Bab Keempat : Tentang keimamam dan Mengikut Imam

Bab Keempat : Tentang keimamam dan Mengikut Imam

Mengenai rukun Solat sesudah salam dan atas imam ada tugas tugas sebelum solat dan pembacaan.

Adapun tugas tugas sebelum solat,enam.

Pertama: Bahawa tidaklah seorang itu tampil menjadi imam kepada orang banyak yang tidak suka kepadanya.kalau orang banyak itu , tidak sekata maka yang dilihat ialah yang terbanyak. dan kalau golongan sedikit terdiri dari orang orang baik dan beragama, maka memandang kepada pendapat mereka adalah lebih utama,pada hadis tersebut, tiga golongan tidak dilampaui,oleh solatnya akan kepalanya:Budak yang lari dari tuannya-isteri yang dimarahi suaminya,dan imam yang mengimami suatu kaum dimana kaum itu tidak suka kepdanya(1)

sebagaimana dilarang tampil menjadi imam, kerana tidak disukai orang ramai, maka seperti itu pula dilarang tampil menjadi imam, bila ada dibelakangnya orang yang lebih ahli fiqih, daripadanya.kecuali apabila orang yang lebih utama daripadanya itu menolak, maka bolehlah ia tampil menjadi imam.kalau tida ada sesuatu daripada yang tersebut itu , maka hendaklah ia tampil manakala telah meyakini dan mengetahui pada dirinya terdapat syarat syarat menjadi imam, dan di makruhkan ketika itu menolak,.

sesungguhnya dikatakan bahawa ada satu kaum yang tolak menolak menjadi imam sesudah selesai qamat dari solat,maka terjadilah kekeruhan diantara mereka.dan apa yang diriwayatkan tentang tolak menolaknya menjadi imam diantara para sahabat,ra.,sebabnya ialah kerana pilihan mereka akan orang yang di lihatnya lebih utama untuk itu. atau kerana kekuatiran mereka kepada dirinya akan kealpaan dan beratnya tangungan solat para makmum kerana imam itu adalah penangung. dan siapa yang tiada membiasakan dirinya menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri daripada yang demikian itu.

1.Dirawikan Attirmidzi dari abi amamah Hadis hasan Gharib.
** Tidak di lampaui oleh solatnya akan kepalanya**Adalah Kinayah(sindiran) dari tidak diterima solat itu.


dirinya menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri daripada yang demikian itu.

Kedua : apabila seseorang disuruh pilih antara melakukan adzan dan menjadi imam, maka wajarlah dipilih menjadi imam.

Masing-masing dari yang dua ini, mempunyai kelebihan. Tetapi mengumpuikan keduanya pada satu orang, adalah makruh. Dari itu, seyogialah bahwa imam itu, tidak muadzin (orang yang melakukan adzan). Dan apabila sukar dikumpulkan itu, maka yang lebih utama, ialah menjadi imam.

Berkata segolongan ulama, bahwa adzan adalah lebih utama. Karena apa yang kami nukilkan dahulu tentang keutamaan adzan dan karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن
(Al-lmaamu dlaaminun wal-muadz-dzinu mu'taman).Artinya : "Imam itu penanggung dan muadzin itu yang diterima percayaannya (dipegang amanahnya) ". (1) Lalu mereka mengatakan, sulitnya tanggung jawab di dalam shalat.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :الإمام أمين فإذا ركع فاركعوا وإذا سجد فاسجدو
(Al-imaamu amiinun fa-idzaa raka'a farka'uu wa idzaa sajada fas-juduu).Artinya : "Imam itu adalah orang kepercayaan. Apabila ia ruku  maka ruku'lah kamu dan apabila ia sujud,. maka sujudlah kamu! ".(2)

Pada hadits, tersebut : 'Kalau imam itu menyempurnakan dengan baik, maka kesempurnaan itu adalah bagi imam dan bagi para ma'mum. Dan kalau kurang, maka kekurangan itu adalah atas imam dan tidak atas para ma'mum".(3)

(1)Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah.
(2)Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
(3)Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.


Dan karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . berdo'a : "Ya Allah, ya Tuhanku! Berilah petunjuk kepada imam-imam shalat dan ampunilah orang-orang yang melakukan adzan". Ampunan adalah lebih utama dicari, karena petunjuk itu dimaksudkan untuk memperoleh ampunan.

Dalam hadits tersebut : "Barangsiapa menjadi imam pada suatu masjid tujuh tahun, niscaya wajiblah baginya sorga, tanpa hisab (tanpa dihitung amalannya). Dan barangsiapa melakukan adzan empat puluh tahun, niscaya ia masuk sorga, tanpa hisab". (1)

Karena itu, dinukilkan dari para shahabat ra., bahwa mereka tolak-menolak menjadi imam. Dan pendapat yang lebih kuat, adalah menjadi imam itu lebih utama, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم   ., Abu Bakar, Umar dan para imam sesudahnya, membiasakan diri menjadi imam dalam shalat.

Ya, benar pada menjadi imam itu, terdapat bahaya tanggung jawab. Dan kelebihan itu, adalah serta bahaya itu, sebagaimana pangkat jabatan amir dan khalifah, adalah lebih utama, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Sesungguhnya sehari bagi seorang sultan (penguasa) ydng adil, adalah lebih utama daripada ibadahnya tujuh puluh tahun".

Tetapi pada jabatan-jabatan tersebut itu, ada bahayanya. Dari itu, wajiblah didahulukan orang yang lebih utama dan lebih banyak ilmu fiqihnya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Imam-imammu itu, adaltih orang-orang yang memberi syafa'at kepadamu". Atau menurut riwayat yang lain, Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "adalah utusanmu kepada Allah". Kalau kamu bermaksud membersihkan shalatmu, maka dahulukanlah orang-orang yang baik daripada kamu, menjadi imam".

Berkata setengah salaf : "Tiadalah sesudah nabi-nabi, yang lebih utama daripada para ulama. Dan tiadalah sesudah para ulama, yang lebih utama daripada imam-imam shalat. Karena mereka adalah berdiri, diantara hadlirat Allah 'Azza wa Jalla dan makhlukNya. Yang ini, dengan "kenabian", yang ini, dengan "keilmuan" dan yang ini, dengan "tiang agama", yaitu : shalat

Dengan alasan inilah, para shahabat mengambil dalil, mendahulukan Abu Bakar Shiddiq ra. untuk memegang jabatan khalifah, karena mereka menyatakan : "Kami memandang, bahwa shalat itu adalah tiang agama. Maka kami pilihlah untuk urusan duniawi kami, orang yang telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم   . untuk urusan agama kami' Dan tidak mereka mendahulukan Bilal, beralasan bahwa Bilal itu telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم  untuk adzan.

1. Diriwayatkan At Tirmidzi dari Ibnu Abbas

Dan apa yang diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki meminta kepada Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Ya Rasulullah! Tunjukilah aku kepada amal, yang dapat kiranya aku memperoleh sorga!".
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم   .: "Hendaklah kamu menjadi muadzin!". Menjawab orang itu : "Aku tidak sanggup menjadi muadzin". Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم   . ; "Hendaklah kamu menjadi imam!". Menyahut orang itu lagi : "Aku tidak sanggup menjadi imam!". Lalu bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : 'Bershalat lah di belakang imam!" (1) Mungkin orang laki-laki tersebut menyangka, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  tidak merelai ke-imam-annya. Karena adzan itu adalah kepadanya dan keimaman itu adalah kepada orang banyak dan orang banyak itu mendahulukannya. Kemudian, mungkin laki-laki itu menyangka, bahwa ia menyanggupi menjadi imam.

Ketiga : bahwa imam itu menjaga segala waktu shalat. Maka bersha-latlah ia pada awal waktunya, supaya memperoleh kerelaan Allah Ta'ala. "Maka keutamaan awal waktu, dari akhir waktu, adalah seperti keutamaan akhirat, dari dunia", demikianlah diriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .",(2)

Pada hadits tersebut: "Bahwa hamba itu untuk mengerjakan shalat pada akhir waktunya dan tidak sampai terluput daripadanya, meskipun telah terluput dari awal waktunya, adalah lebih baik baginya daripada dunia dan isinya

Dan tidak seyogialah, mengemudiankan shalat, untuk menunggu banyaknya orang berjama'ah. Tetapi haruslah menyegerakan shalat untuk memperoleh kelebihan awal waktu. Maka kelebihan awal waktu itu, adalah lebih utama daripada banyaknya jama'ah dan panjangnya surat yang dibaca.

Ada yang mengatakan, bahwa mereka apabila telah hadlir dua orang pada shalat jama'ah, mereka tiada menunggu orang ketiga. Dan apa-bila telah hadlir empat orang pada shalat janazah (shalat atas orang meninggal), mereka tiada menunggu orang kelima.

Nabi صلى الله عليه وسلم   telah terlambat dari shalat Shubuh, di mana Nabi صلى الله عليه وسلم  . dan para shahabatnya dalam suatu perjalanan jauh. Sesungguhnya
Nabi صلى الله عليه وسلم  terlambat itu, adalah karena bersuci, lalu beliau tidak ditunggu, Dan ditampilkan kedepan Abdur Rahman bin 'Auf, lalu bershalat bersama mereka, sehingga luputlah seraka'at bagi Nabi صلى الله عليه وسلم   . Maka bangunlah beliau mengerjakannya. Abdur Rahman bin 'Auf berkata : Restuilah kami dari yang demikian", Maka Nabi صلى الله عليه وسلم  . menjawab : Kamu sudah bagus seperti itu, maka buatlah terus!".

Dan Nabi صلى الله عليه وسلم     , terlambat pada shalat Dhuhur, lalu mereka menampilkan Abu Bakar ra. menjadi imam, Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم   , datang dan Abu Bakar dalam shalat, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . berdiri disampingnya",

1.Dirawikan Al Bukhari
2.Dirawikan Abu Mansur AdDailami Dari Ibnu Umar dengan Sanad Dlaif

Dan tidaklah atas imam itu menunggu muadzin, Tetapi muadzin harus menunggu imam, untuk melakukan qamat. Apabila iman itu telah datang, maka tidaklah muadzin itu menunggu orang lain.

Keempat : bahwa menjadi imam itu adalah semata-mata ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla dan menunaikan amanah Allah Ta'ala, mengenai suci dan seluruh syarat-syarat shalatnya..

Adapun ikhlas, yaitu tidak mengambil upah atas pekerjaannya menjadi imam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم   menyuruh Usman bin Abil-'Ash Ats-Tsaqafi, dengan mengatakan : "Ambillah seorang muadzin, yang tidak mengambil upah atas adzannya". (1)

Adzan adalah jalan kepada shalat. Maka shalat itu lebih utama lagi, tidak diambil upah. Kalau upah itu diambil dari masjid sebagai penghidupan, dari harta yang telah diwakafkan untuk orang yang ditugaskan menjadi imam di masjid itu atau dari sultan atau dari seseorang manusia, maka tidaklah dihukumkan haramnya. Tetapi adalah makruh hukumnya.

Kemakruhan pada shalat fardiu adalah melebihi dari kemakruhan pada shalat tarawih. Upah itu adalah berdasarkan atas tetap nya mengunjungi tempat shalat dan mengurus kepentingan masjid, tentang mendirikan shalat jama'ah. Dan tidaklah upah itu karena shalat itu sendiri.

Adapun amanah, ialah kesucian bathin dari fasiq, dosa besar dan berkekalan berbuat dosa kecil. Maka orang yang dicalonkan untuk menjadi imam, seyogialah menjaga diri dari perbuatan yang tersebut, dengan seluruh tenaga yang ada padanya. Karena imam itu adalah seperti utusan dan pembawa syafa'at kepada orang banyak. Maka sepantasnyalah, dia orang yang terbaik daripada golongannya.

1.Dirwikan AlHakim dari Usman bin Abil Asshaqofi


Demikian pula, suci dhahir daripada hadats dan najis, karena tidak ada yang memandangnya, selain dia sendiri.

Kalau ia teringat kepada hadats, pada waktu sedang shalat atau keluar daripadanya angin, maka tidaklah wajar ia merasa malu. Tetapi diambilnyalah tangan orang yang berada dekatnya dan orang itu menggantikannya selaku imam.

Sesungguhnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . teringat akan hadats besar (janabah) waktu sedang shalat, lalu beliau gantikan orang lain menjadi imam dan beliau pergi mandi. Kemudian kembali lagi dan masuk ke dalam shalat. (1)Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah dengan isnad Sahih

Berkata Sufyan : "Bershalatlah di belakang tiap-tiap orang yang baik dan orang yang dhalim. Kecuali peminum khamar atau berterang-terangan berbuat fasiq atau mendurhakai ibu-bapa atau pembuat bid'ah atau budak yang melarikan diri daripada tuannya".

Kelima : bahwa imam itu tiada bertakbir, sebelum shaf (barisan) shalat itu lurus. Maka hendaklah ia berpaling ke kanan dan ke kiri. Kalau dilihatnya ada yang belum beres, maka disuruhnya supaya dibereskan dengan meluruskan shaf.

Ada yang mengatakan, bahwa mereka membuat setentang dengan bahu-bahu dan merapatkan diantara tumit-tumit. Dan imam itu tidak bertakbir sebelum selesai muadzin daripada qamat. Dan muadzin itu mengemudiankan qamat daripada adzan, sekedar selesai persiapan orang banyak untuk shalat.

Pada hadits tersebut : "Hendaklah muadzin itu berhenti diantara adzan dan qamat, sekedar selesailah orang makan dari makannya dan orang membuang air dari hajatnya
Yang demikian itu, adalah karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . melarang daripada menolak dua keadaan yang tidak disukai (lapar dan membuang air) dan menyuruh dengan mendahulukan makan malam daripada shalat 'Isya', karena mencari keselesaian hati daripada segala gangguan.

Keenam : bahwa imam itu meninggikan suaranya dengan takbiratul-ihram dan takbir-takbir yang lain. Dan ma'mum itu, tidak meninggikan suaranya, selain sekedar didengar oleh dirinya sendiri . Dan imam itu meniatkan menjadi imam, supaya memperoleh pahala. Kalau tidak diniatkannya, maka shalatnya dan shalat ma'mumnya syah, apabila para ma'mum itu meniatkan mengikut imam.

1. Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah dengan isnad Sahih

Dan mereka memperoleh pahala berjama'ah, sedang imam itu tiada memperoleh pahala menjadi imam.

Dan hendaklah ma'mum itu mengemudiankan takbimya daripada takbir imam. Yaitu dimulainya bertakbir sesudah selesai imam daripada bertakbir.

Wallahu A'lam! Allah Yang Maha Tahu!.

Adapun tugas pembacaan di dalam shalat adalah tiga :
Pertama : membaca dengan suara yang dapat didengar olehnya sendiri (secara sirr), do'a iftitah dan ta'awwuz, seperti orang yang bershalat sendirian. Dan membaca dengan suara keras (secara jahr) al-fatihah dan surat sesudahnya pada semua shalat Shubuh dan dua raka'at pertama 'Isya’ dan Maghrib. Dan begitu pula bagi orang yang bershalat sendirian.

Dan mengeraskan bacaan "Aamin" pada shalat jahriyah (shalat yang dikeraskan suara bacaannya, yaitu Shubuh, Maghrib dan 'Isya') Dan begitu pula ma'mum.

Dan ma'mum itu menyertakan bacaan aminnya bersama dengan am in imam, tidak beriring-iringan.

Dan mengeraskan bacaan بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ" Bismillaahir-rahmaanir-rahiim". Dan mengenai ini, terdapatlah beberapa hadits yang bertentangan satu dengan lainnya. Tetapi Asy-Syafi'i ra. memilih dengan jahr.

Kedua : bahwa imam pada tegaknya itu ada tiga kali diam. begitulah diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub dan 'Imran bin Al-Hu-shain daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم  . Diam yang pertama, yaitu apabila telah bertakbiratul-ihram. Dan diam inilah yang terpanjang daripadanya, sekedar dapat dibaca oleh orang yang di belakang imam (ma'mum) akan surat al-fatihah. Yaitu, waktu imam membaca do'a iftitah.

Dan kalau imam itu tidak diam, maka luputlah bagi ma'mum mendengar bacaan imam. Dan imamlah yang menanggung akan kekurangan yang terdapat pada shalat ma'mum.

Kalau ma'mum itu tiada membaca al-fatihah pada waktu imam diam dan menghabiskan waktunya dengan yang lain, maka risikonya adalah tanggungan mereka sendiri, tidak tanggungan imam. Diam yang kedua, yaitu : apabila selesai daripada membaca al-fatihah. Gunanya supaya disempurnakan oleh orang yang membaca al-fatihah pada diam yang pertama tadi, akan al-fatihahnya. Dan lamanya, ialah setengah daripada diam yang pertama di atas. Dan diam yang ketiga, yaitu apabila telah selesai daripada membaca surat, sebelum ia ruku'. Diam inilah yang tercepat, yaitu : sekedar terpisahlah bacaan dari takbir untuk ruku \ Dan Nabi صلى الله عليه وسلم   . melarang disambung padanya.

Dan ma'mum tidak membaca di belakang imam, selain daripada al-fatihah. Kalau imam itu tiada diam, maka ma'mum membaca al-fatihah bersama imam. Dan yang teledor dalam hal ini, ialah imam.

Kalau ma'mum itu tiada mendengar bacaan imam pada shalat jahriyah, karena jauh atau pada shalat sirriyah, maka tiada mengapa ma'mum itu membaca surat.

Ketiga : bahwa imam itu membaca pada shalat Shubuh, dua surat yang panjang yang kurang dari seratus ayat panjangnya. Karena memanjangkan bacaan shalat fajar m dan gelap padanya adalah sunat dan bila tidak mendatangkan melarat kepadanya, oleh perjalanan jauh. Dan tiada mengapa membaca pada raka'at kedua, penghabisan surat, kira-kira tiga puluh atau dua puluh ayat lagi, sampai pada kesudahan surat itu. Karena yang demikian, tiadalah banyak berulang-ulang pada pendengaran, sehingga lebih mendalam untuk pengajaran dan lebih membawa kepada pemikiran.

Hanya sebahagian ulama, memandang makruh membaca sebahagian permulaan surat dan memotong pembacaan itu. Dan diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . "membaca sebahagian surat yunus. Maka tatkala sampai kepada menyebut Musa dan Fir'aun, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . memu-tuskannya dan terus ruku'".

Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . membaca pada shalat Fajar (shalat Shubuh), suatu ayat dari jurat Al-Baqarah, yaitu firmanNya :
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا
(Quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa). Artinya : "Katakan! Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami".    (S. Al-Baqarah, ayat 136).
Dan pada raka'at kedua :   رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ 
 (Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta).Artinya : "Wahai Tuhan Kami! Kami mempercayai apa yang Engkau turunkan (S. Ali 'Imran, ayat 53).

** Solat Fajar=Solat Subuh


Nabi صلى الله عليه وسلم  mendengar Bilal membaca, dengan memetik dari sana sini, lalu bertanya dari yang demikian itu. Maka Bilal menjawab : "Aku mencampurkan yang baik dengan yang baik".Maka sahut Nabi صلى الله عليه وسلم: "Bagus, baik sekali! (Ah-santa)!'.

Nabi صلى الله عليه وسلم  membaca pada shalat Dhuhur, surat yang panjang ayat-ayatnya, sampai tiga puluh ayat. Dan pada 'Ashar, setengah dari itu. Dan pada Maghrib, membaca akhir dari surat-surat yang panjang itu.

Dan penghabisan shalat yang dikerjakan Nabi صلى الله عليه وسلم  ialah shalat Maghrib, di mana Nabiصلى الله عليه وسلم  , membaca padanya surat Al-Mursalat. Dan tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم  mengerjakan shalat sesudah itu, sehingga wafatlah beliau. (1)

Kesimpulannya, meringankan shalat, adalah lebih utama, lebih-lebih apabila jama'ah itu banyak. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم, tentang keringanan ini :
  إذا صلى أحدكم بالناس فليخفف فإن فيهم الضعيف والكبير وذا الحاجة
(Idzaa shallaa ahadukum bin-naasi fal-yukhaffif fa-inna fiihimidl-dla'iifa wal-kabiira wa dzal-haajah).Artinya : "Apabila bershalat seorang kamu dengan orang banyak (sebagai ma'mum), maka hendaklah diringankan, karena diantara mereka, ada yang lemah, yang tua dan yang berkeperluan''. (2) Dan apabila bershalat sendirian, maka dapatlah memanjangkannya sesuka hati.

Adalah Mu'az bin Jabal bershalat 'Isya' dengan suatu kaum, lalu dibacanya surat A l-Baqarah. Maka keluarlah seorang dari shalat dan menyempurnakan sendiri shalatnya.Kemudian, kaum itu mengatakan : "Telah munafiq orang itu!".

1.Dirawikan Bukhari dan Muslim, Dari Ummil Fadli
2.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah


Maka datanglah Mu'az dan laki-laki itu, mengadu pada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . marah kepada Mu'az, seraya berkata :
فقال أفتان أنت يا معاذ اقرأ سورة سبح والسماء والطارق والشمس وضحاها 
 (A-fattaanu anta yaa Mu'aadzuqra' suuiata "Sabbih", "Wassamaa-i wath-thaariqi", "wasy-syamsi wa dluhaahaa".).Artinya : "Engkau berbuat fitnah, hai Mu'az! Baca sajalah surat "Sabbih", والسماء والطارق "Wassamaa-i wath-thaariqi", dan 'والشمس وضحاها 'Wasy-syamsi wa dlu-haahaa!". (1)


Adapun tugas mengenai rukun-rukun, maka adalah tiga :
Pertama ; bahwa imam itu meringankan ruku' dan sujud. Tidak melebihkan pembacaan tasbih dari tiga kali. Diriwayatkan dari Anas, bahwa ia berkata : "Tidaklah aku melihat shalat yang lebih ringan dan sempurna daripada shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .
Ya benar, diriwayatkan pula bahwa Anas bin Malik tatkala mengerjakan shalat di belakang Umar bin Abdul Aziz,ketika itu, Umar bin Abdul Aziz menjadi amir Madinah, mengatakan : "Belum pernah aku bershalat di belakang seseorang, yang lebih menyerupai shalatnya dengan shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم  daripada pemuda ini". Kemudian Anas meneruskan : "Kami membaca tasbih di belakangnya sepuluh-sepuluh".

Dan diriwayatkan secara tidak terperinci, bahwa para shahabat itu, berkata : "Adalah kami membaca tasbih di belakang Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . pada ruku' dan sujud sepuluh-sepuluh". Adalah yang demikian itu (membaca tasbih sepuluh-sepuluh) baik, tetapi membaca tiga kali, apabila jama'ah itu banyak, adalah lebih baik.

Apabila tiada hadlir pada shalat jama'ah, kecuali orang-orang yang menyerahkan seluruh waktunya untuk agama, maka tidak mengapa membaca tasbih sepuluh kali. Inilah cara menghimpunkan diantara riwayat-riwayat yang berbeda-beda itu.

Dan seyogialah, imam membaca ketika mengangkatkan kepalanya dari ruku' : سمع الله لمن حمده "Samiallaahu liman hamidah" (Didengar Allah akan siapa yang memujikanNya).

1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari jabir


Kedua : mengenai ma'mum. Seyogialah ia tiada menyamai imam pada ruku' dan sujud, tetapi mengemudiankan daripadanya. Maka ia tiada turun kepada sujud, kecuali apabila telah sampai dahi imam kepada tempat sujud. Begitulah para shahabat mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . Dan tiada turun kepada ruku', sehingga imam itu sudah lurus badannya pada ruku'.

Ada yang mengatakan, bahwa manusia itu keluar dari shalat, terdiri daripada tiga kelompok : sekelompok dengan dua puluh lima shalat, yaitu : mereka yang bertakbir dan ruku' sesudah imam; sekelompok dengan satu shalat, yaitu : mereka yang menyamai dengan imam; dan sekelompok lagi dengan tanpa shalat, yaitu : mereka yang mendahului imam.

Berbeda pendapat para ulama, tentang imam di dalam ruku', apabila ia menunggu orang yang akan masuk ke dalam shalat, supaya memperoleh keutamaan jama'ah dan mendapat raka'at itu?.

Bahwa, yang lebih utama, menunggu yang demikian tadi, secara ikhlas, tiada mengapa (boleh), asal tiada tampak berlebih-kurang bagi orang-orang yang datang kepada shalat itu. Sebab hak mereka, dijaga, dengan meninggalkan berpanjang-panjang yang membawa kemelaratan kepada mereka.

Ketiga : imam itu tiada menambahkan pada do'a tasyahhud, dari sekedar tasyahhud saja, karena menjaga daripada memanjang-manjangkan. Dan tidak menentukan dirinya sendiri dengan do'a, tetapi dengan kata-kata jama yaitu :اللهم اغفر لنا  "Allaahum-maghfir lanaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah kami!,. Dan tidak: اللهم اغفر لي  "Allaahum-maghfir — lii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah aku!).

Maka dimakruhkan bagi imam, menentukan dirinya sendiri dengan do'a. Dan tiada mengapa ia meminta perlindungan pada tasyahhud, dengan lima kalimat yang diterima daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . yaitu :فيقول نعوذ بك من عذاب جهنم وعذاب القبر ونعوذ بك من فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال وإذا أردت بقوم فتنة فاقبضنا إليك غير مفتونين
(Na'uudzu bika min 'adzaabi jahannama wa 'adzaabilqabri, wana-'uudzu bika min fitnatilmahyaa wal-mamaati, wa min fitnatil-masii-hiddajjal. Waidzaa aradta biqaumin fitnatan faqbidlnaa ilaika ghaira maftuuniin).Artinya:"Kami berlindung dengan Engkau daripada azab neraka jahannam dan daripada azab kubur.Dan kami berlindung dengan Engkau daripada fitnah hidup dan fitnah mati dan daripada fitnah dajjal penyapu.Dan apabila Engkau berkehendak mendatangkan fitnah kepada suatu kaum, maka peganglah kami kepada Engkau, sampai tidak terkena fitnah itu ". (1)

1.Dirawikan  Ittaf Sharah ihya Di sebutkan HAdis ini di rawikan Bukhari dan Muslim Abu Dawud dan An Nasai dari Aishah


Ada yang mengatakan, dajjal itu, dinamakan "masih" (penyapu), karena dia menyapukan bumi dengan kekuasaannya. Dan ada yang mengatakan, karena ia tersapu sebelah matanya, yakni : hilang penglihatan dari sebelah matanya.

Adapun tugas dari "tahallul" (mengluarkan diri dari shalat), adalah tiga :
Pertama : meniatkan dengan kedua salam itu, memberi salam kepada orang banyak dan kepada para malailat.

Kedua : bahwa menetap sebentar sesudah salam (1) Begitulah di-perbuat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   ., Abu Bakar ra. dan Umar ra. Lalu imam itu mengerjakan shalat sunat pada tempat lain. Kalau di belakangnya ada kaum wanita, maka tidaklah ia bangun sampai kaum wanita itu pergi.
Dalam hadits masyhur, tersebut : "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . tiada duduk sesudah shalat, melainkan sekedar membaca :اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
(Allaahumma antas salaamu wa minkas salaamu tabaarakta yaadzal jalaali wal ikraam). Artinya:"Ya Allah, ya Tuhanku! Engkaulah keselamatan. Dan daripada Engkaulah keselamatan. Anugerahilah keberkatan, wahai Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan". (2)

Ketiga : Apabila telah memberi salam, maka seyogialah menghadapkan muka kepada para ma'mum. Dan dimakruhkan bagi ma'mum bangun sebelum berpaling imam.

Diriwayatkan dari Thalhah dan Az-Zubair ra. bahwa keduanya mengerjakan shalat di belakang seorang imam. Tatkala telah mem-beri salam, lalu keduanya mengatakan kepada imam itu : "Alangkah bagus dan sempurnanya shalat engkau, kecuali suatu perkara. Yaitu, tatkala engkau memberi salam, tiada memalingkan muka engkau".

1.Dirawikan Bukhari Dari ummi salamah
2.Dirawikan muslim dari Aisyah


Kemudian keduanya mengatakan kepada orang banyak : "Alangkah bagusnya shalat kamu, kecuali kamu terus pergi sebelum berpaling imammul".

Kemudian sesudah selesai shalat itu , maka imam pergi ke arah mana disukainya, dari jurusan kanannya atau kirinya. Dan kananlah yang lebih baik!.

Inilah tugas dari shalat-shalat itu.!!!!

Adapun shalat Shubuh, maka ditambahkan padanya bacaan Qunut. Maka imam membacakan :اللهم اهدنا  "Allaahummahdinaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah kami), dan tidak : "اللهم اهدني Allaahummahdinii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah aku). Dan ma'mum, membacakan amin atas do'a qunut imam. Tetapi waktu sampai kepada :إنك تقضي ولا يقضى عليك  "Innaka taqdlii wa laa yuqdlaa 'alaik" (Bahwasanya Engkau yang menghukum dan tiadalah Engkau yang dihukum), maka tidak layak lah padanya dibacakan amin, karena itu adalah pujian. Dari itu, ma'mum membacakannya seperti bacaan imam atau mengucapkan:يقول بلى وأنا على ذلك من الشاهدين  "Balaa wa ana 'alaa dzaalika minasy syaahidiin" (Benar, bahwa aku termasuk orang-orang yang mengakui demikian itu), atau mengucapkan : "Shadaqta wa bararta" (Benar engkau dan berbuat kebajikan engkau). Dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengan itu.

Diriwayatkan suatu hadits, tentang mengangkat kedua tangan pada qunut (1). Apabila hadits itu benar, niscaya disunatkanlah yang demikian. Meskipun berbeda dengan do'a-do'a yang dibacakan pada akhir tasyahhud. Karena di situ tidak diangkatkan tangan, tetapi berpegang menurut yang diperoleh daripada Nabi صلى الله عليه وسلم.

Dan diantara keduanya (do'a qunut dan do'a akhir tasyahhud), terdapat perbedaan pula. Yaitu : tangan pada tasyahhud, mempunyai tugas, yakni : diletakkan di atas kedua paha, menurut cara tertentu dan tak ada tugas bagi kedua tangan itu di sini (pada qunut)

Dari itu, tiada jauh dari kebenaran, bahwa mengangkatkan kedua tangan, adalah menjadi tugas pada qunut. Karena yang demikian itu layak dengan do'a.

Wallaahu A'lam! Allah Maha Tahu!!!!!.

Inilah kumpulan adab mengikuti imam dan menjadi imam di dalam shalat! Kiranya Allah memberikan taufiq!.

Categories: Share

Pembukaan

Klik Di bawah untuk pdf version Ihya Jilid 1 PDF Ihya Jilid 2 Pdf IHYA ULUMUDDIN AL GHAZALI Arabic Versio...