RUKUN KEEMPAT : Mengenai segala yang didengar (sam'iyyat)
RUKUN KEEMPAT : Mengenai segala yang didengar (sam'iyyat) dan membenarkan
Nabi saw. tentang apa yang dika-barkannya. Dan berkisar atas sepuluh pokok.
Pokok
Pertama: kebangkitan dan
pengumpulan di hari mahsyar (1). Telah datang Agama memperdengarkan keduanya.
Dan'itu adalah benar serta wajib membenarkannya. Karena menurut akal itu
mungkin.
Arti
dari kebangkitan itu, ialah pengembalian hidup setelah di-fana-kan (ifnaa').
Yang demikian adalah atas qudrah Allah seperti pada permulaan kejadian.
Berfirman Allah Ta'ala :
.وَضَرَبَ
لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا
أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
(Qaala
man yuhyil 'idhaama wa hiya ramiimun. Qul yuhyiihalladzii ansya-ahaa aw wal a
man ah). Artinya : "Katanya : Siapa yang akan dapat menghidupkan
tulang-tulang yang telah hancur luluh? Katakanlah : Yang menghidup-kannya,
ialah yang menjadikannya pertama kali". (S. Ya Sin, ayat 78 dan 79).
Maka
Allah Ta'ala memberi dalil dengan permulaan kepada pengembalian itu. Dan
berfirman Allah Ta'ala :
مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا
كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ
(Maakhalqukum
wa laa ba'tsukum illaa kanafsin waahidah).Artinya : " Menciptakan dan
membangkitkan kamu itu dari kubur hanyalah sebagai menciptakan seorang diri
saja " . (S. Luqman, ayat 28).
1.Hadits mengenai hai ini, dirawikan Al-Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Abbas.
Jadi,
pengembalian itu adalah permulaan kedua. Maka itu adalah mungkin seperti
permulalan pertama.
Pokok
Kedua : pertanyaan
dari malaikat Munkar dan Nakir
Telah
datang beberapa hadits memperdengarkannya. Maka wajiblah membenarkannya, karena
itu adalah mungkin. Karena tiada yang meminta untuk itu, selain pengembalian
hidup kepada beberapa suku badan untuk dapat memahami pertanyaan yang
dimajukan.
Hal
itu dengan sendirinya mungkin dan tidak dapat dibantah oleh apa yang kelihatan
bahwa anggota tubuh mayat itu tetap saja dan kita tidak mendengar pertanyaan
itu.Orang tidur pun pada dhahirnya tetap saja dan mengetahui dengan bathinnya
kesakitan dan kelezatan akan apa yang dirasainya dengan kesannya ketika
terbangun.
Adalah
Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendengar kalam Jibril as. dan melihatnya sedang orang-orang
dikeliling Rasul صلى الله عليه وسلم tidak mendengar dan melihatnya. Dan mereka tiada mengetahui
sesuatu daripada ilmuNya selain dengan apa yang dikehendakiNya (1)
Apabila
Tuhan tidak menjadikan pendengaran dan penglihatan kepada mereka, niscaya
tidaklah mereka mengetahuinya.
Pokok Ketiga : 'azab kubur. Telah datanglah Agama
memperdengarkannya.
Berfirman
Allah Ta'ala :
فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا
مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ
(Annaaru
yu'radluuna 'alaihaa ghuduwwan wa 'asyiy-yan wa yauma taquumus-saa'atu,
adkhiluu aala fir'auna asyaddal 'adzaab).Artinya : "Api neraka, mereka
dibawa ke sana pagi dan petang dan pada hari qiamat (dikatakan) : Masukkanlah
kaum Fir'aun itu ke dalam siksaan yang sangat keras! ".(S. Al-Mu'min, ayat
46).
Dan
telah terkenal dari Rasulullah sawصلى الله عليه وسلم dan
salaf yang salih, di mana mereka berlindung dengan Allah daripada 'azab kubur.
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah .
Azab
kubur itu adalah mungkin. Maka wajiblah membenarkannya, Dan tidak menjadi
halangan daripada membenarkannya oleh bercerai-berainya anggota tubuh mayat di
dalam perut binatang buas dan tembolok burung. Sebab yang memperoleh kepedihan
'azab dari hewan itu, ialah bahagian-bahagian tertentu, yang ditaqdirkan oleh
Allah Ta'ala kepada mengembalikan dapatnya 'azab itu kepadanya.
Pokok Keempat:
neraca amal (mizan atau timbangan). Adalah timbangan amal itu benar. Berfirman
Allah Ta'ala :
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ
لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ
(Wa
nadla'ul mawaaziinal qistha liyaumil qiyaamah).Artinya : "Dan pada
hari qiamat (kebangunan) itu, Kami tegakkan neraca yang betul". (S.
Al-Anbia ayat 47).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا
يَظْلِمُونَ
(Faman
tsakulat mawaaziinuhuu fa-ulaa-ika humul muflihuun. Wa man khaffat
mawaaziinuhuu fa-uIaa-ikalladziina khasiruu anfusahum bimaa kaanuu
bi-aayaatinaa yadhlimuun).Artinya :"Maka barangsiapa yang berat timbangan
(kebaikannya), itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ringan
timbangan (kebaikannya), itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
disebabkan mereka tidak mempercayai keterangan-keterangan Kami" (S.
Al-A'raaf, ayat 8 - 9).Caranya, ialah bahwa Allah Ta'ala menjadikan di dalam
lembaran amal perbuatan, timbangan menurut derajat amal itu pada sisi Allah.
Maka jadilah kadar segala amal perbuatan itu diketahui oleh hamba itu. Sehingga
teranglah kepada mereka keadilan Tuhan, tentang penyiksaan atau kelimpahan
kema'afan dan pergandaan pahala.
Pokok Kelima : titian (shirath). Yaitu jembatan yang memanjang di atas
neraka jahannam, lebih halus daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang.
Berfirman
Allah Ta'ala :
فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ
الْجَحِيمِ
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ
(Fahduuhum
ilaa shiraathil jahiim. Waqifuuhum innahum mas-uu-luun).Artinya : "Maka
tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka! Dan suruhlah mereka berhenti
(berdiri), karena sesungguhnya mereka akan ditanyai". (S. Ash-Shaffat,
ayat 23 – 24). Titian itu adalah suatu yang mungkin, maka wajiblah
membenarkannya. Karena yang kuasa menerbangkan burung di udara, niscaya kuasa
pula menjalankan manusia di atas titian itu.
Pokok
Keenam : bahwa sorga dan
neraka adalah makhluk Tuhan. Berfirman Allah Ta'ala :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
(Wa
saari'uu ilaa maghfiratin min rabbikum wa jannatin 'ardluhas-samaawaatu
wal-ardlu u-iddat lil-muttaqiin). Artinya
: "Dan cepatlah menuju keampunan Tuhan dan memasuki sorga, yang lebamya
seperti langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang memelihara dirinya
(dari kejahatan)". (S. Ali Imran, ayat 133).
Dan
tidak dikatakan, bahwa tak ada faedahnya dijadikan sorga dan neraka itu sebelum
hari pembalasan (hari akhirat). Karena Allah Ta'ala tidak ditanyakan daripada
perbuatanNya, sedang mereka (manusia) ditanyakan.
Pokok Ketujuh :
bahwa imam yang benar sesudah Rasulullah صلى الله عليه وسلم ialah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian
Usman, kemudian 'Ali ra. Dan tak adalah sekali-kali ketentuan dari Rasulullah صلى
الله عليه وسلم
kepada seseorang imam saja. Karena jikalau ada, niscaya adalah yang seorang itu
lebih jelas orangnya, yang ditegakkan oleh kesatuan wali-wali negeri dan
panglima-panglima tentara di dalam negeri.
Dan
tidak tersembunyilah yang demikian! Bagaimanakah tersembunyi ini? Dan kalau
tidak tersembunyi, maka bagaimanakah terbenam saja, sehingga tak ada berita
kepada kita?.Abu Bakar pun, tidaklah dia menjadi imam, melainkan dengan
pemilihan dan bai'ah (janji kesetiaan daripada rakyat).
Kalau
diumpamakan ada ketentuan daripada Nabi صلى الله عليه وسلم saw.
kepada yang lain-daripada Abu Bakar, maka itu kalau ditujukan kepada shahabat
seluruhnya, adalah suatu penantangan kepada Rasulullah صلى الله عليه
وسلم. dan pengoyakan
bagi ijma'.
Cara
yang demikian, tak ada yang berani melakukan selain dari pada golongan Rafidli
(golongan yang menolak semua imam, khalifah dari Nabi. Sedang menurut i'tiqad
Ahlussunnah, ialah membersihkan sekalian shahabat daripada tuduhan-tuduhan dan
memujikan keikhlasan mereka, sebagaimana dipuji oleh Allah dan RasulNya صلى الله عليه وسلم
Dan
apa yang berlaku diantara Mu'awiah dan 'Ali, adalah berdasarkan kepada pendapat
masing-masing. Bukan perebutan daripada Mu'awiah mengenai pangkat keimaman
(khilafat). Karena menurut sangkaan 'Ali ra., bahwapenyerahan pembunuh-pembunuh
Usman, di mana mereka mempunyai banyak keluarga dan hubungan rapat dengan
ketentaraan, tentulah pada permulaannya akan membawa kepada kegoncangan urusan
keimaman. Dari itu 'Ali berpendapat bahwa mengundurkan penyerahan itu adalah
lebih tepat. Tetapi menurut sangkaan Mu'awiah bahwa pengunduran urusan
pembunuh-pembunuh itu serta demikian besar penganiayaan yang dilaku-kan mereka,
adalah mengakibatkan suatu tamparan kepada pemuka-pemuka ummat dan membiarkan
darah tertumpah begitu saja.
Berkata
ulama-ulama kenamaan,
bahwa tiap-tiap orang yang ber-ijtihad (mengeluarkan pendapat), adalah benar.
Dan berkata segolongan lagi : yang benar itu satu. Dan tidak adalah orang-orang
yang mengharapkan hasil yang baik, menyalahkan 'Ali sekali-kali.
Pokok
Kedelapan : bahwa
kelebihan para shahabat itu adalah menurut nama urutan mereka dalam memegang
pimpinan khilafah. Karena hakikat kelebihan itu ialah kelebihan pada sisi Allah
'Azza wa Jalla. Dan itu tidak ada yang melihatnya selain Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Telah
datang banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung pujian kepada mereka
itu sekalian. Sesungguhnya yang mengetahui kelebihan yang halus-halus dan
susunan dari kelebihan itu, ialah mereka yang menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Qur'an
dengan pertanda-pertanda keadaan dan perincian yang meneliti. Jikalau tidaklah
mereka memahami yang demikian, maka tidaklah mereka menyusun urutan seperti
itu. Karena mereka tidaklah ditimpakan dengan cacian orang yang mencaci tentang
Allah dan tidaklah mereka diselewengkan oleh penyeleweng dari kebenaran.
Pokok Kesembilan : bahwa syarat-syarat untuk menjadi imam, sesudah Islam dan
taklif (dewasa dan berakal), adalah lima : laki-laki, wara', ilmu, kesanggupan
dan suku Quraisy, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
الأئمة من قريش
(Al-a-immatu
min Quraisy)Artinya : "Imam-imam itu dari Quraisy". (1)
Apabila
terdapat beberapa orang yang mempunyai sifat-sifat yang tersebut tadi, maka
yang menjadi imam ialah orang yang mendapat kepercayaan dan kesetiaan (bai'ah)
dari jumlah terbanyak dari penduduk. Dan orang yang menentang keputusan orang
terbanyak itu, adalah pendurhaka, harus dikembalikan sampai tunduk kepada
kebenaran.
Pokok Kesepuluh : bahwa jikalau sukarlah terdapat wara' dan ilmu mengenai
orang yang akan memegang jabatan imam itu, sedang untuk menolaknya menimbulkan
kekacauan yang sukar diatasi, maka kita putuskan dengan syahnya, ia menjadi
imam. Karena kita, diantara menimbulkan kekacauan dengan menggantikannya itu,
maka kemelaratan yang dihadapi kaum muslim in, adalah lebih banyak dari
kekurangan yang timbul lantaran kekurangan syarat-syarat yang ditetapkan untuk
bertambahnya kemuslihatan itu. Maka tidaklah dibongkar pokok kemuslihatan
lantaran mengharap kelebihan-kelebihan yang datang dari kemuslihatan itu.
Seumpama orang yang membangun istana lalu membongkar kota. Dan diantara kita
menetapkan dengan kekosongan negeri tidak ada imam dan dengan kerusakan hukum.
Dan itu adalah mustahil.
1.Dirawikan Dari Annasa'i dari Anas Dari Alhakim dari Ibnu
Umar
Kita
menetapkan dengan berjalannya hukum orang-orang pendurhaka di dalam negerinya,
karena dipandang perlunya, Maka bagaimana pula kita tidak menetapkan dengan
syah menjadi imam ketika hajat dan diperlukan?.
Maka
empat rukun ini yang mengandung empat puluh pokok itu, adalah qaidah-qaidah
'aqidah. Maka orang yang mempercayainya adalah dia bersesuaian dengan ahlissunnah
dan berlainan dari ahli bid'ah.
Kiranya
Allah meluruskan perjalanan kita dengan taufiqNya dan menunjukkan kita kepada
kebenaran dan meyakini kebenaran itu, dengan nikmat, keluasan, kemurahan dan
kumiaNya.
Rahmat
Allah kepada penghulu kita Muhammad, kepada keluarga-nya dan tiap-tiap hambaNya
yang pilihan.