Rahsia Zakat
Segala
pujian bagi Allah yang menganugerahkan bahagia dan cela-ka, yang me mati kan
dan yang menghidupkan, yang mengadakan dan yang memfanakan, yang memiskinkan
dan yang mengayakan, yang mendatangkan melarat dan yang menganugerahkan, yang
menjadikan hewan (makhluk hidup) dari setitik air yang amis sebagai mani.
Kemudian DIAlah sendiri yang menjadikan makhluk dengan sifatNya yang maha kaya.
Kemudian, Dia yang menentukan sebahagian hambaNya dengan keadaan yang lebih
baik. Maka dicurahkanNya kepada mereka dari nikmat-nikmatNya, akan apa yang
memudahkan bagi siapa yang dikehendakiNya dan menjadi kaya. Dan yang sangat
memerlukan kepada hambaNya yang memperoleh kelimpahan itu, ialah orang-orang
yang tidak berhasil memperoleh rezekinya dan yang bersusah payah, sebagai
pernya-taan untuk ujian dan percobaan.
Kemudian,
Ia menjadikan zakat untuk agama, adalah menjadi azas dan sendi. Dan
diterangkanNya bahwa dengan kurniaNya, mendapat kesucianlah dari
hamba-hambaNya, siapa-siapa'yang memperoleh kesucian. Dan dari kekayaanNya,
memberikan zakat, siapa yang memberikan zakat hartanya.
Selawat
kepada Muhammad Pilihan, penghulu manusia dan matahari petunjuk. Dan kepada
keluarga dan para shahabatnya, yang ditentukan dengan ilmu dan taqwa.Kemudian,
Allah Ta'ala telah menjadikan zakat,
salah satu daripada sendi Islam. Dan mengiringi menyebutkan zakat itu, dengan
shalat, yang menjadikan tanda yang setinggi-tingginya (bagi Islam). Ia
berfirman :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ
(Wa
aqiimush-shalaata wa aatuz-zakaah).
Artinya
; "Dirikanlah shalat dan bayarkanlah
zakat". (S. Al-Baqarah, ayat 43).
Dan
sabda Nabi saw. : "Didirikan Islam
atas lima : mengaku tiada yang disembah dengan sebenar-benamya. selain Allah;
mengaku bahwa Muhammad hambaNya dan RasulNya;mendirikan shalat dan
membayarkan zakat". (1)
(1) Sambungan dari
hadits ini, yang dua lagi dari lima itu. Ialah : berpuasa bulan Ramadlan dan
mengerjakan hajii ke Baitullah. (Peny). Dan hadits ini dirawikan Al-Diukhari
dan Muslim dari Ibnu Umar.
|
Allah
Ta'ala menegaskan peringatan dengan ancaman, terhadap orang-orang yang teledor
dalam pembayaran zakat, dengan firmanNya :
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ
الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
(walladziina yaknizuunadz-dzahaba
wal-fidl-dlata wa laa yunfiquu-nahaa fii sabiilillaahi fa basy-syirhum
biadzaabin aliim).Artinya
: "Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak mengeluarkannya pada jalan Allah, maka beritakanlah
kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih". (S-
Al-Baraah,@Attaubah ayat 34).
Arti
mengeluarkan pada jalan Allah, yaitu
: mengeluarkan hak zakat.
Berkata
Al-Ahnaf bin Qais : "Adalah aku dalam rombongan orang Quraisy, maka
lalulah Abu Dzar, seraya mengatakan :" Kabarkanlah kepada orang-orang yang
menyimpan harta, tanpa mengeluarkan zakat, bahwa mereka akan disiksa dengan
ditusuk belakang mereka dengan besi panas, yang besi panas itu akan keluar pada
lembung mereka dan ditusuk pada kuduk mereka, yang akan keluar dari dahi
mereka". Dan pada riwayat lain, tersebut: "Bahwa besi panas itu
diletakkan di atas pentil susu seseorang mereka, lalu di-tusukkan, maka
dikeluarkan dari tulang belikatnya. Dan diletakkan di atas tulang belikatnya,
lalu dikeluarkan dari pen til susunya, dengan digerak-gerak kan ".
Berkata
Abu Dzar : "Telah sampai aku kepada Rasulullah saw., di mana beliau sedang
duduk dalam naungan Ka'abah. Tatkala beliau melihat aku, lalu bersabda : "Mereka adalah sangat merugi, demi Tuhan yang mempunyai Ka'bah
ini". Maka
aku bertanya : "Siapakah mereka?".Beliau
menjawab : "Mereka
yang banyak hartanya, kecuali orang-orang yang mengatakan, bahwa begini dan begini,
dari hadapannya dan belakangnya, dari kanannya dan kirinya. Dan amat sedikitlah
mereka yang seperti ini.Tidaklah dari orang yang mempunyai unta, sapi dan
kambing yang tidak membayarkan zakatnya, melainkan binatang temak itu, datang
pada hari qiamat, dalam keadaan yang lebih besar dan gemuk lagi, menanduk orang
yang mempunyainya dengan tanduk-tanduknya dan memijakkannya dengan kakinya.
Setelah selesai yang penghabisan, maka datanglah yang permulaan, sehingga
selesailah dihukum diantara manusia". (1)
(1) Dirawikan
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Dzar.
|
Apabila ketegasan ini dikeluarkan dalam dua kitab Shahih (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim), maka menjadi sebahagian yang terpenting dari Agama, membuka segala kunci rahasia dari zakat dan syarat-syaratnya, yang terang dan yang tersembunyi, segala pengertiannya, yang dhahir dan yang bathin, serta diringkaskan kepada yang harus diketahui oleh orang yang membayar zakat dan yang menerimanya. Untuk menyingkapkan yang demikian itu, terbentang di dalam empat-pasal:
Pasal Pertama : tentang segala macam zakat dan sebab-sebab wa-jibnya.
Pasal Kedua : tentang segala adab dan syarat-syaratnya, yang bathin dan yang dhahir.
Pasal Ketiga : tentang orang yang menerima, syarat-syarat berhak zakat dan segala adab menerimanya.
Pasal Keempat: tentang sedekah sunat dan keutamaannya.
Pasal pertama : Tentang
segala macam zakat dan sebab-sebab wajibnya.Dipandang kepada yang bersangkutan dengan zakat itu, ada enambahagian
:
1.Zakat
binatang temak.
2.Zakat
emas dan perak.
3.Zakat
tijarah (perniagaan).
4.Zakat
rikaz (emas dan perak yang diperoleh
dari simpanan orang-orang dahulu) dan ma'din
(emas dan perak yang dikeluarkan dari pertambanganny a).
5.Zakat
harta yang diberikan sepersepuluh daripadanya untuk zakat (al-mu'asy-syarat).
6.Zakat
fithrah.
Bahagian
pertama : Zakat binatang ternak.
Tidak
diwajibkan zakat ini dan lainnya, kecuali atas orang merdeka (bukan budak) dan
muslim. Dan tidak disyaratkan baligh
(dewasa), bahkan diwajibkan zakat pada harta anak-anak dan orang gila.
Inilah
syaratnya, orang yang dikenakan zakat.
Mengenai
harta (dari bahagian pertama ini, yang dikenakan zakat), maka syaratnya lima ;
1.Binatang
ternak.
2.Digembalakan.
3.Cukup
setahun dalam miliknya.
4.Sempurna
nishabnya.
5.Sempurna
miliknya.
Syarat Pertama : adalah binatang itu binatang ternak.
Maka tak kena zakat, selain pada unta,
kerbau, sapi, kambing dan biri-biri (kibasy). Kuda,
baghal, keledai dan anak binatang yang terjadi diantara rusa dan kambing, tidak
kena zakat padanya.
Syarat Kedua : digembalakan dilapangan rumput. Maka
tidak kena zakat pada binatang temak, yang diberi umpan. Apabila binatang
ternak itu, pada suatu waktu digembalakan dan pada waktu yang lain, diberi
umpan, yang kelihatan besar perongkosannya, maka tidak dikenakan zakat.
Syarat Ketiga: cukup setahun dalam miliknya. Bersabda
Nabi saw.
:لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول
:لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول
(Laa
zakaata fii maalin, hattaa yahuula 'alaihilhaul).Artinya
: "Tidak diwajibkan zakat pada
harta, sehingga sampailah setahun padanya". (1) Dan
dikecualikan dari ini, akan hasil harta (binatang itu beranak dalam pertengahan
tahun), maka menjuruslah hukum harta kepadanya. Maka wajiblah zakat pada anak
hewan itu, karena tahun induknya.Kalau
hewan itu dijual atau diberikan, pada pertengahan tahun niscaya putuslah
tahunnya.
Syarat Keempat : sempuma milik dan urusannya pada hewan
itu. Maka wajiblah zakat pada hewan yang digadaikan, karena harta itu dalam
keadaan dipertaruhkan dalam tanggungannya. Tetapi
tidak wajib zakat pada binatang ternak yang hilang dan yang dirampas orang.
Kecuali apabila kembali lagi ke dalam tangannya, dengan segala tambahannya.
Maka wajiblah zakat pada masa yang lampau, ketika kembalinya.Kalau
ada hutang, yang menghabiskan semua hartanya, maka tidaklah wajib zakat pada harta
itu, karena tidaklah ia dinamakan orang
kaya. Karena orang kaya, ialah
orang yang berkelebihan dari yang diperlukan.
Syarat Kelima : sempurna nishabnya. Maka pada unta, tidak diwajibkan zakat, sebelum
sampai banyaknya lima ekor.
Pada
lima ekor, zakatnya seekor biri-biri, yang umurnya setahun
dan masuk pada tahun kedua atau seekor
kambing, yang umurnya dua tahun dan masuk pada tahun ketiga.
Pada
sepuluh ekor unta, zakatnya dua ekor
biri-biri atau kambing. Pada lima belas
ekor, zakatnya tiga ekor biri-biri
atau kambing. Pada dua puluh ekor,
zakatnya empat ekor biri-biri atau
kambing.
(1) Dirawikan Abu
Dawud dari Ali. dengan isnad baik.
|
Pada
dua puluh lima ekor, zakatnya seekor unta betina, yang umurnya setahun
dan masuk pada tahun kedua (binti machadl). Kalau tak ada binti machadl, maka
boleh diserahkan ibnu labun, yaitu
anak unta jantan, yang umurnya masuk pada tahun ketiga, walaupun si pemberi
zakat itu sanggup membeli binti machadl.
Pada
tiga puluh enam ekor, zakatnya seekor binti labun (seekor unta betina,
yang umurnya dua tahun dan masuk pada tahun ketiga). Pada empat puluh enam ekor, zakatnya seekor
hiqqah, yaitu unta betina, yang umurnya tiga tahun dan masuk pada tahun
keempat. Pada enam puluh satu ekor,
zakatnya seekor jidz'ah, yaitu unta
betina, yang umurnya empat tahun dan masuk pada tahun kelima. Pada tujuh puluh enam ekor, zakatnya dua ekor binti labun. Pada sembilan puluh satu ekor, zakatnya dua ekor hiqqah. Pada seratus dua puluh satu ekor,zakatnya tiga ekor binti labun.
Apabila
jumlahnya telah sampai kepada stratus tiga puluh
ekor, maka tetaplah perhitungannya, dengan cara : tiap-tiap lima puluh ekor unta, zakatnya, seekor hiqqah dan tiap-tiap empat puluh ekor, zakatnya, seekor binti labun,Mengenai
sapi atau kerbau, tidak diwajibkan zakat, sebelum sampai jumlahnya tiga puluh ekor.
Pada
tiga puluh ekor sapi atau kerbau,
zakatnya seekor tabi', yaitu seekor
anak sapi atau kerbau jantan, yang umurnya setahun dan masuk pada tahun kedua.
Pada empat puluh ekor, zakatnya seekor musinnah, yaitu seekor anak sapi
atau anak kerbau betina, yang umurnya dua tahun dan masuk pada tahun ketiga.
Kemudian,
pada enam puluh ekor, zakatnya dua ekor tabi'. Dan tetaplah perhitungan
sesudah itu, dengan cara : pada tiap-tiap empat
puluh ekor sapi atau kerbau, zakatnya seekor
musinnah dan pada tiap-tiap tiga
puluh ekor, zakatnya seekor tabi'. Mengenai
kambing atau biri-biri (kibasy), tidak diwajibkan zakat, sebelum sampai
jumlahnya empat puluh ekor.
Pada
empat puluh ekor daripadanya,
zakatnya seekor biri-biri (kibasy),
atau seekor kambing. Kemudian tiada
bertambah pemba-yaran sampai kepada jumlahnya seratus-dua puluh satu ekor. Maka pada seratus dua puluh satu ekor itu, zakatnya dua ekor biri-biri atau kambing,
sampai kepada jumlahnya dua ratus satu
ekor. Dan pada dua ratus satu ekor
ini, zakatnya tiga ekor, sampai
kepada empat ratus ekor. Maka pada empat ratus ekor ini, zakatnya empat ekor. Kemudian, tetaplah
perhitungannya, bahwa pada tiap-tiap seratus, zakatnya seekor.
Zakat
daripada dua harta yang bercampur, adalah seperti zakat dari seorang pemilik,
tentang nishabnya. Kalau ada diantara
dua orang, empat puluh ekor kambing, maka zakatnya seekor. Kalau ada diantara
tiga orang, seratus dua puluh ekor kambing, maka zakatnya seekor juga diantara
mereka bertiga.
Campuran
yang masih kentara, adalah seperti
campuran yang tidak kentara. Tetapi
disyaratkan diantara kedua pemilik itu, menem-patkan kedua binatang temaknya
bersama-sama, memberikan minuman bersama-sama, mengambil susunya bersama-sama,
melepas-kannya bersama-sama, tempat pengembalaannya bersama-sama dan melepaskan
jantannya bersama-sama.
Dan
kedua pemilik itu adalah dari orang yang diwajibkan zakat. Dari itu, tidak
dihukum campuran, bersama dzimmi
(orang bukan Islam, yang bernaung di bawah pemerintahan Islam) dan mukatab (budak yang berusaha menebuskan
dirinya dari tuannya). Manakala
pada zakat yang wajib dikeluarkan dari unta, berkurang umurnya dari tahun yang
ditentukan, maka dibolehkan, asal tidak berkurang umurnya dari binti machadl Dan untuk kekurangan itu
digantikan, dengan dua ekor kambing
atau dua puluh dirham, kalau
kekurangan umur itu setahun dari tahun yang ditentukan. Dan dengan empat ekor kambing atau empat puluh dirham, kalau kekurangan
umur itu dua tahun.
Dan
boleh pula diberikan dengan yang lebih tinggi umurnya, dari tahun yang
ditentukan, asal tidak melewati umurnya dari jidz'ah. Untuk pengganti dari yang berlebih itu, diambil dari
pengurus harta baitul-mal.
Jangan
diambil untuk zakat hewan yang sakit, apabila ada sebahagian harta (hewan) itu,
sehat, walaupun seekor. Dan diambil dari hewan yang bagus, akan yang bagus dan
dari yang kurang bagus, akan yang kurang bagus. Dan
tidak diambil untuk zakat, hewan yang terlalu banyak makan-nya, hewan yang
hampir melahirkan anak, hewan yang diperoleh dari riba, hewan yang menjadi
jantan untuk hewan-hewan betina dan hewan yang terbaik dari yang dimiliki oleh
penyerah zakat.
Bahagian
kedua : Zakat
harta yang diberikan sepersepuluh daripadanya untuk zakat (zakat
al-mu'asy-syarat).Wajib
sepersepuluh untuk zakat pada tiap-tiap
tumbuh-tumbuhan, yang menjadi makanan yang mengenyangkan, yang sampai banyaknya
delapan ratus mann.(1)
Dan
tidak diwajibkan, kalau kurang dari itu. Dan juga tidak diwajibkan zakat pada
buah-buahan dan kapas. Hanya diwajibkan, pada biji-bijian yang menjadi makanan yang mengenyangkan, pada kurma kering dan buah anggur kering.Dihitung
dengan kiraan delapan ratus mann itu,
ialah pada kurma kering dan anggur kering, tidak pada buah kurma
basah (ruthab) dan buah anggur basah (inab).Dikeluarkan
untuk zakat, setelah dikeringkan. Dan menjadi cukup harta dari salah seorang,
yang dicampurkan dengan harta orang yang lain, dalam campuran yang beraduk, seperti sebuah kebun yang berkongsi diantara
ahli-ahli waris. Untuk semuanya, berjum-lah delapan
ratus mann buah anggur kering (zabib). Maka wajiblah atas sekalian mereka, delapan puluh mann zabib, dibagi menurut
bahagian masing-masing.Dan
tidak dikira campuran, kalau campuran itu tidak
secara beraduk.Tidak
dicukupkan nishab gandum dengan syair dan dicukupkan nishab syair dengan salt,
karena salt itu, semacam syair.
Kewajiban
zakat yang sepersepuluh itu, kalau tumbuh-tumbuhan-nya disirami dengan air yang
mengalir atau dengan air dari tali air (tegasnya tidak dengan pengeluaran
ongkos). Kalau tumbuh-tumbuhannya disirami dengan air yang diangkutatau dengan
kincir air, (tegasnya dengan perongkosan), maka diwajibkan untuk zakat,
seperdua puluh daripadanya.Kalau
dengan kedua-duanya, ya'ni dengan perongkosan dan dengan tanpa perongkosan,
maka dikira dengan yang lebih banyak.
Adapun
sifat dari yang wajib diserahkan untuk zakat itu, ialah kurma, anggur dan
biji-bijian (seperti padi), yang kesemuanya itu sudah kering, setelah
dibersihkan. Dan tidak diambil untuk zakat, buah kurma dan buah anggur yang
masih basah, kecuali datang penyakit kepada pohon-pohon itu dan lebih baik
dipetik sebelum sempurna masaknya. Maka diambilkan yang masih basah untuk
zakat. Yaitu, disukat, sembilan bahagian untuk si pemilik dan satu bahagian
untuk fakir miskin. Dan tidak terlarang dari pembahagian ini, oleh kata kita,
bahwa pembahagian itu adalah penjualan.
**Notakaki (1).Man menurut Kamus Al Munjid ialah alat
sukatan atau timbangan , 1 man pada syarak=180 mitsqal ,dan pada uruf
kebiasaan 280mitsqal ,menurutpenjelasan kitab kitab lain,nishab zakat ini
ialah lima wusuq, 1 wusuq =60 gantang fitrah,1gantang 4 mudd, ialah 1 1/3
kati baghdad,jadi lima wusuq ialah 300 gantang fitrah yang bersih dari
kulit,kalau dengan kulit,menjadi dua kali
|
Bahkan
yang seperti itu, diperbolehkan karena perlu. Waktu yang menentukan wajibnya zakat al-mu 'asy-syarat, ialah ketika
kelihatan baik pada buah-buahan dan keras bijinya. Dan waktu penyerahan
zakatnya, ialah setelah kering.
Bahagian
ketiga : Tentang zakat emas dan perak.
Apabila
telah cukup setahun dalam milik si pemilik, yang memiliki seberat dua ratus dirham dengan timbangan Makkah
perak murni, maka zakatnya lima
dirham, yaitu : seperempat puluh
daripadanya. Yang lebih dari itu, maka dikira menurut itu juga, walaupun
lebih-sedirham.
Nishab emas, yaitu : dua puluh mitsqal emas murni dengan timbangan Makkah. Zakatnya,
seperempat puluh daripadanya. Yang lebih dari itu, maka dikira menurut
lebihnya.Kalau
berkurang dari nishab yang tersebut di atas, walaupun seberat biji yang kecil,
maka tidak dikenakan zakat. Dan diwajibkan zakat atas orang yang mempunyai
dirham campuran, apabila ada padanya perak murni sebanyak yang tersebut di
atas.Dan
diwajibkan zakat pada emas terurai dan pada perhiasan emas atau perak yang
terlarang, seperti tempat air dari emas dan perak dan kendaraan emas bagi
laki-laki. Dan tidak diwajibkan zakat pada perhiasan yang dibolehkan. Dan wajib
zakat pada hutang, di mana yang berhutang itu adalah orang kaya yang mampu
membayar hutangnya. Tetapi kewajiban zakatnya, adalah ketika dilunaskan. Kalau hutang
itu, belum tiba waktu pembayarannya, maka tidak wajib zakatnya, kecuali ketika
telah sampai waktu pembayarannya.
Bahagian
keempat : Zakat perniagaan.
Zakat perniagaan, adalah seperti zakat emas dan perak. Dan
dihitung tahunnya, dari sejak dimiliki uang (modal) pembeli barang yang
diperniagakan, kalau uang itu sampai
nishab. Kalau kurang dari nishab atau dibeli dengan benda, dengan diniatkan
perniagaan, maka tahunnya dikira dari waktu pembelian.Zakat
itu dibayar dengan uang dari negeri yang bersangkutan dan dengan uang itulah
barang perniagaan itu dinilai.Kalau
barang perniagaan itu dibeli dengan suatu uang dan uang itu cUkup nishabnya,
maka barang perniagaan itu lebih utama dinilai dengan uang tadi, daripada
dengan uang dari negeri yang bersangkutan.
Kalau
diniatkan berniaga dari harta yang disimpan, maka tidaklah dikira tahunnya
dengan semata-mata niat, sebelum dibeli sesuatu dengan uang itu. Manakala niat
bemiaga itu dibatalkan sebelum cukup tahunnya, niscaya gugurlah zakat. Dan yang
lebih utama, zakat tahun itu dilunaskan.laba
yang diperoleh dari barang perniagaan pada akhir tahun, wajiblah dizakati
menurut tahun modal dan tidak untuk laba itu dimulai dengan tahunnya sendiri,
seperti anak-anak binatang ternak menurut tahun induknya.
Uang
yang dipertukarkan, tidak putus tahunnya dengan pertukaran yang berlaku
diantara pemilik-pemilik uang itu, seperti perniagaan-pemiagaan yang lain. Dan
zakat dari keuntungan harta berdua-laba, adalah atas si pekerja, walaupun
keuntungan itu belum dibagi.Inilah
yang lebih sesuai, menurut qias!.
Bahagian
kelima : Zakat emas dan perak yang diperoleh dari simpanan orang-orang dahulu
(rikaz) dan yang diperoleh dari tambangnya (ma din).
Rikaz, ialah harta yang ditanam di dalam tanah
pada masa jahiliyah dan diperoleh pada tanah, yang belum berlaku milik
seseorang padanya dalam Islam. Maka wajiblah atas orang yang memperoleh emas
dan perak dari rikaz itu, seperlima
untuk zakat. Dan tahun, tidak dikira. Dan yang lebih utama, nishabnya-pun tidak
dikira, karena diwajibkan seperlima itu menguatkan tentang keserupaan-nya
dengan harta rampasan perang
(ghanimah). Dan mengira ni-shabnyapun, tidak jauh daripada kebenaran, karena
penyerahannya adalah sama dengan penyerahan zakat. Dari itu, dikhususkan rikaz
menurut paham yang lebih kuat (ashshahih)
kepada emas dan perak saja.
Adapun
ma din, maka apa yang dikeluarkan
dari tambang, tidak dikenakan zakat, selain emas
dan perak. Zakatnya, setelah
dihancurkan dan dibersihkan ialah seperempat puluh, menurut pendapat yang
terkuat dari dua pendapat.Dan
berdasarkan ini nishabnya diperhitungkan,Mengenai
kiraan tahunnya, terdapat dua
pendapat. Menurut suatu pendapat, diwajibkan seperlima dari ma'din itu untuk zakat. Dan berdasarkan kepada
pendapat ini, tahunnya tidak diperkirakan.
Mengenai
nishabnya, terdapat dua pendapat.
Yang terkuat diantara kedua pendapat ini ilmu yang sebenarnya adalah pada sisi
Allah Ta'ala ialah dihubungkan tentang batas wajibnya dengan zakat perniagaan. Karena hasil barang
pertambangan itu, adalah semacam perusahaan. Dan mengenai kiraan tahunnya, dihubungkan dengan al-mu'asysyarat. Dari itu tahunnya, tidak dikira,(tegasnya : tidak
disyaratkan cukup setahun). Karena ma'din itu adalah benda yang diambil
manfa'atnya pada benda itu sendiri. Dan nishabnya,
dipandang seperti pada al-mu'asy-syarat.
Yang
lebih terpelihara dari kesangsian (mengingat perbedaan-perbedaan pendapat
diantara para alim-ulama) ialah, supaya dikeluarkan seperlima dari ma'din itu untuk zakat, tanpa diperhitungkan
sedikitnya dan banyaknya dan tanpa diperhatikan pula benda dari ma'din itu,
baik ia emas dan perak atau lainnya. Supaya terlepas dari kesangsian dengan
perbedaan-perbedaan pendapat itu. Karena perbedaan-perbedaan pendapat itu,
merupakan sangkaan-sangkaan keras yang mendekati kepada kebenaran, daripada
pertentangan. Meyakini kepada suatu fatwa daripadanya, adalah mem bah ay akan,
karena pertentangan yang meragukan itu.
Bahagian
keenam : Tentang zakat fithrah.
Zakat
fithrah itu wajib, menurut sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
atas
tiap-tiap muslim, yang ada kelebihan dari makanannya dan makanan orang-orang
yang menjadi tanggungannya, pada hari raya fithrah dan malamnya, sebanyak se
gantang daripada makanan yang mengenyangkan, dengan sukatan gantang Rasulullah
saw. Yaitu 2 2/3 mann, yang
dikeluarkan dari jenis makanannya atau dari jenis yang lebih baik daripadanya.
(1)
Kalau
ia bermakanan tetap gandum, maka
tidak dibolehkan syair untuk zakat fithrahnya. Dan kalau ia bermakanan tetap
biji-bijian yang bermacam-macam, niscaya dipilihnya yang terbaik. Dan mana saja
yang dikeluarkannya, memadaiah.
Pembahagian
zakat fithrah itu, adalah seperti pembahagian zakat harta yang lain. Maka wajib
dilengkapkan dengan segala macam manusia yang berhak menerimanya.Tidak
boleh dikeluarkan yang telah hancur dicumbuk dan yang telah menjadi tepung yang
halus.
Diwajibkan
atas suami muslim, fithrah isterinya, fithrah budaknya, anak-anaknya dan
tiap-tiap keluarganya yang menjadi tanggungannya, yakni :
yang wajib ia tanggung nafkahnya, dari bapak, ibu dan anak-anaknya. Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم
أدوا صدقة الفطر عمن تمونون
(Adduu
shadaqatal fithri 'amman tamuunuun).Artinya
: "Lunasilah zakat fithrah itu, dari
orang-orang yang nafi kah hidupnya menjadi tanggungan kamu".
Zakat
fithrah dari budak yang dipunyai oleh dua orang yang ber-kongsi, adalah atas
orang-orang itu. Dan tidak wajib zakat fithrah budak yang kafir.Kalau
sang isteri mengeluarkan fithrah untuk dirinya sendiri, maka memadailah. Dan
bagi sang suami boleh mengeluarkan fithrah untuk isterinya, tanpa izin isteri.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim Dari Ibnu Umar,Kata ibnu
umar, zakat fitrah itu di wajibkan pada bulan Ramadhan
|
Kalau
makanan yang berlebih, setelah dikeluarkan untuk fithrah-nya, mencukupi untuk
sebahagian dari orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka dikeluarkanlah
fithrah untuk sebahagian itu. Dan yang lebih utama didahulukan, ialah yang
nafkah hidupnya, lebih kuat menjadi tanggungannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendahulukan nafkah anak dari nafkah
isteri dan nafkah isteri dari nafkah pembantu rumah tangga (babu atau jongos).
(1)Inilah
hukum-hukum fiqih, yang harus diketahui oleh orang kaya. Dan kadang-kadang
terjadi beberapa peristiwa yang jarang terjadi, di luar dari ini, maka dapatlah
ia berpegang kepada fatwa, ketika terjadi, sesudah memahami sekedar yang
penting ini.
* *
*
1.DirawikanAbu Dawud Dari Abu Hurairah dengan sanad Sahih
|
Pasal
kedua : Tentang menunaikan zakat, syarat-syaratnya yang bathin dan yang dhahir.
Ketahuilah, bahwa wajiblah atas orang yang
menunaikan zakat, menjaga lima perkara :
Pertama: niat, yaitu bemiat dengan hati, menunaikan
zakat fardlu. Dan disunatkan menentukan harta yang dikeluarkan zakatnya. Kalau
ada hartanya yang jauh, lalu dikatakannya : "Ini, dari harta-ku yang
jauh kalau ia selamat. Kalau tidak, maka menjadi sedekah sunat". Maka
bolehlah yang demikian, karena walaupun tidak ditegaskannya yang demikian,
hasilnya begitu juga, kalau disebut-kannya secara umum.
Niat
dari wali yang mengeluarkan zakat dari harta orang gila dan anak-anak yang
berada di bawah asuhannya), adalah berkedudukan seperti niat orang gila dan
anak itu sendiri. Dan niat dari sultan (penguasa), adalah berkedudukan seperti
niat si pemilik yang tidak mau mengeluarkan zakatnya. Tetapi itu, adalah
Haram pandangan hukum duniawi, yakni :
mengenai tidak dituntut lagi di dunia ini.
Adapun di akhirat tidak, tetapi tetaplah dalam
tanggungannya, sampai ia mengeluarkan kembali zakat itu.Kalau
diwakilkan kepada orang lain untuk menunaikan zakatnya dan diniatkannya ketika
diwakilkan itu atau diwakilkannya kepada wakil itu untuk meniatkannya, maka
mencukupilah yang demikian, karena mewakilkan dengan niat itu, sudah niat
namanya.
Kedua
: menyegerakan sesudah sampai tahunnya.
Dan pada zakat fithrah, tidak diperlambatkan daripada hari raya fithrah. Dan
masuk waktu wajibnya dengan terbenam matahari dari hari yang penghabisan dari
bulan Ramadlan. Dan waktu menyegerakannya, ialah dalam bulan Ramadlan itu
seluruhnya.Orang
yang memperlambatkan zakat hartanya, serta ada kemungkinan untuk itu, (artinya
: tak ada halangan apa-apa), maka durhakalah ia kepada Tuhan dan tak terhapus
kewajiban itu lagi, dengan hilang hartanya.
Kemungkinan
mengeluarkan zakat itu, ialah dengan memperoleh orang yang berhak menerima
zakat. Kalau diperlambatkannya, karena tidak ada orang yang berhak menerimanya,
lalu hilanglah hartanya, maka gugurlah zakat daripadanya.Menyegerakan
zakat, dibolehkan, dengan syarat bahwa hal itu terjadi setelah cukup nishabnya
dan berjalan tahunnya. Dan boleh menyegerakan zakat dua tahun.
Manakala
zakat itu disegerakan, lalu mati orang miskin yang menerimanya, sebelum cukup
tahunnya atau ia murtad atau ia menjadi kaya dengan harta yang lain dari zakat
yang disegerakan itu atau ia mati, maka harta yang diserahkan itu tidaklah
menjadi zakat. Dan memintanya kembali, tidak mungkin, kecuali apabila
disyaratkan meminta kembali, (waktu diserahkan dahulu). Maka dalam hal ini,
hendaklah orang yang menyegerakan itu, memperhatikan akhir urusan dan
keselamatan kesudahan.
Ketiga : bahwa tidak dikeluarkan benda lain
sebagai gantinya, dengan menghitung nilainya. Tetapi dikeluarkan benda yang
dikenakan zakat padanya. Maka tidak memadai perak dari zakat emas dan emas dari
zakat perak, walaupun nilainya berlebih daripada perak.
Mungkin
sebahagian orang tidak memahami maksud Asy-Syafi'i ra. yang mempermudahkan
tentang itu dan menitik beratkan kepada tujuan untuk memenuhi kepentingan.
Alangkah
jauhnya dari berhasil, karena memenuhi kepentingan itu adalah suatu tujuan dan
tidaklah ia menjadi seluruh tujuan. Tetapi kewajiban syari'atnya adalah tiga bahagian :
Bahagian Pertama: adalah ibadah semata-mata, tak masuk
padanya keuntungan dan maksud-maksud tertentu. Umpamanya melempar-kan jamrah pada ibadah hajji, karena tak ada keuntungan
bagi jamrah, pada sampainya batu kepadanya.
Maksud
syari'at mengenai pelemparan batu itu, ialah menguji dengan perbuatan, supaya
hamba itu melahirkan kehambaan dan perhambaannya, dengan suatu perbuatan yang
tidak dipahami maksudnya. Karena apa yang dipahami maksudnya, kadang-kadang
ditolong dan didorong oleh tabi'at kepada perbuatan itu. Maka tidak menampak
ikhlas kehambaan dan perhambaan. Karena per-hambaan itu menampak dengan gerak
untuk melaksanakan perintah Yang Disembah
(al-ma'bud) saja, tidak untuk suatu maksud yang Iain. Dan sebahagian besar amal
perbuatan ibadah hajji, adalah demikian.
Dari
itu, Nabi saw, membaca pada ihramnya :
لبيك بحجة حقا تعبدا ورقا
(Labbaika
bihaj-jatin hr.qqan ta'abbudan wa riqqa).
Artinya
; "Aku terima panggilan Engkau
dengan hajji dengan sebenar-benarnya, beribadah dan kehambaan kepadaMu".
(1) sebagai peringatan, bahwa itu adalah untuk melahirkan perhambaan, dengan
mematuhi, karena perintah dan mengikuti perintah semata-mata, sebagaimana
diperintahkan tanpa penjinakan akal pikiran kepadanya, dengan tertarik dan
tergerak pikiran itu kepadanya.
Bahagian Kedua : Diantara kewajiban yang diwajibkan
syari'at, tidaklah dimaksudkan daripadanya suatu keuntungan yang dapat dipahami
dan tidak pula dimaksudkan suatu peribadatan kepada Allah, seperti melunaskan
utang dari seseorang dan mengembalikan barang yang dirampasnya.
Maka
tidak ragulah kiranya, bahwa dalam hal tadi, tidak dipandang perbuatan dan
niatnya. Dan manakala sampailah hak itu kepada yang berhak, dengan mengambil
haknya atau digantikan dengan yang lain dengan persetujuan dari yang berhak,
maka terlaksanalah kewajiban itu dan
selesailah tuntutan syari'at.Inilah
dua bahagian, yang tidak ada susunan
padanya, di mana sekalian manusia dapat memahaminya.
Bahagian Ketiga : yaitu yang tersusun, yang dimaksudkan
padanya dua perkara bersama-sama.
yakni keuntungan bagi hamba dan percobaan bagi seorang mukallaf dengan memperhambakan diri. Maka berkumpullah padanya perhambaan kepada Tuhan yang ada pada pelemparan jamrah dan keuntungan pada pengembalian hak milik.
Inilah
bahagian yang dipahami pada perbuatan itu sendiri. Maka kalau datanglah
syari'at menyuruhnya, niscaya wajiblah terkumpul diantara kedua maksud itu. Dan
tidaklah seyogia dilupakan arti yang terhalus daripada keduanya, yaitu : memperhambakan dan memperbudakkan diri
kepada Allah, disebabkan nyata benar keduanya. Dan arti yang terhalus
itulah, yang terpenting.
(1) Dirawikan
At-Bazzar dan Ad-Daraquthni dari Anas.
|
Dan zakat, adalah termasuk golongan ini, di mana tak ada yang menyadarinya, selain Imam Asy-Syafi'i ra.Maka keuntungan bagi orang fakir, adalah dimaksudkan pada memenuhi hajat keperluannya. Dan itu, jelas dan lekas dipahami.
Tentang
perhambaan kepada Allah dengan zakat, dengan mengikuti segala perinciannya,
adalah maksud dari syari'at. Dan dengan memperhatikannya, jadilah zakat
itu, teman
bagi shalat dan hajji, tentang adanya, sebahagian dari sendi-sendi
Islam.
Dan
tak ragulah kiranya, bahwa seorang mukallaf itu sukar membedakan segala jenis
hartanya dan mengeluarkan bahagian tiap-tiap harta, mengenai macamnya, jenis
dan sifatnya. Kemudian, membagi-bagikannya kepada golongan delapan yang berhak
menerima zakat, sebagaimana akan diterangkan nanti.
Dan
mempermudah-mudahkan dalam hal itu,
adalah tidak mencederakan terhadap keuntungan orang fakir. Tetapi mencederakan
terhadap perhambaan kepada Allah. Dan
dibuktikan, bahwa memperhambakan diri kepadaNya (ta'abbud) itu dimaksudkan
dengan menentukan bermacam-macam, oleh beberapa perkara yang telah kami
sebutkan dalam kitab-kitab yang
menerangkan bermacam-macam pendapat dari masalah-masalah fiqih.
Sebahagian
yang amat jelas daripadanya, ialah bahwa syari'at mewajibkan dalam lima ekor
unta, seekor kambing.
Syari'at
itu, berpaling dari unta kepada kambing dan tidak berpaling kepada emas dan
perak dan menilaikannya. Kalau diumpamakan, bahwa yang demikian itu, karena
sedikit mata uang pada tangan orang-orang Arab, maka yang demikian itu menjadi
batal, dengan diperbolehkan dua puluh dirham pada penempelan dari kekurangan,
bersama dengan dua ekor kambing. Maka mengapakah, tidak disebutkan pada
penempelan itu, sekedar yang kurang dari nilainya? Mengapakah ditentukan dengan
dua puluh dirham dan dua ekor kambing, sedangkan kain dan semua barang, adalah
mengandung satu maksud dengan itu?.
Apa
yang disebutkan tadi dan segala ketentuan yang seumpama dengan dia,
menunjukkan, bahwa zakat tidaklah dibiarkan terlepas daripada perhambaan kepada
Allah, sebagaimana pada hajji. Tetapi dikumpulkan diantara kedua maksud. Dan
jiwa yang lemah, tak sanggup memahami segala susunan. Dan disitulah terletaknya
kesalahan.
Keempat: zakat itu tidak dipindahkan ke negeri
lain. Karena mata orang-orang miskin ditiap-tiap negeri memanjang sampai kepada
harta-hartanya. Dan dengan pemindahan zakat itu menyia-nyiakan segala sangkaan.Kalau
dipindahkan, memadai juga menurut suatu pendapat (qaul). Tetapi keluar dari
keragu-raguan perselisihan itu, adalah lebih utama. Dari itu, hendaklah
dikeluarkan zakat tiap-tiap harta, pada negeri harta itu sendiri.
Kemudian
tidak mengapa diserahkan kepada orang-orang perantau yang ada pada negeri
tempat pengeluaran zakat,
Kelima : harta zakat itu dibagi-bagikan, menurut
bilangan golongan penerima zakat yang ada dinegeri itu. Karena meratakan
golongan adalah wajib, dibuktikan oleh ketegasan firman Allah Ta'ala :
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
(Innamash-shadaqaatu
lil-fuqaraa-i wal-masaakiini wal-'aamiliina 'alaihaa wal-muallafati quluu buhum
wa firriqaabi wal-ghaarimiina wa fii sabiilillaahi wabnis-sabiil).
Artinya
: "Sedekah itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang orang miskin, pengurus zakat,
orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk-melepaskan perbudakan (tawanan),
orang-orang yang ber-hutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam
perjalanan (S. Al-Bara-ah,(ATTAUBAH)
ayat 60).
Tujuan
dari firman tadi, serupa dengan kata orang yang sedang sakit : "Sepertiga dari hartaku, untuk
orang-orang fakir dan orang-orang miskin".Maka
pembahagian zakat itu, menghendaki penyekutuan pada pemilik an dan peribadatan,
sehingga seyogialah di jaga dari tujuan kepada yang dhahir semata-mata.Pada
kebanyakan negeri tidak terdapat dua golongan dari golongan yang delapan itu,
yaitu : golongan yang dibujuk hatinya
(muallaf) dan pengurus zakat
('amil). Dan pada seluruh negeri, terdapat empat golongan, yaitu : fakir, miskin, orang berhutang dan orang
musafir, yakni : ibnussabil
Dua
golongan terdapat pada sebahagian negeri yaitu : orang-orang yang berperang pada jalan Allah dan budak-budak yang
melepaskan dirinya dengan tebusan.
Kalau
terdapat lima golongan umpamanya, maka zakat itu dibagi-bagikan antara mereka
dalam lima bahagian yang sama atau berlebih-kurang dan ditentukan untuk
tiap-tiap golohgan sebahagian. Kemudian tiap-tiap bahagian itu, dibagikan
kepada tiga bahagian atau lebih, adakalanya sama banyak atau berlebih-kurang.
Dan tidaklah diharuskan sama banyak diantara orang-orang dari sesuatu golongan.
Sehingga bolehlah dibagikan, ada yang memperoleh sepuluh dan dua puluh dan
tertentulah dengan demikian, bahagian masing-masing.
Adapun
golongan-golongan yang ada itu, tidak dapat ditambah dan dikurangi. Dan tidak
seyogialah dikurangi pada masing-masing golongan, daripada tiga orang, kalau
ada. Kemudian, kalau tidak ada yang wajib diserahkan, selain dari segantang
untuk fithrah, diantara lima golongan yang ada, maka haruslah disampaikan
pembahagian itu kepada lima belas orang. Kalau kuranglah seorang dari mereka
serta mungkin dipenuhi, maka dibayar bahagian orang yang seorang itu Kalau
sulit, karena terlalu sedikit yang harus diserahkan, maka hendaklah ia
berkongsi dengan golongan yang wajib menyerahkan zakat dan mencampurkan
zakatnya dengan zakat golongan itu. Lalu dikumpulkan segala orang yang berhak
menerima zakat, kemudian diserahkan zakat itu, sehingga mereka memperoleh
bahagian masing-masing.Demikian cara yang seharusnya ditempuh!,
Penjelasan : Adab
bathiniah yang halus-halus tentang zakat.
Ketahuilah,
bahwa atas orang yang berkehendak jalan akhirat, dengan zakatnya, mempunyai beberapa tugas :
Tugas Pertama : memahami
kewajiban dan pengertian zakat serta cara ujian padanya. Dan mengapakah zakat itu dijadikan
sebahagian dari sendi-sendi Islam, pada hal dia adalah penyerahan keuangan dan
tidak daripada ibadah badaniah?.
Mengenai ini, terdapat tiga
pengertian :
1.
Mengucapkan dua kalimah syahadah, adalah suatu kemestian bagi tauhid dan
pengakuan dengan keesaan yang disembah.
Syarat bagi kesempurnaan ucapan itu, ialah tidak ada bagi
orang yang bertauhid, yang dicintainya selain dari Yang Maha Esa, Yang Tunggal.
Karena kecintaan, tidak menerima perkongsian. Dan tauhid dengan lisan itu,
kurang faedahnya.Maka diujilah tingkat kecintaan itu, dengan berpisah dari
yang dikasihi. Dan harta, adalah amat dikasihi oleh segala manusia. Karena ia
alat kesenangan duniawi. Dan dengan harta, manusia itu menyukai dunia dan
iari-dari mati, padahal, pada mati berjumpa dengan Yang Amat Dikasihi. Maka
diujikanlah mereka, tentang kebenaran dakwaannya pada Yang Dicintai. Dan
diminta mereka turun dari harta yang menjadi kesayangan dan kesenangannya.
Dari
itulah, berfirman Allah Ta'ala :
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
(Innallaahasy-taraa minal-mu'minima anfusahum
wa amwaalahum bianna lahumul-jannah).Artinya : "Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang
beriman, dengan memberikan sorga untuk mereka". (S. Al-Bara-ah, ayat
111). Yang demikian itu adalah dengan jihad,
yakni: kesedihan berkorban karena rindu hendak berjumpa dengan Allah 'Azza wa Jalla. Dan
kesediaan dengan harta, adalah lebih
mudah. Manakala
pengertian ini telah dipahami, mengenai penyerahan harta, maka terbagilah
manusia kepada tiga bahagian :
Bahagian Pertama : mereka membenarkan tauhid,
menyempurnakan janjinya dan turun dari semua hartanya, tidak disimpankannya,
meskipun sedinar atau sedirham. Lalu mereka enggan menghadapi kewajiban zakat
atas mereka. Sehingga ditanyakanlah kepada sebahagian mereka : "Berapakah
yang wajib untuk zakat pada dua ratus dirham?".
Lalu
ia menjawab : "Adapun atas orang awam, yang bodoh dengan hukum syari'at,
ialah lima dirham. Adapun kami, maka wajiblah menyerahkan semuanya".Karena
inilah, maka Abu Bakar ra. menyedekahkan semua hartanya dan Umar ra. dengan setengah
hartanya.
Lalu
bertanya Nabi صلى الله عليه وسلم :
"'
Apakah yang
engkau tinggalkan untuk keluargamu?".
Menjawab Umar
ra. : "Sebanyak itu lagi!".
Dan
bertanya Nabi saw. kepada Abu Bakar ra. :
"Apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?".
Menjawab
Abu Bakar ra. : "Allah dan RasulNya".
Maka menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :
بينكما ما بين كلمتيكما
(Bainakumaa
maa baina kaHmataikumaa).Artinya : Diantara
kamu berdua ialah, apa yang diantara kata-kata kamu berdua.(1)
Abu
Bakar Siddik, menyempurnakan dengan kesempurnaan kebenarannya , lalu tidak
dipegangnya, selain dari Yang Amat Dicintainya, yaitu : Allah dan RasuINya.
Bahagian Kedua : derajat mereka, kurang dari derajat yang
di atas tadi. Mereka memegang hartanya, menggunakan segala waktu menunaikan hajat dan musim-musim berbuat
yang baik. Tujuan mereka dengan menyimpan harta itu, ialah untuk berbelanja
sekedar hajat, tidak untuk bersenang-senang. Dan menyerahkan yang lebih dari
hajat itu, kepada jalan kebajikan, manakala telah terang cara-caranya. Mereka
tidak merasa cukup sekedar zakat saja. Segolongan
dari tabi'in, berpendapat bahwa pada
harta itu terdapat beberapa hak, selain dari zakat, seperti An-Nakha-i, Asy-Sya'bi,''Atha' dan Mumhij.
Menjawab
Asy-Sya'bi, setelah. ditanyakan kepadanya : "Adakah pada harta itu. hak
selain dari zakat?", dengan mengatakan ; "Ada! Apakah engkau tidak
mendengar firman Allah 'Azza wa Jalla
وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي
الرِّقَابِ
(Wa
aatal-maala 'alaa hubbihii dzawil-qurbaa wal-yataamaa wal-masaakiina
wabnas-sabiili was-saailiina wa fir-riqaab).
(1) Dirawikan Abu
Dawud, At-Tirmidzi. dan Al-Hakim dari ibnu Umar.
|
Artinya
' "Dan diberikannya harta yang
dikasihinya itu kepada kerabatnya, anak-anak piatu, orang-orang miskin, orang
yang terlantar dalam perjalanan, orang-orang yang meminta dan untuk melepaskan
perbudakan". (S. Al-Baqarah, ayat 177).
Mereka
membuat dalil dengan firman Allah 'Azza wa Jalla : "Dan menafkahkan (membelanjakan di jalan kebaikan), se bahagian dari
rezeki yang Kami tyerikan kepada mereka (S. Al-Baqarah, ayat 3) dan dengan
firman Allah Ta'ala : "Nafkahkanlah
sebahagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kamu (S. Al-Baqarah,
ayat 254). Mereka mendakwakan, bahwa itu tidaklah mansukh dengan ayat zakat.
Tetapi termasuk ke dalam bahagian hak seorang muslim terhadap seorang muslim.
Artinya : wajiblah atas orang yang mampu, biiamana menjumpai orang yang
memerlukan kepada uang, menyampaikan hajatnya, lebih-lebih dari harta zakat.
Dan
yang syah dalam ilmu fiqih dari bab ini, ialah manakala hajat seseorang itu,
bila tidak dipenuhi dapat menghilangkan nyawanya, maka memenuhi hajat tersebut
adalah fardlu kifayah. Karena tidak
boleh disia-siakan nyawa seorang muslim.
Tetapi
mungkin dikatakan, bahwa tidaklah wajib atas orang yang mampu, selain daripada
menyerahkan sesuatu yang menyampaikan hajat itu, secara hutang. Dan tidak
dimestikan memberikan, sesudah ia menyelesaikan zakatnya sendiri.
Dan
mungkin pula dikatakan, harus ia menyerahkan sekarang juga dan tidak boleh
secara diperhutangkan. Artinya : tidak boleh diberatkan orang fakir itu menerima
hutang. Dan inilah yang diperselisihkan!.
Berhutang, adalah turun ketingkat yang terakhir
dari tingkat orang awam. Yaitu : tingkat: Bahagian
Ketiga : di mana orang awam itu, berkisar kepada menunaikan yang wajib
saja. Mereka tidak menambahkan dan mengurangkan daripadanya.
Inilah
tingkat yang paling kurang keutamaannya! Segala orang awam berkisar pada yang
wajib saja, karena kebakhilan dan kecondongan hati mereka kepada harta, serta
lemah kecintaan mereka kepada akhirat. Berfirman Allah Ta'ala :
إِنْ يَسْأَلْكُمُوهَا فَيُحْفِكُمْ تَبْخَلُوا
وَيُخْرِجْ أَضْغَانَكُمْ
(In
yas-alkumau haa fayuh-fikum tabkhaluun ).Artinya
: "Jika itu dimintaNya kepada kamu
dan didesakNya kamu, niscaya kamu akan kikir". (S. Muhammad, ayat 37). Artinya
: "Jika itu dimintaNya kepada kamu
dan didesakNya kamu, niscaya kamu akan kikir". (S. Muhammad, ayat 37).
Artinya : berulang kali la meminta kepadamu. Berapa banyak, diantara hambaNya
yang dibeli oleh Allah akan harta dan nyawa-nya, dengan sorga dan diantara
hamba yang tidak didesak oleh Allah karena kebakhilannya. Inilah
salah satu pengertian perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada hambaNya,
dengan memberikan harta!.
2.Mensucikan diri daripada sifat kebakhilan,
karena itu adalah sebahagian dari sifat-sifat yang membinasakan. Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم. : "Tiga sifat membinasakan
mernperturut kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan membanggakan
diri".
Berfirman Allah Ta'ala :
(Wa
man yuuqa syuhha nafsihii, fa ulaa-ika humul-muflihuun).Artinya
: "Dan siapa yang terpelihara dari
kekikiran jiwanya. merekalah orang-orang yang beruntung". (S.
Al-Hasyr, ayat 9).
Dan
akan datang nanti pada "Rubu' Yang
Membinasakan", penjelasan caranya sifat
kekikiran itu membinasakan dan bagaimana menjauhkan diri daripadanya.
Sesungguhnya
sifat kebakhilan itu, dapat
dihilangkan, dengan membiasakan memberikan harta. Mencintai sesuatu itu, tidak
akan putus, kecuali dengan memaksakan diri berpisah daripadanya, sehingga
menjadi itu nanti suatu kebiasaan. Maka
dengan pengertian ini, zakat adalah
pencuci, artinya : mensucikan pembayar zakat dari kekejian kikir yang
membinasakan. Kesucian itu menurut kadar pemberiannya dan kegembiraannya dengan
mengeluarkan harta serta kesenangannya menyerahkan harta itu karena Allah
Ta'ala.
3.Mensyukuri nikmat, karena Allah Ta'ala
mempunyai nikmat pada hambaNya, pada diri dan harta hamba itu. Maka
segala ibadah badaniah, adalah kesyukuran bagi nikmat badan. Dan ibadah maliah
(ibadah kehartaan), adalah kesyukuran bagi nikmat harta.
Alangkah
kejinya orang yang melihat kepada seorang fakir, yang berpenghidupan sempit dan
memerlukan kepada pertolongannya. Lalu ia tidak bersedia menunaikan
kesyukurannya kepada Allah Ta'ala, di mana ia tidak memerlukan kepada meminta-minta
dan orang lain memerlukan kepadanya, dengan menyerahkan seperempat puluh atau sepersepuluh
dari hartanya!.
Tugas Kedua : mengenai waktu pembayaran zakat.
Diantara
adab orang yang beragama, ialah menyegerakan zakat dari waktu wajibnya, untuk
melahirkan kegemaran mengikuti perintah Allah, dengan menyampaikan kesenangan
ke dalam hati orang-orang fakir dan menyegerakan dari penghalang-penghalang
masa, yang menghalanginya dari perbuatan kebajikan. Dan karena mengetahui,
bahwa dengan melambatkan itu, timbul bahaya-baha-ya serta kemaksiatan yang
mendatangi seorang hamba, kalau diperlambatkan daripada waktu wajibnya.
Manakala
telah lahir dari bathin panggilan kepada kebajikan, maka seyogialah dirampas
kesempatan itu. Karena yang demikian itu, adalah kawan malaikat. Dan hati orang
mu'min, ialah antara dua anak jari dari anak-anak jari Tuhan Yang Maha
Pengasih. Alangkah cepatnya hati itu bertukar! Dan setan menjanjikan
kemiskinan. menyuruh dengan yang keji dan mungkar. Dia mempunyai teman, dibalik
teman malaikat.
Dari
itu, hendaklah diambil kesempatan yang baik. Dan hendaklah ditentukan suatu
bulan tertentu untuk menunaikan zakat, jika ditunaikan seluruhnya. Hendaklah
diusahakan, supaya adalah bulan itu, waktu yang sebaik-baiknya, agar yang
demikian menjadi sebab, bagi bertambah mendekatkannya kepada Tuhan dan
berli-pat-ganda pahala zakatnya. Seperti bulan Muharram umpamanya, karena dia
adalah awal tahun dan termasuk diantara bulan-bulan
haram (1) atau bulan Ramadlan.
Adalah
Nabi صلى الله عليه وسلم makhluk Allah yang terbaik dan pada bulan
Ramadlan, ia seperti angin yang dikirim, tidak memegang sesuatu benda pada
tangannya. Bulan
Ramadlan itu, mempunyai kelebihan dengan Lailatul-qadar
dan Al-Qur'an diturunkan pada bulan Ramadlan. Mujahid mengatakan :
"Janganlah kamu katakan
"Ramadlan", karena dia adalah suatu nama dari nama-nama Allah
Ta'ala, tetapi katakanlah "bulan
Ramadlan ".
(1) Bulan haram,
ialah diharamkan peperangan padanya, yaitu : bulan Muharram, Rajab,
Dzulkaidah dan Dzulhijjah. (Peny).
|
Bulan
Dzulhijjah juga termasuk sebahagian dari bulan yang banyak kelebihannya. Karena
dia bulan haram, padanya hajji akbar
dan hari-hari, tertentu, yaitu : sepuluh yang pertama dai\ hari-hari yang terbilang, yaitu :
hari-hari tasyriq . (1) Hari-hari
bulan Ramadlan yang terutama, ialah sepuluh
yang akhir dan hari-hari bulan
Dzulhijjah yang terutama, ialah sepuluh yang
awal.
Tugas Ketiga : dirahasiakan, karena dengan demikian,
menjauhkan dari ria dan terdengar ke mana-mana. Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم :
أفضل الصدقة جهد المقل إلى
فقير في سر
(Afdlalush
shadaqati juhdul muqilli ilaa faqiirin fii sirrin).
Artinya
: "Sedekah yang terbaik, ialah
kesungguhan dari orang yang sedikit hartanya, menyerahkan sebahagian
daripadanya kepada orang fakir dengan dirahasiakan (2)
Berkata
setengah ulama : "Tiga perkara daripada gudang kebajikan. Sebahagian
daripadanya, ialah menyembunyikan sedekah".
Dan
diriwayatkan pula suatu hadits musnad, yaitu sabda Nabi صلى الله عليه وسلم saw.:إن العبد ليعمل عملا في السر
فيكتبه الله له سرا فإن أظهره نقل من السر وكتب في العلانية فإن تحدث به نقل من
السر والعلانية وكتب رياء
"Sesungguhnya hamba
itu hendaklah berbuat amalan dalam rahasia, maka dituliskan Allah baginya
secara rahasia. Jikalau dilahirkan nya, maka dipindahkan oleh Allah dari
rahasia dan dituliskan dalam keadaan terang Jika diceriterakannya amalan itu
kepada orang, maka dipindahkan oleh Allah dari keadaan rahasia dan terang dan
dituliskan ria'(3)
Pada
suatu hadits masyhur, tersebut :
وفي الحديث المشهور سبعة يظلهم
الله يوم لا ظل إلا ظله أحدهم رجل تصدق بصدقة فلم تعلم شماله بما أعطت يمينه
(Sab-'atun
yudhiJluhumullaahu yauma laa dhilla illaa dhilluhu, ahaduhum rajulun tashaddaqa
bishadaqatin falam ta'Iam syimaa-luhu bimaa a'-that yamiinuh).
1)Hari tasyriq, ialah tiga hari berturut-turut. sesudah
tanggal sepuluh bulan Dzulhijjah (hari raya hajji). iaitu tanggal 11 - 12 dan
13 Dzulhijjah, dilarang padanya puasa dan disunatkan mengucapkan takbir di
belakang shalat-shalat fardlu. (peny).
2)Dirawikan Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Haklm dari Abi Dzar.
3)Dirawikan At-Khatib dari Anas, dengan isnad dla'if.
|
Artinya
: "Tujuh orang, dinaungi mereka oleh
Allah, pada hari yang tak ada naungan, selain daripada naungan Allah. Seorang
dari mereka, ialah orang yang bersedekah dengan suatu sedekah, maka tidak
diketahui oleh tangan kirinya, apa yang diberikan oleh tangan kanannya".
(1)
Pada
suatu hadits tersebut : "Sedekah
secara rahasia, memadamkan kemarahan Tuhan". Berfirman Allah Ta'ala :
"Dan kalau kamu sembunyikan
memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu adalah lebih baik bagi kamu
". (S, Al-Baqarah, ayat 271).
Faedah
menyembunyikan, ialah terlepas dari bahaya ria dan kedengaran keluar. Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم "Tidak diterima oleh Allah sedekah dari orang
yang memperdengarkan sedekahnya kepada orang lain, memperlihatkannya kepada.
orang lain dan mem bang-kit kannya". Orang yang menceriterakan
sedekahnya itu, ialah mencari nama supaya terdengar keluar. Dan orang yang
memberikan sedekah dihadapan orang banyak, ialah ingin ria. Sedang
menyembunyikan dan berdiam diri sesudah bersedekah, adalah orang yang ikhlas
dengan sedekahnya, Segolongan
dari ulama telah bersangatan benar menerangkan keutamaan menyembunyikan sedekah
itu, sehingga dengan bersungguh-sungguh mereka mengatakan, bahwa yang menerima
itu tidak mengenai yang memberi. Sebahagian mereka meletakkan sedekahnya dalam
tangan orang buta dan sebahagian mereka meletakkan-nya pada jalan yang dilalui
orang fakir dan pada tempat duduk orang fakir, di mana orang fakir itu dapat
melihatnya dan tidak melihat yang memberikannya. Dan sebahagian mereka
meletakkan-nya dalam kain orang fakir, ketika ia masih tidur. Dan sebahagian
lagi menyampaikannya ke tangan orang fakir, dengan perantaraan orang lain, di
mana orang fakir itu tidak mengenai si pemberi, Dan dimintanya pada perantara,
supaya menyembunyikan naznanya dan tidak menyiarkannya ke mana-mana.
Sernua
itu, adalah supaya sampai kepada memadamkan kemarahan Tuhan Yang Maha Suci dan
memeliharakan diri dari ria dan terdengar keluar.
1. Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah. Dan dalam "ittihaf* syarah "Ihya"',
jilid 4 hal. 112, diterangkan orang tujuh itu, yaitu : imam (penguasa) yang
adil, pemuda yang rajin beribadah, orang yang hatinya tersangkut ke masjid,
dua orang yang berkasih-kasihan pada jalan Allah, barkumpul dan berpisah atas
yang demikian, laki-iaki yang diajak oleh wanita, lalu ia menjawab, bahwa aku
takut kepada Allah dan orang yang bersedekah itu.
|
Bilamana
tidak mungkin, selain dengan diketahui oleh seseorang, maka menyerahkannya
kepada wakil, supaya wakil itu menyerahkan kepada orang miskin dan orang miskin
itu tidak mengenai si pemberi, adalah cara yang sebaik-baiknya. Karena dengan
dikenal oleh si miskin itu, mengandung ria
bersama dengan disebut-sebut. Dan
dengan dikenal oleh si perantara, tidak adalah, selain dari ria saja.
Manakala
ada kemasyhuran yang dimaksudkan bagi si pemberi, maka batallah amalnya. Karena
zakat adalah menghilangkan kekikiran dan melemahkan kecintaan kepada harta. Dan
mencintai kemegahan, adalah lebih hebat pengaruhnya kepada diri daripada
mencintai harta. Kedua-duanya itu membinasakan
di akhirat.
Tetapi,
sifat kikir, bertukar di dalam kubur,
sebagai perumpamaan, menjadi seekor kala yang menyengat. Dan sifat ria bertukar di dalam kubur
menjadi seekor ular besar. Dari itu, disuruh melemahkan kedua-duanya atau
membunuh kedua-duanya, untuk menolak atau meringankan kesakitan dari
kedua-duanya.
Manakala
dimaksudkan ria dan didengar orang, maka seolah-olah dijadikan sebahagian dari kaki kala, untuk menguatkan ular. Berapa
yang lemah dari kala maka itu menambahkan pada kekuatan ular.Kalau keadaan itu
dibiarkan, sebagaimana yang ada, niscaya adalah urusan itu, lebih mudah
baginya. Kekuatan
sifat-sifat tersebut di atas, di mana kekuatannya bertambah, ialah dengan
berbuat, menurut yang dikehendaki oleh sifat-sifat itu. Dan kelemahannya, ialah
dengan menantang, menyalahi dan berbuat kebalikan daripada yang dikehendakinya.
Maka
apakah faedahnya, menolak panggilan kekikiran
dan me-nyambut panggilan ke-ria-an?
Lalu lemah yang lebih lemah dan kuat yang lebih kuat? Dan akan datang
penjelasan segala rahasia dari pengertian-pengertian ini, pada "Rubu' Yang Membinasakan".
Tugas Keempat : bahwa dilahirkannya, bila diketahuinya, bahwa pada melahirkan itu,
membawa manusia suka mengikutinya dan berusaha
merahasiakannya dari panggilan ria : dengan jalan yang akan kami sebutkan,
tentang pengo ba tan ria, pada Kitab Ria nanti.
Berfirman
Allah Ta'ala :
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ
فَنِعِمَّا هِيَ
(In tubdush-shadaqaati fani-'immaahiy). Artinya
: "Kalau kamu memberikan sedekah
dengan terang, itu baik (S.Al-Baqarah, ayat271)
Dan
yang demikian itu dikehendaki oleh keadaan untuk dilahirkan, adakalanya, untuk
diikuti orang dan adakalanya karena peminta itu meminta dihadapan orang banyak.
Maka tidak seyogialah ditinggalkan bersedekah, karena takut dari ria pada
melahirkannya. Tetapi seyogialah bersedekah. dan menjaga rahasianya daripada ria,
sedapat mungkin.
Inilah,
karena pada melahirkan itu ditakuti hal
ketiga, selain daripada disebut-sebut
dan ria, yaitu : merusakkan kehormatan si
fakir. Karena mungkin si fakir itu, merasa tersinggung, dengan
memperli-hatkannya dalam bentuk orang
yang memerlukan kepada sesuatu.
Maka
orang yang meminta secara terus-terang, adalah ia telah merusakkan
kehormatannya sendiri. Maka tidaklah ditakuti lagi pengertian tadi, pada
melahirkannya. Dan itu, adalah seperti melahirkan sifat fasiq atas orang yang menutupinya rapat-rapat, maka itu
dicegah. Mengorek-ngorek dan membiasakan menyebutkannya, adalah dilarang.
Adapun orang yang melahirkannya, maka menjatuhkan hukuman atas orang itu, ialah
memperkembangkan berita itu. Tetapi fasiq itu sendiri, yang menjadi sebab untuk
dijatuhkan hukuman itu. Dan pengertian yang seperti ini, sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Barangsiapa mencampakkan pakaian
malunya, maka tak adalah upatan baginya lagi". (1) Dan berfirman Allah Ta'ala :
وَأَنْفَقُوا مِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً
(Wa
anfiquu mimmaa razaqnaahum sirran wa 'alaaniyah). Artinya
: "Dan mereka menafkahkan sebahagian
dari rezeki yang Kami berikan dengan sembunyi dan terang-terangan".
(S. Ar-Ra'd, ayat 22).
Disunatkan
juga dengan terang-terangan, karena dengan terang-terangan itu, memberikan
faedah menggemarkan orang meng-ikutinya.
Maka
hendaklah hamba itu memperhatikan dengan teliti, tentang timbangan faedah ini,
dengan larangan yang ada padanya. Dan hal itu berbeda, menurut keadaan suasana
dan orang. Kadang-kadang,secara terang-terangan, pada sebahagian keadaan untuk sebahagian orang, adalah lebih baik. Dan siapa yang mengenai segala yang berfaedah dan yang merusakkan, tanpa memandangnya dengan pandangan hawa nafsu, niscaya teranglah baginya yang lebih utama dan yang lebih layak dalam segala hal.
(1) Dirawikan Ibnu
'Uda dan Ibnu Hibban dari Anas, dengan sanad dla'if.
|
Tugas Kelima : tidaklah dibatalkan sedekah itu, dengan
menyebut-nyebut dan menyakitkan hati orang yang menerimanya. Berfirman Allah
Ta'ala :
(Laa
tubthiluu shadaqaatikum bilmanni wal-adzaa). Artinya
: "Janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebut
(al-manni) dan menyakitkan (al-adza)". S. Al-Baqarah, ayat 264).
Berbeda
pendapat diantara para ulama, tentang hakikat menyebut-nyebut (al-manni) dan menyakitkan (al-adza). Ada
yang mengatakan, al-manni, yaitu : menyebut-nyebut sedekah yang diberikan. Dan al-adza,
yaitu : melahirkannya kepada orang lain.
Berkata
Sufyan : "Barangsiapa membangkit-bangkitkan sedekahnya, niscaya sedekah
itu batal", Lalu orang bertanya kepadanya : "Bagaimana
membangkit-bangkitkan itu?". Sufyan
menjawab : "Bahwa ia menyebut-nyebutkan dan menceri-terakannya".
Setengah
ulama mengatakan, bahwa al-manni,
ialah meminta pada orang yang diberikan sedekah itu, supaya memberikan tenaga,
demi kepentingan orang yang memberi sedekah. Dan al-adza, ialah meng-hinakan orang yang diberikan sedekah itu,
dengan sebab kemis-kinannya.
Ada
yang mengatakan, bahwa al-manni,
ialah yang memberi itu menyombongkan diri karena pemberiannya. Dan al-adza, ialah menggertak dan
mengeluarkan kata-kata keji kepada orang miskin, dengan sebab meminta.
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم "Tidak diterima oleh Allah sedekah orang yang
membangkit-bangkitkan (1)
(1) Menurut
Aliraqi, ia tidak menjumpai hadits. ini.
|
Padaku,
al-manni itu, mempunyai pokok pangkal dan
tempat turmbuhnya. Yaitu sebahagian dari ikhwal hati dan sifatnya.
Kemudian, bercabang kepadanya segala keadaan yang dhahir, pada lisan dan
anggota badan.
Pokok-pangkaInya, ialah si pemberi itu memandang dirinya
telah berbuat baik dan menganugerahkan nikmat kepada si penerima. Sedang
sebenarnya, hendaklah dia memandang, bahwa si fakir itu telah berbuat baik
kepadanya, dengan bersedia menerima hak Allah yang ada padanya, yang menjadi
kesucian dan kelepasannya daripada api neraka.
Kalau
tidaklah si fakir itu bersedia menerimanya, niscaya tetaplah ia berhutang
dengan hak itu. Maka menjadi kewajibannya, menahan diri daripada
membangkit-bangkitkan sedekah yang diberikan kepada orang fakir, lantaran si
fakir itu telah membuat tapak tangannya, sebagai ganti dari Allah Ta'ala untuk
menerima hakNya 'Azza wa Jalla.
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسل "Bahwa sedekah itu jatuh dengan tangan
(kekuasaan) Allah 'Azza wa Jalla, sebelum jatuh pada tangan yang meminta".
(1)
Maka
hendaklah diyakininya, bahwa ia menyerahkan kepada Allah 'Azza wa Jalla hakNya
dan orang fakir itu mengambil duripada Allah Ta'ala rezekinya, setelah jadinya
kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Kalau
dia berhutang pada seseorang, lalu orang itu menyerahkan kepada budaknya atau
pelayannya yang menjadi tanggung jawabnya, tentang kehidupan budak atau pelayan
itu, untuk menagih hutang tadi, maka keyakinan dari yang membayar hutang, bahwa
penerima hutang itu di bawah pengaruhnya adalah sangat dungu dan bodoh. Karena
yang berjasa kepadanya, ialah orang yang menang-gung belanja hidupnya.
Adapun
dia, hanyalah melunaskan apa yang menjadi kewajibannya, disebabkan sudah
membeli apa-apa yang disukainya. Jadi, ia bekerja untuk dirinya sendiri, maka
mengapakah ia menyebut-nyebut orang lain?
Manakala
telah dipahami, pengertian yang tiga,
yang telah kami sebutkan tentang pemahaman kewajiban zakat atau satu dari yang tiga itu, niscaya ia
tidak melihat dirinya telah berbuat baik, selain kepada dirinya sendiri. Adakalanya, dengan menyerahkan hartanya, demi melahirkan kecintaannya, kepada Allah Ta'ala atau mensucikan dirinya dari kekejian kikir atau mensyukuri nikmat harta, karena mengharap bertambahnya harta itu.
1) Dirawikan Ad-Daraquthni dari Ibnu Abbas, hadits gharib.
|
Bagaimanapun
adanya, tetapi tak adalah hubungan mu'amalah antara dia dan orang fakir itu,
sehingga ia memandang dirinya telah berbuat baik kepada si fakir.
Manakala
terdapat kebodohan itu, dengan memandang dirinya telah berbuat baik kepada si
fakir, lalu bercabanglah daripadanya pada dhahirnya, apa yang telah disebutkan
pada pengertian al-man-ni, yaitu :
membicarakan, mendhahirkan dan meminta balasan dari si penerima itu, dengan
ucapan terima kasih, dengan do'a, pelayanan, penghormatan, pengagungan,
penegakan hak-haknya,mendahulukan di majelis-majelis dan mengikutinya dalam
segala hal.
Maka
ini semuanya, adalah buah daripada al-manni.
Dan arti al-manni pada bathin, ialah
apa yang telah kami sebutkan itu.
Adapun
al-adza, dhahirnya ialah menghina dan
memberi malu, mengeluarkan kata-kata kasar, bermasam muka dan merusakkan
kehormatan si fakir dengan melahirkan pemberian itu serta dengan berbagai macam
cara merendahkan orang yang menerima itu.
Bathinnya,
yaitu sumbernya, ada dua hal:
1.Tidak
suka melepaskan harta dari tangan dan
sangat beratlah yang demikian atas dirinya. Maka yang demikian itu —sudah
pasti— menyempitkan makhluk.
2.Dia
melihat dirinya lebih baik dari orang fakir. Dan orang fakir itu, disebabkan
keperluannya,
adalah lebih hina daripadanya. Kedua sumber tadi, terjadinya dari karena
kebodohan.
Mengenai
tidak suka melepaskan harta, itu
adalah suatu kedunguan. Karena orang yang tidak suka menyerahkan sedirham,
dalam balasan yang menyamai seribu dirham, itu adalah sangat dungu.
Dan
sebagaimana dimaklumi, bahwa menyerahkan harta, adalah karena mencari kerelaan
Allah 'Azza wa Jalla dan pahala pada negeri akhirat. Dan itu, adalah lebih
mulia daripada apa yang diserahkan-nya. Atau diserahkannya untuk mensucikan
dirinya dari kehinaan kikir atau bersyukur karena mengharap tambahan.Bagaimanapun
diumpamakan, tetapi tidak suka menyerahkan harta itu, tak beralasan sama
sekali.
Mengenai yang kedua, yaitu : memandang dirinya lebih mulia
dari si fakir, itu juga tanda kebodohan. Karena kalau diketahuinya kelebihan
miskin dari kaya dan diketahuinya bahaya yang dihadapi oleh orang-orang kaya,
niscaya tidak akan dihinakannya orang fakir. Bahkan ia mengambil berkat
daripada orang fakir dan bercita-cita memperoleh derajat kefakiran itu.
Orang-orang kaya yang salih, akan memasuki sorga sesudah orang-orang fakir
dengan lima ratus tahun.Dari
itu, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم Demi Tuhan yang mempunyai Ka'bah! Mereka
itu merugi!Bertanya
Abu Dzar : "Siapakah mereka itu?".Nabi
saw. menjawab : "Mereka yang banyak harta!".
Kemudian,
bagaimanakah ia menghinakan orang fakir, padahal orang fakir itu, telah
dijadikan oleh Allah Ta'ala tempat ia berniaga. Karena ia mengusahakan harta
dengan rajin, memperbanyakkan harta dan bersungguh-sungguh menjaganya sekedar
perlu. Dan ia telah dimestikan, bahwa menyerahkan kepada orang fakir sekedar
keperluannya. Dan dilarang melebihi daripada itu, yang mendatangkan melarat
kepadanya, kalau diserahkan.
Maka
orang kaya, adalah dilayani untuk berusaha, menghasilkan rezeki orang fakir.
Dan dibedakan dari orang fakir, dengan menghadapi kedlaliman, mengalami
penderitaan dan menjaga diri dari segala yang tidak perlu, sampai ia mati. Lalu
hartanya, dimakan oleh musuh-musuhnya.
Jadi,
manakala telah tersingkir sifat tidak suka dan berganti dengan suka dan senang dengan taufiq Allah
Ta'ala kepadanya, pada pelak-sanaan kewajiban dan digenggam kannya harta kepada
orang fakir, sehingga terlepas daripada buruknya nasib dengan diterimanya
pemberian itu daripadanya, maka bilanglah al-adza,
perighinaan, mas am muka. Dan bertukarlah dengan kegembiraan. pujian dan
penerimaan kenikmatan itu. Itulah
tempat terjadinya al-manni dan al-adza! Kalau anda mengatakan, bahwa
melihat dirinya dalam tingkat orang yang berbuat baik, adalah suatu hal yang
sulit. Adakah tanda, yang dapat ia menguji hatinya dengan tanda itu, sehingga
ia mengenai bahwa dia tidak melihat dirinya berbuat baik?
Maka
ketahuilah, bahwa ia mempunyai tanda yang halus dan jelas. Yaitu : kalau
diumpamakan si fakir itu telah berbuat suatu penganiayaan atas dirinya atau si
fakir itu menolong musuhnya umpamanya, maka ada kali bertambah perlawanan bathinnya
dan menjauh hatinya dari si fakir itu, dengan perlawanan bathinnya sebelum
bersedekah itu?Kalau
bertambah, maka tidaklah terlepas sedekahnya dari campuran al-manni, karena dengan sebabnya, telah terjadi apa yang
sebetulnya, tidak diharapkan terjadi sebelumnya.Kalau
anda mengatakan : "Ini adalah soal yang sulit dan tidak terlepaslah hati
seseorang daripadanya. Maka apakah obatnya?".Maka
ketahuilah, bahwa ia mempunyai obat bathin dan obat dhahir.
Obat bathin, ialah mengenai segala hakikat yang telah
kami sebutkan pada pemahaman yang wajib
itu. Sesungguhnya orang fakirlah yang berbuat baik kepadanya, pada
mensui-ikannya dengan menerima sedekah.
Adapun
obat dhahir, maka ialah segala
perbuatan yang dikerjakan oleh orang yang bersifat dengan al-manni itu, Maka sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang timbul
dari budi pekerti yang baik, niscaya akan mencelup hati itu berbudi pekerti
yang baik, sebagaimana akan datang segala kunci rahasianya, pada bahagian yang penghabisan dari Kitab
ini.
Dari
itu, sebahagian mereka meletakkan sedekah dihadapan orang fakir dan tegak
berdiri dihadapannya, meminta kiranya fakir itu bersedia menerima sedekahnya.
Sehingga ia berada dalam bentuk orang yang meminta, disamping ia merasa tidak
senang kalau sedekahnya ditolak.Sebahagian
mereka membuka tangannya, supaya fakir itu mengambil dari tangannya dan tangan
si fakir menjadi di atas. 'Aisyah ra. dan Ummu Salmah ra. apabila mengirimkan
sesuatu pemberian kepada orang fakir, mengatakan kepada utusan yang membawa
kiriman itu : "Hafalkanlah do'a yang dibacakan fakir itu!".Kemudian,
keduanya membalas seperti do'a yang dibacakan si fakir seraya mengatakan :
"Dengan demikian, ikhlaslah sedekah kami bagi kami".Mereka
sebetulnya, tidak mengharapkan do'a, karena itu menyerupai pembalasan. Dari
itu, mereka membalas do'a yang dibacakan si fakir, dengan do'a yang seperti itu
pula.
Begitulah
diperbuat oleh Umar bin Al-Khaththab dan anaknya Abdullah ra. Dan begitu
pulalah orang-orang yang menitik berat-kan perhatiannya pada hati, mengobati
hatinya. Dan tak adalah obatnya dari segi
dhahir, selain dari segala amal perbuatan ini,yang menunjukkan kepada
kehinaan, kerendahan diri dan menerima nikmat Allah Ta'ala. Dan dari segi bathin, ialah segala pengetahuan
(ma'rifah) yang telah kami sebutkan itu.Ini,
dari segi amal perbuatan. Dan yang
itu dahulu, dari segi ilmu pengetahuan. Dan tidaklah hati itu diobati, selain
dengan obat ilmu dan amal. Syarat ini dari zakat, adalah
sejalan dengan jalannya khusyu' dari
shalat. Hal itu, dibuktikan dengan sabda Nabi saw. :"Tidaklah
bagi manusia d.ari shalatnya, selain daripada apa yang dipahaminya ".Dan
ini, adalah seperti sabda Nabi saw. : "Tidak
diterima Allah sedekah orang yang membangkit-bangkitkan dan seperti firman
Allah 'Azza wa Jaila : "Janganlah
kamu batalkan sedekahmu dengan "al-manni" (menyebut-nyebut kan) dan
"al-adza" (menyakitkan)". (S. Al-Baqarah, ayat 264).
Adapun
fatwa ulama fiqih, dengan jadinya zakat itu menjadi zakat dan terlepasnya
tanggung jawab dengan penyerahan yang seperti itu, tanpa syarat yang kami
sebutkan, adalah berdasarkan hadits lain, yang sudah kami tunjukkan
pengertiannya dalam "Kitab
Shalat" dahulu.
Tugas Keenam : hendaklah
dipandangnya pemberian itu kecil saja. Karena, kalau dipandangnya besar, maka timbullah kebanggaan
di dalam hatinya. Dan sifat kebanggaan itu, termasuk sifat yang membinasakan.
Dan itu membatalkan segala amal perbuatan. Berfirman Allah Ta'ala :
(Wa
yauma hunainm idz- a'jabatkum katsratukum falam tughni 'ankum syai-aa). Artinya
: "Dan di hari perang Hunain, ketika
kamu membanggakan diri karena banyak jumlahnya, tetapi jumlah yang banyak itu,
tidak menolong kepada kamu sedikitpun". (S. Al-Bara-ah,@Attaubah ayat
25)
Dan
ada yang mengatakan bahwa tha'at, kalau dipandang kecil, maka besarlah dia pada
sisi Allah Ta'ala. Dan ma'siat kalau dipandang besar, maka kecillah dia pada
sisi Allah 'Azza wa Jalla. Ada
yang mengatakan, bahwa perbuatan baik, tidak akan sempurna, selain dengan tiga
perkara : memandangnya kecil, menyegera-kannya dan menutupkannya. Dan tidaklah
memandangnya besar itu, dinamakan al-manni
dan al-adza. Karena kalau
diserahkannya hartanya kepada pembangunan masjid atau langgar, niscaya
mung-kinlah disitu memandangnya besar
dan tidak mungkin al-manni dan al-adza. Tetapi membanggakan diri dan memandang
amalan itu besar, berlaku dalam segala ibadah. Dan obatnya, ialah ilmu dan amal.
Adapun
ilmu, yaitu ia mengetahui bahwa
seperselupuh atau seperempat puluh, adalah sedikit dari yang banyak. Dan dia
telah merasa puas bagi dirinya, dengan pemberian ditingkat yang paling rendah
itu, sebagaimana telah kami sebutkan pada pemahaman yang wajib dahulu. Dari
itu, wajarlah ia merasa malu dari pemberian yang demikian. Bagaimanakah
kiranya, ia memandang besar? Kalau naiklah ia ke derajat yang lebih tinggi,
lalu memberikan semua hartanya ataupun sebahagian besar daripadanya, maka hendaklah
ia memperhatikan, bahwa dari manakah harta itu datang dan k em an a kah hendak
digunakannya? Harta
itu, adalah kepunyaan Allah 'Azza wa Jalla. Allah boleh menyebut-nyebutkannya,
karena telah meanugerah kannya kepada seseorang dan memberikan taufiq kepada
orang itu untuk menye-rahkannya. Maka
mengapakah ia membesar-besarkan pemberiannya pada hak Allah Ta'ala, akan
sesuatu yang sebetulnya kepunyaan Allah Ta'ala? Kalau keadaannya menghendaki,
bahwa ia memandang ke akhirat dan memberikannya untuk memperoleh pahala, maka
mengapakah ia membesar-besarkan pemberian yang ditunggukannya pahala yang
berlipat ganda?.
Adapun
amal, maka ia memberikan harta itu, sebagai pemberian karena malu dari
kekikiran, dengan menahan sisa hartanya daripada Allah 'Azza wa Jalla. Maka
adalah sifatnya, merasa enggan dan malu, seperti sifat orang yang diminta
mengembalikan barang simpanan yang ada padanya. Maka ditahannya setengah dan
di-kembalikannya setengah, sedang harta seluruhnya adalah kepunyaan Allah 'Azza
wa Jalla. Menyerahkan seluruhnya adalah lebih disukai Allah Subhaanahuwa
Ta'aalaa. Sesungguhnya
Dia tidak menyuruhkan hambaNya dengan demikian karena menyusahkan bagi hamba
itu, lantaran kekikirannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah Ta'ala :
(Fayuhfikum
tabkhaluu) = Artinya
: "Maka didesakkan Allah akan
kamu, niscaya kamu akan kikir". (S. Muhammad, ayat 37).
Tugas Ketujuh : bahwa dipilihnya daripada hartanya yang
paling baik, yang paling disayanginya, yang paling mulia dan yang paling
cantik. Karena Allah Ta'ala itu baik, tidak menerima melainkan yang baik. Apabila
yang dikeluarkan untuk sedekah itu, dari harta yang diragukan haialnya (harta
syubhat), maka kadang-kadang harta itu bukan miliknya secara mutlak. Sehingga
tidaklah harta itu menjadi sebagaimana yang diharapkan.
Tersebut
pada hadits yang diriwayatkan Aban dari Anas bin Malik: (Thuubaa
li'abdin anfaqa min maaliniktasabahu min ghairi ma'-shiyah). Artinya
: "Amat baiklah kiranya bagi seorang
hamba, yang mengeluarkan untuk sedekah dari harta yang diusahaknnnya, tidak
dari kema'siatan". (1)
Apabila
yang dikeluarkan itu, tidak daripada harta yang baik, maka itu adalah setengah
daripada kurang adab (kurang sopan). Karena mungkin ditahannya yang baik untuk
dirinya sendiri atau untuk hambanya atau untuk keluarganya. Jadi ia lebih
memilih dan me-mentingkan orang lain, daripada Allah Ta'ala.
Kalau
diperbuatnya demikian terhadap tamunya, disugu kannya makanan yang paling buruk
kepada tamu itu di rumahnya, maka sesungguhnya ia menyesakkan dadanya dengan
yang demikian. Demikianlah kiranya, kalau ada pandangannya kepada Allah 'Azza
wa Jalla. Dan kalau pandangannya kepada dirinya sendiri dan pa-halanya di
akhirat, maka tidaklah namanya berakal,
orang yang mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri. Dan tidaklah harta
itu menjadi kepunyaannya, selain daripada apa yang telah di sedekahkannya. Maka
itulah yang kekal. Atau apa yang telah dimakannya, maka itulah yang binasa. Dan apa yang dimakannya, adalah menunaikan hajat hidup yang sekarang. Maka tidaklah termasuk berakal, orang yang memperhatikan semata-mata kepada masa dekat dan meninggalkan penyimpanan untuk masa depan.
1) Dirawikan ibnu 'Uda dan Al-Bazzar dari Anas.
|
Berfirman
Allah Ta'ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ
تُغْمِضُوا فِيهِ
(Yaa-ayyuhal
ladziina aamanuu anfiquu min thayyibaati maa kasabtum wa mimmaa akhrajnaalakum
minal ardli wa laa tayam-mamul khabiitsa minhu tunfiquuna wa lastum
bi-aakhidziihi illaa an tughmidluu fiih).Artinya
: "Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah (keluar-kanlah) sebahagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan
hasil-hasil yang Kami keluar kan dari bumi dan janganlah kamu pilih kan yang
buruk-buruk diantaranya yang akan kamu nafkahkan; sedang-kan kamu sendiri tak
mau mengambilnya (kalau diberikan kepada kamu), melainkan dengan memincingkan
mata". (S. Al-Baqarah, ayat 267).Artinya
: kamu tidak mengambilnya, kecuali dengan merasa benci dan malu. Itulah artinya
memincingkan mata. Maka tidaklah kamu memilihkan Tuhanmu dengan demikian.
Pada
hadits tersebut : "Didahulukan oleh
sedirham, akan seratus ribu dirham (1) Yaitu dengan dikeluarkan oleh
seseorang dari hartanya, yang paling halal dan yang paling baik. Maka keluarlah
yang demikian itu dengan kerelaan dan kegembiraan memberikannya.Kadang-kadang
dikeluarkannya seratus ribu dirham daripada hartanya yang tidak disukainya.
Maka yang demikian itu, menunjukkan bahwa dia tidak mengutamakan Allah 'Azza wa
Jalla, dengan sesuatu yang dikasihinya. Dengan
sebab yang demikianlah, maka dicacikan oleh Allah suatu golongan yang
menjadikan untuk Allah, apa yang tidak disukai mereka. Berfirman Allah Ta'ala :
(1)Dirawikan
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban dan dipandangnya shahih, dari Abu Hurairah.
|
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا
يَكْرَهُونَ وَتَصِفُ أَلْسِنَتُهُمُ الْكَذِبَ أَنَّ لَهُمُ الْحُسْنَى لا
(Wa
yaj'aluuna lillaahi maa yakrahuuna wa tashifu alsinatuhumul kadziba anna
Iahumul husnaa laa).Artinya : "Dan mereka hubungkan dengan Allah, apa-apa
yang tidak mereka snkai (untuk diri mereka) dan lidah mereka menceri-terakan
kepalsuan, bahwa mereka akan mendapat kebaikan. Tidak"
Sebahagian
ahli bacaan Al-Quran (ahli qira-at) berhenti (waqaf) pada kata-kata
"Tidak" itu, untuk membohongi mereka, kemudian memulai lagi dan
menyambung :
(jarama
anna iahumun naar) Artinya : "Sesungguhnya
untuk mereka, adalah neraka". (S, An-Nahi, ayat 62).Bermakna:
Sesungguhnya bagi mereka neraka, karena mereka jadikan bagi Allah, apa yang
tidak mereka sukai.
Tugas Ke delapan : hendaklah dicari untuk menerima sedekahnya, orang yang
menjadi suci sedekahnya dengan orang itu. Dan tidak dicukupkan saja, asal orang
itu termasuk dalam golongan yang delapan. Karena dalam keseluruhan golongan
yang delapan itu, terdapat sifat-sifat tertentu. Maka hendaklah diperhatikannya
sifat-sifat yang tertentu itu, yaitu enam
perkara.
1.
Hendaklah dicarikan orang-orang yang taqwa, yang berpaling dari dunia,
menjuruskan hidupnya untuk perniagaan akhirat. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Janganlah
engkau makan, selain dari makanan orang yang bertaqwa dan janganlah dimakan
makanan engkau, selain oleh orang yang bertaqwa (1). Inilah
kiranya, karena orang yang bertaqwa itu, dapat meminta pertolongan kepada
caqwa. Maka adalah anda bersama-sama dengan dia dalam mengerjakan tha'at,
disebabkan anda memberikan pertolongan kepadanya. Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم "Berikanlah
makanan-mu kepada orang-orang yang taqwa dan tujukanlah perbuatan baikmu kepada
orang-orang mu'min".
(2) Dan pada riwayat yang Iain, tersebut ; "Tambahkanlah makanan mu kepada orang yang engkau kasihipada
jalan Allah Ta'ala". (3)
(1)Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan Abi Sa'id, (2)Dirawikan ibnul-Mubarak dari Abi Sa'id. Kata Ibnu Thahir, hadits ini gharib dan majhul. (3)Dirawikan Ibnul-Mubarak dari Adl-dlahhak, hadits mursal. |
Adalah sebahagian ulama, mengutarakan
makanannya kepada orang-orang shufi yang fakir, tidak kepada orang lain. Lalu
orang bertanya kepadanya : "Kalau tuan ratakan pemberian tuan itu kepada
semua orang fakir, tentulah lebih baik". Ulama itu menjawab : "Tidak! Cita-cita
dari fakir yang shufi itu, adalah semata-mata kepada Allah Ta'ala. Kalau
datanglah kepapaan kepada mereka, niscaya hancurlah cita-cita seseorang mereka.
Dari itu, aku lebih menyukai mengembalikan cita-cita seseorang kepada Allah
'Azza wa Jalla, daripada memberikan kepada seribu orang, yang cita-citanya
duniawi".
Ucapan yang di atas ini,disampaikan orang
kepada Junaid, maka diterimanya dengan baik, seraya mengatakan : "Yang
mengucapkan kata-kata ini adalah salah seorang daripada aulia Allah
Ta'ala". Seterusnya Junaid mengatakan : "Belum pernah aku mendengar
sejak dahulu, perkataan yang lebih baik daripada ini".
Kemudian, diceriterakan, bahwa ulama yang
mengucapkan kata-kata di atas tadi, rusak keadaan perniagaannya. Ia
bercita-cita meninggalkan tokonya, lalu Junaid mengirimkan bantuan harta
kepadanya dan berpesan : "Jadikanlah harta ini modalmu Janganlah engkau
tinggalkan toko itu, karena berniaga tidaklah mendatangkan melarat bagi orang,
yang seperti engkau".
Ulama
itu adalah penjual sayur-sayuran, tidak mau mengambil pembayaran dari
orang-orang fakir yang membeli padanya.
2.Hendaklah
orang yang dikhususkan diberikan itu dari ahli ilmu khususnya. Karena yang
demikian, adalah menolong orang itu kepada ilmu. Dan ilmu adalah ibadah yang
paling mulia, manakala benar niat padanya.
Adalah
Ibnul-Mubarak mengkhususkan pemberiannya kepada ahli ilmu, lalu orang bertanya
kepadanya : "Mengapakah tidak tuan katakan pemberian itu?".la
menjawab : "Aku tidak mengenal
sesudah derajat kenabian, yang lebih utama daripada derajat alim-ulama.
Apabila hati salah seorang ulama terganggu dengan sesuatu keperluan, maka
tidaklah tercurah hatinya itu kepada ilmu dan tidak lagi menerima orang untuk
belajar. Dari itu, berusaha mencurahkan hati mereka kepada ilmu, adalah lebih
utama".
3.Hendaklah
orang yang diberikan itu, orang yang benar taqwanya dan ilmunya dengan
ketauhidan. Ketauhidannya itu, ialah apa-bila ia menerima pemberian lalu
memujikan Allah, mensyukuriNya dan memandang bahwa nikmat itu daripadaNya. Dan
ia tidak memandang kepada perantaraan (si pemberi).
Inilah
kesyukuran hamba yang sebaik-baiknya kepada Allah swt. Yaitu : memandang bahwa
nikmat itu semuanya adalah daripadaNya.
Dalam
wasiat Luqman kepada puteranya, tersebut : "Janganlah engkau adakan
diantara engkau dan Allah, pemberi nikmat yang lain dan engkau hitung nikmat dari orang lain itu
kepada engkau sebagai hutang. Dan barangsiapa mensyukuri selain kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, maka dia seolah-olah tidak mengenal yang memberikan nikmat itu. Dan tidak
meyakini bahwa orang perantaraan itu, adalah terpaksa diperuntukkan untuk
memberi dengan penunjukan Allah 'Azza wa Jalla. Karena Allah Ta'ala telah
menguasakan kepadanya faktor-faktor untuk berbuat dan memudahkan sebab-sebab
untuk berbuat. Lalu orang itu memberikan dan dia itu terpaksa. Kalau ia
menolak, tidak mau memberikannya, maka ia tidak sanggup, setelah dicurahkan
Allah ke dalam hatinya, bahwa kemuslihatan agamanya dan dunianya adalah pada
perbuatan itu.
Manakala
penggerak sudah kuat, niscaya mengharuskan yang demikian, akan keteguhan
kemauan dan kebangkitan kesanggupan. Dan tidak hamba itu, sanggup menantang
penggerak yang kuat, yang tak. ada keraguan lagi padanya. Allah 'Azza wa Jalla
juayang menjadikan penggerak-penggerak itu dan membangkitkannya, menghilangkan
kelemahan dan kesangsian daripadanya. Menentukan kesanggupan untuk bangun,
menurut yang dikehendaki penggerak-penggerak itu.
Siapa
yang meyakini akan ini, niscaya tidak ada baginya pandangan selain kepada Yang Menyebabkan sebab-sebab itu.
Keyakinan seperti hamba ini adalah lebih bermanfa'at bagi si pemberi, daripada
pujian dan ucapan syukur dari orang lain.
Maka
yang demikian itu, adalah gerakan lidah, pada kebanyakan hal, yang sedikit
faedahnya. Dan memberi pertolongan kepada seumpama hamba yang bertauhid ini,
tidaklah sia-sia.
Adapun
orang yang memuji dengan pemberian dan mendo'akan dengan kebajikan, maka akan
mencaci bila tidak diberikan lagi dan akan mendo'akan dengan kejahatan, ketika
disakitkan hatinya. Dan hal-ikhwalnya, adalah berlebih-kurang.
Diriwayatkan,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم : "Mengirimkan pemberian kepada sebahagian
orang fakir dan mengatakan kepada utusan yang membawa pemberian itu :
"Hafalkanlah apa yang diucapkan fakir itu!".
Tatkala
fakir menerimanya, lalu mengucapkan : "Segala
pujian bagi Allah yang tidak lupa akan siapa yang mengingatiNya dan tidak
menyianyiakan akan siapa yang mejisyukuriNya". Kemudian fakir itu
menyambung lagi : "Ya Allah, ya Tuhanku! Sesungguhnya Engkau tidak
melupakan si Anu (maksudnya, dirinya sendiri), maka jadikanlah si Anu tidak melupakan Engkau". Ia
maksudkan dengan si anu dirinya sendiri.Utusan
itu menceriterakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم
apa yang didengarnya, maka
amat gembiralah Nabi صلى الله عليه وسلمlalu bersabda : "Aku tahu, memang ia mengucapkan yang demikian ". (1)
Lihatlah
betapa perhatiannya, hanya tertuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa .
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada
seorang laki-laki : "Bertobatlah!".
Maka menjawab laki-laki itu : "Aku bertobat kepada Allah Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak aku bertobat kepada Muhammad!".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Diperkenalkan kebenaran kepada ahlinya
" (2)
Tatkala
turun ayat suci, yang menerangkan terlepasnya 'Aisyah ra. daripada berita
palsu, maka berkata Abu Bakar ra. kepada 'Aisyah ra. : "Bangunlah dan
peluklah kepala Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Maka
menjawab 'Aisyah ra. : "Demi Allah, aku tidak mau dan aku tidak
memujikan, selain Allah!".
Lalu menjawab Nabi saw. : "Biarkanlah dia, wahai Abu Bakar!".
Pada
riwayat Iain, tersebut, bahwa 'Aisyah berkata kepada Abu Bakar ra. : "Dengan
memujikan Allah, tidak dengan memujikan engkau dan shahabat engkau!".
Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak
membantah yang demikian, sedang wahyu itu sampai kepada 'Aisyah ra. dengan
perantaraan lisan Rasulullah صلى الله عليه وسلم saw. (3)
1)Menurut Al-lraqi, ia menjumpai hadits ini dalam suatu
hadits dla'if dari Ibnu Umar.
2)Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dari Al-Aswad bin
Surai', dengan sanad dla'if.
3)Berita palsu, yang disiarkan oleh pihak musuh, bahwa
'Aisyah isteri junjungan kita telah berbuat serong. Maka turunlah ayat suci
membantah berita bohong yang diadaadakan itu, yaitu : "Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu, adalah golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira -perbuatan- itu memburuk -kan kamu, tetapi membaikkan
kamu. Setlap orang mendapat (hukuman) dari dosa yang dikerjakan. Dan stapa
diantara mereka yang mengambil bahagian terbesar, dia akan memperoleh siksaan
yang besar pula". S. An-Nur, ayat 11 (peny).Hadits tersebut dirawikan
Abu Dawud dari 'Aisyah ra.
|
Memandang
segala sesuatu, selain daripada Allah Subhaanahuwa Ta'aalaa, adalah sifat
orang-orang kafir. Berfirman Allah Ta'ala :
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ
وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَإِذَا
ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
(Wa
idzaa dzukirallaahu wahdahusyma-azzat quluubul ladziina laa yu'minuuna bil
aakhirati wa idzaa dzukiralladziina min duunihii idzaahum yastabsyiruun)Artinya
: "Ketika disebut Allah saja
sendirian, amatlah kesal hati orang-orang yang tiada mempercayai hari kemudian
itu. Tetapi ketika disebut (berhala-berhala) lain dari Tuhan, lihatlah mereka
amat gembira". (S. Az-Zumar, ayat 45).
Dan
siapa yang tiada bersih bathinnya, daripada melihat perantara-perantara,
kecuali dari segi sebagai perantara saja, maka seakan-akan ia tiada terlepas
bathinnya daripada syirik yang tersembunyi. Hendaklah kiranya ia bertaqwa kepada
Allah Ta'ala, pada membersihkan tauhidnya dari segala kotoran dan campuran
syirik.
4.
Hendaklah orang yang diberikan itu, menutup dan menyembunyikan hajat
keperluannya. Tidak membanyakkan ceritera dan pengaduan. Atau ada dia orang
yang berpribadi, sebahagian dari orang yang telah hilang nikmat dari tangannya
dan masih tetap adat kebiasaannya yang baik, di mana ia meneruskan kehidupannya
dalam pakaian keelokan. Berfirman Allah Ta'ala :
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ
التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا
(Yahsabuhumul
jaahilu aghniyaa-a minat ta'affufi, ta'-rifuhum bisiimaahum, laa yas-aluunan
naasa ilhaafaa).Artinya "Orang yang tidak tahu, mengira bahwa mereka
masih kaya, karena suci jiwanya (tidak mau minta-minta); kamu kenal mereka
dengan' tanda-tandanya, mereka tidak mau meminta pada orang berulang-ulang".
(S. Al-Baqarah, ayat 273). Artinya : mereka tiada berulang-ulang meminta,
karena mereka adalah orang-orang kaya dengan keyakinan dan orang-orang mulia
dengan kesabaran.Dan ini, seyogialah dicari dengan memeriksa dari ahli-ahli
agama pada tiap-tiap tempat. Dan
menyelidiki tentang bathin keadaan dari ahli-ahli kebajikan dan keelokan. Maka
pahala menyerahkan pemberian yang baik kepada mereka, adalah berlipat-ganda
daripada menyerahkan kepada orang-orang yang berterang-terangan meminta.
5.Hendaklah
ada orang yang diberikan itu, berkeluarga banyak atau terkurung disebabkan
karena sakit ataupun sebab-sebab yang lain. Maka terdapatlah pada orang yang
tersebut tadi, maksud daripada firman Allah 'Azza wa Jalla :
(Lilfuqaraa-illadziina
uhshiruu fii sabiilillaah).Artinya
: "(Berikanlah sedekah itu) untuk
orang-orang fakir, yang terkepung di jalan Allah". (S. Al-Baqarah,
ayat 273).Artinya : mereka tertahan pada jalan akhirat, disebabkan penyakit
atau kesempitan hidup atau perbaikan hati. Mereka tidak sanggup berjalan
keliling negeri, karena mereka terpotong sayap dan terikat kaki dan tangannya.
Dengan
sebab-sebab inilah Umar ra. memberikan kepada keluarga Nabi saw. yang keputusan
belanja, sepuluh ekor kambing dan lebih dari itu. Dan adalah Nabi saw. sendiri
"memberikan sesuatu pemberian, menurut banyak keluarga".
Ditanyakan
Umar ra. tentang bencana yang sungguh-sungguh, maka menjawab Umar :
"banyak keluarga dan sedikit harta".
6.Hendaklah
ada yang menerima itu, sebahagian dari keluarga dan fainili pihak ibu, maka
jadilah itu sedekah dan silatur-rahmi. Dan pada silatur-rahmi itu, terdapat
pahala yang tidak terhingga. Berkata Ali ra. : "Adalah lebih aku sukai
menyambungkan silatur-rahmi seseorang daripada saudaraku dengan satu dirham,
daripada bersedekah dengan dua puluh dirham. Dan menyambung silatur-rahmi
dengan dua puluh dirham, adalah lebih aku sukai daripada bersedekah sebanyak
seratus dirham. Dan menyambung silatur-rahmi dengan seratus dirham, lebih aku
sukai daripada aku merdekakan seorang budak".
Teman-teman
dan juga saudara-saudara pada jalan kebajikan, didahulukan, dari segala orang
yang berilmu pengetahuan, sebagaimana didahulukan kaum keluarga dari orang-orang
asing (yang bukan keluarga).Maka hendaklah dijaga yang halus-halus ini!.
Inilah
sifat-sifat yang diminta dan masing-masing sifat itu mempunyai tingkat. Maka
seyogialah dicari tingkat yang tertinggi. Kalau
diperoleh orang yang mengumpulkan sejumlah dari sifat-sifat ini, maka adalah
itu suatu simpanan besar dan rampasan agung. Manakala berusaha sungguh-sungguh
yang demikian dan benar (tidak salah), maka ia memperoleh dua pahala. Dan jika
salah, maka ia memperoleh satu pahala.
Salah
satu dari kedua pahalanya, pada sekarang juga, yaitu mensucikan dirinya dari sifat kikir dan menguatkan cinta kepada
Allah dalam hatinya dan kesungguhannya mentha'ati Allah. Dan
sifat-sifat inilah yang menguatkan dalam hatinya, lalu merin-dukannya berjumpa
dengan Allah 'Azza wa Jalla.
Pahala kedua, ialah yang kembali kepadanya, daripada
faedah do'a dan cita-cita yang baik dari yang menerima zakat. Hati orang-orang
baik itu, mempunyai bekas sekarang dan di akhirat nanti.
Kalau
benarlah ia, maka berhasillah dua pahala. Dan kalau salah, maka berhasil pahala
pertama, tidak pahala kedua.
Maka
dengan ini, berlipat-gandalah pahala orang yang memperoleh kebenaran pada
ber-ijtihad di sini dan pada tempat-tempat yang lain.
Allah Yang Maha Tahu! Wallaahu alam!.
Allah Yang Maha Tahu! Wallaahu alam!.
Pasal
ketiga : Tentang orang yang menerima zakat, sebab-sebab ia berhak menerimanya
dan tugas-tugas penerimaan.
Penjelasan : sebabsebab
berhak menerima zakat
Ketahuilah,
bahwa tiada berhak menerima zakat, selain orang merdeka, muslim, tidak
keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib, bersifat dengan salah satu dari sifat delapan yang tersebut dalam Kitab
Allah Azza wa jalla (Al-Qur'an).Dan
tidaklah zakat itu diserahkan kepada orang kafir, hamba saha-ya, Bani Hasyim
dan Bani Muththalib. Adapun
anak kecil dan orang gila, maka boleh diserahkan zakat kepadanya, apabila
diterima oleh walinya. Marilah
sekarang, kami sebutkan sifat-sifat dari golongan
delapan itu :
Golongan Pertama := Orang fakir.
Orang fakir : ialah orang yang tidak mempunyai harta
dan tidak sanggup berusaha. Kalau ia mempunyai makanan yang mencukupi sehari
dan pakaian untuk dipakainya sekarang, maka tidaklah ia orang fakir, tetapi orang
miskin. Kalau
ia mempunyai makanan untuk mencukupi
setengah hari, maka dia itu orang
fakir. Kalau ia mempunyai kemeja panjang dan tidak mempunyai sapu tangan,
alas kaki dan celana, sedang harga kemeja panjang itu tidak mencukupi untuk
semua yang tadi, menurut yang layak bagi orang fakir, maka dia itu orang fakir namanya. Karena dia sekarang
tidak mempunyai apa yang diperlukannya dan apa yang tidak disanggupinya.
Maka
tidak seyogialah disyaratkan pada fakir itu, bahwa ia tidak mempunyai pakaian
selain dari penutup aurat, karena syarat yang demikian itu, adalah
berlebih-lebihan. Biasanya tidak diperoleh orang yang seperti itu.
Dan
tidaklah keluar dari nama fakir,
karena ia biasa meminta-minta. Maka tidaklah meminta-minta itu, dinamakan usaha.
Kecuali ia sanggup berusaha, maka dengan ini, ia dikeluarkan dari nama fakir.Kalau
sanggup ia berusaha dengan sesuatu perkakas, maka dia itu fakir, dan boleh
dihelikan untuknya perkakas itu.
Kalau
sanggup ia berusaha yang tidak layak dengan kepribadiannya dan dengan keadaan
orang yang seperti dia, maka itu fakir nama-nya. Kalau ia sedang belajar dan
terhalang dari belajar dengan berusaha, maka dia itu fakir dan tidak dikira
kesanggupannya bekerja.
Kalau
ia seorang yang beribadah, yang dihalangi oleh berusaha itu, daripada segala
tugas ibadah dan wirid-wirid waktunya, maka hendaklah ia berusaha. Karena
berusaha adalah lebih utama daripada beribadah.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :
طلب الحلال فريضة بعد
الفريضة (Thalabul
halaali fariidlatun ba'dal fariidlah).Artinya
: "Mencari yang halal, adalah fardlu
sesudah mengerjakan yang fardlu (1)
Dimaksudkan
dengan "mencari halal" itu, ialah bekerja mencari perbelanjaan.
Berkata Umar ra.: "Berusaha pada harta yang diragukan halalnya (harta
syubhat), adalah lebih baik daripada meminta-minta".Kalau
ia berkecukupan dengan perongkosan dari orang tuanya atau dari orang yang wajib
menanggungperbelanjaannya, maka ini adalah lebih mudah daripada berusaha. Maka
tidaklah ia dinamakan fakir.
Golongan
Kedua : Orang miskin :
Orang miskin, ialah orang yang tidak mencukupi uang
masuknya untuk uang keluarnya. Kadang-kadang orang yang mempunyai seribu
dirham, dinamakan miskin dan kadang-kadang
orang yang tidak mempunyai selain dari sebuah kapak dan sehelai tali, dinamakan
kaya. Sebuah gubuk kecil yang
ditempatinya dan sehelai kain yang menutupkan tubuhnya sekedar perlu, tidaklah
menghilangkan nama miskinnya.Demikian
juga, perabot rumah, yakni yang diperlukan dan yang layak baginya. Begitu pula
kitab-kitab fiqih, tidaklah melepaskan dia daripada nama miskin.Apabila
tidak dimilikinya, selain dari kitab-kitab, maka tidaklah wajib atasnya zakat fithrah. Karena kitab itu,
disamakan hokumnya dengan kain dan perabot rumah, karena diperlukan kepadanya. Tetapi, seyogialah diperhatikan sungguh-sungguh tentang keperluan kepada kitab itu.
(1) Dirawikan
Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi dari Ibnu Mas'ud, dengan sanad dla'if.
|
Kitab adalah diperlukan karenatiga macam maksud, yaitu : untuk mengajar, untuk mengambil faedah daripada isinya dan untuk memperoleh kesenangan dengan membacanya. (untuk penghibur).
Adapun
keperluan untuk memperoleh kesenangan dengan membaca buku-buku itu, maka tidak
masuk kiraan. Seperti menyimpan buku-buku syair, sejarah dari berita-berita
lama dan sebagainya, yang tidak bermanfa'at di akhirat dan tidak berlaku di
dunia ini, selain untuk perintang waktu dan penghibur. Buku
yang semacam ini, dijual untuk membayar kafarat dan zakat fithrah. Dan dilarang
menamakan miskin orang yang mempunyainya.
Adapun
keperluan mengajar kalau mengajar itu
untuk usaha mencari perbelanjaan, seperti juru nasehat, pengajar dan pemberi
pelajaran dengan memperoleh balasan
jerih-payah,maka. buku-buku itu adalah perkakasnya. Tidak boleh dijual
untuk pembayar fithrah, seperti alat perkakas tukang jahit dan tukang-tukang
yang lain.
Kalau
dipakainya buku-buku itu, untuk mengajar buat menegakkan fardlu kifayah, maka buku-buku tersebut tidak dijual dan tidak mencabutkan
dia dari nama miskin, karena itu
adalah keperluan yang penting. Adapun
keperluan untuk memperoleh faedah
daripada isinya dan untuk belajar daripadanya, seperti menyimpan buku-buku
kesehatan untuk mengobati diri sendiri atau kitab nasehat, untuk dibaca sendiri
dan untuk memperoleh pengajaran dengan isinya, maka kalau dalam negeri itu
adalah dokter dan juru nasehat, niscaya buku-buku itu tidak begitu penting
baginya. Kalau tidak ada, maka benarlah dia memerlukan kepada buku itu.
Kadang-kadang,
dia tidak memerlukan membaca buku tersebut, kecuali sesudah beberapa lama
kemudian. Maka seyogialah dipastikan masa memerlukan kepadanya.Yang
lebih dekat kepada kebenaran, hendaklah dikatakan, bahwa manakala tidak
diperlukan kepadanya dalam setahun, maka adalah buku itu tidak penting baginya.Sesungguhnya,
siapa yang berlebih dari makanan harinya sesuatu, niscaya wajiblah ia
mengeluarkan fithrah. Apabila makanan kita taksirkan mencukupi untuk sehari,
maka keperluan perabot rumah tangga dan pakaian di badan, selayaknyalah
ditaksir untuk setahun.
Dari
itu, tidak dijual pakaian musim panas pada musim dingin. Dan buku-buku adalah
serupa dengan pakaian dan perabot rumah tangga. Kadang-kadang dia mempunyai
dari semacam buku dua buah, maka
tidaklah memerlukan kepada salah satu daripada keduanya.Kalau
ia mengatakan : "Yang satu lebih benar dan yang satu lagi lebih baik. Aku
memerlukan kepada kedua-duanya!".Maka
kami menjawab : "Cukupkanlah dengan yang lebih benar, jualkanlah yang
lebih baik dan tinggalkanlah penghiburan dan kerne wahan!".
Kalau ada dua macam buku dari satu ilmu pengetahuan, yang satu secara luas dan yang satu lagi secara singkat, maka kalau maksudnya untuk memperoleh faedah, maka hendaklah dicukupkannya dengan yang secara luas. Dan kalau maksudnya untuk memberi pelajaran, maka berhajatlah ia kepada kedua-duanya, karena masing-masing ada faedahnya, yang tidak terdapat pada yang lain .
Contoh-contoh
untuk gambaran-gambaran yang serupa ini, tidaklah terhingga banyaknya dan tidak
dibentangkan dalam ilmu fiqih. Dan kami bentangkan di sini, adalah karena
merata bahayanya dan menjaga dengan kebagusan pandangan ini kepada yang lain.
Sesungguhnya
menyelidiki secara mendalam, gambaran-gambaran itu, adalah tidak mungkin.
Karena seperti pandangan ini mengenai perabot rumah adalah melampaui tentang
ukurannya, bilangannya dan macamnya. Dan mengenai pakaian di badan dan di
rumah, tentang luasnya dan sempitnya. Dan tidaklah hal-hal ini mempunyai batas
tertentu. Tetapi ulama fiqih berusaha benar-benar tentang itu dengan buah
pikirannya dan ia mendekatkan kepada pembatasan-pembatasan itu, dengan pendapat
yang dikemukakannya. Dan dihadapinya bahaya syubhat dalam hal tersebut.
Orang
wara', mengambil dengan berhati-hati dan meninggalkan apa yang meragukannya
kepada yang tidak meragukannya.Tingkat-tingkat
menengah yang menyulitkan, diantara segi-segi yang nyata-nyata bertentangan,
adalah amat banyak. Dan tidaklah terlepas daripadanya, selain dengan
berhati-hati. Wallaahu a'lam : Allah Yang Maha Tahu!.
Golongan ketiga : yang bekerja pada zakat ('amil)
Mereka
adalah para pekerja yang mengumpulkan zakat, selain dari khalifah (kepala
pemerintah) dan qadli (hakim). Dan termasuk dalam golongan 'amil zakat, orang
yang mengamat-amati zakat, penulis urusan zakat, orang yang mengurus, supaya
zakat itu dilak-sanakan dengan sempurna, penjaga zakat dan pengangkut zakat. Masing-masing
mereka, tidak dilebihkan upahnya dari upah yang layak. Kalau berlebih sesuatu
harga dari yang diserahkan kepada 'amil itu, dari upahnya yang layak, maka yang
berlebih itu dikem-baiikan untuk diserahkan kepada golongan penerima zakat yang
lain. Dan kalau berkurang, maka dicukupkan dari harta kepentingan umum.
Golongan keempat :
orang muallaf (orang
yang ditarik hatinya kepada Islam). Yaitu orang-orang yang terkemuka yang telah
me-meluk agama Islam, di mana mereka berpengaruh dalam kaumnya. Dan dengan
menyerahkan zakat kepada mereka, membawa mereka tetap di dalam agama Islam dan
menarik hati orang-orang yang setaraf dan pengikut-pengikutnya.
Golongan kelima :
orang mukatab (budak
yang diberi kesempatan oleh tuannya mencari harta, untuk diserahkan kepada
tuannya, sebagai penebus dirinya dari hamba sahaya). Maka diserahkan bahagian
dari mukatab ini kepada tuannya. Dan kalau diserahkan kepada si mukatab
sendiri, boleh juga, Dan
si tuan itu tidak boleh menyerahkan zakatnya kepada muka-tabnya sendiri, karena
terhitung budaknya.
Golongan keenam gharim (orang yang berhutang), yaitu : yang berhutang pada
mentha'ati Allah atau pada pekerjaan yang dibolehkan (pekerjaan mubah), sedang
ia seorang fakir, Kalau
berhutang pada jalan ma'siat, maka tidak diberikan zakat, kecuali setelah ia
bertobat. Dan kalau ia seorang kaya, maka tidak dilunaskan hutangnya dengan
zakat, kecuali apabila ia berhutang untuk kepentingan umum atau untuk memadamkan
suatu kekacauan (fitnah).
Golongan ketujuh :
ghuzah (kaum pejuang
fisabilillah), yaitu mereka yang tidak terdaftar namanya dalam buku orang-orang
yang dibelanjai negara. Maka diserahkan kepada mereka sebahagian dari zakat,
walaupun mereka itu kaya, untuk memberikan pertolongan kepada mereka dalam
peperangan.
Golongan kedelapan
: ibnussabil,
yaitu,orang yang bermusafir dari negerinya, pada bukan ma'siat atau ia singgah
pada negeri itu. Maka diberikan zakat kepadanya, kalau ia seorang fakir. Dan
kalau ada hartanya dinegeri lain, niscaya diberikan sekedar, yang
menyam-paikannya ke negeri itu.
Kalau
anda bertanya : "Dengan apakah dikenal sifat-sifat itu?". Maka
kami menjawab, bahwa kefakiran dan kemiskinan, adalah dengan keterangan dari
penerima zakat itu sendiri, tanpa diminta-kan bukti dan tanpa disumpahkan.
Tetapi bolehlah berpegang kepada perkataannya, apabila tidak diketahui
kedustaannya. Berperang
dan bermusafir itu, adalah pekerjaan yang akan datang. Dari itu, diberikan
zakat kepadanya, dengan pengakuannya : "Aku ini orang yang
berperang". Kalau
tidak ditepatinya, menurut pengakuannya itu, maka yang telah diterimanya,
diminta kembali. Adapun
golongan-golongan yang lain, maka hendaklah dibuktikan! Itulah
syarat-syarat berhak menerima zakat! Dan tentang jumlah yang diserahkan kepada
masing-masing, akan diterangkan nanti.
Penjelasan
:
Tugas-tugas dari orang yang menerima zakat. Yaitu lima perkara :
Pertama
: hendaklah
diketahuinya, bahwa Allah 'Azza wa Jalla mewajibkan penyerahan zakat kepadanya,
adalah supaya mencukupi cita-cita dan seluruh cita-citanya menjadi satu. Karena
Allah 'Azza wa Jalla menerima ibadah makhlukNya, dengan adanya satu cita-cita
hati mereka, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hari akhirat. Dan itulah yang
dimaksudkan dengan firmanNya :
(Wa
maa khalaqtul-jinna wal-insa illaa liya'-buduun). Artinya
: "Kuciptakan jin dan manusia itu,
supaya mereka berbakti (beribadah) kepadaKu (S. Adz-Dzariyat, ayat 56). Tetapi,
tatkala hikmah menghendaki, bahwa hamba itu dikuasai hawa nafsu dan hajat
keperluannya, di mana hawa nafsu dan hajat keperluan
itu mencerai-beraikan cita-citanya, maka kemurahan Tuhan menghendaki kelimpahan
nikmat, yang mencukupkan segala hajat keperluan. Lalu diperbanyakkanNya harta
dan dituangkan-Nya ke dalam tangan hamba-hambaNya. Untuk menjadi alat bagi
mereka dalam menolakkan hajat keperluannya dan menjadi jalan dalam
menyelesaikan ketha'atannya.
Diantara
mereka, ada yang sebahagian besar dari hartanya, menjadi fitnah dan bencana,
lalu harta itu mendorongkannya ke dalam bahaya. Dan diantara mereka, ada yang
mencintai harta, yang dapat memeliharakannya daripada kesibukan duniawi,
sebagaimana seorang perawat memeliharakan orang sakit yang dirawatinya. Maka
terjauhlah dia daripada segala kejijikan duniawi dan mengalirlah kepadanya
harta sekedar yang diperlukan, dari tangan orang-orang kaya. Supaya adalah yang
demikian itu, usaha yang mudah. Dan payah pada mengumpulkan dan penjagaan harta
itu, adalah atas orang-orang kaya tersebut. Dan faedahnya menonjol kepada
orang-orang fakir, lalu fakir-fakir itu dapat menyerahkan seluruh jiwa-raganya
berbakti kepada Allah dan bersedia untuk sesudah mati. Maka tidak terhalang
dari kebaktian oleh segala kejijikan duniawi dan tidak diganggu oleh kesempitan
hidup, daripada bersedia bagi hari kemudian.
Inilah
nikmat yang setinggi-tingginya!.
Maka
hak orang fakir ialah, mengetahui tingkatnya nikmat kefakiran. Dan meyakini
bahwa kurnia Allah kepadanya, mengenai sesuatu yang menjauhkannya daripadanya,
adalah lebih banyak daripada kurniaNya mengenai sesuatu yang dianugerahiNya,
sebagaimana akan datang pembuktian dan penjelasannya pada "Kitab Kefakiran" insya Allah
Ta'ala.Maka
hendaklah diambilnya, apa yang diambilnya daripada Allah Ta'ala, sebagai rezeki
dan pertolongan baginya kepada tha'at. Dan hendaklah niatnya untuk memperoleh
kekuatan mentha'ati Allah. Kalau
ia tidak sanggup kepada yang demikian, maka hendaklah harta itu digunakannya
kepada yang diperbolehkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Kalau
digunakannya untuk penolong berbuat ma'siat kepada Allah Ta'ala , niscaya
adalah ia orang yang kufur (tidak mensyukuri) akan segala nikmat Allah 'Azza wa
Jalla. berhak kejauhan dan kutukan daripada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kedua : hendaklah disyukurinya orang yang
memberi, dido'akan dan dipujikan. Syukur dan do'anya itu, hendaklah tidak
keluar dari kedudukan si pemberi selaku perantaraan.
Tetapi dia adalah jalan sampainya nikmat Allah kepadanya. Dan
jalan itu mempunyai hak, di mana dia
telah dijadikan Allah sebagai jalan
dan perantaraan. Dan tidaklah ia
menghilangkan penglihatan nikmat daripada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم :من لم يشكر الناس لم يشكر
الله
(Man
lam yasykurin-naasa lam yasykurillaah). Artinya
: "Siapa yang tidak mensyukuri
manusia, niscaya ia tidak mensyukuri Allah (1) Allah
'Azza wa Jalla memujikan hambaNya pada beberapa tempat atas amal perbuatan
mereka, padahal Dia yang menjadikan dan yang menciptakan kudrat pada
perbuatan-perbuatan itu, seperti firmanNya :(Ni'mal 'abdu innahuu awwaab) = نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ
أَوَّابٌ
Artinya
: "la adalah seorang hamba Allah
yang amat baik! Sesungguhnya dia senantiasa kembali kepadaNya (S. Shad,
ayat 30). Dan pada beberapa tempat yang lain.
Hendaklah
penerima zakat, mengucapkan dalam do'anya : "Disucikan Allah kiranya
hatimu dalam hati orang-orang baik, dibersihkan Allah amalanmu dalam amalan
orang-orang pilihan dan diberikan Allah rahmat kepada ruhmu dalam ruh
orang-orang syahid".
Bersabda
Nabi saw. : "Siapa yang menyerahkan
kepadamu sesuatu pemberian yang baik, maka balaskanlah pemberian itu! Jikalau
kamu tidak sanggup, maka berdo'alah kepadanya, sehingga kamu mengetahui, bahwa
kamu telah membalaskan pemberiannya". (2) Setengah
daripada kesempurnaan syukur, ialah menutupkan kekurangan yang ada pada pemberian,
kalau ada padanya kekurangan. Dan tidak menghina dan mencaci akan pemberian
itu,Dan tidak diberi malu orang yang diminta, apabila ia tidak memberi. Dan hendaklah memandang besar perbuatan dari orang yang memberi itu, kepada dirinya dan kepada orang lain.
(1)Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id. Abu Dawud dan ibnu Hibban dari Abi Hurairah dan katanya hadits hasan shahih. (2)Dirawikan Abu Dawud dan An-Nasa-i dari Ibnu Umar dengan isnad shahih. |
Dan tidak diberi malu orang yang diminta, apabila ia tidak memberi. Dan hendaklah memandang besar perbuatan dari orang yang memberi itu, kepada dirinya dan kepada orang lain.
Tugas
si pemberi, ialah memandang kecil amalan yang dikerjakan-nya. Dan tugas si
penerima, ialah mengingati nikmat yang diperolehnya dan hendaklah memandangnya
besar. Masing-masing hamba Aliah itu, hendaklah berdiri pada hak kewajibannya.
Dan yang demikian itu, tidak ada padanya pertentangan. Karena yang mewajibkan
untuk memandang kecil dan besar adalah bertentangan. Yang bermanfa'at bagi si
pemberi, ialah memperhatikan sebab-sebab yang membawa kecil arti pemberian nya
dan memberi melarat yang sebalik dari itu.
Dan
bagi yang menerima adalah sebaliknya. Sehingga masing-masing, tidak berlawanan
dengan melihat nikmat itu daripada Allah 'Azza wa Jalla. Karena orang yang
tidak melihat perantaraan itu, sebagai perantaraan,
adalah orang bodoh. Dan orang yang mungkir, ialah orang yang tidak sekali-kali
melihat perantaraan itu.
Ketiga : hendaklah dilihatnya barang yang
diambilnya itu. Kalau tidak dari yang halal, hendaklah ia menjaga diri
daripadanya.
(Wa
man yattaqillaaha
yaj-'al lahuu makhrajan wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib). Artinya
: "'Siapa yang takut (bertaqwa}
kepada Allah, maka Dia mengadakan untuk orang itu, jalan keluar (dari
kesulitan). Dan memberikan rezeki kepadanya dari (sumber) yang tiada pernah
dipikirkannya." (S. Ath-Thalaq, ayat 2 - 3). Orang yang menjaga diri
(wara') dan yang haram, terbukalah baginya yang halal.
Dari
itu, janganlah diterima harta orang-orang Turki, tentara, pega-wai-pegawai
sultan dan orang-orang yang sebagian besar usahanya dari haram. Kecuali kalau
dia dalam keadaan yang sempit benar dan barang yang diserahkan kepadanya, tidak
diketahuinya, pemiliknya yang sebenarnya. Maka dalam hal ini, ia boleh
mengambil sekedar perlu saja. Karena fatwa dari syari'at, dalam hal yang
seperti ini, ialah boleh ia menerima sedekah, berdasarkan kepada apa yang akan
diterangkan nanti dalam "Kitab Halal
dan Haram". Yaitu apabila ia telah lemah daripada memperoleh yang
halal.
Apabila
diambilnya pemberian tersebut, maka tidaklah pengambil-an itu pengambilan zakat namanya. Karena
tidaklah menjadi zakat dari pembayarnya, dan harta itu haram.
Keempat : hendaklah ia menjaga dari hal-hal yang
meragukan dan menyangsikan tentang jumlah yang diambilnya dari zakat. Janganlah
ia mengambil, selain daripada jumlah yang diperbolehkan. Dan tidak ia
mengambilnya, kecuali apabila ia meyakini benar-benar, bahwa ia termasuk
golongan orang yang berhak menerima zakat. Kalau
ia menerima zakat atas nama golongan mukatab
dan gharim, maka janganlah melebihi
dari sekedar hutang. Kalau ia mengambil zakat, disebabkan bekerja pada zakat,
maka janganlah melebihi dari ongkos yang layak. Kalau diberikan lebih banyak
dari itu, hendaklah ia menolak dan tidak menerimanya. Karena bukanlah itu harta
kepunyaan si pemberi, sehingga ia boleh bersedekah begitu saja.
Kalau
ia seorang musafir, janganlah melebihi daripada perbekalan dan ongkos kendaraan
ke tempat tujuannya, Kalau ia seorang pejuang di medan perang, janganlah ia
mengambil, selain daripada apa yang diperlukannya untuk berperang khususnya.
Yaitu : kuda, senjata dan belanja. Dan taksiran untuk itu, adalah
dengan taksiran yang sungguh-sungguh dan tak adalah baginya batas tertentu.
Dan
begitu pula, perbekalan bagi bermusafir. Dan orang wara meninggalkan yang meragukan kepada yang tidak
meragukannya. Kalau
ia mengambil zakat, disebabkan kemiskinan, maka hendaklah mula-mula ia
memperhatikan kepada perabot rumahnya, pakaian-nya dan kitab-kitabnya. Adakah
diantara barang-barang tersebut, yang tidak diperlukannya? Atau tidak
diperlukan atas kecantikan-nya, sehingga mungkin diganti dengan barang lain
yang memadai baginya dan melebihi sebahagian harganya.
Semuanya
itu, memerlukan kepada pemikiran yang sungguh-sung-guh. Ada padanya segi dhahir, di mana ia meyakini bahwa ia
berhak dan segi lain yang
bertentangan dengan segi dhahir tadi,
di mana ia meyakini bahwa ia tidak berhak.
Diantara
kedua segi tersebut, terdapat beberapa hal yang di tengah-tengah, yang serupa
satu dengan lainnya. Dan siapa yang bermain-main keliling barang yang
terlarang, besar kemungkinan ia terjatuh ke dalamnya. Pada
dhahirnya, di sini dipegang, adalah kepada perkataan si penerima zakat. Dan
yang berkepentingan, pada menentukan kepen-tingannya, mempunyai beberapa
tingkatan, tentang kesempitan dan kelapangannya. Dan tingkatan-tingkatan
itu tidak terhingga jumlahnya. Orang
wara', condong kepada kesempitan dan orang
yang menganggap enteng tentang sesuatu, condong kepada kelapangan. Sehingga
ia memandang dirinya memerlukan kepada bermacam-macam seni kelapangan, yaitu
hal-hal yang terkutuk pada agama.
Kemudian,
apabila telah tertentu keperluannya, maka janganlah si penerima zakat itu,
mengambil lebih banyak. Tetapi sekedar yang mencukupkan kebutuhannya, dari
waktu diambilnya sampai kepada masa setahun. Inilah
sejauh mungkin masa, yang diberi kesempatan padanya, dari segi bahwa masa setahun, apabila berulang-ulang,
niscaya berulang-ulang pula sebab kemasukan uang. Dan dari segi bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyimpan
untuk keluarganya makanan setahun.
(1)
Inilah
yang lebih mendekati kepada kebenaran, batas an yang mem-batasi fakir dan
miskin. Kalau disingkatkan kepada keperluannya untuk sebulan atau sehari, maka
ini adalah lebih mendekati kepada taqwa. Berbeda
pendapat diantara beberapa madzhab dari para ulama, tentang jumlah yang diambil
menurut hukum zakat dan sedekah. Diantaranya, ada yang bersangatan benar
sedikitnya, kepada batas yang mengharuskan, disingkatkan kepada sekedar makanan
sehari-semalam dari si penerima zakat itu. Golongan ini berpegang dengan apa
yang diriwayatkan Sahl bin Al-Handhaliah, bahwa : "Nabi صلى الله عليه وسلم melarang
meminta-minta dalam keadaan kaya". Lalu
ditanyakan kepada Nabi صلى
الله عليه وسلم tentang kaya itu, maka beliau menjawab : "Mencukupi untuk pagi dan
sore". (2)
Berkata
golongan lain, boleh si penerima zakat itu mengambil sampai kepada batas kaya. Batas kaya, ialah nishab zakat, karena Allah Ta'ala tidak
mewajibkan zakat, selain atas orang-orang kaya. Seterusnya, golongan ini
mengatakan, bahwa si penerima zakat boleh mengambil untuk dirinya sendiri dan
untuk masing-masing dari keluarganya, sebanyak nishab zakat. Berkata
golongan lain pula, bahwa batas kaya,
ialah lima puluh dirham atau nilainya dengan emas, karena diriwayatkan Ibnu
Mas'ud, bahwa Nabi saw. bersabda :
(1)Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Umar. (2)Dirawikan Abu Dawud dan Ibnu Hibban dari Sahl bin Al-Handhaliah. |
قال من سأل وله مال يغنيه
جاء يوم القيامة وفي وجهه خموش
(Man
sa-ala wa lahu maalun yughniihi jaa-a yaumal qiyaamati wa fii wajhihi khumuusyun). Artinya
: "Siapa yang meminta-minta, sedang
ia mempunyai harta yang menjadikan ia kaya, niscaya ia datang-pada hari qiamat
dan pada mukanya penuh dengan luka yang digaruk-garuk ". Maka
ditanyakan Nabi صلى الله عليه وسلم : "
Bagaimanakah kayanya itu?". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم
menjawab
: "Lima puluh dirham atau nilainya
dari emas".(1)
Ada
yang mengatakan, bahwa perawi hadits tadi, tidak kuat. Berkata suatu golongan, empat puluh dirham, karena diriwayatkan
oleh 'Atha' bin Yassar suatu hadits
munqathY
(hadits yang putus riwayatnya antara perawi dan Nabi saw., bahwa Nabi saw.
bersabda : "Barangsiapa
meminta-minta, sedang dia mempunyai satu auqiah perak (empat puluh dirham),
maka adalah dia memaksakan diri m emin ta yang tidak dib oleh kan". (2)
Segolongan
lam lagi, terlalu benar memberi kelapangan, di mana mereka mengatakan :
"Boleh bagi si penerima zakat mengambil suatu jumlah, yang dapat
dibelikannya suatu benda. Lalu ia merasa cukup dengan benda itu seumur
hidupnya. Atau ia menyediakan suatu barang untuk diperniagakannya. Dan ia
merasa cukup dengan barang itu seumur hidupnya, karena inilah yang bernama
kaya". Berkata Umar ra. : "Apabila kamu memberi, maka kayakanlah
orang yang diberikan itu!". Sehingga segolongan berpendapat, bahwa seorang
yang fakir, boleh mengambil jumlah yang membawa ia kepada keadaan yang layak, walau
sepuluh ribu dirham. Kecuali apabila ia telah keluar dari batas sederhana.
Tatkala
Abu Thalhah sibuk dengan kebunnya, sampai tertinggal shalat, lalu ia berkata :
"Aku serahkan kebun ini untuk sedekah!". Maka Nabi صلى الله عليه وسلم berkata : "Serahkanlah kebun itu kepada
kerabat-mu. Itu adalah lebih baik bagimu!". Lalu
Abu Thalhah menyerahkannya kepada Hassan dan Abu Qatadah. Maka sebuah kebun
kurma bagi dua orang, adalah banyak, sehingga tidak memerlukan kepada yang
lain.
1) Dirawikan At-Tirmidzi dan An-Nasa-i dari Ibnu Mas'ud. 2) Dirawikan Abu Dawud dan An-Nasa-i dari 'Atha', sebagai hadits muttashil, tidak munqathi'i. |
Umar ra. menyerahkan kepada seorang Arab kampung, seekor unta betina serta dengan anaknya.Demikianlah diceriterakan tentang memberikan kelapangan pada bersedekah itu.Adapun menyedikitkan sampai kepada makanan sehari atau sebahagian dari sekati makanan, maka itu datangnya, mengenai tidak disukai meminta-minta dan bulak-balik dari pintu ke pintu rumah orang.
Hal
yang seperti itu ditantang benar-benar dan mempunyai kedudukan hukum yang lain.
Bahkan; membolehkan, sampai dapat dibelikannya suatu benda, di mana ia merasa
cukup dengan benda itu, adalah lebih mendekati kepada suatu kemungkinan dan
juga lebih condong kepada keroyalan.
Yang
lebih mendekati kepada kesederhanaan, ialah mencukupi setahun. Dan dibalik itu,
adalah membahayakan. Sedang kurang dari itu, adalah menyempitkan.Segala
persoalan ini, apabila tak ada padanya penentuan sesuatu bahagian dengan tauqif (penentuan yang datang dari Nabi
saw.), maka tidaklah bagi orang mujtahid,
selain daripada menetapkan hukum dengan apa yang terjadi baginya. Kemudian
dikatakan kepada orang yang wara' : "Mintalah fatwa kepada hatimu,
walaupun mereka telah berfatwa kepadamu dan mereka telah berfatwa
kepadamu", sebagaimana telah disabdakan Nabi saw. Karena dosa itu adalah
suatu penyakit hati.Dari
itu, apabila yang menerima zakat, memperoleh sesuatu pada dirinya, dari apa
yang diambilnya itu, maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah padanya dan janganlah
memandang enteng, karena berdalilkan dengan fatwa dari ulama-ulama dhahir.
Fatwa
mereka mempunyai beberapa ikatan dan melepaskan dari hal-hal yang dlarurat.
Pada fatwa itu, terdapat dugaan-dugaan dan perbuatan-perbuatan yang meragukan.
Dan menjaga dari hal-hal yang meragukan itu, adalah sifat dari orang-orang yang
beragama, dan kebiasaan dari orang-orang yang berjalan ke jalan akhirat.
Kelima: hendaklah yang menerima zakat, bertanya
kepada pemilik harta, berapa jumlah zakat yang diwajibkan ke atas pundaknya.
Kalau ada yangdiserahkannya, di atas harga yang seharusnya, maka janganlah
diambilnya. Karena dia tidak berhak bersama kongsinya, melainkan harga yang
pantas. Maka hendaklah dikurangkannya dari harga itu, sebanyak apa yang
diserahkan kepada dua orang daripada golongannya yang menerima zakat.Pertanyaan
yang dimajukan kepada pemilik harta tadi, adalah wajib atas kebanyakan orang,
karena mereka tiada menjaga pembahagian itu, adakalanya karena kebodohan dan
adakalanya karena memandang enteng. Dan baru boleh meninggalkan pertanyaan dari
persoalan-persoalan yang seperti ini, apabila tidak menimbulkan keras dugaan,
kemungkinan haram padanya.
Dan
akan datang uraian tentang tempat-tempat yang menimbulkan dugaan pertanyaan dan
tingkat kemungkinan, pada "Kitab Halal dan Haram ". Insya Allah Ta'ala.
Pasal keempat : Tentang sedekah sunat, tentang keutamaannya,
adab menerimanya dan memberinya.
Penjelasan : Keutamaan
sedekah.
Diantara
hadits-hadits yang menerangkan keutamaan sedekah, yaitu sabda Nabi saw. :
تصدقوا ولو بتمرة فإنها تسد
من الجائع وتطفىء الخطيئة كما يطفىء الماء النار
(Tashaddaquu
walau bitamratin fa-innahaa tasuddu minal-jaa-'i wa tuthfi-ul-khathii-ata kamaa
yuthfi-ul-maaunnaar).Artinya
: "Bersedekahlah, walaupun dengan
sebiji kurma. Sesungguhnya sedekah itu menu tup kan keperluan daripada orang
yang lapar dan memadamkan kesalahan, sebagaimana air memadamkan api". (1)
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :اتقوا النار ولو بشق تمرة
فإن لم تجدوا فبكلمة طيبة
(Ittaqunnaara
wa lau bisyiqqi tamratin fa-in lam tajiduu fabikali-matin thayyibah).Artinya
: "Takutilah api neraka, walaupun
dengan sebelah biji kurma. Kalau tidak kamu peroleh biji kurma, maka dengan
perkataan yang baik (2)
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :ما من عبد مسلم يتصدق بصدقة
من كسب طيب ولا يقبل الله إلا طيبا إلا كان الله آخذها بيمينه فيربيها كما يربي
أحدكم فصيله حتى تبلغ التمرة مثل أحد "Tidaklah dari seorang hamba muslim, yang
bersedekah dengan suatu sedekah daripada usaha yang baik — dan Allah tidak
menerima, selain yang baik — melainkan adalah Allah yang mengambil sedekah itu
dengan tangan kananNya. Lalu dipeliharaNya sebagaimana dipelihara oleh seorang
dari kamu akan anak lembunya, sehtrigga biji kurma itu sampai sebesar bukit
uhud". (3)
1)Dirawikan ibnul Mubarok dari Akramah. hadits mursal. 2)Dirawikan At-Bukharl dan Muslim dari Uda bin Hatim. 3)Dirawikan Muslim dan lain-lain dari Abu Hurairah. |
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Abid-Darda' :لأبي الدرداء إذا طبخت مرقة فأكثر ماءها ثم انظر إلى أهل بيت من جيرانك فأصبهم منه بمعروف "Apabila engkau masak-kan sayuran, maka banyakkanlah airnya, kemudian lihatlah kepada tetanggamu, lalu tuangkanlah kepada mereka daripadanya dengan yang baik!". (1)
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم saw.:ما أحسن عبد الصدقة إلا أحسن
الله عز وجل الخلافة على تركته "Tiadalah seorang hamba, yang
membaguskan sedekahnya, melainkan Allah Azza wajalla Jalla membaguskan penggantinya
pada harta peninggalannya".
Bersabda Nabi
saw. : "Tiap-tiap manusia itu dalam
naungan sedekahnya, sehingga ia diadili diantara segala manusia".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Sedekah
itu menutupkan tujuh puluh pintu kejahatan". Bersabda Nabi saw. : "Sedekah secara rahasia, memadamkan
kemarahan Tuhan 'Azza wa Jalla". Bersabda Nabi صلى
الله عليه وسلم:
"Tidaklah yang memberikan daripada
keluasan, dengan pahala yang lebih utama, daripada yang menerima untuk memenuhi
hajat keperluan". Semoga
yang dimaksudkan dengan hadits ini, ialah orang yang ber-tujuan daripada
memenuhi hajat keperluannya, adalah menyerahkan seluruh waktunya untuk agama.
Maka samalah dia dengan orang yang memberi, yang bertujuan dengan pemberiannya
itu, untuk memakmurkan agamanya.
Ditanyakan
Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Sedekah
manakah yang lebih utama?" Nabi saw. menjawab : "Yaitu bahwa engkau bersedekah, di mana engkau dalam sehat dan
kikir, bercita-cita kekal dan takut kepada kemiskinan. Janganlah engkau lam bat
kan bersedekah itu, sehingga apabila nyawa telah sampai kepada nafas yang
penghabisan, lalu engkau katakan : untuk si anu sekian, untuk si anu sekian dan
adalah itu untuk si anu!".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم pada suatu hari kepada para shahabatnya :
"Bersedekahlah kamu sekalian!".
Menjawab seorang shahabat: "Padaku ada satu dinar!". Maka
bersabda Nabi saw. : "Belanjakan
untuk dirimu!". Menjawab shahabat itu : "Padaku ada satu dinar
lagi!". Menyahut Nabi صلى الله عليه وسلم "Belanjakanlah untuk
isterimu!". Menjawab
shahabat itu lagi : "Padaku ada satu dinar lagi!". Menyahut Nabi saw.
: "Belanjakanlah untuk
anakmu!". Menjawab shahabat itu lagi : "Padaku ada satu dinar
lagi!". Menyahut Nabi صلى الله عليه وسلم: "Belanjakanlah
untuk pelayanmu! ". Menjawab shahabat itu lagi : "Padaku ada satu
dinar lagi!".
(1) Menurut
al-lraqi, dirawikan Muslim dari Abu Dzar, tidak dari Abid Darda.
|
Maka
menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Engkaulah yang lebih tahu kepentingan, untuk
apa uang itu lagi".Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم : "Tidaklah
halal sedekah untuk keluarga Muhammad. Sedekah itu adalah daki manusia".Bersabda
Nabi saw. : "Kembalikanlah
kehormatan orang yang meminta, walaupun dengan makanan seperti kepala
burung". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
"Kalau benarlah orang yang meminta, maka die tidak merasa senang kepada
orang yang menolak permintaannya".
Berkata
isa as. : "Siapa yang menolak orang yang meminta, yang kecewa keluar dari
rumahnya, niscaya malaikat tidak masuk ke rumah itu selama tujuh hari".
Nabi
kita Muhammad saw. tidak menyerahkan dua perkara kepada orang lain : ia sendiri
menyimpan air bersuci dan menutupkannya di malam hari dan ia sendiri memberikan
sesuatu kepada orang miskin dengan tangannya yang mulia.
Bersabda
Nabi saw. : "Tidaklah orang miskin
itu, yang ditolak oleh sebiji dan dua biji kurma, oleh sesuap dan dua snap
makanan. Sesungguhnya orang miskin ialah yang menjaga kehormatan diri.
Bacakanlah kalau kamu mau : "Laa yas-aluunan naasa ilhaafaa". (Mereka tidak mau meminta bcrnlang-ulangj.S.
Al-Baqarah, ayat 273.
Bersabda
Nabiصلى الله عليه وسلم : "Tidaklah
seorang muslim yang memberi pakaian kepada orang muslim, melainkan adalah ia
dalam pemeliharaan Allah 'Azza wa Jalla, selama masih tinggal secarik pakaian
itu daripadanya ".
Adapun atsar, yaitu berkata 'Urwah bin Az-Zubair :
"Telah bersedekah 'Aisyah ra. sebanyak lima puluh ribu, sedang bajunya
sendiri koyak".Berkata
Mujahid mengenai firman Allah 'Azza wa Jalla : وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ
عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
(Wa
yuth-'imuunath tha-'aama 'alaa hubbihii miskiinan wa yatii-man wa asiira).Artinya
: "Mereka memberikan makanan dengan
kasih sayangnya kepada orang miskin, anak piatu dan orang tawanan (terpenjara).
(S. Ad-Dahr,(Al Insan)ayat 8),
Umar
ra- berdo'a : "Ya Allah, ya Tuhanku! Jadikanlah kurniaMu pada orang-orang
baik dari kami, mudah-mudahan mereka kembalikan kumia itu kepada yang berhajat
dari pada kami".
Berkata
Umar bin 'Abdul 'Aziz : "Shalat itu menyampaikan kamu setengah jalan,
puasa itu menyampaikan kamu ke pintu kerajaan dan sedekah itu membawa kamu
masuk ke dalamnya".
Berkata
Ibnu Abii Ja'd : "Sesungguhnya sedekah itu, menolak tujuh puluh pintu
kejahatan. Dan keiebihan merahasiakannya daripada melahirkannya, adalah tujuh
puluh kali lipat. Dan sesungguhnya sedekah itu melepaskan seorang yang hidup
dari tipuan tujuh puluh setan".
Berkata
Ibnu Mas'ud : "Bahwa seorang laki-laki telah beribadah kepada Allah tujuh
puluh tahun lam any a, kemudian tertimpa ke atas dirinya suatu perbuatan keji,
maka binasalah amalannya. Kemudian lalulah ia pada seorang miskin, maka ia
bersedekah kepadanya dengan sepotong roti. Maka diampunkan oleh Allah dosanya
dan dikembalikan kepadanya amalannya yang tujuh puluh tahun itu"
Berkata
Luqman kepada puteranya : "Apabila engkau berbuat suatu kesalahan, maka
berikanlah sedekah!".
Berkata
Yahya bin Mu'az : "Tiada aku ketahui suatu bijipun yang timbangannya
seberat bukit-bukit dunia, selain daripada suatu biji daripada sedekah".
Berkata
'Abdul 'Aziz bin Abi Ruwwad : "Adakah dikatakan, bahwa tiga perkara dari
gudang sorga : menyembunyikan kesakitan, menyembunyikan sedekah dan
menyembunyikan bahaya (musibah) yang menimpa diri".Ucapan
yang di atas ini, ada yang meriwayatkan sebagai hadits musnad.
Berkata
Umar bin Al-Khaththab ra. : "Bahwa segala amalan itu bangga membanggakan
sesamanya. Maka berkatalah sedekah : "Akulah yang lebih utama daripada
kamu semuanya!".Abdullah
bin Umar bersedekah gula, seraya berkata : "Aku mendengar firman Allah :
(Lan
tanaalul birra hattaa tunflquu mimmaa tuhibbuun). Artinya : "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan,
hanyalah jika kamu menafkahkan (mengeluarkan) sebahagian daripada apa yang kamu kasihi". (S. Ali 'Imran, ayat
92).Dan
Allah Maha Tahu bahwa aku menyukai gula".
Berkata
An-Nakha'i : "Apabila sesuatu itu untuk Allah 'Azza wa Jalla maka aku
tidak senang, bila ada padanya kekurangan".
Berkata 'Ubaid bin 'Umar : "Dikumpulkan manusia pada hari qiamat, dalam keadaan lapar, yang belum pernah sekali-kali dirasakan mereka. Dalam keadaan haus, yang belum pernah sekali-kali dirasakan mereka. Dan dalam keadaan tak berpakaian, yang belum pernah sekali-kali dialami mereka. Maka barangsiapa memberikan makanan karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya ia dikenyartgkan oleh Allah. Barangsiapa memberikan minuman karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya ia diberikan minuman oleh Allah. Dan barangsiapa memberikan pakaian karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya diberikan pakaian oleh Allah".
Berkata 'Ubaid bin 'Umar : "Dikumpulkan manusia pada hari qiamat, dalam keadaan lapar, yang belum pernah sekali-kali dirasakan mereka. Dalam keadaan haus, yang belum pernah sekali-kali dirasakan mereka. Dan dalam keadaan tak berpakaian, yang belum pernah sekali-kali dialami mereka. Maka barangsiapa memberikan makanan karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya ia dikenyartgkan oleh Allah. Barangsiapa memberikan minuman karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya ia diberikan minuman oleh Allah. Dan barangsiapa memberikan pakaian karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya diberikan pakaian oleh Allah".
Berkata
Al-Hasan : "Kalau Allah berkehendak niscaya Ia menjadikan kamu semuanya
kaya, tak ada yang fakir pada kamu. Tetapi Ia mencoba sebahagian kamu dengan
sebahagian yang lain".
Berkata
Asy-Sya'bi : "Siapa yang tidak melihat dirinya, lebih memerlukan kepada
pahala sedekah, daripada orang fakir yang berha-jat kepada sedekahnya, maka
sesungguhnya ia telah membatalkan sedekahnya dan telah menamparkan mukanya
dengan sedekahnya itu".
Berkata
Malik : "Kami berpendapat, bahwa tiada mengapa orang kaya itu minum dari
air yang disedekahkannya dan yang diserah-kannya untuk minuman di dalam masjid.
Karena air itu diperuntuk-kan kepada orang yang haus, baik siapa saja dan
tidaklah dimaksudkan khususnya kepada orang yang memerlukan dan kepada orang
yang miskin".
Diceriterakan
orang, bahwa Al-Hasan didatangi oleh seorang penjual budak belian dan
bersamanya seorang budak perempuan. Lalu bertanya Al-Hasan kepadanya :
"Relakah kamu harganya sedirham atau dua dirham?".Menjawab
penjual budak belian itu : "Tidak!".Maka
sahut Al-Hasan : "Kalau begitu pergilah! Allah Ta'ala rela pada bidadari
dengan sesen dan sesuap makanan".
Penjelasan ; Menyembunyikan
sedekah dan melahirkannya.
Berselisih
jalan dari orang-orang yang mencari keikhlasan tentang itu. Suatu golongan daripada
mereka, condong kepada lebih utama menyembunyikan. Dan suatu golongan lain
condong kepada lebih utama melahirkan. Dan kami menunjukkan, bahwa pada
masing-masing daripada keduanya, terdapat pengertian-pengertian dan
bahaya-bahaya. Kemudian, kami akan bukakan tutup yang benar padanya.
Adapun menyembunyikan,
maka padanya lima pengertian :
1.Menyembunyikan
itu, menetapkan tertutup kepada si penerima. Kalau diterimanya secara
terang-terangan, maka itu merusakkan untuk menutupkan kehormatan pribadi, terbuka
terang keperluan diri, keluar daripada keadaan menjaga nama dan
memeliharakannya yang amat disenangi, yang disangka oleh orang bodoh, bahwa
orang orang yang menjaga nama itu adalah orang-orang kaya.
2.Menyembunyikan
itu,menyelamatkan hati dan lidah manusia. Karena manusia itu, kadang-kadang
dengki atau membantah berhaknya si penerima zakat itu. Dan mereka menduga bahwa
si penerima itu mengambilnya tanpa memerlukan atau mengambilnya melebihi dari
yang sebenarnya.Dengki,
jahat sangka dan upat adalah dosa besar. Dan menjaga manusia dari segala dosa
yang tersebut tadi, adalah lebih utama
.
.
Berkata
Abu Ayub As-Sakhtayani : "Sesungguhnya aku meninggalkan memakai pakaian
baru, karena takut mendatangkan iri hati pada tetanggaku". Berkata
setengah orang zahid : "Kadang-kadang aku tinggalkan memakai sesuatu,
karena teman-teman ku akan menanyakan : "Dari manakah engkau memperoleh
ini?".
Diriwayatkan
dari Ibrahim At-Taimi, bahwa ia dilihat orang memakai kemeja baru, lalu
bertanyalah sebahagian teman-temannya : "Dari manakah engkau memperoleh
ini?".
Menjawab
Ibrahim : "Aku diberikan pakaian oleh temanku Khai-tsamah. Kalaulah aku
ketahui bahwa familinya tahu, niscaya tidaklah aku terima pemberiannya
itu".
3.Menolong
si pemberi untuk merahasiakan amalannya. Karena keutamaan merahasiakan
pemberian daripada melahirkan, adalah lebih banyak. Dan menolong kepada
menyempurnakan perbuatan yang baik, adalah baik.
Menyembunyikan
itu, tidak sempurna, kecuali dengan dua orang (si pemberi dan si penerima).
Manakala dilahirkan oleh si penerima, niscaya terbukalah pekerjaan si pemberi.
Seorang
laki-laki menyerahkan suatu barang, kepada setengah ulama dengan
terang-terangan. Lalu ulama itu mengembalikannya. Kemudian seorang laki-laki
lain menyerahkan kepadanya secara tersembunyi, maka diterimanya. Lalu orang
bertanya kepada ulama tadi, mengapa beliau bertindak demikian?. Beliau menjawab
: "Orang laki-laki ini beramal secara adab,menyembunyikan pemberi-annya,
maka aku terima. Dan orang laki-laki itu, merusakkan adab kesopanannya pada
amalannya, maka aku kembalikan kepadanya".
Seorang
laki-laki menyerahkan suatu barang di muka orang banyak kepada setengah orang
shufi, lalu orang shufi itu mengembalikannya. Maka laki-laki itu bertanya :
"Mengapakah tuan kembalikan kepada Allah 'Azza wa Jalla, apa yang telah
diberikanNya kepada tuan?".
Menjawab
orang shufi tadi : 'Engkau telah menyekutukan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala,
pada milik Allah dan tidak engkau merasa puas dengan Allah 'Azza wa Jalla saja.
Dari itu, aku kembalikan kepada engkau persekutuan engkau".
Sebahagian
orang 'arifin (orang yang mendalam
ma'rifahnya kepada Allah) menerima sesuatu yang diberikan secara rahasia dan
meno-laknya kalau diberikan secara terang-terangan. Lalu ia ditanyakan tentang
yang demikian, maka ia menjawab : "Aku mendurhakai Allah, dengan cara
terang-terangan, maka aku tidak menolong engkau pada ma'siat. Dan aku
mentha'atiNya dengan cara menyembunyikan, maka aku menolong engkau kepada
kebajikan".
Berkata
Ats-Tsuri : "Kalau aku ketahui bahwa seseorang mereka, tiada menyebutkan
dan tiada menceriterakan akan sedekahnya, niscaya aku terima sedekahnya".
4.Bahwa
pada melahirkan penerimaan itu, adalah penghinaan dan kerendahan diri. Tidaklah
bagi seorang mu'min itu menghinakan dirinya. Ada sebahagian ulama mau menerimanya
secara rahasia dan tidak mau menerima secara terbuka, seraya mengatakan :
"Bahwa dengan terbuka itu, menghinakan ilmu dan merendahkan ahli ilmu.
Maka tidaklah aku bersama orang yang meninggikan sesuatu dari dunia, dengan
merendahkan ilmu dan menghinakan ahli ilmu".
5.Menjaga
daripada keraguan perkongsian. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Siapa yang
dihadiahkan kepadanya suatu hadiah, di muka orang banyak, maka orang banyak
itu berkongsi pada hadiah tadi".(1)
1.Dirawikan Ibnu Hibban termasuk hadith Daif
|
Dan dengan adanya barang itu perak atau emas, maka tidak keluar ia daripada bernama hadiah. Bersabda Nabi saw. : "Sebaik-baik benda yang dihadiahkan seseorang kepada saudaranya, ialah perak atau diberinya makanan roti". (1)
Perak
itu dijadikan hadiah dengan terasing. Maka apa yang diberikan di muka orang
banyak adalah makruh, selain dengan kerelaan mereka semuanya dan tidak terlepas
daripada syubhat. Apabila di berikan dengan terasing (tidak di muka orang
banyak), maka ter-hindarlah daripada syubhat itu.
Adapun melahirkan
dan memperkatakan dengan sedekah yang
diberikan itu, maka padanya terdapat empat pengertian :
1.Keikhlasan,
kebenaran dan kesejahteraan daripada yang meragukan antara keadaan dan
pandangan.
2.Menghilangkan
kemegahan dan kedudukan, melahirkan kehambaan dan kemiskinan, melepaskan diri
daripada kesombongan dan dakwaan tidak memerlukan,menjatuhkan diri sendiri
daripada pandangan orang banyak.
Berkata
setengah ahli ma'rifah kepada
muridnya : "Lahirkan penerimaan sedekah dalam segala hal, kalau engkau
yang menerima. Maka sesungguhnya engkau tidak terLepas dari salah satu dua
orang : orang yang terjatuh engkau
daripada hatinya. apabila engkau berbuat demikian. Dan itulah yang
dimaksud. Karena dia menyerahkan, karena agama engkau dan mengurangkan bahaya
bagi diri engkau. Atau orang yang
bertambah derajat engkau dalam hatinya, dengan engkau lahirkan kebenaran.
Dan itulah yang dimaksudkan oleh saudara engkau. Karena dia bertambah pahalanya
dengan bertambah sayangnya kepada engkau dan penghormatannya akan engkau. Maka
adalah engkau membuat pahala, karena engkaulah sebab bertambah pahala
baginya".
3.Bahwa orang yang berma'rifah kepada Allah, tak ada
penglihatannya, selain kepada Allah 'Azza wa Jalla. Rahasia dan terang padanya
satu. Memperbedakan keadaan, adalah syirik dalam tauhid.
Berkata
setengah mereka : "Kami tidak memperdulikan dengan do'a orang yang
mengambil dalam cara rahasia dan menolak dalam cara terang. Memandang kepada makhluk yang hadlir atau yang tak hadlir, adalah suatu kekurangan dalam keadaan. Tetapi selayaknyalah, bahwa pandangan itu tertuju kepada Yang Maha Esa dan Maha Tunggal".
(1)Dirawikan Ibnu
'Uda dari Ibnu 'Umar dan memandangnya dla'if.
|
Diceriterakan, bahwa sebahagian dari guru (syaikh), adalah amat tertarik kepada seorang dari sejumlah muridnya yang banyak. Maka keadaan yang demikian, menyusahkan perasaan murid-murid yang lain. Lalu bermaksudlah tuan guru itu melahirkan kelebihan muridnya yang seorang tadi kepada murid-muridnya yang lain. Maka beliau serahkan kepada masing-masing muridnya, seekor ayam, seraya berkata : "Hendaklah masing-masing kamu pergi sendiri-sendiri, membawa ayamnya dan sembelihkanlah tanpa dilihat oleh seorang manusia".
Maka
pergilah masing-masing mereka, menyembelih kan ayamnya. kecuali murid yang
seorang itu. Dia mengembalikan ayamnya, seraya bertanya kepada kawan-kawannya,
murid-murid yang lain. Lalu mereka menjawab : "Kami telah
mengerjakan apa yang disu-ruhkan kami oleh tuan guru!". Lalu
tuan guru itu bertanya kepada murid yang seorang tadi : "Mengapakah tidak
engkau sembelihkan ayam itu, sebagaimana disembelihkan oleh
teman-temanmu?".Menjawab
murid itu : "Tak sanggup aku memperoleh tempat, yang aku tidak dilihat
oleh seseorang, karena Allah melihat aku pada tiap-tiap tempat".Menyambung
tuan guru : "Karena inilah, aku tertarik kepadanya, karena dia tidak
memandang, selain kepada Allah 'Azza wa Jalla".
4.
Bahwa melahirkan itu, adalah menegakkan sunnah
bersyukur. Berfirman Allah Ta'ala :
(Wa
ammaa bini'niati rabbika fahaddits)Artinya : "Dan kumia Tuhan engkau, hendaklah siarkan! (S. Adh-Dhuha, ayat 11).
Menyembunyikan,
adalah kufur (menutupkan) nikmat. Dan Allah 'Azza wa Jalla tidak menyukai orang
yang menyembunyikan apa yang dianugerahiNya dan dilekatkanNya orang itu dengan
kekikiran. Maka berfirman Ia :
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ
بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
(Alladziina
yabkhaluuna wa ya'-muruunan naasa bil-bukhli wa yak-tumuuna maa aataahumullaahu
min fadllihi).Artinya : "Yaitu
orang-orang yang kikir, menyuruh manusia supaya bersifat kikir dan
menyembunyikan kumia yang diberikan Allah kepadanya" (S. An-Nisa ayat
37).
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم -."Apabila
Allah Ta'ala menganugerahkan suatu nikmat kepada hambaNya, niscaya suka Ia,
agar nikmat itu kelihatan pada hambaNya" (1)Seorang
laki-laki memberikan sesuatu kepada setengah orang salih, Sangat tersembunyi.
Lalu tidak mau menerimanya, seraya mengatakan : "Ini adalah dari dunia dan
secara terang-terangan adalah lebih utama padanya. Dan cara tersembunyi, adalah
lebih utama pada urusan akhirat".
Dari
itu, berkata sebahagian mereka : "Apabila diberikan kepada engkau di muka
orang banyak, maka ambillah! Kemudian kembali -kan secara rahasia!". Bersyukur
pada pemberian orang itu, dianjurkan. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Siapa yang
tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah 'Azza wa Jalla". Syukur itu, adalah sama dengan pembalasan atas pemberian, sehingga Nabi
صلى الله عليه وسلم bersabda "Barangsiapa menyerahkan kepadamu suatu pemberian, maka balasilah!
Kalau tidak sanggup, makapujilah dia dengan kebaikan dan berdo'alah kepadanya,
sehingga kamu mengetahui bahwa kamu telah membalasi kebaikannya".
Tatkala
berkata kaum Muhajirin (orang-orang
yang berhijrah ke Madinah mengikuti Nabi saw.), tentang syukur: "Wahai Rasulullah! Belum pemah kami menjumpai orang
yang sebaik kaum (penduduk), yang kami tempati pada mereka (orang Madinah).
Maka bagi-bagi-kan hartanya kepada kami. Sehingga kami takuti, mereka habiskan
semuanya untuk memperoleh pahala' Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم "Tiap-tiap apa yang kamu syukuri
kepada mereka dan kamu pujikan, adalah itu pemb alasan namanya".
1.Dirawikan Ahmad dari imran bin Hussin dengan isnad Sahih
|
Sekarang, apabila anda telah mengetahui segala pengertian ini, maka ketahuilah, bahwa apa yang telah dinukilkan, tentang berbeda pendapat para alim ulama tentang menyembunyikan atau melahirkan dari sedekah itu, sebetulnya tidaklah perbedaan pendapat tentang masalahnya, tetapi hanyaiah perbedaan keadaan saja.
Maka
di sini, membuka kulit, tampak isi, kami
menegaskan, bahwa tidaklah kami menetapkan suatu hukum dengan tegas, bahwa menyembunyikan itu, adalah lebih utama
dalam segala hal atau melahirkan itu
adalah lebih utama. Tetapi hal itu berbeda menumt
perbedaan niat yang diniatkan. Dan niat itu berbeda, dengan berlainan
keadaan dan orang.
Dari
itu, seyogialah bagi orang yang ikhlas, mengintip dirinya sendiri, sehingga dia
tidak terikat dengan tali tipuan dan tidak tertipu dengan kesangsian tabi'at
dan dayaan setan.Dayaan
dan tipuan itu, lebih banyak pada pengertian menyembu-kun daripada melahirkan,
dimana sebetulnya dayaan dan tipuan itu terdapat pada kedua-duanya-Jalan
masuknya tipuan pada dirahasiakan,
ialah dari kecondongan tabi'at manusia kepadanya. Karena padanya kurang
kemegahan dan kedudukan, jatuh derajat pada pandangan manusia dan pandangan
makhluk kepadanya dengan mata penghinaan. Dan kepada si pemberi, dengan mata
pemberi nikmat, yang berbuat kebaikkan.
Inilah
dia suatu penyakit yang tertanara dan membenam di dalam jiwa. Dan dengan
perantaraan penyakit itu, setan melahirkan pengertian-pengertian kebajikan,
sehingga dia membuat alasan kebenarannya dengan pengertian yang lima, yang
telah kami sebutkan dahulu.
Ukuran
dan sipatan itu semuanya, adalah satu. Yaitu : perasaan sakitnya dengan terbuka
berita penerimaannya akan sedekah, adalah seperti sakitnya dengan terbukanya
sedekah yang diterima oleh Sebahagian teman-teman dan kawan-kawannya. Sehingga,
kalau ia bermaksud menjaga manusia daripada mengupat, dengki dan buruk sangka
atau menjaga rusaknya yang tertutup atau menolong si pemberi kepada
merahasiakan atau memeliharakan ilmu daripada pemberian, maka semuanya itu,
termasuk yang berhasil dengan membu-kakan sedekah temannya.
Kalau
membukakan urusannya sendiri, adalah lebih berat kepadanya, daripada membuka
urusan orang lain. Maka diumpamakan dengan berhati-hati daripada segala
pengertian tersebut, adalah lebih salah dan lebih batil lagi daripada tipuan
dan godaan setan.
Penghinaan
kepada ilmu, haruslah diawasi, dari segi dia itu ilmu, tidak dari segi, dia itu
ilmu si Zaid atau ilmu si Umar umpamanya Mengupat, haruslah diawasi, dari segi
dia itu mendatangkan kerusakan nama yang harus dipelihara. Tidak dari segi
mengupat itu mendatangkan kerusakan nama baik si Zaid khususnya.
Siapa
yang memperhatikan persoalan yang seperti ini dengan sebaik-baiknya, mungkinlah
setan tak berdaya terhadapnya. Kalau tidak, maka selalulah kebanyakan amal dan
sedikitlah keuntungan.
Adapun
segi melahirkan, maka tabi'at condong
kepadanya, dari segi menyenangkan hati si pemberi dan membangkitkan semangat
orang lain untuk meniru kannya. Dan melahirkan kepada orang lain, bahwa si
penerima itu, termasuk orang yang bersungguh-sungguh benar mensyukuri pemberian
orang. Sehingga orang banyak ingin memuliakan dan merasa kehilangan, bila si
pemberi itu tidak ada.
Inipun
suatu penyakit yang tertanam di dalam bathin. Dan setan tidak berdaya terhadap
orang yang beragama, selain dengan melakukan kekejian ini, dalam bidang
melaksanakan sunnah Nabi saw. Dan berkatalah setan itu kepadanya : "Syukur
itu, sebahagian dari pada sunnah dan
menyembunyikan itu sebahagian daripada ria".
Lalu setan itu mengemukakan pengertian-pengertian yang telah kami sebutkan
dahulu, untuk dibawanya kepada melahirkan.
Dan tujuannya yang mendalam, ialah apa yang telah kami sebutkan itu.
Ukuran
dan sipatan itu semuanya, yaitu hendaklah melihat kepada kecondongan diri
kepada bersyukur, di mana kabar itu tidak berpenghabisan kepada si pemberi dan
kepada orang yang suka dengan pemberiannya. Di muka orang banyak, mereka tidak
suka melahirkan pemberian itu dan ingin menyembunyikannya. Kebiasaan mereka,
tidak mau memberikan, selain kepada orang yang menyembunyikannya dan tidak
mensyukurinya.
Apabila
segalahal keadaan ini bersamaan padanya, maka hendaklah ia ketahui, bahwa
penggeraknya ialah menegakkan sunnah
tentang syukur dan memperkatakan nikmat Kalau tidak
demikian, maka adalah ia tertipu Kemudian,
apabila telah diketahui, bahwa penggeraknya, adalah sunnah tentang bersyukur, maka tidak seyogialah ia melupakan
tentang menunaikan hak si pemberi.
Maka
hendaklah ia perhatikan : kalau si pemberi itu, termasuk orang yang menyukai
syukur dan berita pemberiannya, maka seyogialah ia menyembunyikan dan tidak
mensyukurinya. Karena menunaikan hak si pemberi itu, adalah tidak menolongnya
kepada kedhaliman. Dan dim in tanya kesyukuran itu, adalah suatu kedhaliman. Apabila
ia mengetahui hal keadaan si pemberi, tidak menyukai syukur dan tidak bermaksud
supaya pemberiannya disyukuri (diucapkan terima kasib), maka ketika itu, hendaklah
si penerima mensyukuri akan si pemberi dan melahirkan sedekahnya.
Dari
itulah bersabda Nabi صلى
الله عليه وسلم terhadap orang yang dipujikan dihadapan
beliau :
ضربتم عنقه لو سمعها ما أفلح
(Dlarabtum'unuqahu
lau sami-ahaa maa aflah)Artinya
: "Kamu pukul lehernya Kalau
didengarya, tentu ia tidak merasa senang". (1)
Dalam
pada itu, Nabi saw. sendiri memujikan suatu kaum dihadapan mereka itu sendiri.
Karena Nabi saw. percaya atas keyakinan mereka dan Nabi saw. tahu, bahwa yang
demikian itu, tidak mendatangkan melarat kepada mereka. Bahkan Nabi saw.
menambahkan kesukaan mereka kepada kebajikan, lalu Nabi saw. mengatakan kepada
salah seorang daripadanya : "Bahwa
dia itu penghulu penduduk dusun". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: mengenai seorang yang lain : "Apabila datang kepadamu seorang mulia dari
suatu kaum, maka muliakanlah dia". (2)
Pernah
Nabi صلى الله عليه وسلم mendengar perkataan seorang laki-laki,
lalu mena'jubkan Nabi saw. maka bersabdalah beliau :
إن من البيان لسحرا
(Inna
minal bayaani lasihraa).
Artinya
: "Sesungguhnya dari jelasnya
perkataan itu menjadi sihir yang menarik". Bersabda
Nabi saw. : "ApabUa seorang daripada
kamu mengetahui dari saudaranya, akan yang baik, maka hendaklah
menceriterakan-nya karena bertambahlah kegemarannya kepada kebajikan".
Bersabda
Nabi sawصلى الله عليه وسلم : "Apabila dipujikan
seorang mu'min, maka bertambahlah iman di dalam hatinya".
(1)Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim Al All Bakrah. (2)Dirawikan Ibnu Majah darl Ibnu Umar. |
Berkata Ats-Tsuri: "Siapa mengenal dirinya, niscaya tidaklah memberikan melarat pujian manusia kepadanya".Berkata pula Ats-Tsuri kepada Yusuf bin Asbath : "Apabila aku serahkan kepadamu suatu pemberian, adalah aku rahasiakan dia daripadamu. Dan aku melihat itu, suatu nikmat daripada Allah 'Azza wa Jalla kepadaku, maka bersyukurlah! Kalau tidak demikian, maka janganlah engkau bersyukur!".Yang halus-halus daripada segala pengertian ini, seyogialah diperhatikan oleh orang yang memeliharakan hatinya. Karena segala amal perbuatan anggota badan, serta melengahkan segala yang halus-halus ini, adalah tertawaan dan makian setan kepadanya. Karena banyaklah kepayahan dan kurangnya manfa'at. Ilmu yang seperti ini, adalah ilmu yang dikatakan, bahwa mempelajari suatu permasalahan daripadanya, adalah lebih utama daripada ibadah setahun. Karena dengan ilmu ini, hiduplah ibadah seumur hidup. Dan dengan tak mengetahui ilmu ini, mati dan kosonglah ibadah seumur hidup.
Pendek
kata, mengambil sedekah di muka umum dan menolaknya yang secara rahasia, adalah
jalan yang paling baik dan yang paling selamat.
Maka tidak wajarlah ditolak dengan kata-kata yang terhias, kecuali diketahui
benar, di mana secara rahasia dan terang-terangan itu sama. Itulah
dia belerang merah, yang selalu
diperkatakan dan tak pernah bersua.
Kita
bermohon akan Allah Yang Maha Pemurah, kebagusan perto-longan dan taufiq!.
Penjelasan ; tentang yang lebih utama dari menerima
sedekah zakat
Adalah
Ibrahim Al-Khawwash, Al-Junaid dan segolongan ulama, berpendapat bahwa
mengambil sedekah adalah lebih utama. Karena pada mengambil zakat itu, adalah
berdesak-desakan dan menyem-pitkan orang-orang miskin. Dan kadang-kadang tidak
lengkap sifat untuk berhak mengambil zakat, seperti yang disifatkan dalam Kitab
Suci.
Adapun
sedekah, urusannya adalah lebih luas.
Ada
golongan yang mengatakan, dengan mengambil zakat, tidak sedekah, karena
menerima zakat itu, adalah menolong kepada yang wajib. Kalau sekiranya semua
orang miskin, menolak menerima zakat, maka berdosalah semuanya. Dan karena pada
zakat, tak ada menyebut-nyebut padanya. Dia adalah hak yang diwajibkan karena
Allah Ta'ala, sebagai rezeki kepada segala hambaNya yang memerlukan. Dan karena
zakat itu diambil dengan keperluan. Dan manusia itu tahu dengan pasti, akan keperluan
dirinya. Dan mengambil zakat, adalah mengambil dengan jalan agama.
Biasanya,
orang yang bersedekah, memberikan kepada orang yang diyakininya baik.Dan karena
berteman dengan orang-orang miskin memasukkan ke dalam kehinaan dan kemiskinan
dan amat jauh dari takabur. Karena kadang-kadang manusia itu, menerima sedekah
dalam tontonan pemberian hadiah, maka
tak berbedalah sedekah daripadanya.Dan
ini menegaskan atas kehinaan orang yang menerima dan keperluannya.Perkataun
yang benar mengenai ini, ialah bahwa hal itu, berlainan menurut keadaan orang,
menurut keadaan yang biasa terjadi kepadanya dan menurut apa yang hadlir di
dalam niatnya. Kalau
ada keraguan, mengenai dirinya bersifat dengan sifat yang berhak menerima
zakat, maka tidak seyogialah ia mengambil zakat. Dan apabila ia mengetahui
bahwa benar-benar ia berhak, seperti apabila ada utangnya yang dipergunakannya
pada jalan kebajikan dan tak ada jalan baginya untuk membayarnya, maka
benar-benar-lah ia berhak menerima zakat.
Apabila
disuruh pilih antara zakat dan sedekah, maka kalau orang yang bersedekah itu,
tidak mau bersedekah dengan harta tadi, bila orang yang diserahkan itu, tak mau
mengambilnya, maka hendaklah ia mengambil sedekah itu.
Sesungguhnya
zakat wajib, adalah diserahkan oleh pemiliknya kepada yang berhak menerimanya.
Maka pada yang demikian itu, membanyakkan kebajikan dan melapangkan orang-orang
miskin. Dan kalau harta itu dikemukakan untuk sedekah dan tak ada pada
pengambilan zakat itu, menyempitkan orang-orang miskin, maka dia boleh memilih.
Dan keadaan pada keduanya itu berlebih kurang. Dan dalam banyak hal, menerima
zakat adalah lebih menghancur-kan dan menghinakan diri!.
Wallaahu
a'lam! Allah Maha Tahu!.
Telah
sempurna "Kitab rahasia-rahasia
Zakat" dengan pujian, pertolongan
dan kebaikan taufiq Allah Ta'ala. Dan insya Allah, akan disambung oleh "Kitab Rahasia-rahasia Puasa".
Segala
pujian bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Diberi Allah rahmat kepada penghulu
kita Muhammad, kepada sekalian nabi dan rasul, kepada para malaikat dan yang
dekat dengan Allah, dari penduduk langit dan bumi, kepada segala keluarga dan
shahabatnya. Diberi Allah kiranya kesejahteraan yang sebanyak-banyaknya, yang
berkekalan terus-menerus sampai kepada hari qiamat.
Dan
segala pujian bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa. Hanya Allah yang mencukupkan bagi
kami dan sebaik-baik untuk menyerahkan diri!.
J1-k05 Selesai