Adab Mendengar Dan Kesannya DIHATI
KITAB ADAB MENDENGAR DAN KESANNYA DIHATI
Yaitu : Kitab Kedelapan dari Rubu' Ad at dari Kitab Ihya' - Ulumiddin.
suruh oleh Allah akan hamba-Nya padanya dengan berdzikir (mengingati-Nya), seperti : hari-hari tasyriq (1). Dan senantiasalah penduduk Madinah itu, seperti penduduk Makkah, terbiasa mendengar lagu, sampai kepada zaman kita sekarang ini. Maka kami dapati Abu Marwan Al-Qadli mempunyai budak-budak wanita, yang memperdengarkan nyanyiannya kepada orang banyak. Sesungguhnya mereka itu disediakan untuk orang-orang shufi". Berkata Abu Thalib Al-Makki : "Adalah 'Atha' mempunyai dua budak wanita yang bernyanyi. Maka teman-temannya mendengar nyanyian kedua budak wanita itu".
(Yaziidu fil-khalqi maa yasyaa-u).
Artinya : "la (Allah) menambah pada makhluq-Nya apa yang di-kehendaki-Nya". (S. Fathir, ayat 1).
Pada kali yang lain, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bermadah pula :
Wahai Tuhanku!
Abu Bakar Muhammad bin Daud Ad-Dainuri,yang terkenal dengan panggilan Ar-Ruqy ra. bercerita : "Aku berada pada suatu desa. Lalu aku mendatangi suatu kabilah Arab. Maka aku menjadi teta- mu salah seorang dari mereka. Dimasukkannya aku ke dalam pondoknya. Maka aku melihat dalam pondok itu, seorang budak hitam yang di-ikat dengan seutas tali. Dan aku melihat beberapa ekor unta telah mati di halaman rumah itu. Dan yang tinggal hanya seekor unta saja dalam keadaan kurus kering dan lesu. Seakan-akan nyawanya akan dicabut. Lalu budak itu berkata kepadaku : "Tuan adalah tamu. Tuan berhak memberi syafa'at (memberi pertolongan) untukku pada tuanku. Karena tuanku amat memuliakan teta- munya. Maka tidak akan ditolaknya syafa'at tuan dalam hal yang seperti ini. Mudah-mudahan ia melepaskan ikatan daripadaku!". Abu Bakar meneruskan ceriteranya : "Ketika mereka itu menghi- dangkan makanan, maka aku menolak dan berkata : 'Aku tidak akan makan, sebelum memberi pertolongan kepada budak ini".
orang yang berpergian jauh (orang musafir), pada waktu pesta perkawinan, 'aqiqah (menyembelih kambing 'aqiqah sesudah be- berapa waktu dari kelahiran anak), ketika lahir anak, ketika peng- khitanan dan ketika anak itu telah menghapal Al-Qur-an Mulia, Semua itu mubah, untuk melahirkan kegembiraan. Dan dasar pem- bolehannya, ialah bahwa sebahagian dari nyanyian itu adalah mem- bangkitkan kesenangan, kegembiraan dan kesukaan. Maka semua yang membolehkan kegembiraan, niscaya bolehlah membangkit- kan kegembiraan padanya.
Sebagaimana disukai bentuk dzahiriyah. Kadang-kadang kesukaan ini teguh kuat., maka dinamakan : isyq (rindu).
Berapa banyak orang yang berlebih-lebihan mencintai pelopor- pelopor madzhab, seperti : Asy-Syafi-'i ra., Malik ra. dan Abu Hanifah ra. Sehingga mereka bersedia menyerahkan harta dan jiwanya, untuk membantu dan menolong. Dan mereka menambah berlebih-lebihan dan bersangatan di atas semua orang 'isyq (orang yang rindu).
Yaitu : Kitab Kedelapan dari Rubu' Ad at dari Kitab Ihya' - Ulumiddin.
بسم الله الرحمن
الرحيم
(Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Pengasih)
Segala pujian bagi Allah yang membakar hati para aulia-Nya dengan
api kasih-sayang-Nya. Melemah-lembutkan cita-cita dan jiwa mereka dengan
kerinduan kepada bertemu dan bermusyahadah dengan-Nya. Dan menegakkan pandangan
dzahir dan pandangan bathin mereka kepada memperhatikan keelokan hadharat-Nya.
Sehingga jadilah mereka mabuk dari hembusan kelezatan perhubungan itu. Dan
jadilah hati mereka dari memperhatikan kesucian keagungan itu, tenggelam
diri,lagi heran.
Maka tidaklah dilihat mereka dalam dua alam itu (alam ghaib
dan alam nyata) akan sesuatu, selain Dia. Dan tidaklah disebut mereka pada dua
negeri itu (dunia dan akhirat), selain Dia. Jikalau didatangkan kepada mata
mereka suatu bentuk, niscaya melintasilah mata hati mereka kepada Pembentuknya.
Jikalau pendengaran mereka diketuk oleh bunyi yang merdu,
niscaya mendahuluilah segala gurisan jiwa mereka kepada Yang Dicintai. Jikalau
datang kepada mereka suara yang mengejutkan atau yang mengkagetkan atau yang
menggembirakan atau yang menyedihkan atau yang mengesankan atau yang merindukan
atau yang menyemangatkan, niscaya tidaklah kekejutan mereka itu, selain
kepada-Nya. Dan tidaklah kegembiraan mereka itu, melainkan dengan Dia. Dan
tidaklah kekagetan mereka itu, melainkan kepada-Nya'. Dan tidaklah kesedihan
mereka itu, melainkan pada-Nya. Dan tidaklah kerinduan mereka itu, melainkan
kepada apa yang di sisi-Nya (dari kenikmatan yang abadi). Dan tidaklah gerakan
mereka itu, melainkan karena-Nya. Dan tidaklah bulak-balik mereka itu,
melainkan di keliling-Nya. Maka daripada-Nya-lah pendengaran mereka dan
kepada-Nya-lah perhatian pendengaran mereka itu. Tertutuplah dari yang lain,
penglihatan dan pendengaran mereka.
Mereka itu ialah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk
menjadi wali-Nya. Dan dianugerahi-Nya kepada mereka itu, kemurnian dari antara
orang-orang pilihan dan orang-orang tertentu bagi-Nya.
584
|
Dari rahmat kepada Muhammad, yang diutus dengan kerasulannya
dan kepada keluarga dan shahabat-shahabatnya, imam-imam dan pahlawan-pahlawan
kebenaran. Dan anugerahilah kiranya kesejahteraan yang banyak!.
Amma ba'du — kemudian, sesungguhnya hati dan isi hati
(sarirah) itu, gudang segala rahasia dan tambang segala intan permata. Dan
sesungguhnya tersembunyi di dalam hati segala intan permatanya, sebagaimana
tersembunyinya api pada besi dan batu. Dan tersembunyinya segala intan permata
itu, sebagaimana tersembunyinya air di bawah tanah dan tanah liat.
Dan tiada jalan untuk melahir kan rahasia yang tersembunyi
itu, selain dengan cetusan pendengaran. Dan tiada yang menghembuskan kepada
hati, selain dari pendengaran yang menjadi tempat masuknya.
Maka segala dengungan yang berirama, lagi enak didengar itu,
mengeluarkan apa yang di dalamnya. Melahirkan segala yang baik atau segala yang
buruk daripadanya. Maka tidaklah lahir dari hati, ketika digerakkan, selain apa
yang dikandunginya. Sebagaimana tidak disaring oleh bejana air, selain dengan
apa yang ada di dalamnya. Maka pendengaran bagi hati itu batu asahan yang
benar dan ukuran yang menuturkan. Maka tiada sampai jiwa pendengaran kepada
hati, melainkan telah bergerak di dalamnya, apa yang menguasainya (dari
kebajikan atau kejahatan); Apabila adalah hati itu menurut sifatnya patuh
kepada pendengaran, sehingga ia melahirkan dengan segala yang datang bagi pendengaran
itu, akan segala yang tersembunyi pada hati, membuka segala keburukan dan
melahirkan segala kebaikannya, niscaya wajiblah diuraikan perkataan tentang :
mendengar nyanyian dan kesannya di hati. Dan menjelaskan segala faedah dan
bahaya yang ada pada keduariya. Dan apa yang disunatkan pada keduanya, dari adab-adab
dan cara-cara. Dan apa yang mendatangkan kepada mendengar nyanyian dan
kesannya di hati, dari perselisihan para ulama, tentang yang dilarang atau yang
diperbolehkan pada mendengar nyanyian dan kesannya di hati itu. Dan akan kami
terangkan yang demikian itu, pada : dua bab :
Bab Pertama : tentang pembolehan mendengar.
Bab Kedua : tentang adab mendengar dan kesan-kesan pendengaran
pada hati dengan perasaan. Dan kesan pada anggota badan dengan tarian, suara
keras dan pengoyakan kain.
585
|
Bab pertama : Menyebutkan tentang perselisihan ulama tentang
pembolehan mendengar nyanyian dan menyingkapkan yang benar padanya.
penjelasan : Kata-kata ulama fiqh dan ahli tashawwuf tentang
penghalalan dan pengharamannya.
Ketahuilah, bahwa : mendengar, ialah : permulaan urusan. Dan pendengaran itu
membuahkan suatu keadaan dalam hati, yang dinamai : kesannya (al-wajd). Dan
kesannya itu membuahkan penggerakan anggota badan. Adakalanya dengan gerakan,
yang tidak bertimbangan. Maka dinamai: kegoncangan. Dan adakalanya dengan
bertimbangan. Maka dinamai: tepukan tangan dan tarian. (1)
Maka marilah kita mulai dengan : hukum mendengar. Dan
itulah yang pertama. Dan akan kami nukilkan padanya kata-kata yang lahir dari
madzhab-madzhab. Kemudian, kami sebutkan dalil atas pembolehannya. Kemudian,
kami ikutkan dengan penjawaban dari apa yang menjadi pegangan orang-orang yang
mengatakan : pengharamannya.
Tentang menukilkan madzhab-madzhab, telah diceriterakan oleh
Al-Qadli Abuth-Thayyib Ath-Thabari dari Imam Asy-Syafi-'i ra., Imam Malik ra.,
Imam Abu Hanifah ra., Sufyan dan segolongan ulama, akan kata-kata yang menjadi
dalil, bahwa mereka itu ber- pendapat akan haramnya.
Asy-Syafi-'i ra. berkata dalam Kitab Adab Kehakiman (Kitab
Adabil-Qadla'), bahwa sesungguhnya nyanyian adalah makruh, menyerupai batil.
Barangsiapa memperbanyak menyanyi, maka dia itu orang bodoh (safih), yang
ditolak kesaksiannya. Al-Qadli Abuth-Thayyib berkata : "Mendengar nyanyian
dari wanita yang bukan mahram (2), tidak boleh pada para shahabat Asy-Syafi-'i
ra., dalam keadaan apapun juga. Sama saja keadaan wanita itu terbuka atau di
belakang hijab. Sama saja, wanita itu merdeka atau hambasahaya (budak)".
(1) Bertimbangan
: maksudnya, gerakan anggota badan itu ditimbang dengan bunyi suara atau lagu
yang dinyanyikan. Sehingga seirama dengan lagu, tidak kacau- balau dan
gerakan yang tak menentu (Pent.).
|
(2) Wanita
mahram, ialah : wanita yang haram dikawini. Dalam masyarakat kita, orang
menyebut muhrto Eadahal muhrim itu, artinya : orang yang ihram, melakukan ibadah
hajji. Suatu kekeliruan bahasa, yang harus'diperbaiki.
|
586
|
Berkata Al-Qadli : "Asy-Syafi-'i ra. berkata : 'Orang
yang punya budak perempuan, apabila mengumpulkan manusia untuk mendengar
nyanyian budak itu, maka dia adalah orang safih, yang ditolak
kesaksiannya'".
Berkata Al-Qadli : "Diceriterakan dari Asy-Syafi-'i,
bahwa, Asy- Syafi-'i memandang makruh memukul kuku-kuku binatang dengan kayuDan
ia mengatakan : "Bahwa alat permainan itu diadakan oleh orang-orang zindiq
(orang yang tidak beragama). Supaya mereka melalaikan diri dari
Al-Qur-an".
Asy-Syafi-'i ra. berkata : "Dimakruhkan menurut hadits, permainan
musik dengan nard (1), lebih banyak daripada makruhnya permainan dengan
sesuatu alat permainan yang lain. Aku tidak menyukai permainan catur. Dan aku
memandang makruh setiap apa yang menjadi permainan manusia. Karena permainan
itu tidaklah dari perbuatan ahli Agama dan berkepribadian (muru-ah)". (2)
Adapun Malik ra., maka beliau melarang nyanyian. Dan berkata : "Apabila
membeli budak wanita, lalu mendapatinya seorang penyanyi, niscaya bolehlah
mengembalikannya kepada si penjual". Dan itu adalah madzhab ahli Madinah
lainnya, kecuali Ibrahim bin Sa'd seorang.
Adapun Abu Hanifah ra. memandang makruh yang demikian. Dan
menjadikan mendengar nyanyian termasuk dosa. Begitu pula Ahli Kufah lainnya,
seperti : Sufyan Ats-Tsuri, Hammad, Ibrahim, Asy-Sya'bi dan lain-lain.
Ini semuanya, dinukilkan oleh Al-Qadli Abuth-Thayyib Ath-
Thabari. Dan dinukilkan oleh Abu Thalib Al-Makki, membolehkan mendengarkan nyanyian-nyanyian
dari suatu golongan ulama. Ia berkata : "Didengar dari shahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. oleh 'Abdullah bin Ja'far, 'Abdullah bin
Az-Zubair, Al-Mughirah bin Sya'bah, Mu'awiah dan lain-lain".
Dan Abu Thalib Al-Makki berkata seterusnya : "Telah
diperbuat demikian oleh kebanyakan salaf (ulama terda hulu) yang shalih : baik
shahabat atau tab’in, dengan sebaik-baik- nya". Seterusnya beliau
mengatakan : "Senantiasalah orang-orang Hijaz pada kami di Makkah,
mendengar nyanyian pada hari-hari yang utama dari tahun. Yaitu: hari-hari yang
terbilang, yang di-
(1) Nard
: semacam alat musik yang diciptakan oleh seorang raja Persia dahulu kala,
terbuat dari batang kurma.
|
(2) Ini
hal harus diperhatikan la tar belakang dan suasana waktu itu. Karena apabila
diperhatikan secara keseluruhan, adalah banyak sangkut-pautnya dengan minum
khamar dan perbuatan-perbuatan ma'shiat lainnya.
|
587
|
suruh oleh Allah akan hamba-Nya padanya dengan berdzikir (mengingati-Nya), seperti : hari-hari tasyriq (1). Dan senantiasalah penduduk Madinah itu, seperti penduduk Makkah, terbiasa mendengar lagu, sampai kepada zaman kita sekarang ini. Maka kami dapati Abu Marwan Al-Qadli mempunyai budak-budak wanita, yang memperdengarkan nyanyiannya kepada orang banyak. Sesungguhnya mereka itu disediakan untuk orang-orang shufi". Berkata Abu Thalib Al-Makki : "Adalah 'Atha' mempunyai dua budak wanita yang bernyanyi. Maka teman-temannya mendengar nyanyian kedua budak wanita itu".
Berkata Abu Thalib Al-Makki : "Ditanyakan Abil-Hasan bin Salim :
'Bagaimana tuan menantang mendengar lagu. Dan adalah Al-Junaid, Sirri
As-Saqathi dan Dzun-Nun mendengarnya?' ".
Maka Abil-Hasan menjawab : "Bagaimana aku menantang mendengar
lagu, padahal telah diperbolehkan dan didengar oleh orang- orang yang lebih
baik daripadaku. Sesungguhnya adalah 'Abdullah bin Ja'far Ath-Thayyar mendengar
lagu. Dan yang aku tantang, ialah senda-gurau permainan dalam mendengar lagu
itu".
Diriwayatkan dari Yahya bin Ma'adz, bahwa Yahya berkata :
"Kami berketiadaan tiga perkara. Maka kami tidak melihatnya dan aku tidak
melihatnya, bertambah, melainkan kurangnya kebagusan muka serta pemeliharaan,
kebagusan perkataan serta keagamaan dan kebagusan persaudaraan serta kesetiaan.
Aku melihat pada sebagian kitab-kitab, akan ini, diceriterakan dengan sebenar-
nya dari Al-Harits Al-Muhasibi. Dan padanya menunjukkan, bahwa Al-Harits
membolehkan mendengar nyanyian, serta dzuhudnya dan pemeliharaan kesan hatinya
dan kesetiaannya kepada Agama".
Abu Thalib Al-Makki berkata : "Adalah Ibnu
Mujahid tidak mem perkenankan suatu undangan, kecuali ada padanya
nyanyian". Dan bukan Seorang yang menceriterakan, bahwa Abu Thalib berkata
: "Kami berkumpul pada suatu undangan dan bersama kami, Abul Qasim bin
Bintu Muni', Abu Bakar bin Daud dan Ibnu Mujahid bersama teman-teman mereka.
Maka datanglah nyanyian. Lalu Ibnu Mujahid mendorong bin Bintu Muni', supaya
mengajak Bin Daud mendengarnya. Maka Bin Daud menjawab : 'Disampai- kan
kepadaku oleh ayahku, dari Ahmad bin Hambal, bahwa Ahmad bin Hambal memandang
makruh mendengar nyanyian.
(1) Hari-hari Tasyriq : yaitu tiga hari sesudah hari Raya
Hajji, ya'ni : tanggal sebelas, dua belas dan tiga beias bulan Dzulhijjah.
|
588
|
Dan ayahku memakruhkannya dan aku atas madzhab (aliran)
ayahku'".
Maka menjawab Abdul Qasim bin Bintu Muni' : "Adapun
nenekku ialah Ahmad bin Bintu Muni'. Beliau menceriterakan kepadaku dari Shalih
bin Ahmad, bahwa ayahnya mendengar nyanyian Ibnul- Khabbazah".
Lalu Ibnu Mujahid berkata kepada Bin Daud : "Biarkanlah
saudara dengan ayah saudara!". Dan kepada Bin Bintu Muni', Ibnu Mujahid
berkata pula : "Biarkanlah saudara dengan nenek saudara! Sekarang, apa
yang akan engkau katakan, wahai Abu Bakar (Abu Bakar bin Daud), mengenai orang
yang menyanyikan sekuntum sya'ir, adakah itu haram?". Bin Daud menjawab :
"Tidak!".
Menyambung Ibnu Mujahid : "Jikalau suaranya bagus,
haramkah ia menyanyikannya?".
Bin Daud menjawab : "Tidak!".
Menyambung Ibnu Mujahid lagi : "Jikalau dinyanyikannya
dan dipanjangkannya, dipendekkannya yang panjang dan dipanjang- kannya yang
pendek, adalah haram yang demikian kepadanya?". Bin Daud menjawab :
"Aku tidak kuat untuk satu sethan, maka bagaimanakah aku kuat untuk dua
sethan?".
Abu Thalib Al-Makki berkata : "Abul-Hasan Al-'Usqalani
Al-As- wad, adalah termasuk aulia yang mendengar nyanyian dan terpe- sona
ketika mendengar nyanyian itu. Ia mengarang suatu kitab tentang nyanyian. Dan
menolak orang-orang yang menantang nyanyian".Begitu pula suatu jama'ah
dari mereka menyusun kitab untuk menolak orang-orang yang menantang nyanyian.
Diceriterakan dari setengah syaikh-syaikh tashawwuf, bahwa mengatakan
:
"Aku bertemu dengan Abul-Abbas Al-Khidlir as. Lalu aku bertanya :
'Apakah kata tuan tentang mendengar nyanyian ini, yang
dipertengkarkan oleh shahabat-sh'ahabat kami?'"'.
Maka menjawab Al-Khidlir : Mendengar nyanyian itu hal yang
bersih yang menggelincirkan, yang tidak tetap di atasnya, selain tapak kaki
ulama-ulama".
589
|
Diceriterakan dari Mimsyad Ad-Dainuri, bahwa mengatakan :
"Aku bermimpi bertemu dengan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. lalu aku bertanya : 'Wahai Rasulullah! Adakah engkau menantang
sesuatu dari mendengar nyanyian ini?'
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab : "Tidaklah aku menantang sesuatu daripadanya.
Tetapi katakanlah kepada mereka, supaya mereka memulai sebelumnya dengan
Al-Qur-an dan menyudahi sesudah- nya dengan Al-Qur-an!".
Diceriterakan dari Thahir bin Bilal Al-Hamdani Al-Warraq dan
ia adalah termasuk ahli ilmu, yang mengatakan : "Aku ber-i'tikaf pada
masjid-jami' Jeddah dekat laut. Maka pada suatu hari aku melihat sekumpulan
orang bernyanyi pada suatu sudut dari masjid itu suatu nyanyian. Dan mereka
itu mendengarnya. Lalu aku menantang yang demikian dengan hatiku. Dan aku
berkata pada diriku : 'Dalam suatu rumah dari rumah Allah (baitullah), mereka
itu mengatakan pantun'
Thahir meneruskan ceriteranya : "Lalu pada malam itu aku
bermimpi bertemu dengan Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan beliau itu duduk pada sudut itu dan di sampingnya Abu
Bakar Ash-Shiddiq ra. Dan tiba- tiba Abu Bakar mengucapkan sesuatu dari
nyanyian itu dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. mendengarkannya. Dan meletakkan tangannya di atas dadanya
seperti orang yang terpesona dengan demikian. Lalu aku berkata pada diriku :
"Tiada seyogialah aku menantang mereka yang mendengar itu. Dan ini
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. mendengar dan Abu
Bakar melagukan. Lalu Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berpaling kepadaku, seraya bersabda : 7m adalah kebenaran dengan
kebenaran'". Atau beliau bersabda : "Kebenaran dari kebenaranAku ragu
yang mana diantara dua perkataan ituyang diucapkan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Al-Junaid berkata : "Diturunkan rahmat kepada golongan ini, (golongan
shufi) pada tiga tempat : ketika makan. Karena mereka itu tidak makan,
selain dari sangat lapar.
Ketika membicarakan " ilmu pengetahuan (mudzakarah). Karena mereka itu
tiada bersoal- jawab, selain mengenai kedudukan orang-orang shiddiq (orang yang
benar-benar membenarkan Agama).
Dan ketika mendengar nyanyian. Karena mereka itu
mendengar dengan berkesan di hati dan mengakui akan kebenaran".
590
|
Dari Ibnu Juraij, bahwa ia memandang ringan tentang nyanyian. Lalu ia
ditanyakan orang : "Adakah nyanyian itu didatangkan pada hari qiamat, dalam
jumlah kebaikanmu atau kejahatanmu?". Lalu Ibnu Juraij menjawab :
"Tidak dalam kebaikan dan tidak dalam kejahatan. Karena nyanyian itu
menyerupai dengan perbuatan yang sia-sia. Allah Ta'ala berfirman :
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ
بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ
(Laa yu-aakhidzukumullaahu bil-laghwi fii aimaa nikum).
Artinya : "Allah tidak mengadakan tuntutan -kewajiban-
karena su mpah mil yang tidak disengaja (S. Ai-Baqarah, ay at 225). Inilah
yang dinukilkan dari ucapan-ucapan ulama! Barangsiapa mencari kebenaran pada
bertaqlid (mengikuti ulama-ulama), maka bagaimanapun ia memeriksa dengan
mendalam, niscaya bertentanganlah ucapan-ucapan itu pada bertaqlid tadi. Lalu
tinggallah ia dalam keheranan atau condong kepada sebahagian dari ucapan-
ucapan itu dengan keinginan saja. Dan semua itu adalah teledor. Tetapi
seyogialah mencari kebenaran menurut jalannya. Dan yang demikian itu, dengan
pembahasan dari tempat-tempat diketahui pelarangan dan pembolehan, sebagaimana
akan kami terangkan ini.
Penjelasan Dalil tentang pembolehan
mendengar nyanyian.
Ketahuilah, bahwa perkataan dari orang yang mengatakan : mendengar
nyanyian itu haram, artinya : bahwa Allah Ta'ala menyiksakannya. Dan ini adalah
suatu hal yang tidak dapat diketahui, dengan semata-mata akal. Tetapi dengan
mendengar dalil Agama. Mengenal hukum keagamaan itu terbatas pada nash (dalil
Agama yang tegas). Atau qias (anologi) kepada yang di-nash-kan.
Yang dimaksud dengan nash, ialah apa yang
dijelaskan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. dengan perkataan atau perbuatannya.
Yang dimaksud dengan qias, ialah : pengertian yang
dipahami dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Jikalau tidak ada padanya nash dan tidak
lurus padanya qias kepada yang di-nash-kan, niscaya batallah perkataan
mengharamkannya. Dan tinggallah sebagai perbuatan yang tidak ada apa-apa
padanya, seperti perbuatan-perbuatan lain yang diperbolehkan (perbuatan mubah).
Dan tidak adalah nash dan qias yang menunjukkan kepada mengharamankan mendengar
nyanyian. Dan yang demikian itu jelas pada jawaban kami, dari dalil-dalil
mereka yang cenderung kepada mengharamkannya.
Manakala telah sempurnalah jawaban dari dalil-dalil mereka,
niscaya adalah yang demikian, jalan yang mencukupi tentang mempo sitifkan
(menetapkan) maksud ini. Tetapi kami mulai dan menga takan : sesungguhnya
bersama-sama nash dan qias menunjukkan kepada membolehkannya.
591
|
Adapun qias, yaitu : sesungguhnya nyanyian itu, berkumpul pada
nya segala pengertian, yang seyogianyalah dibahas masing-masing daripadanya,
kemudian dari keseluruhannya. Maka sesungguhnya pada nyanyian itu, ada nyanyian
dengan suara merdu yang bertimbangan (mempunyai not), yang dipahami maksudnya,
yang menggerakkan hati.
Maka sifat yang lebih umum, ialah bahwa nyanyian itu, suara
yang merdu. Kemudian suara yang merdu itu terbagi kepada : yang bertimbangan
dan yang tidak bertimbangan. Yang bertimbangan, terbagi kepada : yang dipahami,
seperti : pantun-pantun. Dan yang tidak dipahami, seperti : bunyi barang-
barang keras dan binatang-binatang lainnya.
Adapun mendengar suara yang merdu, dari segi kemerduannya,
maka tiada seyogialah diharamkan. Tetapi adalah halal dengan nash dan qias.
Adapun qias, maka yaitu : kembali kepada mendapat kelezatan
pancaindra (perasaan) mendengar, dengan memperoleh hal yang khusus dengan
pendengaran itu. Dan manusia itu, mempunyai akal-pikiran dan lima pancaindra.
Masing-masing pancaindra itu, mempunyai perasaan memperoleh
sesuatu'. Dan pada yang didapati pancaindra itu ada sesuatu yang melezatkan. Kelezatan
memandang adalah pada pandangan-pandangan yang cantik, seperti : sayur-sayuran
yang menghijau, air yang mengalir dan muka yang cantik. Pada umumnya, segala
warna yang cantik lainnya. Dan itu adalah kebalikan dari apa yang tidak
disukai, dari warna-warna yang keruh lagi buruk. Dan penciuman mempunyai
bau-bauan yang harum. Dan itu adalah kebalikan dari bau busuk yang tidak
disukai. Dan perasaan, mempunyai makanan yang lezat cita rasa- nya, seperti :
lemak, manis dan masam. Dan itu adalah kebalikan rasa pahit yang tidak baik.
Dan penyentuhan, mempunyai kelezatan lembut, licin dan halus. Dan itu adalah
kebalikan dari kasar dan buruk budi. Dan akal-pikiran, mempunyai kelezatan ilmu
dan pengenalan (ma'r if ah). Dan itu adalah kebalikan dari bodoh dan dungu.
Maka demikian juga suara-suara yang diperoleh dengan
pendengaran, terbagi kepada yang dilezati (disenangi), seperti : suara burung
murai dan bunyi serunai. Dan yang tiada disenangi, seperti : suara keledai dan
lainnya. Maka alangkah jelasnya kiasan pancaindra ini dan kelezatannya,
dibandingkan dengan pancaindra lainnya dan kelezatannya.
Adapun nash, maka menunjukkan kepada bolehnya mendengar suara
yang merdu, suatu nikmat Allah Ta'ala kepada hamba-Nya dengan suara yang merdu
itu. Karena Ia berfirman :
592
|
Adapun nash, maka menunjukkan kepada bolehnya mendengar suara
yang merdu, suatu nikmat Allah Ta'ala kepada hamba-Nya dengan suara yang merdu
itu. Karena Ia berfirman :
يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا
يَشَاءُ (Yaziidu fil-khalqi maa yasyaa-u).
Artinya : "la (Allah) menambah pada makhluq-Nya apa yang di-kehendaki-Nya". (S. Fathir, ayat 1).
Maka ada yang mengatakan, ialah : suara yang merdu.
Dan pada hadits,tersebut
:
ما
بعث الله نبيا إلا حسن الصوت
(Maa ba-'atsallaahu
nabiyyan illaa hasanash-shauti). Artinya : "Allah Ta'ala tiada
mengutus seorang Nabi, melainkan bagus suaranya". (1)
Dan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Allah Ta'ala sangat mendengar orang yang bagus suaranya
dengan pembacaan Al-Qur-an yang dibacanya dengan suara keras, daripada orang
yang mempunyai budak perempuan yang mendengar bacaan budak perempuannya
itu". (2)
Dan tersebut pada hadits yang menerangkan pujian kepada Nabi
Daud as. . "Sesungguhnya Nabi Daud as. bagus suaranya pada berlagu
yang membawa kepada menangis atas dirinya sendiri dan pada membaca Zabur. Sehingga berkumpullah
manusia, jin, binatang- binatang liar dan burung-burung untuk mendengar
suaranya. Dan adalah dibawa pada majelis Nabi Daud as. itu empat ratus janazah (orang yang meninggal) dan mendekati
empat ratus pada segala waktu ".(3)
Bersabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. memuji Abu Musa Al-Asy-ari :
"Sesungguhnya telah diberikan kepadanya (Abu Musa Al-Asy'ari) serunai dari
seranai-serunai keluarga Daud". (4)
Dan firman Allah Ta'ala :
أَنْكَرَ
الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
(Inna ankaral-ashwaati lashautul-hamiir).Artinya; "Sesungguhnya
suara yang amat buruk, ialah suara himar (keledai). (S. Luqman, ayat 19),
menunjukkan dengan yang terpaham daripadanya, kepada pujian suara yang bagus.
Jikalau boleh dikatakan, bahwa diperbolehkan yang demikian, dengan syarat
adanya pada Al-Qur-an, niscaya haruslah diharamkan mendengar suara burung
murai. Karena dia itu tidak dari Al-Qur-an.
1.Dirawikan At-Tirmidzi dari
Qatadah.
|
2.Hadits ini sudah
diterangkan pada "Kitab Tiiawatil-Qur-an", dahulu.
|
3.Kata Al'Iraqi, bahwa beliau
tidak pernah menjumpai hadits ini.
|
4.Hadits ini sudah
diterangkan dahulu pada "Bab Tilawatil-Qur-an".
|
593
|
Dan apabila boleh mendengar suara kelalaian, yang tak ada
arti, maka mengapakah tidak diperbolehkan mendengar suara yang dapat dipahami
hikmat dan pengertian-pengertian yang benar daripadanya? Dan sesungguhnya pada
sya'ir itu mengandung hikmat.
Ini adalah pandangan pada suara, dari segi bahwa suara itu
bagus dan baik.
Derajat kedua, ialah memandang pada suara yang bagus lagi bertimbangan. Karena
bertimbangan itu adalah dibalik kebagusan. Berapa banyak suara yang bagus di
luar dari bertimbangan. Dan berapa banyak suara yang bertimbangan, tidak bagus.
Dan suara bertimbangan, memandang kepada tempat keluarnya (sumbernya) itu tiga
: Adakalanya keluar (bersumber) dari benda keras, seperti suara (bunyi)
serunai, gitar, suling, tambur dan lainnya. Adakalanya keluar dari
kerongkongan hewan. Dan hewan itu, adakalanya manusia atau lainnya, seperti
suara murai, merpati dan suara burung-burung yang bersajak.
Suara itu serta bagusnya adalah bertimbangan, bersesuaian
terbit dan putusnya. Maka karena itulah enak didengar. Dan asal segala suara
itu ialah dari kerongkongan hewan, Dan sesungguhnya meletakkan serunai di atas
suara kerongkongan, ialah penyerupaan suara yang diperbuat manusia (shun'ah),
dengan suara yang dijadi- kan oleh Allah (khilqah). Dan tiada suatupun yang dicapai
oleh ahli-ahli pembuat, dengan pembuatannya,kepada memberi bentuk- nya,
melainkan telah mempupyai contoh pada makhluq (alam) yang dipilih oleh Allah
Ta'ala dengan menciptakannya. Maka daripada itulah, para pembuat
(pengusaha-pengusaha pabrik) mempelajarinya. Dan dengan contoh itulah mereka
bermaksud menuruti- nya. Dan uraian yang demikian itu akan panjang!. Maka
mendengar suara-suara tersebut, mustahillah diharamkan, lantaran bagusnya atau
bertimbangannya. Tiadalah jalan kepada mengharamkan suara burung murai dan
burung-burung yang lain. Dan tiada bedanya antara satu kerongkongan dengan satu
kerongkongan dan antara barang keras dan hewan.
Maka seyogialah diqiaskan kepada suara burung murai,
suara-suara yang keluar dari tubuh-tubuh lainnya dengan usaha manusia. Seperti
yang keluar dari kerongkongannya atau dari suling, tambur, genderang dan
lainnya. Dan tiada dikecualikan dari ini, selain alat-alat permainan, gitar dan
serunai yang ditegaskan oleh Agama pelarangannya. Tidak karena ke-enakannya.
Karena kalau karena ke-enakannya, tentulah akan diqiaskan kepadanya segala yang
dirasakan manusia ke-enakannya.
594
|
Tetapi diharamkan khamar (minuman yang memabukkan). Dan
dikehendaki oleh tertariknya manusia kepada khamar, untuk bersangatan
mencegahkannya. Sehingga berkesudahanlah perintah sebagai langkah permulaan,
kepada memecahkan bejana tempat pembuatan khamar. Maka diharamkan bersama
khamar, apa-apa yang menjadi syi'ar (simbul) bagi peminum, yaitu : gitar dan
serunai saja. Dan pengharamannya adalah dari segi mengikutkan (1) Sebagaimana
diharamkan sendirian (khilwah) dengan wanita ajnabiyah (wanita asing, bukan
keluarga yang haram dikawini). Karena itu adalah pendahuluan bagi bersetubuh.
Dan diharamkan memandang kepada paha, karena bersambungnya dengan bagian depan
dan bagian belakang. Dan diharamkan sedikit khamar, walaupun tidak memabukkan.
Karena membawa kepada mabuk. Dan tiadalah dari yang haram, melainkan mempunyai
yang diharamkan yang berkisar padanya. Dan hukum pengharamannya meratai kepada
semua yang diharamkan. Supaya menjadi penja- gaan dan pemeliharaan bagi haram
dan pencegahan yang mencegah di kelilingnya. Sebagaimana Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن لكل ملك حمى وإن حمى الله محارمه(Wa inna likulli malikin hima n wa inna himallaahi
mahaarimuh).
Artinya : "Sesungguhnya tiap-tiap raja itu
mempunyai pertahanan dan pertahanan Allah ialah, segala yang diharamkan-Nya".
Maka permainan yang menjadi simbul peminum khamar itu pun diharamkan. Karena mengikuti pengharaman
khamar, disebabkan tiga alasan :
Pertama : bahwa permainan-permainan itu, membawa kepada meminum
khamar.-Karena kelezatan yang diperoleh dengan yang demikian, menjadi sempurna
dengan khamar. Dan karena alasan yang seperti ini, maka diharamkan sedikit
khamar.
Kedua : bahwa terhadap orang yang baru saja meminum khamar,
mengingatkannya tempat duduk bersenang-senang meminumnya. Maka
permainan-permainan itu menjadi sebab teringat. Dan teringat itu menjadi sebab
membangkitnya keinginan. Dan membangkitnya keinginan, apabila telah menjadi
kuat, adalah sebab tampil untuk minum.
(1) Maksudnya : mengikutkan
kepada mengharamkan, karena alat permainan itu menjadi simbul para peminum.
(Pent.).
|
595
|
Dan karena alasan inilah, dilarang membuat buah anggur kering
dalam bejana bercat hitam, belanga berwarna hijau dan bejana yang terbuat dari
batu atau kayu yang dikorek(1) Itulah bejana-bejana yang sudah tertentu bentuknya.
Maka yang diartikan dengan ini ialah, bahwa dengan melihat bentuknya saja akan
mengingatkan kepada khamar.
Alasan ini berbeda dengan alasan pertama. Karena tak ada
padanya perkiraan kelezatan pada ingatan. Karena, tak ada kelezatan pada
melihat botol dan bejana-bejana minuman. Tetapi dari segi memperoleh ingatan
dengan bejana-bejana itu.
Jikalau mendengar nyanyian lalu mengingatkan minum, yang
merindukan kepada khamar pada orang yang menyukai demikian beserta minum, maka
adalah dilarang dari mendengar itu, karena ketentuan alasan ini padanya.
Ketiga : kesepakatan padanya, manakala telah menjadi adat-kebi- asaan
orang-orang fasiq (orang suka berbuat dosa). Maka dilarang- lah menyerupai
dengan mereka itu. Karena barangsiapa menyeru- pai dengan suatu golongan maka
dia termasuk golongan itu. Dan dengan alasan inilah, kami mengatakan :
ditinggalkan sunnah manakala sunnah itu telah menjadi syi'ar (simbul) bagi
golongan bid- 'ah. Karena ditakuti menyerupai dengan mereka itu. Dan dengan
alasan inilah, diharamkan memukul kubah. Yaitu : gendang panjang, kecil
tengahnya, luas dua tepinya. Memukulnya waktu itu adalah adat-kebiasaan
orang-orang yang menyerupakan dirinya seperti kaum wanita (mukhannats). Jikalau
tak ada padanya penyerupaan, niscaya menyerupailah dengan gendang orang naik
hajji dan pergi berperang.
(1) Hadits larangan tersebut, diriwayatkan Al-Bukhari dan
Muslim dari Ibnu 'Abbas.
|
596
|
Dengan alasan inilah, kami mengatakan, bahwa jikalau
berkumpullah suatu kumpulan orang, mereka menghiaskan suatu perte- muan dan
mendatangkan perkakas-perkakas minuman dan gelas- gelasnya dan menuangkan ke
dalamnya sakanjabin (semacam minuman yang diperbuat dari cuka dan madu) dan
menentukan seorang pelayan yang mengelilingi mereka dan memberikannya minuman.
Lalu mereka itu mengambil minuman dari pelayan tadi, meminum dan menghormati
satu sama lain, dengan kata-kata yang dibiasakan diantara mereka, niscaya
haramlah yang demikian kepada mereka. Walaupun yang diminum itu minuman yang
diperbolehkan. Karena pada keadaan yang seperti ini, adalah penyerupaan dengan
orang-orang yang berbuat kerusakan. Bahkan karena inilah, maka dilarang memakai
qabba' (semacam pakaian yang terbuka di bagian depan) dan membiarkan rambut di
kepala dengan qaza' (digunting sebagian dari kepala dan tidak digunting yang
sebagian) pada negeri-negeri, di mana pemakaian qabba' ter- masuk pakaian
orang-orang yang membuat kerusakan. (1) Dan tidak dilarang yang demikian, pada
negeri-negeri di belakang sungai (2). Karena dibiasakan yang demikian, oleh orang
baik-baik (orang-orang shalih) pada mereka.
Maka dengan pengertian inilah, diharamkan serunai Irak dan
gitar semuanya, seperti : Hid (mandulin), marakcs, rebab, barbath dan lainnya.
Selain dari itu, tidaklah seperti alat-alat permainan tadi,
seperti : alat permainan gembala, orang-orang naik hajji dan alat permainan
tukang pemukul tambur dan seperti tambur, suling dan tiap-tiap alat permainan
yang mendatangkan suara merdu yang bertimbangan, selain dari yang dibiasakan
oleh tukang-tukang minum. Karena semuanya itu, tidak ada hubungannya dengan
khamar. Tidak me- ngingatkan kepada khamar. Tidak merindukan kepada khamar. Dan
tidak mengharuskan penyerupaan dengan tukang-tukang khamar. Maka tidaklah
termasuk dalam pengertian khamar. Sehingga tinggallah di atas aslinya :
diperbolehkan. Karena diperbanding- kan (di-qias-kan) kepada bunyi
burung-burung dan lainnya. Bahkan aku berkata : mendengar gitar dari orang yang
memainkannya tanpa timbangan yang sesuai, yang mengenakkan, adalah haram juga.
Dan dengan ini, nyatalah bahwa tidak ada alasan pada mengharamkannya
semata-mata kelezatan yang bagus. Tetapi menurut qias itu menghalalkan segala
yang bagus. Kecuali ada pada penghalalannya itu kerusakan. Allah Ta'ala
berfirman :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ
اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
(Qul man harrama ziinatallaahil-latii akhraja li-'ibaadihi
wath- thayyibaati minar-rizqi).Artinya : "Katakan : Siapakah yang
melarang (memakai) perhiasan Allah dan (memakan) rezeqi yang baik yang diadakan-Nya
untuk hamba-hamba-Nya?(S-Al-A'raf, ayat 32).
(1) Dapat
dipahami dari penjelasan ini, bahwa pengharaman itu dilihat kepada situasi
dan kondisi orang dan tempat. (Pent.).
|
(2) Yang
dimaksud dengan di belakang (dibalik) sungai di sirii, yaitu : di belakang
(dibalik)sungai Jaihun, yaitu : negeri Azbak, yang terletak di negeri Persia.
(Pent.),.
|
597
|
Semua suara ini tiada diharamkan, dari segi suara-suara itu
adalah suara-suara yang bertimbangan. Hanya diharamkan disebabkan suatu hal
lain yang mendatang, sebagaimana akan diterangkan tentang hal-hal mendatang
yang mengharamkan.
Derajat ketiga : yang bertimbangan dan dapat dipahami. Yaitu : syair. Yang
demikian tidaklah keluar, selain dari kerongkongan manusia. Maka diyakini
pembolehan yang demikian. Karena tidak lebih, selain adanya itu merupakan suatu
yang dapat dipahami (mafhum). Dan perkataan yang dapat dipahami, tidaklah
haram. Dan suara yang baik, yang bertimbangan, tidaklah haram. Maka apabila
tidak diharamkan satu-satu, lalu dari manakah diharamkan kesemuanya (yang
berkumpul) itu?.
Benar, mengenai yang dipahami itu diperhatikan. Kalau ada
padanya sesuatu yang terlarang, niscaya haramlah proza dan puisinya. Dan
haramlah mengucapkannya, baik dengan dilagukan atau tidak. Yang benar dalam hal
ini, ialah yang dikatakan Imam Asy-Syafi-'i ra. Karena beliau mengatakan :
"Syair itu perkataan. Maka yang baik adalah baik dan yang buruk adalah
buruk". Manakala boleh menyanyikan sya'ir tanpa suara yang merdu dan lagu,
niscaya bolehlah menyanyikannya dengan lagu. Karena kata- kata tunggal yang
diperbolehkan, apabila -terkumpul, tentu yang sudah terkumpul itu
diperbolehkan, Manakala bercampur yang diperbolehkan, niscaya tidak haram.
Kecuali yang terkumpul itu mengandung yang dilarang, di mana larangan itu tidak
ada pada kata-kata tunggalnya. Dan di sini larangan itu tidak ada.
Bagaimana membantah dinyanyikan sya'ir, sedang dihadapan Rasulullah
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. sya'ir itu dinyanyikan? u). Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن من الشعر لحكمة
(Inna minasy-syi'-ri lahikmah). =Artinya : "Sesungguhnya dari syair itu ada khikmah
" (2)
'A-isyah ra. menyanyikan pantun :
Telah pergi mereka,
yang diperoleh penghidupan dalam asuhannya.
Dan tinggallah aku di belakang sebatang kara,
seperti kulit orang yang berkudis pada
kulitnya.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dari 'Ubai bin Ka'ab.
|
598
|
Diriwayatkan pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim), dari 'A-isyah ra., bahwa 'A-isyah ra. berkata : "Tatkala
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. datang di Madinah, lalu Abu Bakar ra. dan Bilal ra. bangkit
demamnya. Dan ada di Madinah waktu itu penyakit kolera. Maka aku bertanya :
'Wahai ayahku! Bagaimanakah perasaan ayah sekarang? Dan wahai Bilal!
Bagaimanakah perasaanmu sekarang?'".
Maka Abu Bakar ra. berpantun apabila bangkit demamnya :
Semua manusia,
pagi-pagi berada dalam keluarganya.
Dan mati itu berada,
lebih dekat dari tali kasutnya.
Dan Bilal, ketika hilang demamnya, lalu mengeraskan suaranya
dan berpantun :
Adakah tidak kiranya ingatanku,
adakah aku bermalam pada suatu malam,
di suatu lembah,
sedang di kelilingku,
rumput hijau dan rumput yang tidak panjang?.
Adakah pada suatu hari, aku mengambil air
Mijannah (1)
Adakah terang bagiku, air Syammah dan Tufail?.
'A-isyah ra. mengatakan : "Lalu aku terangkan yang
demikian, kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Maka beliau berdo'a : 'Ya Allah, Ya Tuhanku! Curahkanlah
kecintaan kami kepada Madinah, seperti kecintaan kami kepada Makkah atau lebih
dari itu!' ".
Adalah Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. mengangkat batu-merah kerjasama orang banyak pada pembangunan
masjid Madinah.
Dan beliau bermadah :
Beban ini tidaklah,
Dan beliau bermadah :
Beban ini tidaklah,
seperti beban perang Khaibar.
Tetapi lebih besar kebajikannya pada sisi Allah,
dan lebih suci (ath-har).
Pada kali yang lain, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bermadah pula :
Wahai Tuhanku!
Sesungguhnya hidup,
ialah hidup akhirat.
Maka anugerahilah rahmat,
kepada orang Anshar dan muhajirin!.
(1) Mijannah, suatu desa
dekat Makkah.
|
599
|
Dan ini tersebut pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim).
Adalah Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. meletakkan sebuah mimbar untuk Hassan bin Tsabit (seorang
penya'ir ulung) dalam masjid, Hassan itu berdiri memuji Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. atau mempertahankannya. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن الله يؤيد حسان بروح القدس
ما نافح أو فاخر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
(Innallaaha yu-ayyidu hassaana biruuhil-qudusi maa naafaha au
faakhara 'anrasuulillaahi shallallaahu-'alaihi wa sallam).Artinya : "Sesungguhnya Allah
menguatkan Hassan dengan Ruhul- Qudus, tentang apa yang dipertahankannya atau
yang dipujikannya, mengenai Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.(1)
Sewaktu An-Nabighah
Al-Ja'dy melagukan sya'irnya, lalu Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda kepadanya :
لا يفضض
الله فاك
(Laa yafdludlil-laahu
faaka). Artinya : "Tidaklah kiranya mulutmu dipecahkan oleh Allah". (2)
'A-isyah ra, berkata :
"Adalah para shahabat Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. nyanyi-bernyanyi beberapa kuntum sya'ir
di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tersenyum". (3)
Dari 'Amr bin Asy-Syuraid, dari ayahnya, di mana ayahnya itu
menerangkan : "Aku telah menyanyikan di hadapan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. seratus kuntum sya'ir, gubahan Ummiyah
bin Abish-Shult. Semuanya disambut oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dengan : 'Lagi-lagi !'.
هيه هيهKemudian Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menyambung : 'Hampirlah Ummiyah itu
dalam sya'irnya memeluk Agama Islam' (4)
Dari Anas ra. bahwa : "Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dalam perjalanan, ada orang yang
bernyanyi untuknya. Dan Anjusyah bernyanyi pada rombongan wanita. Dan Al-Barra'
bin Malik bernyanyi pada rombongan pria. Lalu Rasululah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : 'Hai Anjusyah! Pelan-
pelanlah engkau membawa wanita-wanita itu, yang ibarat kaca, mudah pecah".
(5)
(1) Dirawikan Al-Bukhari, Abu Dawud,
At-Tirmidzi dan Al-Hakim, bersambung dengan hadits dari 'A-isyah yang
sebelumnya. '
|
(2) Dirawikan Al-Baghwi dan Ibnu Abdil-Bar,
dengan isnad dla'if.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dari Jabir bin
Samrah.
|
(4) Dirawikan Muslim dari 'Amr bin
Asy-Syuraid.
|
(5).,. Sepakat Al-Bukhari dan Muslim atas hadits
ini.
|
600
|
Dan selalu orang yang bernyanyi itu, di belakang unta menurut
adat kebiasaan orang Arab pada masa Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan masa para shahabat ra. Dan tidak lain yang dilagukan
selain dari sya'ir-. sya'ir, yang dibawa dengan suara merdu dan lagu-lagu yang
bertimbangan. Dan tiada seorangpun dari para shahabat yang menantangnya. Bahkan
kadang-kadang mereka itu meminta yang demikian. Sekali untuk menggerakkan unta
itu berjalan cepat dan sekali untuk kesenangan. Maka tidak boleh diharamkan,
dari segi bahwa sya'ir itu perkataan yang dipahami, yang disenangi, yang dibawa
dengan suara merdu dan lagu yang bertimbangan.
Darajat ke-empat : memperhatikan sya'ir itu dari segi menggerakkan hati dan
membangunkan sesuatu yang mendesakkan kepada hati.Maka dalam hal ini, aku
berkata : "Sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai rahasia dalam
kesesuaian lagu-lagu yang bertimbangan itu bagi jiwa. Sehingga membawa bekas
kepada jiwa yang amat mena'jubkan!'.
Sebahagian dari suara-suara itu, menggembirakan.
Sebahagian menyedihkan.
Sebahagian menidurkan.
Sebahagian menertawakan dan mengasyikkan.
Dan sebahagian, apa yang keluar dari anggota badan, adalah
gerakan-gerakan menurut timbangannya, dengan tangan, kaki dan kepala. Dan tiada
seyogialah disangka, bahwa yang demikian itu untuk memahami arti sya'ir. Tetapi
ini berlaku pada tali-tali gambus. Sehingga ada yang mengatakan, bahwa: orang
yang tidak digerakkan oleh kecantikan musim bunga dan kembang-kembangnya, oleh
gambus dan tali-talinya, adalah orang yang rusak susunan tubuhnya^ang tidak
dapat diobati. Bagaimanakah yang deinikian itu untuk memahami artinya, sedang
bekasnya kelihatan pada bayi di dalam buaian? Suara yang merdu, sesungguhnya
mendiamkan bayi itu dari menangis. Membawa ia dari menangis, kepada mendengar
suara yang merdu itu. Dan unta serta sifatnya yang dungu, terpengaruh dengan
nyanyian pemba- wanya, meringankannya dari pikulan yang berat. Memendekkan- nya
dari perjalanan yang jauh, karena sangat gembiranya mendengar
nyanyian-nyanyian itu. Membangkitkan kegembiraan ketaraf yang memabukkan dan
melalaikannya. Kita dapat menyaksikan, ketika telah jauhlah lembah yang
dilampaui dan telah dirasakan letih dan jemu, dengan beban dan pikulan, lalu
apabila unta-unta itu mendengar panggilan pembawanya dengan gema nyanyian, maka
tegaklah lehernya, mendengar nyanyian itu dengan tegak daun telinganya. Dan
cepatlah ia berjalan, sehingga bergoyanglah beban dan pikulannya. Kadang-kadang
membinasakan dirinya karena cepatnya berjalan dan beratnya pikulan. Sedang
unta-unta itu. tidak merasa, karena rajinnya.
601
|
Abu Bakar Muhammad bin Daud Ad-Dainuri,yang terkenal dengan panggilan Ar-Ruqy ra. bercerita : "Aku berada pada suatu desa. Lalu aku mendatangi suatu kabilah Arab. Maka aku menjadi teta- mu salah seorang dari mereka. Dimasukkannya aku ke dalam pondoknya. Maka aku melihat dalam pondok itu, seorang budak hitam yang di-ikat dengan seutas tali. Dan aku melihat beberapa ekor unta telah mati di halaman rumah itu. Dan yang tinggal hanya seekor unta saja dalam keadaan kurus kering dan lesu. Seakan-akan nyawanya akan dicabut. Lalu budak itu berkata kepadaku : "Tuan adalah tamu. Tuan berhak memberi syafa'at (memberi pertolongan) untukku pada tuanku. Karena tuanku amat memuliakan teta- munya. Maka tidak akan ditolaknya syafa'at tuan dalam hal yang seperti ini. Mudah-mudahan ia melepaskan ikatan daripadaku!". Abu Bakar meneruskan ceriteranya : "Ketika mereka itu menghi- dangkan makanan, maka aku menolak dan berkata : 'Aku tidak akan makan, sebelum memberi pertolongan kepada budak ini".
Tuan rumah menjawab : "Budak ini telah mendatangkan
kemiskinan kepadaku. Dia telah membinasakan semua hartaku", Lalu aku
bertanya : "Apakah yang telah diperbuatnya?". Tuan rumah menjawab :
"Dia mempunyai suara merdu dan aku hidup dari hasil punggung unta-unta
ini. Dia pikulkan pada unta- unta ini beban yang berat dan dia bernyanyi di
belakang unta-unta ini. Sehingga unta-unta ini melakukan perjalanan tiga hari
dalam satu malam saja, dari karena bagus lagu nyanyiannya. Ketika semua beban
unta itu diturunkan, maka matilah semuanya. Kecuali seekor ini. Tetapi
berhubung tuan tamuku, maka demi kemu- liaanmu, aku berikan budak ini
untukmu". Maka Abu Bakar menjawab : "Aku ingin mendengar
suaranya". Setengah pagi hari, tuan rumah itu menyuruh budak tersebut bernyanyi
di belakang unta, yang mengambil air di situ dari sebuah sumur. Tatkala budak
itu mengeraskan suara nyanyiannya, ber- larianlah unta itu dan putuslah
tali-talinya. Dan aku jatuh tersungkur ke bumi. Aku tiada menyangka
sekali-kali akan mendengar suara yang semerdu itu".
602
|
Jadi, membekasnya pendengaran nyanyian pada hati, dapat
dirasa- kan. Dan orang yang tidak digerakkan oleh pendengaran itu, adalah orang
yang kekurangan, yang miring dari normal (abnormal), jauh dari kejiwaan,
bertambah kekasaran dan ketebalan karakter (tabi'at), dibandingkan dari unta
dan burung. Bahkan dari semua binatang. Karena semua binatang itu terpengaruh
dengan lagu-lagu yang berirama.
Dan karena itulah, maka burung-burung berdiri di atas kepala
Nabi Naud as., karena mendengar suaranya. Dan manakala yang menjadi perhatian
pada mendengarkan nyanyian itu, diukur dengan membekasnya pada hati, niscaya
tiada boleh dihukum secara mutlak dengan mubah dan haram. Tetapi berbeda yang
demikian, menurut keadaan, orang dan berlainan cara nyanyian-nyanyian itu. Maka
hukumnya adalah hukum sesuatu yang di dalam hati.
Abu Sulaiman berkata : "Mendengar nyanyian itu tidak membuat
di dalam hati apa yang tidak ada di dalamnya. Tetapi menggerak- kan apa yang
ada di dalam hati".
Menyanyikan kalimat-kalimat yang bersajak, yang bertimbangan
itu, dibiasakan pada beberapa tempat, karena maksud-maksud tertentu, yang
terikat bekas-bekasnya di dalam hati. Yaitu tujuh tempat;
Pertama : nyanyian orang-orang hajji. Pertama-tama mereka itu berjalan
keliling kampung dengan membawa tambur, rebab dan nyanyian.Yang demikian itu
mubah (diperbolehkan). Karena merupakan sya'ir-sya'ir yang disusun tentang
menyifatkan Ka'bah, Maqam Ibrahim, Hathim, Sumur Zam-zam dan tempat-tempat
syi'ar Agama yang lain dan menyifatkan desa dan lainnya. Bekas yang demikian
itu, membangkitkan kerinduan untuk mengerjakan hajji ke Baitullah. Dan
mengobar-ngobarkan api semangatnya, jikalau ada di situ kerinduan yang
berhasil. Atau membangkitkan dan menarikkan kerinduan, manakala kerinduan itu
belum berhasil.Apabila ibadah hajji itu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala
dan rindu kepada hajji itu terpuji, niscaya membuat kerinduan kepada hajji
dengan segala cara yang merindukan adalah terpuji. Dan sebagaimana
diperbolehkan bagi juru nasehat (wa'idh) menyusun perkataannya dalam memberi
nasehat, menghiasinya dengan sajak dan merindukan manusia kepada hajji dengan
menyifatkan Baitullah dan tempat-tempat syi'ar agama lainnya dan menyifatkan
pahala dengan mengerjakan hajji itu, niscaya bolehlah yang demikian bagi yang
lain dari hajji, dengan penyusunan sya'ir.
603
|
Sesungguhnya irama apabila ditambahkan kepada sajak, niscaya
kata-kata itu lebih lagi jatuh ke dalam hati. Maka apabila ditambahkan
kepadanya suara yang merdu dan nyanyian ykng bertimbangan, niscaya
bertambahlah jatuhnya dalam hati. Jikalau ditambahkan lagi kepadanya tambur,
rebab dan gerakan-gerakan yang lebih menjatuhkan ke dalam hati, niscaya
bertambahlah membekasnya.
Semua itu dibolehkan (jaiz), selama tidak turut di dalamnya
seruling dan rebab, yang jnenjadi simbul dari orang-orang jahat. Ya, jikalau
dimaksudkan dengan nyanyian itu, untuk menarik orang yang tidak diperbolehkan
pergi hajji, seperti orang yang telah digugurkan fardlu hajji dari dirinya dan
tidak di-izinkan oleh ibu-bapanya pergi hajji, maka orang tersebut haramlah
pergi mengerjakan hajji. Maka haramlah menariknya kepada hajji dengan
mendengar nyanyian dan semua perkataan yang menarik hatinya kepada pergi hajji.
Karena menarik kepada yang haram adalah haram.
Begitu pula jikalau jalan tidak aman dan sering mendapat
kecela- kaan. Maka tidak boleh menggerakkan dan mengobatkan hati itu dengan
menariknya kepada hajji.
Kedua : apa yang dibiasakan oleh pemimpin-pemimpin peperangan untuk
membangkitkan semangat manusia kepada perang. Itu juga diperbolehkan,
sebagaimana bagi orang hajji. Tetapi seyogialah berbeda sya'ir dan cara
nyanyian mereka, dari sya'ir dan caranya nyanyian orang hajji. Karena
pembangkitan semangat yang me- 'ipanggil kepada perang, dengan pemberanian,
penggerakan kasar hati dan marah pada peperangan itu kepada orang-orang kafir
yang diperangi dan membaikkan keberanian, merasa ringan memberi nyawa dan
harta kepada peperangan, dengan menambahkan kepadanya, dengan sya'ir-sya'ir
yang memberanikan hati. Umpamanya kata Al-Mutanabbi dalam madahnya :
Kalau engkau tidak mati,
di bawah kilatan pedang dengan kemuliaan,
niscaya engkau akan mati, menderita kehinaan,
tanpa kemuliaan.
Dan katanya lagi :
Orang penakut memandang, bahwa sifat penakut itu hati-hati.
Itu adalah tipuan, dari sifat yang buruk sekali.
604
|
Contoh-contoh yang seperti itu dan jalan-jalan irama yang membangkitkan
keberanian, adalah berlainan dari cara-cara yang menarik kepada kerinduan hati.
Ini juga diperbolehkan pada waktu diperbolehkan peperangan.
Dan disunatkan pada waktu disunatkan peperangan. Tetapi terha- dap orang yang
diperbolehkan keluar ke medan perang. Ketiga : pantun-pantun yang diucapkan
oleh orang-orang yang berani, waktu bertemu dengan musuh. Maksudnya, ialah
menimbulkan keberanian bagi diri sendiri dan bagi teman-teman seper- juangan.
Dan menggerakkan kesungguhan mereka untuk berperang. Pada pantun itu mengandung
pujian kepada keberanian dan pada memberikan bantuan kepada teman. Yang
demikian itu apabila diucapkan dengan kata-kata yang lemah-lembut dan suara
yang merdu, niscaya lebih mendalam jatuhnya ke dalam jiwa. Yang demikian itu
diperbolehkan pada semua peperangan yang diperbolehkan. Dan disunatkan pada
semua peperangan yang disunatkan. Dan dilarang pada peperangan antara kaum
muslimin dan orang dzimmi (orang kafir yang berada dalam perlindungan kaum
muslimin) dan pada semua peperangan yang dilarang. Karena menggerakkan hal-hal
yang membawa kepada terlarang, adalah terlarang.
Yang demikian itu, adalah dinukilkan dari para shahabat yang
berani, seperti 'Ali ra., Khalid ra. dan lain-lain. Karena itulah kami katakan
: "Seyogialah dilarang memukul rebab pada asrama tentara yang berperang.
Karena bunyinya halus menyedihkan, melepaskan ikatan keberanian, melemahkan
kekerasan jiwa, merindukan kepada keluarga dan kampung halaman, mempusakakan
kelunturan pada peperangan. Demikian juga bunyi-bunyian yang lain dan nyanyian nyanyian
yang melembutkan hati.
Maka nyanyian-nyanyian yang melembutkan dan yang menyedihkan
hati, berlainan dari nyanyian-nyanyian yang menggerakkan semangat dan
memberanikan hati. Orang yang berbuat demikian dengan maksud mengobahkan hati
dan melumpuhkan pikiran dari peperangan yang wajib, adalah berdosa. Dan orang
yang berbuat demikian dengan maksud melumpuhkan pikiran dari peperangan yang
dilarang, adalah menjadi orang yang tha'at (beroleh pahala) dengan demikian.
605
|
Ke-empat : suara dan nyanyian ratapan, membekasnya pada pembangkitan
kesedihan, tangisan dan selalu berduka-cita. Kesedihan itu dua macam : terpuji
dan tercela.
Yang terpuji, seperti, kesedihan kepada yang telah hilang.
Allah Ta’ala Berfirman
لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا
فَاتَكُمْ
(Likailaa ta'-sau 'alaa maa faatakum).Artinya : "Supaya
kamu jangan berduka-cita terhadap apa yang lepas dari tanganmu (S. Al-Hadid,
ayat 23). Kesedihan terhadap orang yang telah mininggal, termasuk golongan
ini. Maka sesungguhnya itu marah kepada qadla* (hukum) Allah Ta'ala. Dan merasa
kesal terhadap apa yang tiada diperolehnya lagi. Manakala kesedihan ini
tercela, maka menggerakkannya dengan ratapan adalah tercela. Karena itulah
datang larangan yang tegas tentang ratapan; (1)
Adapun kesedihan yang terpuji, ialah kesedihan seseorang
terhadap keteleclorannya dalam urusan Agamanya. Dan tangisnya terhadap segala
kesalahan, tangis dan tangis-menangisi, sedih dan sedih- menyedihi di atas yang
demikian, adalah terpuji. Di atas yang demikianlah, tangisan Nabi Adam as.
Menggerakkan dan menguatkan kesedihan ini adalah terpuji. Karena membangkitkan
untuk terus-menerus memperoleh apa yang telah hilang. Dan karena itulah,
ratapan Nabi Daud as. terpuji. Karena adanya yang demikian serta berkekalan
kesedihan dan lamanya tangisan, disebabkan kesalahan dan dosa.
Adalah Nabi Daud as. menangis dan membuat menangisnya orang lain. Ia sedih dan
membuat sedihnya orang lain. Sehingga janazah- janazah itu diangkat dari
majelis ratapannya. Ia berbuat demikian dengan kata-kata dan
nyanyian-nyanyiannya. Yang demikian itu terpuji. Karena yang membawa kepada
terpuji, adalah terpuji. Dan di atas dasar inilah, tidak diharamkan kepada juru
nasehat (muballigh) yang merdu suaranya, menyanyi di atas mimbar (podium)
dengan menyanyikan sya'ir-sya'ir yang menye- dihkan, yang melembutkan hati. Dan
tidak haram menangis dan tangis-menangisi supaya sampai dengan yang demikian,
kepada membuat orang lain menangis dan membangkitkan kesedihannya. Kelima :
mendengar nyanyian pada waktu-waktu gembira, untuk memperkuatkan dan
mengobar-ngobarkan kegembiraan. Dan itu adalah mubah, jikalau kegembiraan itu
mubah. Seperti menyanyi pada hari-hari lebaran, pada perkawinan, pada waktu
kedatangan
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim
dari Ummu 'Athiyyah.
|
606
|
orang yang berpergian jauh (orang musafir), pada waktu pesta perkawinan, 'aqiqah (menyembelih kambing 'aqiqah sesudah be- berapa waktu dari kelahiran anak), ketika lahir anak, ketika peng- khitanan dan ketika anak itu telah menghapal Al-Qur-an Mulia, Semua itu mubah, untuk melahirkan kegembiraan. Dan dasar pem- bolehannya, ialah bahwa sebahagian dari nyanyian itu adalah mem- bangkitkan kesenangan, kegembiraan dan kesukaan. Maka semua yang membolehkan kegembiraan, niscaya bolehlah membangkit- kan kegembiraan padanya.
Dan untuk ini dibuktikan dari naqal oleh nyanyian para wanita di
atas rumah di Madinah, dengan rebana dan nyanyian, ketika datang Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., Yaitu
طلع البدر علينا من ثنيات الوداع وجب الشكر علينا ما دعا لله داع (أخرجه البيهقي في دلائل
النبوة )
(Thala- 'al-badru-'alainaa min thaniyyaatil- w ad aa-'i
wajabasy-syuk- ru-'alainaa maa daa-'alil-Iaahi daa-'i).Artinya : "Telah terbit
purnama raja kepada kita, dari bukit Tsaniyya til - Wada' di Makkah, wajiblah
bersyukur, diatas pundak kita, apa yang diserukan oleh Penyeru kepada Allah
".(1
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah) Ini adalah melahirkan
kegembiraan karena kedatangan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan itu adalah kegembiraan yang terpuji. Maka melahirkannya
dengan sya'ir, nyanyian, tarian dan gerakan-gerakan juga terpuji.
Telah dinukilkan dari segolongan shahabat ra., bahwa mereka
itu menari pada suatu kegembiraan yang diperoleh mereka, sebagaimana akan
diterangkan nanti mengenai hukum menari. Dan adalah diperbolehkan pada wakiu
kedatangan tiap-tiap orang yang datang, yang diperbolehkan bergembira dengan
kedatangannya. Dan pada semua sebab kesenangan yang diperbolehkan. Dan untuk
ini berdalilkan apa yang dirawikan pada Shahih Al- Bukhari dan Shahih Muslim
(Ash-Shahihain) dari 'A-isyah ra., bahwa 'A-isyah berkata : "Sesungguhnya aku
melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. menutupkan aku dengan selendangnya dan aku melihat orang
Habsyi bermain, dalam masjid. Sehingga akulah yang menjemukan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
'A-isyah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
'A-isyah.
|
607
|
Maka taksirlah akan
keadaan wanita yang masih muda yang suka kepada permainan (tetapi ia sudah
bosan), adalah menunjukkan kepada lamanya berdiri melihat permainan itu.
Dirawikan Al-Bukhari dan
juga Muslim dalam Kitab Shahih keduanya, hadits 'Uqail, dari Az-Zuhri, dari
'Arwah, dari 'A-isyah ra. : "Bahwa Abu Bakar ra. masuk ke rumah 'A-isyah.
Dan di samping- nya dua budak wanita pada hari-hari Mina (masih berada di Mina
pada waktu hajji). Kedua budak tadi memukul genderang dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan mukanya. Lalu kedua orang
budak wanita itu, dibentak oleh Abu Bakar ra. Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. membuka mukanya, seraya bersabda :
دعهما
يا أبا بكر فإنها أيام عيد
(Da'-humaa yaa abaa-bakrin fa-innahaa ayyaamu 'iid).
Artinya : "Biarkanlah keduanya bermain, wahai Abu
Bakar, karena sekarang hari lebaran". (1)
'A-isyah ra. berkata : "Aku melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan aku dengan selendangnya. Aku
melihat orang-orang Habsyi, mereka itu bermain dalam masjid. Lalu mereka
dibentak oleh 'Umar ra. Maka Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Kami jamin keamanan, wahai Bani
Arfadah", yakni keamanan dari gangguan. (2)
Dari hadits 'Amir bin Al-Hars, dari Ibni Syihab seperti
hadits itu juga.
Dan pada hadits ini, kedua budak di atas menyanyi dan memukul
rebana.
Dan pada hadits Abi Thahir, dari Ibni Wahab, riwayat 'A-isyah
itu berbunyi : "Demi Allah! Sesungguhnya aku melihat Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., berdiri pada pintu kamarku. Dan orang-
orang Habsyi itu bermain tombak dalam masjid Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan aku dengan kainnya atau dengan
selendangnya. Supaya aku melihat permainan mereka itu. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berdiri dari karenaku, sehingga aku
berpindah dari tempat itu". (3)
Diriwayatkan dari 'A-isyah ra., di mana beliau berkata : "Aku
bermain dengan anak-anak perempuan di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. 'A-isyah ra. meneruskan ceriteranya :Dan
telah datang kepadaku teman-temanku wanita. Mereka itu malu kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. gembira karena datangnya mereka kepadaku.
Lalu mereka bermain-main bersama aku'" .
1.Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari 'A-isyah.
|
2.Dirawikan
Muslim dari Abu Hurairah juga, dengan kata-kata yang searti dengan itu.
|
3.Dirawikan
Muslim juga.
|
608
|
Pada suatu riwayat, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. pada suatu hari bertanya kepada 'A-isyah ra. :
Apakah ini?".
'A-isyah ra. menjawab : "Anak-anak perempuanku!".
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bertanya lagi : "Apakah ini yang aku lihat di
tengah-tengah mereka?".
'A-isyah ra. menjawab : "K u d a".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. bertanya pula : "Apakah ini yang di atasnya?".
'A-isyah ra. menjawab : "Dua sayap".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. bersabda : "Kuda mempunyai dua sayap
'A-isyah ra. menyambung : "Apakah tiada engkau
mendengar, bahwa Nabi Sulaiman bin Daud as. mempunyai kuda yang mempunyai
beberapa sayap?".
'A-isyah ra. menerangkan : "Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tertawa, sehingga tampak gigi
depannya". (1)
Hadits ini menurut kami maksudnya dibawakan kepada kebiasaan
anak-anak, membuat bentuk sesuatu dari tanah liat'dan kertas, tanpa sempurna
bentuknya. Berdalilkan apa yang dirawikan pada setengah riwayat, bahwa kuda
tersebut mempunyai dua sayap dari kertas,'A-isyah ra. berkata :
"Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. masuk ke tempatku dan bersamaku dua budak wanita menyanyikan
nyanyian Bu’ats (nama suatu tempat di Madinah). Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. merebahkan badannya di tempat tidur dan
memalingkan mukanya dari kedua wanita itu. Maka masuklah Abu Bakar ra., lalu
membentakkan aku, seraya berkata.: 'Seruling sethan di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.'. Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. memandang kepada Abu Bakar dan bersabda-:
Biarkanlah keduanya itu! Tatkala Abu Bakar ra.'tidak
memperhatikan lagi, lalu aku isyaratkan dengan mata, maka kedua orang budak
wanita itupun keluarlah'. (2)
Pada Hari Raya, orang hitam (Habsyi) itu bermain dengan
perisai dan lembing. Adakalanya, aku bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan adakalanya, beliau bersabda :
"Kalau suka, lihatlah!". Lalu aku menjawab : "Ya!".
Lalu Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menyuruh aku berdiri di belakangnya dan pipiku atas pipinya.
Dan beliau bersabda kepada orang hitam itu : "Ambillah bahagianmu untuk
bermain, hai Bani Arfadah". Sehingga apabila aku bosan, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bertanya : "Sudah cukup?".Aku menjawab : "Ya!".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
'A-isyah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
'A-isyah.
|
609
|
Lalu Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Kalau begitu pergilah!".
Pada Shahih Muslim tersebut (ceritera 'A-isyah ra. tadi) :
"Maka aku letakkan kepalaku atas bahunya, lalu aku melihat permainan
mereka itu, sehingga aku pergi dari tempat itu".
Hadits-hadits ini semuanya, tersebut pada Ash-Shahihain
(Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim). Yaitu suatu nash (dalil) yang tegas,
bahwa nyanyian dan permainan tidak haram. Dan pada hadits-hadits tersebut
menunjukkan kepada berbagai macam ke ringanan :
Pertama : permainan. Dan tidaklah tersembunyi kebiasaan orang Habsyi
mengenai tarian dan permainan.
Kedua : berbuat demikian dalam masjid.
Ketiga : sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. : "Ambillah bahagianmu untuk bermain, hai Bani
Arfadah". Ini adalah suruhan dan tuntutan untuk bermain. Maka
bagaimanakah dinilai permainan itu haram?.
Ke-empat : larangan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. kepada Abu Bakar ra. dan 'Umar ra. dari menantang dan merobah
dan diberinya alasan dengan hari lebaran, artinya : waktu kegembiraan. Dan
permainan ini adalah sebagian dari sebab-sebab kegembiraan.
Kelima : lamanya berdiri menyaksikan dan mendengar permainan itu, karena
persetujuan 'A-isyah ra. Pada peristiwa ini menunjukkan bahwa kebagusan budi
pada membaguskan jiwa kaum wanita dan anak-anak dengan menyaksikan permainan,
adalah lebih baik daripada kekasaran pencegahan dan keburukan keadaan pada
ke-engganan-dan pelarangan daripadanya.
Ke-enam : sabdanya Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. pada mulanya kepada 'A-isyah ra. : "Adakah engkau suka
menyaksikannya. Dan tidaklah itu memerlukan kepada pertolongan keluarga, karena
ditakuti dari kemarahan atau ketegangan. Karena tuntutan apabila telah terlan-
jur, kadang-kadang penolakannya menjadi sebab ketegangan. Dan itu hendaklah
dijaga. Maka didahulukanlah penjagaan atas penjagaan.Adapun mulanya ditanya, maka tidaklah diperlukan.
Ketujuh : pembolehan menyanyi dan memikul rebab dari kedua budak
wanita itu, serta yang demikian dapat diserupakan dengan seruling sethan. Dan
padanya penjelasan bahwa seruling yang diharamkan bukanlah yang demikian.
Kedelapan ; bahwa Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. telah diketuk pendengarannya oleh suara dua budak wanita itu.
Dan beliau berbaring di tempat tidur. Dan jikalau ada dipukul rebab pada suatu
tempat, niscaya tidak diperbolehkan duduk. Kemudian di situ bunyi rebab itu
mengetuk pendengaran beliau.
610
|
Maka ini menunjukkan bahwa suara wanita tidaklah diharamkan
mendengarnya, sebagaimana haramnya mendengar bunyi seruling. Tetapi diharamkan
ketika dikuatirkan timbulnya fitnah.
Segala qias (analogi) dan dalil-dalil tadi, menunjukkan
kepada pembolehan menyanyi, menari, memukul genderang, bermain perisai dan
lembing dan melihat tarian orang Habsyi dan orang hitam pada waktu-waktu
kegembiraah, diqiaskan (di-analogi-kan) kepada hari lebaran. Karena hari
lebaran itu adalah hari kegembiraan.
Dan yang searti dengan hari lebaran, ialah : hari perkawinan,
hari pesta kawin (walimah), 'aqiqah,. pengkhitanan, hari kedatangan dari
perjalanan jauh (musafir) dan sebab-sebab kegembiraan yang lain. Yaitu : semua
yang diperbolehkan kegembiraan pada Agama. Dan boleh bergembira dengan
mengunjungi teman-teman, menjumpai dan berkumpul dengan mereka pada suatu
tempat, untuk makan-makan atau bercakap-cakap. Maka itupun tempat dugaan boleh
mendengarnya juga.
Ke-enam ; (1) pendengaran orang yang asyik bercinta untuk
menggerakkan kerinduan, mengobar-ngobarkan kecintaan dan menyenangkan jiwa.
Jikalau mendengar nyanyian itu dengan menyaksikan yang dirindui, maka
maksudnya menguatkan kesenangan. Jikalau mendengarnya sedang'berpisah dengan
yang dirindui, maka maksudnya mengobar-ngobarkan kerinduan dan lagi kerinduan.
Walaupun itu suatu kepedihan, tetapi pada mendengarnya itu, adalah semacam
kesenangan, apabila ditambahkan pada pendengaran itu akan harapan bersambung
kembali. Karena harapan itu kesenangan. Dan putus-asa dari bertemu kembali itu
memedihkan hati. Kuatnya kesenangan harapan adalah menurut kuatnya kerinduan
dan kecintaan kepada yang diharapkan itu. Maka pada mendengar itu,
mengobar-ngobarkan kecintaan dan menggerakkan kerinduan. Dan menghasilkan
kesenangan harapan yang dikhayalkan pada perhubungan, serta berpanjangan kata,
pada penyifatan kecantikan yang dicintai;Dan ini halal, jikalau yang dirindukan
itu termasuk orahg yang diperbolehkan berhubungan. Seperti orang merindui
isterinya atau budak wanitanya. Maka didengarinya nyanyian wanita itu untuk
bertambah-tambahnya kesenangan pada perjumpaan nantinya.
(1) Ke-enam ini : adalah
sambungan dari Kelima, halaman 364. (Pent.).
|
611
|
Lalu berbahagialah mata dengan melihat dan teliriga dengan
mendengar. Dan dipahami oleh hati, yang halus-halus dari arti berjumpa dan
berpisah. Maka ikut-mengikutilah sebab-sebab kesenangan itu.
Inilah macam-macam kesedapan sebagian dari jumlah yang diperbolehkan
drdunia ini dan harta-bendanya. Dan tidaklah kehidupan duniawi itu, selain dari
kelengahan dan permainan. Dan yang tersebut tadi adalah sebahagian
daripadanya.
Demikian juga, jikalau budak wanita itu marah kepadanya atau
terhalang diantaranya dan budak wanita itu,disebabkan oleh suatu sebab, maka
bolehlah ia menggerakkan kerinduannya dengan mendengar nyanyian budak itu. Dan
mengobarkan kelezatan harapan bersambung kembali dengan pendengaran tadi.
Jikalau budak wanita itu telah dijualnya atau isterinya itu telah
diceraikannya, maka haramlah yang demikian baginya sesudah itu. Karena tidak
boleh menggerakkan kerinduan, di mana tidak diperbolehkan pelaksanaannya
dengan menyambung dan bertemu. Adapun orang yang tergambar pada hatinya gambar
seorang anak laki-laki atau seorang wanita, yang tidak halal bagi orang itu me-
mandangnya dan ia menempatkan apa yang didengarnya pada apa yang tergambar pada
hatinya, maka itu haram. Karena, itu menggerakkan pikiran pada perbuatan yang
terlarang. Dan mengobarkan pendorong kepada yang tidak diperbolehkan sampai
kepadanya.
Dan kebanyakan orang yang asyik dengan percintaan dan pemuda-
pemuda yang berotak lemah pada waktu nafsu-syahwatnya berge lora, senantiasalah
mereka menyembunyikan sesuatu dari yang demikian. Dan itu adalah terlarang bagi
mereka. Karena padanya penyakit yang tersembunyi. Bukan karena sesuatu yang
terdapat pada pendengaran itu sendiri. Dan karena itulah seorang ahli- hikmah
ditanyakan tentang kerinduan (percintaan). Lalu menjawab : "Percintaan
itu asap yang naik ke otak manusia, yang dihi langkan oleh bersetubuh (jima')
dan dikobar-kobarkan oleh pendengaran".
612
|
Ketujuh . pendengaran orang yang mencintai Allah, asyik dan rindu bertemu
dengan Dia. Maka orang itu tiada memandang kepada sesuatu, melainkan melihat
Allah Subhanahu wa Ta'ala padanya. Tiada sesuatu yang mengetuk pendengarannya,
melainkan mendengar Allah Ta'ala dari padanya atau padanya. Maka pendengaran
orang itu adalah mengobar-ngobarkan kerinduannya, menguatkan ke-asyik-an dan
kecintaannya. Menggoncangkan hulu hatinya dan mengeluarkan berbagai hal yang
terbuka dan halus lerabut, yang tidak dapat disifatkan dengan kata-kata. Hanya
diketahui oleh orang yang dapat merasakannya. Dan dibantah oleh orang yang
tumpul perasaannya daripada merasakannya. Semua hal tadi dinamakan menurut
istilah kaum shufi :- wajda, diambil dari kata-kata : wujud (1) dan mushadafah, artinya : menjumpai dari dirinya
hal-hal yang tidak dijumpainya sebelum mendengar. Kemudian, hal-hal itu
menjadi sebab yang menghasilkan hal-hal yang mengiringi dan mengikutinya. Yang
membakarkan hati dengan apinya dan membersihkan hati dari segala kotoran.
Sebagaimana api membersihkan mutiara yang diletakkan padanya, dari kotoran.
Kemudian, kebersihan yang diperoleh itu, di-iringi oleh menampaknya nur yang
gemilang dan membukanya rahasia yang terpendam.
Dan itu adalah tujuan (ghayah) dari semua yang menjadi
tuntutan bagi orang-orang yang mencintai Allah 'Azza wa Jalla. Dan kesudahan
(nihayah) dari buah semua amalan,mendekatkan dirikepada-Nya. Maka yang membawa
kepada pendekatan diri itu, termasuk dalam jumlah mendekatkan diri. Tidak dalam
jumlah perbuatan ma'shiat dan perbuatan mubah.
Hasilnya segala hal ini bagi hati dengan mendengar. Sebabnya
itu suatu rahasia (sirr) Allah Ta'ala pada kesesuaian nyanyian-nyanyian yang
berirama bagi jiwa. Penyerahan jiwa bagi nyanyian itu dan membekasnya karena
kerinduan, kegembiraan, kesedihan, kela- pangan dan kesempitan. Dan mengenal
sebab pada pembekasan jiwa dengan bunyi-bunyian itu, adalah termasuk sebahagian
yang terhalus dari : Ilmu Mukasyafah.
Orang Jahil yang membeku, yang berhati kesat, yang tidak memperoleh kelezatan pendengaran itu, merasa heran dari kelezatan dan berkesannya
di hati seorang pendengar, kegoncangan keadaan dan perobahan warnanya. "Sebagaimana
herannya hewan dari lazat-cita rasanya roti yang enak. Herannya orang 'anin
(impoten) dari lezatnya bersetubuh. Herannya anak kecil dari enaknya menjadi
kepala dan luasnya sebab-sebab untuk memperoleh kemegahan. Dan herannya orang
bodoh (orang jahil) dari lezatnya mengenal Allah Ta'ala, mengenal keagungan
dan kebesaran-Nya dan keajaiban-keajalban makhluq-Nya.
(1) Menurut kaum shufi,
Wujud-itu, hanya Dia yang ada kekal abadi dan hamba itu tak ada wujudnya.
(Pent.).
|
613
|
Semua itu mempunyai suatu sebab saja, yaitu : bahwa kelezatan
- adalah semacam idrak (pengetahuan dengan perasaan). Idrak itu membawa yang
diketahui dan membawa kekuatan idrak. Orang yang tidak sempurna kekuatan
idraknya, niscaya tidak tergambar daripadanya kelezatan itu. Bagaimanakah
kiranya orang yang ketiadaan pancaindra:perasaan lidah mengetahui lezatnya
makanan?
Bagaimanakah kiranya orang yang ketiadaan pendengaran,
mengetahui lezatnya (enaknya) nyanyian. Dan orang yang ketiadaan akal-pikiran mengetahui lezatnya
buah pikiran?.
Begitu juga, rasa mendengar dengan hati, sesudah sampainya
bunyi kepada pendengaran, akan mengetahui dengan panca-indra yang tersembunyi
dalam hati. Maka orang yang tiada mempunyainya, niscaya tidak mustahil tidak
ada kelezatannya. Mungkin anda bertanya : bagaimanakah tergambar kerinduan itu
pada Allah Ta'ala, sehingga pendengaran itu menjadi penggeraknya?.
Ketahuilah kiranya, bahwa orang yang
mengenal (ma'rifah) akan Allah, niscaya sudah pasti mencintai-Nya. Dan orang
yang teguh ma'rifahnya, niscaya teguhlah kecintaannya, menurut keteguhan ma'rifahnya
itu, Dan kecintaan itu apabila telah teguh, maka dinamai : rindu ‘(isyq). Dan
tidak ada arti rindu, selain dari cinta yang bersangatan teguhnya.
Karena itulah- orang Arab mengatakan : bahwa Muhammad itu telah
asyik dengan Tuhannya, tatkala mereka melihat Nabi kita صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berkhilwah untuk ibadah di gua Hira'.
Ketahuilah, bahwa semua yang bagus itu disukai oleh orang
yang mengetahui kebagusannya. Dan Allah Ta'ala itu elok, menyukai ke-elokan.
Tetapi ke-elokan itu, jikalau bersesuaian bentuk dan kebersihan warna, niscaya
diketahui dengan panca-indra : pengli- hatan. Dan jikalau ke-elokan itu dengan
keagungan, kebesaran, ketinggian derajat, kebagusan sifat dan budi-pekerti,
kamauan kebajikan untuk seluruh makhluq dan melimpah-ruahnya kebajikan itu
berkekalan kepada makhluq itu dan lain-lainnya dari segala sifat bathiniyah,
niscaya diketahui dengan panca-indra : hati. Kata-kata: bagus, kadang-kadang
dipinjam pula untuk panca-indra tadi. Lalu dikatakan : si Anu itu baik dan
bagus. Dan tidaklah dimaksudkan : bentuknya. Tetapi dimaksudkan, bahwa si Anu
itu baik akhlaknya, terpuji sifat-sifatnya, bagus perjalanan hidupnya. Sehingga
kadang-kadang ia disukai orang disebabkan sifat-sifat bathiniyah ini, karena
memandang baiknya sifat-sifat tersebut.
614
|
Sebagaimana disukai bentuk dzahiriyah. Kadang-kadang kesukaan ini teguh kuat., maka dinamakan : isyq (rindu).
Berapa banyak orang yang berlebih-lebihan mencintai pelopor- pelopor madzhab, seperti : Asy-Syafi-'i ra., Malik ra. dan Abu Hanifah ra. Sehingga mereka bersedia menyerahkan harta dan jiwanya, untuk membantu dan menolong. Dan mereka menambah berlebih-lebihan dan bersangatan di atas semua orang 'isyq (orang yang rindu).
Dan setengah dari yang mena'jubkan, bahwa dapat dipahami
mendalamnya kecintaan kepada seseorang, yang belum pernah sekali- kali dilihat
bentuknya. Adakah dia itu bagus atau jelek. Dan orang itu sekarang sudah
meninggal. Tetapi karena kebagusan bentuk bathiniyahnya, perjalanan hidupnya
yang disukai dan kebaikan— kebaikan yang datang dari amal-perbuataianya, untuk
orang-orang Agama dan hal-hal yang lain.,
Kemudian, tidak dapat dipikiri, kerinduan kepada yang
terlihat kebajikan-kebajikan daripada-Nya. Bahkan sebenarnya, yang tidak ada
berkebajikan, tidak ada berkebagusan dan tidak ada kesayang- an di alam ini,
melainkan itu, adalah salah satu daripada kebaikan- kebaikan-Nya, suatu bekas
dari bekas-bekas kemurahan-Nya dan suatu ceduk dari lautan kemurahan-Nya.
Bahkan semua kebagusan dan ke-elokan dalam dunia, yang diketahui dengan
akal-pikiran, penglihatan, pendengaran dan panca-indra-panca-indra lainnya,
dari permulaan kejadian alam sampai kepada kehancurannya, dari puncak bintang
Surayya sampai kepada lapisan tanah yang paling bawah, adalah suatu bijian yang
halus dari gudang qudrah-Nya dan suatu kilatan dari Nur Hadharat-Nya.
Wahai kiranya, bagaimanakah tidak dapat. dipahami kecintaan
yang begini sifatnya? Bagaimanakah tidak teguhnya kecintaan pada orang-orang
yang berilmu ma'rifah (al-'arifiin) kepada-Nya dengan segala sifat-Nya?
Sehingga melampaui batasan, di mana pemakaian nama : rindu kepada-Nya,
merupakan kedzaliman terhadap hak- Nya, Karena keteledoran memberitahukan
tentang kesangatan . kecintaan kepada-Nya.
Maka Maha Suci Allah yang terhijab (terdinding) dari terang,
disebabkan sangat terang-Nya. Dan tertutup dari penglihatan mata, disebabkan
cemerlang Nur-Nya. Jikalau tidaklah terhijab-Nya dengan tujuh puluh hijab dari
Nur-Nya, niscaya ke-Maha-Suci-an Wajah-Nya akan membakar mata orang-orang yang
memperhatikan ke-elokan Hadharat-Nya. Jikalau tidaklah kelihatan-Nya itu sebab
ketersembunyian-Nya, niscaya tercenganglah segala akal-pikiran.
615
|
Dan heranlah segala hati. Lumpuhlah segala kekuatan dan
centang-perenanglah segala anggota badan. Jikalau tersusunlah hati dari batu
dan besi, niscaya jadilah hati itu di bawah permulaan Nur- Tajalli-Nya (1)
secara pelan-pelan.
Bagaimanakah hakikat cahaya matahari menguasai penglihatan
burung kelelawar? Akan datanglah penjelasan isyarat ini pada "Kitab
Al-Mahabbah(Kitab Kecintaan).
Dan jelaslah bahwa mencintai selain Allah Ta'ala itu,
kekurangan pikiran dan kebodohan. Tetapi orang yang berkeyakinan dengan
mengenal Allah (ma'rifah kepada Allah), ia tiada mengenal selain Allah Ta'ala.
Karena tidak adalah pada wujud menurut yang sebenarnya, selain Allah dan
af'al-Nya (perbuatan-Nya). Dan orang yang mengenai afal, dari segi bahwa itu
af'al, niscaya tidak akan melewatkan dari mengenai Pembuat af'al itu kepada
orang lain. Orang yang mengenal Imam Asy-Syafi-'i ra. umpamanya, mengenal
pengetahuan dan karangannya, dari segi itu karangannya, tidak dari segi bahwa
karangannya itu halaman putih, kulit-tinta, kertas, kata-kata yang tersusun dan
bahasa Arab, maka sesungguhnya ia telah mengenai Imam Asy-Syafi-'i ra. Dan ia
tidak akan melewatkan dari mengenai Imam Asy-Syafi-'i ra. kepada orang lain.
Dan tidak akan melampaui kecintaannya kepada orang lain. Semua yang maujud
(yang ada) selain dari Allah Ta'ala, maka itu adalah susunan, perbuatan dan
yang elok dari segala perbuatan- Nya. Siapa yang mengenai perbuatan itu, dari
segi bahwa perbuatan itu adalah ciptaan Allah Ta'ala, maka ia melihat dari
ciptaan itu akan sifat Penciptanya, sebagaimana ia melihat dari kebagusan
susunan, akan keutamaan penyusun dan keagungan kadarnya, niscaya ma'rifah dan
kecintaannya adalah tertentu kepada Allah Ta'ala. Tidak melampaui kepada yang
lain dari pada-Nya. Dan dari batasan kerinduan ini, bahwa ia tidak
menerima penyekutuan. Dan semua yang lain dari kerinduan ini; adalah
menerima penyekutuan. Karena tiap-tiap yang dicintai selain daripada-Nya,
niscaya tergambarlah ada tandingan. Adakalanya tentang adanya tandingan itu dan
adakalanya tentang kemungkinan adanya tandingan itu.
Adapun Ke-elokan ini (Allah Ta'ala), maka tidaklah tergambar
ada duanya. Tidak secara kemungkinan dan tidak secara adanya kemungkinan.
(1) Nur-Tajalli, artinya secara umum,
ialah : Sinar menampak-Nya (Pent.).
|
616
|
Maka nama kerinduan kepada selain Allah, adalah secara majazi
semata-mata, bukan hakiki.
Benar, orang yang kurang, yang mendekati kekurangannya kepada
hewan, kadang-kadang tidak mengenal dari kata-kata "rindu",
selain daripada mencari perhubungan. Yaitu : ibarat dari penyentuhan tubuh
dzahir dan tertunai nafsu-syahwat bersetebuh. Maka seperti keledai ini (orang
yang berkekurangan sifatnya yang mendekati hewan tadi), seyogialah tidak
dipakai padanya, kata- kata : asyik, rindu, penyambungan dan kejinakan hati.
Tetapi kata-kata dan maksud-maksud tadi dijauhkan, sebagaimana dijauh- kan dari
hewan, tumbuh-tumbuhan yang harum dan bunga yang wangi. Dan khusus bagi hewan,
tumbuh-tumbuhan, rumput dan daun-daun bambu.
Sesungguhnya kata-kata itu boleh, dipakai pada Allah Ta'ala,
apabila tidak meragukan pengertian, yang wajib diquduskan Allah Ta'ala
daripadanya. Dan keraguan-keraguan itu berbeda dengan berbedanya pengertian.
Maka hendaklah diperhatikan yang halus ini mengenai kata-kata
yang seperti ini. Bahkan tidak jauh, bahwa akan terjadi dari semata- mata
mendengar sifat Allah Ta'ala, suatu kesan yang menonjol, yang terputus ikatan
hati karenanya.
Abu Hurairah ra. merawikan dari Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa : "Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menerangkan : ada seorang anak laki-laki
dari Bani Israil di atas sebuah bukit. Lalu ia bertanya kepada ibunya :
'Siapakah yang menjadikan langit?'".
Ibunya menjawab : "Allah'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya lagi : "Siapakah yang
menjadikan bumi?".
Ibunya menjawab : "Allah 'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya pula : "Siapakah yang menjadikan
bukit?".
Ibunya menjawab : "Allah'Azza wa Jalla".
Ibunya menjawab : "Allah'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya lagi : "Siapakah yang
menjadikan kabut?".
Ibunya menjawab : "Allah 'Azza wa Jalla".
Lalu anak itu menyambung : "Sesungguhnya aku
mendengar keadaan yang dahsyat bagi Allah". Lalu ia melemparkan dirinya
dari atas bukit, maka badannya hancur binasa. (1)
(1) Dirawikan Ibnu Hibban dari Abu
Hurairah.
|
617
|
Ini adalah, seakan-akan ia mendengar apa yang menunjukkan
kepada keagungan Allah Ta'ala dan kesempurnaan qudrah-Nya. Maka bergoncanglah
sendi-sendinya karenanya.Dan memperoleh sesuatu perasaan pada dirinya. Lalu
melemparkan dirinya, dari adanya perasaan itu.Dan tidaklah diturunkan kitab-kitab suci, selain untuk
memperoleh kegoncangan sendi-sendi dengan mengingati Allah Ta'ala.
Setengah mereka itu berkata : "Aku melihat tertulis dalam Injil :
'Kami bernyanyi untuk kamu, maka kamu tidak bergoncang hati dengan kegembiraan
atau kesedihan. Kami meniupkan seruling untuk kamu, maka kamu tidak menari
". Artinya : "Kami bawa kamu untuk rindu mengingati Allah
Ta'ala, tetapi kamu tidak merindui-Nya".
Inilah yang kami maksudkan menyebutkannya, dari segala macam
pendengaran, segala penggerak dan segala yang dikehendaki daripadanya. Dan
telah jelas dengan pasti pembolehannya pada sebahagian tempat dan kesunatannya
pada sebahagian tempat. Jikalau anda bertanya : "Adakah mendengar itu
mempunyai suatu keadaan yang haram?".
Aku menjawab, bahwa mendengar itu haram, disebabkan lima
penghalang: penghalang pada yang memperdengarkan, penghalang pada perkakas
nyanyian, penghalang pada susunan suara, penghalang pada dari yang mendengar
atau pada kerajinannya dan penghalang tentang adanya orang itu dari golongan
orang awam. Karena sendi (rukun) mendengar itu, ialah : yang memperdengarkan,
yang mendengar dan alat memperdengarkan.
Penghalang pertama : bahwa yang memperdengarkan nyanyian itu
wanita yang tidak halal memandang kepadanya. Dan ditakutkan fitnah dari
mendengar nyanyiannya.-Dan searti dengan wanita itu, anak yang muda-belia yang
ditakutkan fitnah. Ini adalah haram. Karena padanya ditakutkan fitnah. Dan
tidaklah yang demikian itu karena nyanyian. Bahkan jikalau wanita itu,
ditakutkan fitnah disebabkan suaranya dalam percakapan, tanpa lagu, maka tidak
diperbolehkan bercakap-cakap dan berbicara dengan dia. Dan juga untuk
memperdengarkan suaranya pada pembacaan Al-Qur-an.
Begitu juga anak-anak (yang muda-belia) yang ditakutkan
fitnah. Jikalau anda bertanya : "Adakah tuan mengatakan, bahwa yang
demikian itu haram dalam segala hal, demi menutup pintu fitnah. Atau tidak
diharamkan, kecuali, di mana ditakutkan fitnah terhadap orang yang takut akan
terjadi perzinaan".
618
|
Aku menjawab : ini mas-lah kemungkinan dari segi fiqh, yang
tarik-menarik padanya dua pokok :
Pertama : bahwa khilwah (bersepi-sepian) dengan wanita lain
dan memandang kepada wajahnya adalah haram. -Sama saja ditakutkan fitnah atau
tidak ditakutkan. Karena wanita itu —pada umumnya— tempat dugaan datangnya
fitnah. Maka Agama menetapkan untuk menutup pintunya, tanpa memandang
bentuk-bentuk persoalannya. Kedua : bahwa memandang kepada anak-anak muda-belia
diperbolehkan. Kecuali ketika ditakutkan fitnah. Maka tidak dihubung- kan
anak-anak muda-belia itu dengan wanita, tentang umumnya penutupan pintu. Tetapi
di-ikutkan padanya keadaan-suasana. Dan suara wanita itu?berkisar
diantara dua pokok ini. Jikalau kita qiaskan mendengar suara wanita kepada
memandang wajahnya, niscaya wajiblah menutup pintu (tidak diperbolehkan
sama-sekali). Dan itu adalah qias yang dekat (analogi yang berde- katan). Tetapi
terdapat perbedaan diantara keduanya. Karena nafsu-syahwat meminta untuk
memandang pada permulaan ber- kobarnya. Dan tidak meminta untuk mendengar
suaranya. Dan tidaklah yang digerakkan oleh pandangan untuk nafsu-syahwat yang
ingin disentuh, seperti yang digerakkan oleh mendengar suaranya. Tetapi yang
digerakkan oleh pandangan itu adalah lebih hebat. Dan suara wanita pada bukan
nyanyian, tidak termasuk aurah (yang tidak boleh dilihat orang). Kaum wanita
pada; masa Shahabat ra. selalu berbicara dengan laki-laki : pada
memberi salam, minta fatwa, bertanya, bermusyawarah dan lain-lain. Tetapi
nyanyian itu mempunyai lebih membekas pada menggerakkan nafsu-syahwat. Maka
membandingkan (meng-qias-kan) mendengar suara wanita dengan memandang
anak-anak muda belia, adalah lebih utama. Karena anak-anak muda-belia itu tidak
disuruh menghijabkan (menutupkan dirinya), sebagaimana kaum wanita ~ tidak
disuruh menutupkan suaranya. Maka seyogialah di-ikuti (diperhatikan) tempat
berkobarnya fitnah dan dibatasi pengharamannya kepadanya saja.
Inilah qias yang terbaik pada pendapatku. Dan ini dikuatkan
oleh hadits dua budak wanita yang menyanyi di rumah 'A-isyah ra. Karena
diketahui bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. mendengar suara nyanyian- keduanya. Dan beliau tiada menjaga
diri daripadanya. Tetapi tidaklah fitnah itu ditakutkan terhadap diri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dari itu, maka beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tidak menjaga diri daripadanya.
619
|
Jadi, persoalan ini berlainan dengan keadaan wanita dan
keadaan pria, tentang mudanya dan tuanya pria itu. Dan tidak jauh pula bahwa
persoalan dalam hal yang seperti ini berlainan dengan ber- bagai macam keadaan.
Kita mengatakan, bahwa bagi orang tua boleh memeluk isterinya sedang berpuasa
dan tidak boleh yang demikian bagi seorang muda. Karena pelukan itu membawa
kepada persetubuhan dalam puasa dan itu terlarang. Dan mendengar suara
nyanyiannya membawa kepada ingin memandang dan berdekatan. Dan itu haram. Yang
demikian itu berlainan pula menurut masing- masing orang.
Penghalang kedua : tentang alat nyanyian, di mana perkakas
itu menjadi simbul peminum atau orang yang menyerupakan dirinya dengan wanita.
Yaitu : serunai, rebab, dan genderang yang kecil tengahnya.
Maka inilah tiga macam yang terlarang. Dan selain dari itu,
tetap pada pokoknya : diperbolehkan. Seperti : rebana, walaupun ada padanya
genta. Dan seperti : tambur, serunai dan yang dipukul dengan kayu bulat dan
alat-alat permainan lainnya. Penghalang ketiga : tentang susunan suara, yaitu :
sya'ir. Jikalau dalam sya'ir itu terdapat perkataan buruk, keji dan caci-maki
atau perkataan dusta terhadap Allah Ta'ala dan Rasul-Nya صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. atau terhadap para Shahabat ra., seperti
yang disusun oleh golongan Rafidli (suatu golongan dari kaum Syi'ah) tentang
menyerang para Shahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan lainnya, maka mendengar yang demikian itu haram, dengan
nyanyian atau tidak dengan nyanyian. Dan yang mendengar itu sekongkol dengan
yang mengatakannya. Begitu pula yang ada padanya penyifatan bentuk wanita.
Sesungguhnya tiada boleh penyifatan wanita dihadapan kaum pria. Adapun
menyerang orang kafir dan orang bid'ah dengan kata-kata itu diperbolehkan.
Adalah Hassan bin Tsabit ra. mempertahankan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dengan sya'irnya dan menyerang kaum
kafir. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. menyuruhkannya dengan yang demikian. u) Adapun an-nasiib,
yaitu : penyerupaan dengan menyifatkan pipi, alis-mata, bagus bentuk badan,
tinggi semampai dan sifat-sifat wanita yang lain, maka dalam hal ini harus
diperhatikan. Pendapat yang lebih kuat (ash-shahih), bahwa yang tersebut tadi
tidak haram menyusun kata-katanya dengan pantun dan menyanyikannya dengan
ber-irama atau tanpa ber-irama. Dan yang mendengarkannya tidak menempatkan
nyanyian itu kepada seorang wanita tertentu.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
Al-Barra'-
|
620
|
Kalau ditempatkannya, maka hendaklah ditempatkannya kepada
wanita yang halal baginya. Yaitu : isterinya dan budak wanitanya. Kalau
ditempatkannya kepada wanita lain, maka dia berdosa dengan penempatan dan
pemutaran pikiran padanya. Orang yang begini sifatnya maka seyogialah terus
menjauhkan diri daripada mendengarnya. Karena orang yang keras kerinduannya,
niscaya menempatkan semua yang didengarnya kepada kerinduan itu. Sama saja
perkataan itu sesuai atau tidak sesuai untuk kerinduan itu. Karena tiada suatu
perkataanpun, melainkan mungkin menempatkannya kepada beberapa arti, dengan
jalan isti'arah (peminjaman kata-kata). Orang yang mengerasi pada hatinya kecintaan
kepada Allah Ta'ala, akan teringat dengan kehitaman alis-
mata-umpamanya-kegelapan kufur. Elian dengan kecantikan pipi akan cahaya iman.
Dan dengan menyebut : bersambung, teringat akan bertemu dengan Allah Ta'ala.
Dan dengan menyebut: bercerai, teringat akan terhijab daripada Allah Ta'ala
dalam kumpulan orang- orang yang tertolak amalannya. Dan dengan menyebut :
pengintip yang mengganggu jiwa persambungan, teringat akan segala pengha- lang
dan bahaya duniawi yang mengganggu kekalnya kejinakan hati dengan Allah
Ta'ala*. Dan tidak memerlukan pada penempatan demikian, kepada pemahaman,
pemikiran dan penangguhan waktu. Tetapi oleh segala arti yang mengerasi pada
hati, mendahulukan kepada pemahaman bersama perkataan. Sebagaimana diri way at-
kan dari sebahagian syaikh, bahwa beliau lalu pada suatu pasar. Lalu mendengar
seorang mengatakan : "Al-khiar 'asyarah bi- habbah (Buah al-khiar (seperti
buah mentimun) sepuluh, harganya sebiji dirham)". Lalu syaikh tadi
memperoleh kesan yang menda- lam.
Ketika ditanyakan yang demikian, beliau menjawab :
"Apabila al-khiar (yang berarti juga : orang-orang baik) sepuluh, nilainya
sebiji dirham, maka apakah nilainya orang-orang jahat?". Setengah mereka
(para syaikh) singgah pada sebuah pasar. Lalu mendengar orang mengatakan :
"Ya sa*tara birri". (i). Maka beliau- pun memperoleh kesan yang
mendalam. Orang menanyakan kepadanya : "Berdasar apakah, maka kesan tuan
demikian?".
(1) Ya satara birri, artinya : wahai
satara (nama semacam tumbuh-tumbuhan yang terkenal dalam buku-buku
kedokteran, tumbuh sendiri). Birri artinya : yang tidak ditanami (tumbuh
sendiri).
|
621
|
Beliau menjawab : "Aku mendengar seolah-olah orang itu
mengatakan : lIsa tara birr (1). Sehingga orang Ajam (orang yang
tidak pandai bahasa Arab) pun kadang-kadang mengerasi padanya kesan yang
mendalam, bila mendengar susunan sya'ir yang tersusun dengan bahasa Arab.
Karena sebahagian hurufnya bertimbangan (menyerupai) huruf Ajam. Lalu memahami
daripadanya maksud yang lain.
Setengah mereka berpantun :
(Wa maa zaaraniifiil-laili illaa khayaaluhu).
Artinya : "Tak adalah yang berkunjung kepadaku
pada malam hari, selain bentuknya dalam impian
Lalu seorang laki-laki bangsa Ajam memperoleh kesan perasaan
yang mendalam. Maka ditanyakan tentang sebab kesannya itu. Ia menjawab, bahwa
penya'ir itu mengatakan : "ma zaraimi. Yaitu : sama seperti ia
mengatakannya. Sesungguhnya perkataan "zara", pada bahasa Ajam
(bahasa Persia), menunjukkan kepada orang yang hampir mendapat kecelakaan. Lalu
ia menyangka bahwa penya'ir itu mengatakan : "Kita semua mendekati kepada
kecelakaan". Maka ia merasa ketika itu akan bahaya kebinasaan di akhirat.
Dan orang yang membakar (berkobar-kobar) kecintaan- nya kepada Allah Ta'ala dan
kesan perasaannya itu, menurut pe- mahamannya. Dan pemahamannya mdnurut
khayalannya. Dan tidaklah termasuk syarat khayalannya itu, bahwa bersesuaian dengan
maksud dan bahasa dari si penya'ir.
Maka kesan perasaan ini adalah hak dan benar. Orang yang mempunyai
penuh perasaan akan bahayanya kebinasaan di akhirat, maka patut dan layak
terganggu akal-pikirannya dan terjadi ke- goncangan sendi-anggota tubuhnya.
Jadi, tidaklah pada perobahan kata-kata itu sendiri besar
faedah- nya. Tetapi orang yang mengerasi pada dirinya kerinduan kepada makhluq,
seyogialah menjaga diri daripada mendengarnya, dengan kata-kata apapun adanya.
Dan orang yang mengerasi padanya kecintaan kepada Allah Ta'ala, maka tidak
mendatangkan melarat kepadanya, oleh kata-kata. Dan tidak mencegahkannya daripada
memahami arti-arti yang halus, yang menyangkut dengan tempat lalu cita-citanya
yang mulia.
(1) Is'a tara birri : Is'a, artinya : Rajinlah mematuhi
kepadaku. Tara, artinya : niscaya engkau akan melihat. Birri, artinya :
kebaikan dan pemberianku. Artinya keseluruhan : "Rajinlah mematuhi aku,
engkau akan melihat kebaikan dan pemberianku". (Pent.). '
|
622
|
Penghalang ke-empat : tentang orang yang mendengar. Yaitu : nafsu-syahwatnya
adalah amat mengerasinya. Dan dia berada pada masa muda remaja. Dan keadaan tersebut
lebih mengerasinya dari keadaan lainnya.
Maka mendengar itu haram kepadanya, sama saja mengerasi pada
hatinya kecintaan kepada seorang tertentu atau tidak mengerasinya. Karena
bagaimanapun adanya, maka ia tidak mendengar penyifatan alis-mata, pipi,
bercerai dan bersambung, melainkan yang demikian itu akan menggerakkan
nafsu-syahwatnya. Dan menempatkannya di atas bentuk yang tertentu yang
dihembuskan oleh sethan ke dalam hatinya dengan yang demikian. Maka berko-
bar-kobarlah api nafsu-syahwatnya. Dan tajamlah segala pembang- kit kejahatan.
Dan yang demikian itu menjadi penolong barisan sethan. Dan membuat kekecewaan
bagi akai yang mencegahnya, yang menjadi barisan Allah Ta'ala. Dan peperangan
dalam hati itu berkekalan terus diantara tentara sethan, yaitu : nafsu-syahwat
dan barisan Allah Ta'ala, yaitu : cahaya akal-pikiran. Kecuali dalam hati yang
telah dimenangkan oleh salah satu dari dua tentara. Dan telah dikuasainya
secara keseluruhan. Dan kebanyakan hati seka- rang telah dimenangkan oleh tentara
sethan dan telah dikuasainya. Maka anda memerlukan ketika itu kepada mengulang
kembali sebab-sebab peperangan untuk mengertakkannya. Bagaimanakah boleh
memperbanyakkan persenjataan dan menajamkan pedang dan gigi, sedang mendengar
itu adalah menajamkan senjata tentara sethan terhadap orang yang seperti itu?.
Maka hendaklah orang yang seperti itu keluar dari kumpulan
mendengar. Karena mendengar itu akan mendatangkan melarat baginya Penghalang
kelima : bahwa orang itu termasuk orang awam. Dan tidak mengerasi padanya,
kecintaan kepada Allah Ta'ala. Maka mendengar disunatkan kepadanya. Dan tidak
mengerasi kepadanya nafsu-syahwat, lalu mendengar terhadap dirinya dicegah.
Akan tetapi diperbolehkan, sebagaimana segala macam kesenangan yang
diperbolehkan lainnya. Kecuali apabila diperbuatnya mendengar nyanyian itu,
menjadi adat-kebiasaannya dan jalan hidup- nya. Dan teledorlah kepadanya
bahagian yang terbanyak dari waktunya.
Inilah kiranya orang bodoh yang ditolak kesaksiannya. Karena
sesungguhnya, selalu berbuat yang sia-sia itu, suatu penganiayaan. Sebagaimana
dosa kecil dengan terus-menerus dan berkekalan dikerjakan menjadi dosa besar,
maka demikian pula sebahagian
623
|
perbuatan mubah, dengan berkekalan dikexjakan itu, menjadi
dosa kecil. Yaitu : seperti terus-terusan mengikuti orang Hitam dan orang
^Habsyi dan melihat permainan mereka terus-menerus. Itu adalah terlarang,
walaupun asalnya ticlak terlarang. Karena telah diperbuat oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan dari golongan ini, ialah permainan catur. Permainan catur
itu mubah. Akan tetapi terus-terusan mengerjakannya, menjadi sangat makruh.
Manakala maksudnya itu permainan dan kesenangan dengan permainan
tersebut, maka yang demikian dibolehkan. Karena padanya terdapat penyenangan
hati. Karena kesenangan hati itu adalah obat bagi hati pada setengah waktu.
Supaya membangkit segala yang dipanggil oleh hati. Lalu yang dipanggil oleh
hati itu bekerja dengan rajin pada waktu-waktu lainnya pada dunia ini, seperti
berusaha dan berniaga. Atau pada Agama seperti shalat dan membaca Al-Qur-an.
Dan kebagusan yang demikian, pada berlipat- gandanya kerajinan adalah seperti
bagusnya tahi-lalat di atas pipi. Jikalau tahi-lalat itu meratai seluruh muka,
niscaya menjelekkan. Alangkah jeleknya! Maka yang bagus itu kembali menjadi
jelek, disebabkan banyaknya. Tidaklah tiap-tiap yang bagus menjadi bagus oleh
banyaknya. Dan tidaklah tiap-tiap yang mubah menjadi mubah oleh banyaknya.
Bahkan roti itu mubah dan berbanyak daripadanya adalah haram.
Maka yang mubah ini adalah seperti mubah-mubah lainnya!.
Jikalau anda mengatakan, bahwa alunan perkataan tadi telah mem- . bawa kepada
mubah pada sebahagian keadaan dan kepada tidak mubah pada sebahagian. Maka
mengapakah Tuan pertama-tama mengatakan secara mutlak dengan : mubah ? Karena
mengatakan : secara mutlak pada persoalan yang terurai, dengan : tidak atau
dengan : ya, adalah menyalahi dan salah.
Ketahuilah kiranya, bahwa kesimpulan anda ini tidak benar.
Karena mutlak itu dilarang untuk penguraian yang terjadi dari suatu persoalan
yang ada padanya penelitian.
Adapun yang terjadi dari hal-hal yang mendatang, yang bersam-
bungan dengan dia dari luar, maka tidak dilarang dikatakan : mutlak. Apakah
tidak anda ketahui, bahwa apabila kita ditanya- kan tentang: madu lebah,
halalkah dia atau tidak? Kita menjawab, bahwa madu lebah itu halal secara
mutlak. Sedang madu itu haram terhadap orang yang sifatnya panas-darah, di mana
ia akan men- dapat kemelaratan dengan madu itu. Dan apabila kita ditanyakan
tentang : khamar (minuman yang memabukkan), maka kita men-
624
|
jawab : bahwa khamar itu haram. Sedang sebenarnya ia halal
bagi orang yang tersumbat kerongkongannya dengan makanan, untuk meminumnya,
manakala tidak terdapat yang lain. Akan tetapi dari segi dia itu khamar, adalah
haram. Dan diperbolehkan adalah karena keperluan yang mendatang. Dan madu lebah
itu dari segi dia itu madu adalah halal. Dan diharamkan adalah karena kemela-
ratan yang mendatang. Dan sesuatu yang adanya karena yang mendatang, tidaklah
menjadi perhatian benar. Bahwa berjual-beli itu halal. Dan diharamkan
disebabkan mendatang terjadinya waktu adzan hari Jum'ah. Dan sebagainya dari
hal-hal mendatang yang lain. Dan mendengar nyanyian itu terma- suk jumlah yang
diperbolehkan, dari segi mendengar suara merdu, yang bertimbangan, yang
dipahami. Dan pengharamannya, ialah hal yang mendatang, dari luar dirinya
sendiri. Maka apabila terbu- ka tutup dari dalil pembolehan, maka kita tidak
perduli orang yang menyalahinya sesudah terangnya dalil.
Adapun Asy-Syafi-'i ra., maka tidaklah sekali-kali
pengharaman nyanyian dari madzhabnya. Asy-Syafi-'i ra. mengeluarkan nas dan
berkata tentang orang yang membuat nyanyian itu menjadi peru- sahaan : tidak
boleh menjadi saksi. Yang demikian itu, karena nyanyian termasuk permainan
makruh yang menyerupai perbuatan batil. Orang yang membuatnya menjadi
perusahaan, maka dinama- kan bodoh dan hilangnya kemuliaan diri (muru-ah),
walaupun tidak diharamkan diantara yang haram.
Jikalau tidak menghubungkan dirinya kepada nyanyian, ia tidak
dibawa untuk itu dan ia tidak datang karenanya, hanya ia dikenal kadang-kadang
terus bernyanyi, lalu melagukan nyanyian itu,maka cara yang demikian, tidaklah
menjatuhkan muru-ahnya. Dan tidaklah batal kesaksiannya. Berdalilkan dengan
hadits dua budak wanita yang bernyanyi di rumah 'A-isyah ra. Yunus bin
Abdul-A'la berkata : "Aku bertanya kepada Asy- Syafi-'i ra. tentang
diperbolehkan oleh penduduk Madinah men-, dengar nyanyian. Lalu Asy-Syafi-'i ra.
menjawab : 'Aku tiada tahu seorangpun dari ulama Hijaz yang memakruhkan
mendengar nyanyian. Kecuali ada padanya mengenai sifat-sifat tertentu' ".
Adapun nyanyian meninggi suara di belakang unta, menyebutkan bentuk-bentuk dan
tempat-tempat di musim bunga, membaguskan suara dengan melagukan pantun-pantun
itu mubah. Dan di mana Asy-Syafi-'i ra. mengatakan, bahwa itu adalah permainan
makruh, yang menyerupai batil, maka perkataannya : permainan adalah benar. Akan
tetapi suatu permainan, dari segi dia itu permainan,
625
|
tidaklah haram. Permainan orang Habsyi dan tarian mereka
adalah permainan. Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. melihatnya dan tidak memakruhkannya. Bahkan permainan dan
perbuatan yang sia-sia, tidaklah disiksakan oleh Allah 'Ta'ala orang
mengerjakannya, jikalau dimaksudkan bahwa itu adalah perbuatan yang tak
berfaedah. Sesungguhnya manusia, jikalau membiasakan dirinya meletakkan tangan
di atas kepalanya sehari seratus kali, maka itu adalah permainan yang tak
berfaedah dan tidak haram..
Allah Ta'ala berfirman :
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي
أَيْمَانِكُمْ
(Laa yu-aakhidzukumullaahu
bil-laghwi fii aimaanikum). Artinya : "Allah tidak mengadakan
tuntutan kewajiban karena sumpahmu yang tidak disengaja". (S. Al-Baqarah,
ayat 225). Apabila menyebutkan nama Allah Ta'ala atas sesuatu dengan
jalan sumpah, tanpa 'aqad {ikatan dengan jual-beli atau lainnya), dan tidak
bersungguh-sungguh dan menyalahi pada sumpah itu, serta tak ada faedah padanya,
maka tidak diadakan tuntutan (siksaan). Maka bagaimanakah diadakan tuntutan
(siksaan), disebabkan sya'ir dan tarian?.
Adapun kata Asy-Syafi-'i ra. : menyerupai batil, maka ini
tidak menunjukkan kepada keyakinan pengharamannya. Bahkan jikalau beliau
mengatakan, bahwa : nyanyian itu tegasnya batil, niscaya tidaklah menunjukkan
kepada pengharamannya. Hanya menunjukkan kepada kosongnya daripada faedah;
Maka yang batil ialah sesuatu yang tiada berfaedah.
Perkataan seorang laki-laki umpamanya kepada isterinya :
"Aku jual diriku kepada engkau", dan jawaban si isteri : "Aku
beli",; adalah 'aqad batil, betapapun maksudnya permainan dan
berbaik- baikan. Dan tidak haram, kecuali apabila dimaksudkan pemilikan yang
sebenarnya yang dilarang oleh Agama.
Adapun kata Asy-Syafi-'i ra. : makruh, maka ditempatkan pada
setengah tempat yang telah aku sebutkan kepada anda. Atau ditempatkan kepada
pembersihan dari segala yang meragukan (at-tanzih). Karena Asy-Syafi-'i ra.
telah menyatakan dengan nash, atas mubahnya permainan catur. Dan menyebutkan :
"Bahwa aku memandang makruh tiap-tiap permainan". Dan alasan yang
dike- mukakannya menunjukkan kepada yang demikian. Karena beliau berkata, bahwa
tidaklah yang demikian itu adat-kebiasaan kaum Agama dan orang bermuru-ah .
626
|
Ini menunjukkan kepada at-tanzih. Dan tertolaknya kesaksian
dengan selalu melakukan permainan itu, tidak juga menunjukkan kepada
pengharamannya. Bahkan kadang-kadang kesaksian itu, ditolak (tidak dapat
diterima) dari orang yang makan di pasar dan melakukan perbuatan yang
merusakkan muru-ah. Bahkan menenun itu perbuatan mubah dan tidak termasuk
perusahaan orang yang tidak bermuru-ah. Kadang-kadang ditolak kesaksian orang
yang bekerja dengan pekerjaan hina. Maka alasan yang dikemukakan- nya
menunjukkan, bahwa beliau maksudkan dengan makruh itu, ialah at-tanzih.
Dan ini adalah sangkaan juga kepada yang lain dari
Asy-Syafi-'i ra. dari- imam-imam besar. Dan jikalau mereka maksudkan akan pengharaman,
maka apa yang telah kami sebutkan adalah menjadi hujjah (dalil) terhadap
mereka.
627.
|