Berlebih Kurangnya Manusia Tentang Akalnya
PENJELASAN : Berlebih Kurangnya Manusia Tentang Akalnya.
Sesungguhnya
berbedalah manusia tentang berlebih kurang akalnya. Dan tak ada artinya bekerja
menyalin perkataan orang-orang yang hasilnya sedikit sekali. Akan tetapi, yang
lebih utama dan yang penting, ialah bersegera menegaskan kebenaran.
Kebenaran
yang tegas padanya ialah dikatakan, bahwa berlebih-kurangnya akal itu menempuh
pada empat bahagian, selain bahagian yang kedua. Yaitu ilmu dlaruri tentang
jaiznya barang yang jaiz (1) dan mustahilnya barang yang mustahil. (2)
1.Jaiz= Sesuatu Yang Boleh Jadi Ada , Boleh jadi Tiada
2. Mustahil = Sesuatu yang tak diterima akal , terjadinya
dan adanya
Orang
yang mengetahui bahwa dua adalah lebih banyak dari satu maka dia mengetahui
juga mustahil adanya satu tubuh itu pada dua tempat dan adanya satu benda itu
qadim dan hadits.
Begitu
juga bandingan-bandingan yang lain dan seluruh apa yang dapat diketahui sebagai
pengetahuan yang diyakini tanpa ragu-ragu-
Adapun
yang tiga bahagian lagi, maka berlakulah berlebih kurang-nya akal padanya.
Dan
bahagian yang keempat yaitu, : kerasnya kekuatan mencegah hawa nafsu. Maka
tidaklah tersembunyi, berlebih kurangnya manusia padanya. Bahkan tidaklah
tersembunyi berlebih - kurangnya keadaan seseorang menghadapi hawa nafsunya.
Sekali, berlebih-kurangnya ini ada karena berlebih-kurangnya hawa nafsu. Sebab
orang yang berakal itu kadang-kadang sanggup meninggalkan sebahagian hawa
nafsunya dan tidak sanggup terhadap sebahagian yang lain. Tetapi bukan sehingga
itu saja. Seorang pemuda kadang-kadang lemah dia meninggalkan zina. Dan ketika
bertambah umurnya dan sempuma akalnya, maka sanggup dia meninggalkan zina itu
Ingin
ria (sifat ingin memperlihatkan amal perbuatan kepada orang) dan ingin menjadi
kepala, bertambah kuat dengan bertambah umur. Tidak bertambah lemah. Sebabnya,
mungkin karena berlebih kurangnya ilmu yang memperkenalkan faedah hawa nafsu
ingin ria dan menjadi kepala itu.
Karena
itulah, seorang dokter sanggup mencegah diri dari sebahagian makanan yang mendatangkan
melarat. Dan orang lain yang sama kedudukan akalnya,dengan dokter itu, tidak
sanggup mena-hannya, apabila ia bukan dokter. Meskipun ia berkeyakinan secara
umum, bahwa makanan itu mendatangkan melarat.
Akan
tetapi, apabila pengetahuan dokter itu lebih sempurna, maka takutnyapun lebih
keras. Maka adalah takut itu tentara bagi akal dan alatnya untuk mencegah dan
menghancurkan hawa nafsu.
Demikian
jugalah seorang alim itu lebih sanggup meninggalkan perbuatan ma'siat dari
seorang bodoh. Karena kekuatan ilmu pengetahuannya dengan melaratnya perbuatan
ma'siat itu. Yang saya maksudkan ialah orang berilmu yang sebenar-benarnya,
bukan orang-orang yang bersyurban besar yang pandai bermain sandiwara.
Kalau
berlebih-kurang itu dari segi hawa nafsu, niscaya tidak kembali kepada
berlebih'kurangnya akal. Dan kalau dari segi ilmu, maka yang semacam ini, dari
ilmu itu kita nam akan juga akal Karena ilmu pengetahuan itu menguatkan
gharizah akal. Maka adalah berlebih kurang itu menurut nama yang diberikan. Dan
kadang-kadang berlebih-kurang itu semata-mata pada gharizah akal, maka apahila
gharizah akal itu kuat, maka sudah pasti pencegahannya terhadap hawa nafsu
adalah lebih keras.
Adapun
bahagian yang ketiga yaitu ilmu pengalaman, maka berlebih-kurang manusia
padanya itu tidak dapat dibantah. Karena manusia itu berlebih kurang dengan
banyaknya yang betul yang dikerjakannya dan tentang cepatnya mengetahui
sesuatu, adakalanya karena berlebih-kurang tentang gharizah dan adakalanya
menge-nai pengalaman kerja.
Adapun
yang pertama tadi yakni gharizah, maka berlebih-kurang-nya, tak ada jalan untuk
membantahnya. Karena akal itu adalah seumpama nur yang terbit pada jiwa dan
terangnya akanmuncul. Titik pertama dari terbitnya nur tadi ialah ketika umur
tamyiz (ketika anak itu sudah dapat membedakan antara untung dan rugi).
Kemudian nur itu senantiasalah bertumbuh dan bertambah dengan pelan-pelan yang
tidak kentara. Sehingga sempurnalah dia ketika umur sudah mendekati empat puluh
tahun.
Nur
tadi adalah seumpama cahaya subuh. Mula-mula sangat tersembunyi, sukar
diketahui. Kemudian dari sedikit ke sedikit bertambah, sehingga sempurnalah
dengan terbit bundaran matahari.
Berlebih-kurangnya
nur mata hati adalah seperti berlebih-kurang-nya sinar mata kepala. Perbedaan
itu dapat diketahui antara orang kero dan orang yang berpandangan tajam. Bahkan
sunnatullah (kata orang kebanyakan - kemauan alam) berlaku pada sekalian
makhlukNya, dengan beransur-ansur (tidak sekaligus) pada penga-daan. Hatta
gharizah syahwat pun tidak timbul pada anak-anak ketika baligh sekaligus dan
dengan tiba-tiba. Tetapi tumbuh sedikit demi sedikit, secara beransur-ansur.
Begitu
pulalah segala kekuatan dan sifat. Orang yang membantah berlebih-kurangnya
manusia pada gharizah ini, adalah seolah-olah dia sendiri telah terlepas dari
ikatan akal.
Barangsiapa
menyangka bahwa akal Nabi saw. adalah seperti akal seseorang dari orang hitam
dan orang Arab bodoh, maka orang itu lebih jahat dirinya dari siapa-pun dari
orang-orang hitam itu.
Bagaimanakah
dapat memungkiri berlebih - kurangnya gharizah akal itu? Kalau tidaklah
berlebih-kurang, maka tidaklah manusia itu berbeda-beda pada pemahaman ilmu
pengetahuan. Dan tidaklah manusia itu terbagi-bagi kepada orang bodoh yang
tidak dapat memahami sesuatu selain sesudah payah guru pengajarinya. Dan kepada
orang pintar yang dapat memahami dengan sedikit tunjuk dan isyarat saja. Dan
kepada orang sempurna (kamil) yang timbul dari dirinya hakikat segala sesuatu
tanpa diajarkan, seperti firman Allah Ta'ala :
يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ
(Yakaadi'
zaituhaa yudlii-u walau lam tamsashu naarun, nuurun 'alaa nuur).
Artinya
:"Hampir minyaknya meiaancarkan cahaya (sendirinya), biarpun tidak
disinggung api. Cahaya berlapis cahaya ".( An-Nur, ayat 35).
Yang
demikian itu adalah seperti nabi-nabi as. Karena jelas bagi mereka dalam
bathinnya hal-hal yang sulit tanpa belajar dan mendengar yang dinamakan
"ilham".
Hal
yang seperti demikian, dijelaskan oleh Nabi saw. dengan sabdanya :
إن روح
القدس نفث في روعي أحبب من أحببت فإنك مفارقه وعش ما شئت فإنك ميت واعمل ما شئت
فإنك مجزي به
(Inna
ruuhal qudusi nafatsa fii rau'ii ahbib man ahbabta fainnaka mufaariquhu, wa
'isy- maa syi'ta fainnaka mayyitun wa'mal maa syi'ta fainnaka majziyyun bih).
Artinya
:"Bahwa ruh suci itu mengilhami dalam hatiku : Sayangilah siapa yang
engkau sayangi, sesungguhnya engkau akan berpisah dengan dia! Hiduplah
bagaimana yang engkau kehendaki, sesungguhnya engkau akan mati! Berbuatlah apa
yang engkau kehendaki, sesungguhnya engkau akan dibalasi dengan amal perbuatan
itu " (1)
1. Dirawikan As Syirari dari sahl bin saad Dan At Thabrani
Dari Ali , keduanya Dla'if
Cara
ini dari ajaran malaikat kepada nabi-nabi as. itu, berlainan dengan wahyu yang
jelas. Yaitu mendengar suara dengan pancaindera dari telinga dan melihat
malaikat dengan pancaindera dari mata.
Karena
itulah diterangkan dari hal ini, dengan pengilhaman ke dalam hati. Dan
tingkatan wahyu itu banyak, Membicarakannya tidak layak dalam ilmu muamalah.
Karena dia itu sebahagian dari ilmu mukasyafah.
Janganlah
disangka bahwa dengan mengenai tingkatan-tingkatan wahyu itu, membawa kita
kepada derajat wahyu, Karena tidak jauh perbedaannya dengan seorang dokter yang
mengajari orang sakit, tingkatan-tingkatan kesehatan dan seorang 'alim yang
mengajari orang fasiq, tingkatan-tingkatan keadilan, meskipun dia sendiri
kosong daripadanya.
Maka
ilmu itu satu hal dan adanya yang diketahui itu satu hal pula. Maka tidaklah
tiap orang yang mengetahui tentang kenabian dan kewalian, lalu dia itu nabi dan
wali. Dan tidak pula setiap orang yang mengenai taqwa, dan wara' sampai kepada
yang sekecil-kecilnya, lalu dia itu seorang yang taqwa.
Dan
terbaginya manusia itu kepada orang yang menyadari dari dirinya sendiri dan
mengerti, orang yang tidak mengerti melainkan dengan disadarkan dan diajarkan
dan orang yang tak ada gunanya diajarkan dan juga disadarkan, adalah seperti
terbaginya tanah : ada yang terkumpul padanya air, lalu kuat. Maka dapat
memancarkan beberapa mata air. Ada yang memerlukan kepada penggalian supaya
keluar air ke parit-parit. Dan ada pula yang tidak berguna sama sekali digali,
yaitu tanah kering yang tidak mengandung air. Dan yang demikian itu, karena
berbeda zat tanah mengenai sifat-sifatnya.
Maka
seperti itu pulalah perbedaan jiwa dalam gharizah akal.
Berlebih
- kurangnya akal menurut yang dinukilkan dari agama, dibuktikan oleh riwayat
bahwa Abdullah bin Salam ra. bertanya kepada Nabi saw. dalam suatu pembicaraan
yang panjang. Di mana pada akhirnya Nabi saw. menyifatkan kebesaran 'Arasy dan
para malaikat bertanya kepada Tuhan : "Hai Tuhan kami'. Adakah Engkau
menjadikan sesuatu yang lebih besar dari 'Arasy?".
Maka menjawab Tuhan :
"Ada, yaitu akal!".
Bertanya
malaikat lagi: "Sampai di mana batas kebesarannya?".
Menjawab
Tuhan : "Tidak dapat dihinggakan dengan suatu ilmu pengetahuan. Adakah
bagimu pengetahuan tentang bilangan pasir?".
Menjawab
malaikat itu : "Tidak".
Maka berfirman Allah Ta'ala : قال
الله عز وجل فإني خلقت العقل أصنافا شتى كعدد الرمل فمن الناس من أعطى حبة ومنهم
من أعطى حبتين ومنهم من أعطى الثلاث والأربع ومنهم من أعطى فرقا ومنهم من أعطى
وسقا ومنهم من أعطى أكثر من ذلك"Sesungguhnya
Aku menjadikan akal itu bermacam-macam, seperti bilangan pasir. Sebahagian
manusia ada yang diberikan sebiji. Sebahagian ada yang diberikan dua biji, ada
yang tiga biji dan empat biji. Diantara mereka ada yang diberikan secupak, ada
yang segantang dan ada pula diantara mereka yang diberikan lebih banyak dari
itu". (1.Dirawikan Ibnul Mahbar dari Anas dengan telengkapnya dan At-Tirmldzi dengan diringkaskan)
Jikalau
anda bertanya, mengapa beberapa golongan dari kaum shufi mencela akal dan apa
yang dipahami oleh akal?.
Mengenai
dengan celaan itu, ketahuilah bahwa sebabnya, ialah karena manusia membawa nama
akal dan apa yang dipahami oleh akal itu, kepada pertengkaran dan perdebatan
tentang soal-soal yang bertentangan dan main mutlak-mutlakan. Yaitu membuat
ilmu kalam.
Maka
kaum shufi itu tidak sanggup menetapkan dengan dalil-dalil dari mereka sendiri
bahwa anda telah bersalah memberi nama itu. Karena cara yang demikian itu tidak
terhapus begitu saja dari hati kaum shufi sesudah demikian berkembang pada
mulut orang banyak dan melekat pada hati. Lalu kaum shufi itu mencela akal dan
apa yang dipahami oleh akal. Yaitu akal yang dinamakan dengan demikian pada
mereka.
Adapun
nur mata hati yang tersembunyi yang dengan nur itu dikenal Allah Ta'ala dan
kebenaran rasul-rasulNya, maka bagaimanakah tergambar mencelanya? Sedangkan
Allah Ta'ala memberi pujian kepadanya? Kalau dicela, maka apalagi sesudah itu
yang dapat dipuji?.
1 Dirawikan Ibnul Mahbar dari Anas dengan telengkapnya dan
At-Tirmldzi dengan dirlngkaskan.
Kalau
yang dipuji itu agama, maka dengan apa diketahui kebenaran agama itu? Kalau
diketahui dengan akal yang dicela, yang tak dapat dipercayai itu, maka adalah
agama itu tercela pula. Dan janganlah terpengaruh dengan orang yang mengatakan
bahwa agama itu diketahui dengan 'ainul-yaqin dan nurul-iman, tidak dengan
akal.
Sesungguhnya
kami maksudkan dengan akal itu, ialah apa yang dimaksudkan dengan 'ainul-yaqin
dan nurul-iman tadi. Yaitu sifat bathiniah yang membedakan manusia dari hewan.
Sehingga manusia itu dapat mengetahui hakikat segala sesuatu dengan sifat
bathiniah tersebut.
Kebanyakan
kesalahan itu berkembang dari kebodohan orang-orang yang mencari kebenaran dari
kata-kata saja. Maka tersalahlah mereka dalam kata-kata itu, karena kesalahan
istilah manusia pada kata-kata itu.
Sekedar
ini mencukupilah mengenai penjelasan akal itu! Wallaahu a'lam.
Allah
Yang Maha Tahu!.
Telah
sempurnalah KITAB ILMU dengan pujian dan nikmat Allah Ta'ala.
Rahmat
Allah kepada penghulu kita Muhammad dan kepada tiap-tiap hambaNya yang pilihan
dari penduduk bumi dan langit, di mana akan disambung dengan
KITAB
QAWA'IDIL-'AQAID insya Allah Ta'ala.
والحمد لله وحده أولا وآخرا
327