Sifat Sifat Seorang Teman

penjelasan : Sifat-sifat yang disyaratkan, mengenai orang yang dipilih menjadi teman.

Ketahuilah kiranya, bahwa tidak patut menjadi teman semua ma­nusia.
Nabi saw. bersabda :
المرء على دين خليله 
(Al-mar-u'alaadiini khaliilihi, fal-yandhur ahadukum man yu- khaalil).Artinya : "Manusia itu menurut agama temannya. Maka hendaklah diperhatikan oleh seseorang kamu akan orang yang akan diambil menjadi teman ". (2)
Dan tak boleh tidak, diperbedakan hal-hal dan sifat-sifat, di mana iaingin dengan sebab yang demikian, untuk bershahabat dengan orang itu. Disyaratkan hal-hal itu, menurut faedah yang dicari dari pershahabatan. Karena arti syarat ialah : yang tak boleh tidak dari­padanya, untuk sampai kepada maksud. Maka dengan tambahan kepada maksud tersebut, lahirlah syarat-syarat itu. Dari pershahabatan itu dicari faedah-faedah keagamaan dan kedu- niaan. Adapun faedah keduniaan, maka seperti memperoleh man­fa'at dengan harta atau kemegahan atau semata-mata berjinakkan hati dengan pandang-memandang dan bergaul. Dan tidaklah yang demikian itu, termasuk maksud kita di sini. Adapun faedah keaga­maan, maka berkumpul padanya maksud yang bermacam-macam. Karena setengah daripadanya, memperoleh faedah dari pengetahu­an dan amal perbuatan. Setengah daripadanya, memperoleh faedah dari kemegahan, di mana dengan kemegahan itu, kita dapat menjaga

(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
(2) Dirawikan Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah. Katanya : shahih. -Insya Allah.
286

daripada disakiti oleh orang yang mengganggu ketentraman hati. Dan yang menghambat dari beribadah. Setengah daripadanya, memperoleh faedah harta, untuk mencukupkan dengan harta itu, daripada menyia-nyiakan waktu pada mencari makanan. Setengah daripadanya, memperoleh pertolongan pada segala hal yang penting. Maka adalah yang demikian itu, senjata untuk meng- hadapi segala bahaya dan kekuatan dalam segala hal. Setengah daripadanya, memperoleh barakah dengan semata-mata mendo'a. 'Dan setengah daripadanya, menunggu syafa'at pada hari akhirat.

Berkata setengah salaf : "Carilah banyak teman! Karena sesung­guhnya tiap-tiap mu'min itu, mempunyai syafa'at. Maka semoga engkau dapat masuk ke dalam syafa'at temanmul". Diriwayatkan pada tafsir yang agak ganjil (tafsir gharib), tentang firman Allah Ta'ala :
وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ
(Wa yastajiibul-ladziina aamanuu wa 'amilush-shaalihaati wa yazii- duhum minfadl-Iih).Artinya: "Dan la memperkenankan (permintaan) orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan Ia menambahkan kepada mereka dari kurnia-Nya". S. Asy-Syura, ayat 26.


Berkata setengah salaf, menurut tafsir yang gharib itu, bahwa orang yang beriman dan yang beramal shalih, dapat memberi syafa'at kepada teman-temannya. Lalu ia memasukkan mereka ke dalam sorga bersama mereka. Dan dikatakan, bahwa apabila Allah meng ampunkan dosa seorang hamba, niscaya hamba itu dapat memberi syafa'at kepada teman-temannya. Karena itulah, dianjurkan oleh segolongan salaf supaya berteman, berjinak-jinakkan hati dan bercampur-baur. Mereka itu tiada menyukai pengasingan diri dan sendirian.

Inilah faedah-faedah itu, di mana tiap-tiap faedah meminta beberapa syarat. Dan faedah itu tidak akan berhasil, selain dengan syarat- syarat tersebut. Dan akan kami uraikan semuanya. Adapun secara keseluruhan, maka seyogialah hendaknya ada lima perkara pada orang yang akan dipilih menjadi teman. Yaitu : berakal, baik budi-pekerti, tidak fasiq, tidak berbuat bid'ah dan tidak loba kepada dunia.
Adapun akal, adalah pokok dan itulah asalnya. Tak ada kebajikan berteman dengan orang bengal. Kesudahannya, akan kembali kepada keliaran hati dan putus silaturrahim, walaupun pershahabatan itu telah beijalan lama.

287

Sayidina 'All ra. bermadah :
Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh,
awasilah dirimu dan dirinya………………………………………………..
Berapa banyak orang yang bodoh,
memburukkan orang penyabar ketika ia mengambil menjadi temannya.
Dibandingkan yang seorang dengan yang seorang, apabila orang itu sama-sama berjalan.
Sesuatu mempunyai dari sesuatu,perbandingan dan keserupaan.
 Qalbu terhadap qalbu, mempunyai petunjuk ketika perjumpaan


Betapa tidak? Orang bengal itu kadang-kadang mendatangkan kemelaratan kepadamu, sedang maksudnya mendatangkan keman- fa'atan kepadamu dan menolong kamu, di mana sebenarnya, ia tidak tahu.

Dan karena itulah, berkata penya'ir :
"Sesungguhnya aku merasa aman dari musuh yang berakal.
 Dan aku takut kepada teman yang ditelanjangi oleh gila.
 Akal itu suatu macam dan jalannya aku ketahui, lalu aku perhatikan.
Dan gila itu bermacam-macam…………………….. . "

Dan karena itulah, dikatakan, bahwa memutuskan perhubungan dengan orang bengal, adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Ats-Tsuri berkata : "Memandang kepada muka orang yang bengal itu, adalah kesalahan yang dituliskan".

Kami maksudkan dengan "orang berakal", ialah orang yang mema- h&mi segala persoalan, menurut yang sebenarnya, Adakalanya oleh dirinya sendiri dan adakalanya apabila diberi peringatan oleh orang lain.

Adapun baik budi-pekerti, maka tak boleh tidak daripadanya. Karena banyaklah orang berakal, mengetahui segala sesuatu menu­rut yang sebenarnya. Tetapi apabila sangatlah marahnya atau nafsu syahwat atau kekikiran atau ketidak beranian, niscaya ia mengikuti hawa-nafsunya.Dan ia menyalahi dengan apa yang diketahuinya.
Karena lemahnya

288

Karena lemahnya daripada paksaan sifat-sifatnya dan pembetulan budi-pekertinya. Maka tak ada kebajikan pada pershahabatan dengan dia. Adapun orang fasiq yang berkekalan pada kefasiqannya, maka tak ada faedah berteman dengan dia. Karena orang yang takut kepada Allah, tidak akan terus-menerus di atas dosa besar. Dan orang yang tidak takut kepada Allah, maka orang tidak akan merasa aman daripada tipuannya. Dan tidak dipercayai dengan kebenarannya. Tetapi ia selalu berobah dengan perobahan maksuk-maksudnya.

Dan Allah Ta'ala berfirman :
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
(Walaa tuthi' man aghfalnaa qalbahu 'an dzikrinaa wattaba-'a hawaah).Artinya : "Dan janganlah engkau turut orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingati Kami dan ia menurutkan hawa nafsunya S. Al-Kahf., ayat 28.

Dan Allah Ta'ala berfirman :
فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
(Falaa yashuddannaka 'anha man laa yu'-minu bihaa wattaba-'a hawaah).Artinya : "Oleh yang demikian, janganlah engkau dipalingkan dari­pada (mempercayai)nya, oleh orang yang tidak percaya kepadanya serta menurut hawa nafsunya". S. Thoha, ayat 16.

Dan Allah Ta'ala berfirman :
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا    
(Fa a'-ridl 'amman tawallaa 'an dzikrinaa walam yurid-illal-hayaa- taddun-ya).
Artinya : "Oleh karena itu, maka tinggalkanlah orang yang berpa­ling dari mengingati Kami dan ia tidak ingin, selain dari penghidupan yang rendah ini". S. An-Najm, ayat 29.

Dan Allah Ta'ala berfirman :
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
(Wattabi' sabiila man anaaba ilayya). Artinya : "Dan turutlah jalan orang yang kembali kepada-Ku!' S. Luqman, ayat 15.
Dan dalam pengertian yang tersebut itu, ialah menghardik daripada berteman dengan orang fasiq.
289

Adapun orang yang berbuat bid'ah maka berteman dengan dia, terdapat bahaya menjalarnya bid'ah itu dan berkembang kutukan bid'ah kepadanya. Dari itu, orang bid'ah berhaklah disingkir dan diputuskan hubungan silaturrahim.

Bagaimanakah ia dipilih menjadi shahabat? 'Umar ra. telah berka­ta, menghasung untuk mencari unsur keagamaan pada teman itu, menurut yang diriwayatkan Sa'id bin Al-Musayyab, di mana 'Umar ra. berkata : "Haruslah kamu berteman dengan orang-orang benar! Kamu akan hidup dalam lindungan mereka. Sesungguhnya mereka itu, adalah hiasan pada waktu senang dan perisai pada waktu susah. Letakkanlah persoalan saudaramu (temanmu) dalam keadaan yang sebaik-baiknya! Sehingga iamembawa kepada kamu, apa yang memenangkan kamu. Dan asingkanlah dirimu dari musuhmu dan berhati-hatilah dari temanmu, kecuali yang kepercayaan dari kamu itu! Dan tidak ada yang kepercayaan, selain orang yang takut ke­pada Allah. Maka janganlah engkau berteman dengan orang dzalim, nanti kamu akan memperoleh pengetahuan dari kedzalimaimya! Dan janganlah engkau perlihatkan kepadanya rahasia engkau! Dan bermusyawarahlah tentang urusanmu dengan orang-orang yang ta­kut kepada Allah!".

Adapun budi yang baik, maka telah dikumpulkan oleh 'Alqamah Al-'Atharidi di dalam wasiatnya kepada anaknya, ketika ia hampir meninggal dunia. Ia berkata : "Hai anakku! Apabila datang keper- luan bagimu untuk berteman dengan orang, maka bertemanlah dengan orang, di mana apabila engkau melayaninya, niscaya ia menjaga engkau! Dan jikalau engkau menemaninya, niscaya ia menimbang dengan penghargaan akan engkau. Dan jikalau engkau memerlukan perbelanjaan, niscaya ia membelanjai engkau. Berte­manlah dengan orang, apabila engkau mengulurkan tanganmu kepa­danya dengan kebajikan, niscaya iapun mengulurkannya. Jikalau ia melihat daripadamu kebajikan, niscaya diperkirakannya. Dan jikalau ia melihat kejahatan, niscaya ditutupkannya. Bertemanlah dengan orang, apabila engkau meminta padanya, niscaya diberikannya kepadamu! Dan kalau engkau berdiam diri, niscaya dimulainya memberikan kepadamu! Dan jikalau datang bencana kepadamu, niscaya ditolongnya kamu. Bertemanlah dengan orang, apabila engkau berkata, niscaya dibenarkannya perkataanmu! Dan kalau kamu berdua berusaha tentang sesuatu, niscaya dipentingkannya urusanmu. Dan kalau kamu berdua berselisih, niscaya diutama- kannya kamu".
290

Seakan-akan 'Alqamah telah mengumpulkan dengan perkataannya itu, segala hak pershahabatan. Dan disyaratkannya supaya anaknya itu, menjalankan semuanya.
Berkata Ibnu Aktsam: "Al-Ma'mun berkata: 'Dari manakah ini?'". Lalu orang mengatakan kepadanya : "Adakah engkau ketahui, mengapakah 'Alqamah mewasiatkan anaknya demikian?". Al-Ma'mun menjawab : "Tidak tahu".

Lalu orang itu menerangkan : "Karena Alqamah bermaksud supaya anaknya tidak akan berkawan dengan seseorang". Berkata setengah pujangga : "Janganlah kamu berteman, kecuali dengan orang yang menyembunyikan rahasiamu dan yang menutupkan kekuranganmu! Lalu dia berada bersama kamu pada segala duka-cita. Dia mendahulukan kamu pada segala duka-cita. Dia menyiarkan kebajikanmu dan menyembunyikan keburukanmu. Jika­lau engkau tiada memperoleh orang yang seperti itu, maka jangan­lah berteman, selain dengan dirimu sendiri!".'

Ali ra. bermadah :
Temanmu yang sebenarnya, ialah orang yang ada bersamamu.Dan orang yang menyusahkan dirinya, supaya ia bermanfa at kepadamu.Pada waktu membimbangkan, ia berkata terus-terang kepadamu.Dia sendiri pecah berantakan, supaya kamu terkumpulkan selalu,

Berkata setengah 'Ulama : "Janganlah kamu berteman, selain de­ngan salah seorang dari dua : orang yang engkau pelajari daripada­nya, sesuatu tentang urusan agamamu. Maka ia memanfa'atkan kepadamu. Atau orang yang engkau ajarkan sesuatu tentang urusan agamanya, lalu diterimanya daripadamu. Dan orang yang ketiga (orang yang tidak engkau pelajari agama padanya dan tidak engkau ajari agama kepadanya), maka larilah daripadanya!"


Berkata setengah mereka : "Manusia itu empat macam : yang seo­rang manis seluruhnya. Maka orang tidak akan kenyang-kenyang daripadanya. Yang seorang pahit seluruhnya. Maka tidak termakan apa-apa daripadanya. Yang seorang terdapat masam padanya. Maka ambillah dari orang itu, sebelum ia mengambil daripadamu! Dan yang seorang lagi, terdapat asin padanya. Maka ambillah daripada­nya, pada waktu diperlukan saja!".

291


Berkata Ja'far Ash-Shadiq ra. : "Janganlah engkau berteman de­ngan lima orang :
Pertama : pendusta. Maka engkau berada dalam penipuannya. Dia adalah seumpama cahaya panas (fatamorgana), dekat kepada­mu yang jauh dan jauh kepadamu yang dekat.
Kedua : orang dungu. Maka tidaklah engkau memperoleh daripada­nya sesuatu. Ia mau mendatangkan manfa'at kepadamu, lalu ia memelaratkan akan kamu.
Ketiga : orang kikir. Makaia putuskan daripada kamu, sesuatu yang kamu amat memerlukan kepadanya.
Ke-empat : orang pengecut. Maka ia akan menyerahkan kamu dan ia akan lari ketika menghadapi kesulitan.
Dan Kelima : orang fasiq. Maka ia akan menjual kamu dengan sesu- ap makanan atau kurang dari itu!".
Lalu orang bertanya kepada Ja'far Ash-Shadiq tadi: "Apakah yang kurang lagi dari sesuap makanan itu?".
Ja'far Ash-Shadiq ra. menjawab : "Loba pada makanan yang sesuap itu, kemudian ia tidak memperolehnya".
Berkata Al-Junaid : "Aku lebih suka ditemani oleh seorang fasiq, yang berbudi baik, daripada seorang qari' (ahli qira-ah Al-Qur-an), yang berbudi buruk".
Berkata Ibnu Abil Hawari : "Berkata kepadaku guruku Abu Sulai­man : 'Hai Ahmad (nama dari Ibnu Abi Hawari)! Janganlah engkau berteman, selain dari salah seorang dari dua: orang yang dapat eng­kau memperoleh manfa'at padanya mengenai urusan duniamu. Atau orang yang dapat engkau menambahkan bersama dia dan memperoleh kemanfa'atan dengan dia, mengenai urusan akhiratmu! Dan berurusan dengan orang yang lain daripada yang dua ini, adalah dungu sekali' ".
Berkata Sahl bin 'Abdullah : "Jauhilah berteman dengan tiga ma­cam manusia : orang-orang yang gagah perkasa yang lalai, orang- orang qari' yang berminyak-minyak air dan orang-orang shufi yang bodoh!".
Dan ketahuilah kiranya, bahwa segala kata-kata ini, kebanyakannya tiada meliputi semua maksud pershahabatan. Dan yang meliputinya, ialah apa yang telah kami sebutkan, tentang memperhatikan maksud-maksudnya dan menjaga syarat-syaratnya, sebagai tambahan kepadanya. Maka tidaklah apa yang disyaratkan bagi pershahabatan pada maksud-maksud keduniaan, menjadi disyaratkan bagi persha­habatan pada keakhiratan dan persaudaraan. Sebagaimana yang dikatakan Bisyr ; "Saudara itu tiga : saudara untuk akhiratmu, sauda- ra untuk duniamu dan saudara untuk kamu berjinak-jinakan hati dengan dia".
292

 Dan amat sedikitlah terkumpul maksud-maksud ini pada orang se­orang. Tetapi berpisah-pisah pada sekumpulan orang. Maka sudah pastilah, berpisah-pisah syarat-syarat itu pada mereka. Dan sesungguhnya Al-Ma'mun berkata : "Saudara itu tiga : yang seorang, adalah seumpama makanan, yang tidak boleh tidak dari­padanya.- Yang seorang, adalah seumpama obat yang diperlukan kepadanya, pada suatu waktu dan tidak diperlukan pada waktu yang lain. Dan yang ketiga, adalah seumpama penyakit, yang tidak diperlukan sekali-kali padanya. Bahkan hamba itu, kadang-kadang memperoleh bencana dengan orang ini. Yaitu orang yang tak ada kejinakan hati padanya dan tak ada kemanfa'atan".
Dan ada yang mengatakan : "Kumpulan manusia itu adalah seum­pama kayu-kayuan dan tumbuh-tumbuhan. Sebahagian daripada­nya, mempunyai naungan dan tidak berbuah. Dan itu adalah seum­pama, yang dapat dimanfa'atkan di dunia dan tidak di akhirat. Karena kemanfa'atan dunia itu, adalah seumpama naungan (bayang- bayang) yang cepat hilang. Dan sebahagian daripadanya, ada yang berbuah dan tidak mempunyai naungan. Dan itu adalah seumpama yang patut bagi akhirat dan tidak bagi dunia. Dan sebahagian dari­padanya sama-sama, berbuah dan bernaungan. Dan sebahagian dari­padanya, tiada satupun daripada keduanya (buah dan bayang- ba- yang), seperti Ummi Ghailan yang merobek-robekkan kain dan tak ada padanya makanan dan minuman. Dan contohnya dari binatang, ialah tikus dan kalajengking, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ
(Yad-'uu laman dlarruhuu aqrabu min naf-'ihi, labi'-sal-maulaa wa labi'-sal-'asyiir).
Artinya : "Dia mendo 'akan kepada sesuatu yang bahayanya lebih dekat dari manfa'atnya; sesungguhnya itulah penolong dan te man yang paling buruk ". S. Al-Hajj, ayat 13.
293

Dan seorang penya'ir bermadah :
Manusia itu berbagai ragam,
apabila engkau merasakan mereka.
Mereka tiada bersamaan, seperti kayu-kayuan tiada soma.
Yang ini berbuah,
manis rasanya................................................................................
Yang itu tidaklah mempunyai rasa dan buahnya".

Maka apabila tiada memperoleh teman, yang dapat diambil menjadi saudara dan mendapat faedah daripadanya, salah satu dau maksud- maksud yang tersebut tadi, maka sendirian adalah lebih utama. Abu Dzar ra. berkata : "Sendirian itu adalah lebih baik daripada mengambil teman duduk orang jahat. Dan teman duduk orang baik, adalah lebih bagus daripada sendirian". Dan perkataan Abu Dzar ini, diriwayatkan sebagai hadits marfu

Adapun keagamaan dan tak ada kefasiqan, maka berfirman Allah Ta'ala :
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ                                                                                                      
(Wattab' sabiila man anaaba ilayya).
Artinya : "Dan turutlah jalan orang yang kembali kepadaku". Surat Luqman, ayat 15.Dan karena menyaksikan kefasiqan dan orang-orang fasiq itu, memudahkan anggapan ringan kepada perbuatan ma'shiat dalam hati. Dan menghilangkari larinya hati daripada kema'shiatan itu.

Berkata Sa'id bin Al-Musayyab : "Janganlah kamu memandang ke­pada orang-orang dzalim! Maka batallah amal perbuatanmu yang baik-baik. Bahkan tak adalah keselamatan dalam bercampur-baur dengan orang-orang dzalim itu. Sesungguhnya keselamatan, adalah pada memutuskan perhubungan dengan mereka".

Allah Ta'ala berfirman :
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا            '
(Wa idzaa khaathabahuiriul-jaahiluuna qaaluu salaamaa). Artinya: "Dan apabila orang-orang yang bodoh menghadapkan perkataan kepada mereka, lalu mereka menjawab : "Selamat". S. Al-Furqan, ayat 63.Pada ayat tadi, disebutkan سَلامًا salaamaa, artinya : selamat. Alif pada : سَلامًا salaamaa (pada tulisan Arabnya), adalah ganti daripada : ه ha. Dan artinya: "Sesungguhnya kami selamat daripada. kedosaan kamu. Dan kamu selamat daripada kejahatan kami". Inilah apa yang kami maksudkan dahulu menyebutkannya dari se­gala pengertian persaudaraan, syarat-syarat dan faedah-faedahnya.
294

Maka hendaklah kita mengulangi menyebutkan hak-hak, keharusan keharusan dan jalan-jalan menegakkan haknya. Adapun orang yang loba kepada dunia, maka berteman dengan dia, adalah racun pembunuh. Karena tabi'at (karakter) manusia itu, ter- tarik untuk menyerupai dan mengikuti. Bahkan karakter itu men­curi dari karakter orang lain, dimanatanpa diketahui oleh orang yang mempunyai karakter itu sendiri. Maka duduk-duduk bersama orang yang loba kepada dunia itu, dapat menggerakkan kelobaan. Dan duduk bersama orang zahid, dapat mendatangkan kezuhudan di dunia. Karena itulah, tiada disukai berteman dengan orang- orang yang mencari dunia. Dan disunnahkan berteman, dengan orang-orang yang gemar pada akhirat.
Berkata'Ali ra. : "Hidupkanlah ketha'atan dengan duduk-duduk bersama orang yang disegani!".
Berkata Ahmad bin Hanbal ra. : "Tiada yang menjatuhkan aku ke dalam bencana, selain karena' berteman dengan orang yang aku tidak malu kepadanya".
Berkata Luqman : "Hai anakku! Duduk-duduklah dengan 'ulama dan berdesak-desaklah kepada mereka dengan kedua lututmu! Karena sesungguhnya hati itu hidup, dengan pengetahuan tinggi (ilmu hikmah), sebagaimana tanah mati hidup dengan banjir dari hujan".
295

bab kedua ; Tentang hak-hak persaudaraan dan pershahabatan.
Ketahuilah, bahwa tali persaudaraan itu mengikatkan diantara dua orang, seperti tali perkawinan diantara suami-isteri. Dan sebagai­mana dikehendaki oleh. perkawinan, akan hak-hak yang wajib di- sempumakan untuk menegakkan hak perkawinan, sebagaimana te­lah disebutkan dahulu pada "Kitab Adab Nikah", maka begitu pula ikatan persaudaraan.

Saudaramu (temanmu) mempunyai hak atasmu, tentang harta dan jiwa, lidah dan hati, dengan kema'afan dan do'a, keikhlasan dan kesetiaan, dengan meringankan, meninggalkan pemberatan dan diberatkan. Yang demikian itu, dikumpulkan oleh delapan hak :

hak pertama tentang harta.
Rasulullah saw. bersabda :
مثل الأخوين مثل اليدين تغسل إحداهما الأخرى (Matsalul-akha waini matsalul-yadaini taghsilu ihdaahumal-ukhraa). Artinya : "Dua orang yang bersaudara itu, adalah seumpama dua tangan, yang satu membasuh yang lain(1)

Sesungguhnya Nabi saw. menyerupakan dua orang bersaudara itu, dengan dua tangan. Tidak dengan tangan dan kaki. Karena kedua­nya itu, tolong-menolong pada sesuatu maksud. Begitu pula kedua orang bersaudara itu, bahwa persaudaraan kedua­nya baru sempurna, apabila keduanya saling tolong-menolong pada sesuatu tujuan. Maka keduanya dari suatu segi, adalah seperti orang yang seorang. Dan ini menghendaki untuk bersama-sama bagi- membagi suka dan duka, bersekutu pada masa depan dan masa sekarang, meningkatkan kekhususan dan pemilihan.

Bantu-membantu dengan harta bersama teman-teman itu, adalah di atas tiga tingkat:
Tingkat yang paling rendah : ialah, bahwa engkau menempatkan teman itu pada tingkat budakmu atau pelayanmu.- Maka engkau
(1) Hadits ini telah diterangkan pada bab yang lalu.
107

melaksanakan hajatnya, daripada keiebihan hartamu. Apabila ia mempunyai suatu hajat keperluan dan ada padamu keiebihan dari hajat keperluanmu sendiri, maka terus engkau berikan kepadanya. Dan tidak engkau memerlukan dia meminta. Jikalau engkau memerlukan dia meminta, maka itu adalah ketele- doran sekali terhadap hak persaudaraan.

Tingkat kedua : ialah, bahwa engkau menempatkan dia pada ting­kat dirimu sendiri. Dan engkau rela mempersekutukannya dengan engkau, pada harta engkau dan menempatkannya pada kedudukan engkau. Sehingga engkau memperbolehkannya bahagian pada harta engkau.
Al-Hasan berkata : "Adalah seorang daripada mereka itu, membelahkan kain sarungnya diantara dia sendiri dan saudaranya (temannya)".
Tingkat ketiga : ialah, yang paling tinggi, bahwa engkau utamakan dia di atas dirimu sendiri. Engkau dahulukan keperluannya di atas keperluanmu. Dan ini adalah tingkat orang-orang shiddiq. Dan derajat yang penghabisan dari orang-orang yang berkasih-kasihan. Dan sebahagian dari buah tingkat ini, ialah mengutamakan juga penyerahan jiwa, sebagaimana diriwayatkan, bahwa telah dibawa segolongan orang-orang Shufi kehadapan sebahagian khalifah- khalifah. Lalu khalifah itu memerintahkan membunuh mereka. Dan dalam golongan mereka itu, terdapat Abul-Husain An-Nuri. Maka iapun bersegera ke muka orang pemegang pedang. Supaya ia menjadi orang pertama yang dibunuh. Lalu ia ditanyakan tentang itu.
Maka ia menjawab : "Aku suka bahwa aku mengutamakan teman-temanku untuk hidup pada detik-detik ini". Sehingga yang demikian itu, menjadi sebab kelepasan mereka semuanya, sebagai­mana tersebut dalam suatu ceritera yang panjang. Jikalau tidak engkau jumpai dirimu pada salah satu tingkat dari tingkat-tingkat tadi bersama saudaramu, maka ketahuilah bahwa ikatan persaudaraan itu tidaklah terbuhul kuat dalam bathin. Dan sesungguhnya yang berlaku diantara kedua kamu, ialah bercampur- bauran resmi, yang tidak jatuh mendalam pada akal dan agama. Maimun bin Mahran berkata : "Barangsiapa rela daripada saudara- saudaranya, meninggalkan keutamaan, maka hendaklah ia bersau­dara dengan orang-orang yang dalam kuburan!". Adapun derajat yang paling rendah, maka tidak pula disenangi oleh orang-orang yang berpegang-teguh pada agama. Diriwayatkan, bah­wa 'Atbah Al-Ghallam, datang ke tempat orang yang telah diambil-nya menjadi saudara (teman). Maka ia berkata : "Aku memerlukan dari hartamu empat ribu" Lalu orang itu menjawab : "Ambillah dua ribu!".nya menjadi saudara (teman). Maka ia berkata : "Aku memerlukan dari hartamu empat ribu" Lalu orang itu menjawab : "Ambillah dua ribu!".

297

Maka 'Atbah Al-Ghallam meninggalkan orang itu, dengan mengata­kan : "Engkau memilih dunia daripada Allah. Apakah engkau tidak malu, bahwa engkau mendakwakan persaudaraan pada jalan Allah (fi'llah) dan engkau mengatakan kata-kata itu tadi?". Dan orang yang berada dalam persaudaraan, pada tingkat yang ter- rendah itu, seyogialah engkau tidak bergaul dengan dia di dunia ini. Abu Hazim berkata : "Apabila engkau mempunyai teman pada jalan Allah, maka janganlah engkau bergaul dengan dia, pada urusan- urusan duniamu!".
Sesungguhnya Abu Hazim bermaksud dengan yang demikian, ialah orang yang ada pada tingkat yang tersebut.

Adapun tingkat yang tertinggi, ialah yang disifatkan oleh Allah Ta'ala, akan orang-orang mu'min dengan firman-Nya :
فَجُمِعَ السَّحَرَةُ لِمِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ
(Wa amruhum syuuraa bainahum wa minima razaqnaahum yun- fiquun).
Artinya : "Urusan mereka (dilakukan) dengan permusyawaratan diantara mereka dan mereka yang menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka"; S. Asy-Syura, ayat 38. Artinya : adalah mereka mencampur-baurkan harta sesama mereka. Sehingga tidak dapat diperbedakan oleh sebahagian mere­ka akan kendaraannya dari sebahagian yang lain. Dan ada sebaha­gian dari mereka, tidak mau berteman dengan orang yang mengata- takan : "Ini alas kakiku". Karena disandarkannya, barang itu kepa­da dirinya sendiri.

Fathul-Maushuli datang ke tempat temannya dan kebetulan teman - nya itu tidak ada di rumah. Lalu Fathul-Maushuli menyuruh isteri temannya, mengeluarkan peti uang. Maka isteri temannya itu me- ngeluarkan peti uangnya. Lalu Fathul-Maushuli membukakannya dan mengambil menurut hajat keperluannya. Maka budak temannya itu menerangkan kepada tuannya. Lalu te­man itu menjawab : "Jikalau engkau itu benar, maka engkau mer- deka karena Allah". Karena kegembiraan dengan apa yang diper- buat oleh Fathul-Maushuli tadi.
Seorang laki-laki datang kepada Abu Hurairah ra. seraya berkata : "Saya ingin bersaudara dengan engkau pada jalan Allah (fi'llah)".
298

Maka Abu Hurairah menjawab : "Tahukah engkau, apakah hak bersaudara itu?".
Orang itu menjawab : "Beritahukanlah kepadaku akan hak itu!". Abu Hurairah menerangkan : "Bahwa tidaklah engkau lebih ber­hak dengan dinarmu dan dirhammu daripadaku". Orang itu menyambung : "Aku tidak akan sampai kepada tingkat itu".

Lalu Abu Hurairah berkata : "Pergilah daripadaku!". 'Ali bin Al-Husain ra. berkata kepada seorang laki-laki : "Adakah seorang kamu memasukkan tangannya ke dalam lengan baju te- mannya atau ke dalam saku bajunya, lalu ia mengambil daripada­nya, apa yang dikehendakinya, dengan tidak seizinnya?". Laki-laki itu menjawab : "Tidak!".

Lalu 'Ali bin Al-Husain ra. menyambung : "Kalau begitu, tidaklah kamu b er saudar a''.

Suatu kaum datang kepada Al-Hasan ra. Lalu mereka bertanya : "Hai Abu Sa'id! id Sudahkah engkau mengerjakan shalat?". Maka Al-Hasan menjawab : "Sudah!".

Lalu mereka itu menyambung : "Sesungguhnya orang-orang pasar itu, tidaklah nanti mengerjakan shalat".

Al-Hasan ra. lalu bertanya : "Siapakah yang mengambil agamanya dari orang-orang pasar? Telah sampai berita kepadaku, bahwa seorang dari mereka tidak mau memberikan kepada temannya uang sedirham".

Al-Hasan mengucapkan kata-kata tadi,.. seperti orang yang merasa heran, dari yang demikian itu.

Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham ra., di mana Ibrahim bin Adham ra. ingin mengunjungi Baitul Maqdis. Orang itu berkata : "Sesungguhnya aku ingin menemanimu!". Ibrahim bin Adham menjawab kepada orang itu : "Atas dasar, bah­wa adalah aku, yang lebih berhak memiliki barangmu, daripadamu!". Orang itu menyahut: "Tidak!".

Maka Ibrahim bin Adham menyambung: "Amatlah mengherankan aku, oleh kebenaranmu!".

Orang itu menerangkan lebih lanjut: "Adalah Ibrahim bin Adham ra. apabila ditemani oleh seseorang, ia tidak akan berselisih dengan orang itu. Dan ia tidak akan berteman, kecuali dengan orang yang sesuai dengan dia".

(1) Panggilan kepada Al-Hasan ra.
299;

Ibrahim bin Adham ditemani oleh seorang laki-laki penjual tali sepatu. Lalu pada suatu tempat, ada orang menghadiahkan kepada Ibrahim, se piring roti hancur berkuah. Maka Ibrahim membuka karung temannya dan mengambil seikat tali sepatu dan diletakkan- nya dalam piring. Dan dikembalikannya piring itu kepada orang yang menghadiahkan roti berkuah tadi.

Tatkala temannya datang, lalu bertanya : "Manakah tali sepatu itu?".
Ibrahim menjawab : "Telah menjadi roti hancur berkuah, yang te­lah aku makan".
Teman itu menjawab : "Hendaknya engkau berikan dua atau tiga potong tali saja".
Ibrahim menyahut : "Ma'afkanlah, niscaya engkau akan dima'af- kan!".

Pada suatu kali, Ibrahim bin Adham memberikan seekor keledai kepunyaan temannya, tanpa izin teman itu, kepada seorang laki- laki yang dilihatnya berjalan kaki. Tatkala teman itu datang, maka teman itu berdiam diri. Dan ia suka dengan yang demikian.

Ibnu 'Umar ra. berkata : "Aku hadiahkan kepada salah seorang shahabat Rasulullah saw. kepala kambing. Lalu shahabat itu ber­kata : "Saudaraku Anu lebih berhajat daripadaku kepada kepala kambing ini". Lalu orang itu mengirimkan kepala kambing terse­but kepada si Anu itu. Maka orang tersebut mengirimkan kepala kambing itu kepada orang lain. Maka senantiasalah kepala kambing itu, dikirim oleh yang seorang kepada seorang yang Iain. Se­hingga kembalilah kepada yang pertama, setelah berpindah tangan sampai tujuh orang.

 
Diriwayatkan bahwa Masruq mempunyai banyak hutang dan te­mannya Khaitsamah juga mempunyai hutang. Maka teman itu menerangkan, bahwa Masruq lalu pergi membayar hutang Khaitsa­mah, sedang Khaitsamah tiada mengetahuinya. Dan Khaitsamah pergi membayar hutang Masruq, sedang Masruqpun tiada menge­tahuinya.

Tatkala Rasulullah saw. mempersaudarakan antara Abdur Rahman bin 'Auf dan Sa'id bin Ar-Rabi', lalu Abdur Rahman mengutamakan Sa'id bin Ar-Rabi', dengan harta dan jiwanya. Abdur Rahman berkata : "Diberkati oleh Allah kiranya bagimu pada keduanya itu (harta dan jiwa)!".(1)

(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Anas.
300;

Sa'id bin Ar-Rabi1 mengutamakan Abdur Rahman dengan apa yang diutamakan Abdur Rahman kepadanya. Dan seakan-akan Sa'id bin Ar-Rabi' menerimanya, kemudian mengutamakan Abdur Rahman dengan barang tersebut. Dan itu adalah persamaan. Dan permulaan, ialah mengutamakan. Dan mengutamakan itu adalah lebih utama daripada persamaan.

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani : "Jikalau dunia semuanya bagiku, maka aku letakkan ke dalam mulut salah seorang dari teman- temankuT Supaya aku bebaskan dunia itu untuk teman itu". Abu Sulaiman Ad-Darani berkata pula : "Sesungguhnya aku suap- kan sesuap makanan kepada salah seorang dari teman-temanku. Maka aku memperoleh rasanya padahulqumku (kerongkonganku)"

Dan tatkala mengeluarkan perbelanjaan kepada saudara-saudara itu, lebih utama daripada bersedekah kepada fakir-miskin, maka 'Ali ra. berkata : "Sesungguhnya dua puluh dirham aku berikan kepada temanku pada jalan Allah (temanku fi'llah), lebih aku sukai daripada aku bersedekah setarus dirham kepada orang-orang miskin".

Dan'Ali ra. berkata pula : "Sesungguhnya aku perbuat segan- tang makanan dan aku kumpulkan teman-temanku fi'llah pada makanan itu, adalah lebih aku sukai daripada memerdekakan se­orang budak".

Dan seluruh shahabat mengikuti Rasulullah saw. tentang menguta­makan teman. Beliau masuk ke tempat pohon-pohonan bersama beberapa orang shahabatnya. Lalu beliau mengambil dari pohon- pohonan itu, dua potong kayu penyikat gigi (sugi). Yang satu bengkok dan yang satu lagi lurus. Lalu beliau serahkan yang lurus itu kepada shahabatnya.

Maka shahabat itu berkata kepadanya : "Wahai Rasulullah! Demi Allah, engkau kiranya yang lebih berhak dengan yang lurus, dari­pada aku".
Nabi saw. menjawab : "Tiadalah seorang teman yang menemarii seseorang teman, walaupun sesa'at dari hari, melainkan ditanyakan tentang pershahabatannya itu, adakah ia menegakkan pada persha­habatan itu, akan hak Allah atau ia menyianyiakannya?". (1)

Maka dengan sabda itu, Nabi saw. mengisyaratkan bahwa mengu­tamakan teman, adalah menegakkan hak Allah pada pershahabatan. Rasulullah saw. pergi ke sumur dan beliau mandi pada sumur itu.

(1) Menurut Al-Iraqi. beliau tidak memperoleh hadits ini.
301

Lalu Hudzaifah bin Al-Yaman memegang kain dan berdiri menutup- kan Rasulullah saw. sehingga beliau selesai mandi. Kemudian, du- duklah Hudzaifah untuk mandi. Lalu Rasulullah saw. memegang kain dan berdiri menutupkan Hudzaifah dari mata orang banyak. Hudzaifah tidak mau, seraya berkata : "Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah! Janganlah engkau berbuat ini!". Rasulullah saw. tidak mau, melainkan terus menutupkannya dengan kain, sehingga Hudzaifah selesai mandi". u> Nabi saw. bersabda : "Tiada sekali-kali berteman dua orang, mela­inkan adalah yang lebih disukai Allah, ialah yang lebih kasih-sayang- nya kepada temannya". (2)

Diriwayatkan, bahwa Malik bin Dinar dan Muhammad bin Wasi' masuk ke tempat Al-Hasan. Dan waktu itu Al-Hasan tidak ada di rumah. Lalu Muhammad bin Wasi' mengeluarkan sebuah keranjang yang berisi makanan, dari bawah tempat tidur Al-Hasan. Dan terus memakannya.

Maka Malik menegur Muhammad : "Cegahkanlah tanganmu, sehing­ga datang yang puny a rumah!".Muhammad tiada memperhatikan perkataan Malik dan ia terus makan. Dan adalah Malik lebih lapang dan lebih baik budi-pekerti- nya daripada Muhammad.

Maka masuklah Al-Hasan seraya berkata : "Wahai teman! Begitu lah adanya kita, tiada malu diantara kita sesama kita. Sehingga tampaklah engkau dan shahabat-shahabat engkau". Al-Hasan mengisyaratkan dengan itu, bahwa berlapang dada pada rumah teman, adalah setengah daripada kebersihan pada persau­daraan. Bagaimana tidak?

Allah Ta'ala berfirman : "Atau rumah kawan-kawanmu". Dan Allah Ta'ala berfirman (sebelum firman yang tadi): "Atau rumah yang kuncinya kepunyaan kamu". (kedua firman tadi adalah pada S. An-Nur, ayat 61).

Karena adalah teman itu menyerahkan kunci rumahnya kepada temannya. Dan menyerahkan urusan menurut yang diingininya. Dan adalah temannya merasa berkeberatan daripada makan, dise­babkan ketaqwaan. Sehingga diturunkan oleh Allah Ta'ala ayat yang tersebut tadi. Dan diizinkan kepada mereka berlapang dada pada makanan saudara dan teman.

(1)Menurut Al-Iraqi, beliau juga tidak memperoleh hadits ini.
(2)Hadits ini telah diterangkan dahulu.
302

hak kedua : tentang menolong dengan jiwa pada penunaian
segala keperluan dan pelaksanaannya sebelum di- minta dan mendahufukannya di atas hajat-hajat yang tertentu.Dan ini juga, mempunyai derajat-derajat, sebagaimana pada mem­beri pertolongan dengan harta.

Maka yang paling rendah daripadanya, ialah tegak melaksanakan keperluan teman, ketika diminta dan mampu. Tetapi dengan diser- takan wajah yang tersenyum, gembira, melahirkan kesenangan dan menerimakan kenikmatan.
Setengah mereka berkata : "Apabila engkau meminta kepada saudaramu sesuatu keperluan, maka tidak dilaksanakannya. Lalu ingat- kanlah dia kali kedua; karena mungkin ia telah lupa. Jikalau tidak dilaksanakan juga, maka bertakbirlah kepadanya. Dan bacalah ayat
وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ                                                                                  
(Wal-mautaa yab-'atsuhumullaah).Artinya : "Dan orang-orang yang mati, akan dibangkitkan oleh Al­lah". Surat Al-An'am, ayat 36.
Ibnu Syabramah melaksanakan suatu keperluan besar bagi sebaha­gian temannya. Lalu teman itu datang membawa hadiah. Maka Ibnu Syabramah bertanya : "Apa ini?".
Teman itu menjawab : "Untuk yang telah engkau bermurah hati kepadaku".Maka Ibnu Syabramah menyambung: "Ambillah hartamu! Kiranya Allah mengumiakan kepadamu ke'afiatan! Apabila engkau memin­ta kepada saudaramu sesuatu keperluan, maka ia tidak menyung- guhkan dirinya pada melaksanakan keperluan itu, maka berwudlu- lah untuk shalat! Dan bertakbirlah kepadanya empat kali takbir ! Dan hitungkanlah dia dalam golongan orang-orang yang telah mati!". Berkata Ja'far bin Muhammad : "Sesungguhnya aku bersegera me­laksanakan keperluan musuh-musuhku. Karena takut nanti aku tolak permintaan mereka. Maka mereka tidak memerlukan lagi kepadaku".
Ini, adalah terhadap musuh! Maka bagaimana pula terhadap teman? Dan adalah dalam kalangan salaf, orang yang menghabiskan harta­nya kepada keluarga dan anak-anak temannya, sesudah teman itu meninggal, selama empat puluh tahun. Ia bangun melaksanakan
303

keperluan mereka. Dan tiap-tiap hari bulak-balik kepada mereka dan membelanjai mereka dari hartanya. Maka adalah mereka tiada me­rasa ketiadaan ayah. Hanya diri ayahnya saja yang tidak ada. Bahkan mereka melihat dari sikap yang menolong itu, apa yang tiada pernah dilihatnya dari ayahnya sewaktu ayahnya masih hidup. Dan salah seorang dari mereka pulang-pergi ke pintu rumah teman­nya, menanyakan dan mengatakan : "Adakah kamu mempunyai minyak? Adakah kamu mempunyai garam? Adakah kamu mem­punyai sesuatu keperluan? Dan ia bangun melaksanakan keperluan itu, di mana teman itu sendiri tiada mengetahuinya.
Dan dengan ini, lahirlah kekasih-sayangan dan persaudaraan. Apabila tidak berbuah kekasih-sayangan, sehingga ia kasih-sayang kepada temannya seperti ia kasih-sayang kepada dirinya sendiri, maka tak adalah kebajikan pada kekasih-sayangan itu. Maimun bin Mahran berkata : "Orang yang tiada engkau mempero­leh manfa'at dengan pershahabatannya, niscaya tidaklah menda- tangkan kemelaratan kepada engkau oleh permusuhannya".

Nabi saw. bersabda :
ألا وإن لله أواني في أرضه وهي القلوب فأحب الأواني إلى الله تعالى أصفاها وأصلبها وأرقها أصفاها من الذنوب وأصلبها في الدين وأرقها على الإخوان(Alaa wa inna lillaahi awaaniya fii ardlihi wa hiyal-quluubu. Fa-ahabbul-awaani ilallaahi Ta'aalaa ashfaahaa wa ash-labuhaa wa araqquhaa).Artinya : "Ketahuilah! Bahwa Allah Ta'ala mempunyai bejana-bejana di bumi-Nya, yaitu : hati. Maka bejana yang paling disukai Allah Ta'ala, ialah yang paling bersih, yang paling keras dan yang paling halus". (1)
Yang paling bersih =dari dosa, yang paling keras= pada agama dan yang paling halus= kepada teman.Kesimpulannya, maka seharuslah adanya keperluan temanmu, se­perti keperluanmu sendiri. Atau lebih penting daripada keperluanmu. Dan adalah kamu melaiadakan yang lain, untuk waktu-waktu keper­luan teman. Tidak melalaikan segala hal-ihwal teman, sebagaimana kamu tidak melalaikan segala hal dirimu sendiri. Dan engkau tidak memerlukan dari teman itu, meminta-minta dan melahirkan keper­luan kepada pertolongan. Tetapi engkau bangun menegakkan ke- perluannya, seakan-akan engkau tiada mengetahui telah menegak­kan keperluan teman. Dan engkau tiada melihat bagi dirimu sendiri akan sesuatu hak, disebabkan engkau menegakkan keperluan teman.
(1 ) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abu "Utbah Al-Khaulani, isnadnya bagus.
304

Tetapi engkau memperoleh kenikmatan, disebabkan diterimanya usaha engkau pada hak teman itu dan bangun engkau mengurus urusannya. Dan tiada seyogyalah engkau menyingkatkan pada menunaikan hajatnya saja, tetapi engkau bersungguh-sungguh pada permulaannya; dengan memuliakannya tambah-bertambah, mengu­tamakan dan mendahulukannya di atas kaum kerabat dan anak sen­diri.
Adalah Al-Hasan berkata: "Teman-teman kita adalah lebih kita ka- sihi dari iceluarga dan anak-anak kita. Karena keluarga kita mengi- ngatkan kita kepada dunia dan teman-teman kita mengingatkan kita kepada akhirat".
Al-Hasan berkata : "Barangsiapa mengantarkan jenazah temannya fi'llah, niscaya diutuskan oleh Allah para malaikat dari bawah 'Arasy- Nya, yang akan mengantarkannya ke sorga". Pada atsar tersebut : "Tiadalah seseorang mengunjungi temannya fi'llah, karena ingin menjumpainya, melainkan ia dipanggil oleh ma­laikat dari belakangnya : "Engkau baik dan sorga baik untuk eng­kau!".
Atha' berkata : "Habiskanlah waktumu untuk temanmu, sesudah teman itu mempunyai tiga perkara : jikalau mereka itu sakit, maka kunjungilah! Atau mereka banyak pekerjaan, maka berilah perto­longan! Atau mereka lupa maka peringatkanlah!". Dan diriwayatkan : "Bahwa Ibnu 'Umar berpaling ke kanan dan ke kiri, dihadapan Rasulullah saw. Lalu beliau menanyakannya yang demikian. Maka Ibnu 'Umar menjawab. : "Aku mencintai seorang laki-laki, maka aku mencarinya dan tiada aku melihatnya".

Lalu Nabi saw. bersabda :
إذا أحببت أحدا فسله عن اسمه واسم أبيه وعن منزله فإن كان مريضا عدته وإن كان مشغولا أعنته(Idzaa ahbabta ahadan fasalhu 'anismihi wasmi abiihi wa 'an manzi- lihi fain kaana mariidlan 'udtahu wain kaana masyghuulan a-'anatahu).Artinya : "Apabila engkau mencintai seseorang, maka tanyakanlah namanya, nama ayahnya dan tempatnya. Maka jikalau ia sakit, engkau berkunjung kepadanya. Dan jikalau ia banyak pekerjaan, engkau berikan kepadanya pertolongan ". (1) Dan pada riwayat yang lain : "Engkau tanyakan nama neneknya dan nama keluarganya".

(1) Dirawikan Al-Kharaithi dan Al-Baihaqi. dengan sanad dia'if.
305

Berkata Asy-Sya'bi tentang orang yang duduk-duduk dengan orang, lalu mengatakan : "Aku kenal mukanya dan tidak aku kenal namanya", bahwa itu, adalah kenalan orang bodoh. Ada orang menanyakan kepada Ibnu Abbas : "Siapakah orang yang paling engkau cintai?".

Ibnu Abbas menjawab : ".Orang yang menjadi teman dudukku". Dan Ibnu Abbas meneruskan : "Tiadalah pulang-pergi seorang laki- laki ke tempatku tiga kali, tanpa ada keperluannya kepadaku, ma­ka tahulah aku, apakah pembalasannya dari dunia". Sa'id bin Al-Ash berkata : "Teman dudukku mempunyai padaku tiga perkara : apabila ia mendekati, niscaya aku sambut kedatang- annya. Apabila ia berbicara, niscaya aku perhatikan pembicaraan- nya. Dan apabila ia duduk, niscaya aku luaskan tempat baginya". Allah Ta'ala berfirman :
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
(ruhamaa-u bainahum).
Artinya : "Bersifat kasih-sayang antara sesama mereka". S. Al- Fath, ayat 29, adalah isyarat kepada kekasih-sayangan dan pemuliaan.Dan setengah dari kesempumaan kasih-sayang, ialah tidak sendirian dengan makanan yang enak atau datang pada suatu hak kegembiraan, tanpa temannya. Tetapi merasa sedih karena berpisah dengan teman dan merasa sepi dengan sendirian, jauh dari teman.

hak ketiga : tentang lidah, sekali dengan : diam dan kali yang lain, dengan ibicara.
Adapun diam ialah : Diam daripada menyebutkan kekurangan- kekurangan teman, di belakang atau di muka teman. Tetapi membuat diri tidak tahu dalam hal itu. Dan diam daripada menolak mengenai apa yang diperkatakan teman. Tidak melawan dan tidak bertengkar dengan teman. Dan berdiam diri daripada mengintip dan menanyakan kepada teman.Apabila melihat teman di jalan atau pada suatu keperluan, niscaya tiada dimulai pembicaraan, dengan menyebutkan maksudnya: da­ri tempat mana datangnya dan ke tempat mana akan didatangi. Dan tidak menanyakan teman tentang itu. Karena kadang-kadang teman itu, merasa berat menyebutkannya atau memerlukan kepada berdusta.
306

Dan hendaklah berdiam diri, daripada menyebutkan rahasia-rahasia teman, yang dibisikkan kepadanya! Dan tidaklah sekali-kali dibi- sikkan kepada orang lain dan tidak kepada teman-temannya yang terkhusus. Dan tidaklah dibuka sedikitpun dari rahasia-rahasia itu, walaupun setelah putus pershahabatan dan perhubungan bathin. Karena yang demikian itu, adalah termasuk tabi'atyang tercela dan bathin yang kotor.
Dan hendaklah berdiam diri, dari kekurangan-kekurangan teman, keluarga dan anaknya. Dan berdiam diri pula, daripada menceri- terakan Sekurangan orang lain kepadanya. Karena yang mencaci engkau, ialah orang yang menyampaikan itu kepada engkau. Anas berkata : "Adalah Nabi saw. tidak menghadapkan mukanya kepada seseorang, dengan sesuatu yang tiada disukainya". Dan hal yang menyakitkan itu, mula-mula terjadi daripada yang menyam­paikan, kemudian daripada yang mengatakan". (1)

Benar, tiada seyogialah menyembunyikan apa yang didengar dari pujian kepada teman. Karena kegembiraan dengan yang demikian, mula-mula terjadi adalah daripada yang menyampaikan pujian itu. Kemudian daripada yang mengatakan. Dan menyembunyikan yang demikian itu, adalah termasuk dengki.
Kesimpulannya, hendaklah berdiam diri daripada tiap-tiap perka­taan yang tiada menyenangkan teman, secara keseluruhan dan secara terperinci. Kecuali apabila harus diperkatakan, mengenai amar ma*ruf atau nahi munkar. Dan tidaklah diperoleh dalam hal ini, pembolehan berdiam diri. Karena itu, tidaklah dihiraukan de­ngan tiada senangnya teman. Sesungguhnya yang demikian, pada hakekatnya, adalah : ihsan (berbuat baik) kepada teman, walau­pun teman itu menyangka, bahwa yang demikian, adalah perbuatan jahat pada dhahirnya.

Adapun menyebutkan keburukan-keburukan dan kekurangan- kekurangan teman dan keburukan-keburukan keluarganya, maka itu termasuk : upatan. Dan adalah haram pada hak tiap-tiap orang muslim. Dan engkau diperingatkan dari itu oleh dua perkara :

Pertama : bahwa engkau memperhatikan keadaan dirimu sendiri. Kalau engkau memperoleh pada dirimu, suatu hal yang tercela, maka pandanglah enteng atas dirimu, akan apa yang engkau lihat pada temanmu!. Dan umpamakanlah, bahwa teman itu lemah daripada menguasai dirinya pada perkara yang satu itu, sebagai­mana engkau lemah dari apa yang mencoba kepadamu. Dan tidak­lah engkau memandang berat, dengan perkara yang satu, yang tercela itu. Maka manakah orang yang bersih? Dan tiap-tiap yang tidak engkau peroleh dari dirimu tentang hak Allah, maka janganlah itu engkau tunggu dari temanmu, tentang hak dirimu sendiri. Ka­rena tidaklah hakmu di atas teman itu, lebih banyak daripada hak Allah di atas dirimu.

(1) Dirawikan Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa-i. dengan sanad dla'if.
307

Kedua : sesungguhnya engkau mengetahui, bahwa kalau engkau mencari orang yang bersih dari tiap-tiap kekurangan, niscaya engkau akan mengasingkan diri daripada makhluq seluruhnya. Dan tidak akan engkau peroleh sekali-kali orang yang akan engkau ambil menjadi teman. Tiada seorangpun daripada manusia, melainkan mempunyai kebaikan dan keburukan.

Apabila kebaikan mengalahkan keburukan, maka itulah tujuan dan kesudahan. Orang mu'min yang mulia, selalu mendatangkan pada dirinya kebaikan temannya. Supaya tergeraklah dari hatinya rasa pemuliaan, kekasih-sayangan dan penghormatan. Adapun orang munafiq yang terkutuk, maka selamanya memper- hatikan keburukan dan kekurangan orang.

Ibnul-Mubarak berkata : "Orang mu'min itu, mencari hal-hal yang dapat dima'afkan, orang munafiq itu, mencari hal-hal yang terlanjur".

Al-Fudlail berkata : "Orang yang berjiwa pemuda, ialah yang mema'afkan segala ketelanjuran teman". Dan karena itulah

Nabi saw. bersabda :
استعيذوا بالله من جار السوء الذي إن رأى خيرا ستره وان رأى شرا أظهره

(Ista-'iidzuu billaahi minjaaris-suu-illadzii inra-aa khairan satarahu wain ra-aa syarran adh-harah).Artinya : "Berlindunglah dengan Allah dari tetangga yang jahat, di mana kalau ia melihat yang baik, disembunyikannya dan kalau dilihatnya yang buruk, dilahirkannya". (1)

Dan tiada seorangpun, melainkan mungkin dipandang baik hal ihwalnya, dengan keadaan yang ada padanya dan mungkin pula dipandang buruk.
Diriwayatkan : "Bahwa seorang laki-laki memuji seseorang dihadapan Rasulullah saw. Maka pada keesokan harinya dicacinya. Lalu Nabi saw. bersabda : "Kemarin engkau pujikan dia dan hari ini engkau cacikan dia".

(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
308

Lalu orang itu menjawab : "Demi Allah! Sesungguhnya aku benar terhadap orang itu kemaren. Dan aku tidak berdusta terhadap dia hari ini, Sesungguhnya kemaren, ia menyukakan aku, lalu aku me­ngatakan : Amat baiklah apa yang aku ketahui padanya Dan pada hari ini,ia membuat kemarahanku, lalu aku mengatakan : "Amat buruklah apa yang aku ketahui padanya.

Maka Nabi saw, bersabda :"Sesungguhnya setengah dari penjelasan itu mengandung sihir". Seakan-akan Nabi saw. tidak menyukai yang demikian. Lalu beliau menyerupakannya dengan sihir".(1) Dan karena itulah Nabi saw. bersabda pada hadits yang lain :
البذاء و البيان شعبتان من النفاق
(Al-badzaa-u wal-bayaanu syu'-bataani minan-nifaaq),
Artinya : "Perkataan keji dan perkataan jelas, adalah dua cabang dari nifaq (kemunafiqan )(2)Dan pada hadits lain : "Sesungguhnya Allah tiada menyukai bagi kamu penjelasan, seluruh penjelasan".

Begitu pula, Imam Asy-Syafi'i ra berkata : "Tiada seorangpun dari kaum muslimin yang menthaati Allah dan tiada mengerjakan ma'­shiat kepada-Nya. Dan tiada seorangpun yang berbuat ma'shiat kepada Allah dan tiada mentha'ati-Nya. Maka barangsiapa, ketha- atannya lebih banyak daripada kema'shiatannya, maka dia itu, adalah orang adil".

Apabila yang seperti ini, dijadikan adil terhadap hak Allah, maka untuk memandangnya adil terhadap laak dirimu sendiri dan yang dikehendaki oleh teman-temanmu, adalah lebih utama lagi* Sebagaimana harus engkau diam dengan lidah engkau, dari segala keburukan teman, maka harus pula engkau diam dengan hati eng­kau. Yaitu : dengan meninggalkan buruk sangka. Buruk sangka itu adalah upatan dengan hati. Dan itu dilarang juga. Dan batasnya ialah bahwa tiada engkau bawa perbuatan teman kepada segi yang buruk. Sedapat mungkin, engkau bawa kepada segi yang baik.
Adapun yang terbuka jelas dengan keyakinan dan penyaksian, maka tidak mungkin engkau tiada mengetahuinya. Dan haruslah engkau bawa apa yang engkau saksikan itu, kepada kelengahan dan kelupaan teman, jikalau mungkin.
Dan sangkaan itu terbagi kepada : apa yang dinamakan : secara fira- sat (tafarrus). Yaitu : yang disandarkan kepada sesuatu tanda (alamat)
(1)Dirawikan Ath-Thabrani dari A I-Hakim dari Abi Bakrah.
(2)Dirawikan At-Timudi dan Al-hakim dari Abi A mamah. dengan sanad dla’if.
309

Maka yang demikian itu, menggerakkan sangkaan secara rau- dah, yang tiada sanggup menolaknya. Dan kepada : apa yang sum- ber kejadiannya dari buruk i'tiqad engkau kepadanya. Sehingga timbul daripadanya, perbuatan yang mempunyai dua segi. Lalu engkau dibawa oleh jahat i'tiqad tadi padanya, kepada menempat- kannya : pada segi yang lebih buruk, tanpa tanda yang menentukan demikian.
Dan yang demikian itu, adalah penganiayaan dengan bathin kepada teman. Dan yang demikian itu, haram terhadap hak tiap-tiap mu'min.
Karena Nabi saw. bersabda :
إن الله قد حرم على المؤمن من المؤمن دمه وماله وعرضه وان يظن به ظن السوء
(Innallaaha qad-harrama 'alal-mu'mini minal mu'mini damahu wa maa lahu wa 'irdlahu wa an yadhunna bihi dhannas-suu-i). Artinya : "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas orang mu'min, dari orang mu'min : darahnya, hartanya, kehormatannya dan me nyangkakannya dengan sangkaan buruk".(1)

Nabi saw. bersabda : "Awaslah dari sangkaan, karena sangkaan itu lebih dusta daripada pembicaraan". (2)
Jahat sangka itu membawa kepada : mengintip-intip (at-tajassus) dan menengok-nengok (at-tahassus). Dan Nabi saw. bersabda :
لا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تقاطعوا و لاتدابروا وكونوا عباد الله إخوانا
(Laa tahassasuu wa laa tajassasuu wa laa taqaatha-'uu wa laa tadaa- baruu wa kuunuu 'ibaadallaahi ikhwaanaa).Artinya: "Janganlah kamu melakukan at-tahassus, janganlah kamu melakukan at-tajassus, janganlah kamu putus-memutuskan silaturrahim, janganlah kamu belakang-membelakangi dan adalah kamu hamba Allah yang bersaudara!". (3)

At-tajassus, التجسس ialah mengintip-intip mencari-cari berita, Dan at-tahas­susالتحسس ,  ialah mengintip-intip dengan mata (menengok-nengok). Maka menutup kekurangan teman, bersikap tidak tahu-menahu dan tidak memperhatikan kepada kekurangan-kekurangan itu, adalah : tanda orang beragama. Dan mencukupilah bagi anda, kiranya peringatan kepada sempurnanya tingkatan pada menutupkan kekejian dan melahirkan keelokan, bahwa Allah Ta'ala disifatkan dengan de­mikian pada do'a, di mana orang membacakan do'anya :

(1)             Dirawikan Al-Hakim dari Inbu Abbas. Dan menurut Abu 'Ali An-Naisaburi, ini bu­kan sabda Nabi saw. tetapi ucapan Ibnu 'Abbas.
(2)Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
(3)Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
310

يا من أظهر الجميل وستر القبيح
(Yaa-man adh-haral-jamiila wa sataral-qabiih).Artinya: "Wahai Yang Melahirkan keelokan dan Yang Menutupkan keburukan!".

Yang direlai pada sisi Allah, ialah orang yang من تخلق berakhlaq dengan بأخلاقه akhlaq-Nya. Sesungguhnya la yang menutupkan segala kekurangan, yang mengampunkan segala dosa dan yang melepaskan segala hamba. Maka bagaimanakah engkau tidak melepaskan orang yang seperti engkau sendiri atau yang di atas engkau Dan tidaklah dia itu dalam segala hal, budak engkau dan makhluq engkau.

Nabi Isa as. bersabda kepada para shahabatnya : "Apakah yang eng­kau perbuat apabila engkau melihat temanmu tidur dan angin telah membuka kainnya dari tubuhnya?".
Mereka menjawab : "Kami tutupkan dan selimutkan dia".
Nabi Isa as. menyambung : "Tetapi engkau membuka auratnya".
Mereka menjawab : "Subhaanallaah! Siapakah yang berbuat demikian?".
Maka Nabi Isa as. menyahut : "Seseorang dari kamu mendengar se patah kata mengenai saudaranya. Lalu ia menambahkannya dan menyiarkannya dengan yang lebih besar dari itu". Ketahuilah kiranya, bahwa tiada sempurna iman seseorang, selama ia tiada mencintai saudaranya, akan apa yang dicintainya bagi dirinya sendiri. Dan sekurang-kurangnya derajat persaudaraan itu, bah­wa ia bergaul dengan saudaranya, dengan apa yang disukainya, bah­wa saudaranya itu bergaul dengan dia Dan tak ragu lagi, bahwa ia menunggu dari saudaranya itu, menutupkan auratnya, berdiam diri di atas segala keburukan dan kekurangannya. Dan jikalau lahirlah daripada saudaranya itu berlawanan daripada apa yang ditungguinya, niscaya bersangatanlah kekesalan hati dan kemarahannya ke­pada saudaranya itu.

Alangkah jauhnya, apabila yang ditungguinya dari teman, apa yang tidak terkandung dalam hatinya (dlamirnya) untuk teman dan tidak dicita-citakannya ke atas teman, karena berteman. Dan azab sengsa- ralah baginya, yang tersebut dalam nash (dalil yang tegas), dalam Kitab Allah Ta'ala, di mana Ia berfirman :

وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ, الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ, وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ

 (Wailun lilmuthaffifiinal-ladziina idzaktaaluu 'alannaasi yastaufuun. Wa idzaa kaaluuhum au wazanuuhum yukhsiruun).Artinya : "Celakalah bagi orang-orang yang menipu. Apabila mere­ka menyukat dari orang lain (untuk dirinya) dipenuhkannya (sukatan). Tetapi apabila mereka menyukat untuk orang lain atau menim- bang untuk orang lain, dikuranginya S. Al-Muthaffifiin, ayat : 1, 2, 3.

311

Dan tiap-tiap orang yang meminta daripadanya keinsyafan, lebih banyak daripada apa yang diperbolehkan oleh dirinya sendiri, ada­lah termasuk dalam kehendak ayat tersebut tadi. Dan sum ber kelalaian pada menutupkan aurat atau berusaha pada membukakannya, ialah penyakit yang tertanam dalam bathin.

Yaitu : dengki dan busuk hati. Maka sesungguhnya orang yang dengki, yang busuk hati itu, memenuhi bathinnya dengan kekejian. Tetapi ditahan nya dalam bathinnya, disembunyikannya dan tidak dilahirkannya, manakala belum diperolehnya jalan. Dan apabila diperoleh nya kesem pa tan, niscaya terbukalah ikatan, terangkatlah malu dan bocorlah bathinnya dengan kekejian yang tertanam itu. Manakala bathin iclah terlipat di atas kedengkian dan kebusukan hati, maka yang lebih utama, ialah memutuskan hubungan dengan orang itu.

Berkata setengah ahli hikmat (hukama') : "Cacian yang terang ada­lah lebih baik daripada kedengkian yang tersembunyi. Dan tidaklah bertambah kehalusan orang-orang yang dengki itu, melainkan keli­aran hati daripadanya. Dan orang yang dalam kedengkian kepada orang muslim, maka imannya adalah lemah, keadaannya adalah membahayakan dan hatinya adalah busuk, tidak patut untuk menjumpai Allah.

Sesungguhnya diriwayatkan oleh Abdur Rahman bin Jubair bin Nufair dari ayahnya, bahwa ayahnya itu berkata : "Adalah aku di negeri Yaman dan mempunyai tetangga seorang Yahudi yang menceriterakan kepadaku tentang Taurat. Yahudi itu mengemukakan kepadaku, dari salah satu bahagian dari kitab tadi. Lalu aku menjawab : "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengutuskan kepa­da kami seorang Nabi. Maka diajaknya kami kepada agama Islam. Lalu Islamlah kami. Dan diturunkan-Nya kepada kami sebuah Ki­tab, yang membenarkan Taurat".

Yahudi itu menjawab : "Benarlah engkau! Tetapi engkau tidak sanggup menegakkan apa yang dibawanya kepadamu. Sesungguh­nya kami menjumpai sifatnya dan sifat ummatnya dalam Taurat.
312

Bahwa tidak halal bagi seorang manusia, untuk keluar dari muka pintunya dan dalam hatinya kedengkian kepada saudaranya mus- lim".
Dan dari karena itulah, bahwa ia berdiani diri daripada menyiarkan rahasia seseorang yang disimpan padanya. Dan ia berhak membantahnya, walaupun ia membohong. Maka tidaklah bersifat benar itu, wajib pada segala tempat. Sesungguhnya, sebagimana dibolohkan bagi seseorang menyembunyikan kekjarangan dan rahasia dirinya, walaupun memerlukan kepada membohong, maka iapun boleh ber- buat yang demikian terhadap saudaranya. Karena saudaranya itu berkedudukan pada kedudukannya. Dan keduanya adalah seperti orang seorang yang tidak berlainan, kecuali tubuh. Iniiah hakekatnya persaudaraan ,Begitu pula, tidak berbuat dihadapan teman, dengan ria dan keluar dari amal-perbuatan rahasia, kepada amal-perbuatan yang nyata. Karena mengenal temannya dengan perbuatannya, adalah seperti mengenal dirinya sendiri, tan pa ada perbedaan.

Nabi saw. bersabda:
من ستر عوره أخيه ستره الله تعالى في الدنيا الآخرة                                           
(Man satara 'aurata akhiihi satarahullaahu ta-'aala fiddun-ya wal- aakhirah).
Artinya : "Barangsiapa menutupkan aurat temannya, niscaya ia ditutupkan oleh Allah Ta'ala di dunia dan di akhirat(1)
Dan pada hadits lain tersebut : "Maka seakan-akan ia telah menghidupkan anak perempuannya yang ditanam hidup-hidup(2)

Dan Nabi saw. bersabda :
إذا حدث الرجل بحديث ثم التفت فهو أمانة
(Idzaa haddatsar-rajulu bihadiitsin tsummal-tafata fahuwa amaa* nah),
Artinya : "Apabila berbicara seseorang suatu pembicaraan, kemadian ia menoleh kekiri atau makanan, maka itu adalah amanah". (3)

1. Dirawikan ibnu majah dari Ibnu Abbas. Dan hampir sama dengan itu. dirawikan Muslim dan Abu Hurairah.
2.Dirawikan Abu Dawud. An-Nasa-i dan AMIakim dari 'Uqbah bin 'Amir.
3.Dirawikan Abu Dawud dan Ai-Tirmidzi dari Jabir dan katanya baik.
313

Dan Nabi saw. bersabda : المجالس بالأمانة إلا ثلاثة مجالس مجلس يسفك فيه دم حرام ومجلس يستحل فيه فرج حرام ومجلس يستحل فيه مال من غير حله حديث المجالس بالأمانة إلا ثلاثة مجالس "Segala Majlis itu adalah dengan amanah, selain dari tiga Majlis : Majlis yang ditumpahkan padanya darah yang haram (dilakukan pembunuhan yang diharamkan majlis yang dihalalkan padanya faraj yang haram (dilakukan padanya penzinaan) dan majlis yang dihalalkan padanya harta dengan tidak halal". (1)

Dan Nabi saw. bersabda :
إنما يتجالس المتجالسان بالأمانة ولا يحل لأحدهما أن يفشي على صاحبه ما يكره
(Innamaa yatajaa-lasul-mutajaa-lisaani bil-amaanati walaa yahillu liahadihimaa an yufsyia *alaa shaahibihi maa yakrah).Artinya : "Sesungguhnya duduk-duduklah dua orang yang duduk- duduk dengan amanah dan tidaklah halal bagi salah seorang dari­pada keduanya, menyiarkan terhadap temannya apa yang tidak disukainya(2)

Ditanyakan kepada setengah pujangga : "Bagaimanakah tuan men­jaga rahasia?".
Pujangga itu menjawab : "Aku kuburannya!". Sesungguhnya ada yang mengatakan, bahwa dada orang merdeka itu, kuburan rahasia. Dan ada yang mengatakan, bahwa hati orang dungu itu pada mulutnya dan lidah orang berakal itu pada hatinya. Artinya : tidak sanggup orang dungu itu menyembunyikan apa yang dalam dirinya, lalu dilahirkannya, di mana ia tiada mengetahuinya. Maka dari itulah, wajib memutuskan hubungan dengan orang-orang dungu dan menjaga diri daripada bershahabat dengan mereka. Bahkan daripada pandang-memandang dengan mereka. Ada yang menanyakan kepada orang yang lain : "Bagaimanakah tuan menjaga rahasia? ".

Orang yang ditanyakan itu menjawab : "Aku mungkir yang men ceriterakan dan aku bersumpah bagi yang meminta diceriterakan". Dan berkata yang lain lagi : "Aku tutup rahasia itu dan aku tutup bahwa aku menutupnya".

Di-ibaratkan yang demikian itu oleh Ibnul-Mu'taz dengan bermadah :
"Yang menyimpankan rahasia padaku,
maka aku mendiami tempat menyembunyikannya.
Aku simpankan dalam dadaku,
maka jadilah dadaku kuburannya".

(1)Dirawikan Abu Dawud dari Jabir.
(2)Dirawikan Abu Bakar bin Lai dari Ibnu Mas'ud. dengan sanad dia'if.
314

Dan yang lain bermadah dan ingin menambahkan kepada yang tadi:

"Tidaklah rahasia dalam dadaku, seperti orang mati dalam kuburannya. Karena terlihat olehku,bahwa orang yang terkubur menantikan kebangkit- annya.
Tetapi aku melupakan rahasia itu, sehingga seakan-akan aku, apa yang terkandung dalam rahasia itu, belum pernah sesa'atpun aku tahu.
Jikalau bolehlah menyembunyikan rahasia, antara aku dan rahasia itu, dari rahasia dan segala isi perut kita, niscaya engkau tidak akan tahu rahasia itu".
Setengah mereka membuka rahasianya kepada temannya. Kemudi­an ia berkata kepada teman itu : "Engkau simpan rahasia tadi?" Teman itu menjawab : "Bahkan aku telah lupa". Abu Sa'id Ats-Tsuri berkata : "Apabila engkau ingin mengambil seseorang menjadi teman, maka buatlah dia supaya marah! Kemu­dian selundupkan kepadanya, orang yang akan bertanya kepadanya tentang engkau dan rahasia engkau. Maka kalau ia mengatakan yang baik dan menyembunyikan rahasia engkau, maka ambillah dia menjadi teman!".
Ada orang yang bertanya kepada Abu Yazid : "Siapakah yang engkau berkawan dari manusia?".
Abu Yazid menjawab : "Orang yang mengetahui dari engkau apa yang diketahui oleh Allah. Kemudian ia tutupkan di atas diri eng­kau, sebagaimana ditutupkan oleh Allah".

Dzu'n-Nun berkata : "Tak ada kebaikan berteman dengan orang, yang tidak suka melihat engkau, selain orang yang terpelihara dari kesalahan (orang Ma'shum). Dan barangsiapa membuka rahasia ketika marah, maka orang itu terkutuk. Karena menyembunyikan ketika hati senang, adalah dikehendaki oleh tabi'at sejahtera selu ruhnya".
Berkata setengah ahli hikmat (hukama') : "Janganlah berteman dengan orang yang berobah terhadap engkau ketika empat hal : ketika marahnya dan senang hatinya, ketika lobanya dan hawa nafsunya. Tetapi seyogialah kebenaran persaudaraan itu, berada dalam keadaan tetap, dalam berbedanya keadaan-keadaan yang tersebut tadi".
315

Dan karena itulah ada orang yang bermadah :
Akan engkau melihat orang yang mulia,........... 
Apabila putus hubungan, disambungnya............ 
Disembunyikannya yang keji, hina.........................
Dan dilahirkannya perbuatan baiknya.....................
                                     Akan engkau melihat orang yang tercela,,,,,,,,,
                                     apabila putus hubungan, disambungnya. ,,,,,,,,,,
                                     Disembunyikannya yang elok nyata,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
                                     dan dilahirkannya yang palsu belaka',,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Al-Abbas berkata kepada puteranya 'Abdullah : "Sesungguhnya aku melihat lelaki itu, yakni : 'Umar ra. mendahulukan engkau dari orang yang tua-tua Maka hafalkanlah daripadaku lima perkara.: jangan engkau buka rahasia kepadanya, jangan engkau mencaci seseorang padanya, jangan engkau meiakukan kedustaan padanya, jangan engkau berbuat durhaka kepadanya pada sesuatu pekerjaan dan jangan ia melihat daripada engkau pengkhianatan" Asy-Sya'bi berkata : "Tiap-tiap kalimah dari yang lima tadi, adalah lebih baik daripada seribu kalimat yang lain'1. Dan sebahagian dari yang demikian ialah berdiam diri daripada bertengkar dan tolak-menolak pada tiap-tiap apa yang dikatakan oleh temanmu".

Ibnu Abbas berkata : "Janganlah bertengkar dengan orang kurang akal, maka ia akan menyakitkan kamu! Dan jangan bertengkar dengan orang penyantun, maka ia akan benci kepadamu".

Nabi saw. bersabda :
من ترك المراء وهو مبطل بنى له بيت في ربض الجنة ومن ترك المراء وهو محق بني له بيت في أعلى الجنة(Man tarakal miraa-a wahuwa mubthilun buniya lahubaitun fii rab- dlil-jannah. Waman tarakal miraa-a wahuwa muhiqqun buniya lahu baitun fii a'lal jannah). Artinya : "Barangsiapa meninggalkan pertengkaran dan dia itu da­lam keadaan salah, niscaya didirikan baginya, sebuah rumah di te ngah-tengah sorga. Dan barangsiapa meninggalkan pertengkaran dan dia itu dalam keadaan benary niscaya didirikan baginya sebuah rumah di tempat yang tertinggi dari sorga(1)

1. hadits   ini telah diterangkan dahulu.
316

Pahamilah ini, serta meninggalkan yang batil, adalah wajib. Dan sesungguhnya dijadikan pahala sunat itu lebih besar. Karena ber­diam diri dari kebenaran, adalah lebih berat kepada jiwa, daripada berdiam diri daripada yang batil. Dan bahwa pahala itu adalah me­nurut tenaga yang diberikan.
Dan sebab yang paling keras untuk mengobarkan api kedengkian diantara teman-teman itu, ialah pertengkaran dan perlombaan. Karena sebab itu, adalah belakang-membelakangi dan putus-memu tuskan silaturrahim yang sebenarnya.
Putus-memutuskan silaturrahim terjadi, pada mulanya dengan buah pikiran. Kemudian dengan perkataan- Kemudian dengan badan.
Nabi saw. bersabda :
لا تدابروا ولا تباغضوا ولا تحاسدوا ولا تقاطعوا وكونوا عباد الله إخوانا المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يحرمه ولا يخذله بحسب المرء من الشر أن يحقر أخاه المسلم
(Laa tadaa-baruu walaa tabaaghadluu walaa tahaasaduu walaa ta- qaatha-'uu wakuunuu 'ibaadallaahi ikhwaana, al-musiimu akhul musiimi laa yadhlimuhu walaa yahrimuhu walaa yakhdzuluhu bihasbil-mar-i minasv-syarri-an yahqira akhaahul muslima)Artinya : "Janganlah kamu belakang-membelakangi, marah-memarahi, dengki-mendengki dan putus-memutuskan silaturrahim! Dan adalah kamu semuanya hamba Allah yang bersaudara! Orang muslim adalah saudara orang muslim. Tidakakan dianiayakannya, tidak akan diharamkannya dan tidak akan dihinakannya. Mencukupilah dari manusia itu kejahatan, bahwa ia menghinakan saudaranya muslim (1)

Dan penghinaan yang paling berat, ialah pertengkaran. Karena orang yang menolak perkataan orang lain, adalah meletakkan orang itu pada kebodohan dan kedunguan, Atau pada kelalaiandan kelupaan daripada memahami sesuatu menurut yang sebenarnya. Dan semua itu, adalah penghinaan, penusukan dadadan peliaran hati. Dan pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abi Amamah Al-Bahili, di mana beliau berkata : "Telah datang ke tempat kami Rasulullah saw. dan kami sedang bertengkar. Maka beliau marah dan bersabda :
 (1) Dirawikan Muslim dari Afou Hurairah.
317

ذروا المراء ذروا المراء لقلة خيره وذروا المراء فإن نفعه قليل وإنه يهيج العداوة بين الإخوان(Dzarul-miraa-a liqillati khairihi wadzarul-miraa-a fainna naf-'ahu qaliilun, wa innahu yuhayyijul 'adaawata bainal ikhwaan).Artinya :"Tinggalkanlah pertengkaran, karena kurang baiknya! Tinggalkanlah pertengkaran, karena manfa'atnya sedikit dan akan menggerakkan permusuhan diantara teman-teman(1) 

Setengah salaf berkata : "Barangsiapa berbantah dan bertengkar de­ngan temannya, niscaya kuranglah kepribadiannya dan hilanglah kehormatan dirinya".
Abdullah bin Al-Hasan berkata : "Jagalah dirimu dari bertengkar dengan orang! Karena engkau tidak akan dapat meniadakan peni- puan orang penyantun atau tindakan yang tiba-tiba orang tercela". Setengah salaf berkata : "Manusia yang paling lemah, ialah orang yang tidak sanggup mencari teman. Dan yang paling lemah dari itu lagi, ialah orang yang menyia-nyiakan teman yang telah diperoleh- nya. Dan banyaknya pertengkaran itu, mengharuskan penyia-nyiaan dan pemutusan silaturrahim dan mempusakai permusuhan".
Al-Hasan berkata : "Janganlah engkau membeli permusuhan orang seorang, dengan kesayangan seribu orang!". Pada umumnya, tiadalah yang menggerakkan kepada pertengkaran, selain oleh keinginan melahirkan perbedaan, dengan ketambahan akal pikiran dan keutamaan. Dan penghinaan kepada orang yang ditolak pikirannya, dengan menampakkan kebodohannya. Dan itu melengkapi kepada kesombongan, penghinaan, penyakitan dan pencelaan dengan kedunguan dan kebodohan. Dan tak ada arti bagi permusuhan, selain inilah! Maka bagaimana terjamin pada yang tersebut tadi, persaudaraan dan kebersihan hati?. Ibnul Abbas meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau ber­sabda :
لا تمار أخاك ولا تمازحه ولا تعده موعدا فتخلفه
(Laa tumaari akhaaka walaa tumaa-zihhu walaa ta-'id-hu mau-'idan fatukhlifah).
Artinya: "Janganlah engkau bertengkar dengan temanmu! Jangan­lah engkau bersenda-gurau dengan dia! Dan janganlah berjanji de­ngan dia sesuatu perjanjian, lalu engkau menyalahinya (2

(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abu Amamah dan Abid Darda' dan Iain-lain dan isnadnya dia'if.
(2) Dirawikan At-Tirmidzi dan katanya hadits gharib.
318

Nabi saw. bersabda :
إنكم لا تسعون الناس بأموالكم ولكن ليسعهم منكم بسط وجه وحسن خلق
(Innakum laa tasa-'uunannaasa biamwaalikum walakinna liyasa'-hum minkum basthu wajhin wahusnu khuluqin).Artinya : "Sesungguhnya kamu tiada akan memberi kelapangan kepada manusia dengan hartamu. Tetapi melapangkan mereka dari­pada kamu, oleh kejernihan muka dan kebaikan budimu ". (1) 


Pertengkaran itu berlawanan bagi kebaikan budi. 'Ulama salaf telah sampai ke batas yang terakhir pada memperingatkan dari perteng­karan. Dan mendorong kepada tolong-menolong sampai kepada batas, di mana mereka tiada melihat sekali-kali akan perlunya meminta. Mereka itu mengatakan : "Apabila engkau berkata kepa­da temanmu : "Bangunlah!", lalu temanmu itu bertanya : "Ke mana?", maka janganlah engkau berteman dengan dia!" Tetapi 'ulama salaf itu mengatakan : "Seyogianya teman itu terus bangun dan tiada menanyakan apa-apa".

Abu Sulaiman Ad-Darani berkata : "Aku mempunyai seorang te­man di Irak. Maka aku mengunjunginya pada segala musibah yang menimpa atas dirinya. Aku mengatakan kepadanya : "Berikanlah sedikit kepadaku dari hartamu!" Lalu dicampakkannya kepadaku dompetnya. Maka aku ambil daripadanya apa yang aku kehendaki. Pada suatu hari aku datang kepadanya, lalu aku mengatakan: "Aku memerlukan sesuatu!".
Maka ia menjawab : "Berapakah kamu kehendaki?",
Maka keluarlah (tak ada lagi) kemanisan persaudaraannya dari hatiku.
Yang lain berkata pula : "Apabila engkau meminta uang pada te­manmu, lalu ia bertanya : "Apakah yang akan engkau perbuat de­ngan uang itu?', maka sesungguhnya teman tersebut telah mening­galkan hak persaudaraan".
Ketahuilah, bahwa tegaknya persaudaraan itu, ialah dengan kese- suaian pada perkataan, perbuatan dan kesayangan. Abu Usman Al-Hiari berkata : "Kesesuaian dengan teman-teman itu, adalah lebih baik daripada kesayangan kepada mereka". Dan benarlah kiranya, seperti yang dikatakan oleh Abu Usman Al-Hiari itu!
(1) Dirawikan Abu Yula Al-Maushuli dan Ath-Thabrani.
319

hak ke-empat : di atas lisan dengan penuturan.
Sesungguhnya persaudaraan itu, sebagaimana ia menghendaki ber­diam diri daripada hal-hal yang tidak disenangi, maka ia menghen­daki pula penuturan dengan hal-hal yangdisukai, Bahkan itulah yang lebih tertentu dengan persaudaraan. Karena orang yang me­rasa puas dengan berdiam diri, adalah ia telah berteman dengan orang-orang yang di dalam kuburan.


Sesungguhnya dimaksudkan dengan teman-teman itu, ialah supaya memperoleh faedah daripada mereka. Tidak supaya terlepas dari­pada kesakitan yang diperbuat mereka. Dan diam, artinya : mence­gah kesakitan. Maka haruslah menaruh kasih-sayang kepada teman dengan lisannya. Dan tidak menggunakan lisan itu dalam hal-hal, yang ia sukai tidak menggunakannya padanya, seperti : menanya* kan tentang suatu rintangan, jikalau rintangan itu terjadi, melahir­kan kesedihan hati dengan sebab terjadinya kejadian itu dan ten­tang terlambatnya sembuh dari kejadian tersebut. Demikian pula, sejumlah hal-hal teman yang tidak disukainya, ma­ka seyogialah, bahwa dilahirkannya, dengan lisan dan perbuatan akan tidak senangnya terjadinya hal-hal itu. Dan sejumlah hal-hal yang disenangi teman, maka seyogialah dilahirkannya dengan lisan akan turutnya bersama-sama dalam kesenangan tersebut. Maka arti persaudaraan, ialah : sama-sama mengambil bahagian dalam suka dan duka.

Nabi saw. bersabda :
إذا أحب أحدكم أخاه فليخبره
(Idzaaahabbaahadukumfal-yukhbirhu). Artinya : "Apabila seorang kamu mencintai saudaranya, maka hen­daklah diceriterakannya kepadanya". (1)
Sesungguhnya disuruh menceriterakan itu, karena yang demikian mengharuskan bertambahnya kasih-sayang. Jikalau diketahuinya, bahwa engkau mencintainya, niscaya iapun, sudah pasti, dengan sendirinya akan mencintai engkau. Maka apabila engkau menge­tahui, bahwa dia juga mencintai engkau, niscaya, sudah pasti, bertambah kecintaan engkau kepadanya. Maka senantiasalah cinta- mencintai itu tambah-bertambah dari kedua pihak dan terus gan- da-berganda.

1) Dirawikan Abu Dawud dan Ai-Tirmidzi katanya. hasan shahih.
320;

Berkasih-kasihan diantara sesama mu'min, adalah disuruh pada syara' dan disunnahkan pada agama. Dan karena itulah, Nabi saw. mengajarkan jalannya, dengan sabdanya :
تهادوا تحابوا
(Tahaadau tahaabbuu).Artinya : "Tunjuk-menunjukkanlah kamu niscaya kamu akan berkasih-kasihan (1)Dan termasuk yang demikian, ialah memanggilkannya dengan nama yang paling disukainya, baik waktu dia tidak ada atau pada waktu adanya.


'Umar ra. berkata : "Tiga perkara membersihkan bagimu kesa­yangan temanmu : Engkau memberi salam kepadanya mula-mula apabila engkau borlemu dengan dia, engkau lapangkan baginya tempat duduk dan engkau panggilkan dia dengan nama yang paling disukainya".


Dan termasuk yang demikian, bahwa engkau memujikannya, me­nurut yang engkau ketahui dari hal-ikhwalnya yang baik, terhadap orang yang suka menerima pujian. Karena yang demikian, adalah termasuk sebab yang terbesar untuk menarik kekasih-sayangan. Begitu pula, pujian kepada anak-anaknya, keluarganya, perusaha- annya dan perbuatannya. Sehingga kepada akal pikirannya, budi- pekertinya, sikapnya, tulisannya, syaimya, karangannya dan se­mua yang menyenangkannya.


Dan yang demikian itu, tanpa dusta dan berlebih-lebihan. Tetapi membaikkan terhadap apa yang menerima pembaikan adalah hal yang tak boleh tidak. Dan yang lebih kuat dari itu lagi, ialah eng­kau menyampaikan kepadanya, pujian orang yang memujikannya, serta melahirkan kegembiraan. Karena menyembunyikan yang demikian itu, adalah semata-mata kedengkian. Dan termasuk yang demikian juga, bahwa engkau bersyukur (ber- terima kasih) kepadanya, do'a atas usahanya terhadap engkau. Bahkan di atas niatnya saja, walaupun yang demikian itu belum lagi sempurna.

Ali ra. berkata : ‘Orang yang tiada memujikan temannya di atas niat yang baik, niscaya tiada akan dipujikannya di atas perbuatan yang baik".

Yang lebih besar dari itu membekasnya pada menarik kekasih- sayangan, ialah : mempertahankan teman. waktu teman itu tidak ada, manakala teman itu dimaksudkan orang dengan kejahatan. Atau disinggung kehormatannya, dengan kata-kata yang tegas atau secara sindiran. Maka menjadi hak persaudaraan, selalu melindungi dan menolongnya, mendiamkan orang yang dengki kepadanya. Dan melepaskan kata-katavyang keras terhadap orang yang bemiat tidak baik kepadanya.

1.Dirawukan Al Baihaqi dari Abu Hurairah
321

Berdiam diri daripada yang demikian, adalah menusukkan dada, menjauhkan hati. Dan sesuatu kelalaian dalam hak persaudaraan. Rasulullah saw. menyerupakan dua orang yang bersaudara, dengan dua tangan, yang satu membasuh yang lain, supaya yang satu me­nolong yang lain dan menjadi ganti daripada yang lain itu. Dan Rasulullah saw. bersabda :
المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخدله ولا يثلمه
(Al-muslimu akhul-muslimi laa yadhlimuhu walaa yakh-dzuluhu walaa yatslimuh).Artinya : "Orang muslim itu adalah saudara orang muslim. Tiada akan dianiayainya, tiada akan dihinakannya dan tiada akan dirusakkannya". (1)

Dan mendiamkan diri itu, adalah termasuk merusakkan dan menghinakan teman. Maka menyia-nyiakan yang demikian, untuk mengoyak-oyakkan kemormatannya, adalah seperti menyia-nyiakannya untuk mengoyak-oyakkan dagingnya. Maka pandanglah keji sekali teman yang melihat engkau, di mana anjing-anjing sedang membuat engkau menjadi mangsanya dan mengoyak-oyakkan daging engkau. Dan teman itu berdiam diri, tidak digerakkan oleh kasih-sayang dan jiwa pembelaan, untuk mempertahankan engkau. Mengoyak-oyak­kan kehormatan, adalah lebih berat kepada jiwa daripada meng­oyak-oyakkan daging.

Dan karena itulah, diserupakan oleh Allah Ta'ala yang demikian itu, dengan memakan daging bangkai. Allah Ta'ala berfirman :
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
(A-yuhibbu ahadukum an ya'-kula lahma akhiihi maitan). Artinya : "Adakah agak seorang diantara kamu yang suka mema­kan daging saudaranya yang sudah mati? S. Al-Hujurat, ayat 12. Dan malaikat yang memberikan contoh dalam tidur (mimpi), apa yang dibacakan oleh roh dari Luh-Mahfudh dengan contoh-contoh


(1) Hadits ini sudah diterangkan dahulu.
322;

yang dapat dirasakan, memberikan contoh mengupat itu dengan memakan daging bangkai. Sehingga orang yang kelihatan memakan daging bangkai, sesungguhnya orang itu mengupat manusia. Karena malaikat dalam memberikan contoh itu, menjaga kesekutuan dan kesesuaian antara barang itu dan contohnya, dalam pengertian yang berlaku pada contoh, dalam perlakuan roh. Tidak dalam kelahiran bentuk.
Jadi, melindungi persaudaraan dengan menolak celaan musuh dan kedengkian orang-orang yang dengki, adalah wajib dalam ikatan persaudaraan.
Mujahid berkata : "Janganlah engkau menyebutkan temanmu di belakang, kecuali sebagaimana engkau menyukai disebutnya eng­kau di belakang engkau!".

Jadi dalam hal tersebut, engkau mempunyai dua ukuran : Pertama : Engkau umpamakan, bahwa yang dikatakan kepada te­man, jikalau sekiranya dikatakan kepada engkau dan temanmu hadlir di situ, maka apakah yang engkau sukai, bahwa dikatakan oleh teman itu terhadap engkau? Maka seyogialah engkau bertin- dak terhadap orang yang menyinggung kehormatan teman, dengan yang tersebut tadi.
Kedua : Engkau umpamakan bahwa temanmu itu berada di balik dinding, yang mendengar perkataan engkau. Dan ia menyangka bahwa engkau tidak tahu akan beradanya di situ. Maka apakah yangtergerak dalam hati engkau daripada memberi pertolongan kepadanya, dengan didengar dan dilihatnya itu? Maka seyogialah ada seperti yang demikian itu, apabila dibelakangnya.

Setengah mereka berkata : "Tiadalah disebutkan oleh teman terha dapku di belakang, melainkan aku menggambarkan dia sedang duduk. Lalu aku berkata mengenainya, apa yang disukainya untuk didengannya, jikalau ia berada di situ".
Berkata yang lain : "Tiadalah disebutkan orang akan temanku, me­lainkan aku gambarkan diriku dalam bentuknya. Lalu aku menga­takan terhadapnya, apa yang aku sukai dikatakan terhadapku". Inilah sebahagian dari kebenaran Islam! Yaitu : bahwa ia tiada me­lihat untuk temannya, kecuali apa yang dilihat untuk dirinya sen­diri. Abud Darda' melihat dua ekor lembu, sedang menarik bajak di ladang. Maka berhentilah yang seekor menggaruk tubuhnya, lalu berhentilah yang lain. Maka menangislah Abud Darda', seraya ber­kata : "Begitulah hendaknyadua orang bersaudara fi'llah, yang berbuat karena Allah! Apabila yang seorang berhenti, lalu disetujui oleh yang lain".

323

Dengan penyesuaian itu, sempurnalah keikhlasan. Dan orang yang tiada ikhlas dalam persaudaraannya, adalah orang munafiq. Dan keikhlasan itu, adalah sama waktu di belakang dan dihadapan, lisan dan hati, di waktu tersembunyi dan di waktu terang, di muka orang banyak dan di'tempat sunyi.
Berlainan dan berlebih-kurang mengenai sesuatu daripada yang demikian itu, adalah perasaan pada kesayangan. Dan itu masuk dalam agama dan dalam jalan orang mu'min. Dan barangsiapa tiada sanggup dirinya menurut yang tersebut tadi, maka memutuskan hubungan dan mengasingkan diri, adalah lebih utama baginya, dari­pada mengadakan persaudaraan dan pershahabatan. Karena hak pershahabatan itu adalah berat. Tiada sanggup, kecuali orang yang berkeyakinan teguh. Maka tak dapat disangkal, bahwa pahalanya banyak, tiada akan diperoleh, kecuali oleh orang yang memperoleh taufiq.

Karena itulah Nabi saw. bersabda :
قال عليه السلام أبا هر أحسن مجاورة من جاورك تكن مسلما وأحسن مصاحبة صاحبك تكن مؤمنا(Abaa hirra ah sin mujaawarata man jaawaraka takun musliman wa ahsin mushaahabata man shahabaka takun mu'minan). Artinya: "Wahai Abu Hurairah! Baikkanlah bertetangga dengan orang yang bertetangga dengan engkau, niscaya adalah engkau muslim! Dan baikkanlah berteman dengan orang yang berteman dengan engkau, niscaya adalah engkau mu’min(1) Maka lihatlah, bagaimana dijadikan iman untuk balasan bagi per­shahabatan dan Islam untuk balasan bagi ketetanggaan. Bedanya diantara kelebihan iman dan kelebihan Islam, adalah di atas batas bedanya diantara kesulitan menegakkan hak ketetanggaan dan hak pershahabatan. Sesungguhnya pershahabatan itu menghendaki banyak hak dalam hal-hal yang berhampiran dan bersamaan secara terus-menerus. Dan ketetanggaan itu, tiada menghendaki, kecuali hak-hak yang dekat dalam waktu-waktu yang berjauhan, yang tiada terus-menerus.

Dan termasuk yang demikian, ialah pengajaran dan nasehat. Maka keperluan temanmu kepada ilmu, tidaklah berkurang dibandingkan daripada keperluannya kepada harta. Jikalau engkau kaya ilmu,

(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.
324

maka haruslah engkau membantunya dari kemurahan hati engkau. Dan menunjukkannya kepada semua yang bermanfa'at kepadanya, pada agama dan dunia.


Maka kalau engkau telah mengajarinya dan menunjukkan jalan kepadanya dan teman itu tiada berbuat menurut yang dikehendaki oleh ilmu, maka haruslah engkau menasehatinya! Dan yang demi­kian itu, dengan engkau sebutkan bahaya-bahaya perbuatan itu dan faedah-faedah meninggalkannya. Dan engkau takutkan dia dengan apa yang tiada disukainya di dunia dan di akhirat. Supaya ia tercegah daripadanya. Dan engkau beritahukan kepadanya keku- rangan-kekurangannya. Engkau burukkan yang buruk pada pan- dangannya dan engkau baikkan yang baik.
Tetapi seharuslah yang demikian itu secara rahasia, tiada seorang­pun melihatnya. Maka apa yang dihadapan orang banyak, adalah memburukkan dan mengejikan. Dan apa yang secara rahasia, adalah kasih-sayang dan nasehat.

Karena Nabi saw. bersabda :
المؤمن مرآة المؤمن
Artinya: "Orang mu 'min itu adalah cermin bagi orang mu'min ". (1) Artinya : ia melihat daripadanya, apa yang tiada dilihatnya dari dirinya sendiri. Maka manusia itu memperoleh faedah dari teman­nya, untuk mengetahui kekurangan dirinya. Dan kalau ia sendirian, niscaya tiada akan diperolehnya faedah itu. Sebagaimana ia mem­peroleh faedah dengan cermin, dapat mengetahui kekurangan ben tuknya yang dzahiriah.          
Imam Asy-Syafi'i ra. berkata : "Barangsiapa mengajari temannya secara rahasia, maka sesungguhnya ia telah menasehati dan menghiasi temannya itu.
Dan barangsiapa mengajari temannya secara terbuka, maka sesung­guhnya ia telah memburukkan dan mengejikan temannya itu". Ada yang bertanya kepada Mus'ir: "Sukakah engkau kepada orang yang menceriterakan kepada engkau, kekurangan-kekurangan engkau?".

Mus'ir menjawab : "Kalau ia menasehati aku, mengenai sesuatu diantara aku dan dia, maka ya, aku suka. Dan jikalau ia menggertak aku dihadapan orang banyak, maka tidak, aku tidak suka". Dan benarlah Mus'ir! Karena nasehat di muka orang banyak, ada­lah suatu kekejian. Dan Allah Ta'ala mencela orang mu'min pada

(1) Dirawikan Abu Dawud dari Abu Hurairah, dengan isnad baik.
325

hari qiamat, di bawah iindungan-Nya dalam naungan tirai-Nya. Maka diberitahukan-Nya kepada orang mu'min itu, segala dosanya secara rahasia. Kadang-kadang diserahkan-Nya kitab amalan mu'min yang sudah dicap kepada para malaikat, yang dibawa mereka ke sorga. Apabila para malaikat itu telah mendekati pintu sorga, lalu diserahkan mereka kepada orang mu'min tadi, kitab yang bercap itu, untuk dibacanya.

Adapun orang yang terkutuk, maka mereka dipanggil dihadapan orang banyak dan anggauta tubuh mereka menuturkan segala keke­jian mereka. Lalu bertambahlah dengan demikian, kehinaan dan kekejian. Kita berlindung dengan Allah dari kehinaan, pada hah pembentangan amal yang agung itu. .
Maka perbedaan antara penghinaan dan nasehat dengan secar rahasia dan secara dinyatakan di muka orang banyak, adalah seba­gaimana perbedaan antara berhalus-halusan sikapdan berminyak- minyakkan air, dengan maksud menggerakkan kepada memincing- kan mata daripada sesuatu.
Jikalau engkau memincingkan mata untuk keselamatan agama dan karena engkau melihat perbaikan temanmu dengan memincingkan mata itu, maka engkau adalah orang yang bersikap halus. Dan jika­lau engkau memincingkan mata untuk nasib dirimu dan menarik hawa nafsumu serta keselamatan kemegahanmu, maka engkau ada­lah orang yang berminyak-minyak air.

Dzun-Nun berkata : "Janganlah engkau bershahabat serta jalan Allah, kecuali dengan yang bersesuaian! Janganlah bershahabat serta makhluk, kecuali dengan nasehat-menasehatkan! Janganlah serta hawa nafsu, kecuali dengan pertentangan! Dan janganlah serta sethan, kecuali dengan permusuhan!"

Jikalau anda mengatakan "Apabila pada nasehat itu, disebutkan kekurangan-kekurangan, maka padanya meliarkan hati. Lalu bagai­manakah yang demikian itu, termasuk hak persaudaraan?". Ketahuilah, bahwa yang meliarkan hati itu, hanya terdapat dengan menyebutkan kekurangan yang diketahui oleh temanmu dari diri­nya sendiri. Adapun me mberitahukannya, terhadap apa yang tiada diketahuinya, maka itu adalah kekasih-sayangan yang sebenarnya. Dan itu, adalah mencenderungkan hati. Yaitu : hati orang-orang berakal.

Adapun orang-orang dungu, maka tak usahlah diperhatikan!. Sesungguhnya orang yang memberitahukan kepada engkau, per­buatan tercela yang engkau keijakan atau sifat tercela yang menjadi
326

sifat engkau, untuk membersihkan diri engkau daripadanya, adalah seperti orang yang memberitahukan kepada engkau seekor ular atau kalajengking di bawah lengan baju engkau, yang bermaksud membinasakan engkau.

Jikalau engkau tiada senang yang demikian, maka alangkah dungu- nya engkau! Dan sifat-sifat yang tercela itu, adalah kala-kala dan ular-ular. Dan di akhirat nanti, adalah yang membinasakan. Karena dia meuggigit hati dan nyawa. Kesakitannya adalah lebih keras dari­pada yang menggigit badan dzahiriah dan tubuh kasar. Kalajengking dan ular itu dijadikan dari api Allah, yang bernyala-nyala. Karena itulah, 'Umar ra. meminta petunjuk dari teman-temannya, seraya berdo'a : "Diberi rahmat kiranya oleh Allah kepada orang yang menunjukkan kepada temannya, kekurangan-kekurangannya'1. Dan karena itulah, 'Umar bertanya kepada Salman dan ia datang kepada Salman itu : "Apakah yang sampai kepadamu daripadaku, tentang hal-hal yang tiada engkau sukai? Maka aku akan meminta ma'af daripadanya".

'Umar bertanya berkali-kali. Lalu Salman menjawab : "Sampai kepadaku, bahwa engkau mempunyai dua helai pakaian. Yang sehelai engkau pakai siang dan yang sehelai lagi malam. Dan sam­pai kepadaku, bahwa engkau mengumpulkan dua macam makan­an di atas satu hidangan".

Maka 'Umar ra. menjawab : "Adapun yang dua hal ini, sesungguh­nya telah mencukupi bagiku. Adakah sampai kepadamu yang lain?".
Salman menjawab : "Tidak!".                                                                                                           

Hudzairah Al-Mar'asyi menulis surat kepada Yusuf bin Asbath :

"Sampai kepadaku bahwa engkau menjual agama engkau dengan dua biji-bijian. Engkau berdiri pada orang yang mempunyai susu.
Lalu engkau bertanya : "Berapakah harganya?".
Lalu yang mempunyai susu itu menjawab : "Dengan seperenam!".
Maka engkau mengatakan kepadanya : "Tidakkah dengan seper-lapan?".
Orang itu menjawab : "Biarlah untukmu".

Dan orang itu mengenai kamu. Bukalah dari kepalamu rasa kepuasan orang-orang yang lalai! Dan perhatikanlah dari ketiduran orang- orang mati! dan ketahuilah, bahwa barangsiapa membaca Al-Qur-an dan tiada merasa cukup dan melebihkan dunia, niscaya tiadalah ia aman daripada menjadi sebahagian dari orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah. Dan Allah Ta'ala menyifatkan orang- orang pendusta, dengan marahnya mereka kepada orang-orang yang memberi nasehat. Karena Allah Ta'ala berfirman :

327

وَلَكِنْ لا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ
(Walaakin laa tuhibbuunan naasihiln).Artinya : "Tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang mem­berikan nasehatS. Al-A'raf, ayat 79.

Dan ini, adalah pada kekurangan, di mana teman itu lengah dari­padanya. Adapun apa yang engkau ketahui, bahwa teman itu me­ngetahui dari dirinya sendiri dan dia itu terpaksa kepadanya, dari tabi'at kepribadiannya, maka tiada seyogialah dibukakan yang tertutup itu, jikalau teman itu menyembunyikannya. Jikalau ia melahirkannya, maka tak boleh tidak, dengan berlemah- lembut pada menasehatkannya. Sekali dengan cara sindiran dan kali yang lain, dengan cara terus-terang, sampai kepada batas yang tiada membawa kepada keliaran hati.

Jikalau engkau tahu, bahwa nasehat itu tiada berbekas kepadanya dan teman itu terpaksa dari tabi'at kepribadiannya, kepada terus- menerus di atas kekurangan itu, maka berdiam diri daripadanya adalah lebih utama. Dan ini semuanya, adalah mengenai yang bersangkutan dengan kepentingan-kepentingan temanmu pada agama­nya atau dunianya.


Adapun yang berhubungan dengan keteledorannya terhadap hak engkau, maka yang wajib padanya, ialah menanggung, mema'afkan, berjabatan tangan dan membutakan mata. Dan mendatangkan persoalan untuk yang demikian, tidaklah termasuk sedikitpun sebagian dari nasehat.

Ya, jikalau teman itu, di mana terus-menerusnya di atas kekurangan tersebut, membawa kepada putusnya silaturrahim, maka mencaci- nya secara rahasia, adalah lebih baik daripada memutuskan silatur­rahim. Dan menyindir dengan cacian itu, adalah lebih baik daripada berterus-terang. Dan surat-menyurat, adalah lebih baik daripada berbicara langsung dengan lisan. Dan menanggung atas keburukan teman, adalah lebih baik daripada semua.
Karena seyogialah, bahwa maksud engkau dari teman engkau itu, memperbaiki diri engkau sendiri, dengan engkau memeliharakan- nya. Dan engkau bangun menegakkan haknya dan menanggung keteledorannya. Tidak meminta pertolongan dan belas-kasihan daripadanya.

Abu Bakar Al-Kattani berkata : "Ditemani aku oleh seorang laki- laki. Dan dia itu adalah berat pada hatiku. Lalu pada suatu hari,aku berikan kepadanya sesuatu, supaya hilanglah apa yang dalam hatiku.

328


Tetapi tiada juga hilang. Lalu aku bawa dia pada suatu hari ke rumah dan aku katakan kepadanya : "Letakkanlah kakimu di atas pipiku!".
Ia tidak mau, maka aku katakan : "Tak boleh tidak!".
Maka diperbuatnya. Lalu hilanglah yang demikian itu dari hatiku".
Abu 'Ali Ar-Ribathi berkata : "Aku menemani 'Abdullah Ar-Razi
dan dia itu memasuki desa.
Maka beliau berkata: "Haruslah engkau 'amir atau aku!". Lalu Aku menjawab : "Tuanlah!".
Maka 'Abdullah Ar-Razi menjawab : "Haruslah engkau patuh!".
Lalu aku menjawab : "Ya, baik!".

Maka beliau mengambil sebuah keranjang rumput dan diletakkan- nya dalam keranjang itu perbekalan dan dibawanya di atas pung- gungnya (dipikulkannya). Apabila aku katakan kepadanya: "Serah- kanlah kepadaku!", maka beliau menjawab : "Bukankah aku telah mengatakan : "Engkau 'amir, maka engkau harus patuh?". Pada suatu malam, kami diserang hujan. Maka beliau berdiri melin- dungi kepalakr. sampai pagi, di mana di atasnya ada pakaian, sedang aku duduk saja, yang tercegah daripadaku hujan. Maka aku menga­takan dalam hatiku : "Semoga kiranya aku mati! Dan tidak aku mengatakan : "Engkau 'amir!".


hak kelima : mem a 'a fkan dari ke telanjuran dan kesafahan.

Kesalahan teman itu tidak terlepas, adakalanya, kesalahan itu pada agamanya, dengan mengerjakan ma'shiat atau pada hak engkau sendiri, disebabkan keteledoran dalam persaudaraan. Adapun perbuatan yang mengenai agama, seperti: mengerjakan ma'shiat dan berkekalan di atas kema'shiatan itu, maka haruslah engkau berlemah-lembut menasehatinya, dengan cara yang meluruskan kebengkokannya, mengumpulkan kecerai-beraiannya dan mengembalikan keadaannya kepada kebaikan dan wara'. Jikalau engkau tidak sanggup dan teman itu terus-menerus demi­kian, maka sesungguhnya berbagai macamlah jalan para shahabat dan tabi'in untuk meneruskan kesayangannya atau memutuskan hubungannya.
Abu Dzar ra. berpendapat, kepada memutuskan hubungan. Dan beliau berkata : "Apabila telah bertukar temanmu daripada apa yang ada padanya, maka marahilah dia, di mana tadinya engkau menyayanginya".
329

Abu Dzar ra. berpendapat yang demikian, dari kehendak kesayang­an pada jalan Allah dan kemarahan pada jalan Allah. Adapun Abu'd Darda' dan segolongan shahabat, berpendapat sebaliknya. Maka berkatalah Abu'd Darda' : "Apabila berobahlah te­manmu dan bertukarlah keadaannya daripada yang ada padanya, maka janganlah engkau tinggalkan dia karena itu. Karena teman­mu itu, sekali ia membengkok dan sekali ia melurus. Berkata Ibrahim An-Nakha'i  "Janganlah engkau putuskan hu- bungan dengan temanmu! Dan janganlah engkau membekot dia ketika berdosa dengan dosa yang dikerjakannya! Karena dia me- ngerjakannya pada hari ini dan meninggalkannya pada hari esok".

Berkata Ibrahim An-Nakha'i pula : "Janganlah engkau memperka takan kepada manusia, dengan ketelanjuran seorang yang berilmu! Karena orang yang berilmu (orang 'alim) itu, terlanjur dengan suatu keterlanjuran. Kemudian ditinggalkannya". Dan pada hadits tersebut
اتقوا زلة العالم ولا تقطعوه وانتظروا فيئته رواه البغوي في المعجم وابن عدي في الكامل (Ittaquu zallatal-'aalimi walaa taqtha-'uuhu wantadhiruu fai-atahu). Artinya : "Takutilah akan keterlanjuran orang yang berilmu dan janganlah engkau memutuskan hubungan dengan dia dan tunggulah akan kem balinya ". (1)

Dan dalam ceritera 'Umar, di mana beliau menanyakan tentang teman yang telah beliau ambil menjadi temannya. Maka pergilah teman itu ke negeri Syam. Lalu 'Umar bertanya tentang temannya itu pada orang yang datang kepadanya. 
Beliau bertanya : "Apakah yang diperbuat temanku?".

Orang tempat bertanya itu, menjawab : "Dia itu, teman sethan".
Umar menyahut: "Jangan engkau berkata begitu!"! 
Orang itu menjawab : "Bahwa ia mengerjakan dosa besar, sehingga ia terperosok pada meminum khamar".

Maka 'Umar menyambung: "Apabila kamu bermaksud pergi nanti, beritahukanlah kepadaku!".

Lalu 'Umar menulis surat ketika orang itu pergi ke negeri Syam, yang isinya

(1) Dirawikan AlBaghawi dan Ibnu'Uda dari 'Amr bin Auf dan dipandangnya hadits ini dla'if.رواه البغوي في المعجم وابن عدي في الكامل
330

بسم الله الرحمن الرحيم حم تنزيل الكتاب من الله العزيز العليم غافر الذنب وقابل التوب شديد العقاب(Bismillaahir rahmaanir rahiim. Haa miim tanziilul-kitaabi mi- nallaahil 'aziizil 'aliimi ghaafiridz-dzanbi wa qaabilit-taubi syadiidil- 'iqaab).Artinya : "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Haa Miim. Penurunan Kitab ini dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu. Pengampun dosa, Penerima to bat, Keras siksaan" Petikan S. Al-Mu'min, ayat 1-2-3. Kemudian di bawah itu, 'Umar memakinya dan menghinakannya Maka tatkala teman itu membaca surat 'Umar, lalu menangis dan berkata : "Benarlah Allah dan 'Umar telah menasehatkan aku". Maka orang itu bertobat dan kembali kepada kebenaran. Diceriterakan, bahwa dua orang bersaudara, di mana seorang dari keduanya dicobakan dengan hawa-nafsu. Lalu ia melahirkan yang demikian kepada temannya, seraya berkata : "Sesungguhnya aku telah berpenyakit. Jikalau engkau kehendaki, bahwa engkau tiada akan mengikatkan pershahabatan dengan aku karena Allah, maka laksanakanlah yang demikian!".

Lalu teman itu menjawab : "Tiadalah aku akan membuka ikatan persaudaraan dengan engkau selama-lamanya, karena kesalahan engkau!".
Kemudian, teman itu mengikat janji antaranya dan Allah, bahwa ia tiada akan makan dan minum, sebelum disembuhkan oleh Allah orang itu dari hawa-nafsunya. Maka iapun menderita kelaparan empat puluh hari, di mana dalam keseluruhan hari-hari itu, ia me- nanyakan kepada orang itu, tentang hawa-nafsunya. Orang itu selalu menjawab : "Hati itu tetap dalam keadaan semula". Dan senantiasalah ia diselubungi kesedihan dan kelaparan. Sehingga hilanglah hawa-nafsunya dari hati temannya, sesudah empat puluh hari itu. Lalu temannya itu menceriterakan kepadanya dengan de­mikian. Lalu ia makan dan minum, setelah hampir tewas dengan kurus dan melarat. Dan begitu pula diceriterakan tentang dua orang bersaudara dari orang-orang terdahulu, dimana seorang dari kedua­nya terbalik dari pendirian yang lurus. Lalu orang bertanya kepada temannya : "Apakah tidak engkau putuskan hubungan dan membekotnya?".

Teman itu menjawab: "Yang lebih perlu kepadaku pada waktu ini, ialah tatkala iajatuh dalam kesalahan, bahwa aku pegang tangannya dan aku bersikap lemah-lembut kepadanya pada mencacmya. Dan aku ajak ia kembali kepada keadaannya dahulu". Diriwayatkan pada ceritera orang-orang Israil (orang Yahudi), bah-
331

Teman itu menjawab: "Yang lebih perlu kepadaku pada waktu ini, ialah tatkala iajatuh dalam kesalahan, bahwa aku pegang tangannya dan aku bersikap lemah-lembut kepadanya pada mencacmya. Dan aku ajak ia kembali kepada keadaannya dahulu". Diriwayatkan pada ceritera orang-orang Israil (orang Yahudi), bahwa dua orang bersaudara yang 'abid, berada di suatu gunung. Lalu turunlah salah seorang dari keduanya, hend&k membeli daging ke kota dengan sedirham. Maka ia melihat seorang wanita jahat pada penjual daging, lalu diperhatikannya dan mengasyikkannya, seraya ditarikkannya ke tempat sepi dan disetubuhinya. Kemudian ia tinggal pada wanita itu, selama tiga hari dan ia malu kembali kepa- , da temannya. Karena malu dari perbuatan yang melanggar itu. Seterusnya ceritera itu menerangkan, bahwa temannya yang masih di gunung merasa ketiadaan teman dan ingin mengetahui keadaan- nya. Lalu ia turun ke kota. Maka selalulah menanyakan kesana- kemari tentang teman itu, sehingga ditunjukkan orang tempatnya. Lalu ia masuk dan dijumpainya teman itu duduk bersama wanita jahat tadi.
Maka dirangkulnya temannya itu, dipeluknya dan ia terus tidak bergerak dari situ. Dan temannya itu membantah, mengatakan, tidak mengenalnya sama-sekali, disebabkan sangat malunya dari temannya itu.
Maka berkatalah teman yang datang itu : "Bangunlah, wahai te- manku! Aku telah mengetahui keadaanmu dan kisahmu. Dan tiadalah sekali-kali engkau yang lebih aku cintai dan muliakan, selain dari sa'atmu yang ini.

Tatkala teman itu melihat, bahwa tingkah-lakunya yang demikian, tidak menjatuhkan dia dari pandangan temannya yang datang itu, lalu iapun berdiri dan pergi bersama temannya tadi. Inilah cara kaum itu! Dan adalah lebih halus dan lebih dapat difahami dari sistim Abu Dzar ra. Dan sistim Abu Dzar adalah lebih baik dan lebih menyelamatkan.

Maka kalau anda mengatakan : Mengapakah aku mengatakan tadi, bahwa itu lebih halus dan lebih dapat difahami? Dan orang yang meiakukan ma'shiat tersebut, tiada boleh sejak mulanya, diambil menjadi teman. Maka wajiblah memutuskan hubungan dengan orang itu, pada kesudahannya. Karena hukum apabila telah tetap dengan sesuatu sebab ('illah), maka menurut qias (analogi), bahwa hukum itu hilang dengan hilangnya 'illah. Dan 'illah ikatan persau­daraan itu, ialah tolong-menolong pada agama. Dan tidaklah yang demikian itu, dapat diteruskan, serta mengerjakan ma'shiat. Maka aku menjawab : adapun adanya lebih halus, karena padanya kekasih-sayangan, kecondongan hati dan belas kasihan, yang mem­bawa kepada kembali kepada kebenaran dan bertobat. Karena terus-terusan malu, ketika kekalnya pershahabatan.

332

Dan manakala hubungan itu diputuskan dan harapan untuk men­jadi pershahabatan terputus, niscaya teman yang berbuat kesalahan itu, terus berkekalan dan terus-terusan di atas kesalahannya. Adapun adanya lebih dapat difahami, maka dari segi bahwa per­saudaraan itu adalah suatu ikatan, yang berkedudukan pada tem­pat kedudukan kekeluargaan. Maka apabila persaudaraan itu telah mengikat-membuhul, niscaya teguhlah yangbenar. Dan wajiblah disempumakan menurut yang diwajibkan oleh ikatan. Dan setengah daripada menyempumakan itu, ialah tidak menyia-nyiakan akan hari-hari kejahatan dan keperluannya. Dan keperluan agama, adalah lebih berat daripada keperluan harta. Dan telah menimpa pada te­man itu, hal yang meliarkan dan bahaya yang menyakitkan, yang memerlukan pertolongan disebabkan yang demikian itu padaaga- manya. Maka seyogialah ia diperhatikan, dipelihara dan tidak disia- siakan. Tetapi senantiasalah diperlakukan dengan lemah-lembut, supaya ia tertolong kepada terlepasnya dari kejadian itu, yang menyakitkannya.

Persaudaraan adalah suatu perisai bagi segala bencana dan peristiwa- peristiwa yang terjadi disegala zaman.
Dan yang tersebut itu adalah termasuk bencana yang paling berat. Orang dzalim, apabila berteman dengan orang taqwa dan memper- hatikan kepada takutnya dan kekekalan takutnya itu, maka ia akan kembali kepada kebenaran pada masa yang dekat. Dan iamalu daripada berkekalan di dalam perbuatan yang salah. Bahkan orang malas, yang berteman dengan orang yajig rajin bekerja, maka akan raj in, karena malu kepadanya.
Ja'far bin Sulaiman berkata : "Tatkala aku lesu pada pekezjaan, lalu aku melihat Muhammad bin Wasi' dan ketekunannya berbuat tha'at. Maka kembalilah kepadaku kerajinanku pada ibadah. Dan tezpisahlah daripadaku kemalasan. Dan teruslah aku bekerja sampai seminggu lamanya".
Penegasan ini, ialah, bahwa persaudaraan itu adalah sekerat daging, seperti sekerat daging keturunan. Dan kekeluargaan itu, tidak boleh disingkirkan dengan sebab kema'shiatan. Karena itulah, Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya saw. tentang keluarganya:
فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
(Fain ashauka faqul innii barii-un mrnimaa ta'-maluun). Artinya : "Dan jika mereka tidak mau mengikut perintah engkau, katakanlah ; 'Aku, berlepas tangan dari apa yang kamu kerjakan itu' . S. Asy-Syu'ara, ayat 216.

333

Dan tidak dikatakan : "Sesungguhnya aku berlepas tangan dari­pada kamu". Karena menjaga hak kefamilian dan kedagingan keturunan.
Dan kepada inilah, diisyaratkan oleh Abu'd Darda' tatkala orang bertanya kepadanya : "Apakah engkau tidak memarahi teman engkau, padahal dia berbuat demikian?".

Maka menjawab Abu'd Darda' : "Sesungguhnya aku memarahi perbuatannya. Dan kalau tidak perbuatan itu, maka dia. adalah temanku".
Persaudaraan agama adalah lebih kokoh, daripada persaudaraan kefamilian. Dan karena itulah, orang bertanya kepada seorang ahli hikmat: "Manakah yang lebih tuan cintai, saudara tuan atau teman tuan?". Ahli hikmat itu menjawab : "Sesungguhnya aku mencintai saudaraku, apabila ia temanku".

Al-Hasan berkata : "Berapa banyak saudara, yang tidak dilahirkan oleh ibumu sendiri". Dan karena itulah, ada orang yang mengata­kan : "Kefamilian itu memerlukan kepada kesayangan. Dan kesa­yangan itu, tidak memerlukan kepada kefamilian". Ja'far Ash-Shadiq ra. berkata : "Kesayangan sehari itu, adalah suatu hubungan (silaturrahim). Kesayangan sebulan itu, adalah suatu kefamilian. Dan kesayangan setahun itu, adalah kefamilian ketu- runan. Barangsiapa memutuskannya, niscaya ia diputuskan oleh Allah".
Jadi, memenuhi akan ikatan persaudaraan, apabila telah terdahulu pengikatannya, adalah wajib. Dan inilah jawaban kami tentang permulaan persaudaraan dengan orang fasiq. Karena belum lagi terdahulu sesuatu hak. Kalau telah terdahulu kefamilian, niscaya tidak dapat dielakkan, bahwa tiada seyogialah berputus-putuskan silaturrahim. Tetapi berelok-elokanlah.
Dalilnya, ialah : bahwa meninggalkan persaudaraan dan pershaha­batan pada sejak mulanya, tidaklah tercela dan tidaklah makruh. Bahkan berkata orang-orang yang mengatakan, bahwa sendirian itu adalah lebih utama.
Adapun memutuskan persaudaraan daripada terusnya persaudaraan, adalah dilarang dan dicela, terhadap pemutusan itu sendiri. Dan bandingannya dengan meninggalkannya sejak mulanya, adalah seperti : bandingan talak dengan meninggalkan perkawinan. Dan talak itu, adalah lebih dimarahi Allah Ta'ala daripada meninggalkan perkawinan (tidak kawin).

334

Nabi saw. bersabda :
شرار عباد الله المشاءون بالنميمة المفرقون بين الأحبة
(Syiraaru 'ibaadillaahil-masy-syaa-uuna binnamiimatil-mufarriquuna bainal-ahibbati). Artinya : ''Yang terjahat dari hamba Allah, ialah mereka yang me­lakukan perbuatan lalat merah (berbuat fitnah kesana-kemari), yang mencerai-beraikan diantara teman-teman yang dikasihi(1)

Sebahagian salaf (orang terdahulu) mengatakan tentang menutup­kan ketelanjuran teman-teman : "Sethan itu suka melemparkan kepada saudaramu seperti perbuatan ini. Sehingga kamu menyingkirkannya dan memutuskan hubungan dengan dia. Maka apakah yang kamu jaga daripada kesayangan musuhmu?". Dan ini, karena mencerai-beraikan diantara teman-teman yang dikasihi, adalah setengah daripada yang disukai sethan. Sebagai­mana mengerjakan perbuatan ma'shiat, adalah sebahagian daripada kesenangan sethan.
Apabila telah berhasil bagi sethan, salah satu dari kedua maksud­nya itu, maka tiada seyogialah ditambahkan kepadanya,maksud yang kedua. Dan kepada inilah, diisyaratkan oleh Nabi saw. me­ngenai orang yang memaki seseorang yang telah berbuat perbuatan keji. Karena ia bersabda: "Jauhkanlah dari sikap yang demikian" Beliau melarang dari tindakan yang demikian dan bersabda :
لا تكونوا أعوانا للشيطان على أخيكم
(Laa takuunuu 'aunan lisy-syaithaani 'alaa akhiikum).Artinya : Janganlah kamu menjadi penolong sethan terhadap saudaramu (2)
Dengan ini semuanya, nyatalah perbedaan antara terus-terusan dan permulaan. Karena bercampur-baur dengan orang-orang fasiq, adalah ditakuti. Dan pisah-memisahkan diri dengan teman-teman dan saudara-saudara juga ditakuti. Dan tidaklah orang yang selamat daripada pertentangan dengan orang lain, seperti orang yang tidak selamat. Dan pada permulaannya, ia telah selamat.
Kami berpendapat, bahwa menyingkirkan (al-Muhaajarah) dan menjauhkan diri (at-Taba'ud), adalah lebih  utama. Dan pada terusnya pershahabatan itu, terjadilah pertentangan antara kedua-nya. Maka adalah menyempurnakan hak persaudaraan itu lebih ut&ma. Dan ini semuanya adalah mengenai tergelincirnya dalam agamanya.

(1)Dixawikah Ahmad dari Asma' binti Yazid, dengan sanad dlalf
(2)Dirawikan AlBukhaxi dari Abu Hurairah.
335

Adapun tergelincirnya dalam hak teman, dengan sesuatu yang mengharuskan keliaran hati, maka tiada terdapat perbedaan pen­dapat lagi, bahwa yang lebih utama, ialah mema'afkan dan me­nanggung akibatnya. Bahkan semua yang mungkin ditempatkan pada segi yang baik dan digambarkan permulaan kema'afan pada­nya, yang dekat atau yang jauh, adalah wajib, demi hak persauda­raan.

Sesungguhnya ada yang mengatakan, bahwa seyogialah engkau mencari dalil bagi ketelanjuran temanmu tujuh puluh kema'afan. Kalau hatimu tidak menerimanya, maka kembalikanlah makian itu kepada dirimu sendiri!. Maka engkau mengatakan kepada hatimu : "Alangkah kesatnya engkau! Temanmu meminta ma'af kepadamu tujuh puluh kema'afan, engkau tidak mau menerimanya. Engkau- lah yang berbuat hal yang memalukan, bukan temanmu". Kalau ternyata, di mana teman itu tidak menerima perbaikan, maka seyogialah engkau tidak memarahinya, kalau engkau sanggup yang demikian.
Tetapi yang demikian itu, tidak mungkin. Imam Asy-Syafi-i ra. berkata : "Orang yang dibuat mar ah, lalu tidak marab, maka dia itu keledai. Dan orang yang dibuat rela, lalu tidak rela, maka dia itu sethan".
Maka janganlah kamu itu keledai atau sethan! Carilah kerelaan hatimu dengan dirimu sendiri, sebagai ganti dari temanmu! Jagalah daripada kamu menjadi sethan, jikalau kamu tidak suka menerimanya!.
Al-Ahmad berkata : "Hak teman, ialah bahwa engkau tanggung daripadanya tiga perkara : kedzaliman marah, kedzaliman kemas- huran dan kedzaliman salah". Dan yang lain berkata pula: "Tiada­lah aku sekali-kali mencaci seseorang, karena jikalau aku dicaci oleh orang mulia, maka aku adalah orang yang lebih berhak meng- ampunkannya. Atau aku dicaci oleh orang jahat, maka tidaklah aku jadikan kehormatanku suatu maksud baginya". Kemudian ia membuat contoh dan bermadah :
"Aku maafkan perkataan buruk dari orang mulia
sebagai simpanan padanya
Aku berpaling dari makian orang tercela sebagai pemuliaan kepadanya...


336


Dan ada lagi, yang bermadah :
Ambilkanlah dari temanmu yang bersih!
Tinggalkanlah yang kotor padanya!
Umur itu adalah amat pendek,
daripada caci-mencaci teman, kepada yang lain".
Manakala temanmu meminta ma'af padamu,
berdusta ia atau be nar, maka terimalah permintaan ma'afnya!.


Nabi saw. bersabda :
من اعتذر إليه أخوه فلم يقبل عذره فعليه مثل إثم صاحب المكس
(Mani'-tadzara ilaihi akhuuhu falam yaqbal 'udzrahu fa'-alihi mitslu itsmi shaahibil-maksi).
Artinya : "Barangsiapa yang diminta temannya padanya kemaaf an, lalu tiada diterimanya permintaan kemaafan itu, maka atasnya seperti dosa orang yang mengambil cukai(1) 


Dan Nabi saw. bersabda :
المؤمن سريع الغضب سريع الرضا
(Al-mu-minu sarii-'ul ghadlabi sarii-urridlaa).
Artinya : "Orang mu'min itu lekas marah dan lekas rela (mema'afkan)(2)

Nabi saw. tiada menyifatkan orang mu'min itu, dengan tidak marah. Dan begitu pula Allah Ta'ala berfirman :
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
(Wal kaadhimiinal ghaidh).Artinya : "Dan yang sanggup menahan marahnya". (S. Ali 'Imran, ayat 134). Dan tidak dikatakan : "Dan yang tiada mempunyai kemarahan".

Ini, adalah menurut kebiasaan, tidaklah berkesudahan kepada melukakan hati orang. Lalu ia tiada merasa pedih. Tetapi berke­sudahan, kepada bersabar dan sanggup menanggungnya. Dan sebagaimana rasa kepedihan dengan luka, adalah kehendak dari sifat tubuh, maka rasa kepedihan dengan sebab-sebab kema­rahan, adalah sifat hati. pan tak mungkin mencabutnya. Tetapi

(1) Dirawikan Ibnu Maiah dan Abu Dawud dari Jaudan dan dirawikan Ath-Thabrani dari Jabir dengan sanad dia if.
(2) Menurut Al-Iraqi beliau tidak menjumpal hadith yang bunyinya demikian. Tetapi dalam bunyi yang lain, yang maksudnya hampir bezaamaan dengan Itu.
337

mungkin mengekanginya, menahankannya dan berbuat kebalikan dari yang dikehendakinya. Karena kemarahan itu menghendaki kesembuhan, kedendaman dan pembalasan yang setimpal. Dan meninggalkan perbuatan menurut yang dikehendaki oleh kema­rahan itu, adalah mungkin. Seorang penya'ir bermadah :

Tidaklah engkau akan kekal berteman,
dengan orang yang tidak engkau kumpulkan,
perihalnya yang berserak-serakan.
Manakah orang yang selalu dalam kebersihan’


Abu Sulaiman Ad-Darani berkata kepada Ahmad bin Abil-Huwari: "Apabila engkau bersaudara dengan seseorang pada zaman ini, maka janganlah ia engkau cacikan terhadap apa yang tiada engkau sukai! Karena sesungguhnya engkau tiada akan aman daripada melihat dalam jawaban engkau, apa yang lebih buruk dari yang pertama".


Maka berkata Ahmad bin Abil-Huwari: "Lalu aku coba, maka aku dapati seperti yang demikian itu".
Setengah mereka berkata : "Sabar di atas yang menyakitkan dari teman, adalah lebih baik daripada mencacinya. Dan mencaci adalah lebih baik daripada memutuskan silaturrahim. Dan memutuskan silaturrahim, adalah lebih baik daripada berperang tanding". Dan seharuslah, bahwa : tidak bersangatan pada kemarahan itu ketika berperang tanding. Allah Ta'ala berfirman :
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً
('Asallaahu an yaj'-ala bainakum wa bainalladziina 'aadaitum min- hum mawaddah).Artinya:"Mudah-mudahan Allah nanti mengadakan kasih-sayang antara kamu dengan orang-orang yang (sekarang) menjadi musuh kamu (S. Al-Mumtahanah, ayat 7).

Nabi saw. bersabda :
السلام أحبب حبيبك هونا ما عسى أن يكون بغيضك يوما ما وأبغض بغيضك هونا ما عسى أن يكون حبيبك يوما ما(Ahbib habiibaka haunammaa *asaa an yakuuna baghiidlaka yau- mammaa. Wa abghidl baghiidlaka haunammaa 'asaa an yakuuna habiibaka yaumammaa).

338

Artinya : "Cintailah temanmu dengan tidak berlebih-lebikan! Mungkin ia pada suatu hari menjadi orang kemarahanmu! Dan marahilah orang yang menjadi kemarahanmu dengan tidak berlebih- lebihan! Mungkin ia pada suatu hari menjadi temanmu, (1) 'Umar ra. berkata : "Janganlah kecintaanmu itu memberatkan dan kemarahanmu itu membinasakan!" Yaitu : bahwa engkau me­nyukai kerusakan temanmu serta kebinasaan engkau.

Maka engkau berdo'a bagi teman, sebagaimana engkau berdo'a bagi dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membeda-bedakan dian­tara dirimu sendiri dan temanmu! Karena do'amu baginya, pada hakekatnya adalah do'amu bagi dirimu sendiri. Sesungguhnya Nabi saw. bersabda :
إذا دعا الرجل لأخيه في ظهر الغيب قال الملك ولك مثل ذلك
(Idzaa da-'arrajulu liakhiihi fii dhahril-ghaibi qaalal-malaku walakamitslu dzaalika).
Artinya : "Apabila berdo'alah seseorang bagi saudaranya di bela­kang (tidak dihadapan saudaranya itu), niscaya Malaikat berkata : Dan bagimu seperti yang demikian juga'". (2)

Dan pada kata-kata yang lain dari hadits berbunyi :
يقول الله تعالى بك أبدا يا عبدي
 (YaquuluUaahu ta'aala bika abda-u yaa 'abdi).Artinya : "Allah Ta 'ala berfirman : 'Dengan engkau aku mulai,wahai hambaKu! (3)
Dan pada suatu hadits, tersebut: uDiterima bagi seseorang menge­nai saudaranya, apa yang tiada diterima baginya mengenai dirinya sendiri". (4)

(1) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, katanya hadits gharib. Tetapi menurut Al-Iraqi, perawi-perawinya orang kepercayaan.
(2)Dirawikan Muslim dari Abid-Darda,
(3)Menurut Al-Iraqi, beliau tidak pernah menjumpai hadits ini.
(4)Juga Al-iraqi tidak menjumpai kata-kata ini.
339


Dan pada suatu hadits,tersebut : Doa seseorang bagi saudaranya di belakang saudaranya itu, tiada akan tertolak ". (1)

Dan Abid-Darda' berkata : "Sesungguhnya aku berdo'a bagi tujuh puluh orang dari saudara-saudaraku dalam sujudku. Aku sebutkan nama mereka semuanya".
Muhammad bin Yusuf Al-Ashfahani berkata : "Manakah seperti teman yang baik itu? Keluargamu membagi-bagikan pusaka yang kamu tinggalkan. Bersenang-senang dengan apa yang kamu tinggal kan. Dan dia itu (teman baik) seorang diri dengan kesedihanmu, mementingkan dengan apa yang kamu datangkan dan apa yang kamu jadikan kepadanya. Ia berdo'a bagimu dalam kegelapan malam dan engkau berada di bawah lapisan bumi. Dan seakan- akan teman baik itu mengikuti Malaikat, karena tersebut pada hadits :
إذا مات العبد قال الناس ما خلفت وقال الملائكة ما قدم
(Idzaa maatal 'abdu qaalan-naasu maa khallafa? Wa qaalatil malaa- ikatu maa qaddama?).
Artinya : "Apabila meninggallah hamba, lalu manusia bertanya : 'Apakah yang ditinggalkannya ?

Dan Malaikat bertanya : Apakah yang dibawanya. (2) Para Malaikat itu senang dengan orang ter­sebut, dengan apa yang dibawanya. Mereka bertanya tentang dia dan merasa sayang kepadanya
Ada yang mengatakan : "Barangsiapa sampai kepadanya, berita kematian saudaranya, lalu ia memohonkan rahmat dan ampun kepadanya, niscaya dituliskan baginya, seolah-olah ia mengunjungi jenazahnya dan bershalat padanya".

Diriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda: "Mait dalam kuburnya, adalah seumpama orang karam, yang bergantung pada tiap-tiap sesuatu. Mait itu menunggu do'a dari anaknya atau bapaknya atau saudaranya atau keluarganya. Dan sesungguh­nya masuk ke dalam kubur orang-orang mati, doa dari orang-orang hidup dari nur, seperti bukit". (3)


Dan setengah salaf berkata : "Do'a bagi orang-orang mati adalah seperti hadiah bagi orang-orang hidup. Maka masuklah Malaikat
(1)Dirawikan Ad-Daraquthni dari Abid Dud'.
(2)Dirawikan Al-Baihaql dari Abu Hurairah, sanad dlalf.
(3)Hadits ini dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Abu Hurairah. Dan kata Adz-Dzahabi dalam "Al-Mizan", bahwa hadits ini munkar (ditentang) benar.
340

kepada orang mati itu dan besertanya sebuah talam dari nur, yang di atasnya sehelai sapu tangan dari nur. Lalu Malaikat itu berkata : "Inilah hadiah bagimu dari saudaramu si Anu, dari keluargamu si Anu". Salaf tadi berkata seterusnya : "Maka senanglah mait itu dengan yang demikian, sebagaimana senangnya orang hidup dengan mendapat hadiah".


hak ketujuh  Kesetiaan dan keikhlasan.

Arti : Kesetiaan (al-wafa'), ialah tetap berkasih-kasihan dan terus-menerus sampai kepada mati bersama teman. Dan sesudah teman itu meninggal, kesetiaan tadi bersama anak-anak dan teman-teman- nya. Sesungguhnya kecintaan itu, dimaksudkan untuk akhirat. Maka jikalau terputus sebelum mati, niscaya binasalah perbuatan dan lenyaplah usaha.


Dan karena itulah Nabi saw. bersabda : Tentang tujuh orang yang dilindungi Allah dalam naungan-Nya. Dan dua orang yang berkasih- kasihan fi'llah (pada jalan Allah). Keduanya berkumpul untuk yang demikian dan berpisah terhadap yang demikian ". (1)

Setengah mereka berkata : "Sedikitnya kesetiaan sesudah mening­gal, adalah lebih baik daripada banyaknya pada masa hidup". Karena itulah diriwayatkan, bahwa Nabi saw.: Memuliakan seorang wanita tua yang datang kepadanya. Lalu beliau ditanyakan tentang hal itu, maka beliau menjawab :
إنها كانت تأتينا أيام خديجة وإن كرم العهد من الدين
(Innahaa kaanat ta'-tiina ayyaama khadiijata wa-inna karamal 'ahdi minaddiin).
Artinya : "Sesungguhnya wanita tua tersebut telah datang kepada kami sewaktu Khadijah masih hidup. Dan sesungguhnya kemuliaan masa itu, adalah setengah dari agama". (2)

Setengah dari kesetiaan kepada teman, ialah menjaga semua teman, keluarga dan orang-orang yang berhubungan dengan teman. Dan menjaga mereka itu semuanya, adalah lebih membekas dalam hati teman, daripada menjaga teman itu sendiri. Karena kesenangannya dengan mencari yang tidak ada, dari orang yang berhubungan de­ngan dia, adalah lebih banyak. Karena tidaklah menunjukkan kepada kuatnya kasih-sayang dan cinta, kecuali dengan melampaui

(1)Hadits ini sudah diterangkan duhi beberapa kali.
(2)Dirawikan Al-Hakim dari 'A-isyah dan katanya hadits shahih.
341

keduanya itu dari yang dicintai, kepada semua orang yang berhu- bungan dengan dia. Sehingga anjing yang berada di pintu rumah- nya, seyogialah dibedakan dalam hati, dari anjing-anjing yang lain.

Manakala terputuslah kesetiaan dengan kekalnya kecintaan, niscaya gembiralah sethan dengan demikian. Sesungguhnya sethan tiadalah merasa dengki terhadap dua orang yang tolong-menolong di atas kebajikan, sebagaimana dengkinya terhadap dua orang yang ber- saudara pada jalan Allah dan berkasih-kasihan padanya. Maka sethan itu sesungguhnya berusaha benar-benar untuk merusakkan perhubungan diantara keduanya.

Allah Ta'ala berfirman,:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ
 (Waqul li-'ibaadii yaquuluMatii hiya ahsanu innasy-syaithaana yan- zaghu bainahum).
Artinya : "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, (supaya) mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik, sesungguhnya sethan itu menyebarkan perselisihan diantara mereka". (S. Al- Isra', ayat 53).

Allah Ta'ala berfirman, menerangkan tentang Yusuf :
مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي
(Min ba'-di an nazaghasy-syaithaanu bainii wa baina ikhwatii). Artinya : "Sesudah sethan memecah-belah antara aku dengan saudara-saudaraku(S. Yusuf, ayat 100).


Ada yang mengatakan, bahwa tiadalah bersaudaxa dua orang fi'llah, lalu terjadilah perceraian diantara keduanya, kecuali dise­babkan dosa yang dikerjakan oleh salah seorang daripada keduanya. Bisyr berkata : "Apabila lalailah hamba pada mentha'ati Allah, niscaya ditarik oleh Allah orang yang berjinakkan hati dengan dia".Yang demikian, karena sesungguhnya teman-teman itu adalah yang memberi penghiburan dalam kesusahan dan pertolongan pada agama.

Karena itulah, Ibnul-Mubarak berkata: "Yang paling mengenakkan dari segala sesuatu itu, ialah duduk-duduk dengan teman dan berbalik kepada rasa mencukupi. Kesayangan yang kekal, ialah yang ada pada jalan Allah (fi'llah). Dan pada yang ada karena sesu­atu maksud, akan hilang dengan hilangnya maksud itu".
342

Setengah daripada buah kesayangan fi'llah, ialah tidak ada kesa­yangan itu beserta kedengkian pada agama dan dunia. Bagaimanakah ia mendengkinya, sedang semua itu adalah bagi temannya? Maka kepadanya kembali faedahnya.

Dan dengan yang tersebut itulah, disifatkan oleh Allah Ta'ala orang-orang yang berkasih-kasihan fi'llah (pada jalan Allah). Allah Ta'ala berfirman :
وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
(Wa-laa yajiduuna fii shuduurihim haajatan mimmaa uutuu wayu'- tsiruuna 'alaa anfusihim).Artinya : "Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (yang berpin- dah itu), bahkan mereka mengutamakan (kawannya) lebih dari diri sendiri(S. Al-Hasyr, ayat 9). Dan adanya keinginan itu, ialah dengki.

Dan sebahagian dari kesetiaan, ialah tiada berobah keadaannya tentang merendahkan diri bersama temannya, meskipun kedudukannya telah meninggi, wilayahnya telah meluas dan kemegahannya telah membesar. Maka meninggikan diri terhadap teman-teman, disebabkan hal ikhwal yang terjadi membaru itu, adalah tercela.

Berkata seorang penya'ir :
"Sesungguhnya orang-orang mulia,
apabila telah kaya-raya,
mereka teringat kepada orang yang berpautan jiwa,
dalam gubuk kasar yang penuh derita


Setengah salaf mewasiatkan kepada anaknya, lalu berkata : "Wahai anakku! Janganlah engkau berteman dengan manusia, kecuali orang, apabila engkau memerlukan kepadanya, niscaya ia mende­kati engkau. Jikalau engkau tidak memerlukan kepadanya, niscaya ia tidak mengharap kepada engkau. Jikalau meninggi kedudukannya, niscaya ia tidak meninggi terhadap engkau". Setengah ahli hikmat (hukama') berkata : "Apabila temanmu memegang sesuatu wilayah, lalu tetap setengah kesayangannya kepa­damu, maka itu adalah banyak".


Diceriterakan oleh Ar-Rabi', bahwa Imam Asy-Syafi'-i ra. meng- adakan persaudaraan dengan seorang laki-laki di Bagdad. Kemudian saudaranya itu me megang wilayah As-Saibain. Lalu berobahlah sikapnya terhadap beliau, dari yang sudah-sudah. Maka Asy-Syafi'-i menulis kepada teman itu beberapa kuntum sya'ir ini:
343

Pergilah! Kesayangan kepadamu dari hatiku,
telah bercerai lepas untuk selama-lamanya.
Tetapi bukanlah cerai, yang tidak boleh kembali lagi.
Kalau engkau kembali, maka itu adalah talak satu,
dan kekallah kesayanganmu bagiku tinggal dua.
Kalau engkau tidak mau kembali,
aku genapkan yang satu itu dengan satu lagi.
Maka engkau tertalak dua dalam dua haidl.
Dan yang ketiga, pasti datang kepadamu daripadaku.
Sehingga tak mencukupi lagi bagimu wilayah As-Saibain itu.

Ketahuilah kiranya, bahwa tidaklah dari kesetiaan, bersesuaian dengan teman, tentang sesuatu yang menyalahi kebenaran dalam hal yang berhubungan dengan agama. Tetapi termasuk kesetiaan, ialah bersalahan bagi yang demikian itu.

Adalah Asy-Syafi-'i ra. mengadakan persaudaraan dengan Muham­mad bin Abdul Hakam. Ia mendekatkannya, merangkulkannya dan mengatakan : "Tidaklah yang mendudukkan aku di Mesir, selain dia".
Maka sakitlah Muhammad itu, lalu dikunjungi oleh Asy-Syafi-'i ra. seraya beliau bermadah 

"Telah sakitlah teman,
 maka aku mengunjunginya.
Lalu sakitlah aku, dari penjagaanku kepadanya.
Dan datanglah teman mengunjungi aku.
Lalu sembuhlah aku, demi memandangnya
Manusia menyangka, karena benarnya kasih-sayang diantara kedua­nya,


bahwa Asy-Syafi-'i akan menyerahkan urusan halqahnya (tempat beliau mengajar) kepada Muhammad bin Abdul Hakam, setelah beliau wafat. Maka orang bertanya kepada Asy-Syafi-'i dalam sakitnya, di mana beliau ra. wafat dalam sakit itu : "Dengan siapakah kami duduk sesudahmu wahai Abu Abdillah?". (1)
(1) Panggilan kepada Imam Asy-Syafi-'i.
344

Muhammad bin Abdul Hakam memandang kepada Asy-Syafi-'i ra., di mana ia duduk di samping kepalanya, supaya beliau menunjukkan dia. 

Lalu Asy-Syafi'-i berkata : "Subhaanallaah! Adakah diragukan mengenai ini, Abu Ya'qub Al-Buaithi?". Maka hancur-remuklah hati Muhammad bin Abdul Hakam karenanya. Dan para shahabat Asy-Syafi'-i tertarik kepada Al-Buaithi, sedang Muhammad bin Abdul Hakam telah membawa dari Imam Asy-Syafi'-i madzhahnya seluruhnya. Tetapi Al-Buaithi adalah lebih utama dan lebih dekat kepada zuhud dan wara'. Maka Asy- Syafi'-i ra. menasehatkan karena Allah, karena kaum Muslimin dan karena Meninggalkan berminyak-minyakan air. Dan tidak meng­utamakan kerelaan makhluq dari kerelaan Allah Ta'ala. Setelah Asy-Syafi'-i meninggal, lalu Muhammad bin Abdul Hakam berbalik dari madzhab Asy-Syafi'-i dan kembali kepada madzhab bapaknya. Dan mempelajari kitab-kitab Malik ra. Dan dia termasuk sebahagian dari shahabat-shahabat Malik ra. yang terbesar. Al-Buaithi mengutamakan zuhud dan tidak suka kemegahan. Dan tidak menarik hatinya berkumpul dan duduk di halqah. Ia sibuk beribadah dan menyusun Kitab Al-Umm, yang disebut-sebut seka­rang karangan Ar-Rabi' bin Sulaiman dan terkenal yang demikian. Sesungguhnya Kitab Al-Umm itu disusun oleh Al-Buaithi. Tetapi beliau tidak menyebutkan namanya padanya dan tidak menyandarkan kepada dirinya sendiri. Lalu Ar-Rabi' menambahkan pada Al-Umm, membuat dan menyiarkan Al-Umm itu kepada orang ba­nyak. Dan yang dimaksud, bahwa kesetiaan dengan kasih-sayang, sebahagian dari kesempurnaannya, ialah : nasehat karena Allah. 


Berkata Al-Ahnaf : "Persaudaraan itu, adalah mutiara yang halus. Kalau tidak engkau menjaganya, niscaya mendatangkan beberapa bahaya. Maka jagalah dengan menahan kemarahan, sehingga engkau meminta ma'af pada orang yang berbuat dzalim kepada engkau. Dan dengan kerelaan, sehingga engkau tidak berbanyak keutamaan dari dirimu dan keteledoran dari saudaramu. Setengah dari tanda-tanda kebenaran, keikhlasan dan kesempurnaan setia, ialah, bahwa : engkau merasa sangat gundah berpisah, akan liamya tabi'at dari sebab-sebabnya perpisahan, sebagaimana terse­but pada sekuntum sya'ir :

Aku peroleh segala malapetaka
yang terjadi sembarang waktu.
Semuanya mudah saja,
selain berpisah dengan teman-temanku.
345

Ibnu 'Uyainah menyanyikan madah ini. Dan berkata: "Sesungguh­nya telah aku kenal beberapa kaum, yang aku telah berpisah denganmereka semenjak tiga puluh tahun. Tidak terkhayal kepadaku, bahwa kesedihan berpisah dengan mereka, telah hilang dari qal- buku".

Dan setengah dari kesetiaan, ialah bahwa : ia tidak memperdengarkan segala apa yang disampaikan orang, kepada temannya. Lebih- lebih orang yang pada mulanya melahirkan, bahwa ia cinta kasih kepada temannya. Agar ia tidak kena tuduhan. Kemudian, ia mengemukakan kata-kata dengan tiba-tiba dan membawa dari teman kata-kata yang menusukkan jantung.

Yang demikian, adalah termasuk daya-upaya yang halus dalam pemukulan kepada teman. Barangsiapa tiada menjaga daripadanya, niscaya tidaklah sekali-kali kekal kesayangan diantaranya. Seorang berkata kepada ahli hikmat : "Sesungguhnya aku datang kemari, ingin meminang kesayangan tuan".

Ahli hikmat itu menjawab : "Jikalau engkau jadikan emas kawin- nya tiga, niscaya aku laksanakan". Orang itu bertanya : "Apakah yang tiga itu?". Ahli hikmat tadi menjawab : "Jangan engkau perdengarkan kepada­ku apa yang disampaikan orang! Jangan engkau menyalahi aku pada sesuatu urusan! Dan jangan engkau sampaikan kepadaku be­rita yang tidak terang!".
Dan setengah dari kesetiaan, ialah tiada berteman dengan musuh teman sendiri. Imam Asy-Syafi'-i berkata : "Apabila temanmu mentha'ati musuhmu, maka keduanya telah bersekutu memusuhi kamu".

hak kedelapan : Meringankan, meninggalkan yang berat kepada diri sendiri (at-takalluf) dan yang memberatkan kepada orang lain (at-taklif).

Yang demikian, ialah bahwa : tidak memberatkan kepada teman apa yang sukar kepadanya. Tetapi menyenangkan hati teman, dengan membantu segala kepentingan dan keperluannya. Dan menghiburkannya, dengan tidak memikulkan sesuatu daripada tugas-tugasnya. Maka tidaklah mengambil dari teman, dari keme­gahan dan hartanya. Dan tidak memberatkan teman untuk meren­dahkan diri kepadanya. Mencari yang hilang dari hal ikhwalnya dan menegakkan hak-haknya. Tetapi, ia tidak bermaksud dengan berkasih-sayangan dengan teman itu, selain Allah Ta'ala. Karena mengharap barakah dengan do'a teman, senang hati dengan bertemu teman, memperoleh pertolongan dengan teman untuk agama,mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan menegakkan segala hak teman dan menanggung perbelanjaan teman.
346


Setengah mereka berkata : "Barangsiapa menghendaki dari kawan- kawannya, apa yang tiada dikehendaki mereka, maka sesungguh­nya ia telah berbuat dzalim kepada mereka. Dan barangsiapa menghendaki dari mereka, seperti apa yang dikehendeki mereka, maka sesungguhnya ia telah memayahkan mereka, Dan barangsiapa yang tiada menghendaki, maka ia adalah orang yang berbuat keutamaan kepada mereka".

Setengah ahli hikmat berkata : "Barangsiapa menjadikan dirinya pada teman-temannya, di atas dari kesanggupannya, niscaya ia berdosa dan teman-teman itupun berdosa. Barangsiapa menjadikan dirinya menurut kesanggupannya, niscaya ia payah dan memayah­kan teman-temannya. Dan barangsiapa menjadikan dirinya kurang dari kesanggupannya, niscaya ia selamat dan teman-temannyapun selamat".

Dan kesempurnaan peringanan, ialah dengan melipatkan tikar permadani pemberatan. Sehingga ia tidak malu dari teman, pada apa yang ia tidak malu dari dirinya sendiri.


Al-Junaid berkata : "Tidaklah berteman dua orang fi'llah, lalu merasa liar salah seorang daripada keduanya dari temannya atau merasa malu, kecuali karena sesuatu sebab pada salah seorang dari keduanya".
'Ali ra. berkata : "Yang jahat dari teman-teman, ialah orang yang memberatkan dirinya untuk kamu, orang yang memerlukan kamu kepada berlemah-lembut dan orang yang membawa kamu kepada meminta ma'af".
Al-Fudlail berkata : "Sesungguhnya manusia putus-memutuskan hubungan dengan sebab memberatkan teman. Seorang dari mereka berziarah kepada temannya, lalu merasa berat untuk temannya itu. Maka yang demikian, memutuskan dia dari teman".

A-isyah ra. berkata : "Orang mu'min itu saudara orang mu'min. Tiada memperoleh ghanimah (harta rampasan) daripadanya dan tiada merasa malu kepadanya".
Al-Junaid berkata : "Aku berteman dengan empat tingkat dari golongan ini. Masing-masing tingkat tiga puluh orang : Harits Al- Muhasibi dan tingkatnya, Hasan Al-Masuhi dan tingkatnya, Sariyya As-Suqthi dan tingkatnya dan Ibnul Kuraibi dan tingkatnya. Maka tidaklah berteman dua orang fi'llah dan salah seorang dari kedua­nya merasa malu kepada temannya atau hatinya merasa liar, kecu­ali karena sesuatu sebab pada salah seorang dari keduanya".
347

Ada yang bertanya kepada setengah mereka : "Siapakah yang kami berteman?". Lalu yang ditanyakan itu menjawab : "Orang yang mengangkatkan daripada engkau, pikulan yang memberatkan dan gugur antara engkau dan dia, perbelanjaan menjagakan diri". Ja'far bin Muhammad Ash-Shadiq ra. berkata : "Yang terberat teman-temanku di atas diriku, ialah orang yang memberatkan diri­nya untukku dan aku menjaga diri daripadanya. Dan yang teringan mereka di atas qalbuku, ialah orang, di mana aku bersama dia, sebagaimana aku berada seorang diri".

Sebahagian orang shufi berkata : "Janganlah engkau bergaul de­ngan manusia, selain orang, yang tidak bertambah engkau padanya dengan kebajikan dan engkau tidak berkurang padanya dengan dosa. Adalah yang demikian itu bagi engkau dan atas engkau. Dan engkau padanya sama". Sesungguhnya ia mengatakan ini, karena dengan demikian ia terlepas daripada keadaan yang memberatkan dan yang menjagakan dirinya. Kalau tidak demikian, maka karakter manusia membawanya kepada menjaga diri daripada teman, apabila diketahuinya bahwa yang demikian akan mengurangkan padanya. Setengah mereka berkata : "Hendaklah kamu dengan anak-anak dunia itu dengan adab-sopan! Dengan anak-anak akhirat, dengan ilmu pengetahuan! Dan dengan orang arifin (orang-orang yang berilmu ma'rifah) bagaimana yang kamu kehendaki!".

Yang lain berkata : "Janganlah engkau berteman, kecuali dengan orang yang mengajak engkau bertaubat, apabila engkau berdosa. Dan memberi ma'af kepada engkau, apabila engkau berbuat keja­hatan. Menanggung perbelanjaan engkau dan mencukupkan akan engkau oleh perbelanjaan dirinya".
Yang mengatakan di atas ini, telah menyempitkan jalan persauda­raan kepada manusia. Dan tidaklah persoalannya seperti yang demi­kian. Tetapi seyogialah bahwa mengadakan persaudaraan tiap-tiap orang yang beragama, berakal dan bercita-cita menegakkan syarat- syarat tersebut. Dan tidak memberatkan orang lain dengan syarat- syarat itu. Sehingga banyaklah temannya. Karena dengan deminian, adalah ia bersaudara fi'llah. Kalau tidak demikian, niscaya adalah persaudaraannya itu untuk kebaikan dirinya sendiri saja.

Dan karena itulah, seorang laki-laki bertanya kepada Al-Junaid : "Sesungguhnya telah sukarlah teman pada masa ini. Manakah temanku pada jalan Allah (fi'llah).
348

Al-Junaid berkata kepada orang itu: "Jikalau engkau menghendaki teman, yang mencukupkan akan engkau perbelanjaan engkau dan yang menanggung kesakitan engkau, maka demi umurku, ini adalah sedikit. Dan jikalau engkau menghendaki teman fi'llah, di mana engkau menanggung perbelanjaannya dan engkau bersabar di atas kesakitan yang dibuatnya, maka padaku segolongan orang yang akan aku perkenalkan mereka bagimu". Maka laki-laki itu diam.

Ketahuilah kiranya, bahwa manusia itu tiga : seorang yang engkau memperoleh manfa'at berteman dengan dia, seorang yang engkau sanggup mendatangkan manfa'at kepadanya dan engkau tiada memperoleh melarat dengan dia, tetapi juga engkau tiada memper­oleh manfa'at daripadanya dan seorang yang engkau tiada sanggup pula mendatangkan manfa'at kepadanya dan engkau memperoleh melarat daripadanya. Itulah orang dungu atau orang jahat budi. Maka yang ketiga ini, seyogialah engkau menjauhinya. Adapun yang kedua, maka jangan engkau menjauhinya. Karena engkau memperoleh manfa'at di akhirat dengan syafa'at dan do'any a. Dan dengan pahala engkau berdiri berbuat dengan sebabnya.

Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mewahyukan kepada Musa as. : "Jikalau engkau tha'at kepada-Ku, maka alangkah banyaknya temanmu".Artinya : "Jikalau engkau menolong mereka, menanggung yang tidak enak dari mereka dan tiada engkau dengki kepada mereka. 


Setengah mereka berkata : "Aku berteman dengan manusia selama lima puluh tahun. Maka tidaklah terjadi diantara aku dan mereka perselisihan. Sesungguhnya adalah aku bersama mereka di atas tanggungan diriku". Dan orang yang ini sifatnya, maka banyaklah temannya.

Sebahagian dari peringanan dan meninggalkan at-takalluf, ialah, bahwa tiada mendatangkan halangan dalam ibadah-ibadah sunn ah. Dan adalah segolongan kaum shufi berteman di atas syarat persa­maan, diantara empat arti : jikalau salah seorang mereka makan siang seluruhnya, niscaya tidaklah temannya berkata: "Puasalah!". Dan jikalau ia berpuasa suntuk masa seluruhnya, niscaya temannya tidak mengatakan kepadanya : "Berbukalah!". Dan jikalau ia tidur malam seluruhnya, niscaya temannya tidak mengatakan kepadanya : "Bangunlah mengerjakan shalat malam!". Dan bagi orang yang mengerjakan shalat malam seluruhnya, niscaya teman­nya tiada mengatakan kepadanya: "Tidurlah!". Dan bersamaanlah

349

hal ikhwalnya pada teman dengan tiada tambahan dan kekurangan. Karena yang demikian itu, jikalau berlebih kurang, niscaya sudah pasti, tabi'at diri menggerakkan kepada ria dan penjagaan diri. Sesungguhnya ada yang mengatakan : "Barangsiapa gugur (tak ada) pemberatannya, niscaya kekallah kejinakan hatinya. Dan barang­siapa ringan pembelanjaannya, niscaya kekallah kekasih-sayangan- nya".

Setengah shahabat berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala mengutuk orang-orang yang berbuat-buat pemberatan (al-mutakallifin)". 

Dan Nabi saw. bersabda :
أنا والأتقياء من أمتي برآء من التكلف
(Ana wal-atqiyaa-u min-ummatii bura-u minat-takalluf).
Artinya : "Aku dan orang-orang yang bertaqwa dari ummatku, adalah merasa terlepas (bebas) daripada at-takalluf(1)

Setengah mereka berkata : "Apabila diperbuat seseorang pada rumah temannya empat perkara, maka sesungguhnya telah sem- purnalah kejinakan hatinya dengan teman itu : apabila ia makan padanya, ia masuk kamar tempat buang air, ia mengerjakan shalat dan tidur di rumah teman itu".

Lalu diterangkan yang demikian kepada setengah. syaikh-syaikh (guru-guru), maka beliau itu menjawab : "Masih ada yang kelima. Yaitu : ia datang bersama isterinya ke rumah temannya dan disetubuhinya isterinya di situ". Karena rumah itu diperbuatnya untuk melakukan dengan tersembunyi hal-hal yang lima tadi. Kalau bukan yang demikian, maka masjid-masjid adalah lebih menyenangkan hati orang-orang yang beribadah. Apabila telah diperbuat yang lima tadi, maka sesungguhnya telah sempurnalah persau­daraan. Terangkatlah malu dan teguhlah kelapangan dada. Dan ucapan orang Arab pada bersalaman mereka, menunjukkan kepada yang demikian. Karena salah seorang dari mereka mengatakan kepada temannya : مرحبا وأهلا وسهلا "Marhaban wa ahlan wa sahlan!". Artinya : "Bagimu pada kami marhab, yaitu : kalapangan hati dan tempat! Dan bagimu pada kami kekeluargaan, di mana engkau merasa kejinakan hati dengan kekeluargaan itu, tanpa keliaran hati bagimu dari kami. Dan bagimu pada kami kemudahan pada yang demikian
1) Dirawikan Ad-Daraquthni dan Az-Zubair bin Al-Awwam, isnadnya dla'if.
350

itu semuanya. Artinya : tiada sukar bagimu sesuatu pada kami, dari apa yang ertgkau kehendaki". (1)
Dan tiada sempurnalah pe ringan an dan meninggalkan at-takalluf itu, kecuali dengan memandang dirinya sendiri, kurang dari teman- temannya. Membaikkan sangka kepada mereka dan memburukkan sangka kepada dirinya sendiri.

Apabila ia melihat mereka lebih baik dari dirinya sendiri, maka pada ketika itu, ia adalah lebih baik dari mereka. Abu Mu'awiah Al-Aswad berkata : "Teman-temanku semuanya adalah lebih baik daripadaku".
Lalu orang bertanya kepadanya : "Bagaimanakah maka begitu?". Ia menjawab: "Semua mereka memandang, bahwa aku mempunyai keutamaan (keiebihan) daripadanya. Dan siapa yang melebihkan aku dari dirinya, maka dia adalah lebih baik daripadaku".

Nabi saw. bersabda :
المرء على دين خليله ولا خير في صحبة من لا يرى لك مثل ما ترى له
(Al-mar-u 'alaa diini khaliilihi walaa khaira fii shuhbati man laa yaraa iaka mitsla maa taraa lahu).Artinya : "Manusia itu di atas agama temannya. Dan tak ada keba­jikan pada bershahabat dengan orang, yang tiada melihat bagi engkau, seperti apa yang engkau lihat baginya ". (2)

Inilah derajat yang sekurang-kurangnya. Yaitu : memandang de­ngan mata persamaan dan kesempurnasan pada melihat keutamaan teman. Dan karena itulah, Sufyan berkata : Apabila dikatakan kepadamu : "Hai orang jahat!". 
Lalu kamu marahMaka kamu itu orang jahat. Artinya : seyogialah engkau beri'tiqad yang demikian itu pada diri engkau untuk selama-lamanya. Dan akan datang bentuk yang demikian, pada "Kitab Tekebur dan Kebanggaan diri". Sesungguhnya ada orang bermadah, tentang arti merendahkan diri dan melihat keiebihan teman, dengan beberapa kuntum sya'ir :
"Hinakanlah diri pada orang, kalau engkau menghinakan diri padanya, maka dia memandang itu keutamaan, bukan karena kebebalan.

(1)Marhaban wa ahlan wa sahlan itu, artinya yang asli masing-masing adalah :
—Marhaban    lapang, luas.
—Ahlan,keluarga ,famili.
—Sahlan,mudah ,tidak sukar.
(2)Dirawikan Ibnu 'Uda dari Anas, dengan sanad dia'if.
351


Kesampingkanlah bershahabat, dengan orang yang selalu, memandang dirinya lebih derajat, dari teman-temannya itu".

Yang lain bermadah pula :
"Berapa banyak teman,
yang aku kenal sebagai teman,
lebih beruntung daripada teman lama.
Kawan yang aku lihat di jalan padaku menjadi, teman yang hakiki.


Manakala ia melihat kelebihan bagi dirinya sendiri, maka sesung- guhnya ia telah menghinakan temannya. Dan ini pada umumnya kaum Muslimin itu tercela.
Nabi saw. bersabda :
بحسب المؤمن من الشر أن يحقر أخاه المسلم
(Bihasbil mu'-mini minasy-syarri an yahqira akhaahul-muslim). Artinya : "Cukuplah jahat orang mu'min, bahwa ia menghina saudaranya muslim(1)

Dan setengah dari kesempurnaan kelapangan dada dan meninggal kan at-takalluf, ialah : bahwa ia bermusyawarah dengan teman- temannya pada semua yang dimaksudkannya. Dan diterimanya petunjuk mereka. Allah Ta*ala berfirman :
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
(Wa syaawirhum fil-amri).Artinya: "Dan adakanlah musyawarah dengan mereka dalam beberapa urusan (S. 'Ali 'Imran, ayat 159).


Dan seyogialah tidak menyembunyikan pada teman-teman, sesuatu dari rahasianya, sebagaimana diriwayatkan, bahwa Ya*qub bin Akhi Ma'ruf berkata : "Telah datang Aswad bin Salim kepada 'Ammi Ma'ruf. Dan Aswad telah bersaudara dengan dia. Lalu berkata : 'Bahwa Bisyr bin Al-Harits ingin bersaudara dengan kamu. Ia malu mengatakan demikian itu kepadamu, Ia mengutus- kan aku kepadamu, meminta supaya kamu mengikatkan persaudaraan diantara kamu dan dia. Ia akan menguji dan berpegang dengan persaudaraan itu. Hanya ia mensyaratkan pada persaudaraan
(1) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
352


itu syarat-syarat, di mana ia tidak suka bahwa ia menjadi terkenal dengan demikian. Dan tidak ada diantara engkau dan dia, kunjung mengunjungi dan jumpa menjumpai. Karena ia tidak suka banyak perjumpaan'".
Lalu Ma'ruf menjawab : "Adapun aku ini, jikalau bersaudara de­ngan seseorang, maka aku tiada suka berpisah dengan dia malam dan siang. Dan aku mengunjunginya setiap waktu dan mengutama­kan di atas diriku sendiri dalam segala hal".

Kemudiah Ma'ruf menerangkan tentang keutamaan persaudaraan dan berkasih-kasihan pada jalan Allah (fi'llah), beberapa hadits yang banyak. Kemudian, beliau mengatakan dalam hadits-hadits itu :"Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mempersaudarakan (mengambil teman) akan 'Ali, lalu beliau berkongsi dengan Ali pada ilmu pengetahuan. (1)Beliau bagi-membagikan dengan 'Ali tentang badan. (2)

Beliau mengawinkan dengan 'Ali puterinya yang utama dan yang lebih dicintainya diantara puteri-puterinya. (3)
Dan beliau tentukan kepada 'Ali yang demikian, karena persauda- raannya itu. Aku mengangkat engkau sebagai saksi, bahwa aku telah mengikatkan persaudaraan antaraku dan dia (Bisyr bin Al- Harts). Dan aku ikatkan persaudaraannya pada jalan Allah (fi'llah) karena pesanan yang engkau bawa dan karena permintaannya, bahwa tidak akan berziarah kepadaku, kalau ia tidak suka demikian. Tetapi aku akan berziarah kepadanya, manakala aku mengingininya. Dan suruhkanlah dia menjumpai aku pada tempat-tempat yang kami dapat bertemu di tempat-tempat itu! Dan suruhkanlah dia, bahwa ia tidak akan menyembunyikah kepadaku sesuatu tentang keadaannya. Dan bahwa ia akan memperlihatkan kepada­ku semua hal ikhwahiya!".

Maka Aswad bin Salim menceriterakan kepada Bisyr yang demi­kian itu. Bisyr setuju dan merasa gembira dengan berita tersebut. Inilah kumpulan hak-hak pershahabatan! Dan telah kami sebutkan sekali secara tidak terperinci dan sekali secara terperinci. Dan yang demikian itu tidak akan sempurna, kecuali dengan atas diri engkau bagi teman-teman. Dan tidaklah bagi diri engkau atas pundak teman-teman. Dan bahwa engkau tempatkan diri engkau pada
1) Dirawikan An-Nasai Dari Ali.
2)Diriawikan Muslim dari Jahir. .
3)Dirawikan AL-Bukhari dan Muslm dari 'Ali. Dan hadith ini sangat terkenal.
353
tingkat pelayan untuk teman-teman itu. Maka engkau ikatkan semua anggauta tubuh engkau demi hak teman-teman. Adapun penglihatan, maka dengan memandang kepada teman- teman itu, dengan pandangan kesayangan, yang mereka mengetahui kesayangan itu daripada engkau. Engkau pandang kepada segala kebaikan mereka dan engkau membutakan mata daripada segala kekurangan mereka. Tiada engkau palingkan mata engkau dari mereka pada waktu penghadapan mereka kepada engkau dan per­kataan mereka bersama engkau.

Diriwayatkan bahwa Nabi saw. memberikan kepada tiap-tiap orang yang duduk padanya, bahagian dari wajahnya.
Dan tiada seorang­pun yang didengar oleh Nabi saw. perkataannya, melainkan orang itu menyangka bahwa dialah manusia yang paling mulia pada Nabi saw. Sehingga majelisnya, pendengarannya, pembicaraannya, kelemah-lembutan pertanyaannya dan penghadapan wajahnya, adalah kepada orang yang duduk di sisinya. (1)
Adalah Majelis Nabi saw. itu majelis malu, merendahkan diri dan amanah.
Dan adalah Nabi saw. manusia yang paling banyak tersenyum dan tertawa di muka shahabat-shahabatnya dan merasa ta'jub daripada apa yang dipercakapkan mereka dengan beliau.
Dan adalah ketawa para shahabatnya di sisinya itu, merupakan senyuman. Karena mereka itu mengikuti perbuatannya dan meng- hormati kepadanya saw.
Adapun pendengaran, maka dengan mendengar perkataan teman itu, merasa lezat-ke-enakan dengan mendengarkannya, membenar- kannya dan melahirkan kegembiraan dengan perkataan teman itu. Dan tidak engkau memotong pembicaraan teman-teman itu dengan penolakan, dengan pertengkaran, masuk-memasukkan dan penan tangan.
Jikalau engkau dipaksakan oleh sesuatu hal mendatang, maka engkau minta ma'af kepada mereka (meminta izin tidak turut campur). Dan menjaga pendengaran engkau, daripada mendengar apa yang tidak disukai oleh mereka.
Adapun lisan, maka telah kami sebutkan dahulu hak-haknya. Sesungguhnya memperkatakan tentang itu, akan panjang. Sebaha­gian daripada yang demikian, ialah bahwa tiada meninggikan suara di atas teman-teman. Dan tiada menghadapkan percakapan dengan mereka, kecuali dengan apa yang dipahami mereka.
(1)Dirawikan At-Tirmidzi dari 'Ali ra.
354

Adapun dua tangan, maka tidaklah kedua tangan itu digenggamkan, daripada memberi pertolongan kepada mereka, pada segala sesuatu yang dilaksanakan dengan tangan.
Adapun dua kaki, maka dengan berjalan dengan kedua kaki itu, sebagai perjalanan pengikut-pengikut, tidak sebagai perjalanan orang-orang yang diikut. Dan tidak mendahului mereka, kecuali sekedar yang didahului mereka. Dan tidak mendekati mereka, kecuali sekedar yang didekati mereka. Dan bangun berdiri bagi mereka, apabila mereka datang menghadapkan diri. Dan tidak duduk, kecuali dengan duduknya mereka. Dan duduk dengan merendahkan diri, di mana saja duduk.
Manakala sempurnalah kesatuan, niscaya ringanlah tanggungan dari semua hak-hak ini. Seumpama : berdiri, meminta ma'af dan mem­beri pujian.
Semuanya itu adalah termasuk hak-hak pershahabatan. Dan dalam kandungannya, adalah semacam keadaan dari yang asing dan at-takalluf.
Apabila telah sempurna kesatuan, niscaya terlipatlah tikar permadani at-takalluf secara keseluruhan. Lalu tidak berjalan, melainkan menurut perjalanannya sendiri. Karena segala adab dzahiriah ini, adalah alamat dari adab-adab bathiniah dan kebersihan hati. Dan manakala hati telah bersih, niscaya tidak memerlukan lagi takalluf (dengan rasa berat) melahirkan apa yang di dalam hati itu. Orang yang pandangannya kepada pershahabatan makhluq maka sekali membengkok dan sekali melurus? Dan orang yang pandang­annya kepada Khaliq, niscaya haruslah melurus (al-istiqamah) dzahir dan bathin. Bathinnya dihiasi dengan kecintaan kepada Allah dan makhluq-Nya. Dan dzahirnya dihiasi dengan ibadah kepada Allah dan pengkhidmatan kepada hamba-Nya. Maka se­sungguhnya itu, adalah bahagian-bahagian pengkhidmatan yang tertinggi kepada Allah. Karena tiadalah sampai kepadanya, kecuali dengan kebaikan budi-pekerti. Dan hamba itu memperoleh dengan kebaikan budi-pekertinya, derajat orang yang menegakkan shalat, yang berpuasa dan tambahan dari itu lagi.

Akan kami sebutkan pada khatimah ini, sejumlah adab bergaul dan duduk-duduk bersaftia berbagai macam manusia, yang dipetik dari perkataan sebahagian hukama' (ahli-ahli hikmat). Jikalau anda menghendaki pergaulan yang baik, maka temuilah teman dan musuh anda dengan wajah kerelaan, tanpa penghinaan kepada mereka dan tanpa menakutkan mereka. Memuliakan, de­ngan tidak sombong dan merendahkan diri dengan tidak menghi- nakan diri! Dan adalah anda dalam semua urusan anda, di tengah- tengah (ausath)! Maka tiap-tiap dua tepi dari kesederhanaan urus­an-urusan itu (tepi sangat baiknya dan tepi sangat buruknya) ada­lah tercela.


Janganlah engkau melihat pada kedua ketiak engkau! 

Janganlah engkau memperbanyak menoleh! 
Janganlah engkau berdiri diha dapan orang banyak! 
Dan apabila anda duduk, maka janganlah duduk tidak tenang! 

Dan jagalah daripada menjerjakkan jari tangan anda, bermain-main dengan janggut dan cincin anda, mencungkil- cungkil gigi anda, memasukkan jari tangan anda ke dalam hidung, membanyakkan meludah, berdaham-daham, mengusir lalat dari muka, membanyakkan memanjang-manjangkan badan dan menguap dihadapan orang banyak, dalam shalat dan lainnya!. 

Hendaklah majelismu itu tenang, pembicaraanmu itu teratur lagi tersusun! 
Dengarkanlah pembicaraan yang baik dari orang yang berbicara dengan anda, dengan tidak melahirkan keheran-heranan yang berlebih-lebihan! 

Dan janganlah anda meminta diulangi pembicaraan itu! Diamlah dari segala tertawa dan ceritera-ceritera!. 

Janganlah anda memperkatakan tentang kebanggaan anda dengan anak anda, pelayan anda, syair anda, karangan anda dan Iain-Iain yang khusus bagi anda! 
Janganlah anda membuat-buat seperti kaum wanita membuat-buat pada penghiasan diri! 

Janganlah me­ninggalkan rasa malu seperti budak yang tidak bermalu itu! Dan jagalah dari kebanyakan celak mata dan berlebih-lebihan memakai minyak! 

Janganlah berkeras meminta hajat keperluan! Janganlah memberanikan seseorang untuk melakukan kedzaliman! 

Janganlah anda beritahukan kepada isteri dan anak anda akan kelebihan dari orang lain, kadar yang anda punyai! Karena jikalau mereka melihatnya sedikit, niscaya hinalah anda pada pandangan mereka. Dan jikalau banyak niscaya tidaklah sekali-kali anda akan sampai kepa­da kerelaan mereka. Takutkanlah mereka, dengan tidak gertakan!

Dan berlemah-lembutlah kepada mereka, dengan tidak kelemahan! 

Dan janganlah bersendau-gurau dengan babu dan pelayan anda! 
Maka jatuhlah kehormatan diri anda. Apabila anda bertengkar, maka jagalah kehormatan diri dan peliharalah dari kebodohan anda! 
Jauhkanlah tergopoh-gopoh! 
Pikirkanlah tentang alasan anda! 
Janganlah anda memperbanyak menunjuk dengan kedua tangan anda! 
Janganlah anda memperbanyak menoleh kepada orang yang di belakang anda! 

Dan janganlah menjongkok di atas kedua lutut anda! 
Dan apabila telah tenang dari kemarahan anda, maka berbicaralah! 
Jikalau anda didekati sultan, maka adalah anda padanya seumpama tajamnya anak panah! Jikalau ia mele­paskan kelapangan hatinya kepada anda, maka jangan anda merasa aman daripada terbaliknya terhadap anda! 

Dan berkasih-sayanglah dengan sultan itu, sebagaimana kasih-sayangnya anda dengan anak kecil! 

Dan berbicaralah dengan dia, menurut yang disukainya, selama itu tidak ma'shiat! 

Dan janganlah dibawa anda oleh kelemah-lembutannya dengan anda, bahwa anda masuk diantara dia dan isterinya, anaknya dan pengiringnya, walaupun karena yang demikian itu anda berhak padanya! Karena kejatuhan orang yang masuk diantara raja dan isterinya adalah kejatuhan yang tidak akan dapat lagi mengangkatkan kepala dan terperosok yang tidak akan terkatakan lagi. Awaslah dengan teman 'sehat wal-afiat'! Karena dia itu musuh yang terbesar!

Dan janganlah anda jadikan harta anda lebih mulia dari kehormatan anda!.

Apabila anda masuk ke suatu majelis, maka adab kesopanannya, ialah memulai dengan memberi salam.' Meninggalkan melangkahi orang-orang yang telah lebih dahulu. Dan duduk di mana saja yang Lapang dan kira-kira yang lebih mendekatkan kepada merendahkan diri. Dan bahwa memberi hormat dengan salam, orang yang berdekatan dengan anda ketika duduk. 

Dan janganlah anda duduk di atas jalan! Jikalau anda duduk juga, maka adab kesopanannya ialah memicingkan mata, menolong orang teraniaya, membantu orang kehilangan, menolong orang lemah, menunjukkan jalan orang yang tak tahu jalan, menjawab salam, memberikan orang yang meminta, menyuruh dengan ma'ruf dan melarang dari munkar dan mencari tempat meludah. 


Dan janganlah meludah ke arah qiblat dan di sebelah kanan anda! Tetapi di sebelah kiri anda dan di bawah tapak kaki anda yang kiri. 

Janganlah duduk-duduk de­ngan raja-raja! Jikalau anda lakukan juga, maka adabnya, ialah meninggalkan cacian, menjauhkan kedustaan, menjaga rahasia, mengurangkan keperluan, menghaluskan kata-kata dan melahirkan maksud dengan jelas pada percakapan, mengadakan pembahasan (diskusi) tentang budi-pekerti (akhlaq) raja-raja, mengurangkan kata-kata senda-gurau dan membanyakkan penjagaan diri daripada mereka, walaupun telah menampak bagimu kesayangannya. Jangan­lah anda bersandawa dihadapan mereka dan janganlah mencungkil gigi sesudah makan padanya!.

Dan haruslah raja itu menanggung tiap sesuatu, kecuali bocornya rahasia, celaan pada kerajaan dan menjalarnya perbuatan haram. 

Janganlah anda duduk-duduk dengan orang awam! Jikalau engkau berbuat juga, maka adabnya, ialah meninggalkan turut campur dalam pembicaraan mereka. Mengurangkan perhatian kepada berita-berita yang bersimpang-siur, yang tidak benar dari mereka. Dan pura-pura tidak memperhatikan apa yang berlaku tentang buruknya kata-kata mereka. Dan mengurangkan bertemu dengan mereka, walaupun ada keperluan kepada mereka. 


Awaslah bersendau-gurau dengan orang yang berakal atau tidak berakal! Karena orang yang berakal itu akan menaruh kedengkian kepada engkau. Dan orang yang bodoh itu akan menaruh keberanian atas engkau. Karena bersendau-gurau itu mengoyakkan kehebatan diri, menjatuhkan air muka, mengakibatkan kedengkian, menghilangkan kemanisan kasih-sayang, mencacatkan kepahaman ahli paham, memberanikan orang yang lemah pikiran, menjatuhkan kedudukan pada ahli hikmat dan dicaci oleh orang-orang yang taqwa.

Bersendau-gurau itu mematikan hati, menjauhkan dari Tuhan Yang Maha Tinggi, membuat kelalaian dan mewariskan kehinaan. Dan dengan bersendau-gurau itu, gelaplah mata hati dan matilah segala gurisan jiwa. Dan dengan bersendau-gurau itu, banyaklah kekurang­an dan nyatalah dosa-dosa. Dan sesungguhnya, ada orang yang mengatakan : "Tidak adalah bersendau-gurau itu, kecuali dari kelemahan pikiran atau kebatilan".

Dan barangsiapa dicoba orang pada sesuatu majelis dengan sendau-gurau, atau hiruk-pikuk, maka hendaklah ia mengingati Allah (berdzikir) ketika ia bangun dari majelis itu!.

357

Nabi saw. bersabda :
من جلس في مجلس فكثر به لغطه فقال قبل أن يقوم من مجلسه ذلك سبحانك اللهم وبحمدك اشهد أن لا اله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك (Man jalasa fii majlisin fakatsura fiihi laghathuhu fa qaaia qabla an yaquuma min majlisihi dzaalika subhaanakallaahumma wa bihamdika asyhadu anlaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika ilaa ghufira lahuu maakaana fii majlisihi dzaalika). Artinya : "Barangsiapa duduk pada sesuatu majlis lalu banyaklah padanya hiruk-pikuk, maka ia membaca sebelum ia berdiri dari majlisnya itu "Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu anlaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik", melainkan diampunkan baginya apa yang ada dari dosa pada majlisnya itu*(1)
(1) Arti yang dibacakan itu, ialah : "Maha Suci Engkau wahai Allah Tuhanku! Dengan pujian kepada-Mu aku mengaku, bahwa tiada yang disembah, selain Engkau, aku meminta am pun pada Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau". Dan hadits ini dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah dan hadits shahih.
359


Categories: Share

Pembukaan

Klik Di bawah untuk pdf version Ihya Jilid 1 PDF Ihya Jilid 2 Pdf IHYA ULUMUDDIN AL GHAZALI Arabic Versio...