Tercelanya Marah
KITAB TERCEL ANYA MARAH, DENDAM DAN DENGKI.
Yaitu: Kitab Kelima dari Rubu' Yang
Membinasakan dari "KITAB IHYA'- 'ULUMI'DDIN"
Segala pujian bagi Allah yang tidak berpegang
kepada kema'afan dan ke- rahmatanNYA, selain orang-orang yang mengharap. Dan
tidak takut kepada bunik kemarahan dan keperkasaanNYA, selain orang-orang yang
takut. Ia yang mengangsur (kearah kebinasaan) hamba-hambaNYA, dimana mereka
tiada mengetahuinya. DIA mengerasi nafsu-syahwat dan menyuruh mereka
meninggalkan apa yang menjadi nafsu-syahwat mereka. DIA men- coba mereka dengan
kemarahan dan memberatkan mereka menahan kemarahan itu, mengenai apa yang
dimarahi mereka. Kemudian Dia keliiing- kan mereka dengan hal-hal yang tidak
disukai (al-makaarih) dan berbagai macam kesenangan. Dan Ia menangguhkan kepada
mereka, untuk la meli- hat, bagaimana mereka itu berbuat. Dan DIA mencoba
dengan yang demikian, akan kecintaan mereka, untuk diketahuiNYA kebenaran
mereka,mengenai apa yang didakwakan mereka. DIA memperkenalkan kepada mereka,
bahwa tiada tersembunyi suatupun kepadaNYA, daripada yang dira- hasiakan mereka
dan yang dilahirkan mereka.
Dia memperingati mereka, bahwa Ia mengambil
mereka dalam sekejap ma- ta (secara tiba-tiba) dan mereka itu tiada
mengetahuinya. Ia berfirman:-
(Maa yandhuruuna illaa
shaihatan waahidatan, ta'khudzu hum wa hum yakhish-shimuuna, fa laa
yastathii-'uuna taushiyatan wa laa ilaa ahlihim jar- ji'uun). y
Artinya: "Tak ada lafgi yang mereka
tunggu, melainkan suatu suara keras, yang akan menyiksa mereka, ketika mereka
dalam berbantahan sesamanya. Mereka tiada berkesempatan menyampaikan pesan dan
tiada pula dapat kembali kepada keluarganya". S.Ya Sin, ayat 49-50.
Rahmat dan sejahtera kepada Muhammad RasulNYA,
yang berjalan para nabi-nabi dibawah benderanya.
Dan kepada keluarga dan shahabat-shahabatnya
imam-imam yang menun- jukkan jalan dan penghulu-penghulu yang memperoleh
kerelaan, rahmat yang seimbang bilangannya dengan bilangan yang ada dari
makhluk Allah
144.
|
dan apa yang akan ada. Dan memperoleh bahagian
dengan barakahnya, orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian. Curahilah
kesejahteraan dengan sebanyak-banyaknya!
Adapun kemudian, maka sesungguhnya marah itu
nyala api, yang diambil dari api neraka Allah, yang dinyalakan, yang naik ke
hati. Dan api itu me- netap dalam lipatan hati, sebagaimana menetapnya bara api
dibawah abu. Dan akari dikeluarkannya oleh kesombongan yang tertanam dalam hati
ti- ap-tiap orang perkasa, yang keras kepala, seperti dikeluarkan oleh batu, a-
kan api dari besi. Dan telah tersingkap bagi orang-orang yang memandang dengan
nur keyakinan (nurul-yaqin), bahwa manusia itu ditarik oleh urat darahnya
kepada setan yang terkutuk. Maka barangsiapa dikejutkan oleh api kemarahan,
maka sesungguhnya kuatlah padanya kedekatan setan, dimana setan itu berkata:
"ENGKAU jadikan aku dari api dan Engkau jadikan dia (Adam) dari
tanah".(l).
Maka sesungguhnya keadaan tanah itu tetap dan
tenteram, sedang keadaan api itu menyala-nyala, hilang-timbul, bergerak dan
bergejolak. Diantara natijah (hasil) dari marah itu, ialah dendam dan dengki.
Dengan dendam dan dengki, binasalah orang yang binasa dan rusaklah orang yang
rusak. Dan tempat tinggal dendam dan dengki itu, ialah sekumpul daging
(mudl-ghah). Apabila daging yang sekumpal itu baik, niscaya baiklah tubuh yang
lain bersamanya.
Apabila dendam, dengki dan marah itu termasuk
diantara yang menghalau hamba Allah ke tempat kebinasaan, maka alangkah di
perlukannya, mengetahui segala kebinasaan dan keburukan-keburukannya. Supaya ia
menjaga yang demikian dan memeliharakannya. Dan menghilangkannya dari hati,
jikalau ada dan meniadakannya. Dan mengobatinya, kalau sudah melekat pada hati
dan menyembuhkannya. Sesungguhnya orang yang tiada mengenai kejahatan, niscaya
akan jatuh ke dalamnya. Dan orang yang mengenai kejahatan, maka mengenai saja
tidak cukup, sebelum ia mengenai jalan, yang dengan jalan itu, ia menolak
kejahatan dan menjauhkannya. Kami akan menyebutkan tercelanya marah dan
bahaya-bahaya dendam dan dengki pada Kitab ini. Dan bahaya itu akan dikumpulkan
oleh penjelasan tercelanya marah. Kemudian penjelasan hakikat marah: Kemudian,
penjelasan, bahwa marah itu, adakah mungkin dihilangkan asalnya dengan latihan
(riadlah) atau tidak ? Kemudian, penjelasan sebab-sebab yang mengobarkan
kemarahan. Kemudian penjelasan pengobatan marah sesudah bergejolaknya.
Kemudian, penjelasan keutamaan menahan kemarahan. Kemudian, penjelasan
keutamaan tidak lekas marah (hilmun). Kemudian, penjelasan kadar perkataan yang
boleh untuk menolong diri dan terobat dari kemarahan. Kemudian, pembicaraan
tentang arti dendam (al-haqd) dan natijah (hasil)nya, keutamaan ma'af dan
kasih sayang. Kemudian, pembicara-
(1) Kata setan itu
diceritakan dalam Al-Qur-an, surah Al-A'raf, ayat 12.
|
145.
|
an mengenai tercelanya dengki, mengenai hakekat
dan sebab-sebab serta pengobatannya. Dan tujuan kewajiban pada
menghilangkannya. Kemudian, penjelasan sebab tentang banyaknya dengki diantara
teman-teman sebaya, kawan-kawan, saudara-saudara dan diantara anak paman dan
famili-famili terdekat.
Dan menguatnya dan sedikitnya pada orang lain
dan melemahnya. Kemudian, penjelasan obat yang meniadakan penyakit dengki dari
hati. Kemudian, penjelasan batas yang wajib pada meniadakan dengki dari hati.
Wa bi'llahit-taufik. Kiranya memperoleh taufiq dari Allah!.
PENJELASAN: tercelanya marah. Allah Ta'ala
berfirman:-
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ
الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى
رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا
أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا
(Idz-ja'alal-ladziina kafaruu fii quluubi
himul-hamiyyata, hamiyyatal-jaahi- liyyati, fa anzalal-laahu sakiinatahu 'alaa
rasuulihi wa 'alal-mu'miniina, wa alza-mahum kalimatat-taqwaa wa kanuu ahaqqa
bihaa waahlahaa). Artinya: "Perhatikanlah ketika timbul dalam hati
orang-orang yang tiada beriman itu, perasaan kebencian (kesombongan) masa
jahiliyah. Maka Allah menurunkan ketenanganNYA kepada RasulNYA dan kepada
orang-orang yang beriman dan menetapkan kalimat taqwa (memelihara diri dari
kejahatan) untuk mereka dan mereka lebih berhak dan patut untuk itu" -
S.Al-Fath, ayat 26.
Tercelanya orang-orang kafir (orang-orang yang
tiada beriman), disebab- kan apa yang diperlihatkan mereka, kesombongan yang
timbul dari kemarahan dengan batil. Dan terpujinya orang-orang mu'min,
disebabkan ketenangan yang diturunkan oleh Allah kepada mereka. Diriwayatkan
Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.:
"Wahai Rasulu'llah ! Suruhlah aku dengan amal pekerjaan dan se-
dikitkanlah !". Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Jangan engkau marah !". Kemudian, orang tadi mengulangi
lagi, lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: "Jangan engkau marah !".(1).
Ibnu 'Umar berkata: "Aku berkata kepada
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.: "Katakanlah kepadaku suatu perkataan dan sedikitkanlah !
Mudah-mudahan aku mema- haminya". Lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Jangan engkau marah !". Maka aku ulangiperkataan tadi dua
kali kepada Rasulu'llah. Tiap-tiap kali yang demikian, beliau kembali kepada
jawaban: "Jangan engkau marah (laa tag-dlab)".(2).
(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan Abu Ya'la dari Ibnu 'Umar,
dengan isnad baik.
|
146.
|
Dari Abdullah bin 'Amr, bahwa ia bertanya
kepada Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.: "Apakah yang melepaskan aku dari kemarahan Allah
?". Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: "Jangan engkau marah !".(1).
Ibnu Mas'ud r,a. berkata: "Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Apakah yang kamu hi- tung membanting pada kamu ?". Lalu
kami jawab: "Yang tidak dibanting oleh orang-orang lain".
Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Tidak demikian. Tetapi yang memiliki (menguasai) dirinya
ketika marah".(2). Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tidaklah orang kuat itu dengan membanting. Sesungguhnya orang
kuat, ialah yang memiliki (menguasai) dirinya ketika marah".(3). Ibnu
'Umar berkata: "Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bgrsabda:-
من كف
غضبه ستر الله عورته
(Man kaffa gha-dlabahu satara'llaahu
'auratahu).
Artinya: "Barangsiapa menahan
kemarahannya, niscaya ditutup oleh Allah auratnya (yang malu diketahui
orang)".(4).
Nabi Sulaiman bin Daud a.s. berkata: "Hai anakku I Jagalah dirimu dari banyak
marah ! Sesungguhnya banyak marah itu meringankan hati orang penyantun".
Dari 'Akramah mengenai firman Allah Ta'ala: (وسيدا
وحصورا Wa sayyidan wa hashuuran).
Artinya: "dan pemimpin dan orang
suci". S.Aali 'Imran, ayat 39. Maka kata 'Akramah, bahwa sayyidan pada
ayat tadi, artinya: orang yang tidak dapat dikalahkan oleh marahnya.
Abu'd-Darda'berkata
قلت يا
رسول الله دلني على عمل يدخلني الجنة قال لا تغضب
(Qultu ya Rasuula'llaah! Dullanii 'alaa 'amalin
yud-khilunial-jannah. Qa- ala: Laa tagh-dlab !).Artinya: "Aku bertanya:
"Wahai Rasulu'llah ! Tunjukkan aku kepada amal yang memasukkan aku ke
dalam sorga !". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: لا تغضب "Jangan engkau marah !".(5).
Yahya berkata kepada Isa a.s.: "Jangan
engkau marah !". Isa menjawab:
(1) Dirawikan Ath-Thabran. dari Abdullah bin
'Amr dan Iain-Iain.
|
(2) Karena kesabaran hatinya itu membantingkan
kemarahannya. Hadits .ini, dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu 'Umar.
|
("5) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dan Ath-Thabrani dari Abid-Darda, dengan isnad baik. –147.
|
"Aku tidak sanggup untuk tidak marah.
Sesungguhnya aku manusia". Kata Yahya lagi: "Jangan engkau menyimpan
harta !". Isa a.s. menjawab: "Ini mudah-mudahan !".
Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: الغضب يفسد الإيمان كما
يفسد الصبر العسل
"Marah itu merusakkan iman, seperti buah pahit me rusakkan madu".(l).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: ما غضب أحد إلا أشفى على جهنم "Tiadalah seseorang itu marah, melainkan mendekatkannya
kepada neraka jahannam".(2).j3k05
Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.:
"Barang apakah yang lebih berat ?". Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Kemarahan Allah!". Orang itu bertanya lagi: "Apakah
yang dapat menjauhkan aku dari kemarahan Allah ?". Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Jangan engkau marah!".(3).
Menurut al-atsar (kata para
shahabat dan orang-orang terkemuka), diantara lain, ialah: Al-Hasan Al-Bashari
berkata: "Hai anak Adam ! Tiap kali engkau marah, maka engkau itu
melompat. Dan hampirlah engkau melompat suatu lompatan, maka jatuhlah engkau
dalam api neraka". Dari Iskandar Zul-karnain dirawikan, bahwa ia bertemu
dengan salah seorang malaikat, lalu ia berkata: "Ajarilah aku suatu
pengetahuan, yang bertambah aku dengan pengetahuan itu, keimanan dan
keyakinan!". Malaikat itu menjawab: "Jangan engkau marah '
Sesungguhnya setan itu lebih berkuasa atas anak Adam, ketika anak Adam itu
marah. Maka tolaklah kemarahan itu dengan menahan marah dan tenangkanlah dia
dengan kasih- sayang!. Jagalah dari tergopoh-gopoh ! Sesungguhnya engkau
apabila tergopoh-gopoh, niscaya engkau telah menyalahkan keuntungan engkau. Hendaklah
engkau itu mudah, lemah-lembut bagi yang dekat dan bagi yang jauh ! Dan
janganlah engkau itu terlalu keras dan keras kepala!". Dari Wahb
bin Munabbih, yang meriwayatkan, bahwa seorang pendeta berada di gerejanya.
Maka setan bermaksud menyesatkannya. Lalu setan itu tidak sanggup. Maka
setan'tersebut datang kepada pendeta tadi, sehingga mendekatinya. Lalu setan
itu berkata kepada pendeta tersebut: "Bukalah !". Pendeta itu tidak
menjawab. Lalu setan itu berkata lagi: "Bukalah ! Sesungguhnya jikalau
aku pergi, niscaya engkau menyesal". Tetapi pendeta itu, tidak juga
menoleh kepada setan itu. Lalu setan tadi berkata: "Sesungguhnya aku ini
Al-Masih !" Maka pendeta itu menjawab: '.'Jikalau engkau Al- Masih, maka
apa yang akan aku perbuat dengan engkau ? Bukankah engkau telah menyuruh kami
beribadah dan bekerja sungguh-sungguh ? Dan engkau menjanjikan kepada kami akan
hari kiamat ? Kalau engkau datang kepada kami.pada hari ini, dengan yang lain,
niscaya kami tiada akan menerimanya dari engkau". Lalu setan itu menjawab:
"Sesungguhnya aku ini setan. Aku bermaksud menyesatkan engkau, lalu aku
tidak sanggup. Maka aku datang kepada engkau, supaya engkau bertanya padaku apa
yang eng kau kehendaki
(1) Dirawikan Ath-Thabrani
dan Al-Baihaqi dari Bahaz bin Hakim, sanad lemah.
|
(2)Dirawikan AI-Bazzar dan
Ibnu 'Uda dari Ibnu Abbas, isnad lemah.
|
(3)Dirawikan Ahmad dari
Abdullah bin 'Amr.
|
148
|
Lalu akan aku terangkan kepada engkau".
Pendeta itu menjawab: "Aku tidak bermaksud bertanya pada engkau
sesuatu". Wahb bin Munabbih meneruskan riwayatnya: maka setan itu
berpaling membelakang. Maka pendeta itu bertanya: "Apakah tidak engkau
dengar ?".
Setan itu menjawab: "Ada !".
Lalu pendeta itu berkata: "Terangkanlah
kepadaku, budi pekerti mana dari anak Adam, yang lebih menolong engkau diatas
mereka ?"
Setan itu menjawab: "Kemarahan ! Bahwa
seseorang apabila marah, maka akan kami balik-balikkan dia, seperti anak-anak
kecil membalik-balikkan bola".
Khaitsamah bin Abdurrahman (seorang tabi'in
yang kepercayaan) berkata: "Setan itu berkata: "Bagaimana anak Adam
dapat mengalahkan aku. Apabila ia rela (setuju), niscaya aku datang, sehingga
aku berada dalam hatinya. Dan apabila ia marah, niscaya aku terbang, sehingga
aku berada pada kepalanya".Ja'far bin Muhammad berkata: "Kemarahan
itu anak kunci semua kejahatan".
Sebahagian orang anshar (orang-orang muslim
Madinah yang membantu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.) berkata: "Kepala kedunguan itu
marah. Panglima kedunguan itu marah. Barangsiapa rela dengan kebodohan, niscaya
ia tidak memerlukan kesantunan. Kesantunan itu hiasan dan kemanfa'atan. Dan
kebodohan itu kekurangan dan kemelaratan. Dan diam daripada menjawab pertanyaan
orang dungu itu, adalah jawabannya".
Mujahid berkata: "Kata Iblis: "Aku tidak dapat
dilemahkan oleh anak Adam. Mereka tidak akan dapat melemahkan aku pada tiga
hal:-
1.Apabila salah seorang mereka mabuk, lalu kami
ambil dengan talinya. maka kami halau dia kemana kami kehendaki. Dan ia bekerja
untuk kami dengan yang kami sukai.
2. Apabila ia marah, niscaya ia berkata dengan
apa yang tiada diketahuinya. Dan ia berbuat dengan apa yang disesalinya.
3.ia kikir dengan apa yang ada dalam tangannya
dan ia bercita-cita (berangan-angan) dengan apa yang tidak disanggupinya".
Ditanyakan kepada seorang ahli hikmah (filosuf): "Apakah yang membuat si
Anu dapat memiliki (menguasai) dirinya?". Filosuf itu menjawab: "Apabila
ia tidak dihinakan oleh nafsu syahwatnya, ia tidak dibanting oleh hawa nafsunya
dan ia tidak dikalahkan oleh kemarahannya". Sebahagian mereka berkata: "Awaslah
dari kemarahan ! Sesungguhnya marah itu membawa engkau berkesudahan kepada
kehinaan meminta ma' af
Ada yang mengatakan: "Jagalah dirimu dari kemarahan,Maka
sesungguhnya kemarahan itu, merusakkan iman, sebagaimana buah pahit merusakkan
madu".
Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: "Perhatikanlah kepada kelemah-lembutan
orang ketika marahnya dan amanahnya ketika rakusnya ! Dan apa yang diajarkannya
engkau dengan kelemah-lembutannya, apabila ia tidak marah. Dan apa yang
diajarkannya engkau dengan amanahnya, apabila ia tidak rakus".
Khalifah Umar bin Abdul-aziz r.a. menulis surat
kepada karyawannya: "Bahwa engkau tidak menghukumkan seseorang, ketika
engkau marah. Maka tahanlah orang itu ! Lalu apabila kemarahan engkau telah
tenang, maka keluarkanlah dia dari tahanan ! Lalu hukumkanlah orang itu
menurut. dosanya. Dan tidak engkau melewati dari limabelas kali cemeti !".
Ali bin Zaid berkata: "Seorang laki-laki dari Quraisy telah berkata begitu
kasar kepada Khalifah Umar bin Abdul-aziz. Lalu Umar menekurkan kepalanya pada
masa yang lama. Kemudian, ia berkata: "Aku bermaksud, bahwa aku dikejutkan
oleh setan, dengan kemegahan kekuasaan. Maka aku memperoleh daripada engkau
pada hari ini, apa yang akan engkau pe- roleh dari padaku pada hari esok".
Sebahagian mereka berkata kepada anaknya: "Hai anakku ! Akal itu tidak tetap
ketika marah, sebagaimana tidak tetap nyawa orang yang hidup pada dapur roti
yang menyalanyala".
Manusia yang paling sedikit marahnya, ialah:
orang yang lebih berakal. Maka jikalau ia untuk dunia, niscaya adalah ia cerdik
dan tipu-daya. Dan jikalau ia untuk akhirat, niscaya adalah ia lemah-lembut dan
berilmu". Ada yang mengatakan: "Marah itu musuh akal dan marah itu
hantu (momok) bagi akal".
Adalah Umar r.a. apabila berpidato, niscaya ia
mengucapkan dalam pidatonya: "Memperoleh kemenangan dari kamu, orang
yang menjaga dirinya dari kerakusan, hawa-nafsu dan kemarahan".
Sebahagian mereka berkata: "Barangsiapa mengikuti nafsu-syahwatnya
dan kemarahannya, niscaya dua hal itu menghalaukannya kepada api neraka".
Al-Hasan Al-Bashari r.a. berkata: "Diantara tanda orang muslim, ialah: kuat
pada keagamaan, hati-hati pada kelunakan, iman pada keyakinan, ilmu pada
kelemah-lembutan, pintar pada berteman, memberi pada kebenaran, sederhana pada
kekayaan, berbaik-baik pada kemiskinan, berbuat baik pada kekuasaan,
menanggung beban pada berteman dan sabar pada kesuka- ran. Ia tidak dikalahkan
oleh marah, tidak dilarikan oleh kesombongan, tidak dikalahkan oleh
nafsu-syahwat, tidak diberi malu oleh perutnya, tidak diringankan oleh
kelobaannya dan tidak dipendekkan oleh niatnya. Maka ia menolong orang yang
teraniaya. Ia kasih sayang kepada orang yang lemah. Ia tidak kikir, tidak
mubazir, tidak royal (berlebih-lebihan) dan tidak terlalu berhemat terhadap
keluarganya. Ia memberi ampunan, apabila ia dianiaya dan memberi ma'af, dari
orang bodoh, dimana dirinya dalam kesusahan dan manusia. Iain dalam
kemewahan".
Orang berkata kepada Abdullah bin Al-Mubarak:
"Terangkanlah kepada kami kesimpulan kebagusan budi-pekerti dalam suatu
kata-kata !". Lalu Abdullah menjawab: "Meninggalkan marah".
Salah seorang nabi berkata kepada orang yang mengikutinya: "Siapayang menjamin kepadaku, bahwa ia
tidak marah, maka ia bersama aku pada tingkatku. Dan ia sesudahku menjadi
khalifahku".
Lalu seorang pemuda dari kaum itu menjawab:
"Aku !". Kemudian nabi itu mengulangi lagi pada pemuda tersebut. Lalu
pemuda itu menjawab: "Aku akan menepati jaminan itu".
Maka tatkala nabi tersebut
meninggal, niscaya pemuda tadi berada pada tingkatnya sesudahnya. Pemuda tadi,
ialah: Dzul-kifli namanya.(1). Ia dinamakan dengan nama tersebut, karena ia
menjamin dengan: marah dan menepatinya. (2).
Wahb bin Munabbih berkata: "Kufur itu
mempunyai empat sendi, yaitu: marah, nafsu-syahwat, bodoh dan loba.
PENJELASAN: hakikat marah.
Ketahuilah, bahwa Allah Ta'ala tatkala
menjadikan hewan ( makluk hidup) yang mendatangkan kepada kerusakan dan
kebinasaan, dengan sebab-sebab dalam tubuhnya dan sebab-sebab diluar tubuhnya,
niscaya Allah Ta'ala mencurahkan ni'mat kepadanya, dengan yang memeliharakannya
dari kerusakan dan yang menolaknya dari kebinasaan, sampai kepada masa yang
dimaklumi, yang disebutkanNYA dalam KitabNYA. Adapun sebab yang didalam, yaitu:
bahwa Allah Ta'ala menyusun kejadian dari panas dan basah.
Dan dijadikanNya diantara panas dan basah itu,
permusuhan dan berlawanan. Maka senantiasalah panas itu menghancurkan basah,
mengeringkan dan menguapkannya. Sehingga bahagian-bahagiannya menjadi uap, yang
naik daripadanya. Maka jikalau tidak disambung dengan basah itu oleh
pertolongan makanan, yang akan menggantikan yang hancur dan yang menguap dari
bahagian-bahagiannya, niscaya hewan itu rusak. Lalu Allah Ta'ala menjadikan
makanan yang sesuai dengan badan hewan. Dan dijadikanNya pada hewan itu, nafsu
keinginan yang menggerakkannya untuk mengambil makanan, seperti diwakilkan
untuk menampalkan apa yang pecah dan menggantikan apa yang rusak. Supaya adalah
yang demikian itu penjaganya dari kebinasaan dengan sebab tersebut.
Adapun sebab-sebab yang di luar, yang didatangi
insan, maka ialah, seperti: pedang, mata tombak dan pembinasa-pembinasa
lainnya yang dimaksudkan. Maka insan itu memerlukan kepada kekuatan dan
kekerasan yang bergelok dari batiniahnya. Maka tertolaklah pembinasa-pembinasa
itu da-
(1) Dzul-kifli, artinya: mempunyai jaminan.
(Pent).
|
(2) Maksudnya: ia menjamin tidak marah dan ia
menepati jaminannya itu.(Pent).
|
151.
|
ripadanya. Maka Allah Ta'ala menjadikan sifat marah itu dari
api. Dan dijadikanNya sifat itu menjadi gharizah (instink) pada insan. Dan diramaskanNya dengan
Iumpurnya. Maka manakala ia terhambat, dari salah satu hajatnya dan salah satu
dari maksudnya, niscaya menyalalah api kemarahannya. Dan api itu berkobar,
yang menjadikan darah hati itu mendidih dan berhamburan pada urat-urat. Dan
meninggi ke bahagian badan sebelah atas sebagaimana menmgginya api. Dan
sebagaimana meningginya air yang dipanaskan dalam periuk.
Maka karena itulah tertuang
kepada muka. Lalu muka dan mata itu merah. Sedang kulit, karena jernihnya,
membayangkan warna merah darah di sebaliknya, sebagaimana kaca membayangkan
warna barang padanya. Sesungguhnya darah itu mengembang, apabila seseorang
memarahi orang di bawahnya dan merasa berkuasa terhadap orang itu. Jikalau
kemarahan itu timbul terhadap orang yang di atasnya dan ia berputus asa untuk
membalas dendam, niscaya terjadilah kekecutan darah dari permukaan kulit,
sampai kepada rongga hati. Dan jadilah ia bergundah hati. Dan karena itulah
warna menjadi kuning.
Dan jikalau kemarahan itu terjadi, terhadap
orang yang sebanding, yang ragu ia padanya, niscaya darah itu bulak-balik
antara kecut dan mengembang. Lalu ia berwarna merah, menguning dan menggeletar.
Kesimpulannya: kekuatan marah itu, tempatnya hati. Dan
artinya: menggelegak darah hati, untuk menuntut balas. Dan kekuatan itu
ditujukan ketika berkobarnya, kepada menolak yang menyakitkan, sebelum
terjadi. Dan kepada kesembuhan dan menuntut balas, sesudah terjadi. Menuntut
balas itu adalah makanan kekuatan tersebut dan keinginannya. Dan pada menuntut
balas itu kesenangannya. Ia tidak tenteram, selain dengan menuntut balas.
Kemudian, sesungguhnya manusia pada kekuatan
ini, terbagi kepada tiga tingkat pada permulaan kejadiannya (fitrahnya): yaitu
dari tafrith, ifrath dan i'tidal.
152
|
Tafrith (sangat berkurang), maka dengan tidak adanya kekuatan ini atau
dengan lemahnya. Dan yang demikian itu tercela. Yaitu, yang dikatakan: bahwa
orang itu tidak mempunyai kepanasan hati.
Dan karena itulah Imam Asy-Syafi'i r.a.
berkata: "Orang yang diperbuat sesuatu untuk marah, lalu ia tidak marah,
maka orang itu keledai"
Orang yang tiada mempunyai sedikit pun kekuatan
marah dan kepanasan hati, maka orang tersebut itu kurang sekali. Allah S.W.T.
menyifatkan shahabat-shahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dengan syiddah (sikap keras) dan kepanasan hati. IA berfirman:-
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
(Muhammadur-rasuulul-Iaahi wal-ladziina
ma'aahu, asyid-daa-u'alal-kuffaa- ri, ruhamaa-u baina-hum).Artinya: "Muhammad
itu Utusan Allah , Dan orang-orang yang beriman dengan dia, bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, bersifat kasih-sayang antara sesama mereka".
S. Al-Fath, ayat 29.
Allah Ta'ala berfirman kepada NabiNYA:-
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ
وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ
(Yaa-ayyuhan-nabiyyu, jaahidil-kuffaara
wal-munaafiqiina, wagh-ludh 'alaihim wa ma'waahum jahannamu wa bi'
-sal-mashiir). Artinya: "Hai Nabi ! Berjuanglah dengan sungguh-sungguh
melawan o rang-orang kafir dan orang-orang munafik (beriman palsu), dan
bersikap keraslah terhadap mereka ! Tempat diam mereka adalah neraka jahannam
dan itulah tempat kembali yang amat buruk".S.At-Tahrim, ayat 9. Sikap
keras dan tegas itu, termasuk diantara bekas-bekas kekuatan kepanasan hati.
Yaitu: marah. –
Adapun ifrath (berlebih-lebihan), yaitu, bahwa
sifat ini (sifat marah) yang tnenang, sehingga ia keluar dari kebijaksanaan
akal, agama dan keta'atan nya.
Dan tidak tinggal lagi bagi manusia itu,
penglihatan hati, pandangan dan pi- kiran. Dan tak ada usaha. Tetapi ia menjadi
dalam bentuk orang yang ter- paksa.
Sebab kemenangan marah itu, beberapa keadaan
gharizah (instink) dan beberapa keadaan kebiasaan (adat kebiasaan). Maka
banyaklah manusia dengan fitrahnya, tersedia untuk cepat marah. Sehingga
seolah-olah bentuk- ,nya pada fitrahnya (kejadiannya) itu, bentuk orang
pemarah. Dan meno- long kepada yang demikian, oleh panas tabiat hati. Karena
marah itu dari api, sebagaimana disabdakan oleh Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(1). Dan sesungguhnya, dinginnya tabiat itu, memadamkan marah dan meme- cahkan
tanda-tandanya.
Adapun sebab-sebab kebiasaan, yaitu: ia
bercampur-baur dengan suatu kaum yang menyombong dengan kesembuhan marah dan
menta'ati marah. Dan mereka menamakan yang demikian itu: keberanian dan
kelaki-lakian. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan: "Aku orang yang
tidak sa- bar atas penipuan dan kemustahilan. Dan aku tidak tanggung sesuatu
urusan dari seseorang". Artinya: "Tak ada akal padaku dan tak ada
kelemah-lembutan". Kemudian disebutkannya dalam mengemukakan kesombongan
dengan kebodohannya. Maka barangsiapa mendengarnya, niscaya melekat pada
dirinya, kebagusan marah dan kesukaan menyerupai dengan kaum
(1) Dirawikan At-Tarmidzi dari Abi Sa'id,
dengan sanad dla'if. Yaitu: marah itu dari api. Dan hadits: bahwa marah itu
dari setan dan setan itu dijadikan dari api.
|
153.
|
tersebut. Maka dengan demikian kuatlah
marahnya. Manakala bersangatan api kemarahan dan kuat menyalanya, niscaya
membutakan yang punya api itu dan menulikannya dari setiap pengajaran. Maka
apabila ia diberi pengajaran, niscaya tidak didengarnya. Bahkan yang demikian
menambahkan kemarahannya. Dan apabila ia memperoleh cahaya dengan nur akalnva
dan ia kembali kepada dirinya, niscaya ia tidak sanggup. Karena nur akalnya
padam dan terus tersapu dengan asap kemarahan. Sesungguhnya tambang fikiran itu
otak. Dan naiklah asap yang gelap ketika bersangatan marah, dari menggelagaknya
darah hati, keotak, yang menguasai tambang-tambang pikiran. Dan kadang-kadang
ia melampaui kepada tambang-tambang perasaan. Lalu matanya gelap, sehingga ia
tidak melihat dengan matanya itu. Dan menghitamlah dunia kepadanya seanteronya.
Dan adalah otaknya seumpama gua, yang menggelegak api didalamnya. Lalu udaranya
hitam dan tempatnya itu panas. Dan sekelilingnya penuh dengan asap. Dan ada
padanya lampu yang lemah sinarnya. Lalu terhapus atau padam
cahayanya. Maka tidak tetap tapak kaki padanya. Tidak terdengar padanya
perkataan. Tidak terlihat padanya suatu bentuk pun. Dan tidak sanggup ia
memadamkannya, baik dari dalam atau dari luar. Akan tetapi sayogialah
bersabar, sampai terbakar semua yang dapat dibakar. Maka begitulah kiranya,
marah itu berbuat dengan hati dan otak. Dan kadang-kadang api kemarahan itu
kuat. Lalu melenyapkan basah, dimana dengan basah itu, hidup hati. Maka
matilah yang punya hati, karena kemarahan. Sebagaimana kuatnya api dalam gua,
lalu gua itu runtuh dan pecah bahagian atasnya, keatas bahagian bawahnya. Dan
yang demikian itu, karena dirusakkan oleh api, kekuatan sekelilingnya, yang
menyikat, yang mengumpulkan bahagian-bahagian gua.
Maka beginilah halnya hati ketika marah. Dan
pada hakikatnya, sebuah perahu dalam hempasan ombak ketika kekacauan angin,
ditengah lautan itu, lebih baik halnya dan lebih besar harapan selamat,
dibandingkan dengan jiwa yang kacau, karena kemarahan. Karena dalam perahu itu
ada orang yang berdaya-upaya menenteramkan dan mengaturkannya. Dan melihat dan
memimpinkannya. Adapun hati, maka dialah yang punya perahu. Dan telah
berguguranlah daya-upayanya. Karena ia dibutakan oleh kemarahan dan
clitulikannya.
Diantara bekas-bekas kemarahan Ini pada zahir,
ialah: berobah warna, kesangatan gementar pada sendi-sendi badan, keluarnya
perbuatan, tanpa tertib dan teratur, kacaunya gerak dan perkataan. Sehingga
lahirlah buih pada tepi mulut, merahlah bijimata, berbaliklah hidung dan berobahlah
bentuk tubuh. Dan
jikalau orang yang sedang marah itu melihat kekejian bentuk nya, ketika sedang
marah, niscaya akan tenang kemarahannya. Karena malu dari kekejian bentuknya
dan perobahan kejadiannya. Dan kekejian batiniyahnya itu lebih besar,
dibandingkan dengan kekejian zahiriyahnya. Sesungguhnya zahiriyah itu, suatu
tanda (alamat) bagi batiniyah. Dan yang pertama-tama, sesungguhnya buruk bentuk
batiniyah. Kemudian, yang kedua berkembang keburukannya kepada zahiriyah. Lalu berobahlah zahiriyah, sebagai buah (hasil
perobahan batiniyah)-Maka bandingkanlah antara buah dengan yang membuahkan.
Maka inilah bekasnya pada tubuh ! Adapun bekasnya pada lidah, maka yaitu:
lancarnya memaki dan berkata keji, dimana orang yang berakal malu daripadanya.
Dan oraig yang me- ngatakannya pun, malu ketika kemarahan sudah menurun. Dan
yang demikian, serta binasanya peraturan dan kacaunya kata-kata. Adapun
bekasnya pada anggota badan, maka, yaitu: pemukulan, penye- rangan, pengoyakan
pakaian, pembunuhan dan pelukaan, ketika mungkin yang demikian, tanpa ambil
pusing. Maka jikalau yang dimarahi itu lari daripadanya atau tidak dapat
dikejar oleh sesuatu sebab dan orang yang marah itu lemah dari kesembuhan
amarahnya, niscaya kemarahan itu kembali kepada yang marah sendiri. Lalu ia
mengoyakkan kainnya sendiri dan menempeleng dirinya. Dan kadang-kadang ia
memukul lantai dengan tangannya. Dan ia berlari-lari, sebagaimana larinya orang
yang terganggu pi- kiran, yang mabuk dan orang yang tercengang keheranan.
Kadang-kadang ia jatuh tersungkur, tidak sanggup lari dan bangkit berdiri,
disebabkan kesangatan marah. Dan menimpa atas dirinya, seperti pingsan.
Kadang-kadang ia memukul barang keras dan binatang. Lalu dipukulnya-umpamanya
- piling diatas lantai. Kadang-kadang dipecahkannya meja makan, apabila ia
marah kepada meja makan. Ia berbuat perbuatan-perbuatan orang gila. Lalu dimakinya
binatang dan benda-benda keras. Dan ditujukannya ucapan kepada benda-benda itu.
Dan dikatakannya: "Sampai kapan ini dari engkau, hai begitu-begitu
!". Seolah-olah ia menujukan pembicaraan kepada yang berakal. Sehingga
kadang-kadang, ia disepak oleh hewan, lalu ia menyepak hewan itu.
Dan ditantangnya hewan tersebut dengan
demikian. Adapun bekasnya pada hati serta orang yang dimarahi, maka, yaitu: dendam,
dengki, menyembunyikan yang buruk, memaki-maki dengan yang jar hat, susah kalau
yang dimarahi senang-gembira, bercita-cita membuka raha- sia, merusakkan tabir
yang menutup hal-hal yang memalukan yang dimarahi, mengejek dan
kekejian-kekejian yang lain dari yang demikian. Inilah buah (hasil) kemarahan
yang bersangatan !
Adapun buah (hasil) kepanasan hati yang lemah,
maka, yaitu: sedikitnya sombong daripada yang disombongkan, daripada
menyinggung kepada mahram (orang yang haram dikawini), istri dan budak wanita
dan me- nanggung kehinaan diperinain-mainkan dengan kezaliman, kecil jiwa dan
kehinaan. Dan itu juga tereela. Karena diantara buahnya (hasilnya) ialah: tiada
cembura terhadap mahram. Dan itu adalah sifat kewanitaan.
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن سعدا
لغيور وأنا أغير من سعد وإن الله أغير مني
(Inna Sa'dan Ia-ghayuurun wa ana agh-yaru min
Sa'din wa innal-laaha agh- yaru minnii).
Artinya: "Sesungguhnya Sa'ad itu
pencemburu dan aku lebih cemburu dari Sa'ad. Dan sesungguhnya Allah lebih
cemburu daripadaku".(l). Sesungguhnya dijadikan cemburu itu, untuk
pemeliharaan keturunan. Jikalau manusia sangat berlapang dada (bertoleransi)
dengan yang demikian, niscaya bercampur-aduklah keturunan. Dan karena itulah
dikatakan: tiap- tiap ummat itu diletakkan cpmburu pada laki-lakinya dan
diletakkan pen- jagaart diri pada kaum wanitanya.
Sebahagian dari lemahnya kemarahan itu,
kelemahan hati dan berdiam diri ketika melihat perbuatan munkar.
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
خير أمتي
أحداؤها
(Khairu ummatii ahiddaa-uhaa).Artinya:
"Sebaik-baik ummatku itu, orang-orang yang paling keras".(2). Ya'ni:
pada agama. Allah Ta'ala berfirman:-
ولا
تأخذكم بهما رأفة في دين الله
(Wa laa
ta'khudzkum bi-himaa rafa tun fii diinil-laah). Artinya: "Janganlah sayang
kepada keduanya (perempuan dan laki-laki yang berzina) dalam menjalankan (hukum)
Allah".S.An-Nur, ayat 2. Bahkan, siapa yang ketiadaan marah, niscaya ia
lemah daripada melatih dirinya. Karena tiada sempurna latihan, selain dengan
mengeraskan kemarahan atas nafsu-syahwat. Sehingga ia marah kepada dirinya,
ketika cen- derung kepada nafsu-syahwat yang keji.
Maka ketiadaan marah itu tercela. Dan
sesungguhnya yang terpuji, ialah marah yang menunggu isyarat (penunjukan) akal
dan agama. Lalu m^rah itu bangkit, ketika wajib kepanasan hati dan padam,
dimana baik kelemah-Iembutan.
Menjaga marah kepada batas sedang
(عتدالi'tidal) itu, ialah: berdiri
lurus (استقامة istiqamah)
yang diberatkan (di-taklif-kan كلف الله) oleh Allah kepada hambaNYA. Yaitu: ditengah-tengah (الوسط wasath)
yang disifatkan oleh Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., dimana
beliau bersabda:
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari
Al-Mughirah.
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi dari
Ali, dengan sanad dla'if.
|
156.
|
خير
الأمور أوساطها
(Khairul-umuuri ausaa-thuhaa).Artinya:
"Sebaik-baik pekerjaan, ialah: yang ditengah-tengahnya".(l).
Maka siapa yang marahnya cenderung kepada
kelesuan, sehingga ia merasa dirinya kelemahan cemburu dan kehinaan diri pada
menanggung kehinaan dan kezaliman pada tidak tempatnya, maka sayogialah ia
mengobati dirinya, sehingga kuatlah marahnya. Dan siapa yang cenderung
marahnya kepada berlebih-lebihan, sehingga menarikkannya kepada sangatnya
berani (at-tahawwur) dan melakukan perbuatan-perbuatan keji, maka sayogialah ia
mengobati dirinya, supaya berkurang dari tanda kemarahan. Dan berdiri diatas
yang tengah-tengah yang benar diantara dua tepi. Maka itulah jalan yang lurus
(ash-shiratul-mustaqim).
Dan jalan itulah yang lebih halus dari sehelai
rambut dan lebih tajam dari pedang. Maka kalau ia lemah daripadanya, niscaya
hendaklah ia mencari kedekatan daripadanya.
Allah Ta'ala berfirman:-
ولن
تستطيعوا أن تعدلوا بين النساء ولو حرصتم فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة
(Wa lan tasta-thii-'uu an ta'diluu bainan-nisaa-i,
wa lau harash-tum, fa laa tamiiluu kullalmaili, fa tadzaruu-haakal-mu'allaqah)
Artinya: "Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil antara
isteri-isterimu,biar kamu sangat ingin (berbuat begitu). Sebab itu, janganlah
kamu terlampau miring (dari yang satu), sehingga kamu biarkan dia sebagai
tergan- tung". S. An-Nisa', ayat 129.
Maka tidaklah tiap-tiap orang yang lemah
daripada berbuat kebajikan seluruhnya, lalu sayogialah berbuat kejahatan
seluruhnya. Tetapi, sebahagian kejahatan itu lebih rendah dari sebahagian. Dan
sebahagian kebajikan itu lebih tinggi dari sebahagian.
Maka inilah hakikat marah dan
tingkat-tingkatnya! Kita meminta pada Allah akan kebaikan taufiq, bagi apa
yang diridlaiNYA. Sesungguhnya DIA amat berkuasa atas apa yang dikehendakiNYA.
(1) Dirawikan Al-Baihaqi
dari Muthrif. hadits mursal.
|
157.
|
PENJELASAN: marah, adakah mungkin dihilangkan
pokoknya dengan latihan atau tidak ?
Ketahuilah, bahwa disangka oleh orang-orang
yang menyangka, bahwa penghapusan marah itu dapat digambarkan secara
keseluruhan. Mereka menda'wakan, bahwa latihan dapat ditujukan kepada
penghapusan marah
Dan dimaksudkan kepadanya. Dan suatu pihak yang
lain menyangka, bahwa marah itu suatu pokok, yang tidak dapat diobati. Dan ini
adalah pendapat orang yang menyangka, bahwa tingkah laku (perangai) itu seperti
kejadian tubuh (bentuk tubuh). Keduanya tidak dapat dirobah. Kedua pendapat
tadi lemah. Tetapi yang benar, ialah, apa yang kami sebutkan. Yaitu, bahwa:
tidaklah kekal manusia itu mencintai sesuatu dan membenci sesuatu. Maka ia
tidak terlepas daripada meradang dan marah. Dan selama bersesuaian dengan dia
sesuatu dan menyalahi dengan dia, sesuatu yang lain, maka tak boleh tidak,
bahwa ia menyukai yang bersesuaian dengan dia dan membenci yang menyalahi
dengan dia. Dan marah itu me- ngikuti yang demikian. Sesungguhnya manusia itu,
manakala diambil daripadanya yang disukainya, niscaya sudah pasti-ia marah.
Dan apabila ditu- jukan kepadanya yang dibencinya, niscaya sudah pasti-ia
marah.
Hanya, apa yang disukai manusia itu terbagi
kepada tiga bahagian:-
Pertama: apa yang penting pada hak umumnya manusia, seperti: makanan,
tempat tinggal, pakaian dan kesehatan badan. Maka siapa yang mau dipu- kul
badannya atau dilukai, maka tidak boleh tidak, ia akan marah. Begitu juga
apabila diambil kainnya, yang menutupi auratnya. Dan begitu pula, apabila ia
dikeluarkan dari rumahnya, yang menjadi tempat tinggalnya. Atau dituangkan
airnya, yang digunakan untuk menghilangkan kehausannya.
Maka semua yang tersebut tadi itu penting.
Tidak terlepaslah manusia, dari kebencian dengan hilangnya. Dan dari pada
meradang (sangat marah) terhadap orang yang menyinggungnya.
Bahagian Kedua: apa yang tidak penting bagi seseorang manusia,
seperti: kemegahan, harta banyak, budak belian, dan binatang ternak. Semua
yang tersebut ini, adalah disukai, menurut kebiasaan. Dan bodoh, dengan
maksudnya hal-hal tersebut. Sehingga, jadilah emas dan perak itu "dicintai
pada diri kedua benda tersebut. Lalu keduanya disimpan dan dimarahi orang yang
mencurinya. Walau pun ia tidak memerlukan emas dan perak itu, pada makanan.
Maka jenis ini, termasuk yang digambarkan,
bahwa: manusia dapat terlepas dari pokok keberangan (kemarahan), kepadanya.
Maka apabila ia mempunyai rum ah yang lebih dari tempat tinggalnya, lalu rumah
itu dibongkar oleh orang zalim, maka bolehlah ia tidak marah. Karena boleh ia
dapat melihat urusan duniawi. Lalu ia menjadi zahid (orang zuhud), mengenai
tambahan dari yang diperlukan. Maka ia tidak marah dengan diambil orang rumah
itu. Karena ia tidak menyukai akan adanya. Dan kalau ia menyukai akan adanya,
niscaya sesungguhnya, dapat dipahami dengan mudah, ia marah dengan diambil
orang rumah tersebut.
Kebanyakan marah manusia itu, pada apa yang
tidak penting (yang tidak merupakan hajat hidup yang vital), seperti:
kemegahan, suaranya didengar orang, mendapat tempat dimuka dalam majlis,
bermegah-megahan dalam
158.
|
ilmu-pengetahuan. Maka orang yang keras
kecintaannya kepada yang tersebut itu, tidak mustahil, ia akan marah, apabila
didesak oleh orang lain yang mendesaknya, pada tempat dimuka dalam
perayaan-perayaan. Dan orang yang tiada menyukai demikian, maka ia tidak
perdulikan, walau pun ia didudukkan pada barisan sandal (barisan terakhir). Ia
tidak marah, apabila orang lain duduk diatasnya.
Kebiasaan yang rendah ini, ialah yang
memperbanyakkan manusia suka dan manusia benci. Lalu membanyakkan marahnya. Dan
manakala kehendak dan nafsu-keinginan itu, lebih banyak, niscaya adalah yang
punya kehendak dan nafsu-keinginan itu, menurun dan mengurang darajatnya. Karena
hajat keperluan itu, adalah suatu sifat kekurangan. Maka manakala ha- iat
keperluan itu banyak, niscaya banyaklah kekurangan. Dan orang bodoh itu selalu
berusaha menambahkan hajat keperluannya dan nafsu-keinginannya. Ia tidak tahu,
bahwa ia membanyakkan sebab dukacita dan kegundahan. Sehingga sampailah
sebahagian orang-orang bodoh, dengan adat-kebiasaan yang rendah dan pergaulan
dengan teman-teman jahat, bahwa ia marah, jikalau dikatakan kepadanya: "Bahwa
engkau tidak pandai main burung dan main catur. Engkau tidak sanggup minum
khamar banyak dan makan makanan banyak". Dan sifat-sifat kehinaan
lain, yang serupa dengan itu.
Maka kemarahan atas jenis ini, tidaklah hal
penting.(hal-dlaruri). Karena menyukainya, tidaklah dlaruri.
Bahagian Ketiga: ialah hal yang menjadi dlaruri pada sebahagian
manusia, tidak pada sebahagian manusia lainnya. Umpamanya: huku pada orang yang
berilmu. Karena ia memerlukan kepada buku itu, lalu ia mencintai- nya. Maka ia
marah kepada orang yang membakar dan yang meneng- gelamkan buku itu dalam air.
Begitu pula alat-alat perusahaan pada seorang pengusaha, yang tidak mungkin ia
memperoleh makanan, selain dengan alat-alat tersebut. Maka sesungguhnya, apa
yang menjadi jalan (wa- silah) kepada yang dlaruri dan yang dicintai, niscaya
menjadi dlaruri dan dicintai. Dan ini berbeda menurut masing-masing orang. Dan
kecintaan yang dlaruri, ialah apa yang diisyaratkan oleh Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dengan sabdanya:
من أصبح آمنا في سربه معافى في بدنه وله قوت يومه فكأنما حيزت له
الدنيا بحذافيرها
(Man ash-baha aa-minan fii sirbihi mu'aafan fii
badanihi wa lahu quutu yaumihi, fa ka-annamaa hiizat lahud-dun-ya
bi-hadzaa-fiirihaa). Artinya: "Barangsiapa merasa am an pada dirinya,
sehat-afiat pada badan- nya dan mempunyai makanan harinya, maka seakan-akan
dikumpulkan dunia dengan seanteronya baginya".(l).
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Ubaidullah bin Muhshin. Kata At-Tirmidzi, hadits ini hasan gharib.
|
159.
|
Orang yang melihat hakikat segala persoalan dan
diserahkan kepadanya tiga hal tadi, niscaya tergambarlah, bahwa ia tiada akan
marah pada lainnya.
Maka inilah tiga perkara! Kami akan menyebutkan
tujuan latihan pada masing-masing daripadanya.
Adapun bahagian pertama, maka tidaklah
latihannya untuk meniadakan kemarahan hati. Akan tetapi, supaya ia sanggup
untuk tidak menta'ati marah. Dan tidak dipakainya marah itu pada zahiriyahnya,
selain pada batas yang disukai oleh Agama dan dipandang baik oleh akal. Dan
yang demikian itu, mungkin dengan mujahadah (bersungguh-sungguh), menanggung
beratnya kelemah-lembutan dan tanggungan, pada suatu tempo. Sehingga
kelemah-lembutan dan tanggungan itu, menjadi budi-pekerti yang mantap.
Adapun mengalihkan pokok kemarahan dari hati,
maka yang demikian itu, tidaklah kehendak tabiat. Dan itu tidak mungkin. Benar,
mungkin memecahkan tandanya dan melemahkannya, sehingga tidak bersangatan
menggelegaknya kemarahan pada batin. Dan berkesudahan lemahnya, sehingga tidak
lahir bekasnya pada muka. Tetapi yang demikian itu berat sekali.
Ini hukum bahagian ketiga juga. Karena apa yang
menjadi dlaruri pada pihak seseorang, maka tidak mencegahnya dari kemarahan,
lantaran orang lain tidak memerlukan kepadanya. Maka latihan padanya itu,
mencegah berbuat dan melemahkan menggelegaknya pada batin. Sehingga tidak bersangatan
merasa pedihnya, bersabar pada yang demikian. Adapun bahagian kedua: maka
mungkin tercapai dengan latihan, sampai kepada terlepas dari kemarahan. Karena
mungkin dikeluarkan kesukaan- nya dari hati. Dan yang demikian itu dengan
diketahui oleh manusia, bahwa tanah airnya itu kuburan dan tempat menetapnya
itu akhirat. Dan sesungguhnya dunia itu, tempat menyeberang, yang akan
diseberangi diatas- nya. Dan dicari perbekalan dari dunia itu, sekadar yang
penting (perlu). Dan dibalik yang demikian itu, adalah bencana pada tanah
airnya dan tempat menetapnya. Maka ia menjadi zahid (orang zuhud) di dunia dan
ter hapus kecintaan dunia, dari hatinya.
Jikalau adalah seorang insan mempunyai seekor
anjing yang tiada dicintainya, niscaya ia tidak marah, apabila anjing itu
dipukul orang. Maka marah itu mengikuti kecintaan.
Dan latihan pada ini, berkesudahan kepada
mengalihkan pokok kemarahan. Dan itu jarang sekali. Dan kadang-kadang latihan
itu berkesudahan kepada mencegah daripada pemakaian kemarahan dan berbuat
dengan yang diwajibkannya. Dan itu lebih mudah.
Kalau anda berkata, bahwa yang penting (yang
dharuri) dari bahagian pertama, ialah: merasa pedih dengan hilangnya barang
yang diperlukan, bukan marah. Maka orang yang mempunyai seekor
kambing-umpamanya dan
160.
kambing itu menjadi makanannya, lalu mati,
niscaya ia tidak akan marah kepada seseorang, walaupun terjadi pada peristiwa
itu, hal yang tidak di-sukainya. Dan tidaklah menjadi hal penting, bahwa
tiap-tiap yang tidak disenangi itu kemarahan.
Sesungguhnya manusia merasa sakit dengan
dibetik dan dibekam dan tidak marah kepada pembetik dan pembekam itu.
Maka orang yang kuat tauhidnya, sehingga ia
melihat segala sesuatu itu tangan Allah dan daripada Allah, maka ia tidak marah
kepada seseorang daripada makhlukNYA. Karena ia melihat mereka terbuat
demikian, dalam genggaman qudrahNYA, seperti pena pada tangan penulis.
Dan orang yang ditanda-tangani oleh raja
memotong lehernya itu, tidak marah kepada pena. Maka ia tidak akan marah kepada
orang yang menyembelih kambingnya, yang menjadi makanannya. Sebagaimana ia
tidak marah atas kematian kambing itu. Karena ia melihat penyembelihan dan
kematian itu daripada Allah 'Azza wa Jalla. Lalu tertolaklah kemarahan
dengan kuatnya tauhid. Dan tertolak juga kemarahan itu, dengan baik sangka
kepada Allah. Yaitu, bahwa: ia melihat, bahwa semua itu dari
Allah. Dan Allah tidak mentaqdirkan baginya, selain yang padanya kebaikan.
Dan kadang-kadapg ada kebaikan itu, pada sakitnya, laparnya, lukanya dan
terbunuhnya. Lalu ia tidak marah, sebagaimana ia tidak marah kepada pembetik
dan pembekam. Karena ia melihat, bahwa kebajikan itu padanya. Lalu kami
mengatakan, bahwa ini atas cara ini, adalah tidak mustahil.
Tetapi kekerasan tauhid sampai kepada batas
ini, sesungguhnya adalah seperti kilat yang menyambar, yang akan keras pada
hal-hal yang disambar. Dan tidak berkekalan. Dan hati itu kembali secara tabiat
kepada yang ditengah-tengah, yang tidak dapat ditolak.
Jikalau tergambarlah selalu yang demikian bagi
manusia, niscaya tergambarlah bagi Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Sesungguhnya adalah beliau itu marah, sehingga merahlah dua biji matanya.(1).
Sehingga beliau berdo'a:
اللهم أنا بشر أغضب كما يغضب البشر فأيما مسلم سببته أو لعنته أو
ضربته فاجعلها مني صلاة عليه وزكاة وقربة تقربه بها إليك يوم القيامة
(Allaahumma ana basyarun agh-dlabu kamaa
yagh-dlabuf-basyaru, fa ayyu- maa muslimin sababtuhu au la'antuhu au
dlarabtuhu, faj-'alhaa minnii sha- laatan 'alaihi wa zakaatan wa qurbatan
tuqarribuhu bihaa ilaika jaumal-qiyaamah).Artinya: "Wahai Allah,
Tuhanku ! Aku adalah manusia pemarah, sebagaimana marahnya manusia. Maka siapa
saja orang muslim, yang aku maki atau aku kutuk atau aku pukul, maka jadikanlah itu daripadaku
sebagai shalat kepadanya, sebagai zakat dan pendekatan, yang mendekatkannya kepada ENGKAU pada hari
kiamat!".(2). Dirawikan
Muslim dari Abu Hurairah
(1) Dirawikan
Muslim dari Jabir.
(2) Dirawikan
Muslim dari Abu Hurairah.
161.
Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash berkata: "Wahai Rasulu'llah ! Tulislah dari
engkau, setiap yang engkau ucapkan pada kemarahan dan kerelaan !" Lalu
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: "Tulislah! Demi Allah yang mengutuskan aku
dengan kebenaran sebagai nabi! Tiadalah keluar dari ini, selain yang
benar". Beliau mengisyaratkan kepada lidahnya. (1).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
tidak mengatakan: "Bahwa aku tidak marah". Akan tetapi beliau mengatakan:
"Bahwa kemarahan itu tidak mengeluarkan aku dari kebenaran".
Artinya: "Aku tidak berbuat, dengan yang dimestikan oleh kemarahan!'
Pada suatu kali 'A isyah r.a. marah. Lalu
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda kepadanya: "Apakah engkau ini, datang setan
engkau kepada engkau ?". 'Aisyah r.a. menjawab: "Apakah bagi engkau
setan ?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab:
بلى ولكني
دعوت الله فأعانني عليه فأسلم فلا يأمرني إلا بالخير
(Balaa, walaakinnii da'autullaaha fa-a'aanii
'alaihi, fa-as-lama, fa laa ya'- murunii, illaa bil-khair).
Artinya: "Ya !". Tetapi aku berdo'a
kepada Allah, lalu IA menolong aku atas setan. Maka setan itu menyerah, lalu
tidak menyuruh aku, selain dengan kebajikan ".(2 Dirawikan Muslim dari
Aisyah.).
Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
tidak mengatakan
"Tak ada setan bagiku". Dan yang beliau maksudkan: setan kemarahan.
Akan tetapi beliau mengatakan: "Ia tidak membawa aku kepada
kejahatan".
Ali r.a. berkata: "Adalah Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
tidak marah karena dunia. Apabila beliau menjadi marah oleh kebenaran, niscaya
tiada seorang pun yang mengenalinya. Dan tiada bangun sesuatu karena
kemarahannya, sehingga beliau memperoleh kemenangan untuk kebenaran
itu".(3 Dirawikan At-Tirmidzi dari Ali r.a). Maka adalah Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
marah diatas kebenaran. Dan jikalau kemarahannya itu karena Allah, maka pada
umumnya berpaling kepada yang ditengah-tengah. Bahkan setiap orang yang marah
kepada orang yang mengambil makanannya yang penting dan keperluannya, yang
tidak boleh tidak pada agamanya, maka sesungguhnya orang itu marah karena
Allah. Dan tidaklah mungkin terlepas daripadanya.
Benar, kadang-kadang pokok kemarahan itu tak
ada pada apa yang dlaruri, apabila hatinya sibuk, dengan hal dlaruri yang lebih
penting daripadanya. Maka tidak adalah dalam hati itu, tempat yang lebih luas
bagi kemarahan, karena sibuknya hati dengan yang lain. Maka sesungguhnya
tenggelamnya hati dengan sebahagian kepentingan itu, mencegah ia merasa dengan
yang
(1) Dirawikan
Abu Daud dari Abdullah bin 'Amr.
(2) Dirawikan
Muslim dari Aisyah.
(3) Dirawikan
At-Tirmidzi dari Ali r.a.
162.
Iain. Dan ini, adalah seperti Salman Al-Farisi
r.a. tatkala ia dimaki orang, lalu menjawab: "Jikalau ringanlah timbangan
amalanku, maka aku itu lebih jahat daripada yang engkau katakan. Dan jikalau
beratlah timbangan amalanku, niscaya tidak mendatangkan melarat akan aku, oleh
apa yang engkau katakan".
Sesungguhnya perhatian Salman waktu itu terarah
kepada akhirat. Maka tiada membekas hatinya dengan makian.
Begitu pula, Ar-Rabi' bin Khaitsam dimaki
orang. Lalu ia menjawab: "Hai saudara ini ! Sesungguhnya Allah telah
mendengar perkataan engkau. Sesungguhnya dimuka sorga itu sebuah jalan.
Jikalau aku dapat memotongnya, niscaya tidak mendatangkan melarat bagiku oleh
apa yang engkau katakan. Dan jikalau aku tidak dapat memotongnya, maka adalah
aku itu lebih jahat daripada yang engkau katakan".
Seorang laki-laki memaki Abubakar r.a. Lalu
beliau menjawab: "Apa yang ditutup oleh Allah dari penglihatan engkau itu
lebih banyak". Maka sea- kan-akan beliau sedang sibuk memperhatikan
keteledoran dirinya, daripada bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
dan mengenalNya dengan sebenar-benar ma'rifah. Maka tidak membawa ia marah oleh
singgungan orang lain akan dirinya dengan kekurangan. Karena ia telah melihat
kepada dirinya akan kekurangan itu. Dan yang demikian, karena keagungan
darajatn'ya.
Seorang wanita berkata kepada Malik bin Dinar
Al-Bashari: "Hai orang ria ".
Lalu Malik menjawab: "Tiada yang mengenai
aku, selain engkau". Adalah seolah-olah Malik itu sedang sibuk, meniadakan
dari dirinya bahaya ria. Dan menentang kepada dirinya, akan apa yang
dicampakkan oleh setan kepadanya.
Maka ia tidak marah terhadap apa yang
dilekatkan kepadanya. Seorang laki-laki memaki Asy-Sya'bi. Lalu Asy-Sya'bi
menjawab: "Jikalau engkau benar, maka kiranya Allah mengampunkan dosaku.
Dan jikalau engkau dusta, maka kiranya Allah mengampunkan dosa engkau".
Maka kata-kata tadi menunjukkan pada zahiriyahnya, bahwa mereka itu tidak
marah. Karena kesibukan hati mereka dengan kepentingan agama. Dan mungkin,
bahwa yang demikian itu sudah membekas pada hati mereka. Akan tetapi, mereka
tidak Sibuk dengan yang demikian, Dan mereka sibuk, dengan apa yang lebih
mengeras pada hati mereka. Jadi, kesibukan hati dengan sebahagian kepentingan
itu, tidak jauh, untuk mencegah bergeloknya kemarahan, ketika hilang sebahagian
yang dicintai. Jadi tergambarlah hilangnya kemarahan: adakalanya disebabkan
kesibukan hati dengan suatu kepentingan atau dengan kerasnya perhatian kepada
tauhid. Atau dengan sebab ketiga, yaitu: bahwa ia mengetahui, sesungguhnya
Allah menyukai, bahwa ia tidak marah. Maka dipadamkan oleh kesangatan cintanya
kepada Allah, akan .kemarahannya. Dan yang demikian itu tidak mustahil pada
hal-hal yang jarang terjadi.
163.
Sesungguhnya dengan yang tersebut diatas, anda
telah mengetahui, bahwa jalan untuk terlepas dari api kemarahan, ialah: menghapuskan
kecintaan dunia dari hati.
Dan yang demikian, dengan mengetahui bahaya
dunia dan tipu-dayanya, sebagaimana akan datang penjelasan pada "Kitah
Tercelanya Dunia". Dan orang yang mengeluarkan dari hatinya, kecintaan
hal-hal yang berlebihan (hal-hal yang tidak perlu), niscaya ia terlepas dari
kebanyakan sebab-sebab kemarahan. Dan apa yang tidak mungkin dihapuskan itu,
mungkin dipe cahkan dan dilemahkan. Lalu lemahlah kemarahan dengan sebab yang
demikian. Dan mudahlah menolaknya.
Kita bermohon kepada Allah, akan kebagusan
taufiq, dengan kasih-sayang dan kemurahanNYA. Sesungguhnya DIA mahakuasa atas
tiap sesuatu. Dan segala pujian bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
PENJELASAN: sebab-sebab yang mengobarkan
kemarahan.
Anda sudah mengetahui, bahwa pengobatan
tiap-tiap penyakit itu memo- tong bendanya (maddahnya) dan menghilangkan
sebab-sebabnya. Maka tak dapat tidak, daripada mengetahui sebab-sebab
kemarahan. Bertanya Yahya kepada nabi Isa a.s.: "Barang apakah yang lebih
berat?" Isa a.s. menjawab: "Kemarahan Allah Ta'ala!"
Yahya bertanya lagi: "Apakah yang
mendekati dengan kemarahan Allah?". Isa a.s. menjawab: "Yaitu, bahwa
engkau marah".
Yahya bertanya pula: "Apakah yang
melahirkan kemarahan dan apakah yang menumbuhkannya ?".
Isa a-s. menjawab: "Tekebur, keangkuhan,
merasa diri lebih mulia dan kepanasan hati".
Sebab-sebab yang mengobarkan kemarahan itu,
ialah: merasa kemegahan diri (zahwun), 'ujub (mengherani diri), suka bersenda
gurau, bermain-main, mengejek, memalukan orang, suka bermusuhan, berlawananK
menyalahi janji, sangat loba kepada berlebihan harta dan kemegahan. Semua yang
tersebut diatas, adalah budi-pekerti jelek yang tercela pada Agama. Dan tidak
akan terlepas dari kemarahan, serta tetapnya sebab-sebab tersebut. Maka tidak
boleh tidak, daripada menghilangkan sebab-sebab tadi dengan lawan-lawannya.
Maka sayogialah anda mematikan perasaan
kemegahan diri, dengan perasaan rendah diri (tawadlu'). Dan anda mematikan
sifat 'ujub (mengherani diri) dengan anda mengenai diri anda sendiri, sebagaimana
akan datang penjelasannya pada "Kitab Tekebur Dan 'Ujub". Anda
menghilangkan sifat membanggakan diri, dengan anda merasa, bahwa anda sejenis
dengan budak anda. Karena manusia itu dikumpulkan pada keturunan oleh satu bapa
(Adam a.s.). Hanya mereka berbeda dalam pecahan-pecahan tentang
164.
kelebihan. Maka anak Adam itu adalah satu
jenis. Dan kesombongan itu, i- alah dengan kelebihan-kelebihan. Sombong, 'ujub
dan tekebur itu sifat kehinaan yang paling besar. Dan itu adalah pokok dan
kepalanya. Apabila sifat-sifat itu tidak terlepas dari engkau, maka tiada
kelebihan engkau atas orang lain. Maka mengapakah engkau menyombongkan, pada
hal engkau adalah dari jenis budak engkau, dari segi bentuk tubuh, keturunan
dan ang- gota badan, lahiriyah dan batiniyah?
Adapun bersenda-gurau, maka anda dapat
menghilangkannya dengan me- nyibukkan diri dengan kepentingan-kepentingan
agama, yang menghabis- kan umur. Dan anda utamakan dari bersenda-gurau, apabila
anda mengetahui yang demikian.
Adapun bermain-main, maka engkau dapat
menghilangkannya dengan kesungguhan mencari keutamaan, budi-pekerti yang baik
dan pengetahuan keagamaan, yang menyampaikan engkau kepada kebahagiaan akhirat.
Adapun mengejek, maka engkau dapat menghilangkannya, dengan pemuli- aan, dari pada
menyakitkan manusia dan dengan menjaga diri daripada engkau diejekkan orang.
Adapun memalukan orang, maka dengan menjaga
dari perkataan keji dan menjaga diri dari kepahitan jawaban.
Adapun kesangatan loba kepada kelebihan
kehidupan, maka engkau dapat hilangkan dengan sifat merasa cukup (qana'ah),
sekadar darurat (perlu), karena mencari kemuliaan sifat tidak memerlukan kepada
sesuatu (al - is- tighna') dan mengangkatkan diri dari kehinaan banyak
keperluan. Setiap budi-pekerti dari budi-pekerti ini dan sifat dari sifat-sifat
ini, memerlukan pada pengobatannya, kepada latihan dan menanggung kesukar- an.
Dan hasil latihannya itu kembali kepada mengenai tipu-dayanya. Supaya diri
benci dari padanya dan lari daripada kekejiannya. Kemudian, rajin (muwadhabah)
kepada melaksanakan lawannya pada jangka waktu yang panjang. Sehingga
disebabkan kebiasaan, menjadi sifat yang jinak dan mu- dah bagi diri.
Apabila sifat-sifat itu terhapus dari diri,
maka sucilah dia dan bersih dari sifat-sifat kehinaan tersebut. Dan terlepas
pula dari kemarahan yang terjadi daripadanya.
Diantara penggerak yang sangat keras kepada
kemarahan, pada kebanyak- an orang-orang bodoh, ialah: penanaman mereka
kemarahan itu dengan: keberanian, kelaki-lakian, kemuliaan diri dan tinggi
cita-cita (kemauan). Dan penggelarannya dengan gelar-gelar (laqab) terpuji,
karena kedunguan dan kebodohan. Sehingga cenderunglah diri kepadanya dan
memandang- nya baik. Dan kadang-kadang dikuatkan yang demikian, dengan ceritera
kesangatan marah orang-orang besar, dalam mengemukakan pujian dengan
keberanian. Dan diri manusia itu cenderung untuk menyerupai dengan o-
rang-orang besar. Lalu menggelegaklah kemarahan kepada hati, disebabkan yang
demikian.
165.
Penamaan yang tersebut itu kemuliaan diri dan
keberanian, adalah bodoh. Bahkan itu, adalah penyakit hati dan kekurangan akal.
Dan itu adalah karena kelemahan dan kekurangan diri. Dan suatu tanda, bahwa
itu karena kelemahan diri, bahwa orang sakit lebih lekas marah dari orang
sehat. Dan wanita lebih lekas marah dari laki-laki. Dan anak kecil, lebih lekas
marah dari orang besar. Dan orang tua yang lemah, lebih lekas marah dari orang
tua biasa. Orang yang berbudi-pekerti jelek dan sifat-sifat kehinaan yang
buruk, lebih lekas marah dari orang yang mempunyai sifat-sifat keutamaan. Orang
yang bersifat jelek itu marah, karena nafsu-keinginannya, apabila ia kehilangan
sesuap makanan. Dan karena kekikirannya, apabila ia kehilang- an sebiji
buah-buahan. Sehingga ia marah kepada keluarganya, anak dan teman-temannya.
Akan tetapi, orang kuat, ialah orang yang memiliki (menguasai) diri ketika
marah, sebagaimana sabda Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.:
ليس
الشديد بالصرعة إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب
(Laisasy'syadiidu bish-shura'ati,
inna-masysyadiidul-ladzii yamliku nafsa- hu 'indal-ghadlabi).
Artinya: "Tidaklah orang kuat
itu,dengan membanting. Sesungguhnya orang kuat, ialah orang yang memiliki
(menguasai) diri ketika marah".(1).
Akan tetapi, sayogialah diobati orang bodoh
tersebut, dengan dibacakan kepadanya, ceritera-ceritera orang yang lemah lembut
dan pema'af. Dan apa yang dipandang baik dari mereka, tentang menahan
kemarahan. Sesungguhnya yang demikian itu dinukilkan dari nabi-nabi, wali-wali,
para ahli hikmah (filosuf-filosuf), alim-ulama dan raja-raja besar yang utama.
Dan lawan yang demikian itu, dinukilkan dari orang-orang Kurdi, orang-orang
Turki, orang-orang bodoh dan orang-orang dungu, yang tiada berakal dan tiada
mempunyai sifat kelebihan.
(1) Hadits ini sudah diterangkan dahulu.
166.
PENJELASAN:
obat marah sesudah berkobarnya.
Apa yang sudah kami sebutkan itu, ialah:
melenyapkan bahan-bahan (maddah) kemarahan dan memotong sebab-sebabnya.
Sehingga ia tidak berko- bar. Apabila telah berlaku sesuatu sebab yang
mengobarkan kemarahan, maka ketika itu haruslah bersikap tetap.
Sehingga orang marah tersebut, tidak terbawa
berbuat kepada cara tercela. Sesungguhnya kemarahan itu diobati ketika
berkobar, dengan azimat ilmu dan amal.
Adapun
ilmu, maka enam perkara:-
Pertama: bahwa ia bertafakkur pada ceritera-ceritera yang akan kami bentangkan,
tentang keutamaan manahan kemarahan, memberi ma'af, lemah- lembut dan
menanggung perasaan,Ialu ia gemar pada pahalanya. Maka ia dicegah oleh
kesangatan ingin kepada pahala menahan kemarahan, daripada kembali kepada
marah dan membalas dendam. Dan terpadamlah daripadanya kemarahan.
Malik bin Aus bin Al-Hadtsan berkata:
"Umar r.a. marah kepada seorang laki-laki dan ia menyuruh memukulnya. Lalu
aku menjawab: "Hai Amirul- mu'minin !
خذ العفو
وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
(Khudzil -'afwa wa4mur bil-'urfi wa
a'ridl-'anil-jaahiliin). Artinya: Berilah ma'af, suruhlah yang baik dan
berpalinglah dari orang-orang bodoh!". (Al-A'raf, 199). Maka 'Umar
menjawab: "Berilah ma'af, suruhlah yang baik dan berpalinglah dari
orang-orang bodoh !".(1).
Maka Umar r.a. memperhatikan pada ayat tadi.
Dan ia berdiri disisi Kitab Allah Al-Qur-an, manakala dibacakan kepadanya, yang
banyak renungan padanya. Maka ia renungkan. Dan laki-laki tadi dilepaskannya.
Umar bin Abdul-aziz r.a. menyuruh pukul seorang
laki-laki.
Kemudian, laki-laki itu membaca firman Allah
Ta'ala
والكاظمين
الغيظ
(Wal-kaadhi-mii nal-qhaidh a).Artinya: "
dan yang sanggup menahan marahnya".S.Ali 'Imran, ayat134.
Lalu 'Umar berkata kepada sahayanya: "Lepaskan orang itu !".
Kedua: bahwa ia menakutkan dirinya dengan siksaan Allah. Yaitu, bahwa ia
mengatakan: "Kekuasaan Allah atas diriku itu, lebih besar dari
kekuasaanku atas manusia ini. Jikalau aku teruskan kemarahanku kepadanya,
niscaya aku tidak merasa aman, bahwa Allah akan meneruskan amarah- NYA kepadaku
pada hari kiamat. Aku lebih memerlukan kepada kema' afan".
Allah Ta'ala berfirmani pada sebahagian
Kitab-kitab Lama: يا ابن آدم اذكرني حين تغضب أذكرك حين أغضب فلا أمحقك فيمن
أمحق وبعث "Hai anak Adam ! Ingatlah kepadaKU ketika
engkau marah, niscaya AKU akan ingat kepadamu ketika AKU marah. Maka AKU tiada
akan menghapuskan engkau, dalam golongan orang yang akan AKU hapuskan".
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. mengutus seorang budak kecil untuk suatu keperluan. Lalu budak
tersebut, lambat sekali kembali. Maka tatkala ia datang, lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(1)
Jawabannya itu, sesuai dengan ayat 199, surat Al-A'raf di atas.
167.
لولا
القصاص لأوجعتك
(Laulal-qishaashu la-auja'tuka).
Artinya: "Jikalau tidaklah karena qishash
(siksa atau ambil bela), niscaya aku sakiti engkau". (1). Artinya: qishash
pada hari kiamat.
Dikatakan, bahwa pada tiap-tiap raja Bani
Israil, ada padanya seorang ahli hikmah (filosuf). Apabila raja itu marah, lalu
filosuf tersebut memberikan kepadanya selembar kertas, yang isinya:
"Kasihanilah orang miskin! Taku tilah mati! Dan ingatilah akhirat !. Maka
raja itu membacanya, sehingga tenanglah kemarahannya.
Ketiga: ia mengingatkan dirinya akan akibat permusuhan, pembalasan dendam,
persiapan musuh untuk menghadapinya, usaha menghancurkan. maksud-maksudnya dan
perasaan suka dengan mala-petaka yang menimpainya. Dan ia tidak akan terlepas
dari mala-petaka itu. Maka ia menakutkan dirinya dengan segala akibat
kemarahan di dunia, jikalau ia tidak takut dari akhirat.
Dan ini kembali kepada penguasaan nafsu-syahwat
atas kemarahan. Dan ini tidaklah termasuk amal akhirat dan tiada pahala
padanya. Karena ia bu- lak-balik atas keberuntungannya yang segera, yang
didahulukannya sebahagian dari sebahagian. Kecuali bahwa yang ditakutinya itu,
mengacaukan- nya didunia, akan perhatiannya kepada ilmu dan amal dan tiada
menolongnya kepada akhirat. Maka ia diberi pahala pada yang demikian.
Keempat: bahwa ia berpikir tentang buruk bentuknya ketika marah, dengan
diingatinya bentuk orang lain waktu sedang marah. Dan ia berpikir tentang
kejinya marah pada dirinya. Dan penyerupaan orang yang marah itu, seperti
anjing galak dan binatang buas yang menerkam. Dan penyerupaan orang yang
lemah-lembut, yang tenang, yang meninggalkan kemarahan, dengan nabi-pabi,
wali-wali, alim-ulama dan ahli-ahli hikmat (filosuf-fi- losuf). Dan ia
memilihkan dirinya, antara menyerupakan dengan anjing-an- jing,
binatang-binatang buas dan manusia-manusia hina dan antara menyerupakan dengan
alim-ulama dan nabi-nabi pada adat-kebiasaan mereka. Supaya dirinya cenderung
kepada menyukai mengikuti jejak mereka, kalau masih ada padanya sisa akal.
Kelima: bahwa ia berpikir mengenai sebab yang membawanya kepada pembalasan
dendam dan mencegahnya dari penahanan marah. Dan tak boleh tidak, bahwa ada
sebabnya. Umpamanya: kata setan kepadanya: "Bahwa ini membawa engkau
kepada kelemahan, kekecilan jiwa, kerendahan dan kehinaan. Dan engkau menjadi
orang hina pada pandangan manusia". Maka hendaklah ia mengatakan kepada
dirinya: "Alangkah mengherankan
(l)
Dirawikan Abu Yu'Ia dari Ummi Salmah, dengan sanad dla'if.
168.
engkau ini! Engkau melepaskan diri dari
tanggungan sekarang dan engkau tidak melepaskan diri dari kehinaan hari kiamat
dan terbukanya kekurangan diri, apabila diambilkan ini, dengan tangan engkau
dan diambil balas dendam dari engkau. Engkau jaga diri engkau daripada
dipandang kecil oIeh mata manusia dan engkau tidak menjaga dipandang kecil
disisi Allah,, malaikat-malaikat dan nabi-nabi".
Manakala kemarahan itu ditahan, maka sayogialah
menahannya karena Allah. Dan yang demikian, membesarkannya disisi Allah. Maka
apalah bagi- nya dan bagi manusia lain! Dan kehinaan orang yang menganiayainya
di hari kiamat itu, lebih berat daripada kehinaannya, kalau ia membalas dendam
sekarang. Apakah ia tidak suka, bahwa ia yang berdiri, apabila dipanggil pada
hari kiamat: "Hendaklah bangun berdiri orang yang pahala-nya atas
Allah!". Lalu tiada yang berdiri, kecuali orang yang mema'afkan. Maka ini
dan contoh-contoh lain yang seperti ini, dari ma'rifah keimanan, sayogialah
bahwa ia menetapkannya dalam hatinya. Keenam: bahwa ia mengetahui kemarahannya
dari ke ta'jubannya (keheranannya kepada diri sendiri) itu, dari berlakunya
sesuatu bersesuaian dengan kehendak Allah, tidak atas kesesuaian kehendaknya
sendiri. Maka ba- gaimana ia mengatakan: "Kehendakku lebih utama dari
kehendak Allah ?". Dan hampirlah kemarahan Allah kepadanya itu, lebih
besar daripada kemarahannya.
Adapun amal-perbuatan, maka engkau bacakan
dengan lidah engkau:
أعوذ
بالله من الشيطان الرجيم
"A'uudzu bi'llaahi
mina'sy-syaithaani'r-rajiirn (aku berlindung denga Allah, dari setan yang
terkutuk)".
Beginilah disuruh oleh
rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. untuk dibacakan ketika marah.(1). "Adalah Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
apabila 'A isyah marah, rnemegang hidungnya, seraya bersabda:
يا عويش قولي اللهم رب النبي محمد اغفر لي ذنبي وأذهب غيظ قلبي وأجرني
من مضلات الفتن
(Yaa
'Uwaisyu! Quuli 1-laahumma rabbannabiyyi Muhammadinigh-firlii dzanbii, wa
adz-hib ghaidha qalbii wa-ajirnii min mudlillaatil fitan). Artinya: "Hai
'Uwaisy ! Berdo'alah: "Wahai Allah, Tuhanku, Tuhan Nabi Muhammad!
Ampunlah bagiku dosaku ! Hilangkanlah kemarahan hatiku dan lepaskanlah aku dari
fitnah-fitnah yang menyesatkan !".(2 Dirawikan oieh Ibnus-Sinni
dari .'Aisyah). Maka disunatkan engkau membaca yang demikian. "Kalau
kemarahan itu tidak hilang dengan demikian, maka duduklah, jikalau engkau
sedang berdiri- Dan berbaringlah, jikalau engkau sedang duduk ! Dan dekatilah
dengan bumi, dimana, dari bumi itu engkau dijadikan. Supaya engkau keta-
(1) Dirawikan
Al-Bukhari dan, Muslim, dari Sulaiman bin Sharad.
(2) 'Uwaisy itu panggilan 'A'isyah. dengan tashghir (seperti kalau
dalam b. Belanda untuk Nur, dipanggil: Nuriy'e). Dirawikan oieh Ibnus-Sinni
dari .'Aisyah.
169.
hui dengan demikian, akan
kehinaan diri engkau. Dan carilah dengan du- duk dan berbarmgitu, akan
ketenangan, Sesungguhnya sebab kemarahan itu panas. Dan sebab panas itu
bergerak. Maka Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:-
إن الغضب جمرة توقد في القلب
Innal-gha-dlaba jamratun
tuuqadu fil-qalbi, a-lam tarau ilan-tifaakhi au- daajihi wa humrati 'ainaihi ?
Fa idzaa wajada ahadukum mindzaalika syai- an, fa-in kaana qaa-iman falyajlis
wa in kaana jaalisan, fal-yanam). Artinya: "Bahwa marah itu sepotong api
yang dinyalakan dalam hati. Tidakkah engkau melihat kepada mengembung urat-urat
lehernya dan merah kedua matanya ?. Maka apabila salah seorang kamu mendapati
sesuatu dari yang demikian, maka jikalau ia sedang berdiri, maka hendaklah ia
duduk. Dan jikalau ia sedang duduk, maka hendaklah ia tidur!" (l).
Maka jikalau ia senantiasa
yang demikian, maka hendaklah ia ber-wudlu' dengan air dingin atau ia mandi.
Sesungguhnya api itu, tidak akan padam, selain oleh air. Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: -
إذا غضب أحدكم فليتوضأ بالماء فإنما الغضب من النار
(Idzaa gha-dliba ahadukum fal-yatawadl-dla'
bil-maa-i. Fa innamal-gha-dla- bu minan-naar).
Artinya: "Apabila marah seseorang kamu,
maka hendaklah ia mengambil wudlu' dengan air ! Maka sesungguhnya marah itu
dari api-'. (2).
Pada suatu riwayat:
إن الغضب
من الشيطان وإن الشيطان خلق من النار وإنما تطفأ النار بالماء فإذا غضب أحدكم
فليتوضأ
(Innal-ghadlaba minasy-syaithaani wa
innasysyaithaana khuliqa minan-naari wa innamaa tuth-fa-un-naaru bil-maa-i, fa
idzaa gha-dliba ahadu-kum fal- yata-wadl-dla').Artinya: "Bahwa kemarahan
itu dari setan dan setan itu dijadikan dari api. Dan api itu dipadamkan dengan
air. Maka apabila marah seseorang kamu, maka hendaklah ia mengambil
wudlu". Ibnu Abbas berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(1) Dirawikan At-Tirmidzi
dari Abi Sa'id.
(2) Dirawikan Abu Daud dari
'Athiyah As-Sa'di.
وإذا غضبت
فاسكت
(Idzaa ghadlibta fas-kut).
Artinya: "Apabila engkau marah, maka
diamlah !".(1).
Abu Hurairah berkata: "Adalah Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. apabila
marah dati beliau sedang berdiri, niscaya beliau duduk. Dan apabila marah dan
beliau sedang duduk, niscaya beliau berbaring. Maka hilanglah
marahnya".(2).
Abu Sa'id Al-Khudri berkata: "Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Ketahuilah, bahwa marah itu sepotong api dalam hati anak
Adam. Apakah tidak kamu melihat kepada kemerahan dua matanya dan mengembung
urat-urat lehernya ? Maka barangsiapa mendapatkan sesuatu dari yang demikian,
maka hendaklah ia melekatkan pipinya dengan bumi".(3). Dan ini
adalah isyarat kepada sujud Menetapkan anggota-anggota badan yang termulia pada
tempat-tem pat yang terhina.
Yaitu: tanah, untuk dirasakan oleh diri akan
kehinaan. Dan menghilangnya dengan demikian, keagungan dan kebanggaan, yang
menjadi sebabnya kemarahan.
Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Umar r.a.
marah. Lalu beliau meminta air dan terus berkumur-kumur, seraya berkata:
"Bahwa marah itu dari setan. Dan ini (air) menghilangkan marah".
Urwah bin Muhammad berkata: "Tatkala aku
ditugaskan di Yaman, lalu ayahku bertanya kepadaku: "Apakah engkau sudah
diangkat menjadi wali negeri (gubernur)?".
Aku menjawab: "Ya !". Maka beliau
berkata: "Apabila engkau marah maka pandanglah ke langit diatas engkau
dan ke bumi dibawah engkau! Kemudian, agungkanlah KHALIQ langit dan bumi itu
!". Diriwayatkan, bahwa: "Abu Dzar berkata kepada seorang laki-laki:
"Ya ibna!-hamra-(Hai anak wanita merah)!", dimana ada permusuhan
diantara Abu Dzar dan laki-laki itu. Lalu berita itu sampai kepada Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Maka beliau bertanya:
يا أبا ذر
بلغني أنك اليوم عيرت أخاك بأمه
(Yaa Abaa Dzarr! Balaghanii annakal-yauma
'ayyarta akhaaka bi-ummih). Artinya: "Hai Abu Dzar! Sampai kepadaku
berita, bahwa engkau pada hari ini, engkau hinakan saudara engkau dengan
menyebut ibunya". Abu Dzar lalu menjawab: "Ya, benar !",
Maka pergilah Abu Dzar, untuk meminta kerelaan
temannya (orang yang dihinakannya) itu. Maka laki-laki itu mendahuluinya
memberi salam kepada Abu Dzar.
(1) Dirawikan Ahmad, Al-Baihaqi dan lain-lain
dari Ibnu Abbas.
(2)
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Hurairah.
(3")
Dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Sa'id Al-Khudri dan katanya, hadits hasan.
171.
Lalu Abu Dzar menerangkan yang demikian kepada
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Ma-
hui dengan demikian, akan kehinaan diri engkau.
Dan carilah dengan duduk dan berbaringitu, akan ketenangan. Sesungguhnya sebab
kemarahan itu panas. Dan sebab panas itu bergerak. Maka Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
ber- sabda:-
إن الغضب جمرة توقد في القلب
(Innal-gha-dlaba jamratun tuuqadu fil-qalbi,
a-lam tarau ilah-tifaakhi au- daajihi wa humrati 'ainaihi ? Fa idzaa wajada
ahadukum mindzaalika syai- an, fa-in kaana qaa-iman falyajlis wa in kaana
jaalisan, fal-yanam). Artinya: "Bahwa marah itu sepotong api yang
dinyalakan dalam hati. Tidakkah engkau melihat kepada mengembung urat-urat
lehernya dan merah kedua matanya ?. Maka apabila salah seorang kamu mendapati
sesuatu dari yang demikian, maka jikalau ia sedang berdiri, maka hendaklah ia
duduk. Dan jikalau ia sedang duduk, maka hendaklah ia tidur!" (l).Maka jikalau
ia senantiasa yang demikian, maka hendaklah ia ber-wudlu' dengan air dingin
atau ia mandi. Sesungguhnya api itu, tidak akan padam, selain oleh air. Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: -
إذا غضب أحدكم فليتوضأ بالماء فإنما الغضب من النار
(Idzaa gha-dliba ahadukum fal-yatawadl-dla'
bil-maa-i. Fa innamal-gha-dla- bu minan-naar).Artinya: "Apabila marah
seseorang kamu, maka hendaklah ia mengambil wudlu' dengan air ! Maka
sesungguhnya marah itu dari api (2).
Pada suatu riwayat:
(Innal-ghadlaba minasy-syaithaani wa
innasysyaithaana khuliqa minan-naari wa innamaa tuth-fa-un-naaru bil-maa-i, fa
idzaa gha-dliba ahadu-kum fal- yatarwadl-dla').Artinya: "Bahwa kemarahan
itu dari setan dan setan itu dijadikan dari api. Dan api itu dipadamkan dengan
air. Maka apabila marah seseorang kamu. maka hendaklah ia mengambil
wudlu". Ibnu Abbas berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(1)
Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id.
(2)
Dirawikan Abu Daud dari 'Athiyah As-Sa'di-
وإذا غضبت فاسكت
(Idzaa ghadlibta fas-kut).
Artinya: "Apabila engkau marah, maka
diamlah !".(1).
Abu Hurairah berkata: "Adalah Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
apabila marah dah beliau sedang berdiri, niscaya beliau duduk. Dan apabila
marah dan beliau sedang duduk, niscaya beliau berbaring. Maka hilanglah
marahnya".(2).
Abu Sa'id Al-Khudri berkata: "Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Ketahuilah, bahwa marah itu sepotong api dalam hati anak Adam.
Apakah tidak kamu melihat kepada kemerahan dua matanya dan mengembung urat-urat
lehernya ? Maka barangsiapa mendapatkan sesuatu dari yang demikian, maka hendaklah
ia melekatkan pipinya dengan bumi".(3). Dan ini adalah isyarat kepada
sujud. Menetapkan anggota-anggota badan yang termulia pada tempat-tem- pat yang
terhina.Yaitu: tanah, untuk dirasakan oleh diri akan kehinaan. Dan menghilang-
nya dengan demikian, keagungan dan kebanggaan, yang menjadi sebabnya kemarahan.
Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Umar r.a.
marah. Lalu beliau meminta air dan terus berkumur-kumur, seraya berkata:
"Bahwa marah itu dari setan. Dan ini (air) menghilangkan marah".
Urwah bin Muhammad berkata: "Tatkala aku
ditugaskan di Yaman, lalu ayahku bertanya kepadaku: "Apakah engkau sudah
diangkat menjadi wali negeri (gubernur)?".
Aku menjawab: "Ya !". Maka beliau
berkata: "Apabila engkau marah maka pandanglah ke langit diatas engkau
dan ke bumi dibawah engkau! Kemudian, agungkanlah KHALIQ langit dan bumi itu
!". Diriwayatkan, bahwa: "Abu Dzar berkata kepada seorang laki-laki:
"Ya ibnal-hamra-(Hai anak wanita merah)!", dimana ada permusuhan
diantara Abu Dzar dan laki-laki itu. Lalu berita itu sampai kepada Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Maka beliau bertanya:
يا أبا ذر
بلغني أنك اليوم عيرت أخاك بأمه
(Yaa Abaa Dzarr! Balaghanii annakal-yauma
'ayyarta akhaaka bi-ummih). Artinya: "Hai Abu Dzar! Sampai kepadaku
berita, bahwa engkau pada hari ini, engkau hinakan saudara engkau dengan
menyebut ibunya". Abu Dzar lalu menjawab: "Ya, benar !
Maka pergilah Abu Dzar, untuk meminta kerelaan
temannya (orang yang dihinakannya) iiu. Maka laki-laki itu mendahuluinya
memberi salam kepada Abu Dzar.
Lalu Abu Dzar menerangkan yang demikian kepada
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Ma ka beliau menjawab:
( 1)
Dirawikan Ahmad, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu Abbas.
(2)
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Hurairah.
(3")
Dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Sa'id Al-Khudri dan katanya, hadits hasan.
يا أبا ذر
ارفع رأسك فانظر ثم اعلم أنك لست بأفضل من أحمر فيها ولا أسود إلا أن تفضله بعمل
ثم قال إذا غضبت فإن كنت قائما فاقعد وإن كنت قاعدا فاتكيء وإن كنت متكئا فاضطجع
(Yaa Abaa Dzarrir-fa'ra'saka, fan-dhur,
tsumma'Iam, annaka lasta bi-afdla la min ahmara fiiha wa laa aswada, illaa an
tafdluiahu bi-'amalin-tsumma qaala: idzaa ghadlibta, fa inkunta qaa iman,
faq-'ud,wa in kuntaqaa-idan fattaki', wa in kunta muttaki-an
fadl-thaji).Artinya: "Hai Abu Dzar! Angkatlah kepalamu, lalu pandanglah!
Kemudian ketahuilah, bahwa engkau tidaklah lebih utama dari orang yang merah
dan yang hitam, kecuali engkau melebihinya dengan amal".
Kemudian beliau menyambung: "Apabila
engkau marah, maka jikalau engkau sedang berdiri, maka duduklah! Dan jikalau
engkau sedang duduk, maka melututlah ! Dan jikalau engkau sedang melutut, maka
berbaringlah !".(1).
Al-Mu'tamir bin Sulaiman berkata: "Adalah
seorang laki-laki dari orang-orang sebelum kamu itu marah. Lalu bersangatanlah
marahnya. Maka ia me- nulis tiga helai kertas. Tiap-tiap helai itu diberikannya
kepada seorang. Ia mengatakan kepada orang pertama: "Apabila aku marah,
maka berikanlah ini kepadaku!".
Dan ia mengatakan kepada orang kedua:
"Apabila tenang sebahagian kemarahanku, maka serahkanlah ini kepadaku
!". Dan ia mengatakan kepada orang ketiga: "Apabila telah hilang
kemarahanku, maka serahkanlah ini kepadaku!".
Lalu pada suatu hari, bersangatanlah marahnya.
Maka ia diberikan kertas pertama, dimana isinya: "Bagaimanakah engkau
dengan kemarahan ini ? Sesungguhnya engkau bukan tuhan Engkau adalah manusia,
dimana hampir sebahagian engkau memakan akan sebahagian yang lain". Lalu
tenanglah sebahagian kemarahannya.
Lalu diberikan kepadanya lembar kedua, dimana
isinya: "Kasihanilah orang dibumi, niscaya engkau akan dikasihani oleh
orang di langit!". Kemudian, diberikan kepadanya lembar ketiga, dimana
isinya: "Ambillah manusia dengan hak Allah ! Sesungguhnya tiada akan
memperbaiki mereka, selain dengan yang demikian". Artinya: Tidak
dihalangi oleh batas-batas.
Al-Mahdi marah kepada seorang laki-laki, lalu
menjawab Syubaib: "Jangan engkau marah karena Allah, dengan lebih berat
dari kemarahannya bagi dirinya sendiri". Lalu Al-Mahdi menjawab:
"Berikanlah jalan, supaya ia per-
gir.
(1)
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Dzarr, dengan isnad shahih.
KEUTAMAAN MENAHAN KEMARAHAN.
Allah Ta'ala berfirman:
(Wal-kaadhimiinal-ghaidha" والكاظمين الغيظ ).
Artinya: "....dan yang sanggup menahan
marahnya". S.Ali Tmran, ayat 134.
Allah Ta'ala menyebutkan yang demikian, pada
mengemukakan pujian. Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:-
من كف
غضبه كف الله عنه عذابه ومن اعتذر إلى ربه قبل الله عذره ومن خزن لسانه ستر الله
عورته
(Man kaffa ghadlabahuu kaffa'llaahu'anhu
'adzaabahu wa mani'tadzara ilaa- rabbihi qabila'llaahu 'udzrahuu wa mankhazana
lisaanahu satara'llaahu 'au- ratahu).Artinya: "Barangsiapa mencegah
kemarahannya, niscaya dicegah oleh Allah daripadanya akan azabNYA. Barangsiapa
meminta 'udzur (diperke- nankan halangannya) kepada Tuhannya, niscaya Allah
menerima 'udzur- nya. Dan barangsiapa menyimpan (tidak menggunakan) lidahnya,
niscaya Allah menutupkan auratnya".(l). Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
أشدكم من
غلب نفسه عند الغضب وأحلمكم من عفا عند القدرة
(Asyaddukum man ghalaba nafsahu 'indal-ghadlabi
wa-ahlamukum man 'a- faa 'indal-qudrati).
Artinya: "Yang lebih keras dari kamu,
ialah orang yang mengalahkan naf- sunya ketika marah. Dan yang tahan marah dari
kamu, ialah orang yang memberi ma'af ketika mampu".(2).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Barangsiapa menahan marah dan jikalau ia mau meneruskannya, ia
dapat meneruskannya, niscaya Allah memenuhkan hatinya dengan kerelaan pada
hari kiamat". Pada suatu riwayat: "Allah memenuhkan hatinya keamanan
dan keimanan". (3).
Ibnu Umar berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tiadalah seorang hamba meneguk suatu teguk minuman yang lebih
besar pahalanya, daripada seteguk kemarahan, yang ditahannya karena mengharap
WAJAH Allah Ta' ala".(4).
(1) Dirawikan
Ath-Tabrani dan Al-Baihiqi dari Anas, dengan isnad dla'if.
(2) Dirawikan
Ibnu Abid-Dun-ya dari Ali dengan sanad dla'if.
(3) Dirawikan
Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Umar.
(4) Dirawikan
Ibnu Majah dari Ibnu Umar.
173.
Ibnu Abbas berkata: "Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Sesungguhnya neraka jahan- nam itu mempunyai sebuah pintu, yang
tidak memasukinya, selain orang yang sembuh kemarahannya dengan perbuatan
maksiat kepada Allah Ta'- ala".(l).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: 'Tiada seteguk minuman yang lebih disukai Allah Ta'ala, daripada
seteguk kemarahan, yang ditahan oleh seorang hamba. Dan tiada ditahan oleh
seorang hamba seteguk kemarahan itu, melainkan Allah memenuhkan hatinya dengan
keimanan".(2).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Barangsiapa menahan marah dan ia sanggup me- laksanakannya,
niscaya ia dipanggil oleh Allah dihadapan manusia ramai dan ia disuruh memilih,
diantara bidadari yang dikehendakinya".(3). Adapun al-atsar (kata para shahabat
dan orang-orang terkemuka), diantara lain, kata Umar r.a.: "Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya tidak sembuh marahnya (karena Allah).
Barangsiapa takut kepada Allah, niscaya ia tidak berbuat sekehendaknya. Dan
jikalau tidaklah hari kiamat, ni$caya adalah yang tidak akan engkau
lihat".
Lukman berkata kepada anaknya: "Hai
anakku! jangan engkau hilangkan air mukamu dengan meminta ! Jangan engkau
sembuhkan kemarahanmu dengan perbuatan keji yang engkau kerjakan! Dan kenalilah
tingkat engkau, niscaya akan bermanfa'at kepada engkau kehidupan engkau".
Ayyub bin Abi Taimiyah As-Sakhtiany berkata: "Tidak lekas marah satu sa'at
itu, akan menolak banyak kejahatan",
Sufyan Ats-Tsauri, Abu Khuzaimah Al-Yarbu'i dan
Al-Fudlail bin 'lyadl berkumpul pada suatu tempat. Lalu mereka bertukar-pikiran
(bermudzaka- rah) tentang zuhud. Maka mereka sepakat, bahwa amal yang paling u-
tama, ialah: lemah lembut ketika marah dan sabar ketika susah. Seorang
laki-laki berkata kepada Umar r.a.: "Wa'llahi, demi Allah, engkau tidak
menghukum dengan adil dan tidak memberi banyak". Maka marahlah Umar,
sehingga diketahui yang demikian pada wajahnya. Lalu laki-laki tadi berkata
kepada Umar r.a.!" Hai Amirul-mu'minin! Tidakkah engkau mendengar, bahwa
Allah Ta'ala berfirman :-
(Khudzil-afwa wa'mur bil-'urfi wa-a'ridl
'anil-jaahiliin). Artinya: "Hendaklah engkau pema'af dan menyuruh
mengerjakan yang baik dan tinggalkanlah orang-orang yang tidak berpengetahuan
itu!".S:Al- a'raf, ayat 199.
(1) Dirawikan
Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Abbas.
(2) Dirawikan
Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Abas, pada hadits ini ada kelemahan.
(3) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Mu'adz bin Anas. Dan juga dirawikan
oleh Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dan lain-lain.
174
Maka (saya) ini termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan". Lalu Umar r.a. menjawab: "Benar engkau! Seolah-olah
ada api, lalu di- padamkan''.
Muhammad bin Ka'ab berkata: "Tiga perkara,
barangsiapa ada padanya tiga perkara itu, sempurnalah imannya kepada Allah.
Yaitu: apabila ia senang, niscaya kesenangannya itu tidak memasukkannya pada
yarig batil, apabila ia marah, niscaya kemarahannya itu tidak mengeluarkannya
dari kebenaran dan apabila ia berkuasa niscaya ia tidak akan mengambil yang bukan
haknya".
Seorang laki-laki datang kepada Salman AI-Farisi
r.a. Lalu laki-laki itu berkata: "Hai ayah Abdullah ! Berilah aku wasiat
(nasehat) !". Salman menjawab: "Jangan engkau marah !".
Laki-laki itu menjawab: "Aku tidak sanggup !".
Lalu Salman menjawab: "Jikalau engkau
marah, maka tahanlah lidah engkau dan tangan engkau !".
PENJELASAN:
keutamaan tak lekas marah (hilmun).
Ketahuilah, bahwa hilmun itu lebih utama
daripada menahan kemarahan. Karena menahan kemarahan itu ibarat dari tahallum.
Artinya: memaksakan diri dengan hilmun (tak lekas marah). Dan tidak perlu
kepada menahan kemarahan, selain orang yang menggelagak kemarahannya. Dan ia
memerlukan pada menahan kemarahan itu, kepada mujahadah yang keras. Akan
tetapi, apabila telah membiasakan diri dengan yang demikian pada masa tertentu,
niscaya yang demikian itu menjadi kebiasaan. Maka tidaklah akan bergejolak
kemarahan lagi. Dan jikalau bergejolak juga, maka tidaklah payah pada
menahannya. Dan itulah: tidak lekas marah yang sudah menjadi tabiat (menjadi
sifat pribadi). Yaitu: menunjukkan kesem- purnaan akal, berkuasanya akal,
pecahnya kekuatan marah dan tunduknya kepada akal. Akan tetapi permulaannya,
ialah: tahallum dan menahan kemarahan dengan rasa berat. Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إنما العلم بالتعلم والحلم بالتحلم ومن يتخير الخير يعطه ومن يتوق
الشر يوقه
(Innamal-'ilmu bit-ta'allumi wal-hilmu
bit-tahallumi wa man yatakhayya- rul-khaira yu'thahu wa man yatawaq-qasy-syarra
yuuqahu). Artinya: "Sesungguhnya ilmu itu dengan belajar (ta'allum) dan
tidak lekas marah (hilmun) itu dengan tahallum (memaksakan diri dengan tidak
lekas marah). Barangsiapa bersungguh-sungguh memperoleh kebajikan, niscaya ia
akan diberi oleh Allah Ta'ala. Dan barangsiapa menjaga dirinya dari kejahatan,
niscaya ia dipelihara oleh Allah Ta'ala daripadanya".(1).
(1)
Dirawikan Ath-Thabrani dan Ad-Daraquthni dari Abid-Darda',dengan sanad dla'if.
175.
Pengan sabdanya tadi, diisyaratkannya, bahwa
usaha untuk tidak lekas marah, jalannya, ialah pertama-tama: tahallum dan
memaksakannya, sebagaimana usaha untuk memperoleh ilmu, jalannya, ialah:
ta'allum (belajar, menuntut ilmu).Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
اطلبوا العلم واطلبوا مع العلم السكينة والحلم لينوا لمن تعلمون ولمن
تتعلمون منه ولا تكونوا من جبابرة العلماء فيغلب جهلكم حلمكم
(Uth-lubul-ilma wath-lubuu ma'al
ilmis-sakiinata wal-hilma.Liinuulimantu- allimuuna wa liman tata'allamuuna
minhu wa laa takuunuu min jabaa- biratil-'ulamaa-i, fa yagh-liba jahlulum
hilmakum).Artinya: "Tuntutlah ilmu dan tuntutlah bersama ilmu itu,
ketenangan dan hilmun (tidak lekas marah)! Lemah-lembutlah kepada orang yang
kamu ajar (kepada muridmu) dan kepada orang, dimana kamu belajar padanya
(kepada gurumu)! Janganlah kamu termasuk kaum ulama yang gagah perkasa! Maka
kebodohanmu akan mengalahkan ke-tidak-lekas-marahan- mu".(l).
Dengan sabdanya ini, diisyaratkannya, bahwa
tekebur dan ke-gagah-perka- saan, adalah yang mengobarkan kemarahan dan
mencegah dari ke-tidak lekas marahan (hilmun) dan ke-lemah-lembutan. Adalah
diantara do'a Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. :-
اللهم أغنني بالعلم وزيني بالحلم وأكرمني بالتقوى وجملني بالعافية
(Allahumma agh-ninii bil-'ilmi wa zayyinii
bil-hilmi wa akrimnii bit-taqwa wa jammilnii bil'aafiati).
Artinya: "Wahai Allah, Tuhanku! Kayakanlah
aku dengan ilmu. Hiasilah aku dengan tidak lekas marah!. Muliakanlah aku dengan
taqwa. Dan elok- kanlah aku dengan sehat wal-a'fiat".(2). Abu Hurairah
berkata: "Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:.
ابتغوا الرفعة عند الله
(Ibtaghur-rif-'ata 'indal-laahi).
Artinya: "Carilah ketinggian pada sisi
Allah !". Para shahabat bertanya: "Apakah ketinggian itu, wahai
Rasulu'llah ?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab:
(1) Dirawikan
Ibnus-Sinni dari Abu Hurairah, dengan sanad dla'if.
(2) Menurut
Al-Iraqi, dia tidak pernah menjumpai hadits ini.
176.
تصل من قطعك وتعطي من حرمك وتحلم عمن جهل عليك
(Tashilu man qatha-'aka wa tu'thii man haramaka
wa tahlumu 'amman jahala 'alika).
Artinya: "Engkau sambung silaturrahim
dengan orang yang memutuskan silaturrahim dengan engkau. Engkau berikan kepada
orang yang mengha- ramkan pemberian (tidak mau memberi) kepada engkau. Dan
engkau tak lekas marah kepada orang yang congkak kepada engkau" (1). Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
خمس من سنن المرسلين الحياء والحلم والحجامة والسواك والتعطر
(Khamsun min sunanil-mursaliina
al-hayaa-u-wal-hilmu wal-hijaamatu was- siwaaku wat-ta'aththuru),
Artinya: "Lima perkara tenpasuk sunnah
rasul-rasul, yaitu: malu, tak lekas marah, berbekam, bersugi dan memakai
bau-bauan".(2). Ali r.a. berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن الرجل المسلم ليدرك بالحلم درجة الصائم القائم وإنه ليكتب جبارا
عنيدا ولا يملك إلا أهل بيته
(Innar-rajulal-muslima la-yudriku bil-hilmi
darajatash-shaaimil-qaa-imi wa innahula-yuktabu jabbaaran 'aniidan wa laa
yamliku illaa ahla baitihi). Artinya: "Sesungguhnya laki-laki muslim itu,
akan mendapat dengan tidak lekas marahnya (hilmun) akan tingkat orang yang
berpuasa, yang bangun malam mengerjakan shalat. Dan sesungguhnya ia akan
dituliskan sebagai orang perkasa, yang keras. Dan ia tidak memiliki kecuali
keluarga". (3). Abu Hurairah berkata: "Seorang laki-laki bertanya:
"Wahai Rasulu'llah ! Sesungguhnya aku mempunyai famili, yang aku sambung
silaturrahim dengan mereka. Dan mereka memutuskan silaturrahim dengan aku. Aku
berbuat baik kepada mereka dan mereka berbuat jahat kepadaku. Mereka congkak
(berbuat bodoh) kepadaku dan aku tak lekas marah kepada mereka".
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: jikalau benar seperti yang engkau katakan, maka
seolah-olah engkau menyiramkan mereka airhujan (al-mallu). Dan senantiasalah
ada yang menolong engkau dari Allah, selama engkau selalu bersifat
demikian". (4).
(1) Dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi.
(2) Dirawikan Abubakar bin Abi 'Ashim dan At-Tirmidzi dan dipandangnya
hadits baik (hasan).
(3) Dirawikan Ath-Thabrani dari Ali r.a., dengan sanad dla'if.
(4) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
177.
Al-mallu, dimaksudkan, ialah: ar-ramalu
(sedikit hujan). Seorang laki-laki muslim berdo'a: "Wahai Allah, Tuhanku !
Tidak ada pa- daku sedekah, yang dapat aku sedekahkan kepada orang. Maka siapa
pun yang menyinggung sesuatu dari kehormatanku, maka itu sedekah kepadanya".
Lalu Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.:
"Sesungguhnya AKU telah mengampunkan-dosanya".(l).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
أيعجز أحدكم أن يكون كأبي ضمضم قالوا وما أبو ضمضم قال رجل ممن كان
قبلكم كان إذا أصبح يقول اللهم إني تصدقت اليوم بعرضي على من ظلمني
(A ya'jizu ahadukum an yakuuna ka-Abi
Dlamdlam?-Qaaluu-wa maa Abuu Dlamdlam?-Qaala: Rajulun mim-man kaana qablakum,
kaana idzaa ash- baha yaquulu: innii tashad-daqtul-yauma bi-'irdlii, 'alaa man
dhalamanii). Artinya: "Adakah salah seorang kamu lemah untuk menjadi
seperti Abu Dlamdlam?". Lalu para shahabat bertanya: "Siapakah Abu
Dlamdlam i- tu?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab: "Seorang laki-laki dari
orang-orang sebelum kamu, dimana pada waktu pagi hari, ia berdo'a: "Wahai
Allah, Tuhanku ! Sesungguhnya aku pada hari ini, bersedekah dengan kehormatanku
kepada orang yang berbuat zalim kepadaku". (2). Ditanyakan tentang firman
Allah Ta'ala:-
(Wa laakin kuunuu rabbaaniyyiin".
Artinya: "Tetapi, hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbaaniyyiin". S. Ali Imran, ayat 79. رَبَّانِيِّينَRabbaaniyyiin, artinya: orang-orangyang'tidak
lekas marah, lagi berilmu.
Ditanyakan kepada Al-Hasan Al-Bashari r.a.
mengenai firman Allah Ta'- ala:-
(Wa idzaa khaa-thabahumul-jaahiluuna, qaaluu:
sa laamaa). Artinya: "Dan apabila orang-orang yang bodoh menghadapkan
pertanyaan kepada mereka, dijawabnya: Selamat !".S.A1-Furqan, ayat 63.
Lalu Al-Hasan menjawab: "Orang-orang yang tidak lekas marah (hulama').
Kalau o- rang berbuat bodoh (berbuat tidak pantas) kepada mereka, niscaya
mereka tidak berbuat bodoh kepada orang itu". 'Atha' bin Abi Rabah
berkata, tentang firman Allah Ta'ala:-
1) Dirawikan Abu Na irn dan
Al-Baihaqi dan perawi-perawi lain.
(2) Hadits ini telah
diterangkan dahulu pada "Bab Bahaya lidah".
وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأَرْضِ هَوْنًا
(Wa 'ibaadur-rahmaanil-ladziina yamsyuuna
'alal-ardli haunan). Artinya: "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Pemurah, ialah
mereka yang berjalan dibumi dengan haunan ". S.Al-Furqan, ayat 63. Haunan,
artinya: tidak lekas marah (hilmun).
Ibnu Abi Habib berkata tentang firman Allah
'Azza wa Jalla:
(Wa kahlan) S.Ali 'Imran, ayat 46. Berkata Ibnu
Abi Habib, Kahlan itu
artinya: sangat tidak lekas marah.
Mujahid berkata, bahwa firman Allah Ta'ala:-
وَإِذَا
مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
(Wa idzaa marruu bil-laghwi, marruu kiraaman).
Artinya: "Dan apabila mereka melalui
perkara yang omong-kosong, mereka berlalu dengan hormatnya".S.Al-Furqan,
ayat 72. Artinya: apabila mereka disakiti, niscaya mereka mema'afkannya.
Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas'ud melalui dengan berpaling muka dari hal
omong-kosong. Lalu Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:
أصبح ابن مسعود وأمسى كريما
(Ash-bahab-bnu-mas-'uudin wa amsaa kariiman).
Artinya: "Jadilah Ibnu Mas'ud itu pagi dan
sore, orang yang muiia".(l). Kemudian, Ibrahim bin Maisarah, perawi hadits
tadi, membaca firman Allah Ta'ala S.Al-Furqan, ayat 72 tadi (Wa idzaa marruu
bil-laghwi marruu kiraaman).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda, dengan do'anya: "Wahai Allah Tuhanku ! Tiada kiranya dijumpai
aku dan tidak aku menjumpainya oleh suatu masa, dimana mereka (ummat) tiada
mengikuti orang berilmu padanya dan tiada merasa malu kepada orang yang tidak
lekas marah. Hati mereka itu hati orang 'A- jam (bukan Arab) dan lidah mereka
itu lidah Arab". (2). Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(1) Dirawikan Ibnul-Mubarak dari Ibrahim bin
Maisarah.
(2) Dirawikan Ahmad dari Sahal bin Sa'ad,'dengan
sanad dla'if.
Artinya: "Hendaklah mendekati aku dari
kamu, orang-orang yang tidak lekas marah dan orang-orang yang berakal.
Kemudian, mereka yang mendekati mereka. Kemudian, mereka yang mendekati mereka
! Janganlah kamu berselisih, maka berselisihlah hatimu ! Jagalah dirimu dari
fitnah pasar
Diriwayatkan, bahwa Al-Asyaj diutus menghadap
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Lalu ia memperhentikan kenderaannya(unta yang dikenderainya),
kemudian ditambatkannya. Dan ia membuka dua helai pakaian yang dipakainya. Dan
di- keluarkannya dua helai pakaian yang baik dari bungkusannya. Lalu dipakainya.
Dan yang demikian itu dihadapan Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dimana beliau melihat apa yang diperbuat oleh Al-Asya Kemudian, ia berjalan
kehadapan Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Lalu Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.-bersabda:
"Sesungguhnya pada engkau, hai Asyaj, dua akhlak yang disukai Allah dan
RasulNYA". Al-Asyaj bertanya: "Demi ayahku dan ibuku, wahai
Rasulu'llah ! Apakah akhlak yang dua itu ?".
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Tidak lekas marah dan tidak tergesa-gesa". Lalu Al-Asyaj
berkata: "Kedua sifat ini aku berbuat akhlak dengan keduanya atau dua
akhlak yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku untuk bersifat dengan
keduanya?".
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Tetapi dua akhlak itu, telah dianugerahkan oleh Allah menjadi
sifatmu".
Maka Al-Asyaj menjawab: "Segala pujian
bagi Allah yang telah meanuge- rahkan kepadaku dua akhlak itu, yang disukai
oleh Allah dan Rasul- Nya".(2).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن الله يحب الحليم الحي الغني المتعفف أبا العيال التقي ويبغض الفاحش
البذي السائل الملحف الغبي
(Innal-laaha yuhib-
bul-halimal-hayiyyal-ghaniy-yal-muta'affifa, abal-iyaa- lit-taqiyya wa
yab-ghadlul-faahi syal badziyyas-saa-ilal-mulhifal-ghabiyya). Artinya:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala menyukai orang yang tidak lekas marah, yang pemalu,
yang merasa cukup, yang menjaga diri dari meminta, bapak keluarga, yang
bertaqwa. Dan Allah marah orang yang keji perbu- atannya, buruk lidahnya, suka
meminta (pengemis) yang memaksakan dar yang kurang cerdik".(3).
Ibnu Abbas berkata: "Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tiga perkara, barangsiapa
(1) Dirawikan
Muslim dari Ibnu Mas'ud.
(2) Hadits
ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim.
(3) Dirawikan
Ath-Thabrani dari Sa'ad.
tidak ada padanya salah satu dari yang tiga
perkara itu, maka jangan kamu hitung sedikitpun dari amainya: taqwa yang
menghalanginya dari perbuatan maksiat kepada Allah 'Azza wa J alia, tidak
lekas marah yang mencegahnya jadi orang yang jahat perangai dan kelakuati baik
yang dapat ia hidup dalam kalangan manusia banyak".(1).
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Apabila dikumpulkan oleh Allah makhluk pada hari kiamat, lalu
penyeru menyerukan: "Manakah orang utama?". Lalu manusia bangun dan
mereka itu sedikit jumlahnya. Mereka lalu ber- jalan dengan cepat ke sorga.
Maka bertemulah mereka dengan malaikat. Lalu para malaikat itu berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya kami melihat kamu bersegera ke sorga". Mereka
itu menjawab: "Kami orang utama". Maka para malaikat bertanya kepada
mereka: "Apakah keutamaan itu ?". Lalu mereka menjawab: "Adalah
kami, apabila kami dianiaya o- rang, niscaya kami sabar. Apabila orang berbuat
jahat kepada kami, niscaya kami ma'afkan. Dan apabila orang-berbuat bodoh
(masa bodoh) kepada kami, niscaya kami tidak lekas marah".
Lalu dikatakan kepada mereka: "Masuklah
sorga ! Maka pahala yang baik bagi orang-orang yang beramal".(2).
Adapun al-atsar, maka diantara Iain, kata 'Umar
r.a.: "Belajarlah ilmu!. Dan belajarlah untuk ilmu itu, ketenangan dan
tidak lekas marah!". Ali r.a. berkata: "Tidaklah kebajikan itu, bahwa
banyak hartamu dan anakmu. Tetapi kebajikan itu, bahwa banyak ilmumu dan besar
hilmun-mu (tidak lekas marahmu).
Dan bahwa engkau tidak membanggakan pada
manusia dengan ibadahmu kepada Allah. Apabila engkau berbuat baik, niscaya
engkau memujikan Allah Ta'ala. Dan apabila engkau berbuat jahat, niscaya engkau
meminta ampun pada Allah Ta'ala".
AI-Hasan Al-Bashari r.a. berkata:
"Tuntutlah ilmu dan hiasilah ilmu itu dengan kesopanan dan tidak lekas
marah!".
Aktsam bin Shaifi berkata: "Tiang akal itu
tidak lekas marah dan kum- pulan urusan itu sabar".
Abud-Darda' berkata: "Aku dapati manusia
itu daun yang tidak berduri. Lalu mereka menjadi duri yang tidak berdaun.
Jikalau kamu kenal mereka, niscaya mereka mengecam (mengkritik) kamu. Dan
jikalau engkau tinggalkan mereka, niscaya mereka tidak akan meninggalkan
engkau". Lalu mereka bertanya: "Bagaimana kami perbuat ?".
Abud-Darda' menjawab: "Engkau hutangkan mereka dengan harta benda engkau
untuk hari kemiskinan engkau".
Ali r.a. berkata: "Bahwa yang
pertama-tama, yang digantikan bagi orang yang tidak lekas marah, dari
ke-tidak-lekas marahannya. ialah bahwa manu-
(1)
Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu Abbas dengan isnad dla'if.
(2)
Dirawikan Al-Baihaqi dari 'Amr bin Syu'aib, dengan isnad dla'if.
181.
sia semua menjadi penolongnya atas orang bodoh
(yang berbuat jahat kepadanya)".
Mu'awiyah berkata: "Tiada akan sampai
seorang hamba tempat sampainya pikiran, sebelum ke-tidak lekas marah-annya
mengalahkan kebodohannya, kesabarannya mengalahkan nafsu-syahwatnya. Dan yang
demikian itu tidak akan sampai, selain dengan. kekuatan ilmu".
Mu'awiyah bertanya kepada 'Amr bin Al-Ahtsam:
"Laki-laki mana yang lebih berani ?".
Al-Ahtsam menjawab: "Orang yang menolak
kebodohannya dengan keti- dak lekas marah-annya".
Mu'awiyah bertanya lagi: "Laki-laki mana
yang lebih pemurah ?". Al-Ahtsam menjawab: "Orang yang memberikan
dunianya, untuk kebaikan agamanya".
Anas bin Malik berkata, mengenai firman Allah
Ta'ala:-
ا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلاَّ ذُو حَظٍّ
عَظِيمٍ
(Fa-idzal-ladzii, bainaka wa bainahu
'adaa-watun, ke-annahu waliyyun ha- miim. Wa maa yalaqqaahaa illalladziina
shabaruu, wa maa yulaqqaahaa il- laa dzuu hadh-dhim 'adhiim ?.
Artinya: "....sehingga orang yang
bermusuhan antara engkau dengan dia, akan menjadi sebagai teman yang setia. Dan
perbuatan itu tiada diberikan kepada siapapun, selain dari orang-orang yang
berhati teguh dan tiada pula diberikan, melainkan kepada orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar".S.Ha Mim سورة فصلت
As-Sajadah, ayat 34-35. Yaitu: orang yang
dimaki oleh saudaranya. Lalu ia menjawab: "Kalau engkau dusta, kiranya
Allah mengampunkan dosa engkau. Dan kalau engkau benar kiranya Allah mengampunkan
dosaku".
Sebahagian mereka berkata: "Aku maki si
Anu dari penduduk Basrah, maka ia tidak marah kepadaku. Lalu dengan demikian,
ia memperbudakkan aku (menjadi dibawah pengaruhnya) beberapa waktu
lamanya". Mu'awiyah bertanya kepada 'Urabah bin Aus: "Dengan apa
engkau me- mimpin kaum engkau, hai 'Urabah ?".
'Urabah menjawab: "Wahai Amirul-mu'minin!
Aku tidak lekas marah kepada yang bodoh dari mereka. Aku berikan kepada yang
meminta dari mereka. Dan aku usahakan untuk memenuhi keperluan mereka. Siapa
yang berbuat seperti perbuatanku, maka ia seperti aku. Dan siapa yang me-
lampaui aku perbuatannya, niscaya ia lebih utama daripadaku. Dan siapa yang
kurang perbuatannya daripadaku, maka aku lebih baik daripadanya". Seorang
laki-laki memaki Ibnu Abbas r.a. Maka sesudah selesai, lalu Ibnu Abbas berkata:
"Hai 'Akramah (nama pembantu Ibnu Abbas) ! Apakah laki-laki itu mempunyai
keperluan ? Kalau ada, akan kita tunaikan".
182.
Laki-laki tersebut menundukkan kepalanya dan
malu.
Seorang laki-laki mengatakan kepada Umar bin
Abdul-aziz r.a.: "Aku naik
saksi, bahwa engkau termasuk orang fasik".
Lalu Umar bin Abdul-aziz menjawab: "Tiada
akan diterima kesaksianmu". Dari Ali bin Al-Husain bin Ali t.a.,
diriwayatkan, bahwa ia dimaki oleh seorang laki-laki. Lalu dilemparinya orang
itu dengan sepotong pakaian yang ada padanya.
Dan disuruhnya supaya diberikan kepada orang
itu uang seribu dirham. Sebahagian mereka berkata: "Barangsiapa terkumpiil
padanya lima perkara yang terpuji, yaitu: tidak lekas marah, meninggalkan yang
menyakiti temannya, melepaskan orang yang menjauhkannya daripada Allah 'Azza
wa Jalla, membawanya kepada penyesalan dan taubat dan mengembalikannya kepada
memuji sesudah mencela, niscaya semua yang demikian, ia belikan dengan sesuatu
yang sedikit dari dunia".
Seorang laki-laki berkata kepada Ja'far bin
Muhammad: "Bahwa telah terjadi di antara aku dengan suatu kaum,
percekcokan dalam suatu hal. Aku bermaksud meninggalkannya, lalu aku takut
dikatakan kepadaku: "Bahwa engkau tinggalkan dia itu suatu
penghinaan". Lalu Ja'far menjawab: "Yang hina, ialah: orang yang
zalim". Al-Khalil bin Ahmad berkata: "Adalah dikatakan, bahwa
barangsiapa berbuat jahat, lalu ia dibalas dengan perbuatan yang baik, maka
sesungguhnya telah diperbuat dinding dari hati orang tersebut, yang
menakutkannya untuk berbuat kejahatan yang serupa dari yang telah
diperbuatnya". Al-Ahnaf bin Qais berkata: "Tidaklah aku ini orang
yang tidak lekas marah (orang haalim),tetapi aku memaksakan diriku dengan tidak
lekas marah". Wahab bin Munabbih berkata: "Barangsiapa mengasihani,
niscaya dikasihani. Barangsiapa diam, niscaya selamat. Barangsiapa membodohkan
diri, niscaya dikalahkan. Barangsiapa terburu-buru, niscaya salah. Barangsiapa
loba kepada kejahatan, niscaya tidak selamat. Barangsiapa tidak meninggalkan
ria, niscaya dimaki orang. Barangsiapa tidak benci kepada kejahatan, niscaya
berdosa. Barangsiapa benci kepada kejahatan, niscaya terpelihara. Barangsiapa
mengikuti nasehat Allah, niscaya terjaga. Barangsiapa takut kepada Allah,
niscaya am an. Barangsiapa berpaling dari pada Allah, niscaya tidak diberikan.
Barangsiapa tiada meminta pada Allah, niscaya akan mis- kin. Barangsiapa merasa
aman dari percobaan Allah, niscaya akan hina. Dan barangsiapa meminta tolong
pada AUah, niscaya akan mendapat". Seorang laki-laki berkata kepada Malik
bin Dinar: "Sampai kepadaku berita, bahwa engkau menyebutkan aku
jahat".
Malik bin Dinar menjawab: "Jadi, engkau
lebih mulia daripadaku, dari diriku. Sesungguhnya, apabila benar aku berbuat
demikian, niscaya aku ha- diahkan semua kebaikanku kepadamu".
Sebahagian ulama berkata: "Tidak lekas
marah (al-hilmun) itu, lebih tinggi dari akal. Karena Allah Ta'ala dinamakan
dengan: Al-haliim (Tidak lekas Marah)".
183.
Seorang laki-laki berkata kepada sebahagian
ahli hikmat (filosuf): "Demi Allah, sesungguhnya aku memakimu dengan suatu
makian, yang akan masuk ia bersama kamu dalam kuburanmu".
Ahli hikmat itu lalu menjawab: "Bersama
kamu ia masuk, tidak bersama a- ku".
Isa Al-Masih putera Maryam a.s. melintasi suatu
kaum Yahudi. Lalu kaum Yahudi itu mengatakan jahat kepada Isa Al-Masih a.s.
Lalu Isa a.s. mengatakan baik kepada mereka.
Isa a.s. lalu ditanyakan: "Bahwa mereka
mengatakan: jahat dan engkau mengatakan: baik".
Maka Isa a.s. menjawab: "Masing-masing
membelanjakan apa yang ada padanya".
Luqman berkata: "Tiga golongan, tidak akan
dikenal, selain pada tiga hal: tiada akan dikenal orang yang tidak lekas marah
(al-haliim), selain ketika marah, tiada akan dikenal, orang yang berani, selain
ketika perang dan tiada akan dikenal saudara, selain ketika diperlukan
kepadanya". Masuk ke tempat sebahagian ahli hikmat seorang temannya. Lalu
ia mem- persembahkan makanan kepada ahli hikmat itu. Maka keluarlah isteri ahli
hikmat tadi. Dan wanita itu buruk akhlak. Lalu diangkatnya hidangan tersebut
dan dihadapkannya kepada memaki ahli hikmat itu. Teman tersebut lalu keluar
dengan marah. Lalu diikuti oleh ahli hikmat itu dan berkata kepada temannya:
"Engkau ingat pada suatu hari, dimana kami berada di- rumahmu. Kami diberi
makan. Lalu jatuh seekor ayam atas hidangan. Maka ayam itu merusakkan apa yang
atas hidangan. Lalu seorang pun dari kita tiada yang marah".
Teman itu menjawab: "Ya, tiada yang
marah".
Ahli hikmat tadi menyambung: "Aku kira,
bahwa dia ini (isterinya) seperti ayam itu".
Maka hilanglah dari laki-laki tadi
kemarahannya. Dan terus ia pergi, sambil berkata: "Benar ahli hikmat itu.
Tidak lekas marah adalah obat dari tiap- tiap kesakitan".
Seorang laki-laki memukul tapak kaki seorang
ahli hikmat, sehingga menyakitkannya,
Tetapi ahli hikmat itu tidak marah. Lalu
ditanyakan tentang yang demikian kepadanya. Maka ia menjawab: "Aku
tempatkan orang itu pada tempat batu, yang terpeleset aku dengan dia. Maka aku
sembelih (hilangkan) kemarahan itu".
Mahmud Al-Warraq bermadah:-
Aku haruskan diriku, -mema'afkan setiap yang
berdosa, walau pun banyak atasku,
kesalahan yang dikerjakannya.
Tiadalah manusia, selain satu, dari tiga: yang
mulia dan yang hina dan yang sepertiku, yang sama.
Orang yang diatasku, maka aku kenal tingkatnya.
Akan aku ikut kebenaran dan kebenaran itu harus adanya.
Orang yang dibawahku, kalau ia berkata,
aku jaga dari jawabannya kehormatanku, walaupun
dicela oleh pencela.
Adapun orang. yang sepertiku,
kalau ia telanjur atau salah,
aku bersikap utama, karena keutamaan itu,
adalah hakim dengan tidak lekas marah.
184.
PENJELASAN:
kadar perkataan yang boleh, untuk menuntut beta dan terobat dari kemarahan.
Ketahuilah, bahwa tiap-tiap kezaliman yang
datang dari seseorang, tidak boleh dihadapi dengan serupa. Tidak boleh dihadapi
umpatan dengan um- patan, memata-matai dengan memata-matai (tajassus) dan
makian dengan makian. Begitu juga perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Sesungguhnya, menuntut bela dan denda adalah menurut kadar yang datang dari
Agama (hukum syari'at). Dan telah kami uraikan dalam Ilmu Figh.
Adapun makian, maka tidak boleh dihadapi dengan
serupa. Karena Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:
إن امرؤ عيرك بما فيك فلا تعيره بما فيه حديث إن امرؤ عيرك بما فيك
فلا تعيره بما فيه أخرجه أحمد
(Inim-ru-un 'ayyaraka bimaa fiika, fa laa
tu'ayyirhu bimaa fiih). Artinya: "Kalau seorang manusia memalukan engkau,
dengan apa yang ada pada engkau, maka janganlah engkau memalukannya dengan apa
yang ada padanya".(1). Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(1)
Dirawikan Ahmad dari Jabir bin Muslim.
185.
(Al~ mustabbaani maaqaalaa,fa huwa'alal-baa
di-i, maalam ya'tadil-madh- luum).
Artinya: "Dua orang yang maki-memaki itu,
ialah: apa yang dikatakan oleh keduanya. Maka makian itu tanggung jawab yang
memulai, selama yang teraniaya (yang dimaki) itu, tiada melewati batas".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:
المستبان شيطانان يتهاتران
(Al-mustabbaani syaithaanaani yatahaa-taraani).
Artinya: "Dua orang yang maki-memaki itu,
adalah dua setan yang sedang maki-memaki"(l).
Seorang laki-laki memaki Abubakar Ash-Shiddiq
dan Abubakar itu diam saja.
Tatkala ia mulai menuntut bela, lalu Rasulullah
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bangun berdiri. Maka ujar Abubakar: "Adalah engkau tadi
diam tatkala orang itu memaki a- ku. Maka se waktu aku berbicara, lalu engkau
bangun berdiri". Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab:
لأن الملك كان يجيب عنك فلما تكلمت ذهب الملك وجاء الشيطان فلم أكن
لأجلس في مجلس فيه الشيطان
(Li-annal-malaka kaana yujiibu 'anka, falammaa
takallamta dzahabal-mala- ku wa jaa-asy-syaithaanu, fa lam akun li-ajlisa fii
majlisin fiihisy-syaithaan). Artinya: "Karena malaikat menjawab dari pihak
engkau. Maka tatkala engkau berbicara, malaikat itu pergi dan datanglah setan.
Maka aku tidak mau duduk pada majlis, yang padanya ada setan".(2). Kata
suatu kaum (dari ahli ilmu): boleh dihadapi dengan yang tak ada kedustaan
padanya. Yang dilarang oleh Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
ialah: menghadapi dimalukan dengan yang sama, sebagai: larangan tanzih
(larangan membersihkan diri dari kekotoran akhlak).
Dan yang lebih utama, ditinggalkan. Tetapi
tidak merupakan perbuatan maksiat dengan perbuatan itu.
Yang diperbolehkan, ialah: bahwa engkau
katakan: "Siapa engkau? Adakah engkau dari keturunan si Anu? Sebagaimana
kata Sa'ad kepada Ibnu Mas'ud: Adakah engkau dari Bani Hudzail (keturunan
Hudzail)?
Dan kata Ibnu Mas'ud: Adakah engkau dari Bani
Ummaiyah? Dan seperti perkataan: "Hai Dungu !". Muthrif bin Abdullah
(seorang ta- bi'in yang kepercayaan) berkata: "Setiap manusia itu dungu
(ahmaq), mengenai sesuatu diantara dia dan Tuhannya. Hanya sebahagian manusia
ku- rang sedikit ke-dungu-annya, dari sebahagian yang lain".
(1) Hadits
ini telah diterangkan dahulu.
(2) Dirawikan
Abu Daud dari Abu Hurairah. Hadits ini bersambung dan mursal.
186.
Ibnu Umar berkata pada suatu hadits yang
panjang: "Sehingga engkau melihat semua manusia itu dungu mengenai Zat
Allah Ta'ala".(1). Dan seperti itu juga, perkataan: "Hai bodoh
!". Karena tiada seorang pun, sekalian ada padanya kebodohan. Maka ia
menyakitkan orang yang dikatakannya bodoh itu, dengan tidak bohong.
Begitu pula perkataan:
"Hai buruk perangai ! Hai tebal muka ' Hai pencela kehormatan!". Dan
yang demikian itu, ada pada orang terse! ut. Begitu juga katanya: "Jikalau
padamu ada malu, tentu kamu tidak berkata demikian!. Alangkah hinanya engkau
pada mataku, dengan apa yang engkau perbuat! Dihinakan oleh Allah kiranya
engkau dan aku akan membalas dendam pada engkau".
Adapun fitnah, umpatan, dusta dan memaki
ibu-bapa, maka itu haram dengan sepakat para ulama. Karena dirawikan, bahwa
ada pembicaraan antara Khalid bin Al-Walid dan Sa'ad. Lalu seorang laki-laki
menyebutkan hal Khalid pada Sa'ad. Maka Sa'ad menjawab: "Diamlah ! Bahwa
apa yang diantara kami, tiada sampai kepada agama kami".
Ya'ni: bahwa akan berdosa sebahagian kami pada
sebahagian. Ia tidak terdengar kejahatan, maka bagaimana boleh ia mengatakannya
?". Dalil atas bolehnya yang tidak dusta dan tidak haram, seperti yang
dibandingkan kepada zina, kekejian dan makian, ialah: apa yang diriwayatkan
oleh 'A isyah r.a. bahwa para isteri Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
mengutus Fatimah kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Maka datanglah Fatimah kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
seraya berkata: "Wahai Rasulu'llah ! Aku diutus oleh isteri-isteri engkau
kepada engkau. Mereka meminta pada engkau keadilan tentang anak perempuan Abi
Quhafah"(2).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
waktu itu sedang tidur. Lalu beliau menjawab: "Hai puteriku ! Adakah
engkau sayang, akan apa yang aku sayang ?"" Fatimah menjawab:
"Ya!".
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menyambung: "Yang lebih aku sayang, ialah: i n i ('Aisyah)".
Maka kembalilah Fatimah kepada para isteri Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan menceritera- kan yang demikian kepada mereka. Lalu mereka
itu menjawab: "Tiada sedikitpun engkau membawa manfa'at kepada kami".
Lalu mereka mengutus Zainab binti Jahsyin. 'Aisyah r.a. mengatakan:
"Zainab itu mengalahkan aku tentang kecintaan Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.".
Maka datanglah Zainab, lalu ia berkata: "Anak perempuan Abubakar anak
perempuan Abubakar". 'Aisyah meneruskan ceriteranya: "Maka
senantiasalah disebutnya aku. Dan aku diam saja. Aku menunggu diizinkan oleh
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bagiku untuk menjawab. Lalu beliau mengizinkan
(1).
Hadits ini telah diterangkan pada "Bab Ilmu" dahulu.
(2). Maksudnya: "Aisyah binti Abubakar bin
Abi Quhafah, salah seorang isteri Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Mereka menuduh Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. lebih banyak bersama 'Aisya r.a. Maka itu tidak adil-kata
mereka. (Pent).
187.
bagiku. Maka aku maki Zainab itu, sampai kering
lidahku. Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:"Jangan! Sesungguhnya dia itu puteri
Abubakar".(l). Ya'ni: jangan lawan dia sekali-kali pada perkataan. Kata 'A
isyah r.a.: "Aku maki dia", tidaklah maksudnya keji. Tetapi adalah
jawaban dari perkataan Zainab dengan kebenaran dan menghadapinya dengan
kebenaran. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:
المستبان ما قالا فعلى الباديء منهما حتى يعتدي المظلوم
(Al-mustabbaani maa qaalaa, fa'alal-baadi-i
minhu-maa hattaa ya'tadi-yal- madh-luu-mu).
Artinya: "Dua orang yang maki-memaki itu,
ialah apa yang dikatakan oleh keduanya. Tanggung jawab adalah atas yang
memulai, sehingga yang ter- aniaya itu melewati batas".(2).
Maka diakui adanya hak bagi yang teraniaya
membela diri, sampai ia melewati batas. Maka kadar inilah yang diperbolehkan
oleh mereka (golongan yang memperbolehkan dihadapi makian itu). Dan itu suatu
keringanan (pembolehan) pada menyakitkan orang, sebagai balasan atas
menyakitkan yang terdahulu dari si penganiaya itu.
Dan keringanan (pembolehan) tersebut, tidak
jauh (tidak melebihi) pada kadar tadi. Akan tetapi, yang lebih utama, ialah:
meninggalkan pembalasan itu. Karena akan menghela kepada yang sebaliknya. Dan
tidak mungkin menuntut bela itu terbatas menurut kadar yang benar. Berdiam diri
dari jawaban yang pokok itu, semoga lebih mudah daripada memasuki pada jawaban
dan berhenti atas batas syara' (agama) padanya. Akan tetapi setengah manusia,
tidak sanggup menahan diri tentang cepatnya marah. Bah- kan marah itu kembali
dengan segera. Dan setengah manusia, dapat mencegah dirinya dari kemarahan
pada permulaan. Akan tetapi ia akan dendam untuk selama-lamanya.
Dan manusia itu mengenai kemarahan ada empat
macam: sebahagian mereka seperti batang half a' (menyerupai pelepah kurma),
lekas terbakar dan. lekas padam. Sebahagian mereka seperti batang ghadla
(tumbuh dipergu- nungan dan kayunya sangat keras), lambat terbakar dan Iambat
padam. Sebahagian mereka, lambat terbakar dan lekas padam. Dan itu terpuji,
selama tidak berkesudahan kepada lunturnya kepanasan hati dan cemburu. Dan
sebahagian mereka, lekas terbakar dan lambat padam. Inilah yang terjahat dari
mereka. Dan pada hadits, tersebut:
(1). Diriwayatkan
oleh Muslim dari 'A isyah r.a.
(2). Dirawikan
Muslim dari Abu Hurairah.
188.
المؤمن سريع الغضب سريع الرضي
Artinya: "Orang mu'min itu lekas marah dan
lekas rela (mema'afkan)".(1). Maka ini dengan itu".
Asy-Syafi'i r.a. berkata: "Barangsiapa
dibuat orang supaya marah, tetapi ia tidak marah, maka itu keledai. Dan
barangsiapa dibuat orang supaya rela, tetapi tidak rela, maka itu setan".
Abu Sa'id Al-Khudri berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
وشرهم السريع الغضب البطيء الفيء
Artinya: "Ketahuilah, bahwa anak Adam itu
dijadikan dalam tingkat yang bermacam-macam. Setengahnya, lambat marah dan
lekas kembali (tidak marah lagi). Setengahnya, lekas marah dan lekas kembali.
Maka itu dengan itu Setengahnya, lekas marah dan lambat kembali. Maka
ketahuilah, bahwa yang baik dari mereka, ialah: lambat marah dan lekas
kembali. Dan yang buruk dari mereka, ialah: lekas marah dan lambat
kembali". (2).
Manakala kemarahan itu berkobar dan membekas
pada setiap manusia, niscaya wajiblah atas penguasa (sultan), tidak menjatuhkan
hukuman terhadap seseorang, pada waktu ia sedang marah. Karena yang demikian
itu kadang-kadang akan melampaui yang seharusnya. Dan karena yang demikian itu
kadang-kadang ia sedang marah kepada orang tersebut. Maka hukuman itu untuk
menyernbuhkan kemarahannya dan menyenangkan dirinya dari kepedihan maranTMaka
ia dalam hal yang demikian, mempunyai kepentingan. Dan sayogialah kiranya
pembalasan dendam dan pembelaan diri itu, karena Allah Ta'ala. Tidak karena
dirinya sendiri. Umar r.a. melihat seorang pemabuk. Maka ia bermaksud mengambil
orang tersebut dan menghukumnya. Lalu pemabuk itu memaki Umar r.a.. Maka Umar
.r.a. pun pulang. Lalu ditanyakan kepadanya: "Hai Amirul-mu'- minin!
Tatkala orang itumemaki engkau, mengapa engkau tinggalkan dia?". Umar r.a.
menjawab: "Karena dia itu telah membuatku marah. Jikalau aku hukum dia,
niscaya adalah yang demikian, karena kemarahanku bagi diriku sendiri. Dan aku
tidak suka, memukul seorang muslim karena kepentingan diriku sendiri".
(1) Hadits
ini sudah diterangkan dahulu.
(2) Hadits
ini dirawikan dari Abi Sa'id Al-Khudri. Dan telah diterangkan dahulu.
189.
Umar bin Abdul-aziz r.a. berkata kepada seorang
laki-laki yang membuat- nya marah: "Jikalau tidaklah engkau telah membuat
aku marah, niscaya aku hukum engkau".
PEMBICARAAN:
tentang arti dendam dan natijah (hasilnya) dan keutamaan ma'af dan
kasih-sayang.
Ketahuilah, bahwa marah itu apabila harus
ditahan, niscaya akan lemah dari kesembuhannya dalam seketika. Ia kembali
kedalam dan tertahan disi- tu. Lalu, menjadi: dendam.
Arti dendam, ialah: hati itu terus merasa
berat, marah dan lari hati dari orang yang didendam. Yang demikian itu
terus-menerus dan berkekalan. Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
المؤمن ليس بحقود
(Al-mu'minu laisa bi haquudin).
Artinya: "Orang mu'min itu tidak
pendendam".(l).
Maka dendam itu buah marah. Dan dendam itu
membuahkan delapan perkara:-
Pertama: dengki. Yaitu: engkau dibawa oleh dendam untuk bercita-cita
hilangnya nikmat, dari orang yang didendamkan. Maka engkau berduka-cita dengan
nikmat yang diperoleh oleh orang yang didendamkan. Dan engkau bergembira dengan
musibah (mala-petaka) yang turun kepada orang yang didendamkan.
Dan ini termasuk perbuatan orang-orang munafiq.
Dan akan datang penjelasan tercelanya, insya Allah Ta'ala.
Kedua: bahwa anda menambahkan penyembunyian
dengki dalam batin anda. Maka anda gembira dengan bahaya yang menimpa orang
yang didendamkan.
Ketiga: bahwa anda tidak berbicara dan
berteguran dengan orang yang anda dendamkan. Dan anda memutuskan silaturrahim
dengan dia, walaupun ia meminta dan datang kepada anda.
Keempat: yaitu kurang dari yang tadi. Anda
berpaling muka dari orang itu, untuk menghinakannya.
Kelima: anda memperkatakan tentang orang itu,
dengan yang tidak halal, dari kedustaan, umpatan, membuka rahasia, merusak yang
harus ditutup dan lain-lain.
Keenam: anda meniru tingkah-lakunya untuk
mengejek dan menghina. Ketujuh: menyakitinya dengan memukul dan dengan apa yang
menyakitkan badannya.
Kedelapan: anda larang dia dari haknya, yaitu:
pembayaran hutang atau silaturrahim atau menolak kezaliman. Dan semua itu
haram. Darajat dendam yang paling kurang, ialah: anda menjaga dari bahaya delapan
perkara terseouv Dan anda tiada keluar dengan sebab dendam itu
(1)
Hadits ini sudah diterangkan dahulu, pada "Bab Ilmu".
190.
kepada perbuatan, dimana anda berbuat maksiat
kepada Allah dengan perbuatan itu. Akan tetapi, anda pikul beratnya itu pada
batin anda. Dan tidak anda larang hati anda daripada memarahinya. Sehingga
dengan itu, anda tercegah dari perbuatan tathawwu' (amal perbuatan sunat yang
memperoleh pahala), seperti: bermanis muka, kasih-sayang, menolong, bangun
melaksanakan keperluan orang yang didendamkan. duduk-duduk bersama orang
tersebut untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala, tolong-menolong atas kemanfa'atan
bagi orang itu. Atau dengan meninggalkan berdo'a dan memuji kepada orang
tersebut.
Atau dengan meninggalkan penggerakan kepada
perbuatan kebaikan dan pertolongan bagi orang yang didendamkan.
Maka yang tersebut ini semuanya, termasuk yang
mengurangkan darajat engkau pada Agama. Dan yang mendidingkan antara engkau dan
keutamaan besar dan pahala banyak, walaupun tidak akan mendatangkan engkau
kepada siksaan Allah.
Tatkala Abubakar r.a. bersumpah tidak akan
memberi belanja (bantuan nafkah) lagi, kepada Musattah bin Anasah dan Musattah
ini adalah kera- batnya (karena ibu Musattah anak perempuan mak-cik (khaalah)
Abubakar).Karena Musattah itu suka memperkatakan peristiwa palsu
(waqi'atul-ifki)- (1). Maka turunlah firman Allah Ta'ala:-
وَلا
يَأْتَلِ أُوْلُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى
وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا
أَلا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ
(Wa laa
ya'tali ulul-fadl-li minkum was-sa'ati, an yu'tuu ulil-qurbaa wal- masaakiina
wal - muhaa jiriina fi sabiilil-laahi, wal-ya'fuu wal-yash-fahuu, a-laa
tuhibbuu-na-an yagh-firal-Iaahu lakum).
Artinya: "Orang-orang yang mempunyai
kekayaan dan kelapangan diantara kamu, janganlah bersumpah, bahwa mereka tiada
akan memberi kepada kerabat, orang-orang miskin dan orang-orang yang berpindah
di jalan Allah, tetapi hendaklah mereka suka mema'afkan dan berlapang dada !
Ti- adakah kamu suka Allah akan memberikan ampunan kepada kamu
!".S.An-Nur, ayat 22.
Lalu Abubakar r.a. berkata: "Ya! Kami suka
yang demikian". Dan ia kembali memberi belanja kepada Musattah. (2).
Yang lebih utama, bahwa terus berkekalan kepada
apa yang telah ada. Kalau mungkin ditambahkannya berbuat ihsan (berbuat baik)
karena ber jihad untuk jiwa dan memaksakan setan. Itulah maqam (kedudukan)
orang-o-
(1) Waqi'atul-ifki (peristiwa palsu), yaitu: berita bohong dan palsu
yang disiarkan orang, bahwa 'Aisyah isteri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berbuat serong. Berita itulah yang suka
diperkatakan oleh Musattah itu. (Pent).
(2). Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
191.
rang shiddiq (yang membenarkan Allah dan
RasulNya). Dan itu terinasuk amal utama bagi orang-orang yang mendekatkan diri
kepada Allah. Bagi orang yang didendamkan mempunyai tiga hal, ketika sanggup:-
Pertama: bahwa ia mengambil dengan sempurna haknya yang dimustahak- kannya,
tanpa lebih dan kurang. Dan itulah keadilan. Kedua: bahwa ia berbuat ihsan
(berbuat baik) kepada pendendam, dengan mema'afkan dan bersilaturrahim. Dan
yang demikian, adalah keutamaan. Ketiga: bahwa ia berbuat zalim kepada
pendendam, dengan yang tidak di- mustahakkannya.
Dan iiu adalah kezaliman. Dan itu adalah usaha
orang-orang yang terpan- dang hina. Dan yang nomor dua diatas, adalah usaha
orang-orang shiddiq. Dan yang nomor satu tadi, adalah darajat penghabisan bagi
orang-orang salih. Dan akan kami terangkan sekarang, keutamaan memberi ma'af
dan berbuat ihsan.
KEUTAMAAN: memberi ma'af dan berbuat
ihsan.
Ketahuilah, bahwa arti ma'af (memberi ma'af)
ialah; bahwa ia berhak akan sesuatu hak. Lalu hak tersebut digugurkannya
(dihilangkannya)dan dilepas- kannya dari orang yang harus menunaikan hak
tersebut, seperti: qishash (ambil bela) atau denda.
Dan itu bukan tidak lekas marah dan menahan
kemarahan. Maka karena itulah, kami sendirikan menjelaskannya. Allah Ta'ala
berfirman:-
خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
(Khudzil-'afwa wa'mur bil-urfi
wa-a'ridl'anil-jaahiliin). Artinya: "Hendaklah engkau pema'af dan menyuruh
mengerjakan yang baik dan tinggalkanlah orang-orang yang tidak berpengetahuan
itu!".S.A'raf, ayat 199.
Allah Ta'ala berfirman :-
وَأَن
تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
(Wa-an-ta'fuu aqrabu lit-taqwaa).
Artinya: "Dan kalau kamu ma'afkan, ma'af
itu lebih dekat kepada kepa-
tuhan kepada Tuhan".S.Al-Baqarah, ayat
237.
Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
ثلاث والذي نفسي بيده لو كنت حلافا لحلفت
عليهن ما نقص مال من صدقة فتصدقوا ولا عفا رجل عن مظلمة يبتغي بها وجه الله إلا
زاده الله
(Tsalaa-tsun waHadzii nafsii bi-yadihi, lau
kuntu hallafan la-halaftu 'alai- hinna, ma naqasha maalun min shadaqatin
fa-tashaddaquu, wa laa 'afaa ra-julun 'an madhlamatin, yabtaghii bihaa
wajhal-Iaahi, illaa zaadahul-laahu
192.
Artinya: 'Tiga perkara, demi Allah yang nyawaku
dalam kekuasaanNYA, Jikalau aku bersumpah, niscaya akan aku bersumpah atas
kebenaran yang tiga perkara itu. Yaitu: tiada berkurang harta dari bersedekah,
maka ber- sedekahlah! Tiada dima'afkan oleh seseorang dari kezaliman, yang
dica- rinya akan WAJAH ALLAH, melainkan ia ditambah oleh Allah akan kemuliaan
pada hari kiamat. Dan tiada dibuka oleh seseorang atas dirinya pintu
meminta-minta, melainkan dibuka oleh Allah kepadanya pintu kemis-
kinan".(l).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tawadlu' (merendahkan diri) itu, tidak menambahkan bagi hamba
Allah, melainkan ketinggian. Maka bertawadlu'lah, niscaya kamu akan ditinggikan
oleh Allah! Memberi ma'af tiada akan me- nambahkan harta, melainkan banyak.
Maka bersedekahlah, niscaya kamu akan dicurahkan rahmat oleh Allah".(2).
'Aisyah r.a. berkata: "Tiada pernah
sekali-kali aku melihat Rasulu'llah- صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
membela diri dari kezaliman yang dizalimi orang, selama tidak me- langgar
segala yang diharamkan oleh Allah. Apabila melanggar sesuatu yang diharamkan
oleh Allah, niscaya Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
yang paling marah pada yang demikian. Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
tiada memilih diantara dua perkara, melainkan beliau pilih yang lebih mudah
diantara kedua perkara tersebut, selama tidak mendatangkan dosa".(3).
'Uqbah bin 'Amir Al-Jahni r.a. berkata:
"Pada suatu hari aku bertemu dengan Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Maka bersegeralah aku mengambil tangannya atau ia bersegera mengambil tanganku,
seraya beliau bersabda:
يا عقبة ألا أخبرك بأفضل أخلاق أهل الدنيا والآخرة تصل من قطعك وتعطي
من حرمك وتعفو عمن ظلمك
(Yaa 'Uqbatu! a-laa ukh-biruka bi-af-dlali
akh-laaqi ahlid-dun-ya wal-aa- khirati? Tashilu manqatha 'aka wa tu'thii man
haram aka wa ta'fuu 'am man- dhalamaka).Artinya: "Hai 'Uqbah ! Apakah
tidak aku terangkan kepadamu, akhlak penduduk dunia dan akhirat yang paling
utama?. Yaitu: engkau menyambung silaturrahim dengan orang yang memutuskannya
dengan engkau. Engkau meinberikan kepada orang yang mengharamkan (tiada mau
memberikan) kepada engkau. Dan engkau memberi ma'af kepada orang yang berbuat
zalim kepada engkau".(4).
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Kabsyah AI-Anmari. Muslim dan
AbiDaudmenrawikan seperti itu dari Abu Hurairah.
(2) Dirawikan
Al-Ashfihani dan Abu Mansur Ad-Dailani dari Anas, dengan sanad dla'if.
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dari 'A isyah. Dan Muslim merawikan dengan kata-kata
yang lain.
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Ath-Thabrani dari 'Uqbah bin 'Amir,
dengan sanad dla'if.
193.
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Nabi Musa a.s. bertanya kepada Tuhan: "Hai Tuhanku!
HambaMU yang mana yang lebih mulia pada sisiMU ?". Allah Ta'ala
berfirman: "Yaitu: orang, apabila ia sanggup membalas, lalu mema'af
kan".(l).
Begitu pula, Abud-Darda' r.a. ditanya orang,
tentang manusia yang termulia, maka ia menjawab: "Yang mema'afkan, apabila
ia sanggup membalas. Maka ma'afkanlah, niscaya kamu akan dimuliakan oleh
Allah!". Seorang laki-laki datang kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
mengadu tentang kezaliman yang dialaminya. Lalu Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menyuruhnya duduk, sedang ia bermaksud hendak mengambil orang zalim itu dengan
sebab kezalimannya.
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن المظلومين هم المفلحون يوم القيامة
(Inrtal-madh-luumiina humul-muflihuuna
yaumal-qiyaa-mah). Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang dizalimi,
mereka itulah yang memperoleh kemenangan pada hari kiamat".(2). Maka orang
tersebut, enggan mengambil balasan kezaliman itu ketika mendengar hadits tadi.
'A isyah r.a. berkata: "Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Barangsiapa berdo'a (dengan yang tidak baik) atas orang yang
berbuat zalim kepadanya maka ia telah membela diri".
Dari Anas, yang berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Apabila Allah
membangkitkan para makhluk pada hari kiamat, lalu menyerulah penyeru dari bawah
'Arasy dengan tiga suara: "Hai golongan orang-orang yang meng-esa-kan
Tuhan (golongan tauhid)! Sesungguhnya Allah sudah memaafkan dosamu, maka
ma'afkanlah sebahagian kamu dari sebahagian yang lain!".(3).
Dari Abi Hurairah, bahwa: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
tatkala membuka Makkah (menaklukkan Makkah), berta'af (mengelilingi tujuh kali)
Baitu'llah dan mengerjakan shalat dua raka'at. Kemudian, beliau mendatangi
ka'bah, lalu memegang dua kayu dari kedua pinggir pintunya, seraya bersabda:
"Apakah yang kamu katakan ? Apakah yang kamu sangka?". Lalu mereka ^
menjawab: "Kami mengatakan: Saudara, Anak paman, yang tidak lekas marah,
yang pengasih". Mereka mengatakan yang demikian: tiga kali. Lalu
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab:
أقول كما قال يوسف لا تثريب عليكم اليوم يغفر الله لكم وهو أرحم
الراحمين
(Aquulu ka-maa qaala Yuusufu: laa tats-riiba
alaikumul-yauma, yagh-firul- laahu lakum wa huwa arhamur-raahimiin).
(1). Dirawikan
Al-Kharaithi dari Abu Hurairah.
(2). Dirawikan
Ibnu Abid-Dun-ya dari Abi Shaiih AI-Hanfi, hadits mursal.
(3); Dirawikan
Abu Said Ahmad bin Ibrahim dari Anas, isnad dia-'if.
194.
Artinya: "Aku berkata, sebagaimana Yusuf
berkata: "Tiada pencelaan atas kamu pada hari ini. Adah mengampunkan dosa
kamu.- IA Mahapengasih dari yang pengasih". (S.Yusuf, ayat 92)-(l).
Abu Hurairah mengatakan: "Lalu orang
banyak keluar, seolah-oleh mereka keluar dari kuburan. Maka mereka lalu masuk
Agama Islam". Dari Suhail bin 'Amr, yang berkata: "Tatkala
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. datang di Makkah, ialu beliau meletakkan dua tangannya atas
pintu Ka'bah dan ma- nusia banyak dikelilingnya.
Lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
mengucapkan:-
لا إله إلا الله وحده لا شريك له صدق وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب
وحده
(Laa ilaaha i'lla 'llaahu wahdahu laa syariika
lahu, shadaqa wa'dahu wa nashara 'abdahu wa hazama'l-ahdzaaba wahdah).Artinya:
"Tiada Tuhan yang disembah, selain Allah Tuhan Yang Maha E- sa, yang tiada
mempunyai sekutu. IA benarkan (tepati) janjiNYA. IA tolong hambaNYA. Dan IA
hancurkan kelompok-kelompok musuh, DIA Yang Maha Esa".
Kemudian,
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda:
يا معشر قريش ما تقولون وما تظنون
(Yaa ma'syara Quraisyin, maa taquuluuna wa maa
tadhunnuun). Artinya: "Hai jama'ah Qurasy! Apa yang kamu katakan dan apa
yang kamu sangka?".
Suhail bin 'Amr tadi berkata: "Lalu aku
menjawab: "Wahai Rasulu'llah ! Kami katakan yang baik dan kami menyangka
yang baik. Saudara yang mu- lia dan anak paman yang kasih sayang dan engkau
sanggup (mempunyai kekuasaan)".
Lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Aku akan mengatakan sebagaimana saudaraku Yusuf mengatakan:
"Tiada pencelaan atas kamu pada hari ini. Allah akan mengampunkan dosa
kamu". (S.Yusuf, ayat 92 yang tersebut diatas).(2).
Dari
Anas, yang mengatakan: "Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إذا وقف العباد
نادى مناد ليقم من أجره على الله فليدخل الجنة
(Idzaa waqafal-'ibaadu, naadaa munaadin,
liyaqum man ajruhu'alal-laahi- fal-yad-khulil-jannah).
(1) Dirawikan Ibnu-Juzi, hadits dla'if.
(2). Yang dimaksud deiigan jawaban Suhail bin 'Amr itu, ialah: pujian
kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.. sewaktu penaklukan
Mekkah itu. dimana Rasulu'llah berkuasa untuk membalas dendairt. oleh
sikap-sikap mereka dahulu terhadap Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan kaum muslimin, sehingga Nabi s a.w. berpindah ke
Medinah.(Pent).
195.
Artinya: "Apabila hamba-hamba Allah bangun
berdiri nanti pada hari kiamat, lalu penyeru menyerukan: "Hendaklah
berdiri orang, yang pahala- nya pada Allah! Maka hendaklah ia masuk ke
sorga!". Lalu Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
ditanyakan: "Siapakah kiranya orang yang mempunyai pahala pada Allah
?". Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menjawab:
العافون عن الناس فيقوم كذا وكذا ألفا فيدخلونها بغير حساب
(Al-'aafuuna 'anin-naasi fa-yaquumu kadzaa wa
kadzaa alfan, fa-yad-khu- luunahaa bi-ghairi hisaab).
Artinya: "Orang-orang yang mema'afkan
kesalahan orang. Lalu orang-orang tersebut, berdiri, sekian ribu, sekian ribu
banyaknya. Mereka itu masuk ke sorga, dengan tanpa perkiraan amaiannya (tanpa
hisaab)". (1). Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tiada sayogialah bagi seorang penguasa suatu urusan (pemerintah
atau hakim), yang dibawa kepadanya suatu perkara untuk dihukum, melainkan ia
menegakkan hukuman (melaksanakan hukuman) itu. Dan Allah Maha Pema'af, yang
menyukai kem a'afan ".(2).
Kemudian Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
membaca ayat:-
وَلْيَعْفُوا
وَلْيَصْفَحُوا أَلاَ تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
(Wal-ya'fuu wal-yash-fahuu a laa tuhibbuuna an
yagh-firal-laahu lakum wal- laahu ghafuurun rahiim).
Artinya: "Dan hendaklah mereka suka
mema'afkan dan berlapang dada ! Ti- adakah kamu suka Allah akan memberikan
ampunan kepada kamu ? Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang".S.An-Nur,
ayat 22. Jabir bin Abdullah Al-Anshari r.a. berkata: "Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Tiga perkara, barangsiapa mendatangkan (melaksanakan) tiga
perkara itu, serta keimanan, niscaya ia masuk sorga dari pintu mana saja yang
dikehen- dakinya. Dan ia dikawinkan dengan bidadari, yang mana saja yang
dikehen- dakinya. Yaitu: orang yang membayar hutangyang tersembunyi (kepada
yang ber hak, yang tiada mengetahui lagi piutangnya), orang yang membaca di-
belakang tiap-tiapshalat yang lima: Qulhua'llaahu ahad- sepuluh kali dan orang
yang mema'afkan pembunuhnya (ia dibunuh, lalu mema'afkan pembunuh- nya, sebelum
ia mati)"
Lalu Abubakar r.a. bertanya: "Atau satu
saja, wahai Rasulu'llah ?".
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab: "Atau satu saja dari yang tiga itu".(3).
Menurut al-aatsaar, diantara lain, kata Ibrahim
At-Taimi: "Sesungguhnya
(1)
Dirawikan Ath-Thabrani dari Anas.
(2) Dirawikan
Ahmad dan Al-Hakim dan dipandangnya shahih.
(3) Dirawikan
Ath-Thabrani dari Jabir, dengan sanad dla'if.
196.
seorang laki-laki yang berbuat zalim kepadaku,
maka aku akan kasih-sayang kepadanya".
Ini adalah ihsan (berbuat baik), dibalik
mema'afkan. Karena laki-laki tersebut mempekerjakan hatinya, mendatangkan
perbuatan maksiat kepada Allah Ta'ala, dengan kezaliman. Dan ia akan dituntut
pada hari kiamat, lalu ia tiada mempunyai jawaban.
Setengah mereka berkata: "Apabila Allah
berkehendak menganugerahkan hadiah kepada seorang hambaNYA, niscaya
dikuasakanNYA seseorang yang akan berbuat zalim kepada hamba itu".
Seorang laki-laki masuk ke tempat Umar bin
Abdul-aziz r.a. Laki-laki itu lalu mengadu kepada khalifah tadi, bahwa ada
orang yang berbuat zalim kepadanya dan memperkatakannya (dengan yang tidak
baik). Lalu Umar menjawab kepada laki-laki itu: "Sesungguhnya engkau,
jikalau engkau bertemu dengan Allah dan kezaliman yang diperbuat orang kepada
engkau begitu a- danya, adalah lebih baik engkau daripada engkau bertemu dengan
Allah dan engkau sudah mengambil bela atas kezaliman tersebut". Yazid bin
Maisarah berkata: "Kalau engkau senantiasa berdo'a (yang tidak baik)
terhadap orang yang berbuat zalim atas engkau, maka Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang lain akan berdo'a terhadap engkau, bahwa engkau
berbuat zalim atas dia. Jikalau engkau kehendaki, niscaya KAMI terima untuk
engkau dan KAMI terima yang atas engkau. Dan kalau engkau kehendaki, niscaya
AKU kemudiankan kedua engkau sampai hari kiamat. Maka akan melapangkan kedua
engkau oleh kema'afanKU". Muslim bin Yassar berkata kepada seorang
laki-laki yang berdo'a terhadap orang yang berbuat zalim kepadanya:
"Setiap orang zalim itu kepada ke- zalimannya. Maka orang zalim itu lebih
cepat kepada kezalimannya, dari do'a engkau atasnya. Kecuali, disusulinya
dengan amalan yang baik dan ia bermaksud tidak memperbuatnya".
Dari Ibnu Umar, yang diterimanya dari Abubakar,
dimana Abubakar r.a. berkata: "Sampai kepada kami berita dari Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
bahwa Allah Ta'ala menyuruh penyeru pada hari kiamat. Lalu penyeru itu
menyerukan: "Barangsiapa mempunyai sesuatu pada Allah, maka hendaklah ia
bangun berdiri !". Maka bangunlah berdiri orang-orang yang mema'afkan
kesalahan orang. Lalu mereka diberi balasan oleh Allah, dengan apa yang ada,
dari kema'afan mereka kepada manusia".
Dari Hisyam bin Muhammad, yang mengatakan:
"An-Nu'man bin Al-Munzir datang dengan dua orang laki-laki, yang
mengatakan: "An-Nu'man bin Al- Munzir datang dengan dua orang laki-laki.
Yang seorang telah berbuat dosa besar, lalu dima'afkannya. Dan yang seorang
lagi berbuat dosa ringan, lalu disiksanya, seraya ia bermadah:-
Raja-raja itu mema'afkan,dari dosa-dosa besar,
197.
disebabkan
limpahan kurnianya. Pada dosa yang sedikit ia menyiksakan, dan bukanlah yang
demikian, karena kebodohannya...................................
Tetapi, supaya dikelahui, ke-tidak lekas
marah-annya. dan supaya ditakuti,akan sangat tipu-dayanya.
Dari Mubarak bin Fadl-dlalah, yang mengatakan:
"Diutus Sawwar bin Abdullah dalam suatu rombongan dari penduduk Basrah
kepada Abi Ja'far". Mubarak mengatakan: "Aku berada disisi Abi
Ja'far, ketika seorang laki-laki dibawa kepadanya, lalu disuruhnya supaya
dibunuh. Maka aku bertanya: "Dibunuh seorang laki-laki dari kaum muslimin,
sedang aku hadlir disitu ?". Lalu aku menyambung: "Hai Amirulmu'minin
! Apakah tidak aku terangkan kepada engkau suatu hadits, yang aku dengar dari
Al-Hasan Al-Bashari ?". Abi Ja'far menjawab: "Apakah hadits
itu?".
Aku berkata: "Aku mendengar Al-Hasan
berkata: "Apabila telah ada hari kiamat, lalu Allah 'Azza wa Jalla
mengumpulkan manusia pada suatu dataran tinggi, dimana mereka didengar oleh
pemanggil dan tambus pemandangan kepada mereka oleh penglihatan. Lalu penyeru
berdiri, seraya berseru: "Si- apa yang mempunyai tangan pada sisi Allah,
maka hendaklah berdiri!". Lalu tiada yang berdiri, selain orang yang
mema'afkan kesalahan orang lain. Lalu Abi Ja'far menjawab: "Wa'llahi, demi
Allah ! Aku sudah mendengarnya dari Al-Hasan".
Maka aku menjawab: "Wa'llahi, demi Allah !
Aku sudah mendengarnya dari Al-Hasan".
Lalu Abi Ja'bar menyambung: "Kita lepaskan
orang itu". Mu'awiyah berkata: "Kamu harus hilmun (tidak lekas marah)
dan rae- nanggung penderitaan ! Sehingga memungkinkan bagimu kesempatan. Apabila
kesempatan memungkinkan bagimu, maka haruslah kamu berlapang da- da dan berbuat
keutamaan!".
Diriwayatkan, bahwa seorang rahib (pendeta)
masuk ketempat Hisyam bin Abdulmalik. Lalu Hisyam bin Abdulmalik bertanya
kepada rahib tadi: "A- pakah pendapat engkau tentang Zulkarnain ? Apakah
ia seorang nabi ?".
Pendeta itu menjawab: "Tidak ! Akan tetapi
ia diberikan, apa yang telah diberikan, disebabkan empat perkara yang ada
padanya. Yaitu: Apabila ia berkuasa, niscaya ia mema'afkan. Apabila ia
berjanji, niscaya ia tepati. Apabila ia berbicara, niscaya ia benar.
Dan ia tidak mengumpulkan pekerjaan hari ini
untuk besok".
Sebahagian mereka berkata: "Tidaklah orang
yang tidak lekas marah (orang halim) itu, orang yang dianiaya, lalu tidak lekas
marah, sehingga apabila ia mampu maka ia membalas dendam, tetapi orang Halim
Ialah orang yang di aniaya aniaya, lalu tidak lekas marah. Sehingga apabila ia
mampu, maka ia mema'afkan".
198
Zayyad berkata: "Kekuasaan itu
menghilangkan al-hafiidhah. Ya'ni: dendam dan marah.
Dibawa kepada Hisyam bin Abdulmalik, seorang
laki-laki, yang sampai kepada Hisyam, ada urusan yang tidak disenangi oleh
Hisyam. Tatkala laki-laki tersebut disuruh berdiri dihadapan Hisyam, lalu ia
berbicara dengan mengemukakan alasan (hujjah), Maka Hisyam berkata kepada orang
tadi: "Engkau berbicara pula?".
Orang itu menjawab: "Wahai Amirul-mu'minin
! Allah 'Azza wa Jalla berfirman :-
يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَن نَّفْسِهَا َ
(Yaurna ta'tii kullu nafsin tujaa-dilu 'an
nafsihaa).
Artinya: " (Ingatlah) akan hari dimana
tiap-tiap diri datang membela dirinya sendiri". S.An-Nahl, ayat 111.
Apakah kita akan membela diri dihadapan Allah Ta'ala dan tiada berkata-kata,
sepatah katapun dihadapan engkau ?". Hisyam menjawab: "Ya,
berbicaralah !".
Diriwayatkan, bahwa seorang pencuri masuk ke
khemah 'Ammar bin Yasir di Shiffin. Lalu orang mengatakan kepada 'Ammar:
"Potonglah tangannya! Karena dia termasuk musuh kita".
Lalu 'Ammar menjawab: "Bahkan akan aku
tutup perbuatannya.Mudah-mudahan Allah akan menutup dosaku pada hari
kiamat". Ibnu Mas'ud duduk pada sebuah toko, akan membeli makanan. Lalu
di- belinya. Kemudian, dicarinya dirham dan dirham itu ada dalam surbannya.
Maka didapatinya surban itu sudah terbuka, lalu ia berkata: "Aku tadi
duduk dan dirham itu bersama aku".
Maka orang banyak berdo'a (yang tidak baik)
terhadap orang yang mengambil dirham itu. Mereka berdo'a: ""Wahai
Allah Tuhanku! Potonglah tangan pencuri yang mengambil uang dirham itu ! Wahai
Allah Tuhanku ! Buatlah demikian pada orang itu !".
Lalu Abdullah Ibnu Mas'ud tadi berdo'a:
"Wahai Allah Tuhanku ! Jikalau yang mendorong orang itu kepada
mengambilnya oleh suatu keperluan, maka anugerahilah barakah bagi orang itu
kepada mengambilnya oleh suatu keperluan, maka anugerahilah barakah bagi orang
itu pada dirham tersebut ! Dan jikalau yang mendorongnya oleh keberanian kepada
berbuat dosa, maka jadikanlah dosa itu, sebagai dosanya yang terakhir!".
Al-Fudlail berkata: "Aku belum pernah melihat orang yang lebih zuhud, dari
seorang laki-laki dari penduduk Khurasan, yang duduk dekat aku di Masjidil-
haram. Kemudian, ia berdiri untuk mengerjakan thawaf. Lalu dicuri orang uang dinar
yang ada padanya. Maka membuat ia menangis. Lalu aku bertanya: "Adakah
engkau menangis atas hilangnya dinar itu ?".
199.
Maka ia menjawab: 'Tidak! Tetapi dinar itu
menyakitkan aku dan orang itu dihadapan Allah 'Azza wa Jalla. Lalu hampirlah
akalku kepada membatalkan bajinya.
Maka tangisanku adalah rahmat (kasih sayang)
bagi pencuri itu". Malik bin Dinar berkata: "Pada suatu malam kami
datang ke tempat Al- Hakam bin Ayyub. Dan ia adalah amir (penguasa) Basrah. Dan
datanglah Al- Hasan dan dia itu dalam ketakutan. Lalu kami masuk bersama
Al-Hasan. Maka tidak adalah kami bersama Al-Hasan, selain seperti anak ayam
kecil-kecil. Lalu Al-Hasan menerangkan kissah Nabi Yusuf a.s. dan apa yang
diperbuat oleh saudara-saudaranya. Diantara lain, mereka menjual Yusuf dan
melemparkannya dalam sumur. Lalu Al-Hasan berkata: "Mereka menjual sauda-
ranya dan mereka menggundahkan ayahnya". Dan disebutkan oleh Al-Hasan,
apa yang dialami Yusuf,'tentang tipuan wanita dan dipfenjarakan. Kemu- dian
Al-Hasan menyambung: "Hai Amir! Apakah yang diperbuat oleh Allah dengan
Yusuf ? Allah menjadikan masa itu beredar bagi Yusuf dari mereka. Allah
mengangkat sebutan Yusuf, meninggikan namanya dan menjadikannya menguasai
gudang-gudang makanan di bumi. Apakah yang diperbuat oleh Yusuf, ketika telah
sempurna urusannya dan berkumpul semua keluarganya ? Yusuf a.s. berkata:-
قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ
وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
(Qaala: laatats-riiba alaikumul-yauma,
yagh-firullaahu lakum, wa huwa arha- mur-raahiimiin).
Artinya: "Dia (Yusuf) berkata: "Pada
hari ini tidak ada pencelaan (penyesalan) apa-apa kepada kamu. Allah kiranya
mengampuni kesalahan kamu. Dan dia Maha Pemurah dari segala orang-orang yang
pemurah".S.Yusuf, a- yat 92.
Al-Hasan mengemukakan kepada Al-Hakam, untuk
mema'afkan teman-temannya.
Al-Hakam menjawab: "Maka aku mengatakan:
"Pada hari ini tidak ada pencelaan (penyesalan) apa-apa kepada kamu.
Jikalau tiada aku peroleh, selain kainku ini, niscaya akan aku tutupkan kamu
dibawahnya". Ibnul-Muqaffa' menulis sepucuk surat kepada temannya, dimana
ia meminta ma'af dari kesalahan sebahagian teman-temannya, yang isinya diantara
lain: "Si Anu lari dari kesalahannya kepada kema'afan engkau, yang merasa
enak dari engkau, dengan engkau. Dan ketahuilah, bahwa dosa itu tidak bertambah
besar, melainkan kema'afan itu bertambah keutamaan". Dib^wa orang Asara
bin Al-Asy'ats kepada khalifah Abdul-malik bin Marwan.
Lalu Abdul-Malik bertanya kepada Raja' bin
Haiwah: "Apa pendapatmu ?". Raja' menjawab: "Sesungguhnya Allah
Ta'ala telah memberikan kepada engkau kemenangan yang engkau sukai. Maka
berikanlah kepada Allah ke ma'afan yang disukaiNYA".
200.
Lalu Abdul-malik bin Marwan mema'afkan mereka.
Diriwayatkan, bahwa Ziyad (guberaur Irak)
mengambil (menangkap) seorang laki-laki dari golongan khawarij. Lalu laki-laki
itu lepas melarikan diri dari tahanan. Maka Ziyad menangkap saudara dari
laki-laki tadi, seraya berkata kepadanya: "Jikalau engkau bawa saudaramu,
maka engkau akan bebas. Jikalau tidak, maka akan aku pukul (potong)
lehermu". Laki-laki yang ditangkap itu menjawab: "Bagaimana pendapat
engkau, jikalau aku bawa kepada engkau surat dari Amirul-mu'minin, apakah
engkau a kan melepaskan aku ?". Ziyad menjawab: "Ya!".
Laki-laki tadi lalu berkata:
"Maka aku akan membawa kepada engkau surat (kitab) dari Yang Mahakuasa
lagi Yang Mahabijaksana. Dan akan aku tegakkan dua saksi: Ibrahim dan
Musa". Kemudian, laki-laki tersebut, membaca ayat:-
أَمْ لَمْ
يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى
وَإِبْرَاهِيمَ
الَّذِي وَفَّى
أَلاَّ تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
(Am lam yunabba'bi-maa fii shuhufi Muusaa wa
Ibraahiimal ladzii waffaa Allaa taziru waaziratun wizra ukh-raa).Artinya:
"Atau belumkah diberitakan kepadanya apa yang didalam suratsu- rat Musa.
Dan Ibrahim yang memenuhi (kewajibannya)? Yaitu, bahwa seorang pemikul beban
tiada dapat memikul beban orang lain".S.An-Najm, ayat 36-37-38.
Lalu Ziyad berkata: "Lepaskan jalannya !
Ini laki-laki telah mengajarkan hujjahnya (alasannya)".
Ada yang mengatakan, bahwa tertulis dalam
Injil, yang maksudnya: "Barangsiapa meminta ampun bagi orang yang berbuat
zalim kepadanya, maka ia telah mengalahkan setan".
KEUTAMAAN
BELAS KASIHAN.
Ketahuilah, bahwa belas kasihan itu terpuji.
Dan lawannya, ialah: kasar dan tabiat tajam (keras). Tabiat kasar itu hasil
(natijah) marah dan jahat perangai. Belas kasihan dan lemah lembut itu hasil
kebagusan akhlak dan penurut (mudah dan tidak kaku). Kadang-kadang, sebab
tabiat tajam (keras) itu, ialah: marah. Dan kadang-kadang sebabnya, ialah:
sangat loba dan berkuasanya loba itu (pada hati), dimana mencengangkannya,
tanpa berpikir dan mence- gahkannya dari tetapnya pendirian.
Maka belas kasihan dalam segala urusan itu buah
(hasil), yang tidak dibu- ahkan (dihasilkan), selain oleh kebagusan akhlak. Dan
akhlak itu tidak akan bagus, selain dengan mengekang kekuatan marah dan
kekuatan nafsu-syahwat. Dan menjaganya pada batas sederhana. Dan karena
inilah, Rasulu'llah
201.
صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
memuji kelemah-lembut-an dan bersangatan pujinya. Seraya beliau bersabda:-
(Yaa 'Aa-isyatu, innahuu man u'thia hadh-dhahuu
minar-rifqi qad u'thia- hadh-.dhahuu min khairid-dun-ya wal-aakhirati wa man
hurima hadh-dhahuu minar-rifqi fa qad hurima hadh-dhahuu min khairid-dun-ya
wal-aakhirati). Artinya: "Hai Aisyah ! Sesungguhnya, barangsiapa diberikan
bahagiannya dari kelemah-lembutan, maka sesungguhnya ia telah diberikan
bahagiannya dari kebajikan dunia dan akhirat. Dan barangsiapa diharamkan (tiada
di- beranikan) bahagiannya dari kelemah-lembutan, maka ia telah diharamkan
(tiada diberikan) bahagiannya, dari kebajikan dunia dan akhirat".(1).
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إذا أحب الله أهل بيت أدخل عليهم الرفق
(Idzaa ahabbal-laahu ahla baitin, ad-khala
'alaihimur-rifqa) Artinya: "Apabila Allah mengasihi keluarga suatu rumah
tangga, niscaya di- masukkanNYA kepada mereka sifat belas-kasihan".(2).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن الله ليعطي على الرفق ما لا يعطي على الخرق وإذا أحب الله عبدا
أعطاه الرفق وما من أهل بيت يحرمون الرفق إلا حرموا محبة الله تعالى
(Innal-laaha la-yu'thii 'alar-rifqi maa laa
yu'thii 'alal-khurqi, wa idzaa ahabbal-laahu 'abdan, a'thaa-hur-rifqa, wa maa
min ahli baitin yuhra-muunar- rifqa illaa hurimuu mahabbatal-laahi
Ta'aalaa).Artinya: "Sesungguhnya Allah akan memberikan diatas
belas-kasihan, apa yang tidak diberikanNya, diatas perbuatan yang tidak ada
belas kasihan (khurqun). Dan apabila Allah mengasihi seorang-hamba, niscaya
diberikan- NYA kepada hamba itu belas kasihan. Dan suatu keluarga suatu rumah
tangga yang tidak diberikan belas kasihan, maka mereka diharamkan (tidak diberikan)
kasih sayang Allah Ta’ala".(3).
Aisyah r.a. berkata: "Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
(Innal-laaha ra fiiqun yuhibbur-ra-fiiqa wa
yu'thii 'alaihi ma laa yu'thii'alal- unfi).
(1) Dirawikan
Ahmad dan Al-'Uqaili dari 'Aisya r.a.
(2) Dirawikan Ahmad dengan sanad baik dan Al-Baihaqi dengan sanad
dla'if dari 'Aisyah r.a.
(3) Dirawikan
Ath-Thabrani dari Jarir dengan isnad dla'if.
202.
إن الله رفيق يحب الرفق ويعطي عليه ما لا يعطي على العنف
Artinya: "Sesungguhnya Allah itu sangat
belas-kasihan. yang sangat menyukai belas kasihan. Dan memberikan apa yang
tidak diberikanNYA atas kekasaran".(l).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Hai 'A isyah! Belas-kasihanilah! Sesungguhnya Allah Ta'ala
apabila berkehendak kemulian (karamah) kepada keluarga suatu rumah tangga,
niscaya mereka ditunjukiNYA pintu belas-kasihan".(2). Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Barangsiapa mengharamkan (tiada memberikan) belas-kasihan,
niscaya ia di haramkan (tiada diberikan) kebajikan semua- nya".(3).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
أيما وال ولي فرفق ولان رفق الله تعالى به يوم القيامة
(Ayyumaa waalin wu li-ya fa rafaqa wa laana
ra-faqal-laahu ta'aalaa bihi yaumal-qiy aamah).Artinya: "Wali (penguasa pada suatu
golongan) manapun, yang memerintah. Lalu ia belas-kasihan dan lemah-lembut,
niscaya ia dikasihani oleh Allah Ta'ala pada hari kiamat".(4).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: تدرون من يحرم على النار
يوم القيامة كل هين لين سهل قريب
"Tahukah kamu orang yang diharamkan (tidak dimasukkan) ke neraka pada hati
kiamat? Yaitu: tiap-tiap orang yang tidak kaku. lemah-lembut, mudah berurusan
dan bersifat mendekati".(5).
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: الرفق يمن والخرق شؤم "Sifat belas kasihan itu suatu nikmat
dan sifat tidak belas kasihan itu suatu sifat serakah".(6).
Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
التأني من الله والعجلة من الشيطان
(At-ta-annii minal-laahi wal-'ajalatu
minasy-syaithaani). Artinya: "Pelan-pelan itu dari Allah dan
tergopoh-gopoh itu dari setan".(7). Diriwayatkan, bahwa Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
didatangi oleh seorang laki-laki. Lalu orang itu berkata: "Wahai
Rasulu'llah ! Sesungguhnya Allah Ta'ala telah memberkahi sekaliankaum muslimin pada
engkau. Maka khususkaniah (ten- tukanlah) kebajikan bagiku dari engkau !".
Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
membaca: الحمد لله "Alhamdulil-laah"-dua kali atau
tiga kali. Kemudian Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menghadapkan pertanyaannya kepada orang
itu, seraya bersabda: "Adakah engkau meminta wasiat (nasehat) Dua kali
atau tiga kali, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menanyakannya. Orang itu menjawab: "Ya !".
(1). Dirawikan
Muslim dari 'Aisyah r.a.
(2). Dirawikan
Ahmad dari 'Aisyah r.a.
(3). Dirawikan
Muslim dari Jarir.
(4) Dirawikan
Muslim dari 'Aisyah r.a.
(5) Dirawikan
At-Tirmidzi dari Ibni Mas'ud.
(6) Dirawikan
Ath-Thabrani dari Ibni Mas'ud dan Al-Baihaqi dari 'Aisyah r.a.
(7) Dirawikan
Abu Yu'la dari Anas dan dirawikan At-Tirmidzi dari Sahl bin Sa'ad.
203.
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
lalu bersabda:
إن أردت أمرا فتدبر عاقبته فإن كان رشدا فأمضه وإن كان سوى ذلك فانته
(Innaa arad-ta amran fa tadabbar'aaqibatahu, fa
in kaana rusydan fa-amdli- hi, wa in kaana si-waa dzaalika, fan-tahi).Artinya:
"Apabila engkau menghendaki suatu urusan, maka pikirkanlah a- kibatnya!
Kalau baik, maka teruskanlah! Dan jikalau tidak demikian, maka hentikanlah
!".(1).
Dari 'A isyah r.a.: "Bahwa 'A isyah ada
bersama Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dalam suatu perjalanan, atas unta yang sukar dikendalikan.
Lalu 'A isyah r.a. memalingkan unta itu ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Hai 'A isyah! Engkau harus belas-kasihan! Sesungguhnya belas
kasihan apabila masuk pada sesuatu, niscaya ia akan menghiasi sesuatu itu. Dan
bila tercabut belas-kasihan dari sesuatu, maka akan merusakkan sesuatu
tersebut".(2).
Al-atsar, diantara lain, ialah: telah sampai
berita kepada Umar bin AlKhattab r.a., bahwa suatu jama'ah dari rakyatnya,
menyampaikan pengaduan dari hal karyawan-karyawan Umar. Lalu Umartmenyuruh
mereka bertemu dengan Umar. Tatkala mereka datang kepada Umar, maka Umar
bangun berdiri. Lalu beliau memuji Allah dan menyanjungNYA. Kemudian, beliau
berkata; "Hai manusia! Hai rakyat ! Sesungguhnya kami mempunyai hak pada
kamu: menasehati dengan yang jauh dan tolong-menolong diatas kebajikan. Hai
para pemimpin rakyat! Sesungguhnya rakyat mempunyai hak atas kamu. Maka
ketahuilah, bahwa tiada suatupun yang paling disukai Allah dan yang paling
mulia, daripada tidak lekas marahnya imam (kepala) dan belas-kasihannya.
Dan tiada kebodohan yang paling dimarahi Allah
dan yang paling menduka- citakan, daripada bodohnya imam (kepala) dan tidak
lekas belas kasihannya Dan ketahuilah, bahwa barangsiapa mengambil dengan sehat
pada orang yang ditengah-tengahnya, maka ia akan dianugerahkan sehat dari orang
yang dibawahnya".
Wahab bin Munabbih berkata: "Belas kasihan
itu buah (hasilnya) tidak lekas marah".
Pada hadits mauquf dan marfu', tersebut:
العلم خليل المؤمن والحلم وزيره والعقل دليله والعمل قيمه والرفق
والده واللين أخوه والصبر أمير جنوده
(Al-'ilmu khaliilul-mu'mini, wal-hilmu
waziiruhu, wal-'aqlu daliiluhu, wal- 'amalu qayyimuhu, war-rifqu waaliduhu,
wal-layyinu akhuuhu wash shabru amiiru junuudihi).
(1) Dirawikan
Ibnul-Mubarak dari Abi Ja'far, hadit dla'if sekali.
(2) Dirawikan
Muslim dari 'Aisyah r.a.
204.
Artinya: "Ilmu itu teman orang mu'min,
tidak lekas marah itu menterinya, akal itu penunjuknya, amal itu yang
menilaikamiya. belas kasihan itu ba- paknya, lemah-lembut itu saudaranya dan
sabar itu panglima tentara-tenta- ranya".(l).
Sebahagian mereka berkata:
"Alangkah bagusnya iman, yang dihiaskan oleh ilmu ! Alangkah bagusnya
ilmu, yang dihiaskan oleh amal! Alangkah bagusnya amal, .yang dihiaskan oleh
belas-kasihan ! Tiada ditambahkan sesuatu kepada sesuatu, seperti tidak lekas
marah (hilmun) kepada ilmu". 'Amr bin Al-'Ash bertanya kepada anaknya
Abdullah.-. "Apakah belas-kasihan itu ?".
Abdullah menjawab: "Bahwa engkau mempunyai
tetap pendirian. Lalu engkau berlemah'lembut dengan wali-wali negeri
(penguasa-penguasa)". 'Amr bertanya lagi: "Apakah tidak belas-kasihan
itu?". Abdullah menjawab: "Bermusuh-musuhan dengan imam (kepala)
engkau dan menantang orang yang sanggup mendatangkan melarat atas engkau".
Sufyan bin Uyaynah bertanya kepada sahabat-sahabatnya: "Tahukah kamu,
apakah belas-kasihan itu ?".
Mereka itu menjawab: "Terangkanlah, hai
Ayah Muhammad (panggilan kepada Sufyan)!".
Sufyan menjawab: "Bahwa engkau meletakkan
segala perkara pada tempatnya. Keras pada tempatnya. Lemah-lembut pada
tempatnya. Pedangpada tempatnya. Dan cemeti pada tempatnya''.
Ini suatu isyarat, bahwa tak boleh tidak dari
bercampurnya kekasaran dengan ke-lemah-Iembut-an dan ke-jahatan perangai dengan
belas kasihan, sebagaimana dikatakan pada suatu madah:-
Meletakkan embun, pada tempat pedang dengan
ketinggian, itu melarat, seperti meletakkan, pedang pada tempat embun.
Maka yang terpuji, ialah
pertengahan, antara keras dan lemah-lembut, sebagaimana pada akhlak-akhlak
lainnya. Akan tetapi, tatkala tabiat itu lebih cenderung kepada keras dan
tajam, niscaya keperluan itu lebih banyak kepada menggemarkan pada segi belas
kasihan. Maka karena itulah, pujian agama banyak kepada segi belas kasihan,
tidak kepada sifat keras, walau pun sifat keras itu baik pada tempatnya.
Sebagaimana sifat belas kasihan itu baik pada tempatnya. Maka apabila yang
harus itu sifat keras, niscaya sesungguhnya telah bersesuaian kebenaran dengan
hawa-nafsu. Dan itu lebih enak dari susu dadih yang dicampurkan dengan madu
putih. Dan begitulah sete rusnya...
(1). Dirawikan Abusy-Syaikh dari Anas dengan
sanad dla'if. Dan dirawikan Al-Oadha'i dari Abid-Darda' dan Abi Hurairah, Dan
keduanya dla'if.
205.
Umar bin Abdul-aziz r.a. berkata:
"Diriwayatkan, bahwa 'Amr bin Al-'ash meriulis surat kepada Mu'awiyah,
yang dicelanya tentang: sangat pelan-pelan dalam tindakan (at-taanni). Maka
Mu'awiyah menulis balasannya kepada 'Amr bin Al-'ash:-
"Adapun kemudian, maka sesungguhnya
pemahaman pada kebajikan itu menambah petunjuk. Dan orang yang memperoleh petun
juk, ialah: orang yang memperoleh petunjuk dari tergopoh-gopoh. Dan sesungguhnya
orang yang kecewa, ialah: orang yang kecewa dari tetap pen- dirian. Dan orang
yang tetap pendirian itu, ialah: orang yang memperoleh kebenaran atau
mendekati ia memperoleh kebenaran. Dan sesungguhnya orang yang terburu-buru
itu orang yang salah atau mendekati ia menjadi orang yang salah. Dan
sesungguhnya orang yang tidak bermanfa'at baginya belas kasihan, maka akan
mendatangkan melarat baginya oleh tidak belas kasihan. Dan orang yang tidak bermanfa'at
baginya pengalaman, niscaya ia tidak akan mencapai ke- tinggian".
Dari Abi 'Aun Al-Anshari, yang berkata:
"Tiadalah manusia berkata-kata dengan kata-kata yang sukar, melainkan
disampingnya ada kata-kata yang lebih lemah-lembut dari kata-kata itu, yang
berjalan pada jalannya". Abu Hamzah Al-Kufi berkata: "Janganlah
engkau mengambil dari pembantu (yang membantu mengurus rumah tangga),selain
yang tak boleh tidak dari- padanya.
Sesungguhnya bersama setiap manusia itu, ada
setan. Dan ketahuilah, bahwa mereka tiada akan memberikan sesuatu kepada engkau
dengan kekerasan, melainkan mereka akan memberikan kepada engkau dengan
lemah-lembut, apa yang lebih utama daripadanya".
Al-Hasan AI-Bashari r.a. berkata: "Orang
mu'min itu tetap pendirian, lagi tidak terburu-buru. Ia tidak seperti orang
yang mengumpulkan kayu api di ma- lam hari".
Maka inilah pujian ahli ilmu kepada belas
kasihan. Dan yang demikian, ka- rena itu terpuji dan memberi faedah pada
kebanyakan hal dan kebiasaan u- rusan. Dan kadang-kadang terdapat perlunya
kepada sikap keras. Akan tetapi itu jarang terjadi. Dan sesungguhnya orang
yang sempurna, ialah: orang yang dapat membedakan tempat yang harus belas
kasihan, dari tempat yang harus bersikap kasar. Maka diberikan masing-masing
urusan akan haknya. Kalau ia pendek penglihatan atau menjadi kesulitan
kepadanya suatu hukum dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, maka hendaklah
kecenderungannya kepada belas-kasihan. Karena pada kebanyakannya, kemenangan
itu bersama belas kasihan.
206.