Adab Uzlah
KITAB
ADAB AL UZLAH ( Pengasingan Diri)J2K06
كتاب آداب العزلة
وهو الكتاب السادس من
ربع العادات من كتب إحياء علوم الدين
بسم
الله الرحمن الرحيم
Iaitu
kitab Keenam Dari Rubu Adat Kebiasaan Dari kitab Ihya Ulumuddin
Segala
pujian bagi Allah yang amat membesarkan nikmat kepada makhluq-Nya yang terbaik
dan terbersih, dengan Ia memalingkan seluruh cita-cita mereka kepada
berjinak-jinakan dengan Dia. Ia membanyakkan bahagian mereka daripada
bersenang-senangan dengan menyaksikan segala nikmat dan kebesaran-Nya. Ia menyenangkan
bathin (asrar) mereka dengan bermunajah (berbisik-bisik) dari berlemah-lembutan
dengan Dia.
Ia
menghinakan dalam hati mereka untuk melihat kepada harta benda dan kembang
dunia. Sehingga bergembiralah dengan 'uzlah itu tiap-tiap orang yang telah
terlipatlah hijab (tabir) dari tempat jalan pemikirannya. Maka ia merasa jinak
tentram, dengan memba- ca tasbih-tasbih (pujian-suci) bagi wajah-Nya Ta'ala,
dalam tempat kesunyiannya. Dan dengan demikian, ia merasa liar hatinya dari
" berjinak-jinakan dengan manusia walaupun manusia itu dari yang terkhusus
dari yang khusus bagi Allah Ta'ala. Dan shalawat kepada penghulu kita Muhammad,
penghulu Nabi-Nabi-Nya dan orang pilihan-Nya. Dan kepada para keluarga dan para
shahabatnya, penghulu dan imam kebenaran.
Kemudian
dari itu, maka sesungguhnya manusia mempunyai banyak perbedaan pendapat
tentang pengasingan, diri (al-'uzlah) dan percampur-bauran (at-mukhalatah) dan
pengutamaan salah satu daripada keduanya terhadap yang lain, serta
masing-masing dari yang dua itu, tidaklah terlepas daripada
marabahaya-marabahaya yang harus dijauhi daripadanya dan faedah-faedah yang
membawa kepadanya, serta kecondongan kebanyakan hamba dan orang zahid kepada
memilih al-'uzlah dan mengutamakannya daripada bercam- pur-bauran (al-mukhalathah).
Dan apa yang telah kami sehutkan dahulu pada Kitab Berteman tentang keutamaan
bercampur-bauran, persaudara-saudaraan dan berjinak-jinakan, hampirlah kiranya
ber- tentangan dengan apa yang telah condong kebanyakan manusia kepadanya.
Yaitu : memilih keliaran hati dari orang bariyak dan memilih kesepian.
446
|
447
|
448
|
449
|
450
|
(1) Hadits
ini telah disebutkan dahulupada bab pertama dari adab Pershahabatan.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
451
|
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dan
Al-Khaththabi dari Ibnu Abbas dengan sanad baik.
|
(2) Dirawikan Abu Dawud dari Abu Hurairah
dengan isnad shahih.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
Anas.
|
(4) Dirawikan Abu Dawud dari Abu Kharrasy
As-Silmi, isnad shahih.
|
452
|
(1)
|
Dirawikan Abu Dawud dari 'A-isyah.
|
(2)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim.
|
(3)
|
Dirawikan Ibnu 'Uda ddn katanya : bunyi hadits
dan isnadnya gharib (tidak texkmal).
|
(1) Dirawikan Al-Baihaqi dari'As'as bin
Salamah.
|
(2) Dirawikan At-Tirmidzi dan Al-Hakim,
katanya : hadits baik Han shahih.
|
(3) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dan
orang-orang perawinya kepercayaan.
|
454
|
(1) Dirawikan
Ath-Thabrani dari Ibnu 'Amr-dla'if.
|
(2) Dirawikan Al-Azraqi dari Ibnu 'Abbas,
dengan sanad daif.
|
456
|
(1) Dirawikan Musa bin 'Uqbah dari Ibnu
Syihab, hadits mursal.
|
(2) Diiawikan At-Tirmidzi dari *Uqbah(
katanya hadits baik (hasan).
|
457
|
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi
Said Al-Khudri.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Sa'ad bin Abi
Waqqash.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Maiah
dari Ibnu 'Umar.
|
458
|
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Ummu
Mubasysyir.
|
459
|
460
|
(1)
Dirawikan AlBukhari dan Muslim dari 'Aisyah.
|
461
|
(1) Dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
462
|
463
|
(1) Bermusyawarah dapat diartikan menurut
bahasa bertetangga dan bergaul rapat
Tentu saja di sini dalam pengertian dan istilah para kaumabid dan shufi
(Peny.).
|
464
|
465
|
466
|
467
|
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan lain-lain. Kata
A t-Tirmidzl’ hadits ini hasan shahih.
|
(2) Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Sa’id
Al-Khudri. dengan isnad baik.
|
468
|
469
|
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
470
|
471
|
472
|
473
|
(1)
|
Yaitu : Husain bin Saidina 'Ali, ibunya
Fatimah, puteri Rasulullah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Tegasnya : Husain itu cucu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
|
(2)
|
Riwayat ini terkenal dalam sejarah, bahwa
Saidina Husain ra. setelah menerima jabatan khalifah, lalu menuju Irak karena
mendapat dukungan dan surat tanda kesetiaan dari penduduknya. Ibnu 'Umar ra.
melarang sampai beliau berjalan me nyusulinya sejauh tiga hari perjalanan.
Tetapi Saidina Husain meneruskan juga perjalanan itu. Akhirnya beliau
ditinggalkan oleh orang banyak dan datanglah tentara Bani Uraaiah dari negeri
Syam, sampai beliau terbunuh bersama keluarga nya, dalam suatu peristiwa
sedih yang penuh ratap tangis, yang selalu diperingati sampai sekarang oleh
golongan Syi'ah khususnya (pengikut 'Ali ra.). Kami telah berkunjung tempat
tersebut, tempat Saidina Husain dan keluarganya dibunuh, pada tahun 1969.
Nama tempat itu, ialah : Karbala. Amat terharu kita melihatnya, demi melihat
kaum Syi 'ah, menangisi Husain di tempat tersebut, yang sudah dibuat demikian
rupa, dengan batu peringatan, yang tampak merah berlumuran darah. (Pent.).
|
475
|
(1)
Menurut AlIraqi ini bukan hadits, tetapi ucapan Sufyan bin 'Uyaynah —
demikian diriwayatkan Ibnul Juzi.
|
476
|
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Musa.
|
477
|
(1) Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Hurairah,
sanad dla'if.
|
478
|
479
|
(1) Sebagai isyarat sangatnya
percampurrbauran. (Peny.).
|
(2) Dirawikan Abu Dawud dan An-Nasa-i,
dengan isnad baik.
|
480
|
(1) Diiawikan Al-Bukhari dari Abu Sa 'id
Al-Khudri.
|
(2) Hadits.ini sudah diterangkan dulu pada
bab nikah.
|
481
|
(1) Dirawikan Abu Dawud dan Al-Khathtbabi.
|
482 –
|
(1) Maksudnya : mengucapkan : "Selamat
pagi! Apa kabar" ganti "Assalaamu'alai- kum". (Pent.).
|
483
|
484
|
485
|
486
|
487
|
488
|
489
|
1. Dirawikan Muslim dan Abu Hurairah.
|
490
|
491
|
492
|
493
|
494
|
(1)
Dirawikan Muthayyan dari 'Ali bin Abi Thalib dengan sanad dla'if.
|
495
|
496
|
497
|
498
|
499
|
500
|
501
|
(1)
Hadits ini sudah dibicaxakan dahulu.
|
502
|
(1)
Hadits ini sudah
dipaparkan pada "Adab bershahabat".
|
503
|
504
|
505
|
(1) Dirawikan Abu Yu'la dari Abu Hurairah
dengan sanad dla'if
|
||
506
|
||
507
|
(1) Petikan dari Al-Qur-an Suci S. Az-Zumar,
ayat 26.
|
508
|
509
|
510
|
(1)
Hadits ini telah diterangkan dahulu pada "Bab Ilmu".
|
511
|
512
|
513
|
514
|
515
|
(1) Dirawikan Al-Hakim dari Fudlalah bin
'Ubaid dan dipandangnya shahih.
|
516
|
Maka
menyingkapkan tutup dari kebenaran pada yang demikian itu adalah penting. Dan
yang demikian itu berhasil dengan meng gambarkan dua bab :
Bab
Pertama: tentang menukilkan aliran-aliran (madzhab-madzhab) dan dalil-dalil
(hujjah-hujjah) mengenai yang demikian.
Bab
Kedua : tentang menyingkapkan tutup dari kebenaran dengan membatasi
faedah-faedah dan marabahaya-marabahaya.
bab pertama: Tentang mehukilkan ucapan ucapan dan
menyebutkan dalil dari kedua golongan pada yang demikian itu.
Adapun
aliran-aliran (madzhab-madzhab), maka terdapatlah perbedaan paham orang banyak
padanya. Dan perbedaan paham ini jelas diantara tabi'in (para pengikut shahabat
atau angkatan sesudah para shahabat). Yang beraliran kepada memilih al-'uzlah
dari mengutamakan al-'uzlah daripada al-mukhalathah, ialah : Sufyan Ats-Tsurij
Ibrahim bin Adham, Daud Ath-Tha-i, Fudlail bin 'Iyadl, Sulaimari Al-Khawwash,
Yusuf bin Asbath, Hudzaifah Al-Mar'asyi dan Bisyr Al-Hafi.
Kebanyakan tabi'in berkata : sunatnya al-mukhalathah, membanyakkan
kenalan dan teman, berjinak-jinakan hati dan berkasih- sayang dengan orang
mu'min, meminta pertolongan kepada mereka tentang agama, karena
bertolong-tolongan di atas kebajikan dan taqwa. Dan yang condong kepada aliran
ini ialah : Sa'id bin Al- Musayyab, Asy-Sya'bi, Ibnu Abi Laila, Hisyam bin
'Urwah,Ibnu Syibrimah, Syuraih, Suraik bin Abdillah, Ibnu 'Uyainah, Ibnu Mubarak,
Asy-Syafi'i, Ahmad bin Hambal dan banyak lagi. Kata-kata yang dinukilkan dari
ulama-ulama terbagi kepada kata-kata mutlaq, yang menunjukkan atas cenderungan
kepada salah satu dari dua pendapat itu. Dan kepada : kata-kata yang disertai
dengan apa yang menunjukkan kepada sebab dari kecenderung an itu
Marilah
kami nukilkan sekarang kata-kata mutlaq itu, untuk menerangkan aliran-aliran
padanya. Dan apa yang disertai dengan menyebutkan sebab (ilahi), akan kami
bentangkan nanti ketika memperkatakan marabahaya dan faedah-faedahnya. Sekarang
kami bentangkan!.
Diriwayatkan dari 'Umar ra. bahwa beliau mengatakan : "Ambillah bahagian dari
al'uzlah!".
Ibnu
Sirin berkata : "Al-'uzlah itu 'Ibadah!".Al-Fudlail berkata : "Mencukupilah mencintai Allah saja, berjinak-jinakan dengan Al-Qur-an dan mengambil pengajaran dengan mati!"
Ada yang mengatakan : "Ambillah Allah itu teman dan tinggalkanlah manusia itu di samping!".
Abur-Rabi'
Az-Zahid berkata pada Daud Ath-Tha-i : "Berilah kepadaku
pengajaran!".
Daud
Ath-Tha-I menjawab : - 'Puasalah dari dunia;jadikanlah pembukaanmu akherat
dan larilah daripada manusia seperti larimu dari singa!".
Al-Hasan
ra. berkata : "Kalimat-kalimat yang aku hafal dari Taurat, yaitu :
merasa cukuplah anak Adam itu dengan apa yang ada (bersifat al-qana'ah), maka
menjadi kayalah dia. Ia mengasingkan diri dari manusia, maka selamatlah dia. Ia
meninggalkan nafsu syahwat, maka menjadi merdekalah dia. Ia meninggalkan sifat
dengki, maka lahirlah sifat memelihara kehormatan diri (sifat muru-ah). Dan ia
bersabar sedikit, maka merasa senanglah ia pada masa yang panjang".
Wahib
bih Al-Ward berkata : "Sampai
kepada kami bahwa hikmat itu sepuluh bahagian. Sembilan bahagian
daripadanya itu pada berdiam diri. Dan yang kesepuluh pada mengasingkan diri daripada
manusia".
Yusuf
bin Muslim berkata kepada-'Ali bin Bakkar : "Alangkah sabarnya engkau sendirian!". Dan 'Ali
bin Bakkar itu selalu di rumah.
Maka
'Ali bin Bakkar itu menjawab :
"Adalah aku, sewaktu masih seorang pemuda, lebih banyak lagi sabar dari
ini. Aku duduk-duduk bersama orang banyak dan tidak bercakap-cakap dengan mereka".
Sufyan
Ats-Tsuri berkata : 'Inilah waktu diam dan terus-menerus di
rumah!".
Setengah
mereka berkata : "Adalah
aku dalam sebuah kapal dan bersama kami seorang pemuda dari keturunan Saidina
'Ali ra. Maka ia berdiam bersama kami tujuh hari. Tiada kami mendengar
sepatahpun dari perkataannya. Lalu kami bertanya kepadanya : "Hai saudara!
Sesungguhnya kami dan engkau telah dikumpulkan oleh Allah semenjak semingu
lamanya. Kami tiada melihat engkau bercampur-baur dengan kami dan tiada
berkata-kata dengan kami!". Lalu pemuda itu bermadah :
Sedikit kesusahan,
tak ada anak yang
meninggal,
tak ada urusan yang
ditakuti akan hilang.........
Sudah ia menunaikan hajat
semasa kecil,
telah memfaedahkan
pengetahuannya,
maka kesudahannya seorang
diri dan diam . . .
Ibrahim
An-Nakha-'i berkata kepada seorang laki-laki : "Carilah ilmu fiqh.
Kemudian ber-'uzlahlah!". Begitu pula kata Ar-Rabi' bin Khaitsam.
Ibrahim
An-Nakha-'i berkata kepada seorang laki-laki : "Carilah ilmu fiqh.
Kemudian ber-'uzlahlah!". Begitu pula kata Ar-Rabi' bin Khaitsam.
Ada
yang mengatakan, bahwa Malik; bin Anas menghadliri janazah, mengunjungi orang
sakit dan memberikan kepada teman-temannya. akan hak-hak mereka. Maka
ditinggalkannya yang demikian itu satu demi satu. Sehingga ditinggalkannya
semuanya. Dan ia mengatakan : "Tiadalah tersedia bagi manusia untuk
menerangkan semua halangan yang ada padanya".
Ada
orang yang mengatakan kepada Khalifah 'Umar bin 'Abdil 'Aziz : "Jikalau
dapatlah kiranya engkau memberi kelapangan waktu bagi kami!".
Maka
beliau menjawab : "Telah hilanglah kelapangan waktu itu. Maka tiada
kelapangan waktu lagi, selain pada sisi Allah Ta'ala" Al-Fudlail berkata :
"Sesungguhnya aku memperoleh kebaikan seorang laki-laki padaku, apabila ia
bertemu dengan aku, bahwa ia tiada memberi salam kepadaku! Dan bahwa apabila
aku sakit, bahwa ia tiada mengunjungi aku".
Abu
Sulaiman Ad-Darani berkata : "Di waktu Ar-Rabi' bin Khai- tsam duduk di
pintu rumahnya, tiba-tiba datanglah sebutir batu, lalu memukulkan dahinya
dengan keras dan melukakannya. Maka beliau menyapu darahnya dan berkata :
"Sesungguhnya engkau telah diberi pengajaran, wahai Rabi'!". Lalu
beliau bangun dan masuk rumahnya. Dan sesudah itu tiada lagi beliau duduk pada
pintu rumahnya, sehingga janazahnya dikeluarkan dari rumah itu". Sa'ad bin
Abi Waqqash dan Sa'id bin Zaid selalu tinggal di rumahnya di Al-'Aqiq. Keduanya
tidak datang ke Madinah untuk Jum'at dan lainnya, sampai keduanya meninggal di
Al-'Aqiq. Yusuf bin Asbath berkata : "Aku mendengar Sufyan Ats-Tsuri berkata
: "Demi Allah, yang tiada disembah, melainkan Dia! Sesungguhnya telah
halal-lah al-'uzlah".
Bisyri
bin 'Abdillah berkata : "Sedikitkanlah berkenalan dengan manusia!
Sesungguhnya engkau tiada mengetahui, apa yang akan ada pada hari qiamat.
Jikalau engkau dalam keadaan yang buruk, niscaya yang mengenai engkau itu
sedikit".
Sebahagian
daripada amir masuk ke tempat Hatim Al-Ashaemx, Lalu amir itu bertanya kepada
Hatim : "Adakah tuan mempunyai Hajat keperluan?".
Hatim
menjawab : "Ada!". "Apakah hajat itu?", tanya amir tadi.
Hatim
itu menjawab : "Bahwa engkau tiada melihat aku dan aku tiada melihat
engkau dan engkau tiada mengenai aku".
Seorang
laki-laki berkata kepada Sahl :
"Aku ingin menemani engkau!' Lalu Sahl menjawab : "Apabila mati salah
seorang dari kita, maka siapakah temannya yang penghabisan?". Laki-laki
itu menjawab : ALLAH!".
Lalu
Sahl menyambung : "Maka
hendaklah ia berteman dengan Allah itu dari sekarang!".
Ada
orang yang mengatakan kepada Al-Fudlail: "Bahwa 'Ali anakmu mengatakan : "Sesungguhnya
aku ingin bahwa aku berada pada suatu tempat, di mana aku melihat manusia dan
manusia tiada melihat aku".
Maka
menangislah Al-Fudlail dan berkata :
"Wahai kiranya Ali Apakah tidak aku sempurnakan kata-kata itu?". Lalu
beliau menyambung: "Aku tiada melihat mereka dan mereka pun tiada melihat
aku".
Al-Fudlail
berkata pula :
"Dari kelemahan akal seseorang, ialah banyak kenalannya".
Ibnu
Abbas ra. berkata : "Tempat duduk yang
lebih utama, ialah di tengah-tengah rumahmu sendiri. Tiada engkau melihat dan
tiada engkau dilihat".Maka
inilah ucapan orang-orang yang cenderung kepada pengasing an diri (al-'uzlah).
Mereka
berdalilkan dengan firman Allah Ta'ala :
وَلا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا
(Wa laa takuunuu kalladziina tafarraquu
wakhtalafuu). Artinya : "Dan janganlah kamu serupa dengan
orang-orang yang telah berpecah-belah dan berselisih". (S. Ali 'Imran,
ayat 105).
Dan dengan firman Allah Ta'ala :
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
(Fa-allafa bai-na quluubikum) =Artinya :
"Maka dipersatukannya hatimu (dalam agama Allah)". (S. 'Ali 'Imran,
ayat 103), Allah menganugerahkan nikmat kepada manusia dengan sebab
persatuan hati itu. Dalil ini adalah lemah. Karena yang dimaksudkan dengan
berpecah belah dan berselisih itu, ialah berpecah belah pendapat dan berselisih
aliran (madzhab) tentang pengertian Kitab Allah dan pokok- pokok syari'at.
Yang
dimaksudkan dengan persatuan hati ialah mencabut marabahaya dari dada iaitu
sebab yang mengobarkan fitnah dan yang menggerakkan permusuhan. Dan al-'uzlah
tidaklah meniadakan yang demikian. Dan mereka berdalilkan dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
المؤمن
إلف مألوف ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف
(Al-mu'minu
ilfun maMuufun walaa khaira fiiman laa ya'-lafu wa- laa yu'-lafu).
Artinya:
"Orang
mu‘min itu bersatu lagi dipersatukan hatinya (menjinakkan lagi dijinakkan hatinya).
Dan tak ada kebajikan pada orang yang tidak berjinak dan tidak dijinakkan
hatinya (tidak bersatu dan dipersatukan hatinya)(1)
Dan dalil ini juga lemah, karena hadits
tadi menunjukkan kepada tercelanya keburukan akhlaq, yang tercegah dengan sebab
buruk itu, jinak-berjinakan hati. Dan tidaklah termasuk di dalamnya, orang yang
berakhlaq bagus, di mana kalau ia bercampur-baur, niscaya berjinak menjinakkan
hati. Tetapi ia meninggalkan percampur-bauran itu, karena mengurus dirinya
sendiri dan mencari keselamatan dari gangguan prang lain.
Dan
mereka berdalilkan dengan sabda Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
"Barangsiapa bercerai dari orang ramai sejengkal, niscaya dibukakan tali
Islam dari lehernya
Dan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
من فارق الجماعة شبرا خلع ربقة الإسلام من عنقه وقال من فارق
الجماعة فمات فميتته جاهلية
(Man
faa-raqal jamaa-'ata famaata famai-tatuhu jaahiliyyah). Artinya :
"Barangsiapa bercerai dari orang ramai, lalu ia meninggal, maka matinya
itu adalah mati jahiliyah". (2).
Dan
dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
من
شق عصا المسلمين والمسلمون في إسلام دامج فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه(Mansyaqqa 'ashal muslimiina wal muslimuuna fii islaamin d-amijin faqad khala-'a ribqatal islaami min 'unuqih).kaum muslimin itu dalam Islam yang gelap, maka sesungguhnya dibukakan tali Islam dari lehernya" (1)
Dalil
ini lemah, karena yang dimaksud dengan hadits tadi, ialah orang ramai (jama'ah)
yang telah sepakat pendapat mereka atas seseorang imam dengan mengikatkan
bai'ah (janji setia dan tunduk). Maka keluar dari kesepakatan itu, adalah
melawan imam (memberontak kepada penguasa yang telah disepakati). Dan itu
adalah menyalahi pendapat orang banyak dan keluar dari orang ramai. Dan itu
dilarang. Karena rakyat memerlukan kepada seorang imam yang dita'ati, yang
mengumpulkan pendapat mereka. Dan tidak ada yang demikian, kecuali dengan bai'ah
dari golongan yang terbanyak. Maka menyalahi bai'ah, adalah pengacauan yang
mengobarkan fitnah. Dan tidaklah pada dalil ini penyinggungan kepada al-'uslah
(perigasingan diri).
Dan juga mereka berdalilkan dengan larangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ daripada tidak bercakap-cakap di atas tiga hari, karena Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
عن الهجر فوق ثلاث إذ قال من هجر أخاه فوق ثلاث فمات دخل النار (Man hajara akhaahu fauqa tsalaa-tsin famaata dakhalan-naar). Artinya : "Barangsiapa tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di-atas tiga hari, lalu ia meninggal, niscaya masuk neraka". (2)
Dan
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : لا يحل لامرئ مسلم أن يهجر
أخاه فوق ثلاث والسابق بالصلح يدخل الجنة
"Tiada
halal bagi manusia muslim tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di atas tiga
hari dan yang dahulu berdamai akan masuk sorga". (3)
Dan
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Barangsiapa tiada
bercakap-cakap dengan saudaranya setahun, maka dia adalah seperti orang yang
menumpahkan darah saudaranya itu (membunuh)". (4) Mereka itu
mengatakan, bahwa al-'uzlah itu meninggalkan bercakap-cakap secara keseluruhan.
Dalil
ini adalah lemah. Karena yang dimiksudkan dengan hadits yang tersebut tadi,
ialah marah kepada orang banyak. Dan kedengkian kepadanya, dengan memutuskan
bercakap-cakap, memutuskan memberi salam dan percampur-bauran yang dibiasakan.
Maka tidaklah masuk ke dalamnya sekali-kali meninggalkan percampur-bauran
tanpa marah, sedang tidak bercakap-cakap di atas tiga hari itu diperbolehkan
pada dua tempat:
Pertama
Bahwa ia melihat pada tiada bercakap itu menambah perbaikan bagi yang tiada
dicakapi.
Kedua Bahwa ia melihat bagi dirinya sendiri
keselamatan pada tiada bercakap-cakap itu. Dan larangan itu walaupun bersifat
umum, adalah dirempatkan dibalik dua tempat yang dikhususkan itu, berdalilkan
apa yang diriwayatkan dari 'A-isyah ra. : "Bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiada bercakap-cakap dengan dia ('A-isyah ra.)
pada bulan Zul-hijjah, bulan Muharram dan setengah bulan Safar". (1)
Diriwayatkan
dari 'Umar ra. : "Bahwa Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ber'uzlah (mengasingkan diri) dari
isteri-isterinya dan beliau bersumpah daripada mereka, sebulan lamanya. Beliau
naik ke kamarnya dan kamar itu adalah tempat beliau menyimpankan segala sesuatu
(khazanah). Maka tetaplah beliau di situ dua puluh sembilan hari. Tatkala
beliau turun, lalu orang menanyakan kepadanya : "Sesungguhnya engkau
di kamar itu dua puluh sembilan hari".Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Sebulan, kadang-kadang
sebulan itu dua puluh sembilan hari lamanya". (2)
A-isyah
ra. meriwayatkan, bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Tiada halal bagi
muslim, tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di atas tiga hari, kecuali
saudaranya itu termasuk orang yang tidak dirasa aman dari kejahatannya ".
(3)
Maka
hadits ini tegas mengkhususkan yang umum itu. Dan di atas dasar ini, diletakkan
kata Al-Hasan ra., di mana beliau mengatakan : "Tiada bercakap-cakap
dengan orang dungu itu adalah mendekatkan diri kepada Allah. Karena yang
demikian itu berkekalan sampai mati. Sebab kedunguan tiadalah ditunggukan
obatnya".
Dan
disebutkan, pada Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi, seorang laki-laki yang tidak mau
bercakap-cakap dengan seorang laki-laki yang lain, sehingga laki-laki itu
meninggal. Maka Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi menjawab : "Ini adalah
perkara yang telah terdahulu padanya orang banyak, yaitu : Sa'ad bin Abi
Waqqash tidak bercakap-cakap dengan 'Ammar bin Yasir, sampai ia meninggal.
Ustman bin Affan tidak bercakap-cakap dengan Abdur Rahman bin 'Auf. 'A-isyah
tidak bercakap-cakap dengan Hafsah. Dan Thaus tidak bercakap-cakap dengan Wahab
bin Munabbih, sampai keduanya meninggal".
Semunya itu menurut pendapat mereka membawa kepada
keselamatan dengan tidak' bercakap-cakap.
Dan
mereka berdalilkan dengan apa yang diriwayatkan : "Bahwa seorang laki-laki
datang ke bukit untuk beribadah. Lalu orang itu dibawa kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : Janganlah engkau dan seorangpun
daripada engkau, berbuat demikian! Sesungguhnya bersabar seseorang kamu pada
setengah negeri Islam, adalah lebih, baik baginya daripada beribadah seorang
kamu seorang diri, empat puluh tahun". (1)
Secara
dzahir, bahwa ini adalah karena padanya meninggalkan jihad, serta sangat
wajibnya jihad itu pada permulaan Islam, dengan dalil yang diriwayatkan
daripada Abu Hurairah, yang mengatakan : "Kami berperang bersama
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka kami melalui suatu kaum, di mana padanya
ada mata air yang bagus aimya. Lalu seorang dari kaum itu, berkata: 'Jikalaulah
aku mengasingkan diri dari manusia ramai! Dan aku tidak berbuat demikian,
sehingga aku terarigkan kepada Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".
Maka
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Jangan engkau berbuat yang
demikian! Sesungguhnya kedudukan seorang kamu pada perang sabilullah adalah
lebih baik daripada shalatnya dalam keluarganya, enam puluh tahun. Apakah kamu
tidak menyukai bahwa, Allah mengampunkan dosamu dan kamu masuk ke sorga?
Berperanglah, pada sabilullah! Sesungguhnya barangsiapa berperang pada sabilullah
di atas unta, niscaya ia dimasukkan Allah ke sorga*'. (2)
Dan
mereka mendalilkan pula dengan apa yang diriwayatkan Mu'az bin Jabal, bahwa
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Sesungguhnya syaitan itu,
serigala bagi manusia, seperti serigalanya kambing, yang mengambil kambing yang
jauh, yang terpencil di suatu sudut dan yang lari dari kumpulannya. Jauhilah
berpecah-belah (berfirqah-firqah) dan haruslah kamu dengan rakyat umum, dengan
orang banyak (dengan jama'ah) dan dengan masjid!". (3)
Dan
dimaksudkan dengan ini, ialah orang yang mengasingkan diri sebelum sempurna
pengetahuannya. Dan akan datang keterangan yang demikian dan yang demikian itu
dilarang, kecuali karena darurat.
MENYEBUTKAN DALIL-DALIL ORANG-ORANG YANG CENDERUNG KEPADA
MENG UTAMA KAN AL-'UZLAH (MENGASINGKAN DIRI)
Mereka
itu mengambil dalil dengan firman Allah Ta'ala, yang menceriterakan tentang
Nabi Ibrahim as.:
وَأَعْتَزِلُكُمْ
وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ
بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا
(Wa
a'-tazilukum wamaa tad-uuna minduunillaahi wa ad-'uu rabbii asaa allaa akuuna
bidu- 'aa-i rabbii syaqiyyaa). Artinya : "Dan aku akan menghindar
dari kamu dan dari apa yang kamu sembah; selain dari Allah dan aku memohon
kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku dalam memohonkan do'aku itu tiadalah menjadi
orang yang tidak beruntung". (S. Maryam, ayat 48).
Kemudian
Allah Ta'ala berfirman .:-
فَلَمَّا
اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا
(Fa-lamma'-tazalahum
wa maa ya'-buduuna min duulillaahi wa- habnaa lahuu ishaaqa wa ya*-quuba wa
kullan ja-'alnaa nabiyyaa). Artinya : "Setelah ia menghindarkan diri
dari mereka dan dari apa: yang mereka sembah selain dari Allah itu
Kami berikan kepadanya Ishaq dan Ya*qub dan masing-masing Kami jadikan Nabi (S.
Maryam, ayat 49), sebagai isyarat, bahwa yang demikian itu adalah
dengan berkat al-'uzlah.
Dalil
ini adalah lemah. Karena bercampur-baur dengan orang-orang kafir itu, tiadalah
faedah padanya, selain mengajak mereka kepada Agama. Dan ketika putus-asa
daripada sambutan (perkenaan) orang-orang kafir tadi, maka tak ada jalan,
selain daripada meninggalkan (tiada bercakap-cakap) dengan mereka. Dan
sesungguhnya yang diperkatakan di sini ialah tentang bercampur-baur dengan kaum
muslimin dan berkat (barakah) yang ada padanya, Karena menurut riwayat, bahwa
orang bertanya kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Wahai Rasulullah! Apakah berwudlu
pada kendi yang tertutup lebih engkau sukai atau pada tempat bersuci ini, di
mana manusia ber suci padanya?".
Maka
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab;: "Pada tempat-tempat orang
bersuci ini, karena mengharap barakah tangan kaum muslimin". (1)
Diriwayatkan
: "Bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ tatkala telah selesai dari thawaf, lalu
kembali ke sumur Zamzam untuk minum. Tiba-tiba ada tamar (buah kurma kering)
yang direndamkan pada tempat mengumpulkan makanan dan sudah dicampur-adukkan
orang dengan tangannya. Mereka itu mengambil dan meminum airnya. Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meminta minuman itu dengan bersabda : "Berilah
minuman itu kepadaku"
Lalu
'Abbas menjawab : "Bahwa
buah nabidz (buah anggur kering) ini adalah minuman yang telah dipermain-main
dan dicampuradukkan oleh tangan-tangan orang. Apakah tidak aku bawakan kepadamu
minuman yang lebih bersih dari ini, yaitu : dari kendi yang tertutup dalam
rumah?".
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Berilah kepadaku minuman
dari ini, yang diminum orang banyak daripadanya! Aku mencari barakah tangan
orang-orang muslim". Maka Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ minum daripadanya". (2)
Jadi,
bagaimanakah mengambil dalil dengan mengasingkan orang- orang kafir dan
patung-patung berhala, kepada mengasingkan diri dari kaum muslimin, sedang
barakah banyak pada kaum muslimin itu?.Orang-orang
yang cenderung kepada mengutamakan al-'uzlah, mengemukakan pula dalil (huj-jah)
dengan perkataan Musa as.:
وَإِنْ
لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ
(Wa
in lam tu'-minuu lii fa'-taziluuni).Artinya : "Dan jikalau kamu tidak
percaya kepadaku, ber-'uzlahlah daripadaku! (S. Ad-Dukhan, ayat 21).Sesungguhnya
ia menuju kepada al-'uzlah ketika putus-asa dari mereka itu. Dan Allah Ta'ala
berfirman tentang orang-orang yang mendiami gua (ash-habil-kahfi):
Sesungguhnya
ia menuju kepada al-'uzlah ketika putus-asa dari mereka itu. Dan Allah Ta'ala
berfirman tentang orang-orang yang mendiami gua (ash-habil-kahfi):
وَإِذِ
اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ
يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ
(Wa
idzi'-tazaltumuuhum wa maa ya'-buduuna illallaaha fa-wuu ilal-kahfi yansyur
lakum rabbukum min rahmatih).Dan ketika kamu beruzlah dari
mereka(meninggalkan mereka) dan apa yang mereka sembah, selain Allah,
maka-carilah tempat perlindungan ke dalam gua, nanti Tuhan kamu akan
menyebarkan kurnia-Nya kepada kamu". (S. Al-Kahf, ayat 16).
Tuhan
menyuruh mereka ber-'uzlah. Dan Nabi kita صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ber-'uzlah (memisahkan diri) dari orang
Quraisy, sewaktu mereka menyakiti dan memutuskan silaturrahim dengan beliau.
Beliau
masuk ke kalangan rakyat. Dan menyuruh para shahabatnya mengasingkan diri dari
orang-orang Quraisy itu dan berhijrah ke negeri Habsyah (Ethiopia). Kemudian,
para shahabat tadi menyusuli Nabi saw: ke Madinah sesudah ditinggikan Allah
kalimah-Nya. a) Ini juga pengasingan diri dari orang-orang kafir sesudah merasa
putus-asa dari orang-orang kafir itu.
Dan
sesungguhnya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ tidaklah mengasingkan diri dari kaum muslimin.
Dan tidak dari orang-orang kafir yang diharapkan keislamannya. Dan orang-orang
yang mendiami gua itu, tidaklah ber-'uzlah sesamanya, satu sama lain, di mana
mereka itu adalah orang-orang mu'miri. Dan sesungguhnya mereka itu
mengasingkan diri dari orang-orang kafir. Sesungguhnya yang menjadi perhatian,
ialah tentang ber-'uzlah dari orang-orang muslimin. Mereka itu membuat dalil
dengan sabda- Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ kepada Abdullah bin 'Amir Al-Jahani, sewaktu
ia menanyakan : "Wahai Rasulullah! Apakah yang melepaskan dari kejahatan
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab :
ليسعك
بيتك وأمسك عليك لسانك وابك على خطيئتك
(Liyasa'-ka
baituka wa am-sik 'alaika lisaanaka wab-ki 'alaa khathiiatika).Artinya: "Hendaklah rumahmu melapangkan bagimu (maksudnya: hendaklah kamu berdiam dirumahmu), tahanlah lidahmu atas dirimu dan menangislah di atas kesalahanmu". (2) hadits baik (hasan
Diriwayatkan
bahwa ditanyakan kepada Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
"Manusia manakah yang lebih utama?".
Beliau
menjawab : "Orang mu'min yang berjihad dengan jiwanya dan hartanya pada
jalan Allah Ta'ala (fi sabilillah)".
Lalu
ditanyakan lagi: "Kemudian, siapa?".
Beliau
menjawab : "Orang yang mengasingkan diri (ber-'uzlah)Ke salah satu
kampung dan beribadah kepada tuhannya dan meninggalkan manusia dari
kejahatannya(1)
إن
الله يحب العبد التقي النقي الخفي(Innallaaha yuhibbul- 'abdal-taqiy y al-ghaniyyal-khafiyya).Artinya : "Sesungguhnya Allah mengasihi hamba yang taqwa, kaya dan menyembunyikan diri". (2)
Dalam
hal mengambil dalil dengan hadits-hadits tadi, hendaklah ada perhatian. Adapun
sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada Abdullah bin 'Amir Al-Jahani, maka
tidaklah mungkin menempatkannya, kecuali kepada apa yang telah dikenal oleh
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan
nur kenabian tentang keadaannya.
Dan tetap berdiam di rumah adalah lebih layak dan lebih menyelamatkannya
daripada bercampur-baur. Dan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menyuruh semua shahabatnya dengan yang
demikian. Dan banyaklah orang yang memperoleh keselamatan dalam ber'uzlah,
tidak dalam bercampur-baur, sebagaimana kadang-kadang keselamatannya itu ada
pada berdiam di rumah. Dan tidak keluar kepada jihad.
Dan
itu tidaklah menunjukkan kepada meninggalkan jihad adalah lebih utama. Dan pada
bercampur-baur dengan manusia terdapat berjihad dan menanggung kepedihan.
Dan
karena itulah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ bersabda :
الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم خير من الذي لا يخالط الناس ولا يصبر على أذاهم
(Alladzi
yukhaalithun-naasa wa yashbiru 'alaa adzaahum khairun minal-ladzii laa
yukhaalithun-naasa wa laa yashbiru 'ala adzaahum). Artinya : Orang yang
bercampur-baur dengan manusia dan ber- sabar atas kesdkitan dari mereka, adalah
lebih baik daripada orang yang tidak bercampur-baur dengan manusia dan tidak
bersabar atas kesakitan dari mereka". (1)الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم خير من الذي لا يخالط الناس ولا يصبر على أذاهم
Dan
di atas inilah ditempatkan sabda Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Orang yang beruzlah yang
ber'ibadah kepada Tuhannya dan meninggalkan manusia daripada
kejahatannya". Maka ini adalah isyarat kepada orang yang jahat
budi-pekertinya, yang menyakiti manusia dengan bercampur-baur dengan dia.
Dan
sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang
taqwa, lagi menyem bunyikan diri, adalah isyarat kepada memilihkan lemah suara
dan menjaga diri daripada terkenal (asy-syuhrah). Dan itu tidaklah menyangkut
dengan al-'uzlah.
Maka
berapa banyak rahib (pendeta) yang mengasingkan diri,dikenal olehseluruh manusia.
Dan berapa banyak orang yang bercampur-baur, yang lemah suaranya (tidak banyak
suara), tak ada sebutan dan tak terkenal. Maka ini adalah mengemukakan sesuatu,
yang tak menyangkut dengan al-'uzlah.
Orang-orang
yang cenderung kepada mengutamakan al-'uzlah, mengemukakan dalil, dengan apa
yang diriwayatkan, bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada para shahabatnya :
"Tidaklah aku beritahukan kepadamu, tentang manusia yang penuh dengan
kebajikan?" Para shahabat menjawab : "Belum,'wahai Rasulullah!".
Lalu beliau menunjukkan dengan tangannya ke arah matahari terbenam dan bersabda
: "Orang yang mengambil kekang kudanya (mengendarai kuda) fi
sabilillah, yang menunggu untuk menyerang atau diserang. Tidakkah aku
beritahukan kepadamu, manusia yang penuh dengan kebajikan sesudah itu?".
Dan beliau menunjukkan dengan tangannya ke arah negeri Hijaz dan bersabda : "Orang
dalam kawanan kambingnya menegakkan shalat, menyerahkan zakat dan mengetahui
hak Allah pada hartanya, mengasingkan diri dari kejahatan manusia(1)
Apabila
telah jelas bahwa dalil-dalil tadi tak ada obat padanya dari kedua belah pihak,
maka tak dapat tiada daripada menyingkapkan tutup dengan penegasan
faedah-faedah al-'uzlah dan mara- bahaya-marabahayanya. Dan membandingkan
sebahagian daripadanya dengan sebahagian yang lain. Supaya jelaslah kebenaran
padanya.
bab keduA
tentang faedah-faedah Al-'Uzlah dan marabahaya-marabahaya dan menyingkapkan
kebenaran tentang keutamaannya.
Ketahuilah,
bahwa perbedaan pendapat manusia tentang ini, adalah menyerupai dengan
perbedaan pendapat mereka tentang keutamaan nikah dan membujang (tidak kawin).
Dan telah kami terangkan bahwa yang demikian itu, berbeda dengan berbedanya
keadaan dan orang, menurut apa yang telah kami uraikan dahulu dari hal
bahaya-bahaya perkawinan dan faedah-faedahnya. Maka begitu pula uraian mengenai
persoalan yang sedang kita bicarakan ini. Maka hendaklah mula-mula kami
sebutkan faedah-faedah al-'uzlah. Dan itu terbagi kepada faedah-faedah
keagamaan dan faedah- faedah keduniaan. Dan faedah-faedah keagamaan itu terbagi
kepada : apa yang memungkinkan berhasilnya ta'at dalam bersemadi (al-khilwah),
rajinnya beribadah, bertafakkur dan pendidikan ilmu pengetahuan. Dan kepada :
terlepasnya daripada mengerjakan larangan-larangan yang dikerjakan manusia
dengan sebab percampur-bauran. Seperti : ria (berbuat sesuatu ingin dilihat
orang), mengupat, berdiam diri dari amar-ma ‘ruf dan nahi-munkar, mencuri tabi’at
budi-pekerti rendah dan perbuatan keji dari orang-orang ' jahat yang menjadi
teman duduk.
Adapun
faedah-faedah keduniaan, maka terbagi kepada : apa yang memungkinkan
menghasilkan sesuatu, disebabkan persemadian (al-khilwah) itu, seperti :
bertekunnya seorang pekerja dalam per- semadiannya kepada pekerjaan yang bersih
daripada segala yang dikuatiri, yang datang kepadanya, disebabkan
percampur-bauran. Seperti : memandang kepada kembang dunia dan tertujunya hati
orang banyak kepadanya. Lobanya pada manusia dan lobanya manusia padanya.
Terbukanya tutup kepribadiannya disebabkan percampur-bauran. Merasa sakit
disebabkan buruknya akhlaq orang yang duduk dengan dia, tentang rianya atau
jahat sangkanya atau sifat lalat merahnya atau dengkinya atau merasa sakit disebabkan
berat gerak-geriknya dan keji bentuknya. Dan kepada inilah semua kembalinya segala
kumpulan faedah faedah al-'uzlah. Maka hendaklah kami membatasinya pada enam
faedah saja!.
FAEDAH
PERTAMA :
Menyelesaikan
diri untuk ibadah, bertafakkur dan merasa kejrnakan hati dengan bermunajah
(berbisik-bisik) dengan Allah Ta'ala daripada berbisik-bisik dengan makhluq.
Menggunakan waktu' dengan menyingkapkan segala sirr (rahasia yang dijadikan)
Allah. Ta'ala tentang urusan dunia dan aKhirat, alam langit dan bumi yang tak
terlihat oleh pancaindra (alam malakut).
Maka
yang demikian itu meminta keselesaian hati daripada kesi bukan. Dan tak ada
keselesaian hati itu bersama percampur-bauran. Maka al-'uzlah adalah jalan
kepadanya.
Karena
inilah, sebahagian hukama (ahli hikmah) berkata : "Tiada bertekunlah
seseorang dari al-khilwahnya, kecuali dengan berpegang-teguh dengan Kitab Allah
Ta'ala. Orang-orang yang berpegang-teguh dengan Kitab Allah Ta'ala, ialah
orang-orang yang merasa tenteram meninggalkan dunia dengan mengingati
(berdzikir kepada) Allah. Orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan
menyebut Allah itu, hidup dengan mengingati Allah (dzikrullaah), mati dengan
mengingati Allah dan menemui Allah dengan dzikir kepada Allah. Dan tak ragu
lagi, tentang mereka itu dapat dicegah oleh bercampur-baur dengan manusia
daripada bertafakkur dan ber dzikir". Maka mengasingkan diri (al-'uzlah)
adalah lebih utama bagi mereka.
Dan
karena itulah, Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pada permulaan tugasnya memutuskan hubungan
dengan dunia di Bukit (Gua) Hira dan mengasingkan dari ke Gua Hira' itu. Sehingga teguhlah Nur Kenabian
(Nurun-Nubuwwah) pada diri Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka makhluq tidaklah menghijabkan
(mendidingkan) Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ daripada Allah. Maka ia dengan tubuhnya adalah
bersama makhluq dan dengan hatinya ia menghadap kepada Allah Ta'ala. (1)
Sehingga manusia itu menyangka, bahwa Abu Bakar ra.
khalilnya (temannya yang paling dicintainya). Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menerangkan tentang seluruh cita-citanya
dengan Allah, dengan" sabdanya :
لو
كنت متخذا خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا ولكن صاحبكم خليل الله
(Lau
kuntu mut-takhidzan khaliilan lat-takhadztu abaabakrin khaliilan walakinna
shaahibakum khaliihillaah).Artinya : "Jikalau aku mengambil teman
yang sangat dicintai (khalil), maka sesungguhnya aku mengambil Abu Bakar
menjadi khalil . Tetapi temanmu ini (diri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendiri} adalah Khaliilullah"
Dan
tidaklah melapangkan jalan untuk mengumpulkan antara bercampur-baur dengan manusia
pada dzahirnya dan menghadap kan hati kepada Allah pada bathinnya (sirrnya),
melainkan oleh kekuatan Nubuwwah (Kenabian). Maka tidak seyogialah tiap-tiap orang yang lemah itu tertipu
dengan dirinya sendiri. Lalu mengharapkan yang demikian. Dan tidaklah jauh
daripada kebenaran bahwa tingkat sebahagian wali-wali itu berkesudahan kepada
keadaan yang tersebut tadi.
Dinukilkan
dari Al-Junaid, di mana beliau mengatakan : "Aku berkata-kata (berkalam) dengan Allah semenjak tiga puluh tahun
yang lalu. Dan manusia menyangka bahwa aku berkata-kata dengan mereka"
Ini sesungguhnya adalah mudah bagi orang yang membenamkan
dirinya untuk mencintai Allah dengan sepenuh-penuhnya. Sehingga tiada tinggal
bagi yang lain, tempat yang lapang pada dirinya.
Yang demikian itu tidak dapat dibantah.
Maka pada orang-orang yang terkenal dengan mencintai makhluq, terdapat orang
yang bercampur-baur dengan manusia dengan tubuhnya. Dan ia tidak mengetahui
apa yang dikatakannya dan tidak pula mengetahui apa yang dikatakan orang
kepadanya. Karena bersangatan asyiknya kepada yang dikasihinya itu. Bahkan
orang yang dipengaruhi oleh suatu malapetaka yang mengganggu salah satu dari
urusan dunia nya, kadang-kadang ia ditenggelamkan oleh kesusahan, di mana ia
bercampur-baur dengan manusia ramai dan tiada merasa adanya manusia itu dan
tiada mendengar suara mereka, karena bersangatan tenggelamnya.
Dan
urusan akhirat adalah lebih besar pada orang-orang yang ber akal. Maka tidaklah
mustahil yang demikian padanya. Tetapi yang lebih utama bagi orang banyak,
ialah mempergunakan al-uz1ah. Karena itulah, ditanyakan kepada setengah hukama (ahli hikmah): "Apakah yang mereka
maksudkan dengan al-khilwah dan memilih al-uzlah?'Maka ahli hikmah itu menjawab
: "Mereka memperoleh dengan demikian kekekalan pemikiran dan ketetapan
ilmu dalam hati.
Supaya
mereka memperoleh kehidupan yang baik dan merasakan kemanisan ma*rifah
(mengenai Tuhan):Ditanyakan kepada setengah pendeta (rahib): "Apakah yang membawa
engkau bersabar dengan sendirian?".
Pendeta
itu menjawab : "Sebenarnya
aku tidaklah sendirian. Aku. adalah duduk bersama Allah Ta'ala. Apabila aku
berkehendak, bahwa Ia berbisik-bisik (munajah) dengan aku, maka aku baca
Kitab-Nya. Dan apabila aku berkehendak, bahwa aku bermunajah dengan Dia, maka
aku mengerjakan shalat". Ditanyakan kepada setengah hukama' : "Kepada
apakah kamu dibawa oleh zuhuddanal-khilwah?Ahli hikmah itu menjawab :
"Kepada berjinak-jinakan dengan Allah".
Sufyan
bin 'Uyainah berkata :
" Aku bertemu dengan Ibrahim bin Adham ra. di negeri Syam. Lalu aku
berkata kepadanya : "Wahai Ibrahim! engkau telah meninggalkan
Khurasan". Ibrahim bin Adham ra. lalu menjawab : "Aku tiada
memperoleh! ketenteraman hidup, kecuali di sini. Aku lari bersama agamaku dari
bukit ke bukit. Maka barangsiapa melihat aku, lalu mengatakan : "Orang yang
diserang penyakit bimbang atau pemikul barang atau penjual garam".
Orang
menanyakan Ghazwan Ar-Raqqasyi
: "Mengapakah engkau tiada tertawa? Apakah yang melarang kamu daripada
duduk-duduk bersama teman-temanmu?".
Ghazwan
Ar-Raqqasyi menjawab :
"Sesungguhnya aku memperoleh ketenangan hati duduk-duduk dengan yang ada
pada Nya' hajat keperluanku".
Ditanyakan
kepada Al-Hasan :
"Hai Abu Sa'id! Di sini ada seorang laki-laki yang tiada pernah kami
melihat ia duduk, melainkan sendirian saja di belakang tiang".
Al-Hasan
menjawab : "Apabila
kamu melihat orang itu, maka berilah kabar kepadaku!".
Maka
pada suatu hari, mereka melihat orang itu. Lalu mereka berkata kepada Al-Hasan
: "Inilah laki-laki yang kami terangkan kepadamu!". Dan mereka
menunjukkan kepada laki-laki itu. Al-Hasan datang pada laki-laki tadi, seraya
berkata : "Hai hamba Allah! Aku melihat engkau telah mencintai al-'uzlah
begitu rupa. Apakah yang melarang kamu daripada duduk-duduk dengan manusia?".
Orang
itu menjawab: Ada urusan yang menghabiskan waktuku daripada bergaul
dengan manusia".
Al-Hasan
menyambung :
"Apakah yang melarang kamu untuk datang kepada laki-laki ini yang bemama
Al-Hasan, lalu kamu duduk; bersama dia?".
Orang
itu menjawab : "Ada
urusan yang menghabiskan waktuku daripada bergaul dengan manusia dan dengan
Al-Hasan".
Lalu
Al-Hasan bertanya :
"Apakah urusan itu? Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepadamu!".
Maka laki-laki itu menjawab :
"Sesungguhnya aku, pagi hari dan sore hari adalah diantara nikmat dan
dosa. Maka aku berpendapat, bahwa aku menyerahkan waktu diriku bersyukur kepada
Allah Ta'ala atas nikmat-Nya dan memohonkan ampun daripada dosa". Lalu
Al-Hasan berkata kepada orang itu : "Engkau, wahai hamba Allah, lebih
berilmu padaku daripada Al-Hasan! Maka teruskanlah apa yang telah engkau
kerjakan itu!".
Ada
yang menceriterakan, bahwa sewaktu Uwais Al-Qarani sedang duduk, tiba-tiba
datanglah kepadanya Haram bin Hayyan. Lalu Uwais bertanya kepadanya :
"Apakah yang menyebabkan engkau datang kemari?".
Haram
bin Hayyan menjawab : "Aku datang untuk berjinak-jinakan hati dengan
engkau".
Lalu
Uwais menyambung : "Tidaklah aku melihat
bahwa seseorang yang mengenal Tuhannya, lalu berjinak-jinakan hati dengan orang
Iain".
Al-Fudlail
berkata : "Apabila
aku melihat malam datang di depanku, maka aku bergembira, seraya aku berkata :
"Akan aku bersemadi (berkhilwah) dengan Tuhanku". Dan apabila
aku melihat pagi mendapati aku, niscaya kembalilah kebencian berjumpa dengan
manusia. Dan bahwa datang kepadaku orang yang mengganggu aku daripada
Tuhanku''.
'Abdullah
bin Zaid berkata : "Amat baiklah orang yang hidup di dunia dan hidup di
akhirat!".
Maka
orang bertanya kepadanya : "Bagaimanakah yang demikian itu?".
'Abdullah
bin Zaid menjawab : bermunajah dengan
Allah di dunia dan bermujawarah dengan Allah di akhirat. (1)
Berkata
Dzun-Nuh Al-Mishri Kegembiraan dan kesenangannya orang mu'min dalam berkhilwah,
ialah dengan bermunajah dehgaii Tuhannya".
Berkata Malik bin Dinar : "Barangsiapa tidak merasa berjinak-jinakan hati dengan
bercakap-cakap (muhadatsah) dengan Allah 'Azza wa Jalla, dengan meninggalkan
bercakap-cakap dengan makhluq, maka sesungguhnya telah sedikitlah
pengetahuannya, telah butalah hatinya dan telah sia-sialah umurnya".
Berkata
Ibnul-Mubarak : "Alangkah baiknya keadaan orang yang memutuskan hubungan
dengan yang lain, untuk berhubungan dengan Allah Ta'ala".
Dan diriwayatkan dari sebahagian orang-orang shalih, yang mengatakan : "Sewaktu aku sedang berjalan di sebahagian negeri Syam (Syria), tiba-tiba aku berjumpa dengan seorang 'abid (yang senan tiasa beribadah kepada Allah Ta'ala), yang keluar dari sebahagian bukit-bukit itu. Maka tatkala ia memandang kepadaku, lalu ia menyingkir ke pokok sebatang kayu dan menutupkan dirinya dengan batang kayu itu.
Lalu
aku berkata :
"Subhaanallaah (Maha Suci Allah)! Engkau kikir kepadaku untuk memandang
kepadamu",
Maka
'abid itu menjawab :
"Wahai saudara! Sesungguhnya aku telah menetap di bukit ini dalam waktu yang
lama. Aku mengobati hatiku tentang kesabaran dari dunia dan penduduknya. Maka
lamalah pada yang demikian itu kepayahanku dan telah lenyaplah padanya umurku.
Aku bermohon kepada Allah Ta'ala, kiranya Ia tidak menjadikan bahagianku dari
hari-hari kehidupanku pada bermujahadah qalbuku. Maka Allah menenteramkannya
daripada kegoncangan dan menjinakkannya sendirian dan seorang. Maka tatkala aku
memandang kepadamu, lalu aku takut bahwa aku terjatuh pada urusan yang pertama
dahulu. Biarlah engkau jauh, daripadaku. Maka sesungguhnya aku berlindung dari
kejahatan engkau dengan Tuhan segala orang yang berma'rifah dan Kecintaan
segala orang yang berdo'a".
Kemudian
'abid itu memekik dan pingsan dari lamanya berdiam di dunia.
Kemudian
ia memalingkan wajahnya daripadaku.
Kemudian,
ia menggerakkan kedua tangannya, seraya berkata : " Biarlah engkau jauh
daripadaku, wahai dunia, untuk orang selain aku, Maka berhiaslah! Dan untuk
keluargamu, maka tipulah mereka!". Kemudian
'abid itu mengucapkan : "Maha Suci Tuhan yang memberikan rasa lezatnya
pengkhidmatan, ke dalam hati orang-orang yang berma'rifah dan kemanisan
sendirian menemani-Nya! Ia tidak melalaikan hati mereka daripada merigingati
sorga; dan bidadari yang cantik-cantik. Ia mengumpulkan cita-cita mereka pada
meng ingati-Nya. Maka tiadalah suatupun yang lebih'lezat pada mereka, selain
daripada bermunajah dengan Dia".Kemudian
'abid itu meneruskan kata-katanya dan berkata : "Qudduusun - Qudduusun (Ia
Maha Qudus - Ia Maha Qudus)". Jadi, abid itu dalam bersemadi (al-khilwah)
berjinak-jinakan dengan mengingati (berdzikir kepada) Allah dan berbanyak
mengertal (ma'rifah kepada) Allah".
Pada contoh yang demikian
itu, ada yang bermadah :
Sungguh aku
menutupkan diriku dan tidak adalah tutup padaku.
Semoga itu khayalan
daripadamu yang bertemu dengan khayalanku.
Aku keluar dari
antara orang-orang yang duduk.
Semoga jauh dari
engkau aku berbicara,
dengan jiwa secara
rahasia bersemadi-sepi.
Karena
itulah, berkata setengah hukama: "Sesungguhnya manusia itu merasa liar
dari dirinya sendiri, karena kosong pribadinya daripada sifat keutamaan. Maka
ketika itu ia memperbanyakkari bertemu dengan manusia. Dan membuang jauh
keliaran dari dirinya sendiri, disebabkan adanya bersama manusia itu. Maka
apabila dirinya itu bersifat keutamaan, niscaya ia mencari kesendirian, supaya
memperoleh pertolongan dengan kesendirian itu kepada pemikiran. Dan dapat
mengeluarkan pengetahuan dan hikmah (ilmu yang tinggi-tinggi).
Sesungguhnya
ada yang mengatakan, bahwa berjinak-jinakan hati dengan manusia itu adalah
setengah dari tanda iflas (dalam keadaan tiada mempunyai apa-apa).
Jadi,
inilah faedah yang besar. Tetapi adalah mengenai bahagian setengah orang-orang
pilihan tertentu. Dan
orang yang mudah baginya beijinak-jinakan hati dengan Allah dengan berkekalan
dzikir atau dengan berkekalan pikir mudah berkeyakinan mengenai Allah maka yang
lebih utama baginya ialah melepaskan diri dari tiap-tiap yang menyangkut dengan
percampur-bauran dengan manusia. Karena tujuan yang terakhir dari ibadah dan
buah dari pergaulan hidup (mu'amalah), ialah bahwa manusia itu mati dengan
mencintai Allah dan berma'rifah kepada Allah. Dan tiadalah kecintaan itu,
selain dengan berjinak-jinakan yang diperoleh dengan berkekalan dzikir. Dari
tiadalah ma rifah itu, selain dengan berkekalan pikir. Dan kekosongan hati itu
"adalah syarat pada masing-masing dari yang dua tadi. Dan hati itu tiada
kosong dengan adanya percampur- bauran dengan manusia.
FAEDAH KEDUA :
Terlepas
itu dengan 'uzlah, dari perbuatan-perbuatan ma'shiat (perbuatan yang berdosa)
yang biasanya dikerjakan manusia dengan sebab percampur-bauran. Dan selamat
daripadanya dalam berkhilwah. Dan perbuatan-perbuatan ma'shiat itu, EMPAT::
mengumpat, lalat merah (namimah), ria dan diam daripada amar-ma’ruf dan
nahi-munkar dan curi-mencuri sifat (karakter) dari akhlaq buruk dan perbuatan
keji yang diwajibkan oleh kerakusan kepada dunia.
Adapun
mengupat,maka apabila anda mengetahui dari "Kitab Bahaya Lidah dari
Bahagian Yang Membinasakan" (Rubu' Al- Muhlikat), segala seginya,
niscaya anda mengetahui, bahwa menjaga diri daripada mengupat dalam
percampur-bauran adalah sukar sekali. Tidak terlepas daripadanya, selain
orang-orang shiddiq. Karena adat kebiasaan manusia pada umumnya, adalah suka
mempercakapkan segala hal yang memalukan orang, merasa keenakan dengan yang
demikian dan banyak perpindahan dengan kemanisannya. Sehingga mengupat itu
menjadi makanan dan kelezatan mereka. Dan kepada mengupat itu mereka
menyenangkan diri dari keliaran hati (kesepian) dalam khilwah.
Jikalau
anda bercampur-baur dengan mereka dan anda menyetujui perbuatan mereka, niscaya
anda berdosa dan anda mendatangi untuk kemarahan Allah Ta'ala. Dan jikalau anda
berdiam diri, niscaya anda adalah sekutu.
Dan
orang yang mendengar adalah menjadi seorang dari orang- orang yang mengupat.
Dan jikalau anda membantah, niscaya mereka marah kepada anda. Mereka
meninggalkan orang yang diupati itu, lalu mereka mengupati anda. Maka mereka
menambahkan upatan kepada upatan. Kadang-kadang mereka menambahkan di atas
upatan itu dan mereka berkesudahan kepada memandang ringan dan kepada
memaki-maki.
Adapun
amar-ma’ruf dan nahi-munkar, adalah setengah daripada pokok-pokok agama. Dan adalah
suatu kewajiban sebagaimana akan datangpenjelasannyapada akhir rubu*ini
(bahagian perempat darikitab).
Barangsiapa
bercampur-baur dengan manusia, maka ia tidak terle- pas daripada menyaksikan
kemunkaran-kemunkaran. Kalau ia diain, niscaya ia mendurhakai Allah. Dan kalau
ia membantah, niscaya ia mendatangkan dirinya kepada berbagai macam
kemelaratan. Karena kadang-kadang ia ditarik oleh mencari kelepasan dari segala
macam kemelaratan tadi, kepada segala kema'shiatan yang lebih besar daripada apa
yang dilarang pada mulanya. Dan pada 'uzlah itu, terlepaslah dari yang tadi.
Maka sesungguhnya amar, pada menyia-nyiakannya itu berat. Dan menegakkannya
sukar. Abu Bakar ra. bangun berdiri selaku khathib dan berkata: "Hai
manusia! Sesungguhnya kamu membaca ayat ini:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ
إِذَا اهْتَدَيْتُمْ
(Yaa-ayyuhalladziina
aamanuu 'alaikum anfusakum laa yadlur-rukum man dlalla idzah-tadaitum).Artinya
: "Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu! Tidaklah, akan
membahayakan kepadamu orang yang sesat itu kalau kamu ada menurut jalan yang
benar". (S. Al-Maidah, ayat 105), bahwa kamu itu meletakkan ayat
tersebut tidak pada tempatnya. Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
إذا
رأى الناس المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقاب
(Idzaa ra-annaasul-munkara falam yughayyiruuhu
ausyaka an ya- *umma-humuQaahu bi-iqaab).Artinya : "Apabila manusia
melihat yang munkar lalu tidak merubahkannya, niscaya hampirlah mereka itu
diratakan oleh Allah dengan siksaan*'(1)
Dan
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Sesungguhnya Allah menanyakan kepada
hamba-Nya, sehingga Ia berfirman kepadanya : 'Apakah yang mencegah engkau,
apabila melihat yang munkar dalam dunia, untuk menantangnya?'. Maka apabila
Allh mengajarkan kepada seorang hamba akan dalil-Nya, niscaya hamba itu berkata
: 'Wahai Tuhan! Aku harap dari Engkau dan aku takut kepada manusia". (2) Ini adalah apabila ia takut dari pukulan
atau perintah yang tidak disanggupinya. Dan mengenai batas-batas yang demikian
itu adalah sukar dan padanya bahaya. Dan pada 'uzlah (mengasingkan diri) itu,
terdapat kelepasan. Dan pada-amar-ma’ruf dan-nahi-mungkar itu mengobarkan
permusuhan dan inenggerakkan marabahaya-marabahaya bagi hati, sebagaimana dikatakan
oleh seorang penyair,
Banyaklah mengandung nasehat,
pada kata-katamu yang membekas.
Kadang-kadang yang memperoleh nasehat itu,
menerima dengan marah yang membatu.
Orang
yang mencoba beramar-ma’ruf biasanya menyesal. Amar- ma'ruf itu adalah seperti
dinding yang mereng, lalu ada orang yang,. bermaksud meluruskannya. Maka hampirlah dinding itu
jatuh di atas dirinya.
Apabila jatuh ke atas dirinya, lalu ia berkata : "Wahai kiranya aku
tinggalkan dinding itu dalam keadaan mereng!". Ya, jikalau ia memperoleh
penolong-penolong yang memegang dinding itu, sehingga ia mengokohkannya dengan
tiang, maka dinding itu lurus. Dan pada waktu sekarang engkau tiada
akan memperoleh penolong-penolong itu. Dari itu, tinggalkanlah mereka dan
lepaslah engkau dengan diri engkau sendiri!.
Adapun
ria itu penyakit yang menyusahkan, yang sukar bagi wall-wali dan pemuka-pemuka
menjaga diri daripadanya. Tiap-tiap orang yang bercampur-baur dengan manusia,
niscaya berlemah-lembut dengan mereka. Dan orang yang berlemah-lembut itu
berbuat ria dengan mereka. Dan orang yang berbuat ria dengan' mereka, niscaya
jatuhlah ia ke dalam apa yang jatuh mereka ke dalamnya. Dan binasalah ia,
sebagaimana mereka itu binasa. Dan sekurang-kurangnya yang harus padanya, ialah
si fat nifaq (sifat bermuka-dua).
Sesungguhnya
engkau, jikalau bercampur-baur dengan dua orang yang bermusuh-musuhan dan
engkau tiada menemui masing-masing daripada keduanya, dengan cara yang sesuai
dengan dia, niscaya jadilah engkau orang yang dimarahi keduanya. Dan jikalau
engkau berbaik-baikan dengan keduanya, niscaya adalah engkau termasuk manusia
yang jahat.
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
تجدون
من شرار الناس ذا الوجهين يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه
(Tajiduuna
min syiraarin-naasi dzal-wajhaim ya'-tii haa-ulaa-i bi- wajhin wa haa-ulaa-i
bi-wajhin).Artinya: engkau memperoleh daripada; manusia yang jahat itu
orang yang bermuka dua. Dia datang kepada orang-orang ini begini dan kepada
orang-orang itu begitu". (1)
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
إن
من شر الناس ذا الوجهين يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه
(Inna
min syarrin-naasi dzal-wajhaini ya'-tii haa-ulaa-i bi-wajhin wa haa-ulaa-i bi
wajhin).Artinya : Sesungguhnya termasuk manusia yang jahat, ialah orang yang bermuka dua. Dia datang kepada orang-orang ini begini dan kepada orang-orang itu begitu". (2)
Sekurang-kurangnya yang wajib pada
bercampur-baur dengan manusia, ialah melahirkan kerinduan dan bersangatan pada
kerinduan itu. Dan yang demikian tidaklah terlepas daripada kedustaan.
Adakalanya pada pokok dan adakalanya pada tambahan. Dan melahirkan kasih-sayang
dengan menanyakan hal-keadaannya, dengan engkau mengatakan umpamanya : "Bagaimanakah
keadaan saudara? Bagaimanakah keadaan keluarga saudara?", sedang
engkau pada bathinnya, adalah berhati kosong daripada turut berduka- cita
dengan dia. Dan ini adalah nifaq semata-mata. Sirri berkata : 'Jikalau masuk ke
tempatku saudaraku, lalu aku luruskan janggutku dengan tanganku karena
masuknya, niscaya aku takut bahwa aku akan ditulis pada lembaran orang-orang
munafiq".
Adalah Al-Fudlail duduk sendirian dalam
Al-Masjidil-haram. Maka datanglah kepadanya saudaranya- Lalu beliau bertanya :
"Apakah yang menyebabkan engkau datang kemari?".
Saudaranya itu menjawab : "Untuk
berjinak-jinakan hati, wahai Abu 'Ali
Al-Fudlail
(yang dipanggil dengan Abu 'Ali tadi) menjawab : "Wahai kiranya,
berjinak-jinakan itu adalah lebih menyerupai dengan berliar-liaran hati! Adakah
engkau kehendaki, selain daripada engkau menghiasi aku (dengan kata-kata) dan
aku menghiasi engkau? Engkau berdusta untukku dan aku berdusta untuk engkau.
Adakalanya, bahwa engkau bangun meninggalkan aku atau aku bangun meninggalkan
engkau".
Berkata setengah ulama : Allah Ta'ala tiada mencintai seorang hamba, melainkan Ia mencintai bahwa tiada merasakan apa apa dengan hamba itu".
Thaus
masuk ke tempat Khalifah Hisyam. Lalu bertanya : Bagaimana engkau hai
Hisyam?". Maka Hisyam marah kepadanya, seraya berkata : "Mengapa
tiada engkau sebutkan aku dengan panggilan "amirul-mu'minin?".
Thaus
menjawab : "Karena semua kaum muslimin tidak menyetujui atas
kekhalifahanmu. Maka aku takut bahwa aku menjadi.. pendusta".
Orang
yang memungkinkan kepadanya, bahwa ia dapat memelihara akan pemeliharaan iniy-
maka hendaklah bercampur-baur dengan manusia. Dan jikalau tidak, maka hendaklah
ia menyetujui untuk dicantumkan namanya dalam lembaran orang-orang munafiq:
Adalah
orang-orang salaf (orang-orang terdahulu) bertemu sesama mereka dan menjaga
pada ueapan mereka : "Bagaimana keadaan engkau berpagi hari? Bagaimana
keadaan engkau bersore hari? Bagaimana engkau? Bagaimana hal keadaan
engkau?". Dan tentang penjawaban dari ucapan itu. Maka
pertanyaan mereka itu, adalah mengenai hal keadaan agama, tidak mengenai hal
keadaan dunia. Hatim Al-Asham bertanya kepada Hamid Al-Laffaf : "Bagaimana
engkau tentang diri engkau?". Hamid menjawab : "Selamat, sehat
wal-afiat!". Maka Hatim tiada menyukai penjawaban Hamid itu dan berkata :
"Hai Hamid! Selamat itu ialah dari belakang Titian (Ash-Shira- thal-mustaqim)
dan sehat wal-afiat itu dalam sorga".
Dan
adalah apabila ditanyakan kepada Nabi isa as. : ''Bagaimana engkau berpagi
hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi hari, tiada memiliki untuk
mengemukakan apa yang aku harapkan. Dari tiada sanggup menolak apa yang aku
takuti. Dan aku berpagi hari tergadai dengan amalanku. Dan kebajikan seluruhnya
pada tangan lain daripada aku. Tiadalah orang faqir, yang lebih faqir daripada
aku".
Adalah
Ar-Rabi-bin Khaitsam apabila ditanyakan kepadanya : "Bagaimanakah engkau
berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku berpagi hari, termasuk
orang-orang lemah yang berdosa. Kami mencukupkan rezeki kami dan kami menunggu
ajal kami". Adalah Abu'd-Darda' apabila ditanyakan kepadanya :
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku
berpagi hari dengan kebajikan, jikalau aku terlepas dari neraka".
Adalah
Sufyan At Tsuri Apabila ditanyakan kepadanya: bagaimanakah engkau berpagi
hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku berpagi hari, mensyukuri ini
kepada ini, mencela ini kepada ini dan lari dari ini kepada ini".Dan
Lari dari ini kepada ini.
Ditanya
kan Uwais Alqarni, bagaimana engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab :
"Bagaimana berpagi hari seorang laki-laki, di mana apabila ia bersore
hari, tiada tahu bahwa ia akan berpagi hari lagi. Dan apabila ia berpagi hari
tiada tahu, bahwa ia akan bersore hari lagi".
Ditanyakan
Malik bin Dinar :
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku
berpagi hari dalam umur yang berkurang dan dosa yang bertambah".
Ditanyakan
setengah hukama' :
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku
berpagi hari, tiada aku rela hidupku untuk matiku dan diriku untuk
Tuhanku".
Ditanyakan
seorang ahli hikmat :
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi
hari memakan rezeki dari Tuhanku dan aku menta'ati musuh-Nya Iblis".
Ditanyakan
Muhammad bin Wasi':
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Apakah
persangkaanmu tentang seorang laki-laki yang berjalan tiap-tiap hari ke akhirat
sehari perja lanan (satu marhalah)?".
Ditanyakan
Hamid Al-Laffaf :
"Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku
berpagi hari, merindui kesehatan hari itu sampai kepada malamnya". Lalu
ditanyakan lagi kepadanya
"Tidakkah lengkau dalam sehat wal-afiat pada tiap-tiap hari?".
Maka beliau menjawab : "Sehat wal-afiat itu ialah hari, di mana aku tiada
mendurhakai akan Allah Ta'ala padanya".
Ditanyakan seorang laki-laki dan laki-laki itu
dalam keadaan menyerahkan dirinya untuk mati (sakarat) : "Apakah hak
keadaan- mu?". Lalu laki-laki itu menjawab : "Apalah halnya keadaan
orang yang bermaksud berjalan jauh tanpa perbekalan. Memasuki perkuburan yang
meliarkan hati tanpa yang menjinakkan. Dan berjalan kepada Raja Yang Adil tanpa
membawa alasan (hujjah)".
Ditanyakan
Hassan bin Abi Sannan :
"Apakah hal keadaanmu?". Lalu ia menjawab : "Apalah halnya orang
yang mati, kemudian dibangkitkan, kemudian dihisab (dihitung amalannya)".
( Ibnu Sirin bertanya kepada seorang laki-laki : "Apakah hal keadaanmu?".
Lalu orang itu menjawab .'"Apalah halnya orang yang menanggung hutang
sebanyak lima ratus dirham dan orang itu berkeluarga banyak?".
Maka
Ibnu Sirin masuk ke rumahnya. Lalu mengeluarkan uang: seribu dirham untuk
laki-laki itu. Maka diserahkannya wang itu kepada laki-laki tadi, seraya
berkata : "Lima ratus bayarkanlah hu tangmu dan lima ratus lagi sediakan
untuk dirimu sendiri dan keluargamu!"
Dan tidak ada pada Ibnu Sirin uang yang
lain. Kemudian ia berkata : "Demi Allah! Aku tiada akan menanyakan selama-lamanya
kepada seseorang tentang hal keadaannya". '
Sesungguhnya
Ibnu Sirin berbuat demikian, karena takut pertanyaannya itu adalah dari tidak
mementingkan keadaan orang yang ditanyakan. Lalu dengan demikian, ia adalah
orang yang ria lagi munafiq.
Maka
adalah pertanyaan mereka itu tentang urusan agama dan hal-hal keadaan hati pada
ber-mu 'amalah dengan Allah. Dan jikalau mereka menanyakan tentang urusan dunia,
maka adalah timbul- nya daripada mementingkan dan bercita-cita menegakkan
keperluan yang terang bagi mereka.
Setengah
mereka berkata : "Sesungguhnya aku mengenal beberapa kaum, di mana mereka
itu tiada pernah bertemu. Jikalau seorang dari mereka menghukum (menetapkan) ke
atas diri temannya, untuk mengambil semua yang dimilikinya, niscaya teman itu
tiada akan melarangnya. Dan sekarang aku melihat kaum-kaum itujumpa- menjumpai
dan tanya-menanyakan, sehingga tentang ayam betina dalam rumah. Dan jikalau
salah seorang dari mereka memberanikan diri untuk mengambil sebutir biji-bijian
daripada harta temannya, niscaya temannya itu melarangnya. Maka tidakkah ini,
selain ria dan nifaq semata-mata?
Tanda
yang demikian itu, ialah : bahwa engkau melihat si Ini menanyakan :
"Bagaimana keadaan Engkau?", dan yang lain menanyakan :
"Bagaimana keadaan engkau?". Maka yang bertanya tiada menunggu
jawaban dan yang ditanya bimbang memikirkan pertanyaan itu dan tidak menjawab.
Dan yang demikian adalah karena. mereka tahu, bahwa itu adalah datangnya dari
ria dan memberat- kan diri. Dan kiranya hati tiada terlepas dari khianat dan
dengki. Dan lidah hanya mengucapkan pertanyaan.
Al-Hasan berkata : "Sesungguhnya, mereka itu dahulu mengucapkan : "Assalaamu alaikum, apabila —demi Allah— hati itu telah sejahtera. Adapun sekarang, maka mereka itu mengucapkan "Yang di sebelah kiri!". Maka mereka mengambil jalan yang di sebelah kiri itu. Maka binasalah dan sesatlah mereka. Dan yang lain duduk dan berhenti, sehingga hilanglah angin dan teranglah jalan. Lalu mereka itu berjalan ............. ".
Maka
Sa'ad mengasingkan diri dan suatu rombongan bersama dia, memisahkan diri dari
segala fitnah. Dan mereka tidak bercampur- baur, kecuali sesudah hilang segala
fitnah itu.
Dari
Ibnu 'Umar ra. diriwayatkan, bahwa :
tatkala sampai kepadanya berita bahwa Husain ra. telah menuju Irak, lalu Ibnu
'Umar meiigikutinya. Maka bertemulah ia dengan Husain sesudah berjalan tiga
hari lamanya.
Lalu
Ibnu 'Umar bertanya kepada Husain :
"Kemanakah engkau mau pergi?".Husain menjawab : "Ke Irak!". Dan bersama Husain lembaran- lembaran keterangan dan surat-surat.
Lalu Husain menyambung : "Inilah surat-surat dan sumpah setia (bai'ah) mereka!".
Lalu' Ibnu 'Umar menjawab : "Janganlah kamu pandang kepada surat-surat mereka dan janganlah kamu datang kepada mereka!".
Husain enggan menerima nasehat Ibnu 'Umar.
Lalu Ibnu 'Umar berkata : "Aku akan menerangkan kepadamu suatu hadits, bahwa : Jibril datang kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu ia menyuruh pilih kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ antara dunia dan akhirat.
Maka
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memilih akhirat dari dunia. Dan engkau itu
sesungguhnya, sepotong daging dari tubuh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1)
Demi
Allah, tiada akan memerintah dunia oleh seseorang dari padamu selama-lamanya.
Dan tiada memalingkan dunia daripadamu, melainkan untuk yang lebih baik
bagimu". Husain enggan kembali (ingin meneruskan perjalanannya ke Irak).
Lalu Ibnu 'Umar memeluk Husain dan menangis tersedu-sedu, seraya berkata : "Aku serahkan engkau kepada Allah terbunuh atau tertawan!". (2)
Maka
tidaklah manusia itu duduk duduk dalam majlis dengan orang fasiq dalam sekejap
waktu, walaupun ia menatang orang fasiq tadi pada bathinnya, melainkan jikalau
sekiranya ia membanding akan dirinya kepada masa sebelumnya duduk-duduk itu,
niscaya akan diketahuinya masa itu suatu perbedaan, mengenai larinya
hati dari perbuatan yang merusak dan beratnya hati kepada perbuatan yang
merusak itu. Karena perbuatap yang merusak itu (perbuatan fasid) disebabkan
banyaknya melihat, maka menjadi mudah pada tabi 'at (karakter). Lalu hilanglah
kesan dan anggapan besar perbuatan fasid itu bagi orang tersebut, Dan
sesungguhnya yang mencegah dari perbuatan fasid tadi, ialah kesangatan kesannya
dalam hati. Maka. apabila telah diahggap kebil disebabkan lamanya menyaksikan,
niscaya hampirlah kekuatan mencegah itu terlepas dan tertunduklah tabi'at
(karakter) untiik cenderung kepada perbuatan fasid itu. Atau kepada yang lebih
kurang lagi.
Manakala lamalah menyaksikan dosa besar
dari orang lain, niscaya ia memandang Ieceh (tidak berarti) akan segala dosa
kecil dari dirinya sendiri. Dan karena itulah, orang yang selalu melihat
kepada orang kaya, lalu memandang ringan akan nikmat Allah kepadanya. Maka
membekaslah oleh duduk-duduk dengan orang-orang kaya, kepada memandang kecil
akan apa yang ada padanya. Dan membekaslah oleh duduk-duduk dengan orang
fakir-miskin, kepada mengngaggap besar nikmat yang dianugerahkan kepadanya.
Begitu
pula melihat kepada orang-orang yang tha'at dan orang yang ma'shiat. Inilah
membekasnya pada tabi'at (karakter). Maka orang yang menjuruskan penglihatannya
kepada memperhatikan keadaan - para shahabat dan tabiin (para pengikut
shahabat) tentang ibadah dan membersihkan diri dari dunia, niscaya
senantiasalah ia memandang kepada dirinya sendiri dengan pandangan kecil dan
kepada ibadahnya dengan pandangan hina. Dan selama ia melihat dirinya itu
teledor, maka tidaklah ia terlepas dari panggilan kesungguhan, karena ingin
pada penyempumaan dan menyempurnakan untuk
mengikuti jejak para shahabat dan tabi'in itu. Orang yang melihat kepada
keadaan yang banyak terjadi pada penduduk zamannya dan berpalingnya penduduk
itu dari Allah, menghadapnya kepada dunia dan dibiasakan mereka mengerjakan perbuatan
ma'shiat, niscaya orang itu memandang besar keadaan dirinya sendiri, dengan
sedikit saja kegemaran kepada kebajikan, yang dijumpainya dalam hatinya.
Yang demikian itu adalah binasa dan
memadailah pada merobah kan tabi'at (karakter) oleh semata-mata mendengar kebajikan
dan kejahatan, lebih-lebih menyaksikannya
Dan dengan pengertian yang halus ini,
dapatlah diketahui rahasia sabda Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة
('Inda
dzikrish-shaalihiina tanzilur-rahmah).Artinya : "Pada menyebutkan orang-orang shalih itu turunlah rahmat". (1)
Sesungguhnya rahmat itu ialah masuk sorga dan bertemu dengan Allah. Dan tidaklah turun ketika menyebut itu, yang tersebut tadi. Tetapi yang turun ialah sebabnya. Yaitu membangkitnya kegemaran dari hati dan bergeraknya keinginan untuk mengikuti orang-orang shalih itu. Dan mencegah daripada apa yang mengkaburkan- riya, dari kurangnya perhatian dan keteledoran. Dan permulaan rahmat ialah berbuat kebajikan. Dan permulaan berbuat kebajikan ialah kegemaran. Dan permulaan kegemaran ialah menyebut hal-ikhwal orang-orang shalih. Maka inilah artinya : turun rahmat.
Dan pengertian dari kandungan perkataan
ini pada orang yang cer- dik, adalah seperti pengertian dari kebalikannya.
Yaitu : bahwa pada menyebutkan orang-orang fasiq, turunlah laknat (kutukan).
Karena dengan banyak menyebutkan mereka, memudahkan kepada tabi'at (karakter manusia),
urusan perbuatan-perbuatan ma'shiat. Dan laknat itu ialah : jauh. Dan permulaan
kejauhan dari Allah, ialah perbuatan maksiat, berpaling daripada Allah dengan
mengha- dapkan diri kepada nasib-nasib baik yang segera dan nafsu syahwat yang
menjelma, tidak di atas cara yang disuruh menurut agama. Permulaan perbuatan
ma!shiat, ialah hilangnya rasa berat dan rasa kejinya dari hati. Dan permulaan
hilangnya rasa berat, ialah terjadi- nya kejinakan hati dengan perbuatan
ma'shiat itu, dengan banyak mendengarnya.
Apabila ini halnya menyebutkan'orang-orang shalih dari orang- orang fasiq, maka apakah persangkaanmu dengan menyaksikan mereka itu? Bahkan telah ditegaskan dengan demikian oleh Rasul- lullah saw, di mana behau bersabda :
مثل الجليس السوء كمثل الكير إن لم يحرقك بشرره علق بك من ريحه
Artinya : "Teman duduk yang jahat
adalah seumpama dapur api tukang besi. Jikalau dapur api itu tiada membakarmu
dengan bunga apinya, niscaya melekatpadamu anginnya". (1)
Maka
sebagaimana angin itu melekat pada kain dan orang itu tiada merasakannya, maka
begitu pula mudahnya kerusakan pada hati dan ia tiada merasakannya. Dan Nabi saw-bersabda :
مثل
الجليس الصالح مثل صاحب المسك إن لم يهب لك منه تجد ريحه
(Matsalul-jaliisish-shaalihi
matsalu shaahibil miski in lam yahab laka minhu tajid riihah).
Artinya
: Teman duduk yang shalih adalah seumpama orang yang mempunyai kesturi. Jikalau
ia tidad memberikan kepadamu dari kesturinya, niscaya engkau akan memperoleh
bau-harumnya
Karena inilah aku katakan : bahwa
barangsiapa mengetahui dari seorang yang berilmu suatu kesilapan, niscaya
haramlah ia menceri- terakannya, karena dua sebab :
Pertama
: bahwa menceriterakan. itu adalah mengupat.
Kedua
: dan inilah yang terbesar, bahwa menceriterakannya itu memudahkan kepada para
pendengar urusan kesilapan itu. Dan terhapuslah dari hati mereka rasa beratnya
mengerjakan kesilapan itu. Lalu yang demikian itu menjadi sebab untuk mempermudahkan
perbuatan ma'shiat tadi. Karena sesungguhnya manakala terperosoklah seseorang
pada suatu ma'shiat, niscaya ia menantang yang demikian sebagai tantangan untuk
penolakan, seraya berkata : "Bagaimanakah menjauhkan ini dari kita,
padahal semua kita terpaksa kepada perbuatan yang seperti itu, sehingga para
alim-ulama dan orang-orang abid juga?".
Jikalau
ia berkepercayaan bahwa perbuatan yang seperti itu tiada akan diperbuat oleh
seorang ulama dan tiada akan dijamah oleh seorang yang memperoleh taufiq dan
terpandang, niscaya sukarlah baginya tampil dengan alasan tadi. Maka banyaklah
orang yang menyerupai anjing terhadap dunia, loba kepada mengumpulkannya,
Menempuh kebiasaan atas kecintaan menjadi
kepala dan penghiasannya memudahkan bagi dirinya kekejian menjadi kepala itu
dan menda'wakan, bahaya para shahabat ra. tiada membersihkan dirinya daripada
kecintaan menjadi kepala. Kadang-kadang ia mencari dalil di atas pendiriannya
itu, dengan peperangan yang timbul diantara dalil di atas pendiriannya itu,
dengan peperangan yang timbul diantara 'Ali dan Mu'awiah.
Dan ia menerka pada dirinya, bahwa
peperangan yang tersebut tadi tidaklah untuk mencari kebenaran. Tetapi untuk
mencari riasah (ingin menjadi kepala). Kepercayaan yang seperti ini salah, yang
memudahkan kepadanya urusan riasah dan segala akibatnya yang merupakan
perbuatan- perbuatan ma'shiat. Dan tabi'at yang terkutuk itu cenderung kepada
mengikuti' segala kesalahan dan menolak segala kebaikan. Bahkan kepada
mengumpamakan kesalahan pada tempat yang tidak bersa- lah, dengan
menempaitkannya, menurut kemauan hawa nafsu, untuk menjadi alasan dengan yang
demikian. Dan itu adalah setengah dari godaan syaitan yang halus-halus. Dan
karena itulah disifatkan oleh Allah orang-orang yang bermusuhan dengan syaitan
dengan firman-Nya :
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ(Alladziina yas-tami-'uunal qaula fayattabi-iuna ahsanah).
Artinya : "Yaitu orang-orang yang mendengarkan kata, lalu menuruti mana yang lebih baik (S. Az-Zumar, ayat 18).
Dan
untuk itu, oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ dikemukakannya suatu perumpamaan, seraya
beliau bersabda : "Orang yang duduk mendengar pengetahuan yang
tinggi-tinggi (ilmu hikmah), kemudian tiada mengamalkannya,
kecuali dengan yang buruk daripada apa yang didengarinya, adalah seumpama
seorang yang datang kepada penggembala. Lalu berkata kepada penggembala itu :
Wahai penggembala! Bawalah kepadaku seekor dari kambingmu. Maka penggembala itu
menjawab : "Pergilah dan ambillah kambing yang terbaik dari kawanan
kambing itu! Lalu orang itu pergi, maka memegang telinga anjing penjaga
kambing". (1)
Dan
tiap-tiap orang yang menukilkan kesalahan imam-imam (pemuka-pemuka), maka
inilah juga contohnya.
Dan
setengah dari dalil yahg menunjukkan kepada hilangnya pengaruh sesuatu dari
hati, disebabkan berulang-ulang dan menyaksikannya, ialah bahwa kebariyakan
manusia apabila melihat seorang muslim berbuka pada siang hari bulan Ramadlan,
niscaya mereka itu menantang yang demikian, yang tantangan itu hampir membawa
kepada kepercayaan akan kafimya si muslim yang tiada berpuasa tadi.
Kadang-kadang
mereka itu menyaksikan orang yang tidak menger- jakan shalat pada waktunya dan
tidaklah lari tabi'at mereka dari orang itu, seperti larinya pada menta'khirkan
(mengemudiankan) puasa, sedang satu shalat dengan meninggalkannya dapat menjadi
kafir, menurut pendapat segolongan ulama. Dan dapat dibunuh menurut pendapat
segolongan Lain. Dari meninggalkan puasa Ramadlan seluruhnya, tidaklah membawa
kepada kekafiran. Dan tiadalah sebab bagi yang demikian, selain karena shalat
itu berulang-ulang. Dan mempermudah-mudahkan tentang shalat itu, termasuk hal
yang banyak. Maka hilanglah kesannya dari hati dengan menyaksikan itu. Dan yang
demikian itu, jikalau seorang ahli-fiqh (al-faqih), memakai kain sutera atau
cincin emas atau meminum pada mangkok perak, niscaya jiwa memandang jauh perbuatan
tersebut dan sangatlah menantangnya. Kadang-kadang dapat dipersaksiaan pada
suatu sidang (majelis) yang lama, di mana tiada diperkatakan, kecuali
persoalan yang menjadi upatan kepada orang. Dan tidaklah diusahakan menjauhkan
yang demikian. Pada- hal mengupat itu lebih berat daripada zina. Maka bagaimana
pula, mengupat itu tiada lebih berat daripada memakai sutera? Tetapi karena
banyaknya mendengar upatan dan menyaksikan orang-orang yang mengupat, maka
hilanglah kesannya dari hati. Dan terpandang mudahlah urusannya pada jiwa. Maka
hendaklah anda memperhati- kan benar-benar akan pengertian-pengertian yang halus
ini!. Dan larilah dari manusia, sebagaimana larinya anda dari singa! Karena
anda tiada akan menyaksikan dari manusia itu, selain hal-hal yang menambahkan
kelobaanmu kepada dunia dan melalai- kanmu dari akhirat. Memudahkan kepadamu
perbuatan ma'shiat dan melemahkan kegemaranmu kepada perbuatan ta'at. Jikalau
engkau memperoleh seorang teman duduk yang mengingatkan engkau kepada Allah
dengan melihat wajahnya dan perjalanan hidupnya, maka rapatilah dan janganlah
engkau berpisah daripadanya! Rampaslah hatinya dan janganlah engkau memandang hina kepadanya!
Karena itu adalah rampasan bagi orang yang berakal
dan
barang hilang bagi orang Mu'min. Dan yakinlah, bahwa teman duduk yang shalih
itu, lebih baik daripada sendirian. Dan sendirian itu, lebih baik daripada
teman duduk yang jahat. Manakala anda telah memahami segala pengertian ini dan
anda memperhatikan akan tabi'at (karakter) anda dan anda menoleh kepada
keadaan'orang yang anda kehendaki bercampur-baur dengan dia, niscaya tidaklah
tersembunyi bagi anda, bahwa yang lebih utama, menjauhkan diri daripada orang
itu, dengan mengasingkan diri ('uzlah). Atau mendekatkan diri kepadanya dengan
bercampur- baur. Dan hati-hatilah untuk menetapkan secara mutlaq kepada 'uzlah
atau bercampur-baur, dengan menetapkan salah-satunya yang lebih utama. .Karena
masing-masing memerlukan kepada penguraian. Makamengatakan secara mutlaq dalam
soal ini, dengan : tidak atau ya, adalah menyalahi dari perkataan itu sendiri
semata-mata. Dan tidaklah benar pada yang memerlukan kepada uraian, melainkan
dengan uraian.
FAEDAH KETIGA :
Terlepas
dari segala fitnah dan permusuhan, terpelihara Agama dan jiwa daripada
terjerumus ke dalamnya dan dari menghadapi segala bahayanya.
Sedikitlah
negeri-negeri yang terlepas dari sifat ta-'ash-shub (fanatik), fitnah dan
permusuhan. Maka orang yang mengasingkan diri dari mereka, dapatlah memperoleh
keselamatan daripadanya. 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash berkata : Tatkala
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyebutkan fitnah-fitnah itu dan menyifatkannya
dan bersabda : Apabila engkau melihat manusia, di mana janjinya tidak ditepati
dan amanah yang diserahkan kepadanya tersembunyi-senyap dan mereka itu berada :
begini!' dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ menjerjakkan diantara anak-anak jarinya a),
lalu aku bertanya : liMaka apakah yang engkau suruhkan aku?".
Lalu
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Tetaplah kamu di rumah,
milikilah lidahmu atas dirimu, ambilkanlah apa yang kamu pandang ma' ruf dan
tinggalkanlah apa yang kamu pandang munkar! Kerjakanlah pekerjaan yang tertentu
bagi dirimu dan tinggalkanlah pekerjaan yang umum kepada orang banyak!".
(2)
Abu
Sa'id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda ?
يوشك
أن يكون خير مال المسلم غنما يتبع بها شعف الجبال ومواقع القطر يفر بدينه من الفتن
من شاهق إلى شاهق
(Yuu-syiku
an yakuuna khairu maalil muslimi ghanaman yat-ba-'u bihaa sya-'aqal jibaali wa
mawaaqi-'al qathri yafirru bidiinihi minal fitani min syaahiqin ilaa
syaahiq).Artinya : "Hampirlah bahwa sebaik-baik harta seorang muslim
ialah kambing, yang diikutinya bersama kambing itu ke puncak- puncak bukit dan
tempat-tempat iringan unta. Ia lari dengan agama nya dari segala fitnah, dari
satu daratan tinggi ke satu daratan tinggi" (1)
Abdullah
bin Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Akan datang kepada manusia
suatu masa, di mana bagi orang yang beragama tiada akan selamat agamanya,
selain orang yang lari, dengan agamanya dari kampung kekampung, dari dataran
tinggi ke dataran tinggi dan dari batu ke batu, seperti pelanduk yang pergi ke
sana kemari.Lalu
ada yang menanyakan kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
"Pabilakah yang demikian itu, wahai Rasulullah?".Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila kehidupan itu tiada
diperoleh, kecuali dengan perbuatan ma'shiat kepada Allah Ta'ala. Maka apabila
masa itu tiba, niscaya halallah membujang (tidak kawin)".
Lalu mereka itu bertanya lagi : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai Rasulullah, sedang engkau menyuruhkan kami kawin?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila masa itu tiba, adalah kebinasaan seseorang itu pada tangan ibu-bapanya. Jikalau ia tiada beribu-bapa, maka pada kedua tangan isteri dan anaknya. Jikalau itu tidak ada, maka pada kedua tangan keluarganya".
Lalu mereka itu bertanya lagi : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai Rasulullah, sedang engkau menyuruhkan kami kawin?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila masa itu tiba, adalah kebinasaan seseorang itu pada tangan ibu-bapanya. Jikalau ia tiada beribu-bapa, maka pada kedua tangan isteri dan anaknya. Jikalau itu tidak ada, maka pada kedua tangan keluarganya".
Mereka
itu bertanya pula : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai
Rasulullah?".
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Mereka menghinakannya dengan
menyempitkan tangan (tidak mau memberikan). Lalu terpaksa ia mengerjakan
pekerjaan berat, yang tidak disanggupinya. Sehingga yang demikian itu
mendatangkannya ke tempat-tempat kebinasaan". (2)
Hadits
ini, walaupun mengenai; persoalan membujang; tetapi pengasingan diri (uzlah)
dapatlah dipahami daripadanya. Karena orang yang berkeluarga tidak dapat
menyingkirkan diri dari pengbidupan dan bercampur-bauran. Kemudian, ia tiada
memperoleh penghidup- an itu, kecuali dengan berbuat ma'shiat kepada Allah
Ta'ala. Dan tidaklah aku mengatakan, bahwa inilah masanya zaman itu.
Sesungguhnya masa itu telah ada pada beberapa zaman sebelum masa yang sekarang
ini.
Dan
karenanya berkata Sufyan : "Wallaahi, demi Allah, sesungguhnya telah halal mengasingkan
diri ('uzlah)". Berkata Ibnu Mas'ud ra. : "Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyebutkan hari-hari fitnah dan hari-hari
kacau. Lalu aku bertanya : "Apakah hari kacau itu?". Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Ketika orang tidak merasa aman
dengan teman duduknya". Lalu aku bertanya lagi: "Apakah yang engkau
suruhkan aku jikalau aku ketahui masa itu?". Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Cegahlah dirimu dan tanganmu
dan masuklah ke rumahmu!".
Ibnu
Mas'ud meneruskan riwayatnya: "Lalu aku bertanya : 'Wahai Rasulullah!
Bagaimanakah pendapatmu, jikalau orang itu masuk ke kampungku?".
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Masuklah ke rumahmu!".
Lalu aku menyambung lagi: "Jikalau orang itu masuk ke rumahku?"
Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Masuklah ke masjidmu dan
perbuatkanlah 'begini! Dan beliau menggenggam pergelangan tangannya. Dan
katakanlah : 'Tuhanku Allah', sampai engkau meninggal dunia". (1) Sa'ad
berkata tatkala ia diminta keluar dari rumahnya pada hari- hari pemerintahan
Mu'awiyah -. "Tidak! Kecuali kamu berikan kepadaku pedang yang mempunyai
dua mata yang bisa melihat daa lidahyang dapat mengatakan orang kafir. Lalu aku
bunuh kafir itu. Dan dapat mengatakan : orang mu'min. Lalu aku cegah dari orang
mu'min itu".
Dan
Sa'ad menyambung perkataannya : "Seperti kami dan seperti kamu itu, adalah
seperti suatu kaum yang berada di tengah jalan yang putih terang. Maka di waktu
mereka itu sedang berjalan demikian, tiba-tiba berhembuslah dengan dahsyat
angin yang berdebu tebal. Lalu mereka tersesat jalan, sehingga jalan itu
meragukan mereka. Lalii setengah mereka berkata : "Jalan itu yang di
sebelah kanan!". Maka mereka mengambil jalan yang di sebelah kanan itu.
Maka binasalah dan sesatlah mereka. Setengah mereka berkata :
"Bagaimanakah
engkau berpagi pagi, kiranya Allah memberikan ke-sehat-wal-afiatan kepada
engkau! Bagaimanakah engkau? Kiranya Allah mendatangkan kebaikan kepada
engkau!". (1)
Jikalau
kita ambil ucapan mereka itu, maka itu adalah bid'ah, bukan penghormatan.
Jikalau mereka mau, niscaya mereka boleh marah kepada kita dan jikalau mereka
mau, boleh tidak". Sesungguhnya Al-Hasan mengatakan demikian, karena
memulai dengan ueapan : "Bagaimana engkau berpagi hari** (kaifa ash-bahta
atau selamat pagi), adalah bid*ah.
Seorang
laki-laki mengucapkan kepada Abu Bakar bin 'Ayyasy : "Bagaimana engkau
berpagi-hari (kaifa ash-bahta)?", maka tidak dijawabnya. Dan beliau
berkata : "Tinggalkanlah kami dari bid’ah ini!". Dan beliau
menyambung : "Sesungguhnya ini terjadi pada masa berkecambuk penyakit
kolera, yang disebut "Kolera *Amwas** di negeri Syam (Syria), dari
kematian yang mendahsyat, di mana seorang yang dijumpai temannya pada pagi
hari, lalu teman itu mengucapkan : "Kaifa ash-bahta minath-thaun?"
(Bagaimana engkau berpagi hari dari penyakit kolera? Dan dijumpai pada sore
hari, lalu diucapkan : "Kaifa amsaita?" (Bagaimana engkau bersore hari?).
Maksudnya,
bahwa perjumpaan itu pada kebanyakan adat-kebiasa- an, tidaklah terlepas dari
bermacam cara yang dibuat-buat, ria dari nifaq. Dan semuanya itu adalah
tercela. Sebahagiannya terlarang (haram) dan sebahagiannya makruh. Dan pada
ber-'uzlah adalah melepaskan diri daripada yang demikian. Karena orang yang
bertemu dengan orang banyak dan tidak berakhlaq dengan akhlaq mereka, niscaya
mereka mencacikannya, memandang menjadi beban, mencela dan berkekaian
menyakitinya. Maka hilanglah agama mereka padanya dan hilanglah agamanya dan
dunianya pada mendendam mereka.
Adapun
curi-mencuri tabiat (karakter) daripada apa yang dipersaksikannya, dari
segala budi-pekerti dan amal-perbuatan manusia, maka itu adalah penyakit yang
sudah tertanam. Sedikitlah orang- orang yang berakal menaruh perhatian padanya,
apalagi orang-orang yang lalai.
Dan
adalahdalam kalangan stiahabat itu, sepuluh ribu orang banyaknya. Dan fitnah
(kekacauan) itu baru meringan, sesudah tinggal hanya lebih dari empat puluh
orang.
Thaus
duduk di rumahnya, lalu ditanyakan kepadanya tentang yang demikian. Maka ia
menjawab : "Kerusakan masa dan kedzaliman imam-imam (pemuka-pemuka)".
Tatkala
'Urwah membangun istananya di 'Uqaiq dan ia selalu di istananya, lalu orang
berkata kepadanya : "Engkau selalu di istana dan meninggalkan masjid
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".Maka
'Urwah menjawab : "Aku
melihat masjid-masjidmu itu tem pat bermain, pasar-pasarmu itu tempat yang
sia-sia dan perbuatan keji di jalan-jalanmu itu sudah meninggi. Dan pada apa
yang di sana itu, di luar dari tempat di mana kamu di dalamnya, adalah sehat
dan 'afiat".Jadi,
menjaga diri dari permusuhan dan penebaran fitnah adalah salah, satu daripada
faedah-faedah'uzlah.
FAEDAH
KE-EMPAT : Terlepas dari kejahatan manusia.
Sesungguhnya manusia itu akan menyakitkan
kamu, sekali dengan jalan mengumpat, sekali dengan jahat sangka dan tuduhan,
sekali dengan saran-saran dan loba yang palsu, yang sulit melaksanakan- nya dan
sekali dengan lalat merah (namimah) atau dusta.
Kadang-kadang
mereka itu melihat daripadamu perbuatan atau perkataan, yang tak sampai akal
mereka kepada hakikatnya. Lalu mereka mengambil yang demikian itu menjadi
simpanan pada mereka. Mereka simpan untuk suatu waktu, yang lahir padanya
kesempatan untuk kejahatan.
Maka
apabila engkau mengasingkan diri dari mereka, niscaya engkau tidak memerlukan
kepada menjaga diri dari semua tadi. Karena itulah berkata setengah hukama
(ahli hikmat) kepada bukan ahli hikmat: "Aku ajarkan kamu dua kuntum
syair, lebih baik daripada aku berikan sepuluh ribu dirham"
Lalu
orang itu bertanya : "Manakah dua kuntum syair itu?" Maka ahli hikmat
tadi, membacakannya, yang artinya sebagai beri kut:
Kecilkanlah suaramu, jika engkau berbicara dimalam hari! Berpalinglah kekiri-kananmu, sebelum berbicara di siang hari!.Tidaklah perkataan itu, dapat dikembalikan lagi, ketika telah keluar dari mulutmu, baik keji atau bogus sekali.
Dan
tidak ragu lagi, bahwa barangsiapa bercampur-baur dengan orang banyak dan
bersekutu dengan mereka dalam segala pekerja- annya, maka tidaklah terlepas
dari adanya yang dengki dan musuh, yang berjabat sangka. Dan menduga bahwa dia
mengadakan persi- apan untuk memusuhinya, menegakkan penipuan terhadapnya dan
menanamkan marabahaya di belakangnya.
Maka
manusia, betapapun bersangatan lobanya kepada suatu hal, mengira setiap suara
keras ditujukan kepadanya. Mereka adalah musuh, maka hendaklah engkau mawas
diri terhadap mereka!. Sesungguhnya bersangatan lobanya mereka kepada dunia,
lalu mereka tiada menyangka orang lain, melainkan loba juga kepada dunia.
Al-Mutanabbi
bermadah:
Apabila jahat perbuatan manusia,
maka jahatlah sangka-sangkanya.
Dan benarlah apa yang dibiasakannya,
selalu dari sangka-waham saja.
Ia memusuhi pencinta-pencintanya,
disebabkan perkataan musuh-musuhnya.
Maka ia berada dalam malam syak-wasangka,
yang amat gelap-gulita
Dan
ada yang mengatakan : "Bergaul dengan orang-orang jahat, mewarisi jahat
sangka kepada orang yang baik-baik". Macam-macam kejahatan yang
banyak, yang ditemui manusia dari kenalannya dan dari orang yang ia
bercampur-baur dengan dia. Dan kami tidak memanjangkan uraiannya. Dan pada apa
yang telah kami sebutkan, adalah menunjukkan kepada kumpularmya. Dan dengan
mengasingkan diri, terlepaslah dari semuanya.
Dan
kepada inilah diisyaratkan oleh kebanyakan ulama dari orang orang yang memilih
uzlah itu.
Abu'd-Darda' berkata : "Ceriterakanlah, sedikitkanlah yang diceriterakan
itu!".
Ucapkan
dari Abu'd-Darda' tadi, ada yang meriwayatkan itu hadits marfu
Bermadahlah
penya'ir:
Orang yang memuji manusia,
dan tidak mencoba manusia yang dipuji itu.
Maka kemudian, manusia itu dicoba,
oleh cela dan orang yang memuji itu.
Dan jadilah ia berjinak-jinakan dengan
sendirian saja
Hatinya diliarkan oleh orang yang berdekatan dan
yang berjauhan juga. ..............
Umar
ra. berkata : "Pada 'uzlah itu memperoleh istirahat dari teman
jahat".
Ada
orang yang bertanya kepada Abdullah bin Az-Zubair: "Tidak- kah tuan datang
ke Madinah?".
Maka
beliau menjawab : "Tidak ada lagi di Madinah, selain orang yang dengki
kepada nikmat orang atau gembira kepada kesusahan orang".
Ibnus-Sammak
berkata : "Seorang teman menulis surat kepada kami, yang isinya sebagai
berikut:
"Amma
ba-du — adapun kemudian, sesungguhnya manusia itu- adalah obat yang diperobatkan
dengan dia. Lalu jadilah mereka itu penyakit, yang tak ada obat bagi penyakit
itu. Maka larilah dari mereka itu, sebagaimana larinya engkau dari singa!
Adalah setengah Arab dusun selalu berada pada se pohon kayu dan mengatakan:
"Pohon kayu itu adalah teman. Padanya tiga perkara: jikalau ia mendengar
daripadaku, niscaya ia tidak menyebut-nyebut- kan sebagai lalat merah atasku.
Jikalau aku meludah pada muka-nya, niscaya ia menanggung yang demikian
daripadaku. Dan jikalau aku berakhlaq buruk kepadanya, niscaya ia tidak
marah". Perkataan itu didengar oleh Harunurrasyid, lalu beliau berkata :
"Jadikaniah aku ini dzuhud pada teman-teman itul". Adalah setengah
mereka selalu pada kumpulan lembaran-lembaran buku dan pekuburan. Lalu ia ditanyakan
tentang yang demikian.
Maka ia menjawab: "Aku tiada melihat yang lebih menyelamatkan, selain dan sendirian. Tiada yang lebih memberi pengajaran, selain . dari pekuburan. Dan tiada teman duduk yang lebih menyedapkan,; selain dari lembaran-lembaran buku".
Al-Hasan
ra. berkata : "Aku bermaksud menunaikan hajji. Lalu didengar yang demikian
oleh Tsabit Al-Bannani. Beliau juga termasuk waliullah (aulia Allah)
Maka
beliau berkata : "Telah sampai kepadaku berita, bahwa engkau bermaksud
menunaikan hajji. Maka aku suka benar menemani engkau.
Lalu
Al-Hasan menjawab : "Celaka! Biarkanlah kami bergaul dengan tabir
Allah kepada kami! Aku sesungguhnya takut bahwa kami mempunyai teman. Lalu
dilihat oleh satu sama lain dari kami, apa yang kami caci-mencaci terhadap
dia".
Ini
menunjukkan kepada faedah yang lain lagi pada uzlah. Yaitu kekalnya tabir atas
Agama, kepribadian, akhlaq, kemiskinan dan hal-hal lain, yang perlu ditutup
(yang menjadi aurat). Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'aala memuji orang-orang
yang menutupi hal-hal tadi. Allah Ta'ala berfirman :
يَحْسَبُهُمُ
الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
(Yahsabuhumul-jaahilu
aghniyaa-a minatta-'affuf).Artinya : "Orang-orang yang tidak tahu,
mengira bahwa mereka orang-orang kaya, karena suci jiwanya (tidak mau minta-minta)".(S.
Al-Baqarah, ayat 273).
Seorang
penyair bermadah :
Tidaklah malu jikalau hilang
kenikmatan dari orang merdeka.
Tetapi yang malu ialah hilang keelokan budi
bahasa,.......
Tidaklah
manusia itu terlepas tentang Agama, dunia, akhlaq, dan perbuatan-perbuatannya
dari aurat (yang memalukan kalau ter buka). Yang utama pada Agama dan dunia,
ialah menutupi aurat : itu. Dan tidak ada keselamatan dengan membukakannya.
Abu'd-Darda' berkata : "Adalah manusia itu dahulu ibarat datang yang tidak
beiduri. Maka manusia itu sekarang, adalah ibarat duti yang tidak
berdaun".
Apabila
ini keadaannya masa Abu'd-Darda-, yaitu : pada akhir abad pertama hijriah, maka
tiada seyogialah untuk diragukan, bahwa pada masa yang kemudian dari itu adalah
lebih buruk. Sufyan bin. 'Uyaynah berkata : "Berkata kepadaku Sufyan Ats-
Tsuri, tentang bangun pada hidupnya dan tentang tidur sesudah meninggalnya :
'Sedikitkanlah mengenai manusia! Karena melepaskan diri daripada mereka itu
sukar. Dan aku tiada mengira akan melihat apa yang tiada aku sukai, selain dari
orang yang aku kenal'". Setengah mereka berkata : "Aku datang kepada
Malik bin Dinar dan beliau,sedang duduk sendirian. Tiba-tiba seekor anjing
meletak- kan dagunya atas lututnya. Lalu aku pergi mengusirkan anjing itu. Maka
beliau berkata : 'Biarkanlah anjing itu, wahai saudara! Dia tidak mendatangkan
melarat dan tidak menyakitkan. Dan dia lebih baik dari teman duduk yang jahat'
".
Ditanyakan
kepada setengah mereka : "Apakah yang membawa mengasingkan diri dari
manusia ramai?"
Lalu
orang itu menjawab : "Aku takut, bahwa aku mencabut aga- maku dan aku
tiada merasa".
Ini
adalah isyarat kepada curi-mencurikan tabi'at (karakter) dari budi-pekerti
teman yang jahat.
Abu'd-Darda'
berkata : "Bertaqwalah kepada Allah dan takutilah manusia! Karena manusia
itu tiada mengendarai punggung unta, melainkan membelakangi unta itu. Tiada
mengendarai punggung kuda yang cepat lari, melainkan melukainya. Dan tiada
mengendarai hati mu'min, melainkan merobohkannya".
Berkata
setengah mereka : "Sedikitkanlah kenalan! Sesungguhnya yang demikian lebih
menyelamatkan agamamu dan hatimu. Dan lebih meringankan untuk gugurnya hak-hak
daripada kamu. Karena manakala telah banyak kenalan, niscaya banyaklah hak-hak
kenalan itu. Dan sukarlah melaksanakan semuanya". Berkata setengah mereka
: "Tantanglah orang yang engkau kenal! Dan janganlah berkenalan dengan
orang yang tiada engkau kenal!.
FAEDAH KELIMA :
Bahwa
terputuslah harapan manusia daripada engkau dan terputus lah harapan engkau
daripada manusia.Adapun
terputusnya harapan manusia daripada engkau, maka padanya banyak faedah.
Karena kerelaan manusia (ingin memperoleh kerelaannya) adalah suatu maksud yang
tiada akan tercapai.
Maka
mempergunakan waktu untuk memperbaiki diri sendiri adalah lebih utama.
Seenteng-enteng
dan semudah-mudahnya, hak kenalan itu ialah menghadliri janazah, mengunjungi
orang sakit, mendatangi pesta dan orang kawin. Dan pada semuanya itu
menghilangkan waktu dan mendatangkan bencana. Kemudian, kadang-kadang dihalangi
dari sebahagiannya oleh penghalang-penghalang. Dan dihadapi rintangan-rintangan
padanya. Dan tidaklah mungkin melahirkan tiap-tiap rintangan itu. Lalu mereka
mengatakan kepadanya : "Engkau telah laksanakan hak si Anu dan engkau
lalaikan tentang hak kami". Dan jadilah yang demikian sebab permusuhan.
Ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa tiada mengunjungi orang sakit pada waktu
" kunjungan, niscaya ia suka matinya orang itu, karena takut diberi malu,
apabila benar ia teledor. Barangsiapa meratakan semua orang dengan tidak
memberi, niscaya semuanya senang kepadanya. Dan jikalau ditentukannya
sebahagian dengan memberi, niscaya mereka merasa liar hati daripadanya. Dan
meratakan semua mereka dengan segala hak itu, tiada akan sanggup dilaksanakan
oleh orang yang menjuruskan perhatiannya untuk itu sepanjang malam dan siang.
Maka betapatah lagi bagi orang yang mempunyai kepentingan yang dikeijakannya,
mengenai agama dan dunia.
Amr bin Al-'Ash berkata : "Banyaknya
teman maka banyaklah orang-orang yang memperhutangkan kita (al-ghurama')".
Ibnur Rumi berkata:Musuhmu mengambil
faedah dari temanmu, mak a janganlah engkau memperbanyak teman! Karena
kebanyakan penyakit engkau temu, adalah
dari makanan dan minuman.
Asy-Syafi-'i
ra. berkata : "Asalnya tiap-tiap permusuhan, ialah berbuat baik kepada
orang-orang yang berjiwa kotor. Memutuskan harapanmu dari orang-orang yang
berjiwa kotor itu, besar juga faedahnya. Karena orang yang memandang kepada
kembang dan perhiasan dunia, niscaya tergeraklah keinginannya dan membangkitlah
kelobaannya dengan kuatnya keinginan itu. Dan ia tiada melihat selain
kekiecewaan pada kebanyakan hal. Lalu ia menderita dengan yang demikian".
Dan
manakala ia mengasingkan diri (ber-'uzlah), niscaya ia tiada menyaksikannya.
Dan apabila ia tiada menyaksikannya, nisbaya ia tiada merindui dan
mengharapkannya.
Karena
itulah, Allah Ta'ala berfirman :
وَلا
تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ
(Wa
laa tamuddanna 'ai-nai-ka ilaa maa matta'-naa bihii azwaajan minhum).
Artinya
: "Dan janganlah engkau tujukan pemandangan engkau kepada kesenangan
sebagai bunga kehidupan -dunia yang telah Kami berikan kepada) beberapa
golongan diantara mereka (S. Thaha, ayat 131),
Dan
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
انظروا
إلى من هو دونكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم فإنه أجدر أن لا تزدروا نعمة الله
عليكم
(Undhuruu
ilaa man huwa duunakum, wa laa tandhuruu ilaa man huwa fau-qakum fa-innahu
ajdaru ah laa tazdaruu ni'matallaahi 'alaikum).Artinya : "Lihatlah
kepada orang yang kurang daripada kamu dan jangan kamu melihat kepada orang
yang di atas kamu! Karena yang demikian adalah lebih layak untuk kamu tidak
menghinakan nikmat Allah kepadamu". (1)
Aun
bin 'Abdullah berkata : "Adalah aku duduk-duduk dengan orang-orang kaya.
Maka selalulah aku bersedih hati. Aku melihat kainnya lebih bagus daripada
kainku dan kendaraannya lebih rajin daripada kendaraanku. Lalu aku duduk-duduk
dengan orang-orang fakir-miskin. Maka aku merasa tenteram".
Diceriterakan
bahwa Al-Mazani ra. keluar dari pintu masjid jami Al-Fusthath. Dan datanglah di
depannya Ibnu Abdil Hakam dalam rombongannya. Maka amatlah tercengang Al-Mazani
akan apa yang dilihatnya dari kebagusan keadaan dan bentuknya dari rombongan
itu. Lalu beliau membaca firman Allah Ta'ala :
(Wa ja-'alnaa ba'-dlakum liba'-dlin fitnatan a-tashbiruun). Artinya : "Dan Kami jadikan sebahagian kamu menjadi ujian kepada yang lain. Sabarkah kamu (S. Al-Furqan, ayat 20).
Kemudian
Al-Mazani berkata : "Ya, saja sabar dan rela". Dan adalah Al-Mazani
seorang fakir yang sedikit sekali mempunyai harta. Maka orang dalam rumahnya,
tidaklah mendapat percobaan seperti percobaan-percobaan ini.
Maka
sesungguhnya orang yang menyaksikan perhiasan dunia, adakalanya untuk ia
menguatkan agama dan keyakinannya. Lalu ia bersabar. Maka ia memerlukan kepada
meneguk kepahitan sabar. Dan itu adalah lebih pahit dari sabar itu sendiri.
Atau membangkit keinginannya. Lalu ia berdaya-upaya mencari dunia. Maka binasa-
lah ia untuk selama-lamanya.
Adapun di dunia, maka dengan kelobaan
yang mengecewakan dalam kebanyakan waktu. Maka tidaklah tiap-tiap orang yang
mencari dunia itu, mudah baginya jalan yang ditempuh.
Adapun
di akhirat, maka dengan dipilihnya mata-benda dunia daripada berdzikir kepada
Allah Ta'ala dan mendekatkan diri kepada- Nya. Dan karena itulah Ibnul A'-rabi
bermadah :Apabila pintu kehinaan, diperoleh dari segi kekayaan.
Maka
engkau meninggi kepada ketinggian, dari segi kemiskinah. ... . ....... ...
Beliau
isyaratkan kepada kelobaan itu mengharuskan kehinaan pada waktu sekarang juga.
FAEDAH KE-ENAM :
Terlepas
daripada menyaksikan orang-orang yang berat perangainya dan kurang akal
pikirannya. Dan terlepas daripada kekasaran kebo dohan dan budi
pekerti orang-orang itu. Karena melihat orang yang berat perangainya itu,
adalah buta kecil.
Ditanyakan
Al-A'-masy : "Dari
apakah yang membutakan kedua matamu?".
Al-A'-masy
menjawab : "Dari
karena memandang kepada orang- orang yang berat perangainya".
Diceriterakan,
bahwa Imam Abu Hanifah masuk ke tempat Al-A'-masy. Lalu beliau mengatakan,
bahwa tersebut pada hadits : "Sesungguhnya barangsiapa dicabut oleh Allah
kedua matanya, niscaya digantikan oleh Allah kedua matanya itu dengan yang
lebih baik dari kedua mata itu . Maka apakah yang digantikan oleh Allah pada engkau?
Al-A'-masy
menjawab : "Pada
mengemukakan yang baik-baik itu maka Allah Ta'ala m enggan mengantikan kepadaku
dan kedua mata itu, dengan mencukupkan bagiku melihat orang-orang yang berat
perangainya. Dan" engkau adalah setengah dari orang-orang itu". Ibnu
Sirin berkata : "Aku mendengar seorang laki-laki berkata : 'Pada suatu
kali aku memandang kepada orang yang berat perangainya, maka pitamlah
aku".
Jalinus
berkata: "Tiap-tiap sesuatu itu ada demamnya. Dan demam jiwa ialah
memandang kepada orang-orang yang berat perangainya". Asy-Syafi-'i ra.
berkata : "Tiada aku duduk-duduk dengan orang yang berat perangainya,
melainkan aku dapati bahagian badanku yang lebih dekat kepadanya, seakan-akan
lebih berat kepadaku dari pada bahagian yang lain' ".
Faedah-faedah
ini, selain dari dua yang pertama, adalah bersang- kutan dengan maksud-maksud
keduniaan yang sekarang. Tetapi juga menyangkut dengan agama. Karena manusia
itu manakala merasa disakiti dengan melihat orang yang berat perangainya,
niscaya tidak akan merasa aman, bahwa orang itu akan mengupatinya. Dan akan
mengingkari apa yang dijadikan oleh Allah. Maka apabila ia merasa sakit dari
orang lain, dengan upatan atau jahat sangkaan atau dengki-mendengki atau
lalat-merah atau lain dari itu, niscaya ia tidak akan dapat bersabar daripada
membalasinya. Dan semua yang demikian itu menghela kepada kerusakan agama. Dan
dengan mengasingkan diri (ber-'uzlah) memperoleh keselamatan dari semua itu.
Maka hendaklah dipahami!.
BAHAYA
UZLAH
Ketahuilah,
bahwa setengah daripada maksud-maksud keagamaan dan keduniaan, ialah apa yang
diperoleh faedahnya dengan mendapat pertolongan orang lain. Dan tidaklah
berhasil yang demikian itu, selain dengan bercampur-baur. Maka tiap-tiap yang
diperoleh faedahnya daripada bercampur-baur, akan hilang dengan mengasingkan
diri ('uzlah). Dan hilangnya itu adalah setengah daripada bahaya 'uzlah.
Maka
perhatikanlah kepada faedah-faedah bercampur-baur dan apa-apakah yang memanggil
kepadanya. Yaitu : mengajar dan belajar, memberi manfa'at dan mengambil
manfa'at. Mengajar adab sopan-santun (ta'dib) dan belajar. adab sopan santun
(ta-addub). Memperoleh kejinakan hati dan menjinakkan hati. Memperoleh pahala
dan menghasilkan pahala pada menegakkan hak-hak orang.
Membiasakan
kerendahan diri. Dan mengambil faedah dari pengalaman-pengalaman, dengan
menyaksikan hal-hal dan mengambil: ibarat dengan hal-hal itu.
Maka marilah kami uraikan yang demikian!
Sesungguhnya semua itu termasuk sebahagian dari faedah-faedah bercampur-baur.
Yaitu : tujuh :
FAEDAH
PERTAMA : mengajar dan belajar.
Sesungguhnya
telah kami sebutkan keutamaan keduanya itu pada "Kitab Ilmu" dahulu.
Dan keduanya itu ibadah yang terbesar dalam dunia. Dan tidaklah tergambar yang
demikian itu,selain dengan bercampur-baur.
Kecuali
bahwa ilmu pengetahuan itu banyak. Sebahagiannya luas dan sebahagiannya penting
di dunia. Maka orang yang memerlukan kepada mempelajari apa yang wajib ke atas
dirinya, adalah menjadi orang ma'shiat (berdosa) dengan mengasingkan diri.
Jikalau ia telah mempelajari yang fardlu (yang wajib) dan tidak mungkin ia
mencempelungkan diri ke dalam bidang ilmu pengetahuan dan ia melihat akan
kegunaan waktunya dengan ibadah, maka hendaklah ia ber'uzlah (mengasingkan
diri). Dan jikalau ia sanggup muncul dalam lapangan ilmu syari'at dan ilmu akal
(eksak), maka pengasingan diri terhadap dirinya sebelum belajar, adalah rugi
sekali. :
Dan
karena inilah, An-Nakha-'i dan lainnya berkata : "Belajarlah fiqh’(tuntutlah
ilmu), kemudian asingkanlah diri! Dan barangsiapa mengasingkan diri sebelum
belajar, maka orang itu pada kebanyak annya, menyianyiakan waktu dengan tidur
atau berfikir pada tepian gila".
Dan
kesudahannya, ia menghabiskan waktu dengan wirid-wirid yang dilengkapinya. Dan
senantiasalah ia pada segala amalannya dengan tubuh dan hati, dengan berbagai
macam tipu-daya yang menyia-nyiakan usahanya. Dan membatalkan amalannya, di
mana ia tiada mengetahuinya. Dan senantiasalah keimanannya (i'tiqad- nya)
mengenai Allah dan sifat-Nya dengan sangkaan-sangkaan yang disangkainya. Dan
hatinya jinak dengan sangkaan-sangkaan itu. Dan dengan gurisan-gurisan yang
buruk yang menimpa dirinya. Maka adalah ia dalam kebanyakan halnya itu,
tertawaan bagi sethan. Dan ia melihat dirinya setengah daripada orang-orang
yang beribadah kepada Allah.
Jadi,
ilmu itu adalah pokok agama. Maka tiadalah kebajikan pada mengasingkan diri
bagi orang-orang awam dan orang-orang bodoh.
Ya'ni
: orang yang tiada pandai beribadah pada tempat khilwah. . Dan ia tiada
mengetahui semua yang harus baginya pada tempat khilwah itu.
Maka
jiwa itu adalah seperti orang sakit, yang memerlukan kepada dokter yang
lemah-lembut, yang akan mengobatinya. Maka orang sakit yang bodoh, apabila
bersemadi sendirian dari dokter, sebelum mempelajari ilmu kedokteran, maka
tidaklah inustahil penyakitnya bertambah berlipat-ganda.
Dari
itu, maka tidaklah layak mengasingkan diri, kecuali orang yang berilmu. Adapun
mengajar, maka padanya pahala besar, manakala benarlah niat yang mengajar dan
yang belajar. Manakala maksudnya itu menegakkan kemegahan dan memperbanyakkan
teman dan pengikut, maka itu membinasakan agama. Dan sudah kami sebut- kan cara
yang demikian itu pada "Kitab Ilmu" dahulu Dan hukumnya orang yang
berilmu pada masa ini, ialah mengasingkan diri jikalau ia menghendaki
keselamatan agamanya. Karena ia tiada akan melihat orang yang memperoleh
faedah, yang mencari faedah itu untuk agamanya. Tetapi tak adalah pelajar itu,
melainkan untuk kata-kata yang berhias, untuk menarik orang awam (orang
kebanyakan) pada penonjolan pengajaran. Atau untuk jter- tengkaran, yang
berbelit-belit, yang menyampaikannya kepada mengalahkan teman dan
mendekatkannya kepada sultan (penguasa). Dan mempergunakannya pada penonjolan
berlomba-lombaan dan bermegah-megahan. Dan yang terdekat ilmu pengetahuan yang
di-ingini, ialah mhdzhab. Dan biasanya tidak dicari, kecuali untuk menyampaikan
kepada penampilan ke depan di atas teman-teman sebaya, memerintahi wilayah-wilayah
dan menarik harta kekayaan. Maka mereka itu semua, menurut apa yang dikehendaki
oleh Agama dan penjagaan diri dari kebinasaan, ialah mengasingkan diri dari
mereka itu. Jikalau dijumpai seorang pelajar karena Allah dan yang mendekatkan
dirinya kepada Allah dengan ilmu pengetahuannya, maka dosa yang terbesarlah
mengasingkan diri daripadanya dan menyembunyikan ilmu daripadanya.
Dan ini tiada akan dijumpai pada suatu negeri besar, lebih banyak dari seorang atau dua. Itupun kalau dijumpai. Dan tiada seyogialah manusia itu tertipu dengan ucapan Sufyan : "Kami mempelajari ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu enggan untuk ada ia, kecuali karena Allah". Maka sesungguhnya para ulama fiqh (fuqaha') itu mempelajari ilmu karena selain Allah. Kemudian mereka itu kembali kepada Allah. Dan lihatlah akhir usia kebanyakan mereka
Dan
ambillah ibarat bahawa mereka itu meninggal, bahawa mereka itu binaisa mencari
dunia! Dan sangatlah lobanya kepada dunia atau benci kepada dunia dari zuhud
pada dunia. Dan tidaklah berita itu seperti disaksikan dengan mata kepala!.
Ketahuilah, bahwa ilmu yang di-isyaratkan oleh Sufyan tadi, ialah" : ilmu
hadits, tafsir Al-Qur-an, mengenai sejarah nabi-nabi dan para shahabat. Karena
padanya membawa kepada penakutan dan peringatan. Dan itu adalah sebab untuk
mengobar-ngobarkan takut kepada Allah. Jikalau tidak membekas pada masa
sekarang, niscaya akan membekas pada masa yang akan datang.
Adapun
ilmu kalam dan fiqh yang semata-mata berhubungan dengan fatwa-fatwa bahagian
mu 'amalah dan penyelesaian persengketaan itu adalah madzhab daripadanya dan
perbedaan pendapat. Tidaklah kembali orang yang gemar padanya karena dunia,
kepada Allah. Tetapi senantiasalah terus-menerus pada kelobaannya sampai kepada
akhir usianya;
Semoga
apa yang kami simpan itu ialah Kitab ini. Jikalau dipelajari oleh pelajarnya
karena mengingini dunia, maka bolehlah ia diberi kesempatan karena diharapkan
memperoleh peringatan (pengajaran) dengan Kitab ini pada akhir usianya. Karena
Kitab ini penuh dengan menakutkannya kepada Allah, menggemarkannya kepada
akhirat dan memperingatkannya dari bahaya dunia. Dan yang demikian, adalah
setengah daripada apa yang dijumpai dalam hadits-... hadits dan tafsir
Al-Qur-an. Dan tidak dijumpai pada ilmu kalam, pada masalah khilafiah dan pada
madzhab.
Maka
tiada seyogialah manusia itu menipu dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang
teledor, yang mengetahui dengan keteledoran nya itu, berkeadaan yang lebih
berbahagia, dari seorang bodoh yang. terpedaya atau berbuat-buat bodoh yang
berpikiran lemah. Dan setiap orang yang berilmu yang bersangatan kelobaannya
kepada mengajar, hampirlah dapat dikatakan, bahwa maksudnya itu, untuk diterima
orang dan kemegahan. Dan bahagiannya ialah memperoleh kelezatan jiwa pada masa
sekarang, dengan bersem- boyankan dapat menunjuk orang-orang bodoh dan
menyombongkan diri terhadap orang-orang bodoh itu.
Maka bahaya ilmu ialah : kesombongan, sebagaimana dikatakan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1) Dan karena itulah, diceriterakan dari Bisyr, bahwa Bisyr menanamkan tujuh belas peti kitab-kitab hadits, yang didengarinya dan tidak dihaditskannya (diriwayatkannya);Dan Bisyr mengatakan: ''Saya bernafsu meriwayatkan hadits itu kepada orang lain. Maka karena itulah, saya tiada meriwayatkannya. Dan jikalau saya bernafsu untuk tiada meriwayatkannya, niscaya saya riwayatkan".
Dan
karena itulah Bisyr berkata : "Diriwayatkan hadits kepada kami oleh suatu pintu dari pintu-pintu dunia. Dan apabila
orang mengatakan : 'Riwayatkan hadits kepada kami!', maka sesungguhnya orang
itu mengatakan : 'Lapangkanlah jalan dunia bagi kami! ". Rabi'ah
Al-'Adawiah berkata kepada Sufyan Ats-Tsuri: "Sebaik- baik orang adalah
engkau, jikalau tidaklah keinginan engkau pada dunia".
Maka
Sufyan bertanya : ''Pada apakah aku inginkan?". Rabi'ah menjawab :
"Pada hadits!".
Dan
karena itulah Abu Sulaiman Ad-Darani berkata : "Barangsiapa kawin atau
mempelajari hadits atau menghabiskan waktunya dengan bermusyafir, maka
sesungguhnya ia telah cenderung kepada dunia".
Maka
inilah bahaya-bahaya, yang telah kami mintakan perhatian kepadanya pada
"Kitab Ilmu " dahulu. Berhati-hati, ialah menjaganya dengan 'uzlah.
Dan meninggalkan berbanyak teman sedapat mungkin. Bahkan orang yang mencari
dunia dengan memberi pelajaran dan mengajarinya, maka yang betul baginya,
jikalau ia orang yang berakal, pada zaman yang seperti ini, ialah
meninggalkannya. Sesungguhnya benarlah Abu Sulaiman Al-Khaththabi, di mana
beliau berkata : "Tinggalkanlah orang-orang yang gemar pada menemanimu dan
belajar padamu! Maka tiadalah bagimu daripada mereka itu harta dan keelokan.
Teman-teman dzahir itu musuh- musuh secara rahasia. Apabila mereka menjumpai
kamu, niscaya mereka berminyak-minyak air kepada kamu (tamalluq). Dan apabila
kamu jauh dari mereka, niscaya mereka menyakitkan kamu. Siapa saja yang datang
dari mereka kepada kamu, adalah dia itu pengintip. Dan apabila ia keluar,
niscaya ia menjadi juru pidato orang munafiq, lalat merah, dengki dan tipu.
Maka janganlah kamu tertipu dengan berhimpunnya mereka kepada kamu! Tidaklah
maksud mereka itu ilmu pengetahuan, tetapi kemegahan dan harta. Mereka
mengambilkan kamu menjadi tangga kepada keperluan dan maksud mereka. Dan
menjadi keledai pada hajat keperluan mereka. Jikalau engkau teledor pada suatu
maksud dari maksud-maksud mereka, niscaya mereka menjadi musuh yang terbesar
bagi engkau.
Kemudian
mereka hitung puiang-perginya kepada engkau, sebagai dalil yang menunjukkan
atas engkau. Dan mereka memandang yang demikian itu suatu hak yang wajib pada
sisi engkau. Dan mereka mengharuskan di atas engkau menyerahkan kehormatan
engkau, kemegahan dan agama engkau bagi mereka. Maka engkau bermusuh dengan
musuh mereka. Engkau menolong kerabat, pela- yan dan wali mereka. Dan engkau
bangkit untuk kepentingari mereka selaku orang bodoh, padahal engkau adalah
seorang yang mengerti. Dan jadilah engkau seorang pengikut yang hina bagi
mereka, sesudah engkau berada selaku orang yang di-ikuti, yang mengepalai.
Dan
karena itulah dikatakan, bahwa mengasingkan diri dari orang awam adalah suatu
kehormatan diri (muru-ah) yang sempurna. Maka inilah maksudnya perkataan Abu
Sulaiman Al-Khaththabi itu. Walaupun ia menyalahi dengan sebahagian dari
kata-katanya. Dan itu adalah hak dan benar. Sesungguhnya engkau melihat guru-
guru itu dalam perbudakan yang berkekalan, di bawah hak yang lazim dan omelan
yang berat, dari orang-orang yang pulang pergi kepada mereka. Seakan-akan orang
itu menghadiahkan hadiah- hadiah yang berharga kepada guru-guru itu. Dan
melihat haknya menjadi suatu kewajiban di atas pundak guru-guru. Dan kadang-
kadang orang itu tidak pulang-pergi kepada guru, selama ia tidak menanggung
perbelanjaannya dengan terus-menerus. Kemudian guru yang miskin, kadang-kadang
lemah daripada melaksanakan yang demikian itu dari hartanya. Maka senantiasalah
ia pulang- pergi ke pintu-pintu rumah penguasa dan merasa pedihnya kehinaan
dan kesulitan, sebagaimana dirasakan oleh seorang hina-dina. Sehingga
dituliskan baginya di atas setengah cara-cara harta haram : akan harta haram.
Kemudian senantiasalah pegawai penguasa itu memperbudakkannya, menggunakannya
untuk pelayan, menghinakannya dan melecehkannya, sampai kepada diserahkan oleh
pegawai itu, kepada guru tadi, apa yang ditentukan jumlahnya sebagai nikmat
yang berulang-ulang daripadanya yang menjadi tanggungan nya.
Kemudian
berkekalan pula guru itu dalam menghadapi kesulitan membagi dari apa yang
diterimanya itu, kepada teman-temannya. Jikalau disamakannya pembahagian
diantara mereka, niscaya ia dikutuk oleh teman-temannya yang memperoleh hak-hak
istimewa. Dan mereka itu menggolongkan guru itu kepada kedunguan, kurang dapat
membeda-bedakan dan keteledoran daripada dapat melaksanakan kelebihan dan
menegakkan bahagian-bahagian hak
dengan
keadilan; Dan jikakudilebih-kurangkarinya diantara- teman- temannya itu,
niscaya ia disakiti oleh orang-orang bodoh dengan lidah-lidah tajam. Dan mereka
bangkit kepadanya, sebagai bangkit- nya sosok-sosok tubuh dan singa-singa. Maka
senantiasalah guru itu -dalam kekasaran mereka di dunia ini dan dalam tuntutan
apa yang diambilnya dan dibagikannya kepada mereka di akhirat. Dan yang
mengherankan, bahwa bersama bencana ini semua, guru itu membahayakan dirinya
dengan segala kebatilan dan mengikatkannya dengan tali ketipuan. Dan ia
mengatakan kepada dirinya : "Jangan engkau ada-adakan dari perbuatanmu!
Sesungguhnya engkau dengan apa yang engkau kerjakan itu adalah menghendaki
Wajah Allah Ta'ala.
Dan
menyiarkan syari'at Rasulullah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Mengembangkan pengetahuan Agama Allah dan
menegakkan kepentingan para penuntut ilmu dari hamba-hamba Allah. Dan harta
sultan-sultan itu tak ada pemiliknya. Dan adalah tempat pengintipan bagi
kepentingan umum. Dan manakah kepentingan umum yang lebih besar daripada
memperbanyak ahli ilmu pengetahuan? Maka dengan ahli ilmu pengetahuanlah, Agama
itu muncul dan bertaqwa ahlinya.
Dan
jikalau tidaklah guru itu menjadi bahan tertawaan syaitan, niscaya ia
mengetahui dengan sedikit saja pemikiran, bahwa kerusakan masa sekarang,
tidaklah sebabnya, selain karena banyaknya orang- orang seperti ahli-ahli fiqh
(fuqaha') itu, yang memakiji apa saja yang diperolehnya. Dan tidak
memperbedakannya diantara halal dan haram. Lalu mereka itu diperhatikan oleh
mata orang-orang bodoh. Dan orang-orang bodoh itu menjadi berani melakukan
kema'shiatan, disebabkan keberanian mereka. Karena mengikuti mereka dan
menuruti jejak mereka. Dan karena itulah, dikatakan bahwa tidaklah rusak
rakyat, melainkan disebabkan rusaknya raja-raja (penguasa-penguasa). Dan
tidaklah rusak raja-raja, melainkan disebabkan rusaknya para ulama. Maka
berlindunglah kita dengan Allah, dari ketipuan dan kebutaan. Karena itu adalah
penyakit yang tak ada obatnya.
FAEDAH
KEDUA : memberi manfa'at dan mengambil manfa'at.
Adapun mengambil manfa'at dengan manusia,
adalah dengan usaha dan mu'amalah (mengadakan hubungan dengan jual-beli dan
lain- lain). Yang demikian itu,
tidak mungkin, kecuali dengan bercampur-baur. Dan orang yang memerlukan kepada
yang demikian itu, memerlukan kepada meninggalkan pehgasingan diri Lalu
beradalah ia dalam jihad (perjuangan)
dari bercampur-baur itu, jikalau ia mencari penyesuaian Agama padanya,
sebagaimana telah kami terangkaii dahuhi pada "Kitab Usaha".
Maka jikalau ada padanya harta, jikalau
ia merasa cukup puas dengan harta itu, niscaya puaslah ia dengan harta itu.
Maka mengasingkan diri ('uzlah) adalah lebih utama baginya, apabila tertutup
dalam kebanya kan hal, segala jalan usaha, selain dari yangv ma'shiat.
Kecuali adalah maksudnya berusaha itu untuk bersedekah.
Apabila ia berusaha dari cara yang tersebut dan ia mengeluarkan sedekah dengan usahanya itu, maka itu lebih utama daripada mengasingkan diri. Karena menggunakan waktunya itu dengan amalan sunat.
Dan tidaklah itu yang lebih utama
daripada mengasingkan diri, karena menghabiskan waktunya untuk mencari dalil
(tahaqquq) tentang mengenai Allah dan ilmu-ilmu Agama. Dan tidaklah yang: lebih
utama, daripada menghadapkan jiwa dengan seluruh cita-cita kepada Allah Ta'ala.
Dan menjuruskannya untuk mengingati Allah. Ya'ni siapa yang berhasil memperoleh
kejinakan hati dengan munajah dengan Allah, dengan kasyaf (terbuka hijab) dan
dengan mata hati. Tidak dengan sangka-waham dan khayalan-khayalan yang batil. '
Adapun memberi manfa'at, yaitu : memberi
manfaat kepada manusia. Adakalanya dengan hartanya atau dengan tenaga badannya.
Ia bangun menunaikan hajat keperluan manusia itu, di atas' jalan mengharapkan
pahala. Maka pada bangkit menunaikan hajat keperluan kaum muslimin, ada
pahalanya. Dan yang demikian, tidaklah tercapai, selain dengan bercampur-baur. Dan orang yang sanggup
bercampur-baur dengan manusia, serta dapat menegakkan batas-batas hukum
syari'at, maka bercampur-baur itu lebih utama baginya dari 'uzlah, jikalau
dalam 'uzlahnya itu, ia tidak mengerjakan selain shalat-shalat sunnat dan
amalan-amalan yang dilaksanakan dengan badan (aymal badaniah). Dan
jikalau ia termasuk orang yang terbuka baginya jalan amalan dengan hati, dengan
berkekalan dzikir atau tafakkur, maka yang demikian, tidaklah sekali-kali dapat
disamakan oleh yang lain.
FAIDAH KETIGA : mengajar adab sopan-santun (ta'dib) dan
belajar adab (ta-addub).
Kami maksudkan dengan yang demikian, ialah memperoleh latihan
disebabkan kekasaran manusia.
Dan berjuang menahan kesakitan dari manusia, untuk menghancurkan nafsu dan
memaksakan segala keinginan (nafsu syahwat). Dan itu adalah setengah dari
faedah- faedah yang diperoleh dengan bercampur-baur. Dan bercampur- baur itu,
lebih utama daripada mengasingkan diri, terhadap orang yang tidak terdidik
budi-pekertinya dan tidak tunduk hawa nafsu- nya kepada batas-batas Agama.
Dan
karena inilah, diperkenankan pelayan-pelayan kaum shufi di pondok-pondok
(langgar-langgar). Lalu kaum shufi itu bercampur-baur dengan manusia, dengan
pelayanan mereka. Dan dengan orang-orang pasar, untuk meminta sesuatu dari
mereka. Untuk menghancurkan kebebalan diri dan mencari pertolongan dari barakah
do'a orang-orang shufi, yang mengarahkan seluruh cita-citanya kepada Allah
swt.
Dan
ini adalah pangkal bertolak (mabda*) pada masa-masa yang lampau. Sekarang
sesungguhnya telah dicampur-baurkan oleh maksud-maksud yang batil. Dan telah
mereng yang demikian itu, dari undang-undang (qanun), sebagaimana telah mereng
simbul- simbul agama yang lain. Lalu jadilah, dicari daripada merendahkan diri
(tawadlu') itu dengan pelayanan, akan memperbanyak ikutan, bersangatan
mengumpulkan harta dan menampakkan dengan banyak pengikut.
Jikalau
inilah yang menjadi niat, maka mengasingkan diri ('uzlah) itu lebih baik
daripada yang demikian, walau kepekuburan sekalipun. Dan jikalau adalah niat
itu melatih jiwa, maka itu adalah lebih baik daripada 'uzlah, terhadap orang
yang memerlukan kepada latihan. Dan yang demikian adalah termasuk setengah daripada
yang dihajati pada permulaan kehendak tadi. Maka setelah berhasil latihan,
seyogialah dipahami bahwa hewan tidaklah dicari dari latihannya itu, akan diri
latihan. Tetapi yang dimaksudkan daripadanya, ialah untuk membuat hewan itu
menjadi kendaraan, yang dapat menempuh perjalanan berhari-hari dan memendekkan
jalan di atas punggung kendaraan itu.
Dan
badamadalah hewan kendaraan bagi hati, yang dikendarainya untuk berjalan ke
jalan akhirat. Dan pada kendaraan itu ada hawa- nafsu. Jikalau tidak dihancurkan,
niscaya ia akan melawan dijalanan.
Orang
yang menggunakan waktunya sepanjang umur dengan latihan, niscaya adalah seperti
orang yang menggunakan waktu sepamjang umur hewan kendaraannya itu dengan
melatihkannya. Dan tidak pemah mengendarainya. Maka ia tidak mengambil faedah
daripada hewan kendaraan itu, selain terlepasnya pada waktu itu dari gigitan,
sepakan dan terjangan hewan kendaraan tersebut.
Demi sebenarnya, itu adalah faedah yang dimaksudkan! Tetapi faedah yang seperti itu dapat diperoleh dari binatang mati. Dan sesungguhnya hewan kendaraan itu dimaksudkan untuk faedah yang dihasilkan dari hidupnya.
Maka
seperti itu pula, terlepasnya dari kepedihan nafsu-syahwat di waktu itu, dapat
dihasilkan dengan tidur dan mati. Dan tiada seyogialah dicukupkan dengan yang
demikian. Seperti pendeta yang dikatakan kepadanya : "Hai pendeta!".
Lalu ia menjawab : "Bukanlah aku ini pendeta. Sesungguhnya aku adalah
anjing galak. Aku penjarakan diriku, sehingga aku tidak menggigit
manusia". Dan ini adalah baik, dibandingkan dengan orang yang melukakan
manusia. Tetapi tidak seyogialah, disingkatkan kepada itu saja. Karena orang
yang membunuh diri, juga tidak melukakan manusia. Tetapi seyogialah menoleh
kepada tujuan yang dimaksudkan dengan demikian. Dan siapa yang memahami akan
demikian dan mendapat petunjuk kepada jalan dan sanggup kepada menjalani jalan
itu, niscaya teranglah baginya bahwa 'uzlah itu, lebih menolong kepadanya,
dibandingkan dengan bercampur-baur (mukhalathah), Maka yang lebih utama bagi
orang yang seperti ini ialah mukhalathah pada awalnya dan 'uzlah pada akhirnya.
Adapun mengajar adab sopan-santun (ta'dib), maka sesungguhnya yang kami
kehendaki dengan ta’dib itu, ialah melatih orang lain.' Dan itu adalah
keadaan guru (syaikh) kaum shufi bersama kaum shufi. Guru itu
tidak sanggup mendidik mereka, kecuali dengan bercampur-baur dengan mereka.
Dan hal-ikhwal syaikh itu ialah hal-ikhwal guru. Dan kedudukannya pun adalah
kedudukan guru. Dan berjalanlah padanya pada yang berjalan pada penyiaran ilmu,
dari bahaya-bahaya yang halus dan ria. Kecuali bahwa tempat- tempat
sangkaan mencari dunia dari murid-murid yang belajar untuk memperoleh latihan
itu, adalah lebih jauh dari bahaya- bahaya dari para penuntut ilmu.
Karena
itulah tampak pada mereka itu sedikit orangnya dan pada penuntut ilmu itu
banyak. Maka seyogialah, bahwa dibandingkan apa yang mudah baginya dari khilwah
(bersemadi), dengan apa yang mudah baginya dari mukhalathah (bercampur-baur)
dan mendidik orang banyak. Dan hendaklah dihadapkan yang satu dengan lain- nya.
Dan hendaklah dipilih yang lebih utama (al-afdlal). Dan yang demikian dapat
diketahui dengan ijtihad yang halus dan berlainan menurut keadaan dan orang.
Maka tidaklah mungkin menetapkah. hukumnya secara mutlak, dengan tidak (nafi)
dan ya (istbat).
FAEDAH KEEMPAT : memperoleh kejinakan dan
menjinakkan hati.
Itu
adalah maksud orang yang menghadliri peralatan, undangan, tempat-tempat
pergaulan dan kejinakan hati. Dan ini pada waktu itu juga, kembali kepada
bahagian jiwa.
'Terkadang ada yang demikian itu, di atas
jalan haram, dengan ber jinak-jinakan hati dengan orang yang tidak boleh
berjinak-jinakan hati. Atau di atas jalan muhah (cara yang diperbolehkan). Dan
terkadang disunnahkan yang demikian, karena urusan agama. Dan yang demikian,
mengenai orang yang diperoleh kejinakan hati, dengan menyaksikan hal-ikhwalnya
dan perkataan-perkataannya tentang Agama. Seperti kejinakan hati dengan
syaikh-syaikh yang selalu menuruti jalan taqwa. Dan terkadang cara itu
bersangkutan dengan bahagieji jiwa. Dan disunatkan, apabila maksudnya adalah
menyenangkan hati untuk menggerakkan panggilan kerajinan pada ibadah.
Sesungguhnya hati itu apabila dipaksakan, niscaya ia buta. Dan manakala di
waktu sendirian merasa kesepian dan waktu duduk-duduk dengan teman, merasa
kejinakan yang menenteramkan hati, maka duduk-duduk itu lebih utama. Karena
pelan-pelan pada ibadah adalah setengah dari kehati-hatian bagi ibadah. Dan
karena itulah,
Nabi saw bersabda :
إن الله لا يمل حتى تملواNabi saw bersabda :
(Innallaaha laa yamallu hattaa tamalluu).Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak bosan, sehingga kamu bosan (l)
Ini'adalah
keadaan yang tidak dapat dilepaskan. Karena jiwa itu, tidaklah merasa jinak
dengan kebenaran terus-menerus, selama ia tidak ditenteramkan
(di-istirahatkan). Dan pada memberatkan jiwa yang terus-menerus itu, meminta
sejenak waktu untuk istirahat. Dan inilah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
إن
هذا الدين متين فأوغل فيه برفق
(Inna haadzad-diina matiinun fa aughil fiihi
birifqin). |
Artinya
: "Bahwa Agama ini kokoh-kuat, maka masukkanlah kedalamnya dengan
pelan-pelan
Memasukkan
ke dalamnya dengan pelan-pelan, adalah sifat orang- orang yang bermata-hati.
Dan karena itulah Ibnu 'Abbas berkata;: "Jikalau tidaklah takut
kepada was-was, niscaya tidaklah aku duduk-duduk dengan manusia".
Sekali
Ibnu 'Abbas mengatakan : "Sesungguhnya aku masuki negeri-negeri,
yang tidak ada orang yang menjinakkan hati padanya. Adakah yang merusakkan
manusia, selain dari manusia?".
Jadi, maka tidaklah. merasa cukup orang
yang ber'uzlah itu, tanpa teman yang merasa kejinakari hati dengan melihat dan
bercakap- cakap sesa'at dalam sehari semalam. Maka hendaklah bersungguh-
sungguh mencari orang yang tidak akan merusakkannya pada sa'atnya itu, akan
sa'at-sa'atnya yang lain!. Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
(Al-mar-u 'alaa diini khaliilihi fal-yandhur ahadukum
man yukhaa- lil). ..
Artinya
: Manusia itu menurut agama temannya. Maka: hendaklah seseorang kamu melihat
akan orang yang mau diambil menjadi teman!". (1)
Dan
hendaklah berusaha supaya adalah pembicaraannya ketika bertemu, mengenai urusan
Agama, menceritakan hal-ikhwal hati, pengaduan dan keteledoran hati dari
ketetapan di atas kebenaran dan petunjuk kepada jalan yang benar.
Maka pada yang demikian, memperoleh
kelegaan dan menenteramkan bagi jiwa. Dan padanya itu jalan yang lapang bagi
tiap-tiap orang yang sibuk dengan memperbaiki dirinya. Sesungguhnya, tidaklah
terputus pengaduan hati, walaupun diberi usia yang panjang. Dan orang yang rela
tentang dirinya,sudah pasti tertipu,
Maka
kejinakan hati yang semacam ini, pada sebagian waktu siang, kadang-kadang lebih
utama daripada 'uzlah terhadap sebahagian orang. Maka carilah padanya
pertama-tama hal-ikhwal hati dan : hal-ikhwal teman duduk!. Kemudian barulah
duduk-duduk bersama!.
FAEDAH KELIMA : tentang
memperoleh pahala dan menghasil kan pahala bagi orang lain.
Adapun
memperoleh pahala, ialah dengan menghadliri janazah, mengunjungi oiang sakit
dan datang pada shalat dua hari Raya (hari raya 'Idil-nthri dan hari raya
'Idil-adlha). Adapun datang pada shalat Jum'ah, adalah tak boleh tidak. Dan
menghadliri shalat jama'ah pada
shalat-shalat yang Iain juga, tidak diberi kelonggaran untuk meninggalkannya.
Kecuali karena takut kepada kesukaran yang nyata, yang menggantikan pahala
jama'ah yang hilang bahkan menambahkan lagi di atas yang hilang itu. Dan yang
demikian, tidaklah terjadi, kecuali jarang sekali.
Dan
seperti itu pula, pada menghadliri perkawinan dan undangan, akan memperoleh
pahala, di mana pada kehadliran tersebut mema- sukkan kegembiraan pada hati
muslim.
Adapun
menghasilkan pahala bagi orang lain, maka yaitu : bahwa ia membuka pintu supaya
manusia berkunjung kepadanya. Atau supaya manusia, berta'ziah
(berbela-sungkawa) kepadanya, waktu mendapat musibah. Atau menyampaikan ucapan
tahniah (ucapan selamat) waktu ia memperoleh nikmat. Sesungguhnya dengan demikian,
orang itu akan memperoleh pahala.
Dan
seperti itu pula, apabila ia dari golongan ulama dan meng- izinkan bagi orang
banyak berziarah kepadanya, niscaya orang banyak akan memperoleh pahala
berkunjung. Dsn dengan memungkinkan yang demikian, ia menjadi sebab pada
pahala itu. Maka seyogialah ditimbang akan pahala bercampur-baur ini dengan
bahaya-bahayanya yang telah kami sebutkan dahulu. Dan ketilca itu,
kadang-kadang 'uzlah yang kuat. Dan kadang-kadang mukhalathah (bercampur-baur)
yang kuat.
Diceriterakan
dari segolongan salaf (ulama terdahulu), seperti Malik dan lainnya, tidak mau
memperkenankan undangan, mengunjungi orang sakit dan menghadliri janazah:
Bahkan, adalah mereka selalu di rumahnya. Mereka tidak keluar, kecuali ke
Jum'ah atau ziarah kubur. Dan setengahny a meninggalkan kota dan menuju ke
puncak-puncak bukit, untuk menyelesaikan diri bagi ibadah. Dan lari dari segala
yang menyibukkan.
FAIDAH
KE-ENAM :
Dari
mukhalathah (bercampur-baur) itu lahirlah tawadlu* (merendahkan diri). Sifat
tawadlu' adalah setengah dari tingkat yang paling utama. Dan tidak sanggup
melaksanakan tawadlu' pada waktu sendirian. Kadang-kadang adalah takabur
(kesombongan) itu, menjadi sebab memilih 'uzlah. Diriwayatkan dalam ceritera
orang-orang Bani Isra'il, bahwa seorang ahli hikmat dari para ahli hikmat,
mengarang tiga ratus enam puluh buku tentang hikmat (filsafah). Sehingga ia
menyangka* bahwa ia telah memperoleh suatu tempat (derajat) pada sisi
Allah". Maka Allah Ta'ala mewahyukan kepada nabi-Nya : "Katakanlah
kepada si Anu : 'Bahwa engkau telah memenuhkan bumi ini dengan nifaq
(kemunafiqan). Dan Aku tidak menerima dari kemunafiqanmu akan sesuatu '".
Nabi tersebut berkata : "Lalu ahli hikmat itu menyembunyikan diri dan
tinggal sendirian dalam suatu lobang di bawah tanah. Dan berkata : 'Sekarang
sampailah aku kepada kerelaan Tuhanku' ". Maka Allah mewahyukan kepada
nabi-Nya : "Katakanlah kepadanya : 'Bahwa engkau belum sampai kepada
kerelaan-Ku, sehingga engkau bercampur-baur dengan manusia dan sabar atas
kesakitan yang diperbuat mereka'
Maka
ahli hikmat itu keluar. Lalu masuk ke pasar-pasar, bercampur-baur dengan
manusia, duduk-duduk dengan mereka, bantu- membantu sesama mereka, memakan
makanan diantara mereka dan berjalan di pasar-pasar bersama mereka.Maka
Allah Ta'ala mewahyukan kepada Nabi-Nya : "Sekarang ia telah sampai
kepada kerelaan-Ku".
Maka
berapa banyak orang yang ber-'uzlah (mengasingkan diri) dalam rumahnya dan yang
menjadi penggeraknya ialah : takabur. Dan yang mencegahnya untuk datang
keperayaan-perayaan, ialah bahwa : ia tidak dimuliakan atau tidak
didahulukan..Atau ia melihat dengan tidaknya bercampur-baur dengan orang
banyak itu, lebih meninggikan tempatnya (derajatnya). Dan lebih mengekalkan
kebaikan sebutannya diantara manusia. Kadang-kadang ia mengasingkan diri,
karena takut daripada diperlihatkan keburukan-keburukannya, jikalau ia
bercampur-baur. Maka janganlah engkau berkeyakinan, bahwa padanya zuhud dan
sibuk dengan ibadah. Ia mengambil rumahnya untuk menutupi segala keburukannya,
untuk mengekalkan keyakinan manusia tentang kezuhudannya dan banyak ibadahnya,
tanpa menghabiskan waktu dalam khilwah, dengan dzikir atau tafakkur.
Dan tanda orang-orang tersebut tadi,
ialah, bahwa mereka suka dikunjungi. Dan tidak suka mengunjungi. Mereka merasa
gembira dengan mendekatnya orang-orang awam dan sultan-sultan kepada mereka.
Mengumpulnya orang-orang itu pada pintu dan jalan mereka. Dan orang-orang itu
mencium tangan mereka atas jalan barakah.
Jikalau
kesibukan sendiri yang tidak menyukakannya untuk bercampur-baur dan berkunjung
kepada orang lain, niscaya kunjungan orang lain pun kepadanya tidak
menyukakannya. Sebagaimana telah kami
ceriterakan. hal Al-Fudlail, di mana ia berkata : "Adakah engkau datang
kepadaku, kecuali untuk aku berhias bagimu dan kamu berhias bagiku?".
Dari
Hatim Al-Ashamm, bahwa beliau mengatakan kepada 'amir yang berkunjung kepadanya
: "Hajatku ialah : bahwa aku tiada melihat engkau dan engkau tiada melihat
aku". Maka orang yang tiada sibuk beserta jiwanya dengan berdzikir kepada
Allah, maka pengasingan dirinya dari manusia banyak, sebabnya ialah bersangatan
terganggu pikirannya dengan orang banyak itu. Karena hatinya menjurus kepada
menoleh kepada pandangan mereka kepadanya, dengan pandangan kemuliaan dan
kehormatan.
Mengasingkan
diri dengan sebab ini, adalah bodoh, dari beberapa segi :
Pertama : bahwa merendahkan diri dan bercampur-baur, tiadalah mengurangkan kedudukan orang yang menyombongkan diri, dengan ilmunya atau agamanya. Karena 'Ali ra. membawa kurma kering (tamar) dan garam pada kain dan tangannya. Dan beliau bermadah :
Tidaklah
kurang orang sempurna,
dari kesempurnaannya ................
oleh
apa yang ia bawa,
yang berguna kepada keluarganya......................
Abu Hurairah, Hudzaifah, Ubai dan Ibnu
Mas'ud, -diridlai Allah kiranya mereka sekalian- membawa ikatan kayu api dan karung tepung di atas bahu mereka. Adalah Abu
Hurairah ra. berkata dan ia adalah wali negeri Madinah dan kayu api di atas
kepalanya : "Berilah jalan bagi amirmu!". Dan penghulu segala rasul صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ raembeli sesuatu, lalu dibawanya sendiri ke
rumahnya. Maka berkata shahabatnya kepadanya : "Berilah kepadaku untuk aku
bawa". Lalu menjawab Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
صاحب الشيء أحق بحمله
(Shaahibusy-syai-i
ahaqqu bihamlih).Artinya: "Yang punya barang itu, lebih berhak membawanya". (1)
Al-Hasan
bin 'Ali ra. lalu di suatu tempat untuk menanyakan sesuatu. Dan di tangan
orang-orang yang dilalui itu, daging yang sedang dimakan. Maka mereka itu
mengajak makan : "Marilah makan siang, wahai putera Rasulullah!
Maka Al-Hasan turun dari duduk di atas jalan. Dan makan bersama mereka. Kemudian berkendaraari dan berkata : "Bahwa Allah tiada menyukai orang-orang yang takabur".
Segi
kedua : bahwa orang yang menyibukkan dirinya mencari kerelaan manusia kepada
dirinya dan membaguskan kepercayaan mereka kepadanya, adalah tertipu. Karena, jikalaulah ia
mengenal Allah dengan sebenar-benar ma'rifah, niscaya ia tahu bahwa makhluq
itu, tiada mencukupi baginya sesuatu, selain dari Allah. Bahwa kemelaratan dan
kemanfa'atannya adalah di tangan Allah .Tiadalah yang mendatangkan manfa'at dan
melarat selain dari Allah. Bahwa orang yang mencari kerelaan dan kecintaan manusia
dengan kemarahan Allah, niscaya ia dimarahi Allah. Dan Allah mendatangkan
kemarahan manusia kepadanya. Bahkan kerelaan manusia itu adalah suatu maksud
yang tidak akan tercapai. Maka kerelaan Allah yang lebih utama dicari.
Karena
itulah, Asy-Syafi-'i ra. berkata kepada Yunus bin 'Abdul A'la : "Demi
Allah; aku tiada mengatakan kepadamu, melainkan nasehat. Sesungguhnya tiada
jalan kepada keselamatan dari manusia. Maka perhatikanlah apa yang membaikkan
kepadamu, lalu kerjakanlah!".
Dan
karena itulah, bermadah seorang penya'ir :
Barangsiapa mengintip-intip orang,
niscaya ia mati kesedihan.
Dan dengan kelezatan, menang
orang yang penuh keberanian.
Sahl melihat kepada salah seorang
shahabatnya, lalu berkata kepadanya : "Berbuatlah begini-begini untuk
sesuatu yang aku suruhkan!".
Maka
shahabatnya itu menjawab : "Wahai Ustadz! Saya tidak sanggup karena
manusia".
Lalu
Sahl menoleh kepada teman-temannya dan berkata : "Tidaklah seorang hamba
itu memperoleh hakikat dari pekerjaan ini sehingga ia mempunyai salah satu dari
dua sifat : hamba yang jatuhlah manusia daripandangannya. Laluia tidak melihat
di dunia, selain Penciptanya (khaliqnya). Dan sesungguhnya seorangpun tiada
sanggup mendatangkan melarat dan manfa'at kepadanya. Dan hamba yang jatuhlah
nafsunya dari hatinya. Lalu ia tiada memperdulijdan keadaan apapun yang dilihat
mereka padanya". ,
Asy-Syafi-'i
ra. berkata :"Tiadalah seorangpun, melainkan mempunyai yang menyukainya
dan yang memarahinya. Apabila ada yang demikian, maka hendaklah engkau berada
bersama orang yang ta'at kepada Allah ! ".
Ada
orang yang berkata kepada Al-Hasan : "Hai Abu Sa'id! Sesungguhnya orang
banyak (kaum) itu datang ke majelismu. Tiadalah tujuan mereka, selain mencari
ketelanjuran perkataanmu dan memberatkanmu dengan pertanyaan".
Maka
Al-Hasan tersenyum dan berkata kepada yang berkata tadi : "Ringankanlah
atas dirimu sendiri! Maka sesungguhnya aku memperkataan akan diriku sendiri
dengan penempatan sorga dan ber— dekatan dengan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka
aku amat meng- harapkan. Dan tidak aku memperkatakan akan diriku dengan
keselamatan dari manusia. Karena aku sesungguhnya mengetahui- bahwa Yang
Menjadikan mereka, Yang Menganugerahkan Rezeki kepada mereka, Yang Menghidupkan
dan Yang Mematikan mereka, tidak selamat dari mereka".
Musa as. berdo'a : "Wahai Tuhanku!
Tahankanlah dariku lidah manusia!".
Maka Tuhan berfirman : "Hai Musa! Itu adalah hal
yang tidak Aku pilihkan untuk diri-Ku sendiri. Maka bagaimanakah Aku
memperbuatkannya dengan kamu?".
Dan
Allah swt. mewahyukan kepada 'Uzair : "Jikalau tidak engkau membaguskan
jiwa engkau, dengan Aku jadikan engkau karet dalam mulut penggigit-penggigit,
niscaya tidak Aku tuliskan engkau pada-Ku dari orang-orang yang tawadlu' (yang
merendahkan diri)'. Jadi, orang yang menahankan dirinya dalam rumah, untuk membaguskan
anggapan dan perkataan manusia kepadanya, maka dia adalah dalam tanggungan yang
berat sekarang di dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih besar
jikalau mereka mengetahui-(1))
Jadi, tidaklah disunatkan 'uzlah, kecuali bagi orang yang mengha- biskan waktu
dengan Tuhannya, dengan berdzikir, bertafakkur, beribadah dan berilmu, di mana
jikalau orang banyak bercampur- baur dengan dia, niscaya hilanglah waktunya dan
banyaklah baha- yanya. Dan kacau-balaulah ibadah-ibadahnya. Inilah
marabahaya-marabahaya yang tersembunyi dalam memilih 'uzlah itu, yang
seyogialah dijaga. Karena dia adalah : membinasakan (muhlikat) dalam bentuk :
melepaskan (munjiat) dari kebinasaan.
FAEDAH
KETUJUH : percobaan (perigalaman)
Percobaan
,(pengalaman) itu diperoleh dari bercampur-baur dengan manusia dan dari jalan
berlakunya hal-ikhwal mereka. Dan 'aqal- gharizi (buah-pikiran yang merupakan
sifat asli) tidaklah mencu- kupi pada memahami kepentingan-kepentingan Agama
dan dunia. Dan kepentingan-kepentingan itu dapat diperoleh dengan pengala- man
dan pelaksanaan. Dan tak adalah kebajikan pada 'uzlahnya orang yang tidak
diperkuatkan oleh pengalaman-pengalaman. Maka anak kecil apabila mengasingkan
diri, niscaya tinggallah ia dalam kebodohan. Tetapi seyogialah ia menuntut ilmu
pengetahuan. Dan dapatlah ia menghasilkan pada masa belajar itu, apa yang dihajati-
nya, dari percobaan-percobaan (pengalaman-pengalaman). Dan mencukupilah baginya
yang demikian itu. Dan pengalaman-pengalaman yang lain berhasil, dengan
mendengar bermacam hal. Dan tidak memerlukan kepada bercampur-baur.
Setengah
dari percobaan-percobaan yang terpenting, ialah mencoba dirinya sendiri,
tingkah-laku (akhlaqnya) dan sifat-sifat bathiniah- nya. Yang demikian itu,
tidak dapat disanggupi dalam khilwah (persemadian). Maka sesungguhnya, bahwa
tiap-tiap orang yang melakukan percobaan dalam kesepian itu, ia akan
rahasiakan. Dan tiap-tiap orang yang marah atau yang busuk hati atau yang
dengki, apabila ia bersemadi sendirian, tidaklah tersaring daripadanya
kekejiannya.
Sifat-sifat
tersebut itu membinasakan menurut sifat-sifat itu sendiri, yang wajib dijauhkan
dan dipaksakan. Dan tidaklah memadai menenangkannya dengan menjauhkan daripada
apa yang mengge rakkan sifat-sifat itu.
Hati
yang dipenuhi dengan sifat-sifat keji tersebut, adalah seumpama bisul yang
berisi penuh dengan nanah bercampur darah dan nanah. Kadang-kadang yang sakit
itu sendiri tidak merasa dengan kesakitannya, selama ia tidak bergerak atau
disentuh oleh orang lain. Jikalau tidak ada baginya tangan yang menyentuhkannya
atau mata yang melihat bentuknya dan tidak ada bersama orang yang sakit itu,
orang yang menggerakkannya, niscaya kadang- kadang ia 'menyangka sendiri
selamat. Dan tidak merasa dengan bisul itu pada dirinya. Dan ia berkeyakinan
dengan tidak adanya bisul itu.
Tetapi jikalau digerakkan oleh suatu
penggerak atau dikenakan pisau pembekam, niscaya terpancarlah daripadanya
nanah. Dan Terbitlah nanah itu seperti terbitnya sesuatu yang tertutup apabila
ditahan daripada terlepas. Maka begitu pula, hati yang dipenuhi dengan
kebusukan hati, kebakhilan, kedengkian, kemarahan dan budi-pekerti tercela
lainnya. Terpancarlah dari hati itu, kekejian-kekejiannya apabila digerakkan.
Dan
dari inilah, orang-orang yang berjalan ke jalan akhirat, yang mencari pensucian
hati, mencoba dirinya. Barangsiapa merasa pada dirinya sifat takabur, niscaya
ia berusaha menjauhkannya. Sehingga setengah mereka membawa ember air di atas
punggungnya dihadapan manusia. Atau ikatan kayu api di atas kepalanya dan ia
bulak-balik di pasar. Untuk mencoba dirinya dengan yang demikian. Karena
marabahaya-marabahaya nafsu dan tipuan-tipuan syaitan itu tersembunyi.
Sedikitlah orang yang memperhatikannya. Karena itulah, diceriterakan dari
setengah mereka, di mana ia berkata : "Telah menjadi kebiasaan bagiku
mengerjakan shalat tiga puluh tahun lamanya, di mana aku mengerjakannya pada
baris pertama (shaf pertama). Tetapi pada suatu hari, aku terkebelakang
disebabkan suatu halangan. Maka aku tiada mendapat tempat pada shaf pertama.
Lalu aku berdiri pada shaf kedua. Maka aku dapati pada diriku perasaan malu,
dilihat orang banyak kepadaku. Dan orang sudah mendahului aku kepada shaf
pertama. Maka tahulah aku bahwa semua shalatku yang aku kerjakan, adalah
bercampur dengan ria. Bercampur dengan kesenangan, dilihat orang banyak
kepadaku. Dan mereka melihat aku dalam rombongan orang-orang yang mendahului
kepada kebajikan".
Maka
bercampur-baur itu mempunyai faedah yang jelas dan besar pada mengeluarkan
segala kekejian dan mendzahirkannya. Dan karena itulah, ada orang yang
mengatakan : "Bermusyafir ialah bermusyafir dari akhlaq*
Karena bermusyafir itu semacam dari bercampiur-baur yang terus-menerus. Dan
akan diterangkan marabahaya-marabahaya dan yang halus-halus dari
pengertian-pengertian tersebut pada Rubu * Muhlikat (Bahagian Yang
Membinasakan). Maka sesungguhnya, disebabkan kebodohan tentang segala yang
merusakkan itu, membatalkan banyak amalan. Dan dengan mengetahuinya, sucilah
amalan yang sedikit. Jikalau tidak demikian, niscaya tidaklah dilebihkan ilmu
dari amal. Karena mustahil, bahwa pengetahuan mengenai shalat dan pengetahuan
itu tidak dimak- sudkan, selain untuk shalat itu, lebih utama daripada shalat
sendiri. Pan kita mengetahui, bahwa apa yang dimaksudkan untuk lainnya, maka
yang lain itu, adakalanya lebih mulia daripadanya. Dan syara (agama) telah
menetapkan, dengan melebihkan orang berilmu ('alim) daripada orang beribadah
('abid).
Nabi
; saw:! Bersabda
فضل
العالم على العابد كفضلى على أدنى رجل من أصحابي
(Fadl-lul-'aalimi
'alal-'aabidi kafadl-lii 'alaa adnaa rajulin min ash- haabii).
Artinya : "Kelebihan orang
berilmu (alim) dari orang beribadah ('abid) adalah seperti
kelebihanku dari orang yang paling rendah dari shahabat-shahabatku (1) ;
Pengertian
melebihkan ibnu itu, kembali kepada tiga segi: Pertama : apa yang telah kami
sebutkan;
Kedua
: meratanya manfa'at, karena menjalar faedahnya. Dan perbuatan (amal) itu,
tiada menjalar faedahnya. Ketiga ; bahwa yang dimaksudkan dengan pengetahuan
itu ialah pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat-Nya dan af'al-Nya. (perbuatan-Nya).
Maka yang demikian itu, lebih utama dari tiap-tiap amal (perbuatan). Bahkan
yang dimaksud dari segala perbuatan itu, ialah memalingkan hati dari makhluq,
kepada khaliq. Supaya hati itu bangkit sesudah berpaling kepada-Nya, untuk
mengenai dan men- cintai-Nya. Maka amal dan ilmu bagi amal itu, keduanya dimaksudkan
bagi ilmu ini. Dan ilmu ini adalah tujuan bagi murid-murid, Dan amal adalah
seperti syarat baginya. Dan kepadanyalah di-isya- ratkan dengan firman Allah
Ta'ala :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ
يَرْفَعُهُ
(Ilaihi yash-'adul-kalimuth-thayyibu
wal-'amalush-shaalihu yarfa- 'uh). Artinya : "Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang baik itu dimuliakan oleh Allah". (S. Fathir, ayat 10).
Maka
perkataan yang baik, yaitu : ilmu ini. Dan amal adalah seperti : pembawa yang'
mengangkatkannya kepada maksudnya. Maka yangdiangkat adalah lebih utama
daripada yang mengangkat. Dan ini adalah perkataan yang diselipkan (interupsi),
yang tidak layak dengan perkataan ini.
Marilah
kita kembali kepada yang dimaksud. Maka kami berkata :
Apabila
anda telah mengetahui faedah-faedah 'uzlah dan marabahaya-marabahaya, niscaya anda
mendapat bukti bahwa menetap kan 'uzlah itu secara mutlak, dengan
melebihkannya, dengan nafi (tidak) dan itsbat (ya), adalah salah. Tetapi,
seyogialah dipandang (diperhatikan) kepada orang dan hal ikhwalnya. Kepada yang
dicampur-bauri dan hal-ikhwalnya. Kepada penggerak untuk bercampur-baur dengan
dia. Dan kepada yang hilang, disebabkan percampur-bauran itu, dari
faedah-faedah yang tersebut. Dan dibandingkan yang hilang dengan yang berhasil,
Maka ketika itu, nyatalah yang hak (yang benar) dan jelaslah yang lebih utama.
Dan
ucapan Asy-Syafi-'i ra. itu menguraikan apa yang ditujukan itu. Karena beliau
berkata : "Hai Yunus! Berhijrah (meninggalkan bergaul) dengan manusia itu
us;tha permusuhan. Dan mengulurkan tangan kepada mereka (merapatkan pergaulan)
itu, menghela kepada teman-teman jahat. Maka hendaklah engkau diantara
meninggalkan pergaulan dan merapatkan pergaulan itu!". Karena itu,
haruslah itidal (dalam keadaan di tengah) diantara mukhalathah (bercampur-baur)
dan "uzlah (mengasingkan diri). Dan berbedalah yang demikian itu, menurut
keadaan. Dan dengan memperhatikan faedah-faedah dan bahaya-bahaya, maka
jelaslah yang lebih utama. Dan inilah kebenaran yang tegas. Dan semua yang telah
disebutkan selain dari ini, adalah tidak lengkap. Yaitu : menerangkan tiap
sesuatu dari keadaan khusus yang ada padanya. Dan tidaklah boleh menetapkan
keadaan khusus itu, kepada yang lain, yang berbeda keadaannya.
Dan
perbedaan antara orang 'alim (orang berilmu) dan orang shufi tentang ilmu
dhahir, adalah kembali kepada yang disebutkan tadi. Yaitu, bahwa orang shufi,
tidak berkata-kata, selain dari keadaannya sendiri. Maka tidaklah disangsikan,
bahwa jawaban-jawaban mereka itu berbeda dalam segala persoalan. Dan orang
'alim, ialah orang yang mengetahui kebenaran menurut hakikat yang sebenarnya.
Dan ia tidak memandang kepada keadaan dirinya sendiri. Maka terbukalah
kebenaran padanya.
Dan
yang demikian, termasuk hal yang tidak diperselisihkan lagi. Karena kebenaran
(al-haq) itu satu untuk selama-lamanya. Dan yang tidak sampai kepada kebenaran
adalah banyak, tidak terhing- ga. Karena itulah, ditanyakan pada orang-orang
shufi, tentang kemiskinan. Maka tiada seorang pun, melainkan menjawab dengan
jawaban yang berlainan dengan jawaban yang lain. Dan semua itu benar, berdasarkan
kepada keadaannya. Dan tidaklah benar menurut yang sebenarnya. Karena
kebenaran itu tidaklah ada, selain satu. Dan karena itulah, Abu 'Abdillah
'Al-Jalla berkata dan beliau itu ditanyakan tentang kemiskinan. Lalu menjawab :
"Pukulkanlah dengan kedua lengan bajumu akan dinding! Dan katakanlah
'Tuhanku Allah'. Maka itulah kemiskinan (kefakiran)".
Al Junaid mengatakan , Orang fakir ialah orang yang tidak meminta kepada seseorang dan tidak tatang menatang, jikalau orang menatang maka ia DIAM.
Sahl
bin-Abdullah berkata. : "Orang faqir ialah orang yang tidak meminta dan
tidak menyimpan. Dan orang lain mengatakan .: 'Tidaklah itu untuk engkau.
Jikalau untuk engkau, maka.tidaklah untuk engkau, di mana tidaklah itu untuk
engkau"'. Ibrahim Al-Khawwash berkata : "Kemiskinan, ialah
meninggalkan mengadu dan mendzahirkan bebas bela beneara
(bebas-percobaan)": Maksudnya, ialah kalau ditanyakan kepada mereka
seratus pertanyaan, niscaya didengar dari mereka seratus penjawaban yang
berlainan. Sedikitlah kesesuaian dua daripada jawaban-jawaban itu. Dan itu
semua adalah benar dari satu segi. Sesungguhnya itu, berita masing-masing
tentang keadaannya dan apa yang menguasai hati- nuraninya. Dan karena itulah,
kita tidak melihat dua orang pun dari mereka, yang salah seorang dari keduanya
mengakui temannya , berdiri teguh dalam tashawwuf. Atau memujikannya. Tetapi
masing-masing mereka menda'wakan, bahwa dia yang sampai kepada kebenaran.
Dan yang berdiri di atas kebenaran. Karena banyak-nya keragu-raguan mereka,
menurut kehendak keadaan yang datang kepada hati mereka. Maka mereka tiada
berbuat, selain dengan diri mereka itu sendiri. Dan tiada menoleh kepada orang
lain. Dan sinar ilmu itu apabila terbit, niscaya meliputi semua. Menyingkap-
kan tutup dan membuangkan perselisihan.
Dan
contoh pandangan orang-orang shufi itu, adalah apa yang anda lihat dari
pandangan suatu kaum tentang dalil yang menunjukkan zawal (tergelincirnya
matahari) dengan memandang pada bayang-bayang: Setengah mereka berkata, bahwa
pada musim panas, bayang-bayang itu dua tapak kaki panjangnya. Dan
diceriterakan dari orang lain, bahwa bayang-bayang itu setengah tapak kaki. Dan
yang lain menolak yang demikian. Dan bahwa bayang-bayang itu, pada musim
dingin, tujuh tapak kaki panjangnya. Dan diceriterakan dari-yang lain, bahwa
bayang-bayang itu, lima tapak kaki. Dan yang lain menolak yang demikian.
Maka
ini, menyerupai jawaban-jawaban dan perselisihan pendapat orang-orang shufi.
Sesungguhnya masing-masing mereka, menerangkan keadaan bayang-bayang yang
dilihatnya di negerinya sendiri. Maka benarlah ia tentang perkataannya itu. Dan
salahlah ia tentang menyalahkan temannya. Karena ia menyangka bahwa Dunia itu
semua ialah seperti negerinya sahaja,Atau seperti yang negerinya sahaja
Sebagaimana orang shufi tidak menetapkankeadaan orang lain yang berilmu (orang
'alim), kecuali menurut keadaan dirinya sendiri. Dan orang 'alim, yang berilmu
tentang zawal, ialah orang yang mengetahui sebab panjang dan pendeknya
bayang-bayang dan sebab perbedaannya di masing-masing negeri. Lalu ia
menerangkan hukum-hukum yang berlainan, pada negeri-negeri yang berlainan. Ia
mengatakan pada setengah negeri-negeri itu„ bayang-bayangnya tidak tetap. Pada
setengahnya panjang dan pada setengahnya pendek.
Maka
inilah apa yang kami maksudkan menyebutkannya dari keutamaan uzlah dan
mukhalathah!:
Jikalau
anda bertanya : "Bagi orang yang memilih 'uzlah dan memandangnya lebih
utama dan lebih menyelamatkan baginya, maka apakah adabnya mengenai 'uzlah
itu,?''. Kami menjawab, bahwa sesungguhnya panjanglah pandangah tentang
adab-mukha- lathah. Dan kami telah sebutkan pada "kitab Adab Berteman'*,
dahulu.
Adapun
Adab-'uzlah, maka tidaklah diperpanjangkan. Maka seyogialah bagi orang yang
ber'uzlah, bahwa berniat dengan 'uzlah- nya itu, pertaina, mencegah kejahatan
dirinya dari manusia. Kedua, mencari keselamatan dari kejahatan orang-orang
jahat. Kemudian ketiga, melepaskan diri daripada bahaya keteledoran daripada
menegakkan hak-hak kaum muslimin. Kemudian ke-empat, men- jiiruskan diri dengan
hakikat cita-cita bagi beribadah kepada Allah. Inilah adab-adaib niatnya!
Kemudian, hendaklah dalam persema- diannya itu rajin kepada ilmu, amal, dzikir
dan tafakkur!. Supaya dapat memetik buah (hasil) dari 'uzlah. Dan hendaklah
melarang orang banyak, mendatangi dan mengunjunginy a! Maka akan meng- gaiiggu
kebanyakan waktunya. Dan hendaklah ia mencegah dirinya daripada menanyakan
tentang berita mereka itu dan daripada mendengar berbagai berita bohong yang
tidak baik di dalam negeri dan apa yang membawa manusia sibuk dengan dia!
Sesungguhnya semua itu akan tertanam dalam hati. Sehingga membangkit pada waktu
sedang shalat atau tafakkur, di mana ia tiada menyangka sama sekali.
Jatuhnya
berita dalam pendengaran, adalah seperti jatuhriya bibit dalain tanah. Maka tak
dapat tidak akan tumbuh dan bercabang urat dan rantingnya. Dan
sambung-menyambung satu sama lain. Dan salah satu yang pentirig bagi orang
ber'uzlah, ialah menghilang- kan segala was-was hati, yang memalingkannya
daripada berdzikir kepada Allah. Dan berita-berita itu adalah sumber dan pokok
dari segala was-was hati.
Dan hendaklah ia mencukupkan dengan yang sedikit dari penghidupan ,jikalau tidak nescaya ia memerlukan kepada berlapang lapang dengan manusia. Dan ia berhajat kepada ber campur-baur dengan; mereka:
Dan hendaklah ia penyabar di atas apa
yang dijumpainya, daripada kesakitan oleh tetangga! Dan hendaklah ia menyumbat
pende-;j ngarannya daripada mendengar apa yang diperkatakan orange! tentang
pujian kepadanya disebabkan 'uzlah itu! Atau cacian kepadanya disebabkan
meninggalkan mukhalathah. Karena tiap tiap yang demikian, membekas dalam hati,
walaupun pada masa yang sedikit saja.
Dan
keadaan terpengaruhnya hati dengan yang tadi,. tak dapat tidak, membawa ia
berhenti,. daripada perjalanan ke jalan akhirat. Sesungguhnya perjalanan itu,
adakalanya dengan rajin mengerjakan wirid dan dzikir, bersama dengan kehadliran
hati. Adakalanya1 dengan tafakkur tentang keagungan Allah,
sifat-sifat-Ny a, af'al-Nya, kerajaan langit dan bumi-Nya. Dan adakalanya dengan
memperhatikan amal-perbuatan yang halus-halus, perbuatan-perbuatan. yang
merusakkan hati dan mencari jalan penjagaan daripadanya. Semuanya itu meminta kekosongan waktu. Dan
mendengar dengaai ' penuh perhatian sekalian yang tersebut itu, adalah setengah
'daripada yang terus mengganggukan hati.
Dan kadang-kadang baru-membaru ingatannya
itu dalam berkekar Ian berdzikir, di mana ia tiada menduga sama sekali. Dan
hendaklah orang yang ber-'uzlah itu, mempunyai isteri yang shalih atau teman
duduk yang shalih! Supaya tenteramlah hatinya dalam sehari sejam, daripada
kepayahan rajinnya beribadahl Maka pada'
yang demikian itu, menolong kepada jam-jam selebihnya.; Dan tidaklah
sempuma kesabaran dalam 'uzlah itu, selain dengan menghilangkan kerakusan
kepada dunia. Dan tidaklah manusia itu bersungguh-sungguh pada sabar. Dan
tidaklah hilang kerakusannya, selain dengan memendekkan (mengecilkan)
angan-angan, dengan tidak mehtakdirkan dirinya berumur panjang. Tetapi ia
berpagi-hari - dengan tidak memikirkan akan bersore nariti. Dan ia bersore hari
dengan tidak akan berpagi hari lagi. Maka mudahlah baginya bersa: bar
sehari. Dan tidaklah mudah baginya ber-'azam (bercita-cita) untuk sabar dua
puluh tahun, jikalau ia mentakdirkan ajalnya akan lambat tiba. .
Hendaklah
membanyakkan ingatan kepada mati dan sendirian di dalam kubur.
Dan
hendaklah ia membuktikan dengan keyakinan bahawa orang yang tidak berhasil
dalam hatinya ingatan(dzikir) kepada Allah dan mengetahui apa yang menjinakkan hatinya dengan
dzikir itu, .maka ia tidak akan sanggup menahan keliaran seridiriari sesudah
mati. Dan orang yang merasa kejinakan hati dengan dzikir dan ma'rifah kepada
Allah, maka tidaklah mati itu menghilangkan kejinakan hatinya. Karena tidaklah
mati itu merobohkan tempat kejina kan hati dan ma'rifah (mengenai Allah).
Tetapi kejina kan' hati itu kekal hidup dengan ma'rifah dan kejina kannya.
Karena geinbira dengan kurnia dan rahmat Allah kepadanya. Sebagaimana Allah
Ta'ala berfirman tentang orang-orang syahid
وَلا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
فَرِحِينَ
بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
(Wa
laa tahsabannal-ladziina qutiluu fii sabiilillaahi amwaatan, bal ahyaa-un 'inda
rabbihim yurzaquuna, farihiina bimaa aataahu- mullaahu min fadl-lih). Artinya :
"Janganlah kamu menganggap mati orang-orang yang terbunuh di jalan
Allah itu! Tidak! Mereka itu hidup, mereka mendapat rezeki dari sisi Tuhan.
Mereka gembira karena kumia yang- telah-diberikan oleh Allah kepada
mereka". (S. 'Ali Imran, ayat 169 - 170). .
وكل متجرد لله في جهاد نفسه فهو شهيد مهما أدركه الموت مقبلا غير مدبر فالمجاهد من جاهد نفسه وهواه حديث المجاهد من جاهد نفسه وهواه أخرجه الحاكم من حديث فضالة بن عبيد وصححه دون قوله وهواه وقد تقدم في الباب الثالث من آداب الصحبة كما صرح به رسول الله صلى الله عليه وسلم والجهاد الأكبر جهاد النفس كما قال بعض الصحابة رضي الله عنهم رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر يعنون جهاد النفس تم كتاب العزلة ويتلوه كتاب آداب السفر والحمد لله وحده
وكل متجرد لله في جهاد نفسه فهو شهيد مهما أدركه الموت مقبلا غير مدبر فالمجاهد من جاهد نفسه وهواه حديث المجاهد من جاهد نفسه وهواه أخرجه الحاكم من حديث فضالة بن عبيد وصححه دون قوله وهواه وقد تقدم في الباب الثالث من آداب الصحبة كما صرح به رسول الله صلى الله عليه وسلم والجهاد الأكبر جهاد النفس كما قال بعض الصحابة رضي الله عنهم رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر يعنون جهاد النفس تم كتاب العزلة ويتلوه كتاب آداب السفر والحمد لله وحده
Dan
tiap-tiap orang yang semata-mata karena Allah dalam perjuangan dirinya, maka
dia itu syahid, manakala ia menemui mati, menghadapkan hati kepada Allah, bukan
membelakang. Maka orang. yarig berjihad (berjuang), ialah orang yang berjuang
melawan nafsu dan keinginannya, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1)Dan perjuangan besar
(jihad-akbar) ialah jihad melawan hawa-nafsu, sebagaimana dikatakan oleh
setengah shahabat ra.: "Kami kembali dari jihad kecil kepada jihad
besar". Mereka maksudkan : jihad melawan hawa-nafsu.
Telah tammat "Kitab 'Uzlah" dan
di-iringi oleh "Kitab Adab Berjalan-jauh". Dan segala pujian bagi
Allah Tuhan Yang Maha Esa. '