seumpama orang yang mengumpulkan
diantara keduanya, adalah seperti orang yang membasuh tiap-tiap anggota
wudlu'nya, tiga-tiga kali, maka ia telah mengumpulkan diantara pokok dan
kelebihan. Dan itu, adalah kesempurnaan namanya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Bahwa puasa itu amanah, maka hendaklah
dipelihara oleh seseorang kamu akan amanahnya". (1) Sewaktu Nabi صلى الله عليه وسلم. membaca firman Allah 'Azza wa Jalla:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
(Innallaaha
ya-'murukunyan tuaddul
amaanaati ilaa ahlihaa.) Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan
amanah (barang-barang kepercayaan) kepada yang punya". (S. An-Nisaa', ayat
58), lalu Nabi صلى الله عليه وسلم. meletakkan tangannya atas pendengaran dan
penglihatannya, seraya bersabda: "Pendengaran itu amanah dan penglihatan
itu amanah".
Jikalau
tidaklah itu daripada amanah puasa, maka tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Maka hendaklah ia mengatakan: bahwa
aku ini berpuasa". Artinya: bahwa aku simpankan lisanku supaya aku
memeliharakannya. Maka bagaimanakah ia aku lepaskan dengan menjawab akan
perkataan engkau? Jadi,
telah teranglah, bahwa bagi tiap-tiap ibadah itu mempunyai dhahir dan batin,
kulit dan isi. Dan kulitnya itu mempunyai beberapa derajat dan bagi tiap-tiap
derajat mempunyai beberapa lapisan. Maka kepadamulah sekarang, untuk memilih,
apakah engkau cukupkan dengan kulit saja, tanpa isi atau engkau berpihak
mencemplungkan diri kepada para ahli isi!
PASAL KETIGA: tentang
amalan sunat dengan puasa dan susunan wirid padanya Ketahuilah, bahwa kesunatan
puasa itu, dikuatkan pada hari-hari yang utama. Keutamaan hari-hari itu,
sebagian terdapat pada tiap-tiap tahun, sebahagian terdapat pada tiap-tiap
bulan dan sebagian lagi pada tiap-tiap minggu. Adapun
yang dalam setahun sesudah hari-hari bulan Ramadlan, maka yaitu: hari 'Arafah,
hari 'Asyura, sepersepuluh pertama dari bulan Zulhijjah dan sepersepuluh
pertama dari bulan Muharram. Semua Bulan Haram (2), adalah tempat berat dugaan
bagi puasa. Yaitu waktu-waktu yang utama. "Dan adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . membanyakkan puasa bulan Sya'ban, sehingga disangka orang
bahwa beliau dalam bulan Ramadlan". (3).
1.Dirawikan Al Kharaiti dari ibnu masud,isnad baik 2.Bulan Haram iaitu empat bulan dalam setahun . zulkaedah,zulhijjah,muharram dan rejab dinamakan demikian kerana diharamkan berperang padanya. 3.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Aishah |
Dalam
hadits tersebut: "Puasa yang lebih utama sesudah bulan Ramadlan, ialah
puasa pada bulan Allah, Muharam". (1).Karena
bulan Muharam itu, permulaan tahun. Maka membangunnya diatas kebajikan, adalah
lebih disunatkan dan diharapkan berkekalan berkatnya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Puasa sehari dari bulan haram, adalah lebih utama daripada tigapuluh hari bulan lainnya. Dan puasa sehari dari bulan Ramadlan, adalah lebih utama dari tigapuluh hari dari bulan haram".(2)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Puasa sehari dari bulan haram, adalah lebih utama daripada tigapuluh hari bulan lainnya. Dan puasa sehari dari bulan Ramadlan, adalah lebih utama dari tigapuluh hari dari bulan haram".(2)
Pada
hadits tersebut: "Barangsiapa berpuasa tiga hari dari bulan haram yaitu:
Kamis, Jum'at dan Sabtu, niscaya dituliskan oleh Allah baginya tiap-tiap hari,
sebagai ibadah sembilanratus tahun". (3).
Pada hadits tersebut: "Apabila telah berada senishfu (lebih dari limabelas hari) dari bulan Sya'ban, maka tak ada puasa lagi, sehingga Ramadlan" (4).
Pada hadits tersebut: "Apabila telah berada senishfu (lebih dari limabelas hari) dari bulan Sya'ban, maka tak ada puasa lagi, sehingga Ramadlan" (4).
Karena
itulah disunatkan berbuka (tidak berpuasa) sebelum Ramadlan beberapa hari.
Kalau disambungkannya Sya'ban dengan Ramadlan, maka boleh (jaiz) juga.
Dikerjakan yang demikian, oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم
sekali dan dipisahkannya diantara
Sya'ban dan Ramadlan (dengan tiada berpuasa) banyak kali. Dan tiada jaiz,
dimaksudkan menerima Ramadlan, dengan dua atau tiga hari puasa, kecuali
bertepatan dengan wiridnya. Dimakruhkan oleh sebagian Shahabat diambil bulan
Rajab untuk berpuasa seluruhnya sehingga tiada menyerupai dengan bulan
Ramadlan. Maka bulan-bulan yang utama itu, ialah bulan Zulhjjah, Muharram,
Rajab dan Sya'ban dan bulan haram, yaitu: Zulkaedah, Zulhijjah, Muharam dan
Rajab. Satu tunggal dan tiga berturut-turut. Dan yang lebih utama dari bulan
haram itu, ialah bulan Zulhijjah, karena padanya ibadah hajji, beberapa hari
yang dimaklumi dan yang dikirakan. Bulan Zulkaedah, adalah sebagian dari bulan
haram dan sebagian dari bulan-bulan hajji. Dan bulan Syawal, adalah sebahagian
dari bulan-bulan hajji dan tidaklah ia termasuk bulan haram. Bulan Muharam dan
bulan Rajab, tidaklah sebahagian dari bulan-bulan hajji. Dalam hadits tersebut:
"Tiadalah
dari hari-hari yang berbuat amalan padanya, yang lebih utama dan lebih dikasihi
Allah 'Azza wa Jalla, dari hari-hari sepuluh Zulhijjah. Bahwa berpuasa sehari
padanya, adalah menyamai dengan puasa setahun. Berbuat ibadah shalat satu malam
daripadanya, menyamai dengan mengerjakan ibadah shalat pada malam
Lailatu'l-qadar. Lalu orang bertanya: "Dan tiadakah jihad pada jalan Allah
Ta'ala?"
1.Hadis Ini Dirawikan Dari Abu Hurairah 2.Menurut AlIraqiBeliau tidak pernah menjumpai hadis ini. 3.Dirawikan Al Azdi dari Anas termasuk Dlaif. 4.Dirawikan Ibnu hibban dari Abu hurairah ,Hadith Sahih. |
Maka
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: "Dan tiadalah jihad pada jalan Allah
'Azza wa Jalla, selain orang yang diletihkan kudanya dan ditumpahkan
darahnya" (1).
Adapun
puasa yang berulang-ulang dalam sebulan. maka yaitu awal bulan, pertengahan dan
akhir bulan. Dan pertengahannya, ialah hari-hari putih (terang-benderang
siang-malam), yaitu: tangga tigabelas, empat belas dan limabelas.
Adapun
yang berulang-ulang dalam seminggu, maka yaitu: hari Senin, Kamis dan Jum'at.
Maka inilah hari-hari yang utama, disunatkan padanya berpuasa dan memperbanyak
kebajikan, karena berlipat-ganda pahalanya dengan barakahnya waktu-waktu
tersebuL
Adapun
puasa suntuk masa, maka adalah melengkapi bagi keseluruhannya serta
tambahannya. Dan bagi orang-orang yang berjalan pada jalan Allah (orang-orang
suluk atau salikin), padanya beberapa jalan. Diantara mereka, ada yang
memakruhkannya, karena telah datang beberapa hadits yang menunjukkan kepada
makruhnya.
Dan
yang shahih (lebih sah), sesungguhnya dimakruhkan karena dua perkara:
Pertama: bahwa tiada
berbuka pada dua hari raya dan hari-hari tasyriq, maka itu adalah suntuk masa
seluruhnya.
Kedua: bahwa dengan
berpuasa suntuk masa itu, adalah tidak menyukai sunnah tentang berbuka. Dan
orang yang selalu berpuasa itu, menjadikan puasa suatu larangan terhadap
dirinya. Sedang Allah s.w.t. menyukai supaya dilaksanakan keentengan yang
dianugerahiNya, sebagaimana menyukai dilaksanakan segala kemauanNya. Maka
apabila sesuatu daripada itu tidak ada dan melihat kebaikan bagi dirinya dalam
berpuasa suntuk masa, maka hendaklah dikerjakannya yang demikian. Sesungguhnya
telah dikerjakan itu oleh segolongan Shahabat dan tabi'in. Diridlai Allah
kiranya mereka itu sekalian. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
dalam apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy'ari: "Barangsiapa
berpuasa dalam masa seluruhnya, niscaya disempitkan kepadanya neraka jahanam
dan dinomori sembilanpuluh". Artinya, tak ada baginya dalam neraka jahanam
itu tempat.
Dan
kurang dari itu, ada derajat yang lain. Yaitu: puasa setengah masa, dengan
cara, ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Yang demikian itu, adalah sangat
memberatkan bagi diri dan lebih kuat memaksakannya. Dan telah datang mengenai
kelebihannya, banyak hadits, karena hamba padanya, adalah diantara puasa sehari
dan syukur sehari. Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Didatangkan kepadaku kunci-kunci gudang dunia dan tempat
simpanan dibumi, maka aku kembalikan semuanya. Dan aku mengatakan: Aku lapar
sehari dan aku kenyang sehari. Aku memuji akan Engkau. apabila aku kenyang dan
aku merendahkan diri kepada Engkau, apabila aku lapar". (2).
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Hurairah (2) Dirawikan At Tirmidzi
dariAbi Amamah
|
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Yang lebih utama puasa, ialah puasa saudaraku Daud. Adalah ia berpuasa sehari dan berbuka sehari". (1). Dan daripada itulah "turun tangan Nabi صلى الله عليه وسلم. pada Abdullah bin Umar r.a. mengenai puasa, dimana Abdullah mengatakan: "Bahwa saya sanggup lebih banyak dari itu". Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم: "Puasalah sehari dan berbukalah sehari!" Lalu Abdullah menyambung; "Bahwa aku bermaksud lebih baik dari itu!" Maka bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Tidak ada yang lebih baik dari itu!" (2).
Diriwayatkan
"bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . tiada berpuasa sekalikali sebulan penuh, selain daripada bulan
Ramadlan". (3).
Dan
siapa yang tiada sanggup berpuasa setengah masa itu maka tak apalah dengan
sepertiganya. Yaitu, dia berpuasa sehari dan berbuka duahari. Dan apabila
berpuasa tiga hari dari awal bulan, tiga hari ditengah dan tiga hari
dipenghabisannya, maka itu adalah sepertiga dan jatuh dalam waktu-waktu yang
utama. Dan jika berpuasa Senin, Kamis dan Jum'at, maka itu mendekati dengan
sepertiga.
Apabila
telah jelas waktu-waktu keutamaan, maka yang sempurana ialah dipahami oleh
orang banyak akan pengertian puasa. Dan bahwa maksudnya, ialah membersihkan hati dan menuangkan segala
cita-cita bagi Allah "Azza wa Jalla. Orang yang memahami dengan yang halusnya dari kebatinan, melihat ia
akan segala hal-ikhwalnya. Kadang-kadang dikehendaki oleh keadaannya akan
berkekalan puasa dan kadang-kadang dikehendaki akan berkekalan berbuka. Dan
kadang-kadang dikehendaki niencampurkan berbuka dengan puasa.
Apabila
telah dipahami akan artinya dan telah dipastikan akan batasnya dalam menempuh
jalan akhirat dengan muraqabah hati, niscaya tiada tersembunyi kepadanya
kebaikan hatinya. Dan itu. tidak mengharuskan tertib yang terus-menerus.
Dan karena itulah, diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Adalah berpuasa, sehingga dikatakan orang, ia tiada berbuka. Dan ia berbuka, sehingga ia dikatakan orang tiada berpuasa. Dan ia tidur, sehingga dikatakan orang ia tiada bangun dan ia bangun, sehingga dikatakan orang ia tiada tidur". (4). Dan adalah yang demikian itu, menurut apa yang terbuka baginya dengan nur kenabian, dari pada menunaikan segala hak waktu. Para ulama memandang makruh membuat berturut-turut diantara berbuka lebih banyak daripada empat hari, karena penghargaan dengan hari raya dan hari-hari tasyriq.
Dan karena itulah, diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Adalah berpuasa, sehingga dikatakan orang, ia tiada berbuka. Dan ia berbuka, sehingga ia dikatakan orang tiada berpuasa. Dan ia tidur, sehingga dikatakan orang ia tiada bangun dan ia bangun, sehingga dikatakan orang ia tiada tidur". (4). Dan adalah yang demikian itu, menurut apa yang terbuka baginya dengan nur kenabian, dari pada menunaikan segala hak waktu. Para ulama memandang makruh membuat berturut-turut diantara berbuka lebih banyak daripada empat hari, karena penghargaan dengan hari raya dan hari-hari tasyriq.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abdullah Bin Amr. 2. Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abdullah Bin Amr 3.DirawikanBukhari dan muslim dari Aishah 4.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Aisyah dan ibnu Abbas |
Ulama-ulama
itu, menyebutkan, bahwa yang demikian mengkesatkan hati, melahirkan keburukan
adat kebiasaan dan membukakan pintu-pintu hawa-nafsu. Dan demi umurku, benarlah
seperti yang demikian pada pihak kebanyakan manusia, lebih-lebih orang yang
memakan sehari semalam dua kali.Inilah
yang kami maksudkan menyebutkannya dari tertib susunan puasa sunat.
Wa'llahu
A'lam bish-shawab?
Allah yang mahatahu dengan kebenaran! Telah tammat Kitab
Rahasia-Rahasia Puasa. Dan segala pujian bagi Allah dengan segala tempat
pujiannNya semuanyaa, apa yang kita ketahui dari padanya dan apa yang tidak
kira ketahui diatas segala ni'matNya seluruhnya, apa yang kita ketahui
daripadanya dan apa yang tidak kita ketahui.
Rahmat Allah kepada penghulu kita
Muhammad, keluarganya dan sahabatnya,serta sejahtera dan mulia dan kepada
tiap-tiap hamba pilihan dari penduduk bumi dan langit.
Akan
diiringi insya Allah Ta'ala dengan Kitab Rahasia-Rahasia Hajji. Dan Allah yang
menolong, tak ada Tuhan lain daripadaNya.
Dan tak adalah taufik bagiku, selain
dari Allah. Mencukupilah bagi kami Allah dan sebaik-baik tempat menyerahkan
diri.