Kitab Adab Nikah
KITAB ADAB NIKAH.
Yaitu : Kitab Kedua dari "Rubu'
Adat-kebiasaan" dari Kitab Ihyaulumi'ddin.
J2K02
Segala
pujian bagi Allah, yang tidak dapat dicapai oleh panah kesangsian, akan tempat
tembus, mengenai keajaiban perbuatanNya. Tidak kembalilah akal dari permulaan
kejadiannya, meiainkan penuh dengan kegundahan dan keheranan. Senantiasalah
segala ni'matNya yang halus-halus kepada alam itu menampak, dimana ni'mat itu
terus-menerus kepada mereka dengan usaha dan pemaksaan. Dan sebahagian dari
ni'matNya yang halus mengkagumkan, ialah menjadikan manusia dari air. Lalu
men-jadikannya berbangsa dan berkeluarga. DikeraskanNya kepada makhluk itu
keinginan, yang memaksakan mereka kepada berusaha, dimana dengan usaha itu,
secara terpaksa dan keras untuk mengekalkan keturun-an mereka. Kemudian Ia
membesarkan urusan keturunan itu dan dijadi-kannya berbatas. Maka diharamkannya
berbuat jahat untuk menyebabkan keturunan itu. Dengan bersangatan sekali Ia
menerangkan keburukan perbuatan jahat itu, dengan gertak dan hardik.
DijadikanNya perbuatan jahal itu suatu dosa yang keji dan perbuatan pahit yang
harus dijauhkan. DisunatkanNya perkawinan (nikah), digerakkanNya kepada
bernikah, karena sunat dan perintah. Maka mahasucilah yang mengwajibkan
kematian kepada hambaNya. Lalu dihinakanNya mereka yang merupakan ke-runtuhan
dan kehancuran dengan kematian itu. Kemudian menyebarkan bibit-bibit dari air
hanyir dalam bumi kerahiman ibu. DijadikanNya dari bibit-bibit itu makhluk.
DijadikanNya makhluk itu untuk menampal dari kehancuran lantaran mati, sebagai
peringatan bahwa lautan taqdir itu me-limpah-ruah kepada alam seluruhnya dengan
kemanfa'atan dan kemelaratan, kebajikan dan kejahatan, kesukaran dan kemudahan,
kelipatan dan kehamburan.
Selawat
dan salam kepada Muhammad yang diutus dengan berita-berita hardik dan gembira.
Dan kepada keluarga dan para shahabatnya dengan rahmat yang tidak sanggup
dihitung dan dihinggakan. Dan berilah -wahai Allah - kesejahteraan yang banyak!
Adapun
kemudian, sesungguhnya perkawinan itu menolong kepada Agama dan menghina kepada
setan. Benteng yang teguh terhadap musuh Allah dan sebab untuk memperbanyakkan
umat, yang menjadi kebanggaan bagi Penghulu segala rasul terhadap nabi-nabi
yang lain. Maka alangkah layaknya untuk diperhatikan sebab-sebabnya, dijaga
sunat dan adabnya, diuraikan maksud dan tujuannya, dibentangkan pasal-pasal dan
bab-babnya.
Dan kadar yang penting dari hukum-hukumnya, akan tersingkap pada tiga
bab:
Bab Pertama: tentang
mcnggemarkan dan membencikan kepada nikah.
Bab Kedua: tentang adab
yang harus dijaga pada waktu melakukan perkawinan (pada waktu 'aqad) dan
terhadap yang ber'aqad nikah.
Bab Ketiga: tentang adab
bergaul sesudah 'aqad. sampai kepada bercerai.
BAB PERTAMA: tentang menggemarkan dan membencikan kepada nikah.
Ketahuilah,
bahwa para ulama berbeda pendapat tentang keutamaan nikah. Setengah dari mereka
bersangatan benar, sehingga mendakwakan bahwa nikah itu lebih utama (afdlal)
daripada menjuruskan diri beribadah kepada Allah. Sedang yang lain mengakui
dengan keutamaan nikah itu, tetapi mendahulukan menjuruskan diri beribadah
kepada Allah daripada nikah. manakala dirinya tidak memerlukan dijaga dengan
nikah, sebagai penjagaan dari yang mengganggu keadaan dan membawanya terjerumus
kepada perbuatan jahat. Dan berkata yang lain lagi, bahwa yang lebih utama,
ialah meninggalkan perkawinan pada masa kita sekarang ini. Dan adalah nikah itu
dahulu, mempunyai keutamaan, karena tidaklah segala usaha itu terlarang dan
tidaklah budi-pekerti wanita itu tercela. Dan tidaklah terbuka kebenaran
mengenai perkawinan itu, kecuali mula-mula, harus dikemukakan apa yang datang,
dari hadits-hadits dan atsar-atsar, tentang menggembirakan dan membencikan
kepada nikah. Kemudian, kami menguraikan segala faedah nikah dan tipu dayanya.
Sehingga jelaslah dari penjelasan-penjelasan itu akan keutamaan nikah dan
meninggalkannya terhadap diri tiap-tiap orang, yang memperoleh keselamatan dari
segala tipuan setan atau tiada memperoleh keselamatan daripadanya.
PENGGEMARAN KEPADA PERKAWINAN
Adapun
dari ayat, maka berfirman Allah Ta'ala:
(Wa
ankihul-ayaa maa minkum). Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian (janda) diantara kamu!" - S. An-Nur. ayat 32. Dan ini, adalah
perintah (amar). Dan Allah Ta'ala berfirman:
(Fala
ta'dluluuhunna an yankihna azwaajahunna). Artinya: "Maka janganlah
dihalangi perempuan itu kawin dengan suaminya yang lama". — S Al-Baqarah,
ayat 232. Dan ini adalah larangan dari pada menghalangi dan mencegah daripada
menghalanginya. Dan berfirman Allah Ta'ala tentang menyifatkan dan memujikan
rasul-rasul:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا
مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
(Wa
laqad arsalnaa rusulan min qablika wa ja'aiuaa lafrum azwaajan wa dzurriyyah). Artinya:
"Dan sesungguhnya telah Kami utus sebelum engkau beberapa rasul dan Kami
berikan untuk mereka Isteri-ister? dan anak-anak". - S. Ar-Ra'ad. ayat 38.
Lakt Allah Ta'ala menyebutkan yang demikian dalam pembentangan kenrmatan?penglahiran
kelebihan dan pemujian wali-wali-Nya dengan memohonkan yang demikian dalam do'a, seraya
la berfirman:
(Walla
dziina yaquuluuna rabbanaa hab ianaa min azwaajinaa wa dzurri-yyaatinaa qurrata
a'yun).
Artinya:
"Dan mereka itu berkata: Wahai Tuhan kami! Kurniakaniah kepada kami isteri
dan turunan menjadi cahaya mata - sampai akhir ayat. - S- Al-Furqan, ayat 74.
Ada yang mengatakan bahwa Allah Ta'ala tiada menyebutkan dalam kitahNya tentang
nabi-nabi. kecuali yang berkeluar-ga. Lalu mereka itu mengatakan, bahwa nabi Yahya
a.s. telah melaksanakan nerkawman dan tidak bersetubuh. Maka ada yang
mengatakan, bahwa beliau berbua? demikian, untuk mempeioieh keutamaan dan
menegakkan surmah. Dan ada yang mengatakan. untuk menutupkan mata dari melihat
wanita.
Adapun
Nabi 'Isa a.s. maka beliau akan kawin apabila telah turun kebumi dan akan
memperoleh anak.
Adapun
hadits tentang perkawinam saba sabda Nabi. صلى الله
عليه وسلم:
النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فقد رغب عني
(Annikaahu sunnatii fa man raghiba
"an sunnatii, fa qad raghila annii) Artinya: "Nikah itu adalah
sunnahku. Maka barangsiapa benci kepada sunnahku, niscaya sesungguhnya ia benci
kepadaku".
النكاح سنتي فمن أحب فطرتي فليستن بسنتي
(An-nikaahu
sunnatii fa man ahabba fithzatii fai-yastanna bi sunnatii). Artinya: "Nikah itu adalah sunnahku
(jalan agamaku). Maka barangsiapa mencintai akan agamaku. maka hendaklah
menjalankannya menurut sunnahku". (1 ).
1. Dirawikan Abu Yu'la dari Ibnu Abbas dengan sanad
baik.
|
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda:
تناكحوا تكثروا فإني أباهي بكم الأمم يوم القيامة حتى
بالسقط
(Tanaakuhuu
tak-tsuruu fa innii ubaahii bikumul-umama yaumal-qiyaa-mah, hatta bis-saqthi). Artinya: "Bernikahlah kamu supaya kamu
banyak. Sesungguhnya aku bermegah-megah dengan kamu terhadap umat-umat lain
pada hari kiamat, sehingga dengan anak keguguran sekalipun". (2).
Dan Nabi صلى
الله عليه وسلم. bersabda pula:
"Barangsiapa benci kepada sunnahku, maka tidaklah ia daripada
golonganku. Dan sesungguhnya setengah dari sunnahku itu, ialah nikah. Maka
barangsiapa mencintai aku, hendaklah ia menjalankan menurut sunnahku".
(3).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. "Barangsiapa meninggalkan perkawinan kerena takut kepada
kemiskinan, maka tidaklah ia daripada golongan kami". (4). Ini adalah
cercaan. disebabkan karena tidak mau, bukan karena semata-mata tidak kawin.
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Barangsiapa mempunyai kesanggupan
bclanja, maka hendaklah kawin!" Dan ia bersabda: "Barangsiapa sanggup
daripada kamu memperoleh tempat tinggal, maka hendaklah kawin, karena dengan
perkawinan itu menutupkan mata daripada melihat wanita lain dan lebih menjaga
kehormatan. Dan barangsiapa yang tiada sanggup, maka hendaklah berpuasa, karena
puasa itu melemahkan syahwatnya (wija") (5).
Hadits
tadi menunjukkan, bahwa sebab penggcmaran kepada perkawinan, ialah takut
terjadi kerusakan pandangan dan kehormatan. Melemahkan nafsu syahwat (dalam
hadits diatas tadi, disebut: wija), yaitu dimaksudkan dengan kehancuran dua
biji kejantanan, sehingga hilang ke-jantanan itu. Dan itu adalah: kata-kata pinjaman
(musta'ar), yang menunjukkan kepada kelemahan bersetubuh daiam berpuasa.
Dan Nabi صلى
الله عليه وسلم. bersabda: "Apabila datang kepadamu orang yang kamu
relai agamanya dan kepercayaannya (amanahnya), maka kawinkaniah dia. Kalau
tidak kamu kerjakan yang demikian, niscaya menjadi fitnah (kekacauan) dibumi
dan kerusuhan besar".
Hadits
ini pun menyatakan sebab, penggcmaran untuk berkawin, karena takut kerusakan.
Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Barangsiapa kawin karena
1.Dirawikan Abu yu’la dari Ibnu Abbas dengan sanad Baik
2. Dirawikan Abubakar bin Mardawaih dari Ibnu Umar,
isnad dla'if.
3. Dirawikan At-Bukhari dan Muslim dari Anas.
4. Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Abi Sa'id,
dengan sanad dla'if.
5. Dirawikan Al-Bukari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
Barangsiapa
kahwin kerana Allah dan mengawinkan karena Allah, niscaya ia berhak memperoleh
kedekatan kepada Allah". Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
"Barangsiapa kawin, maka sesungguhnya ia telah memelihara setengah
agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah lagi!"
Hadits ini pun menunjukkan. bahwa keutamaan berkawin itu adalah kare-an memelihara
Daripada perselisihan dan menjaga daripada kerusakan. Maka adalahyang
merusakkan agama seseorang manusia itu, pada umumnya. ialah kemaluan dan
perutnya. Dan salah satu daripada keduanya itu, telah cukup dengan perkawinan.
Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
كل عمل ابن آدم ينقطع إلا ثلاث ولد صالح يدعو له
(Kuilu
'amali'bni aadarna yanqathi u illaa taslaatsun: waladun shaalihun yad'uu
lah).Artinya: "Tiap-tiap amalan anak Adam (manusia) itu, ierputus, kecuali
tiga: anak yang salih yang berdo'a kepadanya.............sampai akhir
hadits". (1).
Dan
tidak sampai kepada yang dimaksud ini, selain dengan perkawinan. Adapun a
t s a r, maka yaitu: berkata Umar r.a.: "Tidak dilarang dari
kawin, selain orang yang lemah (impoten) atau orang yang ma'siat". Beliau
menerangkan, bahwa Agama tidak melarang perkawinan dan membatasi iarangan itu
puia dua perkara yang terccla tadi. Ibnu Abbas r.a. berkata: "Tidak
sempurna ibadah bagi orang yang melakukan ibadah hajji, sebelum ia kawin".
Mungkin beliau memasukkan perkawinan itu sebahagian dab ibadah hajji dan yang
menyempurnakan ibadah hajji. Tetapi yang jeias. ialah beiiau maksudkan. bahwa
tiada sehat hatinya, lantaran kerasnya kermduan syahwat, kecuali dengan
perkawinan. Dan ibadah hajji itu tidak sempurna. kecuali dengan kosongnya hati
dari gangguan.Karena iiuiah. beliau kumpuikan budak-budaknya, tatkala mereka
mengetahui 'Akramah, (2). Kuraib (3)dan lain-Iainnya dan mengatakan:
"Kalau kamu mau kawin, niscaya aku kawinkan kamu. Karena .hamba itu,
apabila melakukan zina, niscaya dica-butkan iman dari hatinya".
Ibnu
Mas'ud r.a. berkata: "Jikalau tidaklah tinggal dari umurku, selain dari
sepuluh hari, niscaya aku suka akan kawin supaya tidaklah aku berjumpa dengan
Allah, selaku orang lajang".
1.Hadits tersebut. lengkapnya, ialah: "Apabila mati seorang anak
Adam, maka terputuslah . segala amalannya, kecuali tiga perkara: sedekah
jariah (waqaf), ilmunya yang bermanfa'at . dan anak yang salih yang berdo'a
kepadanya".Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
2.Akramah, adalah seorang ahli tafsir, wafat th 158H.
3.Kuraib, adalah termasuk diantara perawi hadits, wafat th. 98 H.
|
Kedua
isteri Ma'az bin Jabal meninggal. kena kolera dan iapun kena kolera pula. Maka
beliau berkata: "Kawinkanlah aku. karena aku tidak suka bertemu dengan
Allah, selaku orang lajang".
Keterangan
tersebut dari Ibnu Mas'ud dan Ma'az bin Jabbal, menunjukkan, bahwa keduanya
berpendapat akan keutamaan pada perkawinan, tidak dari segi menjaga dari
gangguan hawa nafsu saja. Dan adalah Umar r.a. membanyakkan kawin dan
mengatakan: "Tidaklah aku kawin, melainkan karena anak". Adalah
sebahagian sahahat telah mengambil keputusan, untuk berkhidmat kepada Rasulu
llah صلى الله عليه وسلم. dan berdiam padanya. untuk keperluan yang datang
kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.
bertanya kepada shahabat tadi: "'Tidakkah kamu kawin?" Lalu ia
menjawab: "Wahai Rasulu'llah صلى الله
عليه وسلمal Sesungguhnya aku ini orang
miskin, tidak mempunyai apa-apa. Dan aku mengambil keputusan untuk berkhidmat
kepadamu".
Mendengar
itu. Nabi صلى الله عليه وسلم. berdiam diri, kemudian mengulangi lagi
perta-nyaannya dan shahabat itu mengulangi penjawabannya seperti semula.
Kemudian shahabat itu berfikir, lalu menjawab: "Demi Allah, sesungguhnya
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. lebih mengetahui apa yang lebih baik bagiku, untuk
duniaku dan akhiratku dan apa yang mendekatkan aku kepada Allah, daripada aku
sendiri. Dan kalau beliau menanyakan kepadaku kali ketiga. niscaya akan aku
laksanakan". Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.
menanyakan kali ketiga: "Mengapakah kamu tidak kawin?"
Berceritera
shahabat tadi lebih lanjut: "Lalu aku mengatakan: "Wahai Rasulu'llah,
kawinkanlah aku!" Maka Nabi صلى الله عليه وسلم.
menjawab: "Pergilah kepada suku Anu dan katakalah, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. menyuruh kamu, supaya kamu kawinkan aku dengan anak
gadismu". Shahabat tadi meneruskan ceriteranya. Maka aku berkata:
"Wahai Rasulu'llah, aku tidak mempunyai apa-apa!"
Lalu
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. bersabda kepada para shahabatnya:
"Kumpulkan-lah untuk saudaramu ini, emas seberat sebutir biji!"
Maka
mereka kumpulkan emas untuk saudaranya itu, lalu dibawanya kepada suatu suku,
lalu dikawinkannya. Kemudian Nabi صلى الله
عليه وسلمa mengatakan: "Adakan
pesta!" Maka mereka kumpulkan dari para shahabat seekor kambing untuk
pesta kawin".
Keterangan
yang berulang-ulang ini menunjukkan kepada keutamaan perkawinan itu sendiri.
Dan mungkin menandakan kepada perlunya perkawinan itu.
Menurut
ceritera, bahwa sebahagian hamba Allah pada umat-umat terdahulu melebihi
ibadahnya dibandingkan dengan penduduk pada masanya. Lalu ia menerangkan kepada
nabi zamannya akan kebagusan ibadahnya. Maka bersabda Nabi itu: "Orang
yang sebaik-baiknya, ialah yang tidak meninggalkan sesuatu dari pada
sunnah".
Orang
yang banyak beribadah ('abid) tadi, dapat menangkap apa yang didengarnya. lalu
ia menanyakan yang demikian itu kepada Nabinya. Nabi itu menjawab: "Engkau
meninggalkan kawin!"
Orang
itu menjawab: "Tidaklah aku mengharamkan kawin, tetapi aku miskin, aku
bergantung kepada orang lain".
Nabi
itu menjawab: "Akan aku kawinkan engkau dengan anak perempu-anku".
lalu Nabi a.s. itu mengawinkan dia dengan anak perempuannya. Berkata Bisyr bin
Al-Harts: "Ahmad bin Hanbal melebihi aku disebabkan tiga perkara:
disebabkan mencari yang halal untuk dirinya sendiri dan urtuk orang lain,
sedang aku rnencarinya
untuk diriku sendiri saja. Dan karena meluasnya dalam perkawinan dan sempitnya
aku dari perkawinan. Dan ada yang mengatakan, bahwa imam Ahmad r.a. kawin pada
hari kedua dari meninggalnya ibu anaknya Abdullah dan beliau mengatakan :
"Aku tidak suka bermalam (tinggal dirumah), sebagai orang bujang".
Adapun Bisyr, sesungguhnya tatkala orang mengatakan kepadanya: "Bahwa
orang banyak memperkatakan tentang Tuan, karena Tuan tidak Kawin dan mereka itu
mengatakan: "Dia itu meninggalkan sunnah!" Lalu Bisyr menjawab: "Katakanlah kepada mereka. bahwa
dia itu sibuk dengan yang fardlu. sehingga tidak mengerjakan yang sunat".
Dan pada kali yang lain, ia dicaci orang, lalu Bisyr menjawab: 'Tidaklah \aniz
meiarane aku dari kawin, selain oleh firman Allah Ta'ala:
(Wa
lahunna mitskslladzii'alaininna bil-maruuf).Artinya: "Perempuan-perempuan
itu mempunyai hak, seimbang dengan kewajibannya. yaitu secara natut". - S.
Al-Baqarah, ayat 228, Hal itu lalu diterangkan kepada Ahmad, maka Ahmad
menjawab: "Dimanakah terdapat orang seperti Bisyr? I a duduk seumpama
tajamnya mata tombak".
Dalam
pada Itu, diriwayatkan bahwa orang bermimpi berjumpa dengan Bisyr, lalu
menanyakan kepadanya: "Apakah yang diperbuat oleh Allah kepadamu?"
Maka
Bisyr menjawab: "Ditinggikan tempatku didalam sorga, didekatkan aku kepada
tempat nabi-nabi dan aku tidak sampai ketempat orang-orang yang berkeluarga (orang yang beristeri)".
Dan
pada suatu riwayat: "Tuhan berfirman kepadaku: "Aku tidak suka bahwa
engkau menjumpai Aku selaku orang bujang". Berkata orang yang bermimpi: "Lalu kami bertanya kepada Bisyr:
' Apakah yang diperbuat oleh Abu Nashr At-Tammar?" "Maka ia menjawab:
"Ditinggikan dia diatasku dengan tujuhpuluh tingkat". Maka kami
bertanya: "Dengan apa, sedang kami melihat engkau diatas-nya?"
Bisyr
menjawab: "Dengan kesabarartnya diatas berumafc-tangga dan
berkeluarga".
Berkata
Sufyan bin 'Uyaimah: "Banyaknya perempuan, tidaklah termasuk dunia, karena
*Afi r.a. adalah yang lebih zuhud daripada para shahabat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم, dan beliau mempunyai empat orang isteri dan tuju'nbe-!as
gundik. Nikah itu adalah sunnah yang sudah lalu dan budi-pekerti daripada
nabi-nabi".
Berkata
seorang laki-laki kepada Ibrahim bin Adham r.a.: "Berbahagialah tuan,
karena tuan telah menyelesaikan segala urusan untuk ibadah dengan
mcmbujang!"
Ibrahim
bin Adham menjawab: "Kesulitan yang engkau hadapi disebabkan berkeluarga,
adalah lebih utama dari semua apa yang ada saya padanya".
Lalu
laki-laki itu bertanya: "Apakah yang menghalangi tuan dari kawin?"
Ibrahim menjawab: "Aku tidak berhajat kepada wanita dan aku tidak
bermaksud memperdayakan
wanita denean diriku".
Ada
ulama yang mengatakan: "Kelebihan orang yang berkeluarga (beris-teri) dari
orang yang membujang, adalah seperti kelebihan orang yang pergi kemedan jihad,
daripada orang yang duduk. Seraka'at dari orang yang berkeluarga, lebih utama
dari tujuhpuluh raka'at dari orang yang membujang".
Adapun
hadits yang menerangkan tentang mempertakutkan dari kawin fc'aitu: bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Manusia yang terbaik sesudah dua ratus tahun
(dari tahun Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda itu). ialah orang yang ringan
kela-kuannya, yang tiada berkeluarga dan tiada beranak". (I). Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Akan datang kepada manusia suatu masa,
dimana kebinasaan seseorang itu terdapat pada tangan isterinya, dua ibu-bapanya
dan anaknya. Mereka itu menghinakannya dengan kemiskinan dan memberatkannya
dengan pikulan yang tidak disanggupinya. Lalu ia masuk ketempat-tempat masuk
yang menghilangkan Agamanya, maka binasalah dia". (2).
Pada
suatu hadits tersebut: "Sedikit jumlah keluarga, adalah salah satu dari
dua kekayaan dan banyak jumlah keluarga, adalah salah satu dari dua
kemiskinan". (3).
Ditanyakan
Abu Sulaiman Ad-Darani tentang kawin, maka ia menjawab: "Bersabar dari
wanita, adalah lebih baik daripada bersabar atas wanita. Dan bersabar atas
wanita. adalah lebih baik daripada bersabar atas neraka".
1. Dirawikan Abu Yu'la dari Hudzaifah, hadits dla'if.
2. Dirawikan AI-Khattabi dari Ibnu Mas'ud, hadits
dla'if.
3. Dirawikan AI-Quadla'i dari 'Ali dan Abu Mansur
Ad-Dailami dari Abdullah bin Umar. Kedua riwayat ini dengan sanad dla'if.
|
Dan
Abu Sulaiman berkata pula: "Sendirian itu memperoleh kemanisan amal dan
keselesaian hati, dari apa yang tidak diperoleh oleh orang yang
berkeluarga". Pada kali yang lain, beliau berkata: "Tiada seorang pun
aku melihat dari shahabat kita yang telah kawin, lalu ia tetap pada
tingkatan-nya yang pertama".
Beliau
berkata pula: "Tiga perkara, barangsiapa mencari yang tiga perkara itu,
maka ia telah condong kepada dunia: barangsiapa mcncari kehidupan atau
mengawini perempuan atau menulis hadits". Berkata Al-Hasan r.a.:
"Apabila dikehendaki oleh Allah akan kebajikan kepada seseorang hamba, maka
tidak diganggukannya dengan urusan keluarga dan harta". Berkata Ibnu
Abil-Hawari: "Berdebat (bcrmunadha-rah) segolongan manusia tentang hadits
tadi. Maka tetaplah pendapat mereka, bahwa tidaklah maksudnya yang dua itu
tidak ada. Tetapi ada, dan keduanya itu tidak mengganggukannya". Dan
itulah yang menunjukkan kepada perkataan Abu Sulaiman Ad-Darani: "Apa yang
mengganggu engkau daripada beribadah kepada Allah oleh keluarga, harta dan
anak, maka itu adalah kutukan keatas diri engkau".
Kesimpulannya,
tidaklah berpindah dari seseorang pembencian dari kawin secara mutlak.
melainkan disertakan dengan syarat. Adapun penggemaran kepada kawin, maka telah
datanglah hadits-hadits secara mutlak dan disertakan dengan syarat.
Dari
itu, maka haruslah kami singkapkan tutup dari yang demikian itu. dengan
menentukan bahaya dan paedah dari perkawinan.
PAEDAH PERKAWINAN.
Perkawinan
itu mengandung lima paedah: anak. menghancurkan nafsu syahwat. mengatur rumah
tangga, membanyakkan keluarga dan berjuang diri memimpin kaum wanita
Paedah
Pertama: anak. Dan itulah pokok dan untuk itulah diciptakan perkawinan. Dan
yang dimaksud, ialah mengekalkan keturunan. supaya dunia ini tidak kosong dari
jenis menusia.
Adapun
nafsu syahwat, sesungguhnya dijadikan, selaku pembangkit yang menggerakkan,
seperti yang diwakilkan dengan jantan untuk mengeluarkan bibit dari tulang
sulbi dan dengan betina pada menetapkan dari usaha pertanian itu, dengan
lemah-lembut dengan keduanya, dalam membawakan kepada memperoleh anak, dengan
sebab bersetubuh. Seperti lemah-lembut dengan burung pada penyebaran bibit yang
disukainya, supaya burung itu terbawa kepada jaring.
Adalah
Qudrah-Azaliah (kekuasaan Tuhan yang Azali), tidak terbatas dari penciptaan
oknum-oknum pada mulanya, tanpa usaha pertanian dan percampuran. Akan tetapi hikmat-kebijaksanaan
menghendaki ketertiban musabbab diatas sebab-sebab, serta tidak memerlukan
benar kepada sebab-sebab itu, untuk melahirkan kekuasaan (qudrah),
menyempurnakan keajaiban-keajaiban penciptaan dan merealisasikan dari apa yang
telah terdahulu kehendak Yang Mahakuasa. Dan benarlah dengan demikian,
kalimahNya dan telah berlaku Suratan padanya.
Dalam
menyampaikan kepada memperoleh anak itu, adalah suatu pendekatan diri kepada
Allah, dari empat segi, dimana yang empat ini, adalah pokok pada penggemaran
kepada kawin, ketika merasa aman dari segala gangguan nafsu-syahwat. Sehingga
tiada seorang pun ingin bertemu dengan Allah dalam keadaan membujang.
Segi Pertama: bersesuaian
kecintaan Allah dengan usaha, pada memperoleh anak untuk mengekalkan jenis menusia.
Segi Kedua: mcncari
kecintaan Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم. pada membanyakkan
orang, dimana dengan banyaknya itu, beliau dapat membanggakan. Segi Ketiga:
mencari keberkatan dengan do'a anak yang shalih sesudah ia meninggal dunia.
Segi Keempat: mencari
syafa'at dengan kematian anak yang masih kecil, apabila anak itu meninggal
sebelum ia meninggal.
Adapun
segi pertama tadi, adalah yang lebih halus dan lebih jauh dari pemahaman orang
kebanyakan. Dan lebih benar dan lebih teguh pada orang-orang yang berpemandangan
tembus tentang keajaiban ciptaan Allah Ta'ala dan segala yang berlaku dari.
hukum Nya. Penjelasannya: bahwa tuan itu apabila menyerahkan kepada pesuruhnya
(budaknya) bibit dan alat-alat pertanian dan disediakannya bagi pesuruh itu
tanah yang disediakan untuk pertanian dan pesuruh itu sanggup
bertani
dan diserahkannya kepada orang yang akan mengerjakan pertanian itu, maka kalau
ia bermalas-maias, menyia-nyiakan alat pertanian dan membiarkan bibit
tersia-sia, hingga rusak dan ia menolak orang yang menyerahkan tugas itu dengan
berbagai helah, niscaya pesuruh itu berhak makian dan kutukan dari tuannya.
Allah
Ta'ala telah menjadikan dua suami-isteri. DijadikanNya tanda-kela-kian (dzakar)
dan dua buah pelir. DijadikanNya air yang hanyir dalam tulang belakang
laki-laki dan disediakanNya bagi air yang hanyir itu dalam dua buah pelir,
urat-urat dan tempat-tempat mengalir. DijadikanNya rahim wanita, tempat
ketetapan dan tempat simpanan air yang hanyir itu. Dan dikerasiNya kehendak
nafsu-syahwat kepada masing-masing
dari pria dan wanita. Maka segala perbuatan dan alat-alat itu menjadi saksi
nyata dengan lisan yang tegas, untuk melahirkan dari kehendak Penciptanya (Khaliqnya). Dan menyerukan segala yang berakal pikiran untuk mengenali
apa yang disediakan untuknya.
Ini.
walaupun tidak ditegaskan oleh Khaliq dengan lisan RasulNya صلى الله عليه وسلم. akan maksud, dimana beliau itu bersabda:
"Kawinlah supaya kamu ber-keturunann', maka bagaimanakah tidak dipahami,
pada ha! telah ditegas-kan dengan perintah (amar) dan diterangkan dengan
rahasia? Maka tiap-tiap orang yang tidak mau kawin, adalah berpaling dari
pertanian, menyia-nyiakan bibit, membuat nganggur alat-alat yang tersedia,
untuk apa ia dijadikan oieh Allah, Dan melakukan penganiayaan kepada maksud
dari kejadian dan hikmat kebijaksanaan yang dipahami dari bukti-bukti
penciptaan yang tertulis diatas anggota-anggota itu dengan tulisan ke-Tuhan-an.
Bukan dengan tulisan berhuruf dan bersuara, yar.g akan dibaca oleh tiap-tiap
orang yang mempunyai mata-hati ke-Tuhan-an (basbirah rabbaniyyah), yang tembus
untuk memperoleh hikmah-azaliah yang halus-haiiis.
Dan
karena itulah, Agama memandang besar tentang persoalan membunuh anak dan
mengurbakan anak perempuan hidup-hidup. Karena itu adalah mencegah kesempurnaan
wujudnya manusia. Dan untuk itu ditunjukkan oleh orang yang mengatakan :
"Al-'azl (membuang mani dari isteri) adalah salah satu dari dua macam
pembunuhan anak hidup-hidup. (1). Orang yang kawin adalah orang yang berusaha
menyempurnakan apa yang disukai oleh Allah kesempurnaannya. Dan orang yang
berpaling dari kawin, adalah orang yang mengosongkan dan menyianyiakan akan apa
yang tidak disukai oleh Allah menyia-nyiakan nya. Dan karena kesukaan Allah
Ta'ala untuk kekalnya segala yang bernyawa, maka disuruhNya memberi makan,
didorongkanNya kepada memberi makan dan dikatakan-Nya tentang member? makan
tadi dengan kata-kata hutang, yaitu firman-
1. Dua macam yang dimaksud, ialah. al-'azl, yaitu: waktu akan keluar
mani itu, lalu ditarik kemaluan laki-iaki, supaya tidak mengandung. Dan yang
kedua, yaitu: membunuh anak perempuan hidup-hidup, seperti yang terjadi pada
zaman jahiliyah (Peny).
|
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
(Man
dzalladzii yuqri dlullaaha qardlan hasanaa).Artinya: "Siapakah yang mau
memperhutangkan Allah dengan hutang yang baik". - S. Al-Baqarah, ayat 245.
Kalau
anda bertanya: bahwa kata tuan, kckalnya keturunan dan nyawa itu disukai Allah,
niscaya mendatangkan sangkaan, bahwa hilang dan hancur-nya (fana') nyawa itu,
tidak disukai oleh Allah. Dan itu adalah pemisahan antara mati dan hidup,
dengan disandarkan kepada kehendak Allah Ta'ala. Dan adalah dimaklumi, bahwa
semuanya itu, adalah dengan kehendak Ailah. Dan bahwa Allah kaya (tidak
memerlukan) kepada alam semesta. Maka dari manakah, mendapat perbedaan pada
sisiNya, mati mereka dari hidupnya atau kekal mereka dari fana'nya? Ketahuilah
kiranya, bahwa kalimat tadi adalah benar, yang telah dimaksudkan kepada yang
batil. Apa yang telah kami sebutkan, tidaklah menidakkan penyandaran segala yang
ada ini (al-kainat) seluruhnya, kepada kehendak Allah, baiknya dan buruknya.
manfa'atnya dan melaratnya. Tetapi kesukaan dan kebencian itu, adalah
berlawanan. Dan keduanya tidaklah melawan akan kehendak Allah. Maka banyak yang
dikehendaki itu, tidak disukai dan banyak juga yang dikehendaki itu disukai.
Perbuatan ma'shiat itu tidak disukai. dimana walaupun tidak disukai. tetapi
dikehendaki. Perbuatan tha'at itu dikehendaki, dimana bersama dengan
dikehendaki itu, disukai dan direlai Nya:
Adapun
kekufuran dan kejahatan, maka tidaklah kita mengatakan direlai dan disukai.
Tetapi, adalah itu dikehendaki. Berfirman Allah Ta'ala:
(Wa
laa yardlaa Iiyibaadi-hil-kufra).Artinya:
"Allah tiada merelai kekufuran dari hamba-hambaNya" - S. Az-Zumar,
ayat 7.Maka bagaimanakah fana' itu disandarkan kepada kesukaan dan kebencian
Allah seperti baqa' (kekal)? Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
ما ترددت في شيء كترددي في قبض روح عبدي المسلم هو يكره
الموت وأنا أكره مساءته ولا بد له من الموت
(Maa
taraddadtu-fii syai-in kataraddu-dii fii qabdli ruuhi abdil muslimi, huwa
yakrahul-mauta wa ana akrahu masaa-atahu wa laa bud-da lahuu minal
mauti).Artinya: 'Tidaklah Aku ragu-ragu pada sesuatu, seperti keraguan Ku
pada mengambil nyawa hambaKu yang muslim. Dia tidak menyukai mati dan Aku tidak
menyukai kejahatannya dan tak boleh tidak ia daripada mati". (1).
Maka
firmanNya "tak boleh tidak ia daripada mati", itu menunjukkan kepada
dahulunya iradah dan taqdir yang tersebut pada firmanNya:
(Nahnu
qaddarnaa bainakumul-maut).
Artinya:
"Kami telah menentukan (mentaqdirkan) kematian kepada kamu" - S.
Al-Waqi'ah, ayat 60. Dan pada firmanNya:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ
(Alladzii
khaiaqal-mauta wal-hayaata).
Artinya:
"Yang menciptakan kematian dan kehidupan". - S. Al-Mulk,ayat 2.
Dan
tidaklah berlawanan antara firmanNya: "Kami telah menentukan
(mentaqdirkan) kematian kepada kamu". - S. Al-Waqi'ah, ayat 60 tadi dan
firmanNya: "Aku tidak menyukai kejahatannya". Tetapi kenyataan
kebenaran pada ini, yang meminta penegasan pengertian iradah (kehendak),
kecintaan dan kebencian serta penjelasan hakikatnya. Karena yang segera kepada
pemahaman daripadanya, ialah hal-hal yang bersesuaian dengan kehendak makhluk,
kesukaan dan kebencian mereka. Dan amat jauhnya yang demikian daripada
kebenaran. Diantara sifat Allah Ta'ala dan sifat makhluk, adalah amat
berjauhan, sebagaimana antara ZatNya yang mulia dan zat makhluk. Dan
sebagaimana zat makhluk itu"~jauhar dan 'aradl dan Zat Allah Ta'ala adalah
mahasuci daripada yang demikian. Dan tidak bersesuaianlah antara Yang tidak
Jauhar dan tidak 'Aradl dengan yang berjauhar dan ber'aradl.
Maka
demikian pula. Sifat-sifatNya tidak bersesuaian dengan sifat-sifat makhluk. Dan
hakikat ini semuanya, masuk dalam ilmu Mukasyafah. Dan dibalik Ilmu Mukasyafah
ini, adalah Rahasia Taqdir (sirril qadr) yang terlarang menyiarkannya.
Dari
itu, hendaklah kami ringkaskan menyebutkannya dan hendaklah kami ringkaskan
diatas apa yang telah kami peringatkan, dan perbedaan antara tampil kepada
perkawinan dan mundur daripadanya. Maka- salah satu daripada keduanya, adalah
menyia-nyiakan keturunan, yang dikekal-
1. Dirawikan AlBukhari dari Abu Hurairah. Dan ini adalah hadits
qudsi, dimana Nabi صلى الله عليه وسلم. menyampaikan firman Allah Ta'ala.
|
kan
oleh Allah akan adanya keturunan itu dari semenjak Adam a.s. ganti-berganti,
sampai kepada penghabisannya.
Maka
orang yang tidak mau kawin. sesungguhnya ia telah memotong akan adanya manusia
yang terus-menerus dari semenjak adanya Adam a.s. terhadap dirinya sendiri.
Maka matilah ia terputus, tiada berpenggantian. Jikalau penggerak kepada nikah
itu, semata-mata memenuhi nafsu syahwat. niscaya tidaklah Ma'az berkata pada
waktu penyakit kolera itu: "Kawinkanlah aku, janganlah aku bertemu dengan
Allah, dalam keadaan membujang!"
Kalau
anda bertanya: "Apakah Ma'az mengharap akan anak pada waktu yang demikian
itu? Maka apakah segi keinginannya kepada kawin itu?" Maka aku menjawab,
bahwa anak itu berhasil dengan bersetubuh dan bersetubuh itu berhasil dengan
kebangkitan nafsu-syahwat. Dan itu, adalah hal yang tidak masuk dalam bidang
usaha (ikhtiar). Sesungguhnya yang bersangkutan dengan ikhtiar hamba, ialah
mendatangkan penggerak bagi nafsu-syahwat itu. Dan yang demikian itu,
diharapkan dalam segala keadaan.
Maka
barangsiapa telah melakukan ikatan perkawinan ('aqad-nikah), adalah ia telah
menunaikan kewajibannya dan berbuat apa yang membawa kepada yang tersebut itu.
Dan yang lain dari itu. adalah diluar dari usahanya.
Karena
itulah, disunatkan juga nikah kepada orang yang tak bertenaga (impoten). Karena
gerakan nafsu-syahwat itu, adalah tersembunyi, tidak dapat dilihat. Sehingga
orang yang sudah "tersapu-bersih" (al-mamsuh-sudah rata), yang tidak
dapat mengharap akan memperoleh anak lagi, juga tidak terputus sunatnya kawin
bagi dirinya, berdasarkan pandangan yang disunatkan bagi orang yang botak,
melalukan pisau cukur diatas kepalanya, karena mengikuti orang lain dan
menyerupai dengan orang-orang terdahulu yang shalih. Dan sebagaimana disunatkan
pada mengerjakan hajji sekarang, akan ar-ramal (l).dan al-idl-thiba' (2). Dan
adalah maksudnya mula-mula dahulu, menzahirkan keberanian terhadap orang-orang
kafir. Maka jadilah mengikuti dan menyerupai dengan mereka yang telah
menzahirkan keberanian itu, sunat terhadap orang-orang yang kemudiannya. Dan
menjadi lemahlah sunatnya ini, dibandingkan kepada sunatnya terhadap orang yang
mampu bertani. Dan kadang-kadang kelemahan sunat itu, semakin bertambah, dengan
apa yang mengimbanginya, tentang makruhnya membuat wanita itu kosong dan
disia-siakan, mengenai apa yang kembali kepada menunaikan akan hajatnya. Hal
itu tidaklah terlepas dari semacam bahaya. Maka pengertian ini,
1.Ar-ramal, yaitu: berlari-lari kecil pada waktu mengerjakan sa'i
pada hajji.
2.Al ldl thiba", yaitu: memasukkan selendang dibawah ketiak
kanan dan menutupkan bahu kiri dengan bagian lain dari selendang itu (Peny).
|
adalah
yang memperingatkan kepada sangatnya penantangan mereka kepada memnggalkan
perkahwinan, walaupun nafsu-syahwat itu tidak berdaya.
Segi
Kedua: berusaha pada mencintai
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. dan kerelaannya, dengan membanyakkan apa yang
menjadi kebanggaannya. Karena ia telah rnenegaskan yang demikian. Dan
menunjukkan kepada pemeliharaan urusan anak itu, oleh sejumlab segi-segi
seluruhnya. Diantaranya, apa yang dinwayatkan dari Umar r.a., bahwa beiiau itu
bernikah banyak kali dan mengaitfkar,: "Sesungguhnya aku kawin untuk
memperoleh anak" Dan apa yang diriwayatkan dari beberapa hadiis, tentang
mencela wanita yang mandul, karena Nabi s.aay bersabda: "Sesungguhnya sehelai tikar pada
suatu sudut rumah, adalah iebih baik daripada seorang wanita yang tidak
beranak" (1). Dan Nabi صلى الله عليه وسلم.
bersabda:
خير نسائكم الولود الودود
(
Khairu nisaa-ikumui-waluudui-waduudu).Artinya:"Sebaik-baik wanita
kamu ialah yang banyak anak dan banyak kasih-sayangnya" (2).
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Seorang wanita yang hitam, yang
beranak banyak, adalah lebih baik dari seorang wanita cantik yang tidak
beranak".(3).'
Dan
ini menunjukkan kepada mencari anak itu dimasukkan kedalam kehendak keutamaan
nikah., daripada mencari penolakan tipuan nafsu-syah wal. Karena wanita yang
cantik adalah lebih patut untuk pemeliharaan. pemineingan mata dan pernuasan
nafsu-syahwat.
Segi
Ketiga: bahwa ditinggalkan sesudahnya. anak yang shalih yang berdo'a kepadanya,
sebagaimana tersebut pada hadits, bahwa segala amal peibuatan anak Adam
(manusia) i-u terputus, selain tiga perkara. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم. merryebutkan anak yang shalih Dan pada suatu hadits,
tersebut: "Bahwa segala dc'a itu dibawa kepada orang mat? diatas baki dari
nur". (4).
Perkataan
dan orang yang mengatakan, bahwa anak itu kadang-kadang tidak shalih, tidaklah
itu berpengaruh, karena anak itu mu'min. Dan shalih im pada umumnya, adalah
pada anak-anak orang yang beragama. Lebih-lebih apabila ayahnya bercita-cita
mendidiknyu dan membawanya kepada keshalihan.
1. Dirawikan Abu Umiir At-Tauqani dari Umur bir. Khattab, hadits
marfu.
2. Dirawikan Ai-baihaqi dari Ibnu Abi Adiyah Ash-Shad-fi.
3. Dirawikan ibnu Hibban dari Bahaz bin Hakim, hadits tidak shahih.
4. Kata Al-lraqi, hadits ini diriwayatkan Abu Hadbah dari Anas. Dan
Abu Hadbah ini pendusta
|
Kesimpulannya,
bahwa do'a orang mu'min kepada kedua ibu-bapaknya, adalahberfaedah. baik anak
itu orang yang berbuat kebajikan atau berbuat kedurhakaan. Dan orang tua itu
diberi pahala diatas segala do'a dan kebajikan anaknya, karena itu adalah dari
usahanya. Dan tidak disiksa disebabkan segala kejahatan anaknya. Karena,
tiadalah pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan karena itulah
berfirman Allah Ta'ala:
(Alhaqnaa
bihim dzurriyyatahum wa maa alatnaahum min 'amali him min syai-in).
Artinya:
"Nanti mereka akan Kami pertemukan dengan turunannya itu dan tiada Kami
kurangi amal mereka barang sedikitpun". - S. Ath-Thur, ayat 21.
Artinya:
"Tiada Kami kurangkan mereka dari amal-perbuatannya dan Kami jadikan
anak-anak mereka menjadi tambahan pada perbuatan baiknya".
Segi Keempat: bahwa
kalaulah mati anaknya sebelumnya, maka adalah anak itu berbuat syafa'at
kepadanya. Diriwayatkan dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.,
bahwa beliau bersabda: "Bahwa anak kecil itu menarik kedua ibu-bapa-nya
kedalam sorga" (1).
Dan
pada sebahagian hadits, tersebut: "Anak itu memegang kainnya, sebagaimana
aku sekarang memegang kainmu" (2).
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda pula: "Bahwa dikatakan kepada anak
kecil itu: "Masuklah kesorga!" Lalu anak itu berdiri dipintu sorga
dengan penuh kekesalan dan kemarahan, seraya ia berkata: "Aku tidak masuk
sorga, kecuali kedua ibu-bapaku bersama aku". Lalu ada yang mengatakan: "Masukkanlah
kedua ibu-bapanya bersama dia kesorga!" (3). Pada hadits lain, tersebut:
"Bahwa anak-anak kecil itu berkumpit! pada tempat perhentian kiamat,
ketika segala makhluk dibawa untuk hisab (dikira segala amal perbuatannya
semasa didunia). Lalu ada yang mengatakan kepada para malaikat: "Pergiiah
dengan anak-anak itu kesorga!" Maka anak-anak itu berdiri pada pintu
sorga, lalu dikatakan kepada mereka: "Selamat datang para keturunan kaum
muslimin! Masuklah: Tidak dikira (hisab) terhadap kamu!"
Anak-anak
itu bertanya: "Manakah bapa-bapa dan ibu-ibu kami?" Maka menjawab
pengawal: "Bapa-bapa dan ibu-ibu kamu tidaklah seperti kamu. Mereka
mempunyai dosa dan kesalahan. Mereka akan dihisab dan dituntut diatas segala
dosa dan kesalahan itu". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
1. Dirawikan Ibnu Majah dari Ali, hadits dla'if.
|
2. Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
3. Dirawikan Ibna Hibban dari Bahaz bin Hakim, hadits
dla'if.
|
seterusnya:
"Lalu anak-anak itu berteriak dan menggoncangkan sekali goncangan diatas
pintu-pintu sorga. Maka berfirman Allah Ta'ala - sebenarnya Ia mahamengetahui
dengan anak-anak itu: "Goncangan apakah
ini?"
Lalu
para pengawal itu menjawab: "Wahai Tuhan kami! Anak-anak orang Islam itu
berkata: "Kami tidak mau masuk sorga, kecuali bersama orang tua
kami". Maka berfirman Allah Ta'ala: "Biarkanlah semuanya! Bawalah
orang tua mereka-itu, lalu masukkanlah semuanya kedalam sorga!" (1). Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Barangsiapa meninggal dan mempunyai
dua orang anak, maka sesungguhnya ia tercegah dengan sesuatu cegahan daripada
api neraka" (2).
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Barangsiapa meninggal dengan
mempunyai tiga orang anak, dimana mereka itu belum sampai berdosa, niscaya ia
dimasukkan oleh Allah kedalam sorga dengan kurnia rahmatNya kepada
mereka". Lalu shahabat bertanya: "Dan kalau anaknya dua orang?"
Nabi صلى الله عليه وسلم. menjawab: "Dan dua juga!" (3).
Ada
riwayat menceriterakan, bahwa sebahagian orang-orang shalih, dike-mukakan
kepadanya supaya kawin. Maka beliau enggan beberapa waktu lamanya. Kemudian
beliau berceritera, dimana pada suatu hari beliau terbangun dari tidur. lalu
berkata: "Kawinkanlah aku! Kawinkanlah aku!" Maka merekapun
mengawinkannya.
Kemudian,
ditanyakan kepadanya tentang itu, lalu beliau menjawab: "Semoga Allah
meanugerahkan kepadaku seorang anak dan kemudian diambilNya. Maka jadilah anak
itu bagiku sebagai suatu mukaddimah (pendahuluan) diakhirat nanti".
Kemudian,
beliau meneruskan ceriteranya: "Aku bermimpi, seolah-olah kiamat sudah
datang dan seolah-olah aku dalam jumlah makhluk ramai ditempat perhentian
dipadang mahsyar. Dan aku sangat haus, yang ham-pir memutuskan leherku. Begitu
pula makhluk yang banyak itu, semuanya dalam sangat kehausan dan kesulitan.
Maka kami begitu juga, ketika anak-anak itu masuk kecelah-celah orang banyak,
diatas mereka beberapa sapu-tangan dari nur dan ditangan mereka cerek dari
perak dan gelas dari emas. Anak-anak itu memberi minum seorang demi seorang,
dimana mereka itu masuk kecelah-celah orang ramai dan melewatkan kebanyakan
orang (kebanyakan orang tidak diberi oleh mereka minum). Lalu aku mengulurkan
tangan kepada salah seorang dari mereka, seraya aku berkata: "Berilah aku
minum. sesungguhnya aku haus sekali!" Lalu anak itu menjawab: "Bapak
tidak mempunyai anak dalam rombongan kami. Kami hanya memberi minum kepada
bapak-bapak kami saja".
1. Menurut Al-lraqi, beiiau tidak memperoleh pegangan pada hadits
ini.
2. Dirawikan Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Zuhair
bin Abi Alqamah.
3. Dirawikan Al-Bukhari dari Anas.
|
Maka
aku bertanya: "Siapakah kamu ini semuanya?"
Mereka
itu menjawab: "Kami adalah orang-orang yang meninggal dunia,yang terdiri
dari anak-anak orang Islam".
Dan
salah satu dari pengertian-pengertian yang tersebut pada firman Allah Ta'ala:
(Fa
tuu hartsakuin annaa syi'turn wa qad-dimuu lianfusikum). Artinya: "Sebab
itu, usahakanlah perladanganmu itu sebagaimana kamu sukai dan buatlah kebaikan
untuk dirimu!" - S. Al-Baqarah, ayat 223, ialah mendahulukan anak-anak
kecil keakhirat.
Maka
telah nyatalah dengan segi-segi yang empat ini, bahwa bahagian terbanyak dari
keutamaan perkawinan itu, ialah karena adanya perkawinan itu menjadi sebab
untuk memperoleh anak.
Paedah
Kedua: membentengi diri dari setan, menghancurkan kerinduan, menolak godaan
nafsu-syahwat, memincingkan mata dan memelihara kemaluan. Dan kepada itulah,
ditunjukkan oleh sabda Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.:
من نكح فقد حصن نصف دينه فليتق الله في الشطر الآخر
(Mannikaha
faqad hash - shana nish-fa diinihi fal-yattaqillaaha fisy-syath-ril-aakhar).
Artinya:
"Barangsiapa kawin, maka telah memelihara setengah agamanya, Maka
hendaklah bertaqwa kepada Allah pada setengah lagi!" Dan kepada itulah,
ditunjukkan oleh' sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
"Haruslah kamu kawin! Maka barangsiapa yang tidak sanggup, maka haruslah
ia berpuasa, karena puasa itu melemahkan hawa-nafsu". (1).
Kebanyakan
dari apa yang kami nukilkaru dari atsar dan hadits, menunjukkan kepada
pengertian yang tersebut tadi. Dan pengertian itu bukanlah pengertian yang
pertama (memperoleh anak). Karena nafsu-syahwat adalah diperserahi (diwakilkan)
untuk melaksanakan perolehan anak. Maka perkawinan itu, mencukupilah untuk
pekerjaan tersebut, yang men-dorong untuk menjadikannya dan yang menyingkirkan
kejahatan kekuasaannya. Dan tidaklah orang yang memperkenankan panggilan
tuannya karena ingin memperoleh kerelaannya, seperti orang yang memperkenankan
untuk mencari kelepasan dari godaan penyerahan. Maka nafsu-syahwat dan anak
itu, adalah hal yang ditaqdir-kan dan diantara -keduanya, terdapat ikatan yang
erat. Dan tidak bolehlah dikatakan, bahwa yang dimaksud, ialah kesenangan
(memperoleh kelazatan). Dan anak, adalah suatu keharusan daripadanya,
sebagaimana umpamanya, keharusan membuang air besar dari karena makan.
1. Hadits ini dan sebelumnya. sudah diterangkan dahulu.
|
Dan
tidaklah itu yang dimaksudkan, pada diri perkawinan itu. Tetapi anaklah yang
dimaksudkan, menurut kejadian menusia (fithrah) dan hik-rnahnya. Dan
nafsu-syahwat itu, adalah yang membangkitkan kepadanya. Demi sebenarnya, pada
syahwat itu, ada hikmah yang lain lagi, selain dari memberi beban untuk
memperoleh keturunan. Yaitu: memperoleh kesenangan (kelazatan) pada pelaksanaan
nafsu-syahwat itu, yang tak ada bandingan dengan kesenangan itu, oieh
kesenangan manapun juga, apabila kesenangan itu bisa kekal terus.
Kesenangan
itu, mengingatkan kepada segala kesenangan yang dijanjikan didalam sorga.
Karena menggemarkan kepada kesenangan yang tidak pernah dirasakan, adalah tidak
berguna. Kalau digemarkan kepada orang yang tak bertenaga (impoten) tentang
kesenangan bersetubuh atau kepada anak kecil tentang kesenangan menjadi raja
dan sultan, niscaya, tidaklah bermafa at penggemaran itu.
Dan
salah satu dari paedah kesenangan dunia, ialah keinginan kekalnya didalam
sorga, supaya menjadi pendorong beribadah kepada Allah. Maka perhatikanlah
kepada hikmah, kemudian kepada rahmat, kemudian kepada persediaan ke-Tuhan-an,
bagaimana telah disediakan dibawah syahwat yang satu itu. dua kehidupsn:
kehidupan dzahir dan kehidupan bathin.
Kehidupan
dzahir, iaiah kehidupan manusia dengan kekal keturunannya. Dan itu adalah
semacam dari kekekalan wujudnya. Dan Kehidupan bathin, ialah kehidupan akhirat.
Maka
kesenangan yang kurang ini, disebabkan lekas. habisnya, adalah menggerakkan
keinginan kepada kesenangan yang sempurna, dengan kesenangan berkekalan. Lalu
ia tergerak kepada beribadah, yang menyampaikan kepada kesenangan yang
berkekalan itu. Maka hamba itu memperoleh paedah disebabkan kesangatan tnginnya
kepada kesenangan tadi, yang memudahkan kepada kerajinan, kepada apa yang menyampai-kannya kepada kenikmatan sorga. Dan tidaklah
dari suatu moleku' (zat yang paling halus) dari molekul-molekul tubuh manusia,
dzahir dan barhin. bahkan segala mo'ekul alam langit dan bumi. melainkan
terdapat padanya hikmah yang halus-halus dan yang ajaib-ajaib, yang menakjubkan
segala akal pikiran manusia.
Tetapi.
yang demikian itu hanya terbuka bagi hati yang suci-bersih, menurut
kcbersihannya. Dan menurut kebenciannya kepada kembang dunia, tipuan dan
godaannya.
Maka
perkawinan itu, dengan sebab menolak godaan nafsu syahwat, adalah amat penting
dalam agama, untuk orang-orang yang tidak dihinggapi kelemahan dan tidak
bertenaga (impoten). Dan orang-orang itulah, kebanyakan manusia adanya.
Nafsu-syahwat
ku, apabila mengeras dan tidak dapat disanggah oleh kekuatan taqwa, niscaya
dapat menghela kepada perbuatan keji. Dan kepadanyalah, ditunjukkan oleh sabda
Nabi صلى الله عليه وسلم. dengan sabdanya dari Allah Ta'ala:
(ilaa
taf 'aluuhu takun fitna-tun fil-ardii wa fasaadun kabiir).
Artinya:
"Kalau tidak engkau perbuat pula begitu, niscaya menjadi fitnah dibumi dan
kerusakan besar". - Ai-Anfal-73.
Dan
kaiau dapat dipukul dengan pukulan ke-taqwa-an, maka kesudahannya, dapatlah
mencegah anggota-anggota badan daripada memperkenan-kan ajakan nafsu-syahwat itu. Lalu terplcinglah mata dan terpeliharalah
kemaluan.
Adapun
menjaga hati dari kebimbangan dan pemikiran, maka tidaklah termasuk dibawah
usaha (ikhtiar) seseorang. Tetapi senantiasalah nafsu itu menarik dan
membisikkan kepadanya dengan berbagai keadaan bersetubuh. Dan tidak jemu-jemulah
setan penggariggu itu dalam sebahagian besar waktunya.
Kadang-kadang
yang demikian itu datang kepadanya dalam shalat. Sehingga terguris dihatinya
dari ha! keadaan bersetubuh itu, sesuatu gurisan, kalaulah kiranya
diterangkannya dihadapan orang yang paling hina sekalipun, niscaya ia akan
malu. Dan Allah Ta'ala melihat kepada hatinya. Dan hati itu terhadap Ailah,
adalah seperti lisan terhadap makhluk. Dan pokok segaia pekerjaan bagi
seseorang yang berkehendak menjalani jalan akhirat, ialah hatinya. Dan rajin
berpuasa itu, tidaklah menghilangkan bend?, gangguan pada kebanyakan orang.
Kecuali ditambahkan kepadanya kelemahan badan dan kerusakan pada sifatnya.
Karena itulah, Ibnu 'Abbas r.a. berkata: "Tidak sempurnalah ibadah orang
yang melakukan hajji, keeuaii dengan kawin". Ini adalah percobaan umum,
sedikitlah orang yang terlepas daripadanya. Dan Qatadah berkata tentang arti
firman Allah Ta'ala:
(Wa
laa tuhammilnaa maa laa thaa-qata lanaa bih).
Artinya:
"Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak bisa kami pikul"
- S. Al-Baqarah, ayat 286, yaitu: kerasnya nafsu-syahwat. Dari Akramah dan
Mujahid, yang mana keduanya mengatakan, tentang arti firman Allah Ta'ala:
(Wa
khuliqal-insaanu dla'iifaa).
Artinya:
"Dan manusia itu dijadikan bersifat lemah". — S. An-Nisa', ayat 28,
ialah bahwa manusia itu tidak sabar terhadap perempuan. Berkata Fayyadl bin
Nujaih: "Apabila bangunlah kemaluan Ielaki, niscaya hilang-iah duapertiga
akalnya". Setengah mereka mengatakan: "Hilanglah sepertiga
agamanya".
Dan
pada penafsiran yang tidak begitu sering terdengar (nawadiru't-tafsir) dari
ibnu 'Abbas r.a. tentang firman Alia Ta'ala:
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
(Wa
min syarri ghaasiqin idzaa waqab).
Artinya:
"Dan dari kegelapan (malam) ketika ia telah datang" — S. Al-Falaq,
ayat 3, yaitu, kata Ibnu 'Abbas: bangunnya kemaluan Ielaki. ini adalah bahaya
yang sering terjadi, apabila menggelagak, yang tidak dapat dilawan oleh akal
pikiran dan Agama. Dan nafsu-syahwat itu. sedang dia adalah baik, untuk
pendorong kepada kedua kehidupan-dunia dan akhirat-sebagaimana telah
diterangkan dahulu, maka nafsu-syahwat itu. adalah yang terkuat alat setan
terhadap anak Adam. Dan kepadanya-lah diisyaratkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. dengan sabdanya: "Tidaklah aku melihat dari
wanita-wanita yang kurang akal dan agama, yang lebih mempengaruhi orang-orang
yang berakal pikiran. daripada engkau sekalian" (1). Dan itu sesungguhnya.
adalah karena bergeloranya nafsu-syahwat. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم.
mengucapkan dalam do'anya:
اللهم إني أعوذ بك من شر سمعي وبصري وقلبي وشر مني
(Allaahumma
innii a'uudzu bika min syarri sam'ii wa basharii wa qalbii wa syarri maniyyii).
Artinya:
"Wahai Allah Tuhanku! Sesungguhnya aku berlindung dengan engkau dari
kejahatan pendengaranku, penglihatanku, hatiku dan kejahatan maniku!" Dan
beliau mendo'a:
أسألك أن تطهر قلبي وتحفظ فرجي
(As-aluka
an tuthahhira qalbii wa tah fadha farjii).
Artinya:
"Aku bermohon padaMu, kiranya Engkau mensucikan hatiku dan memeliharakan
farajku (kemaluanku)".
1.Dirawikan Muslim dari ibnu Umar.
|
Maka apa yang dimohonkan perlindungan oleh
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. daripadanya, lalu bagaimanakah boleh dipandang
enteng oleh orang lain? Adalah sebahagian orang-orang shalih, membanyakkan
kawin, sehingga ham-pir tidak terlepas dari dua dan tiga isteri. Lalu dibantah
oleh sebahagian kaum shufi akan sikap yang demikian. Maka orang shalih itu
menjawab: "Adakah diketahui oleh seseorang daripada kamu, bahwa ia duduk-dihadapan
Allah Ta'ala pada suatu tempat duduk atau berdiri dihadapanNya pada suatu
tempat berdiri, pada suatu pergaulan, lalu terguris dihatinya oleh gurisan
hawa-nafsu syahwat?"
Maka
orang-orang shufi itu menjawab: "Banyaklah yang demikian itu menimpa
keatas diri kami". Orang shalih tadi berkata: "Jikalau aku rela dalam
umurku seluruhnya, seperti keadaan kamu dalam suatu waktu saja, niscaya aku
tidak kawin. Tetapi aku, tidaklah terguris pada hatiku, suatu gurisan yang
membim-bangkan aku dari hal-keadaanku, melainkan aku laksanakan terus. Maka
senanglah hatiku dan kembalilah aku kepada pekerjaanku. Dan semenjak empatpuluh
tahun lamanya, tiadalah terguris pada hatiku kema'siatan". Sebahagian
manusia membantah keadaan orang-orang shufi itu, lalu bertanya kepadanya sebahagian
orang-orang beragama: "Apakah yang anda tentang dari mereka?"
Orang
yang menantang itu menjawab: "Orang-orang shufi itu banyak makan".
Maka
orang beragama itu menjawab: "Engkau pun kalau lapar seperti mereka lapar,
akan makan seperti mereka makan". Orang yang menantang itu menambah:
"Mereka kawin banyak". Lalu orang beragama itu menyambung:
"Engkau pun apabila memelihara kedua mata engkau dan kemaluan engkau,
sebagaimana mereka memeli-harakannya, niscaya engkaupun kawin sebagaimana
mereka itu kawin". Al-Junaid berkata: "Aku memerlukan kepada jima'
(bersetubuh) sebagaimana aku memerlukan kepada makanan". Maka isteri itu
sebenarnya, adalah makanan dan sebab untuk kesuci-bersihan hati. Dan karena
itulah", Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم. menyuruh tiap-tiap
orang yang jatuh pandangannya kepada seorang wanita, lalu tertarik hatinya
kepada wanita itu, supaya melakukan jima' dengan isterinya". (1).
Karena
yang demikian itu menolak kebimbangan dari dirinya. Diriwayatkan oleh Jabir
r.a.: "Bahwa Nabi صلى
الله عليه وسلم. melihat seorang
wanita, lalu beliau masuk ketempat Zainab dan melaksanakan hajatnya. Kemudian
beliau keluar seraya bersabda: "Bahwa wanita itu apabila berhadapan,
niscaya ia berhadapan dengan bentuk setan. Maka apabila seseorang
1. Dirawikan Ahmad dari Abi Kabsyah Al-Anmari, isnadnya baik.
|
kamu
melihat wanita, dimana wanita itu menakjubkan kamu, maka hen-rfakJah mendatangi
isterinya. Karena bersama isterinya itu, terdapat yang seumpama dengan yang
bersama wanita itu". (1).
Dan
Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Janganlah kamu masuk ketempat
wanita yang tak ada suaminya dirumah (ai-mughibat), yaitu: wanita tak ada
suaminya bersamanya. Karen- setan itu- berjalan dari seseorang kamu pada tempat
jalannya darah".
Lalu
kami (para shahabat) bertanya: "Apakah dari engkau juga?" Nabi صلى الله عليه وسلم. menjawab: "Juga dari aku. Tetapi Allah
menolong aku terhadap setan, maka selamailah aku" Berkata Sufyan
bin'Uyainah: "Maksudnya ialah: maka selamatlah aku daripada setan itu.
Inilah maksudnya. Dan setan itu tidaklah seiamat" (2).
Begitu
pula diceriterakan dari Ibnu 'Umar r.a., dimana beliau termasuk golongan par;.;
shahabat yang zuhud dan ahli ilmu, bahwa beliau itu berbuka puasa dengan
jima" sebeium makan. Kadang-kadang beliau melakukan jima' sebelum mengerjakan
shaiat Maghrib. Kemudian lalu mandi dan mengerjakan shaiat. Yang demikian itu,
adalah untuk menyelesaikan hatinya ber'fbadah kepada Allah dan mengeluarkan
benda kepunyaan setan daripadanya. Dan diriwayatkan, bahwa Ibnu Lmar r.a.
melakukan jima'
pada tiga orang gundiknya dalam bulan Rarnadhan sebelum shalat 'isya'.
Ibnu 'Abbas berkata: "Yang terbaik dari umat ini. ialah yang terbanyak
isterinya". (3).
Tatkala
nafsu-syahwat itu amat keras pada sifat orang Arab, maka orang-orang shahh dan
mereka adalah sangat banyak kawin. Dan untuk ketenangan hati, diperbolehkan
kawin budak perempuan, ketika dikuadrkan terjadi perzmaan. sedang pada
perkawinan ini adalah memperbudakkan anak. Dan itu adalah semacam pembinasaan
aan diharamkan terhadap orang yang mampu kawin dengan wanita merdeka. Tetapi
memperbudak-kan anak itu, adalahlebih enteng daripada membinasakan Agama. Dan
tak ada pada perkawinan itu, kecuali mengeruhkan kehidupan anak sebentar s aja,
sedang pa da mengerjakan perbuatan yang keji itu, menghilangkan kehidupan
akhirat yang membawa kehinaan umur yang panjang, dengan penambahan kepada
hari-harinya.
Diriwayatkan,
bahwa pada suatu hari, orang banyak meninggalkan tempat ibnu 'Abbas dan
tinggallah seorang pemuda yang tetap disitu. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya:
"Apakah engkau ada sesuatu keperluan?" Pemuda itu menjawab:
"Ada! Aku ingin menanyakan suatu persoalan. Tadi aku maiu kepada orang
banyak dan sekarang aku takut kepada tuan dan aku menghormati tuan".ibnu
'Abbas menjawab: "Orang yang berilmu itu adalahseperti bapak
1.Dirawikan Muslim dan At-Tirmidzi dan kata At-Tirmidzi. hadits baik
dan shahih.
2. Dirawikan At-Tirmidzi dari Jabir dan katanya, hadits gharib
(asing).
3 .Dirawikan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas. Dan maksudnya, bahwa orang
yang terbaik itu, ialah: Nabi صلى الله عليه وسلم.
|
sendiri.
Apa yang engkau curahkan kepada ayahmu, maka curahkanlah sekarang
kepadaku!"
Lalu
pemuda itu menyambung: "Sesungguhnya aku seorang pemuda yang tidak
mempunyai isteri. Kadang-kadang aku takut akan terjadi perbuatan jahat terhadap
diriku. Kadang-kadang aku ke!uarkan maniku dengan tanganku sendiri. Adakah itu
merupakan suatu kema'shiatan?" Maka Ibnu 'Abbas memalingkan muka dari
pemuda tadi, kemudian berkata: "Ah, kotor sekali! Mengawini budak
perempuan, adalah lebih baik dari itu. Dan itu adalah lebih baik dari
perzinaan".
Maka
ini, adalah memberitahukan, bahwa orang bujang yang keras nafsu-syahwatnya,
adalah terumbang-ambing diantara tiga kejahatan. Yang paling rendah dari
kejahatan yang tiga itu, ialah mengawini budak perempuan, dimana padanya
memperbudakkan anak sendiri. Dan yang paling berat dari kejahatan itu ialah
mengeluarkan mani sendiri dengan tangan. Dan yang paling keji dari kejahatan
tersebut, ialah melakukan perzinaan. Ibnu 'Abbas tidak mengatakan secara mutlak,
akan pembolehan sesuatu daripadanya. Karena keduanya itu (mengawini budak
wanita dan mengeluarkan mani dengan tangan sendiri), adalah amat menguatirkan,
yang ditakuti terjerumus kepada yang lebih menguwatirkan iagi. Sebagaimana
ditakuti memakan bangkai, karena ditakuti dari pada kebinasaan diri. Maka
tidaklah menguatkan yang lebih enteng dari dua kejahatan itu, termasuk dalam
pengertian pembolehan mutlak dan tidak dalam pengertian kebaikan mutlak. Dan
tidaklah memotong tangan yang dimakan penyakit itu, termasuk perbuatan yang
baik, meskipun diizinkan ketika mendekati diri kepada kebinasaan.
Jadi,
pada perkawinan itu, terhadap keutamaan dari segi tni. Tetapi ini tidaklah
merata kepada semuanya, hanya kebanyakan saja. Maka banyaklah orang yang telah
lemah syahwatnya, karena usia lanjut atau karena sakit atau karena lainnya,
lalu tiadalah penggerak itu pada dirinya. Dan tinggallah apa yang tersebut
dahulu, tentang urusan anak. Dan urusan anak itu, adalah hal yang merata,
kecuali orang yang telah tersapu bersih kemaluannya (al-mamsuh). Dan itu,
adalah jarang.
Sebahagian
dari sifat (karakter) manusia, amat mengeras nafsu-syahwat-nya, dimana tidak
dapat dibentengi oleh seorang wanita saja. Maka disunatkan bagi orang yang
seperti ini, lebih dari seorang wanita, sampai kepada empat wanita". Kalau
kiranya dimudahkan oleh Allah baginya kasih-sayang dan rahmat serta hatinya
tenteram dengan wanita-wanita itu, maka syukurlah. Kaiau tidak. maka disunatkan
baginya mengganti. Saidina 'Ali r.a. kawin sesudah wafat Fatimah r.a. tujuh
malam. Ada yang mengatakan, bahwa Al-Hasan bin 'Ali suka sekali kawin, sehingga
beliau kawin lebih dari duaratus wanita. Dan kadang-kadang, beliau melakukan
'aqad-nikah empat wanita dalam satu waktu. Dan kadang-kadang beliau ceraikan
empat dalam satu waktu dan menggantikan mereka itu semuanya.
Nahi
صلى الله عليه وسلم. bersabda kepada Al-Hasan:
أشبهت خلقي وخلقي
(Asybahta
khalqii wa khuluqji).
Artinya:
"Engkau telah menyerupai bentukku dan akhlaqku" (1). Dan bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Al-Hasan itu daripadaku dan Al-Husain
daripada 'Ali" (2).
Maka
ada yang mengatakan, bahwa banyaknya kawin Al-Hasan itu, adalah salah satu dari
apa yang menyerupai Al-Hasan dengan akhlaq Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.
Al-Mughirah
bin Sya'bah telah kawin dengan delapan puluh wanita. Dan dalam kalangan
shahabat itu. ada yang mempunyai tiga dan empat isteri. Dan yang mempunyai dua
isteri, adalah tidak terhingga jumlahnya. Manakala yang menggerakkan kepada
perkawinan itu telah dimaklumi, maka seyogialah dicari obat menurut penyakit.
Yang dimaksud, ialah menenteramkan jiwa. Maka hendaklah diperhatikan kepada
ketenteraman jiwa itu, tentang banyak dan sedikitnya.
Paedah
Ketiga: menyenangkan jiwa, menjinakkannya dengan duduk bersama-sama.
pandang-memandang dan bersenda-gurau, untuk menenteramkan hati dan
mcnguatkannya kepada ibadah. Karena sesungguhnya jiwa itu pembosan. Dan
terhadap kepada kebenaran, jiwa itu melarikan diri. karena menyalahi tabi'at
pembawaannya.
Kalau
dipaksakan jiwa itu berbuat terus-menerus dengan paksaan terhadap apa yang
menyalahi dengan kemauannya, niscaya ia melawan dan kembali kepada kemauannya
sendiri.
Dan
apabila dihiburkan dengan berbagai macam kesenangan pada sebahagian w:aktu.
niscaya, ia menjadi kuat dan rajin. Dan menjinakkan hati dengan wanita, adalah
termasuk sebahagian dari istirahat, yang menghilangkan kesusahan hati dan
menyenangkan kalbu. Dan sewajarnyalah hendaknya, ada istirahat-istirahat dengan
hal-hal yang diperbolehkan, bagi jiwa orang-orang yang bertaqwa (al-muttaqin).
Dan karena itulah, Allah berfirman:
(Li-yaskuna
ilaihaa).
Artinya:
"Supaya dia (laki-laki) merasa senang kepadanya (kepada wanita)" S.
Al-A'raf, ayat 189.
1. Dirawikan AlBukhari dan Muslim dari Al-Barra'.
2. Dirawikan Ahmad dari Al-Miqdad bin Ma'dikarab,
dengan sanad baik.
|
'Ali
r.a. berkata: "Senangkanlah hatimu sesa'at, karena apabila hati itu tidak
merasa senang, niscaya ia buta!" Dan pada suatu hadits, tersebut:
"Hendaklah orang yang berakal itu mempunyai tiga sa'at: sesa'at ia
bermunajah dengan Tuhannya, sesa'at ia mcmperhitungkan dirinya (mengadakan
hisab terhadap amal perbuatannya) dan sesa'at ia menyendiri dengan makanan dan
minumannya". (1).
Karena
sesungguhnya pada sa'at ini, adalah menolong kepada sa'at-sa'at yang tersebut
itu.
Dan
seperti hadits tadi, dengan susunan kata-kata yang lain: "Tidak adalah
orang yang berakal itu menempuh, selain pada tiga: perbelanjaan untuk akhirat
atau persiapan untuk hidup atau kesenangan pada jalan yang tidak
diharamkan" (2). Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
لكل عامل شرة ولكل شرة فترة فمن كانت فترته إلى سنتي فقد اهتدى
(Likulli
aamilin syirratun wa likulli syirratin fatratun, faman kaanat fatra-tuhu ilaa
sunnatii faqa-dih tadaa).
Artinya:
"Bagi tiap-tiap orang yang bekerja itu, mempunyai kesungguhan dan bagi
tiap-tiap kesungguhan itu, mempunyai waktu terluang. Maka barangsiapa waktu
terluangnya itu ada kepada sunnahku, niscaya sesungguhnya ia telah memperoleh
petunjuk". (3).
Kesungguhan
itu, adalah pada permulaan kehendak dan waktu terluang itu, ialah berhenti
untuk istirahat.
Adalah
Abu'd-Darda' itu berkata: "Sesungguhnya aku jadikan diriku
ber-senang-senang dengan sedikit permainan, supaya dengan demikian, aku menjadi
kuat kemudian kepada kebenaran". Pada sebahagian hadits dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. bahwa beliau bersabda: "Aku mengadu kepada
Jibril a.s. akan kelemahanku dari bersetubuh. maka ditunjukkannya aku untuk
memakan harisah (semacam makanan yang terbuat dari biji-bijian yang ditumbuk
halus dan daging)". (4).
Hadits
ini kalau benar, tidaklah yang membawa kepadanya, selain untuk persediaan bagi
istirahat. Dan tidak mungkin mengobatinya dengan penolakan nafcu-syahwat.
Karena dengan cara yang demikian, adalah mcngo-barkan nafsu syahwat itu. Dan
siapa yang tidak mempunyai syahwat, niscaya tidak mempunyai lebih banyak dari
kejinakan hati ini. Dan Nabi
1.Dirawikan Ibnu Hibban dari Abu Dzarr.
2.Dirawikan Ibnu Hibban dari Abu Dzarr, pada suatu hadits panjang.
3.Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dari Abdullah bin Umar.
4.Menurut catatan kitab Al-Mughni'an hamli'l-asfar" pada
bahagian bawah dari Ihya' bahasa Arab oleh Al-'Iraqi, bahwa hadits tersebut
adalahhadits lemah. bahkan ada yang mengatakan ''hadits maudlu" (yang
diada-adakan) dan kata Al-'uqaili: hadits batil (Pent.).
|
mengatakan
''hadits maudlu" (yang diada-adakan) dan kata Al-'uqaili: hadits batil
(Pent.).
صلى الله عليه وسلم.
bersabda: "Telah menjadi kecintaan kepadaku dari duniamu itu tiga perkara:
bau-bauan, wanita dan tetap mataku kepada shalat". (I). Inipun suatu
paedah, yang tidak dapat dibantah oleh orang yang mencoba memayahkan dirinya
pada berpikir, berdzikir dan berbagai macam amal perbuatan lainnya. Dan itu
adalah diluar dari dua paedah yang lalu. Sehingga dia itu banyak mendatang pada
diri orang yang tersapu-rata (ai-mamsuh) dan orang yang tak mempunyai
nafsu-syahwat sama sekali. Kecuali, bahwa paedah ini adalah menjadikan nikah
itu mempunyai keutamaan, dengan menyandarkan kepada niat itu.
Dan
sedikitlah orang yang bermaksud dengan perkawinan itu yang demikian.
Adapun
tujuan memperoleh anak, menolak hawa nafsu-syahwat dan sebagainya, maka itu
adalah termasuk hal yang banyak. Kemudian banyak juga orang yang merasa
terhibur dengan memandang kepada air yang mengalir, tumbuh-tumbuhan yang hijau
dan seumpamanya. Dan ia tidak memerlukan kepada penyenangan hati dengan bercakap-cakap dan
bersenda-gurau dengan wanita. Maka berlainanlah ini, dengan berlainan hal dan
keadaan orang. Maka hendaklah diperhatikan dengan sebaik-baiknya!
Paedah Keempat: mengosongkan hati dari urusan rumah
tangga, beban urusan masak, menyapu, mengurus tempat tidur, membersihkan piring
dan menyediakan segala keperluan hidup.
Sesungguhnya
menusia, jikalau tidak mempunyai nafsu syahwat bersetubuh, niscaya sulitlah
baginya kehidupan dalam rumah tangga nya sendirian. Karena, kalaulah ia barus
memikui segala urusan rumah tangga, niscaya hilanglah sebahagian besar waktunya
dan ia tidak mempunyai kesempatan untuk ibnu dan amal.
Maka
wanita yang shalih, yang dapat mengurus rumah tangga, adalah menolong Agama
dengan jalan tersebut. Dan rusaknya sebab-sebab tadi, adalah merepotkan,
mengganggu hati dan inengeruhkan kehidupan. Dan karena itulah. Abu Sulaiman
Ad-Darani r.a. berkata: "Isteri yang shalih, tidaklah termasuk dunia.
Karena dia menyelesaikan engkau keakhirat. Dan penyelesaiamiya itu. adalah
dengan mengurus rumah tangga dan bersama dengan menunaikan nafsu-syahwat".
Berkata
Muhammad bin Ka'b Al-Qardhi, mengenai pengertian firman Allah Ta'ala:
(Rabbanaa
aatinaa rid dun-ya hasanah).
Artinya:
"Hai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan didunia ini" - S.Al-Baqarah,
ayat 201,
1. Dirawikan An-Nasa-i dan Al-Hakim dari Anas, dengan isnad baik.
|
beliau
berkata, yaitu: wanita yang shalih. Nabi صلى الله عليه وسلم.
bersabda:
ليتخذ أحدكم قلبا شاكرا ولسانا ذاكرا وزوجة مؤمنة صالحة
تعينه على آخرته
(Liyattakhidz
ahadukum qalban syaakiran wa lisaanan dzaakiran wa zaunjatan mu'minatan
shaali-hatan tu'iinuhu 'alaa 'aakhiratih). Artinya: "Hendaklah dibuat oleh
seorang kamu, hati yang tahu berterima kasih, lidah yang mengingati Tuhan dan
isteri yang mu'min, lagi shalih, yang akan menolongnya keakhirat!" (1).
Maka
perhatikanlah, bagaimana Nabi صلى الله عليه وسلم.
mengumpulkan diantara isteri, dzikir dan terima kasih (syukur)! Dan pada
sebahagian tafsir, tentang firman Allah Ta'ala:
(Fa-Ia-nuhyiyan-nahu
hayaatan thayyibah).Artinya: "Maka Sesungguhnya akan Kami hidupkan
dia dalam kehidupan yang baik" - S. An-Nahl, ayat 97, maka menurut
tafsir itu, ialah: isteri yang shalih.
'Umar
bin AI-Khath-thab r.a. berkata: "Tidaklah dianugerahkan kepada seorang
hamba sesudah beriman kepada Allah, yang lebih baik daripada wanita yang
shalih. Sesungguhnya sebahagian dari wanita itu, merupakan yang diperoleh, yang
tak dapat diperoleh gantinya dan rantai yang tidak dapat dilepaskan. Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Dilebihkan aku dari anak Adam yang
lain, dengan dua perkara: isterinya menolong dia kepada ma'siat dan isteiiku
menolong aku kepada tha'at, setarinya itu kafir, sedang setanku muslim, yang
tidak menyuruh, selain yang kebajikan". (2). Nabi صلى الله عليه وسلم. menghitung pertolongan wanita kepada ketha'atan
itu, suatu keutamaan. Maka inipun, sebahagian dari paedah-paedah yang
dimaksudkan oleh orang-orang shalih. Hanya pertolongan wanita itu, tertentu
kepada sebahagian orang-orang yang tak ada baginya penanggung dan pengatur. Dan
pertolongan itu tidak meminta kepada dua orang wanita. Tetapi berkumpulnya
wanita, kadang-kadang membawa keruhnya kepada penghidupan dan menggoncangkan
urusan rumah tangga. Dan termasuk pada paedah ini, maksud memperbanyakkan
keluarga dan kekuatan yang diperoleh dengan sebab termasuknya beberapa keluarga
itu. Hal yang demikian, adalah yang diperlukan untuk menolak kejahatan
1.Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan padanya ada putus isnad
(ingitha').
2.Dirawikan Al-Khatib dari Ibnu Umar. Dan Muslim merawikan dari Ibnu
Mas'ud, dengan susunan kata yang berlainan.
|
dan
mencari keselamatan. Dan karena itulah, ada yang mengatakan: "Hinalah
orang tidak mempunyai penolong. Dan barangsiapa memperoleh orang yang menolak
daripadanya kejahatan, niscaya sejahteralah keadaannya dan selesailah hatinya
untuk beribadah. Karena kehinaan itu, mengganggu hati dan kemuliaan dengan
banyak kawan, adalah menjadi peno-!ak kehinaan".
Paedah
Kelima: berjuang dengan segenap jiwa dan melatihnya, dengan memelihara,
mernimpin dan menegakkan hak-hak isteri. Bersabar terhadap budi-pekerti mereka,
menanggung kesakitan yang datang dari pihak mereka, berusaha memperbaiki
mereka, memberi petunjuk kepada mereka kejalan Agama, bersungguh-sungguh
mencari yang halal karena mereka dan tegak melaksanakan pendidikan kepada
anak-anaknya. Ini semuanya, adalah pekerjaan yang besar keutamaannya. Karena
itu adalah pemeliharaan dan penjagaan. Isteri dan anak itu, adalah rakyat-nya.
Dan keutamaan pemeliharaan itu besar. Dan sesungguhnya yang dapat memelihara
itu, ialah orang yang dapat memelihara, karena takut keteledoran dari
menegakkan tugas-tugasnya. Dan kalau tidak demikian, maka Nabi صلى الله عليه وسلم. telah bersabda: "Sehari dari wali yang adil,
adalah lebih utama dari ibadah tujuhpuluh tahun" (1).
Kemudian
Nabi صلى الله عليه وسلم. menyambung: "Ketahuilah, tiap-tiap kamu itu
penggembala dan tiap-tiap kamu itu bertanggung jawab tentang rakyat yang
digembalakannya". (2).
Dan
tidaklah sama orang yang bekerja memperbaiki dirinya sendiri dan orang lain,
seperti orang yang bekerja memperbaiki dirinya sendiri saja. Dan tidaklah sama
orang yang sabar dari kesakitan, seperti orang yang memewahkan dirinya dan
menyenangkannya. Maka penanggungan yang diperdapat lantaran isteri dan anak,
adalah seperti berjihad fi sabili'llah. Dan karena itulah, Bisyr berkata:
"Ahmad bin Hanbal melebihi aku dengan tiga perkara. Salah satu
daripadanya, adalah ia mencari yang halal untuk dirinya sendiri dan untuk orang
lain". Dan Nabi صلى
الله عليه وسلم. bersabda:
ما أنفقه الرجل على أهله فهو صدقة وإن الرجل ليؤجر في اللقمة يرفعها إلى في
امرأته
(Maa
anfaqahur-rajulu alaa ahlihi fahuwa shadaqatun wa innar-ra-jula la-yu'jaru
fil-luqmati yarfa'uhaa ilaa fim-ra-atih).
Artinya:
"Apa yang dibelanjakan oleh seseorang kepada isterinya itu adalah sedekah.
Dan sesungguhnya orang laki-laki itu diberi pahala pada suap yang
diangkatkannya kemulut isterinya". (3).Berkata sebahagian mereka kepada
setengah ulama: "Dari tiap-tiap amal
1.Dirawikan Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar pada suatu hadits
yang panjang.
3.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
perbuatan
yang dianugerahi oleh Allah kepadaku, sebagai bahagian, sehingga dzikir, hajji,
jihad dar. lain-lain".
Lalu
ulama itu bertanya kepadanya: "Bagaimana pikiran engkau
tentangamal-perbuatan wali-wali Allah?"Orang itu bertanya: "Apakah
perbuatan itu?"
Ulama
tadi menjawab: "Usaha yang halal dan memberi nafkah kepada keluarga
(isteri dan anak)".lbnu'I-Mubarak berkata, dimana beliau bersama
teman-temannya
dalam suatu peperangan. "Tahukah kamu perbuatan yang lebih utama, daripada
perbuatan yang berada kita sekarang didalamnya?"Teman-taman itu menjawab:
"Kami tidak tahu"
Beliau
menyambung: Aku tahu!"Lalu mereka itu bertanya: "Apakah itu?"
Maka
beliau menjawab: "Seorang laki-laki yang menjaga kehormatan diri,
mempunyai anak isteri, bangun dimalam hari, lalu memandang kepada anak-anaknya
yang kecil-kecil, sedang tidur nyenyak, badan mereka terbuka, Maka ditutup dan
diselimutkannya dengan kainnya sendiri. Amal perbuatan orang itu, adalah lebih
utama, daripada perbuatan yang sedang kita iaksanakan ini!"
Nabi
صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Barangsiapa bagus shalatnya, banyak
keiuarganya, sedikit hartanya dan ia tidak mencaci orang Islam, niscaya ia ada
bersama aku dalam sorga, seperti dua ini". (1).
(Nabi
صلى الله عليه وسلم. menunjukkan dengan jari telunjuk dan jari tengah).
Dan pada hadits lain, tersebut: "Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang
miskin yang memelihara kehormatan diri, yang menjadi bapak keluarga". (2)
Dan
pada hadits lain, tersebut: "Apabila banyaklah dosa hamba, niscaya ia
dicoba oleh Allah dengan kesusahan keluarga, untuk menutupkan dosa itu
daripadanya". (3).
Berkata
setengah ulama salaf: "Sebahagian dari dosa-dosa itu ialah dosa yang tidak
tertutup, kecuali oleh kesusahan yang disebabkan oleh keluarga". Dan
mengenai itu, dinukilkan daripada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.
bahwa beliau bersabda: "Sebahagian dari dosa-dosa itu, ialah dosa yang
tidak tertutup, kecuali oleh kesusahan mencari penghidupan". (4). Dan
bereabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Barangsiapa mempunyai tiga orang anak
perempuan, lalu ia mengeluarkan perbelanjaan dan berbuat kebaikan kepada
mereka, sehingga mereka diberi kekayaan oleh Allah, tanpa memerlukan lagi
kepadanya, niscaya diwajibkan oleh Allah baginya sorga, pasti-pasti kecuali ia
berbuat sesuatu perbuatan yang tidak diberi ampun-an". (5).
1.- Dirawikan Abu Yu'Ia dari Abu Sa'id Ai-Khudri,
sanad dal'if.
2.- Dirawikan Ibnu Majah dari 'Imran bin Hushain,
sanad dal'if.
3. Dirawikaa Ahmad dari 'Aisyah.
4. Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Na'im dari Abu
Hurairah dengan isnad dla'if.
5. Dirawikan Al-Khara ithi dari Ibnu Abbas dengan sanad dla'if.
|
Adalah
Ibnu 'Abbas, apabila memperkatakan hadits ini, lalu berkata: "Demi Allah,
itu adalah termasuk hadits yang tidak begitu terkenal (hadits gharib) dan
hadits yang dapat menipukan".
Diriwayatkan,
bahwa sebahagian orang yang kuat beribadah kepada Allah, adalah menegakkan
kebaikan kepada isterinya, sampai kepada isterinya itu meninggal. Lalu
dikemukakan kepadanya untuk dikawinkan lagi. Maka ia menolak. seraya berkata:
"Bersendirian, adalah lebin menyenangkan hatiku dan iebih mengumpulkan
cita-citaku". Kemudian ia menerangkan: "Aku bermimpi sesudah seminggu
dari meninggalnya, seoSah-olah segala pintu langit itu terbuka dan seoiah-oiah
beberapa orang laki-laki turun dan berjalan-jalan diangkasa, diikuti oleh
sebahagian akan lainnya. Maka tiap kali turun seorang, lalu ia memandang
kepadaku, seraya berkata kepada orang yang dibelakangnya: "Bahwa orang
ini, adalah orang celaka".
Maka
menjawab yang lain: "Ya!" Dan menyambung yang ketiga begitu juga. Dan
menyahut yang keempat: "Ya betul!"
Maka
aku pun takut menanyakan mereka, karena takut dari yang demikian itu. Sehingga
la'uiah dekatku yang penghabisan dari mereka dan dia itu seorang anak kecil.
Lalu aku bertanya kepadanya: Hai, siapakah orang celak a ini, yang kamu
tunjukkan kepadanya?" Anak kecil itu menjawab: "Tuanlahi" Maka
aku bertanya: "Mengapakah begitu?"
Ia
menjawab: "Kami angkatkan amalan tuan daiam amalan orang-orang yang
berjuang fi sabili'llah. Maka semenjak seminggu yang lalu, kami disuruh
meletakkan amalan tuan bersama orang-orang yang meninggalkan jihad. Kami tidak
mengetahui apa yang tuan perbuat!" Kemudian, maka orang itupun meminta
kepada teman-temannya: "Kawinkanlah aku! Kawinkanlah aku! Sehingga tidak
berpisah dengan dia, dua isteri atau tiga".
Dalam
ceritera nabi-nabi a.s. diceriterakan, bahwa suatu golongan datang kepada Nabi
Yunus a.s. lalu beliau menggabungkan diri bersama mereka. Maka masuk dan keluar
kerumahnya. Lalu beliau disakiti oleh isterinya dan dimakinya. Dan beliau itu
berdiam diri saja.
Mereka
itu merasa heran yang demikian. Lalu Nabi Yunus a.s. bersabda: "janganlah
kamu heran, karena aku telah bermohon pada Allah Ta'ala dan aku mengatakan:
"Janganlah kiranya Engkau menyiksakan aku diakhirat! Maka segerakanlah
siksaan itu bagiku didunia!" Maka Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya siksaanmu, ialah anak perempuan si Anu yang engkau kawin
dengan dia".
Maka
aku kawin dengan anak perempuan itu dan aku bersabar diatas apa yang engkau
lihat daripadanya".
Tentang
kesabaran diatas yang demikian itu, adalah latihan bagi jiwa, menghancurkan
kemarahan dan membaguskan akhlaq Karena orang yang tinggal sendirian atau
sekutu dengan orang yang bagus akhlaqnya. tidaklah tersaring daripadanya
kekejian jiwa kebatinan dan tidaklah terbuka segala kekurangannya yang
tersembunyi. Maka pamaslah kepada orang yang berjalan kejalan akhirat. mencoba
dirinya dengan menempuh segala penggerak yang seperti itu serta membiasakan
kesabaran kepadanya. Supaya luruslah akhiaqnya. terlatihiah jiwanya dan
bersihlah dari segala sifat yang tercela kebatinannya. Dan kesabaran terhadap
tingkah laku keluarga, dimana kesabaran itu merupakan latihan dan perjuangan,
adalah pikulan bagi mereka dan menegakkan hak-hak keluarga serta dengan
sendirinya menjadi ibadah.
Maka
inipun sebahagian dari paedah-paedah. Tetapi tidak mengambil manfa'at dengan
dia, kecuali seorang dari dua: adakalanya orang yang bermaksud mujahadah,
latihan dan pemurnian akhlaq. Karena dia berada pada permulaan jalan. Maka
tidak jauhlah menampak ini, sebagai jalan pada mujahadah. Dan terlatihiah
dengan itu, jiwanya. Dan adakalanya orang itu sebahagian dari orang-orang
'abid, yang tak ada baginya perjalanan dengan yang batil dan gerakan dengan
pikiran dan hati. Amalannya, hanya lah dengan amalan anggauta badan. dengan
shalat atau hajji atau lainnya. Maka perbuatannya untuk isteri dan
anak-anaknya. dengan mengusahakan yang halal untuk mereka dan bangun menyusun
ketertiban hidup mereka. adalah lebih utama baginya dari segala ibadah yang
wajib bagi tubuhnya, yang tidak melampaui kebajikannya kepada orang lain.
Adapun orang yang berakhlaq murni, adakalanya dengan mencukupi pada asal
kejadiannya atau dengan bermujahadah pada masa-masa yang dahulu, sebelum kawin,
apabila ia meinpunyai
perjalanan pada kebatinan dan gerakan dengan pemikiran hati dalam segala ilmu
dan mukasyafah. Maka tidak seyogialah a kawin karena maksud tersebut. Karena
latihan itu sendiri telah mencukupi baginya.
Adapun
ibadah dalam amai dengan usaha bagi mereka itu, maka ilmu, adalah lebih utama
dari yang demikian. Karena ilmu juga adalah amal. Dan paedahnya. adalah lebih
banyak dari yang demikian. Lebih lengkap dan merata kepada segala makhluk
lainnya, dibandingkan dengan paedah usaha kepada keluarga
Maka
inilah paedah pekawinan dalam Agama, dimana dengan paedah-paedah itu, Agama
menetapkan keutamaan bagi perkawinan. Adapun bahaya perkawinan, maka tiga
perkara:
Pertama:
yaitu yang terkuat
dari tiga perkara ini, ialah lemah daripada mencari yang halal. Sesungguhnya
yang demikian itu tidaklah mudah bagi masing-masing orang, lebih-lebih lagi
pada waktu-waktu ini, serta bergon-cangnya penghidupan. Maka adalah perkawinan
itu, suatu sebab dalam meluaskan untuk mencari dan memberi makan dari-yang
haram. Dan pada itulah, kebinasaannya dan kebinasaan isterinya. Sedang orang
yang membujang, adalah terpelihara daripada yang demikian. Adapun orang yang
kawin, maka dalam hal yang terbanyak, ia terjerumus dalam lobang-lobang
kejanatan. Lalu ia menuruti kemauan isterinya dan menjual akhiratnya dengan
dunianya. Pada suatu hadits, tersebut: "Se-sungguhiiya hamba itu disuruh
berdiri pada Timbangan (Al-Mizan). Ia mempunyai kebajikan seperti bukit. Lalu
ditanyakan dari hal pemeliharaan keluarganya dan pelaksanaan hak-hak mereka.
Ditanyakan tentang hartanya, dari mana diusahakannya dan pada apa dibelanjakan
nya. Sehingga habis den gun segala
tuntutan itu, semua amal-perbuatan nya. Maka tidak tinggal baginya lagi suatu
kebajikan pun.
Maka
diseyukan oieh malaikat:
'Tnilah orang,yang telah dimakan oleh keluarganya segaia kebajikannya didunia
dan pada hari ini ia tergadai dengan segala amal perbuatannya". Dan
dikatakan, bahwa yang pertama-tama yang bersangkutan dengan seseorang pada hari
kiamat, ialah isteri dan anaknya. Mereka itu membawanya berdiri dihadapan Allah
Ta-ala, seraya mengatakan: "Wahai Tuhan kami! Ambillah untuk kami akan hak
kami daripadanya! Karena ia tidak mengajarkan kami, apa yang tidak kami
ketahui. Ia memberikan kepada kami makanan yang haram, sedang kami riada
mengetahuinya". Maka pada ketika itu, Allah Ta'ala memotong daripada
amalannya untuk mereka itu".
Berkata
setengah salaf: "Apabila dikehendaki oleh AJlah akan kejahatan bagi
seseorang hamba, niscaya dikuasakanNya keatas orang itu da Iain dunia.
gjgi-gigi yang tajam yang akan menggigitnya, ya'ni: anak dan isteri
(al-'iyal)".
Nabi
صلى الله عليه وسلم. bersabda:
(Laa
yalqaHuaha a'nadur bi-d?anbin a'dhama min jahaalafi ahlih). Artinya:
"Tiada diperoleh seseorang akan (tanda pembetulan)dcrsa
daripada Allah, yang lebih besar daripada kebodohan isterinya". ).bahaya
umum. Sedikitlah orang yang teriepas daripadanya. Kecuali orang yang mempunyai
harta pusaka aiau usaha dari yang halal, yang cukup untuknya sendiri dan urituk
isterinya. Dan ia mempunyai rasa puas (af-qana ah}, yang mencegahnya daripada
mencari yang lebih. Sesungguhnya, orang itulah yang terlepas daripada bahaya
tersebut. Atau orang yang mempunyai perusahaan dan sanggup berusaha yang halal
daripada usaha-usaha yang diperbolehkan (al-muhahal), dengan memotong kayu api
atau memburu atau berada pada perusahaan yang tiada sangkut-paut dengan
raja-raja. Dan ia sanggup bergaul dengan
1. Dirawikan dari Abu Said
|
|
orang-orang
baik (ahlu'l-khair) dan orang-orang yang menurut dzahiriyah-nya berkeadaan
sejahtera dan kebanyakan hartanya itu halal. Ibnu Salim r.a. berkata, dimana
beiiau ditanyakan tentang kawin, maka beliau menjawab: "Kawin itu adalah
lebih afdlal (lebih utama) pada masa kita sekarang ini, bagi orang yang
bersangatan nafsu-syahwatnya, seperti keledai jantan yang melihat keledai
betina. Ia tidak dapat dilarang dari keledai betina itu dengan pukulan. Orang
itu tidak dapat menguasai dirinya. Kalau dapat menguasai dirinya, maka
meninggalkan kawin itu adalah lebih utama.
Bahaya
Kedua: keteledoran menegakkan hak-hak wanita, bersabar terhadap budi-pekerti
mereka dan menanggung penderitaan yang timbul dari mereka.
Bahaya
ini, adalah kurang daripada bahaya pertama pada umumnya. Karena kemampuan
terhadap ini, adalah lebih mudah dibandingkan dengan kemampuan terhadap yang
pertama itu. Memperbaiki akhlaq kaum wanita dan bangun melaksanakan hak-hak
mereka, adalah lebih mudah daripada mencari yang halal.
Dalam
hal ini, ada juga bahayanya, karena dia itu penggembala dan bertanggung jawab
tentang penggembalaannya. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم.
bersabda:
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يعول
(Kafaa
bil-mar-i itsman an yudhayyra man ya'uul).
Artinya:
"Mencukupilah dosa bagi seorang manusia, yang menyianyiakan
keluarganya". (1).
Dan
diriwayatkan, bahwa orang yang lari dari keluarganya, adalah seperti budak yang
lari, meninggalkan tuannya. Tiada diterima shalat dan puasanya, sebelum ia
kembali kepada mereka. Dan barangsiapa yang teledor daripada menegakkan hak
wanita, meskipun ia berada ditempat-nya. maka ia seperti orang yang melarikar,
diri. Berfirman Allah Ta'ala:
(Quu
anfusakum wa ahhikum naaraa).
Artinya:
"Peliharalah dirimu dan kaum keluargamu dari api neraka!" S.
At-Tahrim, ayat 6. Ia menyuruh kita memeliharakan mereka dari api neraka,
sebagaimana kita memeliharakan diri kita sendiri. Manusia itu kadang-kadang
lemah daripada menegakkan haknya sendiri. Dan apabila ia kawin, maka
kewajibannya berlipat ganda dan bertambah kepada nafsunya, nafsu yang lain. Dan
nafsu itu menyuruh dengan keja-
1. Dirawikan Abu Dawud dan An-Nasa-i dan dirawikan Muslim dengan
kata-kata yang Iain.
|
hatan.
Jikalau nafsu itu, banyak, niscaya banyaklah biasanya suruhannya dengan kejahatan.
Karena
itulah. sebahagian mereka meminta ma'af dari kawin dan berkata: "Aku
dicoba oleh nafsuku sendiri. maka bagaimanakah aku menambahkan lagi kepadanya
nafsu orang Iain, sebagaimana kara seorang penyair?" Tidaklah tikus itu.
termuat dilobangnya. Engkau gantungkan pula,sapu pada
belakangnya.........."
Dan
begitu pulalah Ibrahim bin Adham r.a. meninta ma'af, seraya berkata:
"Tidaklah akan aku tipu seorang wanita oleh diriku sendiri dan tidaklah
aku memerlukan kepada mereka. Artinya: tentang menegakkan hak hak mereka,
menjaga dan memberikan belanja kepada mereka; Aku tidak sanggup daripada yang
demikian".
Dan
begitu pula, Bisyr meminta ma'af dan mengatakan: "Yang menghalangi aku
kawin, ialah firman Allah Ta'ala:
(Wa
lahu'nna mi;slu"i-hdzii 'alaihi~n-na).
Artinya:
"Perempuan-perempuan itu mempunyai hak. seimbang dengan kewajibannya"
Al-Baqarah 228. Bisyr berkata: "Jikalau adalah aku berkeluarga banyak,
niscaya aku takut, aku menjadi penjual kuiit pada jembatan".
Kelihatan
Sufyan bin 'Uyainah
r.a. pada pintu sultan. Lalu ia ditanyakan: '"Apakah ini tempat perhent
tannm?"
Maka
beliau men jawab: "Adakah engkau melihat orang yang berkeluarga itu mendapat kemenangan?" Lalu
Sufyan bermadah:
"Alangkah
bagusnyu membujang dan kunci,
serta
tempat tinggal.............
yang
dikoyakkan angin,
tak
ada teriakan padanya dan pekikan.........."
Maka
inipun bahaya umum, meskipun kurang dari umumnya yang pertama. Tidak memperoleh
keselamatan daripadanya, kecuali ahli-hik-mah, yang berakal, yang bsrakhlaq
baik, yang mengetahui benar adat-kebiasaan kaum wanita, yang banyak sabar
menghadapi lidah kaum wanita, mengetahui cara mengikuti nafsu-syahwat wanita,
bersungguh-sungguh menyempurnakan akan hak-hak wanita, yang tidak begitu
memperhatikan ketelanjuran mereka dan dapat mengetahui dengan akal-pikirannya
akan budi-pekerti wanita itu.
Kebanyakan
manusia itu bodoh, kasar, keras. kejam, jahat budi-pekerti dan tidak insyaf,
serta mencari kesempurnaan keinsyafan itu. Sifat yang seperti ini, tidak
mustahil akan bertambah kerusakannya, disebabkan kayin dari segi tadi. Maka sendirian (single) adalah
lebih menyelamatkan-nya.
Bahaya Ketiga: yaitu
kurang dari bahaya yang pertama dan yang kedua, bahwa isteri dan anak ihu mengganggunya dari mengingati Allah.
Dan menarikkannya kepada mencari dunia, membaguskan penyus man hidup untuk
anak-anak dengan banyak mengumpulkan harta dar menyimpan-kannya untuk anak-anak
itu, mencari kemegahan dan berbanyak-banyak harta disebabkan mereka.
Tiap-tiap
sesuatu yang menyibukkan diri, daripada mengingati Allah, baik isteri. harta
dan anak, adalah terkutuk orang yang bersifat demikian. Dan tidaklah saya
maksudkan dengan ini, bahwa ia terbawa kepada yang dilarang. Karena yang
demikian itu termasuk kepada bahaya pertama dan kedua. Tetapi ia terbawa kepada
bersenang-senang dengan yang dibolehkan (al-mubah). Bahkan membawa kepada
tenggelam bermain-main dengan wanita, hercumbu-cumbuan dengan mereka dan
menaruh penuh perhatian bersenang-senang dengan mereka. Dan berkobarlah dari
perkawinan itu bermacam-macam gangguan dari yang sejenis tadi, yang me-nenggelamkan hati. Lalu
dihabiskannya malam dan siang. Dan orang itu tidak memperoleh keiuangan waktu
lagi untuk bertafakkur kepada akhirat dan mengadakan persiapan bagi akhirat,
Karena
itulah, berkata Ibrahim bin Adham r.a.: "Barangsiapa membiasakan paha
wanita, niscaya tidak akan datang daripadanya sesuatu". Berkata Abu
Sulaiman r.a.: "Barangsiapa kawin, maka sesungguhnya ia telah condong
kepada dunia". Artinya: membawanya yang demikian itu kepada kecondongan
kepada dunia.
Maka
inilah kumpulan dari bahaya-bahaya dan paedah-paedah itu! Untuk menetapkan
terhadap seseorang, apakah lebih utama ia kawin atau membujang secara mutlak,
maka terserah melihat kepada hal-hal yang telah dikumpulkan tadi. Bahkan segala
paedah dan bahaya itu, dapat diambil menjadi perbandingan dan pemegangan. Dan
bagi seorang murid, hendaklah mengemukakannya terhadap dirinya sendiri. Kalau
pada dirinya tidak terdapat bahaya-bahaya itu dan terkumpui segala paedahnya,
dengan dimilikinya harta yang halal, budi-pekerti yang baik, kesungguhan kepada
agama yang sempurna, tidak akan diganggu oleh perkawinan itu daripada
mengingati Allah dan bersama itu, ia seorang pemuda yang memerlukan kepada
penenteraman nafsu-syawat dan dia seorang diri yang memerlukan kepada yang
mengatur rumah tangga dan memelihara kaum keluarga, maka tidak syak lagi, bahwa
kawin, adalah lebih utama baginya, dimana dengan kawin itu adalah usaha untuk
memperoleh anak.
Kalau
tidak adalah paedah dan berkumpullah bahaya-bahaya yang tersebut itu, maka
membujang, adalah lebih utama baginya.
Dan
kalau seim-banglah diantara paedah dan bahaya dan itulah yang kebanyakan - maka
seyogialah ditimbangnya dengan neraca yang adil, akan bahagian yang ber-paedah
itu pada tambahan dari Agamanya dan bahagian yang berbahaya itu pada kekurangan
dari Agamanya. Maka apabila telah berat dugaan akan kekuatan salah satu
daripada keduanya, niscaya ditetapkannyafah yang satu itu.
Paedah
yang lebih menonjol, ialah anak dan menenteramkan nafsu syahwat. Dan bahaya
yang lebih menonjol, ialah memerlukan kepada usaha yang haram dan sibuk tidak
mengingati Allah.
Maka
hendaklah kami mengumpamakan akan keseimbangan hal-hal tersebut, lalu kami
menerangkan, bahwa orang yang tidak mendatangkan baginya kemelaratan dengan
nafsu-syahwat dan paedah perkawinannya adalah dalam usaha memperoleh anak dan
adalah bahayanya, ialah: memerlukan kepada usaha yang haram dan kesibukan,
tidak dapat mengingati Allah, maka baginya membujang adalah lebih utama. Karena
tiadalah kebajikan mengenai sesuatu yang menyibukkan, tanpa mengingati Allah.
Dan tiadalah kebajikan dalam usaha yang haram dan tidaklah dapat disempurnakan
oleh urusan anak dengan kekurangan dua hal ini. Maka kawin untuk memperoleh
anak, adalah suatu usaha dalam mencari kehidupan yang masih disangsikan bagi
anak itu. Dan ini, adalah suatu kekurangan dalam Agama, yang menampak sekarang
juga. Maka memeli-haranya, adalah untuk kehidupan dirinya sendiri. Dan
menjaganya dari kebinasaan, adalah lebih penting daripada usaha untuk
memperolah anak. Dan itu, adalah suatu keuntungan dan Agama itu, adalah
modalnya. Dan dalam merusakkan Agama itu, adalah kebatil-an kehidupan akhirat
dan kehilangan modal. Dan paedah itu tidak dapat melawan akan salah satu dari
dua bahaya tersebut.
Adapun
apabila menarnbah kepada urusan anak oleh keperluan menghancurkan
nafsu-syahwat, karena rindunya diri kepada kawin, maka dalam hal ini, haruslah
diperhatikan. Yaitu, kalau cemeti ke-taq-wa-an tidak sanggup menundukkan
kepalanya dan ia takut kepada dirinya akjyi zina, maka kawin adalah lebih utama
baginya. Karena ia bimbang diantara terjerumus kepada perzinaan atau memakan
yang haram. Dan usaha yang haram itu, adalah yang termudah dari dua kejahatan
ini. Dan kalau ia percaya kepada dirinya, tidak akan terjerumus kepada
perzinaan, tetapi disamping itu ia tidak sanggup memicingkan mata dari yang
haram, maka meninggalkan kawin adalah lebih utama. Karena memandang itu haram
dan berusaha pada bukan wajahNya itu haram. Dan usaha itu selalu terjadi dan
padanya kema'siatannya sendiri dan kema'siatan isterinya. Dan memandang kepada
yang haram itu, kadang-kadang terjadi dan itu adalah tertentu baginya sendiri
dan menghilang dalam waktu dekat.
Memandang
itu adalah zina mata, tetapi apabila tidak dibenarkan oleh kemaluan, maka amat
dekatlah kepada pema'afan, dibandingkan dengan memakan yang haram.
Kecuali,
ia takut bahwa dibawa oleh pandangan itu kepada ma'siat kemaluan. Maka
kembalilah yang demikian itu kepada ketakutan perzinaan.
Apabila
ini telah tetap, maka hal yang ketiga dimana ia kuat memicing mata, tetapi
tidak kuat menolak pikiran-pikiran yang mengganggu hati -maka lebih utama
meninggalkan kawin. Karena amal perbuatan hati, adalah lebih dekat kepada
pema'afan. Dan sesungguhnya yang dimaksudkan, ialah menyelesaikan hati untuk
ibadah. Dan ibadah itu tidak akan sempurna bersama usaha yang haram. memakan
dan memberi makanan orang lain dengan haram itu.
Maka
demikianlah seyogianya ditimbang bahaya-bahaya itu dengan pae-dah-paedahnya dan
ditetapkan hukumnya menurut perkiraan tadi. Barangsiapa telah memahami akan
ini, niscaya tidaklah sulit baginya sesuatu, daripada apa yang telah kami nukilkan dari orang-orang terdahulu
(orang salaf), mengenai penggemaran kepada perkawinan itu pada suatu kali dan
pembencian padanya pada kali yang lain. Karena yang demikian itu, adalah benar
menurut keadaan.
Kalau
anda bertanya, terhadap orang yang merasa aman dari bahaya-bahaya itu, maka
manakah yang lebih baik baginya. menjuruskan hati kepada beribadah kepada Allah
atau kawin?
Maka
aku menjawab. bahwa diantara kedua hal itu dapat dikumpulkan. Karena kawin
tidaklah mencegah daripada menjuruskan hati kepada beribadah kepada Allah, dari
segi kawin itu, suatu perikatan ('aqad). Tetapi dari segi memerlukan kepada
usaha, maka kalau ia sanggup kepada usaha mg halal, maka kawin juga adalah
lebih utama. Karena malam dan yaktu-waktu siang yang lain, adalah mungkin padanya
menjuruskan hati kepada beribadah. Dan rajin beribadah, tanpa istirahat, adalah
tidak mungkin.
Kalau
diumpamakan, dia itu tenggelam dalam seluruh waktu dengan usaha. sehingga tidak
tinggal dari waktunya, selain waktu untuk shalat fardlu, tidur, makan dan
membuang air, maka kalau orang itu termasuk orang yang tidak menjalani jalan
akhirat, kecuali dengan shalat sunat atau hajji dan yang berlaku seperti hajji
dari ibadah-ibadah badan yang Iain, maka baginya, kawin adalah lebih baik
(lebih afdlal). Karena dalam mengusaha-kan yang halal, tegak dengan urusan
isteri, berusaha memperoleh anak dan bersabar terhadap tingkah laku wanita,
adalah merupakan berbagai macam dari ibadah yang tidak kurang keutamaannya dari
ibadah-ibadah sunat.
Dan
kalau adalah ibadahnya dengan ilmu, tafakkur, perjalanan batin dan usaha dimana
yang demikian itu mengganggu kepadanya, maka dalam hal ini; meninggalkan kawin,
adalah lebih utama.
Kalau
anda bertanya: mengapakah Nabi Tsa a.s. meninggalkan kawin, sedang kawin itu suatu
keutamaan? Dan kalau adalah yang lebih utama menjuruskan hati beribadah kepada
Allah, maka mengapakah Rasuiu'llah صلى الله عليه وسلم.
membanyakkan isteri?
Ketahuilah
kiranya, bahwa yang terlebih utama, ialah mengumpulkan diantara keduanya,
terhadap orang yang mampu, kuat angan-angannya dan tinggi cita-citanya. Maka
tidaklah ia dapat diumbang-ambingkan oleh sesuatu penggoda daripada mengingati
Allah. Dan Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم. telah mempunyai
kekuatan dan dapat mengumpulkan diantara kelebihan ibadah dan nikah. Dan
sesungguhnya beliau, serta sembilan orang isteri, dapat menjuruskan diri kepada
beribadah kepada Allah (1). Dar. adalah menunaikan keperluan dengan kawin bagi
diri Nabi صلى الله عليه وسلم. adalah tidak menjadi penghalang. Sebagaimana membuang
air terhadap orang-orang yang sibuk dengan urusan duniawi, tidaklah menjadi
penghalang bagi mereka daripada mengatur dunia. Sehingga mereka itu pada
dzahimya melangsungkan pembuangan air besar atau air kecil, sedang hati mereka,
berkecimpung dengan cita-cita. Tidak lengah dari segala yang penting baginya.
Adalah
Rasulullah صلى الله عليه وسلم. karena tinggi derajatnya, tidaklah dapat diha-langi
oleh urusan dunia ini, daripada menghadirkan hati kepada Allah Ta'ala. Adalah
wahyu diturunkan kepadanya, sedang beliau dalam tikar Isterinya. (2).
Manak
diserahkan kedudukan yang seperti ini kepada orang lain, maka tidak jauhlah
dari kebenaran untuk dikatakan. bahwa pengemudi itu dapat mengobahkari, apa
yang tak dapat diobahkan oleh seorang pemurah yang suka memberi. Maka tidak
seyogialah dibandingkan orang iain dengan Nabi صلى الله عليه وسلم.
Adapun
'Isa a.s., maka dia itu mengambil dengan penuh ketelitian, tidak dengan
kekuatan. Dan ia amat menjaga terhadap dirinya sendiri. Mungkin keadaannya,
adalah keadaan, yang mempengaruninya oleh kesibukan dengan isteri atau
berhalangan mencari yang
halal atau tidak mudah mengumpulkan antara kawin dan menjuruskan hati kepada
ibadah. Lalu ia memilih menjuruskan hati kepada beribadah. Dan mereka lebih
mengetahui tentang rahasia hal keadaan mereka dan hukum zaman mereka, tentang
usaha-usaha yang baik dan tingkah-laku kaum wanitanya. Dan tidaklah atas orang
yang kawin selain memperhatikan bahaya-bahaya perkawinan dan paedah-paedah yang
ada padanya.
Manakala
segala hal-keadaan itu terbagi-bagi, sehingga kawin itu pada sebahagiannya
adalah lebih utama dan pada sebahagian yang lain, meninggalkan kawin, adalah
yang lebih utama, maka hak kita, ialah menempat kan segala perbuatan nabi-nabi
kepada yang lebih utama dalam segala hal Wa'liahu A'lam! Allah yang Mahatahu!
1. Tentang Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.
mempunyai sembilan orang isteri, adalah dirawikan Al-Bukhari dari Anas. Dan
ada juga dari riwayat Al-Bukhari dari Anas, bahwa isteri Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. sebelas orang.
2. Dirawikan hal ini oleh Al-Bukhari dari Anas.
|