Keajaiban Hati ( Sambungan 1)


PENJELASAN: tentang bisikan hati, cita-citanya, segala yang terguris padanya dan maksud-maksudnya, yang disiksakan seorang hamba dengan yang tersebut itu dan apa yang dima'afkan, tiada disiksakan dengan yang demikian.


Ketahuilah kiranya, bahwa ini adalah hai yang tersembunyi, yang me­merlukan kepada penguraian. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang bertentangan, telah membentangkannya, yang meragukan jalan untuk mengumpulkannya. Kecuali pada ulama-ulama yang ahli tentang syari'at. Telah diriwayatkan daripada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ., bahwa beliau bersabda:-
عن أمتي ما حدثت به نفوسها ما لم تتكلم به أو تعمل به
'(Ufia 'an ummatii maa haddatsat bihii nufuusuhaa maa lam tatakallam bihi au ta'mal bihi).Artinya: "Dima'afkan daripada ummatku, apa yang dibisikkan oleh hati­nya, bila tidak dikatakannya atau dikerjakannya". (1).

Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:-

إن الله تعالى يقول للحفظة إذا هم عبدي بسيئة فلا تكتبوها فإن عملها فاكتبوها سيئة وإذا هم بحسنة لم يعملها فاكتبوها حسنة فإن عملها فاكتبوها عشرا
(Inna'llaaha Ta'aalaa yaquulu lil-hafadhah: Idzaa hamma 'abdi bi sayyi- atin falaa taktubuuhaa. Fa in 'amilahaa faktubuuhaa sayyiatan. Wa idzaa hamma bihasanatin lam ya'malhaa faktubuuhaa hasanatan. Fa in 'amila­haa faktubuuhaa 'asyran).Artinya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman kepada para malaikat penjaga: "Apabila hambaKu bercita-cita perbuatan keji, maka janganlah kamu tuliskan! Kalau dikerjakannya, maka tulislah satu kekejian! Apabila ia bercita-cita perbuatan baik yang tidak dikerjakannya, maka tulislah satu kebaikan! Dan kalau dikerjakannya, maka tulislah sepuluh kebaikan". (2).Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam "Shahih"nya.


Dan itu adalah dalil tentang dima'afkan pekerjaan dan cita-cita hati akan perbuatan keji. Daffpada kata-kata yang lain dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . tersebut, yang artinya: "Orang yang bercita-cita perbuatan baik, lalu tidak dikerjakannya, maka dituliskan suatu kebaikan baginya. Dan orang yang bercita-cita suatu perbuatan baik, lalu dikerjakannya, maka dituliskan baginya tujuhratus gandanya. Dan orang yang bercita-cita perbuatan ke­ji, lalu tidak dikerjakannya, maka tidak dituliskan. Dan kalau dikerja­kannya, maka dituliskan".


Dan pada kata-kata yang lain dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . tersebut, yang artinya: "Apabila seseorang berkata akan mengerjakan suatu pekerjaan keji, maka aku akan mengampunkannya selama tidak dikerjakannya". Semua yang tersebut tadi menunjukkan kepada pema'afan. Adapun yang menunjukkan kepada penyiksaan, ialah firman Allah Sub- hanahu wa Ta'ala:-
وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه يحاسبكم به الله فيغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء
(Wa in tubduu maa fii anfusikum au tukhfuuhu yuhaasibkum bihil-laah,fa yakhfiru li man yasyaa-u wa yu'adz-dzibu man yasyaa ).Artinya: "Sekiranya kamu terangkan apa yang dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga. Allah mengampuni orang yang dikehendakiNya dan menyiksa orang yang dike- hendakiNya". - S. Al-Baqarah, ayat 284.

1. Hadits ini disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abi Hurairah.
2. Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab "SHAHIH" nya ma­sing-masing.
1001

Dan firman Allah Ta'ala:-
ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا
(Wa laa taq fu maa laisa laka bihi 'ilmun, in-nas-sam'a wal-bashara wal- fua-da kullu ulaa-ika kaana 'anhu mas-uu-laa).Artinya: "Dan janganlah engkau turut apa yang tidak engkau ketahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan mene- rima pertanyaan". - S. Al-Ista', ayat 36
Firman itu menunjukkan, bahwa perbuatan hati adalah seperti perbuat­an pendengaran dan penglihatan. Tidak dima'afkan. Allah Ta'ala berfirman:-
وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
(Wa laa taktumusy-syahaadata, wa man yaktumhaa fa-in-nahuu aatsimun qalbuh).Artinya: "Dan janganlah menyembunyikan kesaksian! Siapa yang me- nyembunyikan kesaksiannya itu, sesungguhnya hatinya berdosa". - S. AI-Baqarah, ayat 283.


Dan firman Allah Ta'ala:-
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ
(Laa yuaakhidzu-kumul-laahu bil-laghwi fii ai-maanikum, wa laa-kin yu- aakhidzukum bimaa kasabat quluubukum).Artinya: "Allah tidak mengadakan tuntutan-kewajiban-karena sumpahmu yang tidak disengaja. Tetapi Ia mengadakan tuntutan-kewajiban ter­hadap apa yang dikerjakan hatimu", — S. Al-Baqarah, ayat 225. Sebenarnya pada kami tentang persoalan ini, tidak dapat dipahami, sebelum diliputi dengan uraian pekerjaan hati, dari permulaan lahirnya sampai kepada lahirnya perbuatan pada anggota badan. Maka sekarang kami terangkan, bahwa:


Yang pertama datang pada hati, ialah: gurisan, sebagaimana-umpamanya - terguris pada hati seseorang, rupa seorang wanita. Dan wanita itu di-belakangnya dijalan. Jikalau ia berpaling kepadanya, niscaya.dilihatnya. Yang ked.ua, berkobar-kobar keinginan melihat. Dan itu, adalah gerakan nafsu-syahwat yang menjadi sifat manusia. Dan ini terjadi dari gurisan

1002

yang pertama itu. Dan kami namakan: kecenderungan tabiat. Dan yang pertama tadi, dinamakan: kata hati (haditsun-nafsi). Yang ketiga, keputusan hati, bahwa seyogialah itu dikerjakan. Artinya: seyogialah bahwa ia akan memandang wanita itu. Karena tabiat (karak ter manusia) apabila cenderung kepada sesuatu, niscaya kemauan dan niat itu tidak bergerak, sebelum segala penghalang tersingkirkan. Ka- dang-kadang ia dicegah oleh malu atau takut menoleh. Dan tidak adanya penghalang-penghalang itu, kadang-kadang dengan perhatian. Yaitu, pada umumnya itu suatu ketetapan dari pihak akal. Dan ini dinamakan: tekad (keyakinan). Dan tekad itu mengikuti gurisan dan kecenderungan hati.


Dan yang keempat, keputusan azam (cita-cita) untuk 'menoleh kepada wanita tersebut dan keyakinan niat hati pada yang demikian. Dan inilah yang kami namakan: cita-cita, niat dan maksud mengerjakannya. Cita-cita itu kadang-kadang mempunyai dasar yang lemah. Tetapi apabi­la hati mendengar kepada gurisan yang pertama, sehingga panjang pena- rikannya kepada jiwa, niscaya cita-cita itu menjadi kuat. Dan menjadi kemauan yang diyakini. Apabila kemauan telah diyakini, kadang-kadang timbul penyesalan sesudah keyakinan itu. Lalu ditinggalkan mengerja­kannya. Dan kadang-kadang lupa disebabkan oleh sesuatu penghalang. Lalu tidak dikerjakan dan tidak menoleh kepadanya. Dan kadang-ka­dang dicegah oleh sesuatu pencegah, lalu sulit mengerjakannya. Maka disini ada empat hal bagi hati, sebelum dikerjakan dengan anggota badan. Yaitu: gurisan. ya'ni: kata hati. Kemudian: kecenderungan, kemudian: tekad, kemudian: cita-cita. Maka kami jelaskan, bahwa guris­an. itu, tidak dikenakan tuntutan. Karena ia tidak termasuk dalam ikhtiar (pilihan atau usaha). Begitu pula: kecendorongan dan berkobarnya nafsu syahwat. Keduanya tidak juga termasuk dalam ikhtiar. Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .: "Dima'afkan daripada ummatku, apa yang dibisikkan oleh hatinya".


Maka kata-hati itu, merupakan gurisan-gurisan yang membisik dalam ha­ti (jiwa). Dan tidak diikuti oleh cita-cita mengerjakannya. Adapun cita- cita dan azam, maka tidak dinamakan: kata-hati. Akan tetapi kata-hati, adalah sebagaimana diriwayatkan dari 'Usman bin Madl'un, dimana ia mengatakan kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .: "Wahai Rasulu'llah! Hatiku mengata­kan kepadaku, supaya aku ceraikan Khaulah".

Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menja­wab: "Hati-hati! Sesungguhnya, diantara sunnahku, ialah: kawin (nikah)".

'Usman bin Madh'un berkata lagi: "Hatiku mengatakan kepadaku, supaya aku potong alat nafsu-syahwatku". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menjawab: "Hati-hati! Memutuskan alat nafsu-syahwat umatku, ialah membiasakan berpuasa". 'Usman bin Madh'un berkata pula: "Hatiku mengatakan kepadaku, supa­ya aku menjadi padri". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menjawab: "Hati-hati! Kepadrian ummatku, ialah jihad dan hajji".

1003

'Usman bin Madh'un berkata lagi: "Hatiku mengatakan kepadaku, supa ya aku meninggalkan makan daging". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menjawab: "Hati-hati! Sesungguhnya aku menyukai daging. Jikalau aku memperolehnya, nisca­ya aku makan. Dan jikalau aku minta pada Allah, niscaya diberikanNya kepadaku" (1).


Semua gurisan ini yang tidak disertai oleh azam mengerjakannya, ada­lah: kata-hati (haditsun-nafsi). Dan karena itulah 'Usman bin Madh'un bermusyawarah dengan Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Karena tidak ada padanya azam dan cita-cita dengan perbuatan itu.


Adapun yang ketiga, yaitu: tekad dan keputusan hati, bahwa seyogianya ia mengerjakannya, maka ini adalah keragu-raguan (taraddud), diantara terpaksa atau dengan pilihan (ikhtiar) mengerjakannya. Dan keadaan berbeda-beda padanya. Yang ikhtiar (dengan pilihan dan kemauan sen­diri) dilakukan tuntutan. Dan yang idltirari (yang terpaksa dikerjakan), ti­dak dilakukan tuntutan.


Adapun yang keempat, yaitu: cita-cita mengerjakannya, maka dilakukan tuntutan. Kecuali, kalau tidak dikerjakannya, maka itu diperhatikan. Kalau ditinggalkannya karena takut kepada Allah Ta'ala dan menyesal diatas cita-citanya itu, niscaya dituliskan untuknya suatu kebaikan. Kare­na cita-citanya itu keji. Dan pencegahan diri dan mujahadahnya akan hawa-nafsunya itu, suatu kebaikan. Dan cita-cita yang sesuai dengan tabiat itu, termasuk diantara yang menunjukkan kepada sempurnanya kelalaian kepada Allah Ta'ala. Dan mencegah diri dengan mujahadah itu menyalahi tabiat (keinginan hawa-nafsu), yang memerlukan kepada ke- kuatan besar. Maka kesungguhannya menyalahi tabiat itu, adalah amalan karena Allah Ta'ala. Dan amalan karena Allah Ta'ala itu, lebih berat daripada kesungguhannya menyetujui setan dengan menyetujui tabiat (keinginan hawa-nafsu) itu. Lalu dituliskan suatu kebaikan bagi nya. Karena ia menguatkan kesungguhannya mencegah diri dan cita-cita- nya yang tersebut, daripada cita-citanya mengerjakan perbuatan itu. Kalau ia tercegah dari perbuatan itu disebabkan oleh sesuatu pencegah atau ditinggalkanya disebabkan sesuatu halangan, bukan karena takut kepada Allah Ta'ala, niscaya dituliskan suatu kekejian kepadanya. Kare­na cita-citanya itu merupakan suatu perbuatan ikhtiari dari hati. Alasan atas uraian ini, ialah apa yang diriwayatkan dalam kitab "Sha hih", yang terurai pada kata-kata hadits. 

(1). Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ali bin Zaid, dari Sa'id bin Al—Musayyab, selaku hadits mursal
1004
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:-
قالت الملائكة عليهم السلام رب ذاك عبدك يريد أن يعمل سيئة وهو أبصر به فقال
ارقبوه فإن هو عملها فاكتبوها له بمثلها وإن تركها فاكتبوها له حسنة إنما تركها من جرائي
Qaalatil-malaaikatu 'alaihimus-salaam: "Rabbii! Dzaaka 'abduka yuriidu an ya'mala sayyiatan wa h,uwa absharu bihi. Fa qaala rqubuu- hu!". Fa in huwa 'amilahaa, faktubiiuhaa lahu bimitslihaa. Wa in taraka- haa, faktubuuhaa lahu hasanatan. iAji amaa tarakahaa min jarraa-ii".
Artinya: "Para malaikat a.s. itu berkata: "Wahai Tuhanku! Orang itu hambaMu, yang bermaksud berbuat kekejian, sedang ia lebih melihatnya". Maka Allah berfirman: "Intiplah dia! Kalau dikerjakannya, maka tulislah kejahatan itu seperti yang dikerjakannya! Kalau ditinggalkanya, maka tulislah suatu kebaikan baginya! Sesungguhnya ia meninggalkan kekejian itu, dari karenaKu". (1).

Sekiranya dikatakan: "Jikalau tidak dikerjakan kekejian itu", dimaksudkan, ialah ditinggalkannya, karena Allah, Adapun, apabila seseorang berazam kepada perbuatan keji, lalu berhalangan disebabkan oleh sesu­atu sebab atau karena lupa, maka bagaimanakah kekejian itu dituliskan baginya suatu kebaikan?



Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:-
إنما يحشر الناس على نياتهم
(Innamaa yuhsyarun-naasu 'alaa niyyaatihim). Artinya: "Manusia itu dibangkitkan menurut niatnya. (2). Kita mengetahui, bahwa siapa yang berazam pada malamnya, bahwa pa­da paginya ia akan membunuh orang Islam atau akan berzina dengan se­orang wanita, lalu mati ia pada malam itu, niscaya ia mati diatas kemaksiatan. Dan ia dibangkitkan nanti menurut niatnya. Ia telah bercita-cita dengan perbuatan keji dan tidak dikerjakannya.


Keterangan yang kuat tentang itu, ialah hadits yang diriwayatkan dari­pada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  yang bersabda:-إذا التقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار فقيل يا رسول الله هذا القاتل فما بال المقتول قال لأنه أراد قتل صاحبه(Idzal-taqal-muslimaani bisaifaihimaa, fal-qaatilu wal-maqtuulu fin-naari. Fa qiila: Ya Rasuula'llaah! Haadzal-qaatil! Famaa baalul-maqtuuli? Qaa­la: "Liannahu araada qatla shaahibihi"Artinya: "Apabila bertemu dua orang muslim dengan pedang ditangannya masing-masing, maka sipembunuh dan yang terbunuh itu dalam neraka. Lalu ditanyakan: "Wahai Rasulu'llah! Ini sipembunuh! Maka ba­gaimana halnya yang terbunuh? Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menjawab: "Karena ia ber­maksud membunuh temannya". (3).

(1).      Hadits ini dalam "Shahih" Muslim, dari Abi Hurairah.
(2).      Hadits ini dirawikan Ibnu Majah dari Jabir.
(3).      Hadits ini disepakati oleh Al—Bukhari dan Muslim dari Abibakar.
1005


Ini adalah suatu ketegasan (nash) tentang jadinya isi neraka dengan semata-mata kehendak. Sedang dia terbunuh dengan teraniaya. Maka ba­gaimana menjadi sangkaan, bahwa Allah Ta'ala tiada mengadakan tun­tutan (siksaan) dengan niat dan cita-cita? Bahkan semua cita-cita itu masuk dalam pilihan (ikhtiar) seseorang hamba. Ia dituntut (disiksa) de­ngan yang demikian. Kecuaii ditutupnya dengan kebaikan. Dan meruntuhkan azam dengan penyesalan itu kebaikan. Maka karena itulah, ditu­liskan baginya suatu kebaikan.Adapun luputnya yang dimaksud lantaran halangan, maka tidaklah dinamakan kebaikan.


Gurisan-gurisan hati, kata-hati dan berkobarnya keinginan, tidaklah se­mua ini masuk dalam ikhtiar. Mengadakan tuntutan (siksaan) dengan yang tersebut, adalah memberatkan sesuatu yang tiada disanggupi. Dan karena itulah, tatkala turun firman Allah Ta'ala:-
وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه يحاسبكم به الله
(Wa in tubduu maa fii anfusikum au tukhfuuhu, yuhaasibkum bihil-laah).Artinya: "Sekiranya kamu terangkan apa yang dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga". Al-Ba­qarah, ayat 284,


Lalu: datanglah banyak dari para shahabat kepada Rasu­lu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  seraya berkata: "Kami diberati dengan yang tiada kami sanggupi. Bahwa seseorang dari kami berkata dalam hatinya, dengan yang tiada disukainya tetap dalam hatinya. Kemudian ia diperkirakan yang demikian".

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menjawab: "Mungkin kamu mengatakan seperti dikatakan oleh orang Yahudi: "Kami mendengar dan kami ingkari". Katakanlah: "Kami mendengar dan kami ta'ati". Lalu para shahabat itu berkata: "Kami mendengar dan kami ta'ati". (1).

Maka Allah Ta'ala menurunkan kelapangan sesudah setahun dengan firmanNya:-
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
(Laa yukalliful-laahu nafsan illaa wus'ahaa),Artinya: "Allah tiada memikulkan kewajiban kepada seorang, malainkan sekedar kekuatannya". - S. Al-Baqarah, ayat 286.


Maka jelaslah, bahwa semua pekerjaan hati yang tidak masuk dalam ke­lapangan, adalah yang tidak diadakan tuntutan (siksaan).

 (1). Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah dan Ibni 'Utbah. 1006

Maka ini adalah penyingkapan tutup daripada keraguan itu. Tiap-tiap orang yang me- nyangka, bahwa semua yang berlaku dalam hati, dinamakan: kata-hati dan tidak diperbedakannya diantara tiga bahagian itu, maka pastilah ia salah. Bagaimana tidak diadakan tuntutan (siksaan) dengan pekerjaan hati, seperti: sombong, meipbanggakan diri, ria, nifaq, dengki dan sejumlah perbuatan hati yanj'g keji-keji lainnya? Bahkan pendengaran, penglihatan dan hati, semuadya diminta tanggung jawab. Artinya: yang tidak masuk dalam ikhtiar (dalam pilihan dan kemauan sendiri). Kalau jatuh pandangan tanpa ikhtiar, kepada wanita yang bukan mah- ramnya, maka tidak diadakan tuntutan (siksaan). Kalau diikutinya de­ngan pandangan kedua, maka diadakan tuntutan (siksaan). Karena sudah dengan pilihan dan kemauannya. Maka begitii pula semua gurisan hati berlalu seperti ini. Bahkan hati itu lebih utama diadakan tuntutan (siksaan), karena dia adalah pokok.


Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
التقوى ههنا وأشار إلى القلب
(At-taqwaa haahunaa-waasyara ilal-qalbi).Artinya: "Taqwa itu disini  Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . menunjukkan ke­pada hati". (1).


Allah Ta'ala berfirman:
لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم
(Lan yanaalal-laaha luhuumuhaa wa laa dimaauhaa, a laakin yanaaluhut- taqwaa minkum).
Artinya: "Tiada akan sampai daging dan darahnya itu kepada Allah, hanya yang sampai kepadaNya, ialah taqwa daripadamu". - S. Al-Hajji, ayat 37.

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:
الإثم حواز القلوب
(Al-itsmu hawwaazul-quluub).Artinya: "Dosa itu membekas pada hati" (2).

(1).      Hadits ini diriwayatkan Muslim dari Abi Hurairah.
(2).      Sudah diterangkan pada kitab "AJ-'IImu" dahulu.
1007

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:
البر ما اطمأن إليه القلب وإن أفتوك وأفتوك
(Al-birru ma'thmaanna ilaihil-qalbu, wa in aftauka wa aftauka). Artinya: "Kebajikan itu ialah yang menenteramkan hati, walaupun. me­reka meminta fatwa pada engkau dan mereka meminta fatwa pada eng­kau". (1).


Sehingga kami dapat mengatakan, bahwa apabila hati yang memberi fat­wa, menetapkan dengan kepositifan sesuatu dan ia bersalah dalam hai itu, maka ia memperoleh pahala. Bahkan siapa yang menyangka bahwa ia suci (mempunyai wudlu'), maka bolehlah ia mengerjakan shalat. Kalau ia sudah mengerjakan shalat, kemudian teringat, bahwa ia tiada berwu- dlu\ niscaya baginya pahala dengan perbuatannya itu. Kalau ia teringat, kemudian ia tinggalkan (tiada dikerjakannya shalat), niscaya ia disiksa. Siapa yang mendapati seorang wanita pada tempat tidurnya, lalu me­nyangka bahwa wanita itu isterinya, niscaya ia tidak maksiat dengan me- nyetubuhinya, walaupun ternyata kemudian, wanita itu orang lain. Ka­lau disangkanya wanita itu orang lain, lalu disetubuhinya, niscaya ia maksiat, walaupun ternyata kemudian, wanita itu isterinya. Semua itu dipandang kepada hati, tidak kepada anggota badan.


PENJELASAN: bahwa bisikan hati, adakah tergambar menjadi terputus secara keseluruhan ketika berdzikir atau tidak?

Ketahuilah kiranya, bahwa para ulama yang mengintip hati, yang memperhatikan sifat-sifat dan keajaiban-keajaiban hati, berbeda pendapat tentang persoalan ini dalam lima golongan.

Suatu golongan berkata, bahwa: bisikan (bisikan setan) itu, terputus de­ngan mengingati Allah (berdzikir). Karena Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:
فإذا ذكر الله خنس
(Fa idzaa dzakara'llaaha khanasa). Artinya: "Apabila mengingati Allah, niscaya hati itu mengendap (al~chansu)" (2).

Al-chansu itu, ialah diam. Seakan-akan hati itu diam. Suatu golongan berkata, bahwa: pokoknya bisikan itu tiada menghilang. Akan tetapi berjalan didalam hati dan tiada mempunyai bekas. Sebab apabila hati itu tenggelam dalam dzikir (menyebut dan mengingati Allah), niscaya ia terhijab (terdinding) daripada berbekas dengan bisikan itu, seperti orang yang sibuk dengan cita-citanya. Kadang-kadang ia berkata-kata dan tiada dipahaminya yang diperkatakan itu, walaupun suara itu terlintas pada pendengarannya.


(1). Hadits ini diriwayatkan Ath-Thabrani dari Abi Tsa'labah.
(2). Hadits ini diriwayatkan Ibnu Abid—Dunya dari Anas.
1008

Suatu golongan berkata, bahwa bisikan setan itu tiada hilang dan bekasnya juga tiada hilang. Tetapi yang hilang, ialah mengerasnya pada hati. Seakan-akan hati itu dibisikkan dari jauh dan bisikan lemah. Suatu golongan berkata, bahwa bisikan itu seketika menghilang, ketika mengingati Allah (berdzikir). Dan pada seketika yang lain, dzikir itu menghilang. Dan ganti-berganti keduanya pada waktu-waktu yang berdekatan, yang diduga karena berdekatannya, bahwa waktu-waktu itu bersamaan. Yaitu, seperti bola yang ada padanya titik-titik yang bercerai-berai. Apabila anda putarkan bola itu dengan cepat, niscaya anda melihat titik-titik itu bundaran-bundaran, disebabkan cepat bersambung- nya dengan gerak. Mereka itu mengambil dalil, bahwa pengendapan itu telah tersebut pada hadits. Dan kita menyaksikan bisikan setan itu serta dzikir. Dan tiada dasar bagi yang demikian, kecuali inilah. Suatu golongan berkata, bahwa bisikan setan dan dzikir itu, selalu berjalan bergandingan pada hati, yang tiada putus-putusnya. Dan sebagai­mana manusia kadang-kadang melihat dengan kedua matanya dua ben­tuk dalam suatu keadaan, maka begitu pulalah hati, kadang-kadang menjadi tempat berlalunya dua benda.

Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda:
 ما من عبد إلا وله أربعة أعين عينان في رأسه يبصر بهما أمر دنياه وعينان في قلبه يبصر بهما أمر دينه
(Maa min 'abdin illaa wa lahu arba'atu a'yunin. Ainaani fii ra'sihi, yubshiru bihimaa amra dun-yahu, wa 'ainaani fi qalbihi yubshiru bi-hi- maa amra diinihi).Artinya: "Masing-masing hamba Allah (manusia) mempunyai empat biji mata. Dua biji pada kepalanya, untuk melihat urusan dunianya. Dan dua biji pada hatinya, untuk melihat urusan agamanya" (1). Kepada inilah, Al- Muhasibi berjalan. Dan yang benar menurut kami, ialah bahwa semua mazhab (aliran) ini betul. Tetapi, semuanya adalah singkat, daripada meliputi dengan segala macam bisikan itu.


Masing-masing mereka hanya memandang kepada semacam saja dari bi­sikan, lalu menerangkannya.Bisikan (waswas) itu bermacam-macam:-
Pertama : bahwa adalah itu dari segi penipuan kepada kebenaran. Sesungguhnya setan itu kadang-kadang ia membuat penipuan dengan kebe­naran. Ia berkata kepada manusia: "Tinggalkanlah bersenang-senang dari segala kesenangan. Sesungguhnya umur itu panjang. Dan sabar dari segala nafsu-syahwat sepanjang umur, kepedihannya adalah berat". Ketika itu, apabila hamba-mengingati akan agungnya kebenaran Allah Ta'ala, besarnya pahala dan siksaNya dan ia berkata kepada dirinya,

(1). Hadits ini dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Mu'az.
1009

bahwa sabar dari nafsu-syahwat itu berat, akan tetapi sabar dari api-neraka lebih berat lagi. Dan tak boleh tidak daripada salah satu daripada­nya". Apabila hamba mengingati akan janji balasan baik (wa'ad) dan balasan buruk (wa'id) daripada Allah Ta'ala dan ia memperbaharui iman dan keyakinannya, niscaya setan itu mengendap dan lari. Karena ia ti­dak sanggup berkata kepada hamba itu, bahwa: api-neraka lebih mudah daripada sabar diatas perbuatan maksiat. Dan tidak mungkin setan itu berkata, bahwa perbuatan maksiat tidak membawa kepada api-neraka. Karena imannya kepada Kitab Allah 'Azza wa Jalla, menolaknya dari­pada yang demikian. Lalu hilanglah bisikan setan (waswas) tersebut. Begitu pula setan itu membisikkan kepada hamba perasaan bangga (ketajuban) atas karyanya. Maka setan itu berkata: "Mana ada orang yang mengenal Allah, seperti yang kamu kenal? Dan menyembahNya seperti yang kamu sembah? Maka alangkah tinggi tempatmu pada sisi Allah Ta'ala. Lalu hamba itu ketika itu teringat, bahwa ma'rifahnya, hatinya dan segala anggota tubuhnya, dimana ia berbuat dan berilmu dengan anggota tubuh itu, semuanya adalah makhluk Allah Ta'ala. Maka dari-manakah ia dapat menyombongkan diri? Lalu mengendaplah (mundur lah)setan itu. Karena tidak mungkin ia berkata: "Tidaklah ini daripada Allah". Sesungguhnya ma'rifah dan iman itu, menolaknya. Maka ini adalah semacam dari waswas, yang terputus secara keseluruhan dari orang-orang ma'rifah ('arifin), yang berpemandangan jauh dengan cahaya iman dan ma'rifah.



Macam Kedua: adanya waswas itu dengan penggerakan dan berkobarnya nafsu syahwat. Dan ini terbagi kepada: yang diketahui oleh hamba Aliah itu dengan yakin, bahwa itu perbuatan maksiat. Dan kepada apa yang disangkanya dengan keras sangkaan. Kalau diketahuinya dengan yakin, niscaya setan itu mengendap (mundur), daripada pengobaran yang raem- bekas kepada penggerakan nafsu-syahwat. Dan setan itu tidak mundur daripada usaha pengobaran itu. Walaupun itu merupakan sangkaan saja. Kadang-kadang tetap membekas, dimana memerlukan kepada mujaha- dah pada menolaknya.

Jadi waswas (bisikan setan) itu ada. Akan tetapi, dia tertolak, tidak menang.

Macam Ketiga: bahwa adanya waswas itu dengan gurisan hati semata- mata, mengingati hal-hal yang biasa dan berpikir pada bukan shalat-um- pamanya. Apabila ia menghadap kepada dzikir, niscaya tergambar bah­wa bisikan itu tertolak sebentar dan kembali, tertolak dan kembali lagi. Maka silih bergantilah diantara dzikir danwaswas.Dan tergambarlah,bahwa keduanya itu datang beriringan. Sehingga pengertian itu melengkapi diatas pemahaman arti bacaan dan diatas gurisan-gurisan yang didalam hati. Seakan-akan keduanya pada dua tempat dari hati. Dan jauh sekali bahwa dapat tertolak pengendapan setan itu secara keseluruhan, dimana tidak terguna lagi didalam hati.

1010

Akan tetapi yang demikian itu tidak mustahil. Kare­na Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . pernahbersabda:-
من صلى ركعتين لم يحدث فيهما نفسه بشيء من أمر الدنيا غفر له ما تقدم من ذنبه
(Man shallaa rak'ataini, lam yuhaddits fiihimaa nafsahu bi syai-in min am- rid-dun-ya, ghufira lahu maa taqaddama min dzanbih). Artinya: "Siapa yang mengerjakan shalat dua raka'at, dimana hatinya tiada berkata sesuatu dari urusan duniawi, niscaya diampunkan dosanya yang te­lah berlalu". (1).


Jikalau yang demikian itu tidak tergambar akan terjadi, niscaya tidak di: sebutkan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Hanya yang demikian itu tidak akan tergam­bar jadinya, selain pada hati yang telah dikuasai oleh kecintaan kepada Tuhan. Sehingga ia menjadi seperti orang kehilangan akal. Kita kadang-kadang melihat orang, yang dilengkapi hatinya dengan mu­suh, yang merasa kesakitan dengan tindakan musuh itu. Kadang-kadang ia bertafakkur selama dua raka'at dan beberapa raka'at shalat, mengenai pertengkaran deiigan .musuhnya, dimana tidak terguris dihatinya, selain pembicaraan musuhnya.


Begitu pula orang yang tenggelam dalam kecintaan. Kadang-kadang ia bertafakkur dalam percakapan kekasihnya dengan hatinya. Dan ia terbenam dalam pikirannya, dimana tidak terguris dihatinya, selain pembicaraan kekasihnya. Kalau orang lain berbicara dengan dia, niscaya tidak didengarnya. Kalau ada seseorang yang melintasi dihadapannya, niscaya seakan-akan tidak terlihatnya.


Apabila ini tergambar mengenai ketakutan kepada musuh dan pada kelobaan kepada harta dan kemegahan, maka bagaimanakah tidak tergambar pada ketakutan kepada api-neraka dan kelobaan kepada surga?. Tetapi yang demikian itu, sukar karena kelemahan iman kepada Allah Ta'ala dan hari akhirat.                                 

Apabila anda memperhatikan jumlah bahagian-bahagian tersebut dan jenis-jenis bisikan setan (waswas), niscaya anda tahu, bahwa masing-ma­sing aliran dari aliran-aliran itu, mempunyai segi. Akan tetapi pada tem­pat tertentu.

Kesimpulannya,'bahwa untuk terlepas dari setan pada waktu sekejap mata atau seketika dari waktu, adalah tidak jauh dari kejadian (bisa saja terjadi). Tetapi untuk terlepasnya sepanjang umur (waktu yang lama) da­ri pengaruh setan, adalah jauh sekali daripada bisa tercapai dan suatu hal yang mustahil dapat terwujud.

 (1). Hadits ini telah dibicarakan pada "Kitab Shalat" dahulu.
1011

Jikalau dapatlah seseorang terlepas dari bisikan setan dengan segala gurisan didalam hati dan pengobaran keinginan hawa nafsu, niscaya terle paslah Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . dari yang demikian. Diriwayatkan, bahwa "Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . memandang kepada bendera yang tergambar pada kainnya dalam shalat. Maka setelah beliau memberi salam dari shalat itu, lalu ka­in itu dilemparnya, seraya bersabda: "Kain itu menggangguku dari sha­lat". Dan seterusnya, beliau bersabda: "Bawalah kain ini kepada Abi Jahm dan bawalah kepadaku anbijaniyahnya (kain lain yang tidak bergambar)".


Tersebut pada hadits lain: "Pada tangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  ada sebentuk cincin emas. Lalu beliau lihat kepadanya, sedang beliau berada diatas mimbar. Kemudian, beliau lempar cincin itu, seraya bersabda: "Sekali memandang kepadanya dan sekali memandang kepadamu". (1). Adalah yang demikian itu, karena bisikan setan, dengan menggerakkan keenakan memandang kepada cincin emas dan gambar bendera pada kain tersebut. Dan adalah yang demikian, sebelum diharamkah emas. Maka karena itulah, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memakainya. Kemudian, beliau melemparkannya. Maka gangguan harta benda dunia dan emas-peraknya, tidak akan hilang, selain dengan melemparkan dan berpisah dengan benda-benda ter­sebut.


Selama masih memiliki sesuatu diluar keperluannya, walaupun satu dinar, maka dia tidak akan ditinggalkan oleh setan dari bisikan, dalam memikir kan dinarnya. Yaitu, bagaimana ia menjaganya, pada apa ia membelanja- kanya dan bagaimana ia menyembunyikannya, sehingga tiada seorangpun yang tahu. Atau bagaimana ia memenonjolkannya, sehingga ia dapat membanggakannya. Dan begitulah seterusnya dengan bisikan-bisikan yang lain.


Maka barangsiapa menancapkan kukunya dalam dunia, lalu mengharap terlepas dari setan, adalah seperti orang yang membenamkan tangannya dalam air madu dan menyangka, bahwa lalar tiada akan jatuh padanya. Itu adalah hai yang mustahil.


Maka dunia adalah pintu besar untuk bisikan setan. Dan setan itu tidak mempunyai satu pintu saja, tetapi mempunyai banyak pintu. Seorang ahli hikmah (philosof) berkata, bahwa setan itu datang kepada manusia dari pihak perbuatan maksiat. Kalau manusia itu tidak mau, niscaya setan itu datang dari segi nasehat. Sehingga dilemparkannya manusia itu dalam per­buatan bid'ah. Kalau manusia itu enggan juga, niscaya disuruhnya menja­ga diri dari dosa (taharruj) dan bersikap keras. Sehingga di haramkannya apa yang tidak haram. Kalau enggan juga, niscaya diragukannya pada wu dlu' dan shalatnya. Sehingga dikeluarkannya dari ilmu. Kalau enggan ju­ga, niscaya diringankannya kepadanya amalan kebajikan. Sehingga ia dili­hat orang sebagai seorang yang sabar dan terpelihara dari perbuatan yang tidak baik ('afif). Lalu cenderunglah hati mereka kepadanya. Maka tim bullah sifat perasaan bangga diri. Dan binasalah ia dengan demikian. Pada waktu yang demikian, bersangatanlah keperluan, karena itu adalah akhir tingkat dalam perjuangan melawan setan. Dan tahulah kiranya, apa­bila dapat melewatinya, nescaya terlepaslah ia dari setan, menuju kesorga.

(1). Hadits ini dirawikan An- Nasai dari Ibnu Abbas.
1012




PENJELASAN: tentang segeranya berbulak-balik hati dan terbaginya hati dalam perobahan dan ketetapan.

Ketahuilah kiranya, bahwa hati sebagaimana telah kami sebutkan-diliputi oleh sifat-sifat yang telah kami sebutkan dahulu. Dan ditegakkan kepada hati, bekas-bekas dan keadaan-keadaan dari pintu-pintu yang telah kami sifatkan itu. Seolah-olah hati itu tujuan yang selalu mendapat bahaya dari semua penjuru. Maka apabila sesuatu menimpa kepada hati, yang membe kas padanya, niscaya menimpa kepadanya dari segi lain sesuatu yang ber lawanan dengan yang tadi. Lalu berobahlah sifat hati. Kalau setan bertempat pada hati, lalu diajaknya hati kepada mengikuti hawa-nafsu, niscaya tu runlah malaikat pada^hati dan memalingkan hati itu dari setan. Kalau se­tan menarikkan hati kepada suatu kejahatan, lalu setan yang lain menarik- kannya kepada lain kejahatan. Kalau malaikat menarikkan hati kepada suatu kebajikan, niscaya malaikat yang lain menarikkannya kepada lain kebajikan. Sekali, hati itu terjadi perebutan diantara dua malaikat. Dan pada lain kali, diantara dua setan. Pada lain kali lagi, diantara malai­kat dan setan. Tidaklah hati itu sekali-kali diabaikan. Kepada yang demikianlah, diisyaratkan oleh firman Allah Ta'ala:.-
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
(Wa nuqallibu af-idata hum wa abshaarahum).Artinya: "Kami putar hati dan pemandangan mereka".- S. Al-An'am, ayat 110


Dan karena dilihat oleh Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . keajaiban perbuatan Allah Ta'­ala pada keajaiban hati dan berbulak-baliknya, lalu beliau bersumpah de­ngan hati, dengan sabdanya:-
لا ومقلب القلوب
(Laa wa muqallibil-quluub).Artinya: "Tidak, demi Yang Membulak-balikkan hati". (1)

(1) Hadits ini diriwayatkan A1 Bukhari dari Ibnu Umar.
1013

Banyak kali Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . berdo'a:-
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك قالوا أو تخاف يا رسول الله قال وما يؤمنني والقلب بين أصبعين من أصابع الرحمن يقلبه كيف يشاء
(Yaa muqallibal-quluub! Tsabbit qalbii 'alaa diinika. Qaaluu: "A wa ta- khaafu, ya Rasuula'llaah? Qaala: wa maa yuamminuni. Wal-qalbu baina ish- ba'aini min ashaabi 'irrahmaan, juqallibuhu kaifa yasyaa'). Artinya: "Wahai Yang Membulak-balikkan hati! Tetapkanlah hatiku pada AgamaMu!". Lalu para shahabat bertanya: "Adakah engkau takut, wahai Rasulu'llah?". Beliau menjawab: "Apakah yang menjamin keamanan bagiku?. Dan hati itu diantara dua anak jari dari anak jadi Tuhan Yang Mahapengasih, dibulak-balikkanNya menurut kehendakNya". (1).


Menurut bunyi yang lain dari hadits, yaitu:. –
إن شاء أن يقيمه أقامه وإن شاء أن يزيغه أزاغه
(In syaa-a an juqiimahu aqamahu wa in syaa-a an juziighahu azaaghahu). Artinya: "Jika dikehendakiNya akan ditegakkannya, niscaya ditegakkannya. Dan jika dikehendakiNya akan dimerengkannya, niscaya dimerengkannya". (2).

Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . memberi tiga contoh untuk yang demikian, dengan sabdanya: "Hati itu seperti burung pipit, yang bulak-balik pada setiap sa'at".


Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda: "Hati itu dalam berbulak-baliknya adalah seperti kuali, apabila berkumpul gelagaknya" (4).

Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . bersabda: "Hati itu seperti bulu ayam pada tanah Sahara, dibulak-balikkan oleh angin, muka belakang". (5). Semua perbulak-balikan ini dan segala keajaiban perbuatan Allah Ta'ala pada membulak-balikkannya, dimana ma'rifah tidak mendapat petunjuk kepadanya, maka ia tidak diketahui, selain oleh orang-orang yang ber- muraqabah dan menjaga keadaannya serta Allah Ta'ala. Tentang tetapnya hati itu diatas kebajikan dan kejahatan serta pulang perginya diantara keduanya itu terbagi tiga:-

Pertama: hati yang dibangun dengan ketaqwaan, bersih dengan latihan dan suci dari segala kekejian akhlak, terhunjam kedalamnya gurisan-guris an kebajikan dari perbendaharaan ghaib dan tempat-tempat masuk alam malakut. Maka menjuruslah akal kepada pemikiran tentang apa yang ter­guris baginya.

(1). Hadits ini, diantara lain, dirawikan At-Tirmuidzi dari Anas.
(2).      Hadits ini, diantara lain, dirawikan An-Nasa-i dan Ibnu Majah menurut syarat AlBukhari dan Muslim dari An-Nawwas bin Sam'an.
(3).      Hadits ini, diantara lain, dirawikan Al-Baihaqi dari Abi 'Ubaidah bin Al-Jarrah.
(4).      Dirawikan Ahmad dan A1 Hakim dari Al-Miqdad bin Al-Aswad.
(5).      Hadits ini dirawikan At, Tabrani dan Al-Baihaqi dari Abi Musa Al-Asy'ari.
1014


Untuk mengetahui kebajikan-kebajikan yang halus padanya dan menoleh kepada rahasia-rahasia faedahnya. Lalu tersingkaplah bagi yang demikian, mukanya dengan nur mata-hati. Maka ia menetapkan, bahwa tak boleh tidak mengerjakannya. Lalu ia terdorong kepadanya dan mengajaknya untuk mengerjakannya. Dan malaikat memandang kepada hati itu, lalu memperolehnya yang baik pada jauharnya, suci dengan ketaqwaannya, bercahaya dengan cahaya akal, dibangun dengan nur ma'rifah. Lalu malaikat itu melihat hati tersebut, pantas untuk tempat ketetapan dan singgahannya. Ketika itu, dibantunya hati tadi dengan tentara yang tiada kelihatan. Dan ditunjukinya kepada kebajikan-kebajikan yang lain. Sehingga kebajikan menarik kepada kebajikan.


Begitulah terus-menerus! Dan tiada berkesudahan pertolongannya, dengan penggemaran kepada kebajikan. Dan memudahkan urusan kepadanya. Dan kepada inilah diisyaratkan oleh firman Allah Ta'ala:-
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
(Fa-ammaa man-a'thaa.wat-taqaa wa-shaddaqaa bil-husnaa, fa-sanu-vassiruhu lil-yusraa).Artinya: "Siapa yang memberi (untuk kebaikan) dan memelihara dirinya dari kejahatan. Dan membenarkan (mempercayai) yang baik. Kami akan memudahkan kepadanya menempuh (jalan) yang mudah".- S. Al-Lail, ayat 5-6-7.


Hati yang seperti ini, bercemerlanglah sinar lampu dari lobang ketuhanan (misykatir-rububiyah). Sehingga tidak tersembunyi padanya lagi syirikkha- fi (kemusyarikan yang tersembunyi), yang lebih tersembunyi daripada me rangkaknya semut hitam dalam malam yang gelap-gulita. Maka pada caha­ya ini, tiada sesuatu yang tersembunyi dan tiada laku suatupun daripada godaan setan. Bahkan setan itu berdiri dari jauh -dan mengeluarkan kata- kata yang terpesona untuk penipuan. Tetapi tidak mendapat perhatian. Hati ini sesudah sucinya dari semua yang membinasakan, maka dalam ma- sa dekat menjadi makmur dengan semua yang melepaskan dari kebinasa- an, yang akan kami sebutkan, yaitu: syukur, sabar, takut, harap, fakir, zu- hud, kasih-sayang, ridla, rindu, tawakkal,tafakkur, mengoreksi diri dan Ia­in-lain. Itulah hati yang dihadapkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dengan wa- jahNya. Yaitu: hati yang tenang, yang dimaksudkan dengan firmanNya Yang Mahatinggi:-
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

1015

Artinya: "Ketahuilah, bahwa dengan mengingati Allah, hati menjadi tenteram".- S. Ar-Ra'd, ayat 28.Dan dengan firman Allah Ta'ala:-
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
(Yaa-ayya-tuhannafsul-muth-mainnah)Artinya: "Hai jiwa yang tenang tenteram". S. AI-Fajr, ayat 27.


Hati Kedua: hati yang terhina, terisi dengan hawa-nafsu, yang kotor de­ngan akhlak tercela dan kekejian, terbuka padanya semua pintu setan dan tersumbat semua pintu malaikat. Permulaan kejahatannya, ialah: bahwa terhun jam padanya gurisan hawa-nafsu dan terguris didalamnya. Lalu hati itu memandang kepada hakim akal, untuk meminta fatwa. Dan menyingkap wajah kebenaran padanya. Maka adalah akal, telah menyusun pelayanan hawa-nafsu, berjinak-jinakkan, berkekalan mencari daya-upaya baginya dan kepada menolong hawa nafsu itu. Lalu hawa nafsu berkuasa dan menolong akal. Maka terbukalah dada dengan hawa-nafsu dan berkembanglah padanya kegelapan, untuk menahan tentara akal daripada mempertahankan akal. Lalu kuatlah kekuasaan setan, karena luas tempatnya, disebabkan berkembangnya hawa-nafsu. Maka dihadapkan kepada akal dengan penghiasan diri, tertipu dan banyak angan-angan. Dan diilhami dengan demikian, hiasan kata-kata untuk penipuan. Maka lemahlah keku­asaan iman dengan wa'ad dan wa'id. Dan padamlah cahaya keyakinan un­tuk takut kepada akhirat. Karena naik dari hawa-nafsu itu, asap yang menggelapkan hati, yang memenuhi tepi-tepinya. Sehingga padamlah cahayanya. Lalu jadilah akal itu seperti mata, yang dipenuhi asap pelupuk- pelupuknya. Maka ia tidak sanggup melihat.


Begitulah kekerasan nafsu-syahwat berbuat kepada hati! Sehingga tidak a- da lagi bagi hati, kemungkinan mengetahui dan melihat. Jikalau juru nase- hat memperlihatkan dan memperdengarkannya apa yang benar kepada­nya, niscaya ia buta dari pemahaman dan tuli dari pendengaran. Dan berkobarlah nafsu-syahwat padanya. Berkuasalah setan dan bergeraklah se­mua anggota badan, sesuai dengan hawa-nafsu. Maka lahirlah perbuatan maksiat kealam kenyataan dari alam ghaib, dengan qadla dan qadar dari­pada Allah Ta'ala.

Hati yang seperti inilah yang,diisyaratkan dengan firmanNya Yang Maha- tinggi:(A ra-aita. manit-takhadza ilaaha-ku hawaahu, afa anta takuunu 'alaihi wa –

1016

Hati yang seperti inilah yang,diisyaratkan dengan firmanNya Yang Maha- tinggi:(A ra-aita. manit-takhadza ilaaha-ku hawaahu, afa anta takuunu 'alaihi wa -kiilaa. Am tahsabu anna aktsarahum yasma'uuna au ya'qiluuna, In hum il­laa kal-an'aamibal hum adlallu sabiilaa).Artinya: "Tiadakah engkau perhatikan orang yang mengambil kemauan nafsunya menjadi tuhannya? Engkaukah yang menjadi penjaganya? Atau apakah engkau mengira, bahwa kebanyakan mereka mendengar atau mengerti? Tidak! Mereka adalah sebagai binatang ternak. Bahkan lebih tersesat lagi jalannya".S. Ai-Furqan, ayat 43 - 44. Dan dengan firman Allah Ta'ala:-
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
(La qad haqqal-qaulu 'alaa aktsarihim, fa hum laa yu'minuun). Artinya: "Sesungguhnya sudah semestinya akan berlaku perkataan bagi kebanyakan mereka dan mereka tiada beriman".- S. Ya Sin, ayat 7. Dan dengan firman Allah Ta'ala:-
سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
(Sawaa-un 'alai-him a-andzarta hum am lam tundzirhum laa yu'-minuun). Artinya: "Sama saja untuk mereka, engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman".- S. Al-Baqa- rah, ayat 6.


Banyaklah hati yang begini keadaannya, dengan mempertautkan kepada sebahagian hawa-nafsu. Seperti orang yang menjaga diri (bersikap wara') dari sebahagian perkara. Akan tetapi apabila ia melihat muka yang cantik, lalu tidak dapat menguasai lagi matanya dan hatinya. Akalnya hilang dan pegangan hatinya jatuh. Atau seperti orang yang tiada menguasai lagi diri- nya, tentang sesuatu yang ada padanya kemegahan, menjadi kepala dan kesombongan. Tidak ada padanya lagi pegangan untuk ketetapan pendiri- an, ketika muncul sebab-sebab yang tersebut. Atau seperti orang yang tia­da menguasai dirinya lagi ketika marah, bagaimanapun ia memperoleh ke- hinaan dan disebutkan kekurangan-kekurangannya. Atau seperti orang yang tiada menguasai dirinya lagi, ketika sanggup mengambil sedirham a- tau sedinar uang. Bahkan ia terjerumus binasa seperti orang hina yang kehilangan akal. Lalu melupakan harga diri dan taqwa. Semua itu karena naiknya asap hawa-nafsu kepada hati. Sehingga gelap dan padam semua cahayanya. Lalu padamlah cahaya malu, harga diri dan iman. Dan berusaha mencapai maksud setan. Hati Ketiga: yaitu, hati yang kelihatan padanya gurisan hawa-nafsu. Lalu diajaknya kepada kejahatan. Lalu dihubungi oleh gurisan iman, ma­ka diajaknya kepada kebajikan. Lalu tergeraklah nafsu dengan keinginan-

1017

nya untuk menolong gurisan kejahatan. Maka kuatlah nafsu-syahwat, enaklah bersenang-senang dan memperoleh kenikmatan. Lalu akal bangkit kepada gurisan kebajikan, menolak pihak nafsu-syahwat, menjelekkan perbuatan nya dan mengatakannya perbuatan orang bodoh. Dan menyerupakannya dengan binatang ternak dan binatang buas, tentang penyerbuan nya kepada kejahatan serta kurang perhatiannya kepada segala akibat. Lalu nafsu itu cenderung kepada nasehat akal. Maka setan membawa be- ban kepada akal. Ia menguatkan penyeru hawa-nafsu, seraya setan itu berkata: "Apakah artinya dosa yang dingin itu?" Mengapa engkau mence­gah diri dari nafsu-keinginan, lalu engkau menyakitkan dirimu? Adakah engkau melihat seseorang dari orang-orang masa engkau, yang menyalahi nafsu keinginannya? Atau meninggalkan maksudnya? Apakah engkaii membiarkan mereka dengan kesenangan dunia, yang mereka bersenang- senang dengan kesenangan itu? Dan engkau menahan diri engkau, sehing­ga engkau tinggi, tidak memperolehnya, dalam keadaan celaka dan pa- yah. Engkau ditertawakan oleh orang-orang sezaman engkau. Apakah engkau ingin bertambah kedudukan engkau dari si Anu dan si Anu? Me­reka telah berbuat seperti apa yang engkau ingini. Mereka tidak menahan diri. Apakah tidak engkau lihat ulama Anu tidak menjaga diri seperti eng­kau? Jikalau adalah yang demikian itu kejahatan, niscaya ulama itu men­cegah diri dari perbuatan tersebut".


Lalu hawa-nafsupun cenderung kepada setan dan berbalik kepadanya. Maka malaikatpun membawa pikulan kepada setan. Malaikat itu berkata: "Adakah yang binasa, selain orang yang mengikuti kesenangan sekarang dan lupa akan akibat?. Adakah engkau merasa puas dengan kesenangan yang sedikit dan engkau meninggalkan kesenangan dan kenikmatan sorga yang berkekalan selama-Iamanya? Ataukah engkau merasa berat kepedih an sabar, menahan diri dari hawa-nafsumu? Dan engkau tidak merasa be­rat kepedihan api-neraka? Adakah engkau tertipu dengan sebab kelalaian manusia Iain dari dirinya dan mereka mengikuti hawa-nafsu dan menolong setan?. Sedang azab neraka tidak akan diringankan dari engkau oleh per­buatan maksiat orang lain. Adakah engkau memperhatikan, jikalau eng­kau berada pada musim panas, yang sangat terik dan semua manusia berdiri pada matahari dan engkau mempunyai rumah yang dingin, adakah engkau akan menolong manusia banyak? Atau engkau mencari kelepasan bagi diri engkau sendiri? Maka bagaimanakah engkau menyalahi orang la­in, karena takut dari kepanasan matahari dan engkau tiada menyalahi mereka karena takut dari kepanasan api-neraka?". Maka ketika itu, nafsu tersebut mengikuti perkataan malaikat. Maka selalulah ia ragu-ragu dian­tara dua tentara, tarik-menarik diantara dua golongan. Sehingga memba­wa kemenangan kepada hati, mana yang lebih utama. Jikalau sifat-sifat yang ada dalam hati, dimenangi oleh sifat-sifat kesetanan yang telah kami sebutkan, niscaya menanglah setan. Dan cenderunglah

1018

hati kepada golongan setan yang sejenis dengan dia, meninggalkan partai Allah Ta'ala dan wali-waliNya. Dan menjadi penolong partai setan dan musuh-musuh Allah. Berlakulah pada anggota tubuhnya, dengan taqdir yang mendahului apa yang menjadikan sebab jauhnya dari Allah Ta'ala. Jikalau yang meimenangi pada hati, sifat-sifat malaikat, niscaya hati tidak akan mendengar  tipuan setan, hasungannya kepada terburu-buru dan penghinaannya akan urusan akhirat. Bahkan ia cenderung kepada partai Allah Ta'ala. Dan muncullah keta'atan, disebabkan qadla Tuhan yang te­lah terdahulu pada anggota-anggota badanya.

Hati mu'min itu diantara dua anak jari dari anak jari Tuhan Yang Maha pengasih. Artinya: diantara tarik-menarik dua tentara itu. Itulah yang menang. Ya'ni: kebulak-balikan dan perpindahan dari satu partai kesatu par­tai.


Adapun tetap berkekalan serta partai malaikat atau serta partai setan, ma­ka adalah jarang dari kedua pihak itu. Segala perbuatan ta'at dan perbuat­an maksiat itu lahir dari perbendaharaan ghaib kealam kenyataan, dengan perantaraan perbendaharaan hati. Karena hati adalah dari perbendahara­an alam malakut yang tinggi. Dan juga apabila lahir, mempunyai tanda- tanda, yang memperlcenalkan kepada yang empunya hati itu, telah didahului oleh qadla Tuhan Y.M.E. Siapa yang dijadikan untuk sorga, niscaya mudahlah baginya sebab-sebab untuk berbuat ta'at. Dan siapa yang dijadi­kan untuk neraka, niscaya mudahlah baginya sebab-sebab berbuat maksi­at. Dan berkuasa padanya teman-teman jahat. Dan dijatuhkan kedalam hatinya hukum setan. Karena setan itu dengan bermacam-macam hukum, menipu orang-orang bodoh dengan perkataannya: "Bahwa Allah itu Maha pengasih. Maka jangan engkau hiraukan! Bahwa manusia itu semua tia­da takut kepada Allah, maka janganlah engkau menyalahi mereka! Bahwa umur itu panjang, maka bersabarlah, sehingga engkau dapat bertobat besok.


Setan itu menjanjikan kepadamu dan membuat angan-angan bagimu. Dan apa yang dijanjikan setan itu, adalah penipuan belaka. Ia menjanjikan to­bat dan memberikan angan-anganf pengampunan kepada manusia. Lalu manusia itu dibinasakannya dengan izin Allah Ta'ala, dengan segala daya- upaya dan hal-hal lain yang berlaku seperti itu. Lalu ia meluaskan hatinya untuk menerima penipuan dan menyempitkannya daripada menerima ke­benaran. Semua itu dengan qadla dan qadar daripada Allah. Tersebut pa­da firmanNya:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
(Fa man yuridil-laahu an yahdiahu, yasyrah shadrahu lil-islaami, wa man yurid an Yudlil-lahu, yaj'al shadrahu dlayyiqan harajan ka-annam’a yash- sha'adu fis-samaa').
Artinya: "Siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunjukinya, maka dilapangkan dadanya untuk Islam. Dan siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk disesatkannya, niscaya dadanya dijadikan sesak dan sempit, seolah- olah ia naik kelangit".- Al-An'am, 125.

1019

Dan firman Allah Ta'ala:
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
(In yanshur-kumul-laahu fa laa ghaaliba lakum, wa in yakhdzul-kum fa man dzal-ladzii yanshurukum min ba'dih).Artinya: "Jikalau kamu ditolong oleh Allah, maka tiadalah yang menang diatas kamu. Dan jikalau kamu dihinakan olehNya, maka siapakah yang menolong kamu sesudahNya?". - Aali 'Imran, 160.

Dialah yang menunjukkan dan yang menyesatkan. DiperbuatNya apa yang dikehendakiNya. DihukumNya menurut iradah (kehendak)Nya. Tia­da yang menolak akan hukumNya dan tiada yang membuat akibat terha­dap qadlaNya. DijadikanNya sorga dan dijadikanNya penduduk untuk surga itu. Lalu dipakaikanNya mereka itu dengan perbuatan ta'at. DijadikanNya neraka dan dijadikanNya penduduk untuk neraka itu. Lalu dipakaikanNya mereka dengan perbuatan maksiat. DiperkenankanNya ke­pada makhluk akan tanda ahli sorga dan ahli neraka. Ia berfirman:-
إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ
وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
(Innal-abraara la-fii na'iimin wainnal-fujjaara la-fii jahiim). Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang baik berada dalam kesenangan. Dan orang-orang yang jahat berada dalam neraka". S. Al-Infithar, ayat 13 -14.Kemudian, Allah Ta'ala berfirman, menurut yang dirawikan daripada Na­bi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
هؤلاء في الجنة ولا أبالي وهؤلاء في النار ولا أبالي
(Haaulaa-i fil-jannati wa laa ubaalii wa haaulaa-i fin-naari wa laa ubaalii). Artinya: "Mereka itu dalam sorga dan tiada Aku perdulikan. Dan mereka itu dalam neraka dan tiada Aku perdulikan" (1).

 (1). Hadits ini dirawikan Ahmad dan Ibnu Hibban dari Abdurrahman bin Qatadah.
1020

Mahasuci Allah, Yang Mahamemiliki dan Yang Mahabenar! Tiada ditanyakan tentang apa yang diperbuatNya dan manusia itu yang ditanyakan. Dan marilah kita ringkaskan sekedar ini yang sedikit, tentang penyebutan keajaiban hati! Untuk menyelidikinya lebih mendalam, tiada layak dengan ilmu mu'amalah. Dan sesungguhnya yang kami seb.utkan daripadanya, ia­lah yang diperlukan untuk mengetahui dalamnya ilmu mu'amalah dan rahasianya. Supaiya dapat dimanfa'atkan oleh orang-orang yang tiada merasa puas dengan ilmu dhahir saja. Dan tiada merasa cukup dengan kulit saja, tanpa isi. Tetapi iatmdu untuk mengetahui hakekat sebab-sebab yang halus. Dan tentang apa yang telah kami sebutkan, rasanya cukup dan memu- askan bagi orang tersebut-insya Allah Ta'ala. Wa'llahu walijjut-taufiq! Tammatlah Kitab Keajaiban Hati. Segala pujian dan cita-cita kepada Al­lah. Dan akan diiringi oleh Kitab Rijadlatun-Nafsi (Kitab Latihan Jiwa) dan Tahdzibul-Akhlaq.

Segala pujian bagi Allah Yang Maha Esa. Dan rahmat Allah kepada se­mua hamfbaNya yang terpilih menjadi rasul. 

1021

Categories: Share

Pembukaan

Klik Di bawah untuk pdf version Ihya Jilid 1 PDF Ihya Jilid 2 Pdf IHYA ULUMUDDIN AL GHAZALI Arabic Versio...