Tugas Mursyid
PENJELASAN:
Tugas-tugas penunjuk jalan kebenaran (mursyid), yang mengajar (mu'allim).
Ketahuilah
bahwa manusia mengenai ilmu pengetahuannya, mempunyai empat macam keadaan,
seperti halnya dalam pengumpulan harta kekayaan. Karena bagi orang yang
berharta, mempunyai keadaan menggunakan hartanya. Maka dia itu adalah orang
yang berusaha dan keadaan menyimpannya dari hasil usahanya itu. Sehingga
jadilah dia seorang yang kaya, tak usah meminta lagi pada orang lain. Dan
keadaan dapat membelanjai dirinya sendiri. Maka dapatlah ia mengambil manfa'at
dari harta kekayaan itu.
Dan
keadaan dapat memberikan kepada orang lain, sehingga ia menjadi seorang pemurah
hati, yang dermawan. Dan inilah keadaan yang sebaik-baiknya.
Maka
seperti itu pulalah dengan ilmu pengetahuan, dapat disimpan seperti menyimpan
harta benda.
Bagi
ilmu pengetahuan ada keadaan mencari, berusaha, dan keadaan mengkasilkan yang
tidak memerlukan lagi kepada bertanya. Keadaan meneliti (istibshar), yaitu
berpikir mencari yang baru dan mengambil faedah daripadanya. Dan keadaan
memberi sinar cemerlang kepada orang lain. Dan inilah keadaan yang
semulia-mulianya! Maka barangsiapa berilmu, beramal dan mengajar, maka dialah
yang disebut orang besar dalam alam malakut tinggi. Dia Iaksana matahari yang
menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan menyinarkan pula kepada dirinya
sendiri. Dia Iaksana kesturi yang membawa keharuman kepada lainnya dan dia
sendiripun harum.
Orang
yang berilmu dan tidak beramal menurut. ilmunya, adalah seumpama suatu daftar
yang memberi faedah kepada lainnya dan dia sendiri kosong dari ilmu
pengetahuan. Dan seumpama batu pengasah, menajamkan lainnya dan dia sendiri
tidak dapat memo-tong. Atau seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan
pakaian untuk lainnya dan dia sendiri telanjang. Atau seumpama sumbu lampu yang
dapat menerangi lainnya dan dia sendiri terba-kar, sebagaimana kata pantun :
"Dia
adalah Iaksana sumbu lampu yang dipasang, memberi cahaya kepada orang Dia
sendiri terbakar menyala ".
Manakala
sudah mengajar maka berarti telah melaksanakan pekerjaan besar dan menghadapi
bahaya yang tidak kecil. Maka peliharalah segala adab dan tugas-tugasnya, yaitu
:Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
Tugas
Pertama : mempunyai rasa belas-kasihan kepada murid-murid dan memperlakukan
mereka sebagai anak sendiri.
إنما
أنا لكم مثل الوالد لولده
(Innamaa
ana lakum mitslul waalidi liwaladihi).
Artinya
:"Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama Seorang ayah bagi
anaknya". (1)
Dengan
maksudnya, melepaskan murid-muridnya dari api neraka akhirat. Dan itu adalah
lebih penting dari usaha kedua ibu-bapa, melepaskan anaknya dari neraka dunia.
1.Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abi Hurairah.
Karena
itu, hak seorang guru adalah lebih besar dari hak ibu-bapa. Ibu-bapa menjadi
sebab lahimya anak itu dan dapat hidup di dunia yang fana ini. Sedang guru
menjadi sebab anak itu memperoleh hidup kekal. Kalau tidak adalah guru, maka
apa yang diperoleh si anak itu dari orang tuanya, dapat membawa kepada
kebinasaan yang terus-menerus.
Guru
adalah yang memberikan kegunaan hidup akhirat yang abadi. Yakni guru yang
mengajar ilmu akhirat ataupun ilmu pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan
akhirat, tidak dunia.
Adapun
mengajar dengan tujuan dunia, maka itu binasa dan membinasakan. Berlindunglah
kita dengan Allah daripadanya!.
Sebagaimana
hak dari anak-anak seorang ayah, berkasih-kasihan dan bertolong-tolongan
mencapai segala maksud, maka seperti demikian-Iah kewajiban dari murid'murid
seorang guru, berkasih-kasihan dan sayang-menyayangi.
Hal
itu baru ada, bila tujuan mereka akhirat. Dan kalau tujuannya dunia, maka yang
ada tak lain dari berdengki-dengkian dan bermusuh-musuhan.'
Sesungguhnya
para ulama dan putera-putera akhirat itu adalah orang-orang musafir kepada
Allah Ta'ala dan berjalan kepadaNya, dari dunia. Tahun-tahunnya dan
bulan-bulannya adalah tempat-tempat singgahan dalam perjalanan.
Sayang-menyayangi diperjalan an antara orang-orang yang sama-sama berangkat ke
kota, adalah menyebabkan lebih eratnya hubungan dan kasih sayang. Maka
bagaimanakah berjalan ke firdaus tinggi dan sayang-menyayangi di dalam
perjalanannya dan tak ada sempit pada kebahagiaan akhirat?
Maka
karena itu, tak adalah pertentangan diantara putera-putera akhirat. Sebaliknya
dalam mengejar kebahagiaan duniawi, jalannya tidak lapang. Dari itu senantiasa
dalam keadaan sempit berdesak-desakan. Orang yang menyeleweng dengan ilmu
pengetahuannya untuk menjadi kepala, sesungguhnya telah keluar dari kandungan
firman Allah Ta'ala :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
(Innamal
mu'minuuna ikhwah).
Artinya
:"Sesungguhnya orang mu'min itu bersaudara".(S. Al-Hujurat, ayat 10).
Dan
masuk ke dalam maksud firman Allah Ta'ala
الأخِلاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
(Al-akhillaa-u
yauma-idzin ba'dluhum liba'dlin 'aduwwun illal mut-taqiin).
Artinya
:"Shahabat-shahabat pada hari itu, satu dengan yang lain jadi bermusuhan,
kecuali dari orang-orang yang memelihara dirinya dari kejahatan ".
.(Zukhruf ayat 67).
Tugas
Kedua : bahwa mengikuti jejak Rasul sawصلى الله عليه وسلم . Maka ia tidak mencari upah, balasan dan
terima kasih dengan mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan mencari
kedekatan diri kepada-Nya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam budi
kepada murid-murid itu, meskipun murid-murid itu harus mengingati budi baik
orang kepadanya.
Tetapi
guru itu harus memandang bahwa dia telah berbuat suatu perbuatan yang baik,
karena telah mendidik jiwa anak-anak itu. Supaya hatinya dekat kepada Allah
Ta'ala dengan menanamkan ilmu pengetahuan padanya. Seumpama orang yang
meminjam-kan kepada anda sebidang tanah untuk anda tanami didalamnya
tanam-tanaman untuk anda sendiri. Maka faedah yang anda dapati adalah melebihi
dari faedah yang diperoleh pemilik tanah itu. Maka bagaimanakah anda
menyebut-nyebut jasa anda itu? Pada hal pahala yang anda peroleh dari mengajar
itu, pada Allah Ta'ala lebih banyak dari pahala yang diperoleh oleh murid. Dan
kalaulah tak ada murid yang belajar, maka anda tidak akan memperoleh pahala
itu.
Dari
itu, janganlah diharap pahala selain dari Allah Ta'ala, seperti firmanNya
وَيَا
قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ
(Wa
yaaqaumi laa asralukum alaihi maalan in ajria illaa 'alallaah). Artinya :
"Hai
kaumku! Aku tiada meminta harta kepada kamu sebagai upah nya, upahku hanyalah
dari Tuhan". (s. Hud, ayat 29).
Harta
dan isi dunia adalah menjadi pesuruh badan kita. Badan menjadi kendaraan dan
tunggangan jiwa. Yang dikhidmati ialah ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu
pengetahuanlah, jiwa itu mulia.
Orang
yang mencari harta dengan ilmu, samalah dengan orang yang menyapu bawah
sepatunya dengan mukanya supaya bersih. Dija-dikannya yang dilayani menjadi
pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani.
Inilah
penj ungkir-balikan namanya. Dan adalah seumpama orang yang berdiri di hari
mahsyar bersama orang-orang yang berdosa. Terbalik kepalanya dihadapan Tuhan.
Pendek
kata, kelebihan dan kenikmatan adalah untuk guru. Maka perhatikanlah, bagaimana
sampai urusan agama kepada suatu kaum, yang mendakwakan bahwa maksudnya dengan
ilmu yang ada padanya, baik ilmu fiqih atau ilmu kalam, baik memberi pelajaran
dalam ilmu yang dua tadi atau lainnya; adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala. Mereka menyerahkan harta dan kemegahan serta menerima
bermacam-macam penghinaan, untuk berkhidmat kepada sultan-sultan
(penguasa-penguasa), supaya permintaannya berlaku.
Jikalau
mereka tinggalkan yang demikian itu, niscaya mereka ditinggalkan. Dan tidak
akan ada orang yang datang kepada mereka lagi.
Kemudian,
diharap oleh guru dari muridnya, ban tuan pada tiap-tiap malapetaka, memberi
pertolongan kepadanya, memusuhi mu-suhnya, bangun memenuhi keperluan hidupnya
dan duduk ber -simpuh dihadapannya. Apabila tidak, maka dia memberontak dan
muridnya itu menjadi musuhnya yang terbesar.
Alangkah
kotornya orang berilmu, yang rela untuk dirinya kedudukan yang demikian.
Kemudian, ia bergembira dengan itu. Kemudian, tidak malu mengatakan :"Maksudku
dengan mengajar ialah menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan menolong agamaNya".
Maka
perhatikanlah segala tanda, sehingga engkau melihat penipuan-penipuan yang
beraneka ragam itu!
Tugas
ketiga: bahwa tidak meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang demikian itu,
ialah dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat
itu. Dan belajar ilmu yang tersembunyi, sebelum selesai ilmu yang terang.
Kemudian menjelaskan kepadanya bahwa maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.
Bukan
karena keinginan menjadi kepala, kemegahan dan perlombaan. Haruslah
dikemuka-kan keburukan sifat-sifat itu sejauh mungkin! Seorang berilmu yang
jahat tidaklah berbuat kebaikan lebih banyak dari berbuat kejahatan dan
kerusakan. Bila diketahui orang yang bathinnya dengan menuntut ilmu adalah
untuk dunia, maka haruslah diperhatikan kepada ilmu yang dipelajarinya itu.
Kalau ilmu itu ilmu khilafiah mengenai fiqih, berdebat dalam ilmu kalam,
berfatwa dalam soal persengketaan dan hukum, maka hendaklah dicegah. Karena
ilmu pengetahuan tersebut tidak termasuk dalam ilmu akhirat dan tidak termasuk
sebagian dari ilmu yang dikatakan. "Kami mempelajari ilmu bukan karena Allah,
maka ilmu itu enggan kalau bukan karena Allah !'.'
Yang
termasuk dalam ilmu akhirat, ialah ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu yang
menjadi perpegangan orang-orang terdahulu, dari ilmu akhirat, ilmu mengenai
budi pekerti jiwa dan cara mengasuhnya.
Apabila
ilmu tadi dipelajari oleh seorang pelajar dengan tujuan duniawi, maka tak
mengapa dibiarkan. Karena membuahkan peng-harapan, bagi pelajar itu nanti, pada
pengajaran dan pengikutan kepada orang ramai. Bahkan kadang-kadang ia sadar di
tengah jalan atau diakhir jalan. Karena padanya ada pengetahuan yang membawa
takut kepada Allah Ta'ala, penghinaan kepada dunia dan peug-hargaan kepada
akhirat.
Dan
ada harapan besar pelajar itu akan memperoleh jalan yang benar ke akhirat,
sehingga dia memperoleh pengajaran dengan apa yang diajarinya orang lain. Dan
berlakulah kesukaan diterima orang kata-katanya dan kemegahan, sebagai
berlakunya biji-bijian yang ditaburkan di keliling perangkap,. untuk menangkap
burung dengan yang demikian.
Memang
demikianlah, diperbuat oleh Allah pada hambaNya. Karena dijadikanNya nafsu
syahwat, supaya makhluk itu dapat meneruskan keturunannya. DijadikanNya pula
suka mencari kemegahan, supaya menjadi sebab, untuk menghidupkan ilmu
pengetahuan.
Demikianlah
yang kita harapkan pada ilmu-ilmu tersebut.
Mengenai
masalah khilafiah semata-mata, perdebatan dalam ilmu kalam, pengetahuan ilmu
furu' yang ganjil-ganjil, bila ilmu itu saja yang diperhatikan, sedang yang
lainnya dikesampingkan, maka ha-nyalah menam bahkan kesesatan hati dan
kelalaian dari pada Allah Ta'ala. Serta berkepanjangan dalam kesesatan dan
mencari kemegahan.Kecuali
orang-orang yang dinaungi Allah dengan rahmat-kasihNya. Atau dicampurkan ilmu
tadi, dengan ilmu-ilmu yang lain dari ilmu pengetahuan keagamaan.
Untuk
itu tidak dapat kita buktikan, seperti percobaan dan penyaksian. Dari itu
perhatikanlah, renungkanlah dan selidikilah supaya diperoleh kebenarannya dalam
kalangan manusia dan negeri-negeri! Semoga Allah memberi pertolongan!
Pernah
orang melihat Sufyan Ats-Tsuri gundah-gulana, maka ditanyakan :
"Mengapakah tuan hamba demikian?"
Ia
menjawab : "Kami ini menjadi toko, bagi anak-anak dunia. Seorang dari
mereka selalu bersama kami, tetapi apabila telah belajar, lalu diangkat menjadi
hakim (kadli), pegawai atau penguasa''.
Tugas
keempat : yaitu termasJk yang halus-halus dari mengajar, bahwa guru menghardik
muridnya dari berperangai jahat dengan cara sindiran selama mungkin dan tidak
dengan cara terus terang. Dan dengan cara kasih-sayang, tidak dengan cara
mengejek. Sebab, kalau dengan cara terus terang, merusakkan takut murid kepada
guru. Dan mengakibatkan dia berani menentang dan suka menerus-kan sifat yang
jahat itu. Nabi صلى الله عليه وسلم. selaku mursyid segala guru, pernah bersabda :
لو منع
الناس عن فت البعر لفتوه وقالوا ما نهينا عنه إلا وفيه شيء
(Lau
muni'an naasu 'an fattil ba'ri lafattuuhu waqaaluu maa nuhii-naa anhu illaa wa
fiihi syaiun).Artinya
:"Jikalau manusia itu dilarang dari menghancurkan taik unta, maka akan
dihancurkannya dengan mengatakan : "Kita tidak dilarang dari perbuatan itu
kalau tak ada apa-apanya". (1)
Keadaan
yang tersebut tadi, mengingatkan anda akan kisah Adam dan Hawa as. serta
larangan yang ditujukan kepada keduanya.
1.Menurut Al-lraqi, dia tidak pernah menjumpai hadits ini.
Dan tidaklah kisah itu diterangkan kepadamu untuk menjadi buah pembicaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau sadari atas jalan ibarat.
Juga
dengan sindiran itu, membawa kepada jiwa utama dan hati suci, untuk memahami
tujuan dari sindiran itu. Maka dengan keinginan memperhatikan maksud dari
sindiran itu, karena ingin mengetahuinya, tahulah dia bahwa hal itu tidak boleh
lenyap dari perhatiannya.
Tugas
kelima : seorang guru
yang bertanggung jawab pada salah satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan
mata pelajaran lain dihadapan muridnya. Seumpama guru bahasa, biasanya
melecehkan ilmu fiqih. Guru fiqih melecehkan ilmu hadits dan tafsir dengan
sindiran, bahwa ilmu hadits dan tafsir itu adalah semata-mata me-nyalin dan
mendengar. Cara yang demikian, adalah cara orang yang lemah, tidak memerlukan
pikiran padanya. Guru ilmu kalam memandang sepi kepada ilmu fiqih dengan
mengatakan, bahwa fiqih itu membicarakan soal furu'. Diantara lain
memperkatakan tentang kain kotor wanita. Maka apakah artinya itu, dibandingkan
dengan memperkatakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pengasih?
Inilah budi pekerti yang tercela pada para guru yang harus
dijauhkan!
Sebaliknya,
yang wajar hendaklah seorang guru yang bertanggung jawab sesuatu mata
pelajaran, membuka jalan seluas-luasnya kepada muridnya untuk mempelajari mata
pelajaran yang lain. Kalau dia bertanggung jawab dalam beberapa ilmu
pengetahuan, maka hendaklah menjaga kemajuan si murid dari setingkat ke
setingkat!
Tugas keenam : guru harus menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan pelajaran yang belum sampai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul. Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
Tugas keenam : guru harus menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan pelajaran yang belum sampai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul. Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
نحن
معاشر الأنبياء أمرنا أن ننزل الناس منازلهم ونكلمهم على قدر عقولهم
(Nahnu
ma'aasyiral anbiyaa-i umimaa an-nunzilannaasa manaazi-lahum wa nukallimahum
'alaa qadri 'uquulihim).(1)Artinya :"Kami para Nabi disuruh menempatkan
masing-masing orang pada tempatnya dan berbicarra dengan mereka menurut tingkat
yang mereka fahami
1.Dirawikan hadits ini pada sebahagian dari Abi-Bakar bin Asy-Syukhair dari Umar dan pada Abi Dawud dari A'isyah.
Kembangkanlah
kepada murid itu sesuatu pengetahuan yang mendalam, apabila diketahui bahwa dia
telah dapat memahaminya sendiri.
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم:
ما أحد
يحدث قوما بحديث لا تبلغه عقولهم إلا كان فتنة على بعضهم
(Maa
ahadun yuhadditsu qauman bihadiitsin laa tablughuhu uquulu hum illaa kaana
fitnatan 'alaa ba'dhihim).(1)Artinya
:"Apabila seseorang berbicara kepada sesuatu golongan tentang persoalan
yang belum sampai otaknya ke sana, maka ia menjadi fitnah kepada sebahagian
dari mereka". (1)
Berkata
Ali ra. sambil menunjuk ke dadanya : "Di sini terkumpul banyak ilmu
pengetahuan, sekjranya dapatlah saya peroleh orang-orang yang menerimanya
".
Benarlah
ucapan beliau itu. Dada orang-orang baik (al-abrar) adalah kuburan ilmu
pengetahuan yang tinggi-tinggi (al-asrar). Dari itu, tidak wajarlah bagi
seorang yang berilmu, menyiarkan seluruh ilmu pengetahuannya kepada orang. Hal
ini, apabila dapat dipahami oleh yang belajar dan ia belum dapat mengambil
faedah dengan ilmunya. Maka betapa pula terhadap orang yang tidak dapat
memahaminya? Berkata Nabi Isa as. : "Janganlah engkau gantungkan mutiara
pada leher babi".
Ilmu
hikmah adalah lebih mulia dari mutiara. Orang yang tidak suka kepada ilmu
hikmah, adalah lebih jahat dari babi. Dari itu dikatakan : sukatlah bagi
masing-masing orang, menurut ukuran akalnya. Dan timbanglah bagi masing-masing
orang itu dengan tim-bangan pahamnya, sehingga selamat dan bermanfa'at. Kalau
tidak ada pemahaman, maka terjadilah pertentangan karena tim-bangan akal
berlebih-kurang (salah pengertian = misunderstanding).
1.Hadits ini, ada kata-katanya dari Al-'Uqaili dan Abu Na'im dari Ibnu Abbas, dengan isnad dla'if.
Ditanyakan
setengah ulama tentang suatu hal. Beliau tidak menjawab, lalu penanya itu
bertanya lagi : tidakkah tuan mendengar sabda Nabi صلى الله عليه
وسلم :
من كتم
علما نافعا جاء يوم القيامة ملجما بلجام من نار
(Man
katama 'ilman naafi'an jaa- a yaumal qiyaamati muljaman bilijaamin min naar).
Artinya
:"Barang siapa yang menyembunyikan ilmu yang bermanfa'at, niscaya datang
dia pada hari qiamat, pada mulutnya ada kekang dari api neraka". (1)
Maka
menjawablah ulama tersebut: "Tinggalkanlah kekang itu dan pergilah! Kalau
datang kemari orang yang berpaham dan aku sem-bunyikan juga, maka letakkanlah
kekang itu pada mulutku!".
Berfirman
Allah Ta'ala :
وَلا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ
(Wa
laa tu'tussufahaa-a amwaalakum).
Artinya
:"Janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang belum mengerti (masih
jahil) harta-harta mereka yang kamu dijadikan Tuhan pemeliharanya ".(S.
An-Nisa', ayat 5).
Firman
tersebut sebagai peringatan bahwa menjaga ilmu pengetahuan dari orang yang
merusakkan dan mendatangkan kemelaratan, adalah lebih utama lagi. Dan tidaklah
kurang dzalimnya antara memberikan kepada yang tidak berhak dan tidak memberikan
kepada yang berhak.
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Sa'id dengan isnad dla'if.
Berkata seorang penyair :
"Apakah saya hamburkan mutiara, dihadapan pengembala
domba?
Lalu jadilah dia tersimpan, dalam gudang penternak hewan?
Mereka itu tidak tahu, akan harga mutiara.
Dari itu saya tak mau, menggantungkannya pada leher mereka
Kalau kiranya Tuhan, mencurahkan belas kasihan. Lalu
kedapatan, ahli ilmu pengetahuan.
Saya akan siarkan ilmu berfaedah, saya akan memperoleh cinta
mahabbah.
Kalau tidak begitu.................
biarlah tersimpan dan tersembunyi dalam dadaku!
Memberikan ilmu kepada orang bodoh, adalah menyia-nyiakan.
Tak mau memberikannya kepada yang berhak, adalah
menganiayakan.
Tugas
ketujuh : kepada seorang
pelajar yang singkat paham, hen-daklah diberikan pelajaran yang jelas, yang
layak baginya. Janganlah disebutkan kepadanya, bahXya di balik yang diterangkan
ini, ada lagi pembahasan yang mendalam yang di simpan , tidak dijelas-kan.
Karena, yang demikian i^u, mengakibatkan kurang keinginan-nya pada pelajaran
yang jelas itu dan mengacau-balaukan pikiran-nya. Sebab menimbulkan dugaan
kepada pelajar itu nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan ilmu
itu kepadanya.
Sekalian
orang menyangka bahwa dirinya ahli dalam segala ilmu, meskipun yang pelik. Dan
tak ada seorangpun yang tak ingin memperoleh pikiran yang cerdas dari pada
Allah Ta'ala. Orang yang paling dungu dan paling bodoh pun merasa gembira
dengan kesempurnaan akal pikirannya.
Dan
dengan ini, dapatlah diketahui, bahwa orang awwam yang terikat dengan ikatan
kepercayaan Agama dan meresap dalam jiwanya 'aqidah yang berasal dari
ulama-ulama terdahulu, tanpa membanding dan mena'wilkan dan dalam pada itu,
bathinnya cukup baik dan akalnya tidak berpikir lebih banyak dari itu, maka
tidak sewajarnyalah 'aqidah orang awwam itu dikacau-balaukan. Tetapi sewajarnyalah
dia itu dibiarkan dengan urusannya. Sebab kalau diterangkan kepada si awwam itu
pena'wilan-pena'wilan dari kedzahiran kata-kata maka terlepaslah apa yang
terikat dalam hatinya. Dan tidak mudah lagi mengikatnya kembali dengan apa yang
diikatkan oleh orang yang tertentu (orang alrkhawwash). Lalu terangkatlah
dinding antara si awwam tadi dan perbuatan ma'siat. Dan bertukarlah dia menjadi
setan penggoda, membinasakan dirinya sendiri dan orang lain.
Bahkan,
tidak layak orang awwam itu dibawa berkecimpung ke dalam ilmu hakikat yang
pelik-pelik. Tetapi, cukupkan saja dengan mengajari peribadatan, mengajari
amanah dalam pekerjaannya sehari-hari. Isikanlah jiwanya dengan keinginan
kepada sorga dan ketakutan kepada neraka, seperti yang tersebut dalam Al-Quran
Suci.
Jangan
dibangunkan pikiran mereka kearah keragu-raguan. Karena mungkin nanti
keragu-raguan itu melekat dalam hatinya dan sukar dilepaskannya. Maka binasalah
dan celakalah dia kesudahannya.
Pendek
kata, tidak wajar pintu pembahasan di buka kepada orang awwam. Sebab dengan itu
membawa kepada kekosongan pekerjaan mereka, yang menjadi sendi dari budi
pekerti dan kekekalan hidup dari orang-orang tertentu.
Tugas
kedelapan : guru itu
harus mengamalkan sepanjang ilmunya. Jangan perkataannya membohongi perbuatannya.
Karena ilmu dilihat dengan mata-hati dan amal dilihat dengan mata-kepala. Yang
mempunyai mata-kepala adalah lebih banyak.
Apabila
amal bersalahan dengan ilmu, maka tercegahlah keadilan. Orang yang mengambil
sesuatu, lalu mengatakan kepada orang lain : "Jangan kamu ambil barang
itu, sebab barang itu adalah racun yang membinasakan!", adalah telah
memperkosa hak orang lain. Dia akan kena tuduhan. Orang semakin bernafsu kepada
benda yang dilarang mengambilnya itu, dengan mengatakan : "Kalau bukanlah
benda itu baik dan berharga, masakan diambilnya!
Dibandingkan
guru yang mursyid dengan para muridnya, adalah seumpama ukiran dari abu tanah
dan bayang-bayang dari kayu. Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa
benda pengukir dan kapankah bayang-bayang itu lurus sedang kayunya bengkak?
Karena
itu, berkatalah pantun yang seirama dengan itu :
"Janganlah
engkau melarang suatu pekerti, sedang engkau sendiri melakukannya. Malulah
kepada diri sendiri, dilihat orang engkau mengerjakannya!"
Berfirman
Allah Ta'ala :
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ
(Ata'
muruunan-naasa bil birri wa tansauna anfusakum).Artinya
:"Adakah kamu menyuruh orang lain dengan berbuat baik dan kamu lupakan
dirimu sendiri!".(S. Al-Baqarah, ayat 44).
Karena
itulah, dosa orang yang berilmu mengerjakan perbuatan ma'siat, adalah lebih
besar dari dosa orang yang bodoh. Karena dengan terperosoknya orang yang
berilmu, maka terperosoklah orang banyak yang menjadi pengikutnya.ومن سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها Barang siapa membuat tradisi yang buruk, maka
berdosalah dia dan berdosalah orang yang menuruti tradisi itu.
Dari
itu berkata Ali ra. : "Ada dua orang yang mendatangkan bala bencana kepada
kita, yaitu orang yang berilmu yang tak menjaga kehormatan dan orang yang bodoh
yang kuat beribadah. Orang yang bodoh itu menipu manusia dengan peribadatannya
dan orang berilmu itu menipu manusia dengan kelengahannya ".
Wallahua'lam
(Allah Yang Maha Tahu!).
223