Bab Keempat : Tentang keimamam dan Mengikut Imam
Bab Keempat : Tentang
keimamam dan Mengikut Imam
(Al-lmaamu dlaaminun wal-muadz-dzinu mu'taman).Artinya : "Imam itu penanggung dan muadzin itu yang diterima percayaannya (dipegang amanahnya) ". (1) Lalu mereka mengatakan, sulitnya tanggung jawab di dalam shalat.
Berkata setengah salaf : "Tiadalah sesudah nabi-nabi, yang lebih utama daripada para ulama. Dan tiadalah sesudah para ulama, yang lebih utama daripada imam-imam shalat. Karena mereka adalah berdiri, diantara hadlirat Allah 'Azza wa Jalla dan makhlukNya. Yang ini, dengan "kenabian", yang ini, dengan "keilmuan" dan yang ini, dengan "tiang agama", yaitu : shalat
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم , terlambat pada shalat Dhuhur, lalu mereka menampilkan Abu
Bakar ra. menjadi imam, Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم , datang
dan Abu Bakar dalam shalat, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم .
berdiri disampingnya",
Dan pada raka'at kedua : رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ
(Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta).Artinya : "Wahai Tuhan Kami! Kami mempercayai apa yang Engkau turunkan (S. Ali 'Imran, ayat 53).
Berbeda pendapat para ulama, tentang imam di dalam ruku', apabila ia menunggu orang yang akan masuk ke dalam shalat, supaya memperoleh keutamaan jama'ah dan mendapat raka'at itu?.
Mengenai rukun Solat sesudah salam dan
atas imam ada tugas tugas sebelum solat dan pembacaan.
Adapun tugas tugas sebelum solat,enam.
Pertama: Bahawa tidaklah seorang itu
tampil menjadi imam kepada orang banyak yang tidak suka kepadanya.kalau orang
banyak itu , tidak sekata maka yang dilihat ialah yang terbanyak. dan kalau
golongan sedikit terdiri dari orang orang baik dan beragama, maka memandang
kepada pendapat mereka adalah lebih utama,pada hadis tersebut, tiga golongan
tidak dilampaui,oleh solatnya akan kepalanya:Budak yang lari dari
tuannya-isteri yang dimarahi suaminya,dan imam yang mengimami suatu kaum dimana
kaum itu tidak suka kepdanya(1)
sebagaimana dilarang tampil menjadi imam,
kerana tidak disukai orang ramai, maka seperti itu pula dilarang tampil menjadi
imam, bila ada dibelakangnya orang yang lebih ahli fiqih, daripadanya.kecuali
apabila orang yang lebih utama daripadanya itu menolak, maka bolehlah ia tampil
menjadi imam.kalau tida ada sesuatu daripada yang tersebut itu , maka hendaklah
ia tampil manakala telah meyakini dan mengetahui pada dirinya terdapat syarat
syarat menjadi imam, dan di makruhkan ketika itu menolak,.
sesungguhnya dikatakan bahawa ada satu
kaum yang tolak menolak menjadi imam sesudah selesai qamat dari solat,maka
terjadilah kekeruhan diantara mereka.dan apa yang diriwayatkan tentang tolak
menolaknya menjadi imam diantara para sahabat,ra.,sebabnya ialah kerana pilihan
mereka akan orang yang di lihatnya lebih utama untuk itu. atau kerana
kekuatiran mereka kepada dirinya akan kealpaan dan beratnya tangungan solat
para makmum kerana imam itu adalah penangung. dan siapa yang tiada membiasakan dirinya
menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam
shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca
bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang
menjaga diri daripada yang demikian itu.
1.Dirawikan Attirmidzi
dari abi amamah Hadis hasan Gharib.
** Tidak di lampaui oleh
solatnya akan kepalanya**Adalah Kinayah(sindiran) dari tidak diterima solat
itu.
|
dirinya menjadi imam,
kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena
malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan
suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri
daripada yang demikian itu.
Kedua : apabila seseorang disuruh
pilih antara melakukan adzan dan
menjadi imam, maka wajarlah dipilih menjadi imam.
Masing-masing dari yang dua ini,
mempunyai kelebihan. Tetapi
mengumpuikan keduanya pada satu orang, adalah makruh. Dari itu, seyogialah bahwa imam itu, tidak muadzin (orang yang melakukan adzan).
Dan apabila sukar dikumpulkan itu, maka yang lebih utama, ialah menjadi imam.
Berkata segolongan
ulama, bahwa adzan adalah lebih utama. Karena apa yang kami nukilkan dahulu
tentang keutamaan adzan dan karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن(Al-lmaamu dlaaminun wal-muadz-dzinu mu'taman).Artinya : "Imam itu penanggung dan muadzin itu yang diterima percayaannya (dipegang amanahnya) ". (1) Lalu mereka mengatakan, sulitnya tanggung jawab di dalam shalat.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم . :الإمام
أمين فإذا ركع فاركعوا وإذا سجد فاسجدو
(Al-imaamu amiinun fa-idzaa raka'a farka'uu wa
idzaa sajada fas-juduu).Artinya : "Imam itu adalah orang kepercayaan. Apabila
ia ruku maka ruku'lah kamu dan apabila
ia sujud,. maka sujudlah kamu! ".(2)
Pada hadits, tersebut :
'Kalau imam itu menyempurnakan dengan
baik, maka kesempurnaan itu adalah bagi imam dan bagi para ma'mum. Dan kalau
kurang, maka kekurangan itu adalah atas imam dan tidak atas para
ma'mum".(3)
(1)Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari
Abu Hurairah.
(2)Dirawikan
Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
(3)Dirawikan
Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
|
Dan karena Nabi صلى الله عليه
وسلم . berdo'a : "Ya
Allah, ya Tuhanku! Berilah petunjuk kepada imam-imam shalat dan ampunilah
orang-orang yang melakukan adzan". Ampunan
adalah lebih utama dicari, karena petunjuk
itu dimaksudkan untuk memperoleh ampunan.
Dalam hadits tersebut : "Barangsiapa menjadi imam pada suatu masjid tujuh tahun, niscaya
wajiblah baginya sorga, tanpa hisab (tanpa dihitung amalannya). Dan barangsiapa
melakukan adzan empat puluh tahun, niscaya ia masuk sorga, tanpa hisab".
(1)
Karena itu, dinukilkan dari para shahabat ra., bahwa mereka tolak-menolak menjadi imam. Dan pendapat yang lebih kuat, adalah menjadi imam itu lebih utama, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., Abu Bakar, Umar dan para imam sesudahnya, membiasakan diri menjadi imam dalam shalat.
Karena itu, dinukilkan dari para shahabat ra., bahwa mereka tolak-menolak menjadi imam. Dan pendapat yang lebih kuat, adalah menjadi imam itu lebih utama, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم ., Abu Bakar, Umar dan para imam sesudahnya, membiasakan diri menjadi imam dalam shalat.
Ya, benar pada menjadi imam itu, terdapat
bahaya tanggung jawab. Dan kelebihan itu, adalah serta bahaya itu, sebagaimana
pangkat jabatan amir dan khalifah, adalah lebih utama, karena sabda Nabi صلى
الله عليه وسلم . : "Sesungguhnya sehari bagi seorang
sultan (penguasa) ydng adil, adalah lebih utama daripada ibadahnya tujuh puluh
tahun".
Tetapi pada jabatan-jabatan tersebut itu,
ada bahayanya. Dari itu, wajiblah didahulukan orang yang lebih utama dan lebih
banyak ilmu fiqihnya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم .
: "Imam-imammu itu, adaltih
orang-orang yang memberi syafa'at kepadamu". Atau menurut riwayat yang
lain, Nabi صلى الله عليه وسلم .
bersabda : "adalah utusanmu kepada
Allah". Kalau kamu bermaksud membersihkan shalatmu, maka dahulukanlah
orang-orang yang baik daripada kamu, menjadi imam".
Berkata setengah salaf : "Tiadalah sesudah nabi-nabi, yang lebih utama daripada para ulama. Dan tiadalah sesudah para ulama, yang lebih utama daripada imam-imam shalat. Karena mereka adalah berdiri, diantara hadlirat Allah 'Azza wa Jalla dan makhlukNya. Yang ini, dengan "kenabian", yang ini, dengan "keilmuan" dan yang ini, dengan "tiang agama", yaitu : shalat
Dengan alasan inilah, para shahabat
mengambil dalil, mendahulukan Abu Bakar Shiddiq ra. untuk memegang jabatan
khalifah, karena mereka menyatakan : "Kami memandang, bahwa shalat itu
adalah tiang agama. Maka kami pilihlah untuk urusan duniawi kami, orang yang
telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم .
untuk urusan agama kami' Dan tidak mereka mendahulukan Bilal, beralasan bahwa
Bilal itu telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم untuk adzan.
1. Diriwayatkan At Tirmidzi dari Ibnu
Abbas
|
Dan apa yang diriwayatkan, bahwa seorang
laki-laki meminta kepada Nabi صلى الله عليه وسلم : "Ya Rasulullah! Tunjukilah aku kepada amal, yang
dapat kiranya aku memperoleh sorga!".
Maka menjawab Nabi صلى
الله عليه وسلم .: "Hendaklah
kamu menjadi muadzin!". Menjawab orang itu : "Aku tidak sanggup menjadi
muadzin". Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم .
; "Hendaklah kamu menjadi imam!". Menyahut orang itu lagi : "Aku
tidak sanggup menjadi imam!". Lalu bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : 'Bershalat
lah di belakang imam!" (1) Mungkin orang laki-laki tersebut menyangka,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak merelai ke-imam-annya.
Karena adzan itu adalah kepadanya dan keimaman itu adalah kepada orang banyak
dan orang banyak itu mendahulukannya. Kemudian, mungkin laki-laki itu
menyangka, bahwa ia menyanggupi menjadi imam.
Ketiga : bahwa imam itu menjaga segala
waktu shalat. Maka bersha-latlah ia pada awal waktunya, supaya memperoleh
kerelaan Allah Ta'ala. "Maka keutamaan awal waktu, dari
akhir waktu, adalah seperti keutamaan akhirat, dari dunia", demikianlah
diriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم .",(2)
Pada hadits tersebut: "Bahwa hamba itu untuk mengerjakan shalat
pada akhir waktunya dan tidak sampai terluput daripadanya, meskipun telah
terluput dari awal waktunya, adalah lebih baik baginya daripada dunia dan
isinya
Dan tidak seyogialah, mengemudiankan
shalat, untuk menunggu banyaknya orang berjama'ah. Tetapi haruslah menyegerakan
shalat untuk memperoleh kelebihan awal waktu. Maka kelebihan awal waktu itu,
adalah lebih utama daripada banyaknya jama'ah dan panjangnya surat yang dibaca.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka apabila
telah hadlir dua orang pada shalat jama'ah, mereka tiada menunggu orang ketiga.
Dan apa-bila telah hadlir empat orang pada shalat janazah (shalat atas orang
meninggal), mereka tiada menunggu orang kelima.
Nabi صلى الله عليه وسلم telah terlambat dari shalat Shubuh, di
mana Nabi صلى الله عليه وسلم . dan para shahabatnya dalam suatu
perjalanan jauh. Sesungguhnya
Nabi صلى الله عليه وسلم terlambat itu, adalah karena bersuci, lalu beliau tidak
ditunggu, Dan ditampilkan kedepan Abdur Rahman bin 'Auf, lalu bershalat bersama
mereka, sehingga luputlah seraka'at bagi Nabi صلى الله عليه وسلم .
Maka bangunlah beliau mengerjakannya. Abdur Rahman bin 'Auf berkata : Restuilah
kami dari yang demikian", Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab : Kamu sudah bagus seperti
itu, maka buatlah terus!".
1.Dirawikan Al Bukhari
2.Dirawikan Abu Mansur AdDailami Dari
Ibnu Umar dengan Sanad Dlaif
|
Dan tidaklah atas imam itu menunggu
muadzin, Tetapi muadzin harus menunggu imam, untuk melakukan qamat. Apabila
iman itu telah datang, maka tidaklah muadzin itu menunggu orang lain.
Keempat : bahwa menjadi imam itu adalah
semata-mata ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla dan menunaikan amanah Allah
Ta'ala, mengenai suci dan seluruh syarat-syarat shalatnya..
Adapun ikhlas, yaitu tidak mengambil upah atas pekerjaannya menjadi imam.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyuruh Usman bin Abil-'Ash
Ats-Tsaqafi, dengan mengatakan : "Ambillah seorang muadzin, yang tidak
mengambil upah atas adzannya". (1)
Adzan adalah jalan kepada shalat.
Maka shalat itu lebih utama lagi, tidak diambil upah. Kalau upah itu diambil
dari masjid sebagai penghidupan, dari harta yang telah diwakafkan untuk orang
yang ditugaskan menjadi imam di masjid itu atau dari sultan atau dari seseorang
manusia, maka tidaklah dihukumkan haramnya. Tetapi adalah makruh hukumnya.
Kemakruhan pada shalat fardiu adalah
melebihi dari kemakruhan pada shalat tarawih.
Upah itu adalah berdasarkan atas tetap nya mengunjungi tempat shalat dan
mengurus kepentingan masjid, tentang mendirikan shalat jama'ah. Dan tidaklah
upah itu karena shalat itu sendiri.
Adapun amanah, ialah kesucian bathin dari fasiq, dosa besar dan berkekalan
berbuat dosa kecil. Maka orang yang dicalonkan untuk menjadi imam, seyogialah
menjaga diri dari perbuatan yang tersebut, dengan seluruh tenaga yang ada
padanya. Karena imam itu adalah seperti utusan
dan pembawa syafa'at kepada orang
banyak. Maka sepantasnyalah, dia orang yang terbaik daripada golongannya.
1.Dirwikan AlHakim dari Usman bin Abil
Asshaqofi
|
Demikian pula, suci dhahir daripada
hadats dan najis, karena tidak ada yang memandangnya, selain dia sendiri.
Kalau ia teringat kepada hadats, pada
waktu sedang shalat atau keluar daripadanya angin,
maka tidaklah wajar ia merasa malu. Tetapi diambilnyalah tangan orang yang
berada dekatnya dan orang itu menggantikannya selaku imam.
Sesungguhnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم . teringat akan hadats besar (janabah) waktu
sedang shalat, lalu beliau gantikan orang lain menjadi imam dan beliau pergi
mandi. Kemudian kembali lagi dan masuk ke dalam shalat. (1)Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah dengan isnad Sahih
Berkata Sufyan : "Bershalatlah di
belakang tiap-tiap orang yang baik dan orang yang dhalim. Kecuali peminum
khamar atau berterang-terangan berbuat fasiq atau mendurhakai ibu-bapa atau
pembuat bid'ah atau budak yang melarikan diri daripada tuannya".
Kelima : bahwa imam itu tiada bertakbir, sebelum
shaf (barisan) shalat itu lurus. Maka hendaklah ia berpaling ke kanan dan ke
kiri. Kalau dilihatnya ada yang belum beres, maka disuruhnya supaya dibereskan
dengan meluruskan shaf.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka membuat
setentang dengan bahu-bahu dan merapatkan diantara tumit-tumit. Dan imam itu
tidak bertakbir sebelum selesai muadzin daripada qamat. Dan muadzin itu
mengemudiankan qamat daripada adzan, sekedar selesai persiapan orang banyak
untuk shalat.
Pada hadits tersebut : "Hendaklah muadzin itu berhenti diantara
adzan dan qamat, sekedar selesailah orang makan dari makannya dan orang
membuang air dari hajatnya
Yang demikian itu, adalah karena Nabi صلى
الله عليه وسلم . melarang daripada
menolak dua keadaan yang tidak disukai (lapar dan membuang air) dan menyuruh
dengan mendahulukan makan malam daripada shalat 'Isya', karena mencari
keselesaian hati daripada segala gangguan.
Keenam : bahwa imam itu meninggikan
suaranya dengan takbiratul-ihram dan takbir-takbir yang lain. Dan ma'mum itu,
tidak meninggikan suaranya, selain sekedar didengar oleh dirinya sendiri . Dan
imam itu meniatkan menjadi imam,
supaya memperoleh pahala. Kalau tidak diniatkannya, maka shalatnya dan shalat
ma'mumnya syah, apabila para ma'mum
itu meniatkan mengikut imam.
1. Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah
dengan isnad Sahih
|
Dan mereka memperoleh pahala berjama'ah,
sedang imam itu tiada memperoleh pahala menjadi imam.
Dan hendaklah ma'mum itu mengemudiankan
takbimya daripada takbir imam. Yaitu dimulainya bertakbir sesudah selesai imam
daripada bertakbir.
Wallahu A'lam! Allah Yang Maha Tahu!.
Adapun tugas pembacaan di dalam shalat
adalah tiga :
Pertama : membaca dengan suara yang dapat didengar olehnya sendiri
(secara sirr), do'a iftitah dan ta'awwuz,
seperti orang yang bershalat sendirian. Dan membaca dengan suara keras
(secara jahr) al-fatihah dan surat sesudahnya pada semua shalat Shubuh dan dua
raka'at pertama 'Isya’ dan Maghrib. Dan begitu pula bagi orang yang bershalat
sendirian.
Dan mengeraskan bacaan "Aamin"
pada shalat jahriyah (shalat yang
dikeraskan suara bacaannya, yaitu Shubuh, Maghrib dan 'Isya') Dan begitu pula
ma'mum.
Dan ma'mum itu menyertakan bacaan aminnya bersama dengan am in
imam, tidak beriring-iringan.
Dan mengeraskan bacaan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ" Bismillaahir-rahmaanir-rahiim". Dan mengenai ini, terdapatlah
beberapa hadits yang bertentangan satu dengan lainnya. Tetapi Asy-Syafi'i ra.
memilih dengan jahr.
Kedua : bahwa imam pada tegaknya itu
ada tiga kali diam. begitulah
diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub dan 'Imran bin Al-Hu-shain daripada
Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Diam yang pertama, yaitu apabila telah bertakbiratul-ihram. Dan
diam inilah yang terpanjang daripadanya, sekedar dapat dibaca oleh orang yang
di belakang imam (ma'mum) akan surat al-fatihah. Yaitu, waktu imam membaca do'a
iftitah.
Dan kalau imam itu tidak diam, maka
luputlah bagi ma'mum mendengar bacaan imam. Dan imamlah yang menanggung akan
kekurangan yang terdapat pada shalat ma'mum.
Kalau ma'mum itu tiada membaca al-fatihah
pada waktu imam diam dan menghabiskan waktunya dengan yang lain, maka risikonya
adalah tanggungan mereka sendiri, tidak tanggungan imam. Diam yang kedua, yaitu : apabila
selesai daripada membaca al-fatihah. Gunanya supaya disempurnakan oleh orang
yang membaca al-fatihah pada diam yang
pertama tadi, akan al-fatihahnya. Dan lamanya, ialah setengah daripada diam
yang pertama di atas. Dan diam yang
ketiga, yaitu apabila telah selesai daripada membaca surat, sebelum ia ruku'. Diam inilah
yang tercepat, yaitu : sekedar terpisahlah bacaan
dari takbir untuk ruku \ Dan Nabi صلى الله عليه وسلم .
melarang disambung padanya.
Dan ma'mum tidak membaca di belakang
imam, selain daripada al-fatihah. Kalau imam itu tiada diam, maka ma'mum
membaca al-fatihah bersama imam. Dan yang teledor dalam hal ini, ialah imam.
Kalau ma'mum itu tiada mendengar bacaan
imam pada shalat jahriyah,
karena jauh atau pada shalat sirriyah, maka tiada mengapa ma'mum itu membaca surat.
Ketiga : bahwa imam itu membaca pada shalat
Shubuh, dua surat yang panjang yang
kurang dari seratus ayat panjangnya. Karena memanjangkan bacaan shalat fajar m
dan gelap padanya adalah sunat dan
bila tidak mendatangkan melarat kepadanya, oleh perjalanan jauh. Dan tiada
mengapa membaca pada raka'at kedua, penghabisan
surat, kira-kira tiga puluh atau dua puluh ayat lagi, sampai pada kesudahan
surat itu. Karena yang demikian, tiadalah banyak berulang-ulang pada
pendengaran, sehingga lebih mendalam untuk pengajaran dan lebih membawa kepada
pemikiran.
Hanya sebahagian ulama, memandang makruh
membaca sebahagian permulaan surat dan memotong pembacaan itu. Dan diriwayatkan
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم .
"membaca sebahagian surat yunus.
Maka tatkala sampai kepada menyebut Musa
dan Fir'aun, lalu Nabi صلى
الله عليه وسلم . memu-tuskannya dan
terus ruku'".
Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى
الله عليه وسلم . membaca pada shalat
Fajar (shalat Shubuh), suatu ayat dari jurat Al-Baqarah, yaitu firmanNya :
(Quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila
ilainaa). Artinya : "Katakan! Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada
kami". (S. Al-Baqarah, ayat
136).Dan pada raka'at kedua : رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ
(Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta).Artinya : "Wahai Tuhan Kami! Kami mempercayai apa yang Engkau turunkan (S. Ali 'Imran, ayat 53).
** Solat Fajar=Solat Subuh
|
Nabi صلى الله عليه وسلم mendengar Bilal membaca, dengan memetik dari sana sini, lalu
bertanya dari yang demikian itu. Maka Bilal menjawab : "Aku mencampurkan
yang baik dengan yang baik".Maka sahut Nabi صلى الله عليه وسلم: "Bagus, baik sekali! (Ah-santa)!'.
Nabi صلى الله عليه وسلم membaca pada shalat Dhuhur, surat yang panjang ayat-ayatnya,
sampai tiga puluh ayat. Dan pada 'Ashar, setengah dari itu. Dan pada Maghrib,
membaca akhir dari surat-surat yang panjang itu.
Dan penghabisan shalat yang dikerjakan
Nabi صلى الله عليه وسلم ialah shalat Maghrib, di mana
Nabiصلى الله عليه وسلم , membaca padanya surat Al-Mursalat. Dan tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakan shalat sesudah
itu, sehingga wafatlah beliau. (1)
Kesimpulannya, meringankan shalat, adalah
lebih utama, lebih-lebih apabila jama'ah itu banyak. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم, tentang keringanan ini :
إذا صلى أحدكم بالناس فليخفف
فإن فيهم الضعيف والكبير وذا الحاجة
(Idzaa shallaa ahadukum bin-naasi
fal-yukhaffif fa-inna fiihimidl-dla'iifa wal-kabiira wa dzal-haajah).Artinya : "Apabila bershalat seorang kamu dengan orang banyak (sebagai
ma'mum), maka hendaklah diringankan, karena diantara mereka, ada yang lemah,
yang tua dan yang berkeperluan''. (2) Dan apabila bershalat sendirian, maka
dapatlah memanjangkannya sesuka hati.
Adalah Mu'az bin Jabal bershalat 'Isya'
dengan suatu kaum, lalu dibacanya surat A
l-Baqarah. Maka keluarlah seorang dari shalat dan menyempurnakan sendiri
shalatnya.Kemudian, kaum itu mengatakan :
"Telah munafiq orang itu!".
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim, Dari
Ummil Fadli
2.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah
|
Maka datanglah Mu'az dan laki-laki itu,
mengadu pada Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم .
marah kepada Mu'az, seraya berkata :
فقال أفتان أنت يا معاذ اقرأ سورة سبح والسماء والطارق
والشمس وضحاها
(A-fattaanu anta yaa Mu'aadzuqra' suuiata
"Sabbih", "Wassamaa-i wath-thaariqi", "wasy-syamsi wa
dluhaahaa".).Artinya : "Engkau
berbuat fitnah, hai Mu'az! Baca sajalah surat "Sabbih", والسماء والطارق "Wassamaa-i
wath-thaariqi", dan 'والشمس
وضحاها 'Wasy-syamsi
wa dlu-haahaa!". (1)
Adapun tugas mengenai rukun-rukun, maka
adalah tiga :
Pertama ; bahwa imam itu meringankan ruku' dan sujud. Tidak melebihkan pembacaan
tasbih dari tiga kali. Diriwayatkan
dari Anas, bahwa ia berkata : "Tidaklah aku melihat shalat yang lebih
ringan dan sempurna daripada shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Ya benar, diriwayatkan pula bahwa Anas
bin Malik tatkala mengerjakan shalat di belakang Umar bin Abdul Aziz,ketika
itu, Umar bin Abdul Aziz menjadi amir Madinah, mengatakan : "Belum pernah
aku bershalat di belakang seseorang, yang lebih menyerupai shalatnya dengan
shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم daripada pemuda ini".
Kemudian Anas meneruskan : "Kami membaca tasbih di belakangnya
sepuluh-sepuluh".
Dan diriwayatkan secara tidak terperinci,
bahwa para shahabat itu, berkata : "Adalah kami membaca tasbih di belakang
Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
pada ruku' dan sujud sepuluh-sepuluh". Adalah yang demikian itu (membaca tasbih
sepuluh-sepuluh) baik, tetapi membaca
tiga kali, apabila jama'ah itu banyak, adalah lebih baik.
Apabila tiada hadlir pada shalat jama'ah,
kecuali orang-orang yang menyerahkan seluruh waktunya untuk agama, maka tidak
mengapa membaca tasbih sepuluh kali. Inilah cara menghimpunkan diantara
riwayat-riwayat yang berbeda-beda itu.
Dan seyogialah, imam membaca ketika
mengangkatkan kepalanya dari ruku' : سمع الله لمن حمده "Samiallaahu liman hamidah" (Didengar Allah akan siapa yang
memujikanNya).
1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari
jabir
|
Kedua : mengenai
ma'mum.
Seyogialah ia tiada menyamai imam pada ruku' dan sujud, tetapi mengemudiankan
daripadanya. Maka ia tiada turun kepada sujud, kecuali apabila telah sampai
dahi imam kepada tempat sujud. Begitulah para shahabat mengikuti Rasulullah صلى
الله عليه وسلم . Dan tiada turun
kepada ruku', sehingga imam itu sudah lurus badannya pada ruku'.
Ada yang mengatakan, bahwa manusia itu
keluar dari shalat, terdiri daripada tiga
kelompok : sekelompok dengan dua puluh lima shalat, yaitu : mereka yang
bertakbir dan ruku' sesudah imam; sekelompok
dengan satu shalat, yaitu : mereka yang menyamai dengan imam; dan sekelompok lagi dengan tanpa shalat,
yaitu : mereka yang mendahului imam.
Berbeda pendapat para ulama, tentang imam di dalam ruku', apabila ia menunggu orang yang akan masuk ke dalam shalat, supaya memperoleh keutamaan jama'ah dan mendapat raka'at itu?.
Bahwa, yang lebih utama, menunggu yang
demikian tadi, secara ikhlas, tiada
mengapa (boleh), asal tiada tampak berlebih-kurang bagi orang-orang yang
datang kepada shalat itu. Sebab hak mereka, dijaga, dengan meninggalkan
berpanjang-panjang yang membawa kemelaratan kepada mereka.
Ketiga : imam itu tiada menambahkan pada do'a
tasyahhud, dari sekedar tasyahhud saja, karena menjaga daripada
memanjang-manjangkan. Dan tidak menentukan dirinya sendiri dengan do'a, tetapi
dengan kata-kata jama yaitu :اللهم اغفر لنا "Allaahum-maghfir lanaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah kami!,.
Dan tidak: اللهم اغفر لي "Allaahum-maghfir — lii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah aku!).
Maka dimakruhkan bagi imam, menentukan
dirinya sendiri dengan do'a. Dan tiada mengapa ia meminta perlindungan pada tasyahhud, dengan lima kalimat yang diterima daripada Rasulullah صلى
الله عليه وسلم . yaitu :فيقول
نعوذ بك من عذاب جهنم وعذاب القبر ونعوذ بك من فتنة المحيا والممات ومن فتنة
المسيح الدجال وإذا أردت بقوم فتنة فاقبضنا إليك غير مفتونين
(Na'uudzu bika min 'adzaabi jahannama wa
'adzaabilqabri, wana-'uudzu bika min fitnatilmahyaa wal-mamaati, wa min
fitnatil-masii-hiddajjal. Waidzaa aradta biqaumin fitnatan faqbidlnaa ilaika
ghaira maftuuniin).Artinya:"Kami berlindung dengan Engkau daripada azab neraka jahannam dan
daripada azab kubur.Dan kami berlindung
dengan Engkau daripada fitnah hidup dan fitnah mati dan daripada fitnah dajjal
penyapu.Dan apabila Engkau berkehendak mendatangkan fitnah kepada suatu kaum,
maka peganglah kami kepada Engkau, sampai tidak terkena fitnah itu ". (1)
1.Dirawikan Ittaf Sharah ihya Di sebutkan HAdis ini di
rawikan Bukhari dan Muslim Abu Dawud dan An Nasai dari Aishah
|
Ada yang mengatakan, dajjal itu,
dinamakan "masih"
(penyapu), karena dia menyapukan bumi dengan kekuasaannya. Dan ada yang
mengatakan, karena ia tersapu sebelah
matanya, yakni : hilang penglihatan
dari sebelah matanya.
Adapun tugas dari "tahallul" (mengluarkan diri dari shalat), adalah
tiga :
Pertama : meniatkan dengan kedua salam itu, memberi salam kepada
orang banyak dan kepada para malailat.
Kedua : bahwa menetap sebentar
sesudah salam (1) Begitulah di-perbuat Rasulullah صلى الله عليه
وسلم ., Abu Bakar ra. dan
Umar ra. Lalu imam itu mengerjakan shalat
sunat pada tempat lain. Kalau di belakangnya ada kaum wanita,
maka tidaklah ia bangun sampai kaum wanita itu pergi.
Dalam hadits masyhur, tersebut :
"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم .
tiada duduk sesudah shalat, melainkan sekedar membaca :اللهم
أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
(Allaahumma antas salaamu wa minkas
salaamu tabaarakta yaadzal jalaali wal ikraam). Artinya:"Ya Allah, ya Tuhanku! Engkaulah keselamatan. Dan daripada
Engkaulah keselamatan. Anugerahilah keberkatan, wahai Yang Mempunyai Kebesaran
dan Kemuliaan". (2)
Ketiga : Apabila telah memberi salam,
maka seyogialah menghadapkan muka kepada para ma'mum. Dan dimakruhkan bagi
ma'mum bangun sebelum berpaling imam.
Diriwayatkan dari Thalhah dan Az-Zubair
ra. bahwa keduanya mengerjakan shalat di belakang seorang imam. Tatkala telah
mem-beri salam, lalu keduanya mengatakan kepada imam itu : "Alangkah bagus
dan sempurnanya shalat engkau, kecuali suatu perkara. Yaitu, tatkala engkau
memberi salam, tiada memalingkan muka engkau".
1.Dirawikan Bukhari Dari ummi salamah
2.Dirawikan muslim dari Aisyah
|
Kemudian keduanya mengatakan kepada orang
banyak : "Alangkah bagusnya shalat kamu, kecuali kamu terus pergi sebelum
berpaling imammul".
Kemudian sesudah selesai shalat itu ,
maka imam pergi ke arah mana disukainya, dari jurusan kanannya atau kirinya.
Dan kananlah yang lebih baik!.
Inilah tugas dari shalat-shalat itu.!!!!
Adapun shalat Shubuh, maka ditambahkan padanya bacaan Qunut. Maka imam membacakan :اللهم اهدنا "Allaahummahdinaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah kami), dan tidak : "اللهم اهدني Allaahummahdinii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah aku).
Dan ma'mum, membacakan amin atas do'a
qunut imam. Tetapi waktu sampai kepada :إنك تقضي ولا يقضى عليك "Innaka taqdlii wa laa yuqdlaa
'alaik" (Bahwasanya Engkau yang
menghukum dan tiadalah Engkau yang dihukum), maka tidak layak lah padanya
dibacakan amin, karena itu adalah pujian.
Dari itu, ma'mum membacakannya seperti bacaan imam atau mengucapkan:يقول بلى وأنا على ذلك من الشاهدين "Balaa wa ana 'alaa dzaalika minasy syaahidiin" (Benar, bahwa aku termasuk orang-orang yang
mengakui demikian itu), atau mengucapkan : "Shadaqta wa bararta" (Benar engkau dan berbuat kebajikan engkau).
Dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengan itu.
Diriwayatkan suatu hadits, tentang
mengangkat kedua tangan pada qunut
(1). Apabila hadits itu benar, niscaya disunatkanlah yang demikian. Meskipun
berbeda dengan do'a-do'a yang dibacakan pada akhir tasyahhud. Karena di situ
tidak diangkatkan tangan, tetapi berpegang menurut yang diperoleh daripada Nabi
صلى الله عليه وسلم.
Dan diantara keduanya (do'a qunut dan
do'a akhir tasyahhud), terdapat perbedaan pula. Yaitu : tangan pada tasyahhud,
mempunyai tugas, yakni : diletakkan di atas kedua paha, menurut cara tertentu
dan tak ada tugas bagi kedua tangan itu di sini (pada qunut)
Dari itu, tiada jauh dari kebenaran,
bahwa mengangkatkan kedua tangan, adalah menjadi tugas pada qunut. Karena yang
demikian itu layak dengan do'a.
Wallaahu A'lam! Allah Maha Tahu!!!!!.
Inilah kumpulan adab mengikuti imam dan
menjadi imam di dalam shalat! Kiranya Allah memberikan taufiq!.