Hakikat Dengki
oleh ketika hampir mati (nyawanya akan keluar),
selain kesukaran dan huru-hara. Dan ia tidak memperoleh ketika berhenti di
padang mahsyar (al-mauqif), selain terbuka kejahatan (fadlihah) dan
hukuman".
بيان حقيقة الحسد وحكمه وأقسامه ومراتبه
PENJELASAN:
hakikat dengki, hukumannya, bahagian-bahagiannya dan tingkat-tingkatnya.
Ketahuilah, bahwa tak ada dengki, kecuali atas
nikmat. Apabila Allah Ta'ala memberi nikmat kepada saudaramu, dengan sesuatu
nikmat, maka bagimu dua hal padanya:-
Pertama: bahwa engkau benci nikmat itu dan engkau menyukai hilangnya. Hal
ini dinamai: dengki. Maka dengki itu, batasnya: benci kepada nikmat dan
menyukai hilangnya pada orang yang dinikmati dengan nikmat tersebut
Hal kedua: bahwa engkau tidak menyukai hilangnya dan tidak benci akan adanya
kekalnya nikmat itu. Tetapi engkau mengingini bagi diri engkau, nikmat seperti
itu.
Ini dinamakan: keiriginan (ghibthah).
Kadang-kadang di khususkan dengan nama: lomba-berlomba (al-rnunafasah).
Kadang-kadang al-munafasah itu dinamakan: dengki 'dan dengki itu dinamakan:
al-munafasah. Salah satu dari dua perkataan ini, di letakkan pada tempat yang
lain. Tak ada larangan pada nama, sesudah memahami ma'na (arti).
Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda:
إن المؤمن يغبط والمنافق يحسد
(Innal-mu mina yagh-bithu, wal-munaafiqa
yahsudu).
Artinya: "Orang mu'min itu berkeinginan
(ghibthah) dan orang munafik itu dengki".(1).
Adapun yang pertama tadi, maka haram dalam semua
keadaan, kecuali nikmat yang diperoleh orang zalim atau orang kafir. Dan dengan
nikmat itu, ia mendapat pertolongan untuk mengobarkan fitnah, merusakkan
kekeluargaan dan menyakitkan orang banyak. Maka tidak mendatangkan melarat bagi
engkau, dengan bencinya engkau kepada nikmat itu. Dan sukanya engkau untuk
hilangnya nikmat tersebut. Karena sesungguhnya engkau tidak menyukai hilangnya,
dari segi dia itu nikmat, akan tetapi dari segi dia itu alat kerusakan. Dan
jikalau engkau merasa aman dari kerusakan, niscaya tidak menyusahkan engkau
dengan nikmat itu. Hadits-hadits yang menunjukan atas pengharaman dengki, ialah
yang telah kami nukilkan itu. Dan sesungguhnya kebencian kepada nikmat, ber-
arti marah kepada qadla (hukum, taqdir) Allah Ta'ala, tentang melebih- kan
sebahagian hambaNYA dari sebahagian yang lain. Yang demikian, tidak diberi
kelonggaran dan kelapangan. Dan juga maksiat manapun yang menambahkan kebencian
engkau terhadap kesenangan seorang muslim,
(1)
Menurut Al-Iraqi, dia belum pemah menjumpai hadits ini.
215.
tanpa ada kemelaratan bagi engkau daripadanya.
Dan kepada inilah, diisyaratkan oleh Al-Qur-an dengan firmanNYA:-
إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ
يَفْرَحُواْ بِهَا
(In tamsaskum hasanatun , tasu'hum, wa in
tushibkum sayyiatun yafrahuu bihaa).
Artinya: "Jikalau kamu beroleh kebaikan,
menyedihkan kepada mereka dan kalau ditimpa kesusahan, mereka girang
karenanya". S.Ali 'Imran, ayat 120.
Kesenangan ini, syamatah (suka kepada bencana)
namanya. Dengki dan syamatah itu gantung-bergantung. Allah Ta'ala beriman:-
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن
بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم
(Wadda katsii-run min ahlil-kitaabi, lau
yarudduu-nakum min ba-'di iimaa- nikum kuffaaran hasadan min'indi
anfusihim).Artinya: "Kebanyakan dari orang-orang keturunan Kitab ingin,
kiranya mereka. dapat mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah beriman, disebabkan
kedengkian dalam jiwa mereka". S.Al-Baqarah, ayat 109. Allah Ta'ala
menerangkan, bahwa sukanya mereka akan hilang nikmat itu :dengki. Dan Allah
'Azza Wa Jalla beriman:-
وَدُّواْ لَوْ
تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُواْ فَتَكُونُونَ سَوَاء
(Wadduu lau tak furuuna, ka maa kafaruu, fa
takuu-nuuna sa-waa-an). Artinya: "Mereka ingin supaya kamu tidak pula
beriman, sebagaimana mereka tidak beriman, sehingga kamu sama-sama tidak beriman
dengan mereka". S.An-Nisa', ayat 89.
Allah Ta'ala menyebutkan kedengkian
saudara-saudara Yusuf a.s. Allah me-ibaratkan apa yang dalam hati mereka,
dengan firmanNYA Yang Mahatinggi:-
إِذْ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ
أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلالٍ
مُّبِينٍ
اقْتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ
أَبِيكُمْ وَتَكُونُواْ مِن بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ
(Idz qaaluu la Yuusufu wa-akhuuhu ahabbu ilaa
abiinaa minnaa wa nahnu ush-batun, inna abaanaa la-fii dlalaalin mubiinin.
Uqtuluu Yuusufa awith- rahuuhu ardlan yakhlu lakum wajhu abiikum wa takuunuu
min ba' dihi qau- man shaalihiin).Artinya: "Ketika mereka mengatakan:
"Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya lebih dicintai bapa kita daripada kita,
biarpun kita golongan yang lebih besar. Sesungguhnya bapa kita dalam kesalahan
yang terang. Bunuh- lah Yusuf atau buang dia ke negeri lain, supaya perhatian
bapamu tertuju kepada kamu saja. Dan sesudah itu kamu menjadi kaum yang
baik". S. Yusuf, ayat 8-9.
216.
Maka tatkala mereka benci, sayangnya ayah
mereka kepada Yusuf dan yang demikian menyakitkan hati mereka dan mereka
mengingini hilangnya Yusuf dari ayahnya, lalu mereka jauhkan Yusuf dari
ayahnya. Allah Ta'ala berfirman:-
وَلاَ يَجِدُونَ
فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
(Wa laa yajiduuna fii shuduurihim haajatan
mimmaa uutuu): Artinya: "Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati
mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (yang berpindah itu)".
S.Al-Ha- syar, ayat 9.
Artinya: dada mereka itu tiada sempit dengan
melihat nikmat yang di anugerahkan oleh Allah dan mereka itu tiada bersusah
hati. Maka Allah Ta'ala memuji mereka itu, dengan tidak adanya kedengkian. Dan
Ailah Ta'ala berfirman dalam membentangkan pengingkaran tersebut:-
أَمْ يَحْسُدُونَ
النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ
(Am
yahsuduunan-naasa alaa maa aataa-humul-Iaahu min fadl-lihi). Artinya:
"Atau mereka dengki kepada manusia karena kurnia yang telah diberikan
Allah?". S.An-Nisa', ayat 54. Allah Ta'ala berfirman:-
كَانَ النَّاسُ
أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ
وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا
اخْتَلَفُواْ فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ
مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
(Kaanan naasu ummatan waa-hidatan, fa
ba'atsal-laahun-nabiyyiina muba- sy-syiriina wa mundziriina, wa anzala
ma'ahumul kitaaba bil-haqqi li-yah- kuma bain naasi fiimakh-talafuu fiihi, wa
makh-talafa illal-ladziina uutuu- hu min ba'di maa jaa-athumul-bayyi-naatu,
bagh-yan baina-fiiki-hun). Artinya: "Manusia itu adalah ummat (bangsa)
yang satu-, lalu diutus oleh Allah, nabi-nabi, pembawa berita gembira dan
menyampaikan peringatan dan di turunkanNYA bersama mereka Kitab dengan
sebenarnya, supaya ia dapat memberi keputusan bagi manusia dalam perkara yang
mereka perselisih- kan. Tetapi yang berselisih itu, hanyalah orang-orang yang
diberi Kitab dan sesudah datang kepada mereka keterangan yang nyata, karena iri
hati (bagh-yan) antara sesamanya saja". S.Al-Baqarah, ayat 213. Dikatakan
pada penafsirannya itu: dengki. Allah Ta'ala berfirman:-
217.
وَمَا تَفَرَّقُوا
إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
(Wa maa tafarraquu illaa min ba'di maa
jaa-ahumul-ilmu, bagh-yan baina hun).
Artinya: "Dan mereka menjadi
berpecah-belah sesudah pengetahuan datang kepada mereka, disebabkan kedengkian
(بَغْيًا bagh-yan) sesama mereka". S.Asy-Syura,
ayat 14.
Maka Allah Ta'ala menurunkan pengetahuan, untuk
mengumpulkan mereka dan menjinakkan hati diantara sesama mereka kepada
menta'atiNYA. Dan menyuruh mereka, untuk berjinak-jinakan dengan pengetahuan.
Lalu mereka itu dengki-mendengki dan berselisih. Karena masing-masing mereka
menghendaki menjadi kepala sendiri dan diterima perkataannya. Maka sebahagian
mereka menolak terhadap sebahagian yang lain.
Ibnu Abbas berkata: "Adalah orang Yahudi
sebelum diutus Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., apabila mereka berperang dengan suatu golongan (kaum), mereka
berdo'a: "Kami meminta kepada ENGKAU, dengan nabi yang ENGKAU janjikan
mengutuskannya dan dengan Kitab yang akan ENGKAU turun- kan, selain apa yang
ENGKAU telah menolong kami". Maka orang Yahudi itu diberi pertolongan.
Lalu, tatkala Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. datang dari anak (keturunan) Nabi Ismail a.s., mereka
mengenalnya dan mereka mengingkarinya (tidak mau beriman), sesudah dikenal
mereka akan beliau. Maka Allah Ta'ala berfirman:-
وَكَانُواْ مِن
قَبْلُ يَسْتَفْتِحُون عَلَى الَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ
كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ
بِئْسَمَا اشْتَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ
أَن يَكْفُرُواْ بِمَا أنَزَلَ اللّهُ بَغْياً
(Wa kaanuu min qablu yastaf-t i huuna
alaMadziina kafaruu, fa lammaa jaa-ahum maa arafuu, kafaruu bihi, fa
la-natul-laa-hi 'alal-kaafi-riin. Bi'sa- masy-tarau bihii anfusahum, an
yakfuruu bi-maa anzalal-laahu bagh-yan). Artinya: "dan mereka sebelum
itu telah meminta datangnya kemenangan terhadap orang-orang yang tidak
percaya, tetapi setelah datang apa yang mereka akui itu, mereka tidak percaya
kepadanya, sebab itu Allah mengutuki orang-orang yang tidak beriman. Amat
jahat orang-orang yang menjual dirinya menjadi orang yang tidak beriman kepada
apa yang diturunkan oleh Allah, karena iri hati (bagh-yan)". Artinya:
dengki (S. Al-Baqarah, ayat 89-90).
Shafiyyah binti Hayyin (istri Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.)
berkata kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.: "Ayahku dan pamanku pada suatu hari datang daripada
engkau. Lalu ayahku bertanya kepada pamanku: "Apa yang engkau katakan
tentang dia (Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.)?".
Pamanku menjawab: "Aku mengatakan,
sesungguhnya dia itu nabi yang
telah diberitakan oleh Musa".
Ayahku bertanya lagi: "Lalu, apa
pendapatmu?".
218.
Pamanku menjawab: "Aku berpendapat, orang
memusuhinya selama ini
Inilah hukum dengki dalam mengharamkannya!
Adapun al-munafasah (berlomba-lomba), maka
tidak haram. Bahkan, adakalanya wajib, adakalanya sunat dan adakalanya
diperbolehkan (rau- bah). Dan kadang-kadang perkataan dengki (hasad), dipakai ;
anti berlomba-lomba (al-munafasah). Dan al-munafasah ganti al-hasad. Oatsam
bin AI-Abbas menerangkan: bahwa tatkala dia dan Al-Fadlal ber- maksud datang
kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. lalu keduanya meminta pada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
agar keduanya diangkat menjadi amir zakat (kepala pengurusan zakat). Keduanya
sudah mengatakan kepada Ali r.a., ketika Aii r.a. mengatakan kepada keduanya:
"Tak usah engkau pergi kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tidak akan mengangkat engkau menjadi amir zakat". Lalu
keduanya berkata kepada Ali r.a.: "Perkataan ini tidak timbul dari engkau,
selain karena nafasah (dengki atau ingin berlomba). Wa'llahi, demi Allah! Nabi
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. sudah mengawinkan engkau dengan puterinya (Fati- mah). Maka
kami tidak dengki yang demikian kepada engkau". Artinya: sikap ini dari
engkau itu dengki namanya. Dan kami tidak dengki kepada engkau, atas
dikawinkannya engkau dengan Fatimah. Menurut bahasa, kata-kata al-munafasah itu
terambil (musytaqqah) dari kata-kata nafasah (yang diartikan di atas tadl:
dengki atau ingin berlomba).
Dan yang menunjukan atas bolehnya al-munafasah,
ialah firman Allah Ta- 'ala:-
(Wa fii dzaalika
fal-yatanaa-fasil-mutanaa-fisuun).
وَفِي ذَٰلِكَ
فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
Artinya: "Dan untuk itu, hendaklah
berlomba orang-orang yang mau berlomba!". S. Al-Muthaf fifin, ayat 26.
Allah Ta'ala berfirman:-
سَابِقُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
(Saabiquu ilaa magh-firatin min rabbikum).
Artinya: "Berlombalah kamu mengejar
ampunan dari Tuhanmu!". S.Ai- Hadid, ayat 21.
Sesungguhnya perlombaan itu ketika ditakuti
hilang waktu. Dan itu adalah seperti dua orang hamba-sahaya yang
berlomba-lomba melayani tuan- nya. Karena masing-masing gundah akan didahului
oleh temannya. Lalu yang mendahului itu mendapat kedudukan pada tuannya, yang
tidak di- peroleh olehnya. Maka bagaimana dan Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
telah menegas-
(1) Dirawikan Ibnu Iskak dari Shafiyyah, hadits
munqathi' (putus sanadnya).
dup".(l).
219.
kan dengan yang demikian, seraya beliau
bersabda:-
لا حسد إلا في اثنتين رجل آتاه الله مالا فسلطه على هلكته في الحق
ورجل آتاه الله تعالى علما فهو يعمل به ويعلمه الناس
(Laa hasada illaa fits-natai-ni: rajulun
aataahu'l-laahu maalan fa salla-tha- huu 'alaahalakatihii fil-haqqi wa rajulun
aataahu '1-lahuu 'ilman fa huwa ya'malu bihii wa yu'alli-muhun-naasa).
Artinya: "Tak ada dengki (tak boleh
dengki), selain pada dua hal. Pertama, orang yang diberikan harta oleh Allah,
lalu dikuasainya harta itu untuk menghabiskannya pada kebenaran. Kedua, orang
yang diberikan ilmu oleh Allah, lalu diamalkannya ilmu itu dan diajarkannya
manusia".(1). Kemudian, Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menafsirkan yang demikian, pada hadits yang dirawikan Abi Kabsyah AI-Anmari,
dengan sabdanya:-
مثل هذه الأمة مثل أربعة رجل آتاه الله مالا وعلما فهو يعمل بعلمه في
ماله ورجل آتاه الله علما ولم يؤته مالا فيقول رب لو أن لي مالا مثل مال فلان لكنت
أعمل فيه بمثل عمله فهما في الأجر سواء
(Matsalu haadzihil-ummati matsalu arba'atin:
rajulun aataahul-Iaahu maalan wa 'ilman, fa huwa ya'malu bi'ilmihi fii maa
lihi, wa rajulun aataahul- laaahu 'ilman wa lam yu 'tihi maalan, fa yaquulu:
rabbi lau anna lii maalan mits-la maali fulaanin, la kuntu a'malu fiihi
bi-mits-li amalihi.fa huwa fil-ajri sawaa-un).Artinya: "Contoh ummat ini
adalah seperti empat macam orang: orang yang diberikan oleh Allah, harta dan
ilmu, lalu ia beramal (berbuat) dengan ilmunya pada hartanya; orang yang
diberikan oleh Allah ilmu dan tidak diberikan harta, lalu ia berdo'a:
".Hai Tuhanku! Jikalau kiranya aku mempunyai harta, seperti harta si Anu,
niscaya aku akan berbuat seperti perbuatannya". Kedua orang tersebut, sama
pahalanya". Dan orang (macam yang kedua itu), ada keinginan daripadanya,
supaya ia mempunyai harta seperti orang (yang pertama) tadi. Lalu ia akan
berbuat seperti apa yang deperbuat oleh orang yang macam pertama, tanpa
berkeinginan hilangnya nikmat dari orang yang pertama tersebut. Perawi
meneruskan riwayatnya:-
ورجل آتاه الله مالا ولم يؤته علما فهو ينفقه في معاصي الله ورجل لم
يؤته علما ولم يؤته مالا فيقول لو أن لي مثل مال فلان لكنت أنفقه في مثل ما أنفقه
فيه من المعاصي فهما في الوزر سواء
(Wa rajulun aataahul-laahu maalan wa lam yuftihi
ilman, fa huwa yunfiqu- hu fii ma 'aashil-laahi, wa rajulun lam-yu'tihi ilman
wa lam yu'tihi maalan, fa yaquulu: lan anna lii mits-la maali fulaanin, la
kuntu unfiquhu fii mits-li maa anfaqahu fiihi minal-ma'aashi, fa humaa
fil-wizri sawaa-un).
(1).
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu'Umar.
220.
Artinya: "Dan orang yang diberikan oleh
Allah, harta dan tidak diberikan ilmu. Lalu ia membelanjakan harta itu pada
perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Dan orang yang tidak diberikan ilmu
dan tidak diberikan harta. Lalu ia berkata: "Jikalau kiranya aku mempunyai
seperti harta si Anu, sungguh akan aku belanjakan, seperti apa yang dibelajakan
si Anu pada perbuatan maksiat". Maka kedua orang tersebut sama pada dosa-
nya".(1).
Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
mencela orang tersebut dari segi angan-angan (mengelamun) nya untuk
kemaksiatan. Tidak dari segi keinginannya hendak mempunyai nikmat seperti
harta si Anu itu.
Jadi, tidak berdosa orang yang suka orang lain
dalam kenikmatan dan mengingini bagi dirinya seperti nikmat tersebut, manakala
ia tidak meng-. ingini hilangnya nikmat itu dari orang tadi. Dan ia tidak benci
kekalnya nikmat itu bagi orang tersebut.
Ya, jikalau nikmat itu keagamaan yang wajib,
seperti iman, shalat dan zakat, maka munafasah ini wajib. Yaitu, ia menyukai
supaya dia seperti orang tersebut. Karena apabila ia tidak menyukai yang
demikian, maka adalah ia rela dengan kemaksiatan. Dan yang demikian itu haram
hukum- nya. Dan kalau nikmat itu termasuk perbuatan yang utama, seperti
menafkahkan harta pada perbuatan yang mulia dan sedekah, maka munafasah pada
perbuatan tersebut itu disunatkan. Dan jikalau nikmat itu di- nikmati atas
jalan mubah (yang diperboiehkan), maka munafasah padanya mubah
Semua itu kembali kepada kehendak persamaan dan
perhubungannya pada nikmat. Dan tak ada padanya kebencian nikmat. Dan di bawah
nikmat ini ada dua perkara:-
Pertama: kesenangan orang yang memperoleh
nikmat kepadanya. Yang lain (kedua): tampaknya kekurangan orang lain dan
tertinggalnva orang lain daripadanya. Dia benci salah satu dari dua segi itu.
Yaitu: ter- tinggal dirinya dan ia menyukai persamaannya dengan orang itu. Dan
tak ada dosa atas orang yang benci tertinggal dirinya dan kekurangannya pada
perbuatan-perbuatan (mubah).
Benar, yang demikian itu kekurangan dari
perbuatan-perbuatan utama. Dan berlawanan dengan zuhud, tawakkal dan rela.
Danmendindinginva dari kedudukan-kedudukan (maqam-maqam) yang tinggi. Akan
tetapi tidak mengharuskan (menetapkan) yang demikian itu akan kemaksiatan.
Disini suatu titik yang tersembunyi. Yaitu: apabila ia putus asa daripada
memperoleh seperti nikmat itu dan ia benci tertinggalnya dan kekurangannya,
maka tidak mustahil, ia akan mengingini hilangnya kekurangan itu. Dan
kekurangan itu akan hilang, adakalanya dengan ia memperoleh seperti yang
demikian atau dengan hilangnya nikmat orang yang didengkiinya. Maka apabila
tertutup salah satu dari dua jalan itu, lalu ham-
(1)
Dirawikan Ibnu Majah dan At-Turmudzi dari Abi Kabsyah, hadits shahih.
221.
pirlah hati, tiada akan terlepas dari keinginan
jalan yang lain. Sehingga apabila nikmat itu Kilang dari orang yang
didengkiinya, niscaya adalah yang demikian itu lebih menyembuhkannya, daripada
kekalnya nikmat tersebut. Karena dengan hilangnya nikmat itu, akan hilanglah
tertinggalnya dan terke- mukanya orang lain. Dan ini hampirlah hati itu tiada
terlepas daripadanya. Jikalau yang demikian, dimana sekiranya persoalan itu
diserahkan kepadanya dan dikembalikan kepada pilihannya, niscaya sesungguhnya
ia ber- usaha menghilangkan nikmat tersebut dari orang yang didengkiinya, maka
itu adalah dengki yang sangat tercela. Dan jikalau ia dicegah oleh ke-taq-
wa-annya daripada menghilangkan nikmat itu, maka ia dima'afkan dari apa yang
diperolehnya pada tabi'atnya, tentang senangnya hilang nikmat itu dari orang
yang didengkiinya, manakala ia tidak suka bagi yang demikian dari hatinya,
disebabkan akal dan agamanya. Mudah-mudahan yang demikian, yang dimaksud dengan
sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.: "Tiga perkara, tiada terlepas orang mu'min daripadanya,
yaitu: dengki, jahat sangka dan hati terbang (tidak berdekatan hati)".(l).
Kemudian, Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
bersabda: "Bagi orang mu'min mempunyai jalan keluar, dari tiga perkara
tersebut. Yaitu: apabila engkau dengki, maka ja- ngan engkau mau".
Artinya: Kalau engkau dapati sesuatu pada hati engkau, maka jangan engkau
kerjakan.
Dan jauhlah dari kebenaran, bahwa manusia itu
bermaksud menyamai saudaranya pada kenikmatan. Lalu ia lemah daripada
memperolehnya. Kemudian senantiasalah ia cenderung supaya nikmat itu hiiang.
Karena-ti- dak mustahil ia akan memperoleh penguatan baginya atas kekalnya nikmat
tersebut.
Maka batasan ini dari al-munafasah, akan
mendesak dengki yang haram. Sayogialah menjaga diri padanya. Sesungguhnya itu
tempat berbahaya. Tiada seorangpun dari manusia, melainkan ia akan meiihat di
atas dirinya, segolongan kenalan dan teman-temannya yang ingin menyamainya. Dan
hampirlah yang demikian itu menarik kepada kedengkian yang dilarang, kalau ia
tidak kuat iman dan keras taqwa.
Manakala yang menggerakkan kedengkian itu
karena takut berlebih-kurang dan kelihatan kekurangannya dari orang lain,
niscaya yang demikian akan menghelanya kepada kedengkian yang tercela. Dan
kepada kecenderung- an tabiat (keinginan) kepada hilangnya nikmat dari
saudaranya. Sehingga turun saudaranya itu, kepada persamaan dengan dia. Karena
ia tidak sanggup untuk menaiki kepada persamaan dengan memperoleh nikmat
tersebut. Dan yang demikian, tidaklah sekali-kali diberi kelonggaran. Akan
tetapi itu adalah haram. Sama saja yang demikian itu, pada mak- sud-maksud
agama atau pada maksud-maksud duniawi. Akan tetapi dima'afkan pada yang
demikian insya Allah Ta'ala, selama tidak dilaksana kannya. Dan adalah
kebenciannya dari jiwanya kepada yang demikian itu, menjadi kaffarah (penutup
dosa) baginya. Inilah hakekat dengki dan hukum-hukumnya!
(1)
Hadits ini sudah diterangkan dulu, beberapa kali.
222.
Adapun tingkat-tingkat dengki itu empat
perkara:-
Pertama: Bahwa ia mengingini hilangnya nikmat dari orang lain, walaupun
yang demikian tidak berpindah kepadanya. Dan inilah yang paling keji!
Kedua: bahwa
ia mengingini hilangnya (berpindahnya) nikmat karena ke- inginannya pada nikmat
itu, seperti: keinginannya kepada rumah yang baik atau wanita yang cantik atau
kekuasaan yang tembus atau kehidupan yang lapang, yang telah diperoleh orang
lain. Ia mengingini supaya nikmat itu baginya. Dan yang dicarinya, ialah nikmat
tersebut, bukan hilangnya dari orang lain itu. Kebenciannya, ialah: ketiadaan
nikmat itu baginya. Bukan karena dinikmati orang lain dengan nikmat itu.
Ketiga: bahwa ia tidak rindu nikmat itu sendiri bagi dirinya. Akan tetapi
ia rindu seperti nikmat itu. Kalau ia lemah daripada niemperoleh seperti nikmat
tersebut, niscaya ia mengingini hilangnya (dari orang lain). Supaya tidak
kelihatan ke-lebih-kurangan di antara keduanya (antara dia dan orang lain).
Keempat: bahwa ia rindu bagi dirinya seperti nikmat tersebut. Kalau tidak
berhasil, maka ia tidak mengingini hilangnya nikmat tersebut dari orang itu.
Yang penghabisan (yang keempat) ini,
dima'afkan, kalau dalam urusan keduniaan. Dan disunatkan kalau dalam urusan
keagamaan. Dan yang nomor tiga, ada yang tercela dan ada yang tidak tercela.
Dan yang nomor dua itu lebih ringan dari yang nomor tiga. Dan yang pertama itu
tercela semata-mata. Dan menamakan tingkat kedua itu dengki, adalah suatu
kemungkinan dan perluasan (arti kata-kata). Tetapi itu dengki, adalah suatu
kemungkinan dan perluasan (arti kata-kata). Tetapi itu tercela, karena firman
Allah Ta'ala:-
وَلَا تَتَمَنَّوْا
مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
(Wa laa tatamannau maa fadl-dlalal-laahu bihi
ba'dlakum alaa ba'dlin). Artinya: "Janganlah kamu iri hati terhadap
pemberian Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain'1.
S.An- Nisa',ayat 32.
Maka iri hati (bercita-cita) untuk seperti yang
demikian itu, tidak tercela. Adapun iri hatinya untuk memperoleh benda itu
sendiri, maka itu tercela.
223.
PENJELASAN: sebab-sebab dengki dan
berlomba-lomba.
Adapun berlomba-lomba (al-munafasah), sebabnya,
ialah: kecintaan kepada sesuatu yang ada padanya al-munafasah. Kalau yang
demikian itu urusan keagamaan, maka sebabnya, ialah: kecintaan„kepada Allah
Ta'ala dan kecintaan mentha'atiNYA. Dan kalau urusan ke-dunia-an, maka sebabnya,
ialah: kecintaan kepada yang diperbolehkan di dunia dan memperoleh kenikmatan
dengan yang dipetbolehkan itu. Sesungguhnya, kita perhatikan sekarang tentang
dengki yang tercela. Pintu masuknya banyak sekali. Akan tetapi jumlahnya
terbatas kepada tujuh pintu.
Yaitu: permusuhan, perasaan kemuliaan diri
(at-ta'azzuz), tekebur, mengherani diri sendiri (ta'ajjub), takut kehilangan
maksud-maksud yang dicintai, kesukaan menjadi kepala, keji jiwa dan kikirnya.
Sesungguhnya, tidak menyukai nikmat kepada orang
lain, adakalanya, karena orang itu musuhnya. Lalu ia tidak menghendaki
kebajikan bagi orang tersebut. Dan ini tidak tertentu dengan teman-teman yang
sebaya saja, bahkan orang yang hina ada yang dengki kepada raja. Dengan
pengertian, bahwa ia menyukai hilang kenikmatannya. Kairena ia marah kepada
raja itu, disebabkan perbuatan jahat raja tersebut kepadanya atau kepada orang
yang dicintainya. Adakalanya, bahwa ia mengetahui, bahwa orang yang memperoleh
kenikmatan itu menyombong dengan kenikmatan kepadanya. Dan ia tidak sanggup
memikul kesombongan dan kebanggaan orang itu, karena perasaan kemuliaan
dirinya. Dan itulah yang dimaksud dengan: at- ta'azzuz.
Adakalanya, bahwa ia pada tabi'atnya
(karakternya) merasa besar diri atas orang yang didengkiinya. Dan yang demikian
itu tercegah kepadanya, karena kenikmatan orang tersebut. Dan itulah yang
dimaksud dengan: tekebur.
Adakalanya, bahwa nikmat itu besar dan
kedudukan itu tinggi. Lalu ia merasa ta'ajjub dari kemenangan temannya yang
sebaya, dengan kenikmatan yang seperti i.tu. Dan. itulah yang dimaksud dengan:
ta'ajjub. Adakalanya, bahwa ia takut dari hiiang maksud-maksudnya, disebabkan
nikmatnya orang itu, dengan berusaha untuk ia sampai kepadamendesaknya pada
maksud-maksudnya.
Adakalanya, bahwa ia menyukai menjadi kepala
(hubbur-riyasah), yang terbina di atas keistimewaan dengan sesuatu kenikmatan,
yang tidak ada kesama-rataan padanya.
Adakalanya, bahwa tidak ada ia dengan salah
satu dari sebab-sebab tersebut. Akan tetapi karena kekejian jiwa dan kekikirannya
dengan kebajikan kepada hamba-hamba Allah Ta ala. Dart tak dapat, daripada
penguralan sebab-sebab ini:-
Sebab pertama: permusuhan dan kemarahan. Dan inilah sebab
kedengkian yang paling berat. Sesungguhnya orang yang disakiti oleh seseorang
dengan sesuatu sebab dan berbeda kepentingan dengan salah satu segi, niscaya
hatinya akan benci dan marah kepada orang tersebut. Dan melekat- lah kedengkian
itu pada hatinya. Dan kedengkian itu menghendaki ke- sembuhan dan pembalasan
dendam. Kalau orang yang marah itu lemah
224.
dari kesembuhan itu dengan sendirinya, niscaya
ia menyukai akan disem- buhkan oleh masa. Kadang-kadang yang demikian membawa
kepada kemuliaan dirinya pada sisi Allah Ta'ala. Maka manakala musuhnya menda-
pat bencana, niscaya ia merasa senang dan menyangka bahwa bencana itu balasan
yang setimpal kepada musuh itu, dari pihak Allah, di atas kemarahannya. Dan
bencana itu lantaran karenanya. Dan manakala musuhnya memperoleh nikmat,
niscaya yang demikian itu menyakitkannya. Karena berla- wanan dengan maksudnya.
Kadang-kadang terguris dalam hatinya, bahwa ia tiada mempunyai kedudukan
(manzilah) pada sisi Allah, dimana Allah Ta'ala tiada mengambil balasan baginya
dari musuhnya yang telah menya- kitinya. Tetapi Allah memberi nikmat kepada
musuhnya itu. Kesimpulannya, dengki itu mengharuskan kemarahan dan permusuhan.
Dan tidak berpisah dari keduanya. Dan tujuan orang yang menjaga diri (orang
yang taqwa), ialah: bahwa ia tidak mau dan tidak menyukai yang demikian dari
jiwanya.
Adapun untuk memarahi manusia, kemudian sama
senang dan sakitnya pada manusia tersebut, maka ini tidak mungkin. Dan ini
termasuk apa yang disifatkan oleh Allah Ta'ala akan orang-orang kafir. Ya'ni:
dengki dengan permusuhan. Karena Allah Ta'ala berfirman :-Artinya: "Dan
bila mereka menemui kamu, mereka mengatakan: Kami beriman. Dan apabila mereka
sendirian, digigitnya anak jarinya, karena sangat marah kepadamu. Katakan
kepada mereka: Matilah karena bersingatan marahmu! Sesungguhnya Allah itu
mengetahui isi hati. Jika kamu beroleh kebajikan, niscaya menyedihkan kepada
mereka. Dan jikalau kamu ditimpa kesusahan, niscaya mereka girang karenanya.
Dan kalau kamu sabar dan memelihara dirimu, niscaya tipu day a mereka tidaklah
akan membahayakan kepada kamu sedikitpun. Sesungguhnya Allah itu mengetahui
sungguh apa yang mereka kerjakan".S.Ali 'Imran, ayat 119-120.
225.
Dan seperti yang demikian, Allah Ta'ala
berfirman:-
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
(Wadduu maa 'annittum, qad badatil-bagh-dlaa-u
min-afwaa-hihim, wa maa tukhfii shuduuruhum akbaru).Artinya: "Mereka
ingin menyusahkan kamu. Sesungguhnya rasa kebencian telah lahir dari mulut
mereka dan apa yang tersimpan dalam hati mereka itu lebih besar". S.Ali
'Imran, ayat 118.
Kedengkian itu disebabkan kemarahan.
Kadang-kadang membawa kepada berbantah-bantahan, berbunuh-bunuhan, menghabiskan
umur pada menghilangkannya nikmat orang dengan segala daya dan usaha, membuka
rahasia yang harus di tutup dan lain-lain sebagainya.
Sebab kedua: atta'azzuz. Yaitu: bahwa berat baginya bahwa orang lain
meninggikan diri atasnya. Apabila sebahagian temannya yang sebaya, memperoleh
kekuasaan atau pengetahuan atau harta, niscaya ia takut bahwa teman itu akan
menyombong terhadap dirinya. Dan tidaklah termasuk maksudnya untuk menyombong.
Akan tetapi maksudnya, bahwa ia meno- lak akan kesombongan jtemannya. Karena
sesungguhnya ia rela dengan persamaan - umpamanya dengan teman tersebut. Akan
tetapi ia tidak rela, dengan ketinggian taman itu terhadap dirinya.
Sebab Ketiga: tekebur (sombong). Yaitu: bahwa ada pada tabi'atnya (karakternya)
untuk menyombong terhadap orang lain, memandang kecil dan menggunakan tenaganya
(membuatnya menjadi pelayannya). Dan mengha rap dari orang tersebut, akan
mematuhi dan mengikuti segala maksudnya. Maka apabila orang tersebut memperoleh
suatu nikmat, niscaya ia takut bahwa ia tiada akan dapat memikul kesombongan
orang itu. Dan orang itu akan menarik diri daripada mengikutinya. Atau kadang-kadang
menonjol kepada kesamaan atau kepada meninggi di atasnya. Lalu orang tersebut
kembali menjadi penyombong, sesudah ia menyombong terhadap orang itu. Dan
termasuk sebahagian dari tekebur dan ta'azzuz, ialah kedengkian kebanyakan
orang-orang kafir terhadap Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Karena mereka itu mengatakan: "Bagaimana mendahului kita (tampil terhadap
kita), seorang budak laki-laki yang yatim. Dan bagaimana kita akan menundukan
kepala kita?".Lalu mereka mengatakan, yang tersebut dalam Al-Qur-an:-
وَقَالُوا لَوْلَا
نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ
(Lau laa nuzzila haadzal-Qur-anu 'alaa rajulin
minal-qaryataini "adhiim). Artinya: "Mengapa Al-Qur-an ini tidak
diturunkan kepada orang besar dari salah satu dua kota?". S.Az-Zukhruf,
ayat 31.(1). Artinya: tidak akan berat bagi kita untuk merendahkan diri
kepadanya dan mengikutinya, apabila dia (Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.)
itu orang besar (tidak dari anak yatim dan orang biasa).
(1) Dua kota itu, ialah:Mekah dan Tha-if. Ayat
tersebut menceritakan perkataan orang kafir. Menurut Ibnu Ishaq dalam
"As-Sirah", bahwa yang mengatakan itu, ialah Al-Walid bin
Al-Mughirah. Dan itulah sebabnya turan ayat tersebut.(Pent).
226
Allah Ta'ala berfirman, menyifatkan perkataan
kaum Quraisy:-
أَهَٰؤُلَاءِ مَنَّ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا ۗ
(A-haa-ulaa-i mannal-laahu 'alai-him min
baininaa).
Artinya: "Inikah orang-orang yang
dikurniai Allah di antara kami?". S.A1-An'am, ayat 53.
Sebagai penghinaan dan kesombongan mereka.
Sebab Keempat: ta'ajjub (mengherani diri),
sebagaimana dikabarkan olehAllah Ta'ala dari hal ummat-ummat yang lampau.
Karena mereka itu mengatakan:-
قَالُوا مَا
أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَٰنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ
أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
(Maa-antun ilia basyarun mits-lunaa).
Artinya: "Kamu tiada lain, hanya manusia
serupa kami juga". S. Ya Sin, ayat 15. Dan mereka mengatakan:
فَقَالُوا
أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ
(A-nu*minuli-basyaraini mits-linaa wa qaumu
humaa lanaa 'aabiduun). Artinya: "Apakah kami akan percaya (beriman)
kepada dua manusia (Musa dan Harun), yang serupa kami, sedang kaumnya
menghambakan diri kepada kami?". S.Al-Mu'minun, ayat 47.
وَلَئِنْ
أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ
(Wa la-in atha'tum basyaran mits-lakum,
inna-kum idzan la-khaasi-ruun). Artinya: "Dan kalau kamu turuti manusia
yang serupa kamu itu, tentulah kamu akan menderita kerugian".
S.Al-Mu'minum, ayat 34. Mereka merasa ta'ajjub (mengherani diri), bahwa manusia
yang serupa dengan mereka, memperoleh kemenangan dengan pangkat kerasulan, wah-
yu dan dekat dengan Allah Ta'ala. Manusia. seperti mereka lalu mereka dengki
kepadanya dan mereka mengingini hilangnya pangkat kenabiandari padanya. Karena
gundah nanti melebihi dari mereka, orang yang serupa dengan mereka pada bentuk
kejadian. Bukan dengan maksud tekebur, ingin menjadi kepala dan mendahulukan
permusuhan ataupun lain sebab dari sebab-sebab itu. Mereka berkata dengan penuh
keheranan:-
أَبَعَثَ اللَّهُ
بَشَرًا رَسُولً
(A-ba'atsal-laahu basyaran rasuulaa).
Artinya: "Adakah Allah mengutus manusia
untuk menjadi rasul?". S.Al- Isra’ ayat 94.
227.
Mereka mengatakan:-
لَوْلَا أُنْزِلَ
عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ
(Lau-laa unzila 'alainal-malaa-ikah).
Artinya: "Mengapa tidak malaikat
diturunkan kepada kami?". S.AI-Furqan, ayat 21.
Allah Ta'ala berfirman:-
أَوَعَجِبْتُمْ
أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ
وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
(A-wa ajibtum,an-jaa-akum dzikrun mir-rabbikum
'alaa rajulin minkum, li- yunzira-kum, wa li-tattaquu, wa la'allakum
tur-hamuun). Artinya: "Apakah mengherankan kamu kedatangan peringatan
(pengajar- an) dari Tuhan kamu, dengan perantara seorang laki-laki dari golongan
kamu, supaya ia memberi ingat kepada kamu dan supaya kamu bertaqwa dan supaya
kamu beroleh rahmat". S.Al-A'raf, ayat 63.
Sebab Kelima: takut hilangnya maksud-maksud. Dan yang
demikian itu ter- tentu dengan orang-orang yang berebutan pada satu maksud.
Maka masing-masing dengki kepada temannya pada setiap nikmat yang menjadi
penolong baginya pada kesendirian dengan maksud. Termasuk jenis ini,
berdengki-dengkian wanita-wanita bermadu pada berebutan atas maksud-maksud
kesuamian. Berdengki-dengkian sesama sauda- ra, pada berebutan untuk memperoleh
tempat pada hati ibu-bapa, untuk sampai kepada maksud-maksud kemuliaan dan
harta. Begitu pula, berdengki-dengkian dua orang murid bagi seorang guru,untuk
memperoleh tingkat pada hati guru: Dan berdengki-dengkian teman-teman raja dan
orang-orang pilihannya pada memperoleh kedudukan pada hati raja, untuk sampai
kepada harta dan kemegahan.
Begitu pula berdengki-dengkian dua juru nasehat
yang berebut-rebutan pada penduduk sebuah desa, apabila maksudnya memperoleh
harta dengan baik sambutan pada mereka. Begitu pula berdengki-dengkian dua
orang alim, yang berebut-rebutan pada suatu golongan yang mempelajari ilmu
fiqh, yang terbatas jumlahnya. Karena masing-masing mencari tempat pada hati
mereka, untuk sampai kepada maksud-maksudnya. Sebab Keenam: ingin menjadi
kepala dan mencari kemegahan bagi dirinya, tanpa menyampaikan diri kepada
sesuatu maksud. Yang demikian itu, seperti seorang laki-laki yang menghendaki
bahwa dia tidak ada bandingan- nya pada sesuatu ilmu pengetahuan, apabila telah
mengeras kesukaan pujian baginya. Dan menggeletar kegembiraan dengan pujian
kepadanya, bahwa dia satu-satunya dan yang tunggal, tak ada bandingan pada
masa itu, pada ilmu pengetahuan tersebut. Kalau didengarnya, ada yang
menanding- inya pada pojok dunia yang terjauh, niscaya yang demikian itu
menyakiti-
228.
nya. Dan ia mengingini orang itu mati atau
hilang nikmat daripadanya, yang menyekutuinya pada kedudukan, dari: keberanian
atau pengetahuan atau ibadah atau parusahaan atau kecantikan atau kekayaan atau
yang lain, dari hal-hal yang ia ingini sendirian dalam hal tersebut. Dan ia
merasa gembira dengan sebab kesendiriannya.
Sebabnya dalam hal ini, tidaklah permusuhan,
ta'azzuz, kesombongan terhadap orang yang didengkiinya dan takut dari kehilangan
sesuatu maksud, selain semata-mata ingin menjadi kepala, dengan dakwaan bahwa
ia satu- satunya dalam hal tersebut.
Dan ini, adalah dibalik apa yang ada di antara
seseorang ahli ilmu (ulama), dari hal mencari kemegahan dan kedudukan pada hati
manusia, untuk me- nyampaikan diri kepada maksud-maksud, Selain dari menjadi
kepala. Dan adalah ulama-ulama Yahudi mengingkari mengenai Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan
mereka tidak beriman kepadanya. Karena takut akan rusak nya jabatan menjadi
kepala dan pengikut mereka, manakala tidak digunakan lagi (man- sukh) keilmuan
mereka.
Sebab Ketujuh: keji diri dan kikirnya dengan
kebajikan kepada hamba Allah Ta'ala. Sesungguhnya anda, akan menjumpai orang
yang tidak menyibuk- kan dirinya dengan kesukaan menjadi kepala, sombong dan
mencari harta. Apabila disifatkan kepadanya, akan baiknya keadaan seseorang
hamba Allah Ta'ala, tentang nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada orang
itu, lalu menyusahkannya yang demikian. Dan apabila disifatkan, kepadanya,
kegoncangan hal-ihwal orang-orang, terbelakang dan lenyapnya maksud-maksud
orang itu dan sempit kehidupannya, niscaya ia gembira. Ia se- lalu menyukai
terbelakangnya orang Iain dan ia kikir dengan nikmat Allah kepada
hamba-hambaNya. Seakan-akan mereka mengambil yang demikian itu, dari
kepunyaannya dan simpanannya. Dikatakan: orang bakhil (orang kikir), ialah:
orang yang bakhil (kikir) dengan hartanya sendiri. Dan orang shahih (orang
loba), ialah: orang yang kikir dengan harta orang lain. Orang tersebut kikir
dengan nikmat Allah Ta'ala kepada hamba-hambanya, dimana tidak ada permusuhan
dan ikatan di antara orang tadi dan mereka. Dan ini,tidak ada sebab yang nyata,
selain dari kekejian pada jiwa dan kehinaan pada tabiat, yang telah menjadi
sidat (karakter)nya.
Dan pengobatannya sukar. Karena dengki yang
tetap dengan sebab-sebab lain, adalah sebab-sebabnya mendatang, yang dapat di
gambarkan akan menghilang. Lalu ia mengharap pada menghilangkannya. Dan ini
lebih keji pada sifat (karakter). Tidak dari sebab yang mendatang. Maka
sukarlah menghilangkannya. Karena menurut kebiasaan, mustahillah dapat
menghilangkannya.
Itulah sebab-sebab dengki! Kadang-kadang
terkumpul sebahagian sebab-sebab ini atau lebih banyak atu semuanya pada orang
seorang. Lalu, dengan demikian, bersangatlah dengki pada orang itu. Dan kuat,
sebagai suatu kekuatan, yang tidak sanggup ia menyembunyikannya atu
berbaik-baikan.
229.
Akan tetapi rusaklah hijab. (dinding)
berbaik-baikan itu. Dan lahirlah permusuhan dengan terang-terangan. Dan pada
kebanyakan dengki-dengkian itu, berkumpul sejumlah sebab-sebab tersebut. Dan
sedikitlah terlepas suatu sebab pun daripadanya!.
PENJELASAN: sebab tentang banyaknya kedengkian
di antara teman-teman sebaya, sahabat, saudara, anak paman dan kaum kerabat.
Dan menguatnya, sedikitnya dan lemahnya pada orang-orang lain.
Ketahuilah, sesungguhnya dengki itu banyak di
antara kaum (golongan), yang terdapat banyak sebab-sabab yang kami sebutkan
tadi, di antara mereka. Dan dengki itu menjadi kuat, di antara kaum yang
terkumpul sejumlah sebab-sebab tersebut pada mereka dan menonjol. Karena orang
seorang boleh ia berdengki, karena kadang-kadang ia tidak mau menerima
kesombongan orang. Karena orang itu tekebur dan karena orang itu musuhnya dan
karena sebab-sebab yang lain.
Sebab-sebab orang itu musuhnya dan karena
sebab-sebab yang lain. Sebab-sebab tersebut, sesungguhnya banyak di antara
kaum-kaum (golong- an-golongan), yang dihimpunkan mereka oleh ikatan-ikatan,
dimana dengan sebab ikatan-ikatan tadi, mereka berkumpul pada tempat-tempat
orang berbincang-bincang. Dan mereka mendatanginya dengan berbagai macam
maksud. Maka apabila salah seorang dari mereka berlainan dengan temannya
mengenai sesuatu maksud, niscaya liarlah tabiatnya dari teman itu. Dan
menimbulkan ia marah. Dan melekatlah kedengkian dalam hatinya. Maka pada
ketika itu, ia bermaksud menghinakan, bersikap sombong terhadap orang itu dan
mengimbanginya untuk menyalahi maksudnya. Ia benci akan tetapnya orang itu pada
nikmat yang menyampaikannya kepada maksud-maksudnya.
Sejumlah dari sebab-sebab itu mempunyai arti
yang bersamaan. Karena tiada ikatan di antara dua orang pada dua negeri yang
berjauhan. Maka ti- adalah di antara orang itu dengki-mendengki.
Begitu pula pada dua tempat. Benar, apabila
keduanya bertetangga pada tempat tinggal atau pasar atau sekolah atau masjid,
niscaya keduanya da- tang-mendatangi, pada maksud-maksud, yang bertentangan
maksud-maksudnya. Maka berkobarlah dari pertentangan itu, berlarian hati dan
kemarahan. Dan dari pertentangan tersebut, berkobarlah sebab-sebab kedengkian
yang lain. Dan karena itulah, anda melihat orang berilmu (orang alim), dengki
kepada orang berilmu. Dan tidak kepada orang abid (orang yang banyak
ibadahnya). Orang abid itu dengki kepada orang abid. Dan tidak kepada orang
alim. Pedagang (saudagar) itu, dengki kepada pedagang. Bahkan, penjahit itu
dengki kepada penjahit. Dan ia tidak dengki kepada penjual kain. Tidak lain
sebabnya, selain dari kesamaan pada pekerjaan.
230.
Orang. laki-laki itu dengki kepada saudaranya
dan anak pamannya, labih banyak dari kedengkiannya kepada orang lain. Wanita
itu dengki kepada madunya (istri suaminya) dan gundik suaminya, lebih banyak
dari kedengkiannya kepada ibu suaminya dan anak perempuan suaminya. Karena maksud
penjual kain itu berbeda dengan maksud penjahit. Maka mereka tidak
desak-mendesak di atas maksud-mksud itu. Karena maksud penjual kain itu kekayaan.
Dan ia tidak akan memperoleh kekayaan itu, selain dengan banyak Iangganan. Dan
ia akan berebut-rebutan dengan penjual kain yang lain, karena Iangganan penjual
kain, tidak dicari oleh tukang jahit. Tetapi dicari oleh penjual kain. Kemudian
desak-mendesaknya penjual kain yang menjadi tetangganya itu, lebih banyak
daripada desak mendesaknya yang jauh ke tepi pasar. Maka tak dapat dibantah,
adanya kedengkiannya kepada tetangga itu, lebih banyak.
Begitu pula orang yang berani, akan dengki
kepada orang yang berani. Dan ia tidak akan dengki kepada orang alim. Karena
maksudnya, supaya ia di- sebut sebagai orang berani dan termasyhur dengan
keberanian itu. Dan ia menjadi satu-satunya, yang bersifat dengan yang
tersebut. Dan orang alim tidak akan mendesaknya atas maksud itu.
Begitu pula orang alim akan dengki kepada orang
alim. Dan ia tidak akan dengki kepada orang berani. Kemudian, dengkinya juru
nasehat (mubal- ligh atau wa'idh) kepada jUru nasehat itu, lebih banyak dari
dengkinya kepada ahli fiqh (orang faqih) dan tabib (dokter). Karena
desak-mendesaknya di antara keduanya kepada suatu maksud itu lebih khusus. Maka
pokok asal-usul dengki-berdengkian ini, ialah permusuhan. Dan asal- usul
permusuhan, ialah desak-mendesak di antara keduanya pada suatu maksud. Dan
maksud yang satu itu, tiada akan menghimpunkan dua orang yang berjauhan. Akan
tetapi yang bersesuaian. Maka karena itulah, banyak kedengkian di antara
keduanya. Benar, orang yang bersangatan lobanya kepada kemegahan dan menyukai
suaranya terdengar kesegenap penjuru dunia, dengan segenap isinya, maka
sesungguhnya ia akan dengki kepada setiap orang yang ada di alam ini, walau pun
ia jauh dari orang yang bersa- ma-sama ingin memperoleh bahagian dalam perkara
yang dibanggakannya. Sumber semuanya itu, ialah: menciniai dunia.
Sesungguhnya dunia, ialah yang menyempitkan
kepada orang-orang yang desak-mendesak. Adapun akhirat, maka tak ada kesempitan
padanya. Dan sesungguhnya yang seumpama akhirat itu, ialah: kenikmatan ilmu.
Maka tak dapat dibantah, bahwa orang yang menyukai mengenal (ma'rifah) Allah
Ta'ala, mengenal sifat-sifatNya, para malaikatNya, nabi-nabiNya, alam ma- lakut
langit dan bumiNya, niscaya ia tiada akan dengki kepada orang lain, apabila ia
mengetahui yang demikian juga. Karena mengenal (ma'rifah) itu tiada akan
menyempitkan orang-orang yang mengenal (orang 1arfin) itu. - Bahkan,
suatu ilmu yang diketahui, akan diketahui oleh beribu-ribu orang berilmu. Ia
merasa gembira dengan ma'rifahnya itu dan merasa lazat cita
231.
rasanya. Dan tiada akan berkurang kelazatan
bagi seseorang, disebabkan orang Iain. Akan tetapi dengan banyaknya orang. yang
mengetahuinya, akan berhasil penambahan kejinakan hati dan buah memperoleh
faedah dan memfaedahkan kepada orang lain.
Maka karena itulah, tidak ada dengki-mendengki
di antara ulama-ulama agama ('ulamau'ddin). Karena maksud mereka itu mengenal
(ma'rifah) Allah Ta'ala.
Dan itu lautan yang luas, yang tidak sempit
mengenai apa yang disisi Allah Ta'ala. Karena nikmat yang paling mulia disisi
Allah Ta'ala ialah kelazatan bertemu dengan Dia. Dan tak ada padanya yang
menghalangi dan yang de- sak-mendesak. Dan oleh sebahagian yang memandang,
tiada akan menyempitkan kepada sebahagian. Akan tetapi kejinakan hati bertambah
dengan banyaknya mereka.
Benar, para ulama itu apabila bermaksud dengan
ilmunya, akan harta dan kemegahan, niscaya mereka dengki-mendengki. Karena
harta itu benda dan barang bertubuh. Apabila jatuh dalam tangan seseorang,
niscaya terlepaslah tangan orang lain daripadanya.
Arti kemegahan, ialah: memiliki hati. Dan
manakala telah penuh hati seseorang, dengan pengagungan seorang alim (ulama),
niscaya -tidak mustahil- ia berpaling dari penghormatan kepada ulama lain. Atau
penghormatan itu berkurang. Maka yang demikian itu, menjadi sebab bagi
dengki-mendengki. Dan apabila hati itu penuh dengan kegembiraan mengenai
(ma'rifah)^ Allah Ta'ala, niscaya yang demikian tiada akan mencegah untuk
penuhnya hati orang lain dengan ma'rifah tersebut dan untuk bergembira dengan
yang demikian.
Perbedaan antara ilmu dan harta, ialah, bahwa
harta itu tiada akan bertem- pat pada tangan seseorang, sebelum ia berpindah
dari tangan orang lain. Sedang ilmu dalam hati seorang alim itu tetap dan dapat
bertempat dalam hati orang lain, dengan mengajarinya, tanpa ilmu itu berpindah
dari hatinya. Dan harta itu bertubuh dan merupakan benda-benda dan mempunyai
kesudahan. Maka jikalau manusia memiliki semua yang pada bumi, niscaya tiada
lagi tinggal harta sesudahnya, yang akan dimiliki oleh orang lain. Dan ilmu itu
tiada mempunyai kesudahan dan tiada tergambar akan kelengkap- annya. Maka
barangsiapa membiasakan dirinya bertafakkur tentang kea- gungan dan kebesaran
Allah, alam malakut bumiNya dan langitNya, niscaya jadilah yang demikian itu
lebih lazat padanya dari semua nikmat. Dan ia tiada terlarang daripadanya dan
tiada yang mendesak. Maka tiadalah dalam hatinya kedengkian kepada seseorang
dari mahluk. Karena orang lain juga, kalau mengetahui seperti ma'rifahnya,
niscaya tiada akan berkurang dari kelezatannya. Bahkan, kelezatan itu bertambah
dengan kejinakan hatinya. Maka kelazatan mereka dalam membaca keajaiban alam
malakut secara te- rus-menerus itu, lebih besar dari kelazatan orang yang
memandang kepada kayu-kayuan sorga dan taman-tamannya dengan mata zahiriah.
Sesungguhnya kenikmatan bagi orang yang
berma'rifah (orang 'arif) dan sorganya, ialah marrifahnya, yang
menjadi sifat dirinya. Ia merasa aman dari hilangnya. Dan ia akan memetik
buahnya untuk selama-lamanya. Maka ia dengan nyawa dan hatinya, memakan
buah-buah ilmimya. Dan itu buah-buah yang tiada terputus dan terlarang. Bahkan
memetiknya dekat sekali. Yaitu, walaupun ia memejamkan mata zahiriahnya, maka
rohiiya bermain-main dalam sorga tinggi dan perkebunan yang penuh
bunga-bungaan, untuk selama-lamanya.
Kalau diumpamakan, banyaknya orang 'arifin
(orang yang berilmu ma'rifah), niscaya tiadalah mereka itu berdengki-dengkian.
Akan tetapi adalah mereka seperti yang difirmahkan oleh Allah Tuhan
Rabbul'alamin; tentang mereka.- -
وَنَزَعْنَا مَا
فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
(Wa naza'naa maa fii shuduu-rihim min ghillin
ikhwaa-nan 'alaa sururin mutaqaa-biliin).
Artinya: "Dan Kami buangkan segala
kedengkian yang ada dalam hati mereka, (sehingga mereka menjadi) bersaudara,
berhadap-hadapan di atas ranjang". S.Al-Hijr, ayat 47.
Maka inilah keadaan mereka dan mereka itu jauh
dalam dunia. Maka apakah yang disangka pada mereka, ketika terbukanya tutup
dan menyaksikan YANG DICINTAI pada hari kesudahan (akhirat)?
Jadi tiadalah akan tergambar, bahwa dalam sorga
itu ada dengki-mendengki. Dan tidak akan ada, diantara ahli sorga dalam dunia
dengki-men- dengki. Karena sorga itu tak ada sempit-menyempit dan
desak-mendesak kan di dalamnya. Dan sorga itu. tiada akan tercapai, selain
dengan ma'rifah Allah Ta'ala, yang tidak pula desak-mendesakkan padanya, dalam
dunia. Maka ahli sorga itu dengan sendirinya, terlepas dari kedengkian pada
semuanya, di dunia dan di akhirat. Bahkan kedengkian itu, termasuk sebahagian
dari sifat orang-orang yang dijauhkan dari keluasan sorga tinggi, ke tempat
yang sempit kepenjaraan neraka jahannam. Dan karena itulah, dengan sebab
kedengkian, maka diketahui setan yang terkutuk. Dan disebutkan, setengah dari
sifat-sifatnya, ialah: bahwa ia dengki kepada Adam a s., terhadap kepada
pilihan yang dikhususkan kepada Adam a.s. Dan tatkala setan itu diajak
bersujud, lalu ia menyombong, enggan, melawan dan ingkar.
233
Sesungguhnya anda tahu, bahwa tak ada
kedengkian, selain karena mem- bawa "kepada suatu maksud yang sempit
daripada dilaksanakan dengan ke- seluruhan. Dan karena inilah, anda tiada akan
meiihat manusia dengki* mendengki dalam memandang kepada hiasan langit. Dan
dengki-mendeng- ki dalam meiihat taman-taman yang menjadi sebahagian yang
sedikit dari keseluruhan bumi. Dan semua bumi itu, tiadalah mempunyai
timbangan, dengan dibandingkan kepada langit. Akan tetapi, langit karena luas
penjuru-penjurunya itu menjadi sempurna dengan semua pandangan mata. Maka
tiadalah pada langit itu sekali-kali desak-mendesak dan dengki-mendengki.
Haruslah anda, kalau anda itu dapat melihat dan belas-kasihan kepada diri anda
sendiri, supaya mencari nikmat, yang tak ada padanya desak-mendesak dan
mencari kelazatan yang tak ada padanya kekeruhan. Dan yang demikian itu, tiada
akan didapati di dunia, selain pada ma'rifah Allah 'Azza wa Jalla, pada
ma'rifah sifat-sifatNya, afalNya, keajaiban alam malakut langit dan bumi. Dan
yang demikian tiada akan tercapai di akhirat, selain dengan ma'rifah ini juga.
Jikalau anda tiada rindu kepada ma'rifah Allah
Ta'ala dan tiada memperoleh kelazatannya dan lumpuh pendapat anda dari anda
dan lemah keinginan anda pada ma'rifah tersebut, maka dalam hal yang demikian,
anda di ma'afkan. Karena orang yang lemah syahwat (al-'amin), tiada ingin
kepada kelazatan bersetubuh. Anak kecil tiada ingin kepada keenakan memiliki sesuatu.
Sesungguhnya ini adalah kelazatan -kelazatan yang khusus laki-laki
mengetahuinya, tidak anak-anak dan orang-orang banci (yang menyerupa kan diri
dengan wanita). Maka seperti itu pula kelazatan ma'rifah, yang khusus
diketahui oleh laki-laki. FirmanNya:-
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ ُ
(Rijaalun laa tulhiihim tijaaratun wa laa
bai-un-an dzik-rillaah) Artinya: "Laki-laki yang tidak dipermainkan oleh
perniagaan dan jual-beli daripada mengingati Allah (dzikru'llah).". Dan tidak
rindu kepada kelazatan ini, selain mereka. Karena rindu itu sesudah dirasakan (dzauq).
Dan siapa yang tidak merasakan, niscaya tiada mengenalnya. Dan siapa yang
tiada mengenalnya, niscaya tiada akan merindukannya. Dan siapa yang tiada
merindukannya, niscaya tiada akan mencarinya. Dan siapa yang tiada mencarinya,
niscaya tiada akan mengetahuinya. Dan siapa yang tiada mengetahuinya, niscaya
kekallah bersama orang-orang yang tidak diberikan (al-mah-ruumiin), pada
tingkat yang paling bawah.
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ
ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
(Wa man ya'syu an dzik-rirah-maani, nuqay-yidl
lahu syaithaanan, fa huwa lahu qariin).
Artinya: "Siapa yang tiada memperdulikan
pengajaran Tuhan Yang Pemu rah itu, akan Kami adakan baginya orang jahat
(setan). Dan itulah yang menjadi temannya". S.Az-Zukhruf, ayat 36.
234.
PENJELASAN: obat yang akan meniadakan penyakit
kedengkian dari hati.
Ketahuilah, bahwa kedengkian itu sebahagian
dari penyakit-penyakit besar bagi hati. Dan penyakit-penyakit hati itu tiada
akan dapat di obati, selain dengan ilmu dan amal. Dan ilmu yang bermanfa'at
bagi penyakit dengki, ialah: bahwa anda mengetahui dengan keyakinan, bahwa
kedengkian itu melarat atas diri anda pada dunia dan agama. Dan tak ada
melaratnya atas orang yang didengkikan, pada dunia dan agama. Akan tetapi ia
memperoleh manfa'at pada dunia dan agama.
Manakala anda mengetahui ini dari penglihatan
mata-hati dan penglihatan itu bukan musuh diri anda dan teman musuh anda,
niscaya iidak mustahil, anda akan berpisah dari kedengkian.
Tentang kedengkian itu melarat kepada anda pada
agama, yaitu: bahwa anda dengan kedengkian, teiah marah kepada taqdir (qadla')
Allah Ta'ala. Anda benci kepada nikmatNya yang dibagi-bagikanNya di antara hamba-
hambaNya. Dan kepada keadilanNya yang ditegakkanNya pada kerajaan- Nya dengan
hikmahnya yang tersembunyi. Lalu anda menantang yang demikian dan memandang
keji. Dan inilah suatu penganiayaan atas biji mata tauhid dan suatu kotoran
pada mata iman. Cegahlah dirimu dari keduanya, dari penganiayaan kepada agama.
Dan sesungguhnya telah bertambah kepada yang demikian, bahwa anda telah menipu
seorang laki-laki mu'min. Anda tinggalkan menasehatinya. Anda berpisah dengan
wali-wali dan nabi- nabi Allah, tentang cintanya mereka akan kebajikan kepada
hamba-hamba- Nya. Anda bersekutu dengan Iblis dan orang-orang kafir lainnya,
tentang kesukaan mereka akan bala-bencana kepada orang-orang yang beriman dan
hilangnya kenikmatan. Inilah kekejian dalam hati, yang akan memakan segala
kebaikan hati, sebagaimana api memakan kayu kering!. Kekejian hati itu akan
menghapus segala kebaikan hati, sebagaimana malam menghapus kan siang.
Tentang kedengkian itu melarat kepada anda pada
dunia, maka yaitu: bahwa anda akan merasa kepedihannya pada dunia, dengan
kedengkian anda. Atau anda akan merasakan azabnya. Dan anda selalu dalam
dukacita dan kesedihan. Karena musuh-musuh anda tiada akan dilepaskan oleh
Allah Ta'ala dari nikmat-nikmat yang dicurahkanNya kepada mereka. Maka se- nantiasalah
anda merasa azab kesengsaraan dengan setiap nikmat yang anda lihat. Dan anda
merasa kepedihan, dengan setiap bencana yang berpa- ling (berpindah) dari
mereka. Lalu kekallah anda dalam keadaan kesedihan tiada memperoleh apa-apa,
hati bercabang dan dada sempit. Telah menim- pa anda yang diingini oleh musuh
anda dan yang anda ingini untuk musuh anda. Anda menghendaki bencana itu untuk
musuh anda, lalu bencana itu pada waktu itu juga, menjadi bencana anda dan
kesedihan anda. Dan dalam pada itu, nikmat tersebut senantiasa pada orang yang
didengkikan, de-
235.
ngan kedengkian anda. Jikalau sekiranya anda
tiada beriman dengan kebangkitan dan hitungan amal (hisab di akhirat), niscaya
menurut kehendak kecerdikan, jikalau anda berakal waras, anda akan takut dari
kedengkian itu. Karena padanya kepedihan hati dan jahatnya, serta tiada
berman- fa'at. Maka bagaimana, sedang anda tahu, bahwa pada kedengkian itu ter-
dapat azab yang sangat pedih di akhirat. Maka alangkah mengherankan dari orang
yang berakal waras, bagaimana ia berbuat untuk kemarahan Allah Ta'ala, tanpa
manfa'at yang diperolehnya. Akan tetapi, serta kemelaratah yang akan
ditanggungnya dan kepedihan yang akan dideritainya. Lalu bina- salah agama dan
dunianya, tanpa kegunaan dan faedah. Adapun tak ada melaratnya kepada yang
didengkikan pada agama dan dunianya, maka itu jelas. Karena nikmat itu tiada
hilang daripadanya dengan kedengkian engkau. Akan tetapi apa yang telah
ditaqdirkan oleh Allah Ta'ala dari kedatangan kebahagiaan dan kenikmatan maka tak
dapat tidak, akan kekal sampai kepada masa tertentu,yang telah ditaqdirkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka tiada upaya untuk menolaknya. Bahkan, tiap
sesuatu pada sisiNya itu dengan takaran yang ditentukan. Dan bagi tiap- tiap
ajal yang akan datang itu, sudah tertulis. Kare na itulah, salah seorang dari
para nabi mengadu kepada Allah Ta'ala, dari hal seorang wanita zalim, yang
menguasai orang banyak. Lalu Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada nabi
tersebut, supaya ia lari dari hadapan wanita itu. Sehingga berlalulah hari-hari
kekuasaannya. Artinya: apa yang KAMI ditaqdirkan pada azali, tiada jalan untuk
merobahnya. Maka bersabarlah, sehingga berlalulah masa yang telah terdahulu
taqdir, dengan terus-menerusnya kedatangan kebahagiaan kepada wanita tersebut.
Manakala nikmat itu tidak hilang dengan
kedengkian, maka tiadalah melaratnya orang yang didengkikan itu pada dunia.
Dan tidak ada atasnya dosa pada hari akhirat. Mungkin anda berkata: kiranya
nikmat itu hilang dari orang yang didengkikan dengan kedengkianku!
Ini adalah sangat bodoh! Sesungguhnya itu
bencana yang anda ingini pertama bagi diri anda sendiri. Maka sesungguhnya
anda juga, tiada akan terlepas dari musuh, dengan kedengkian anda. Maka
jikalau nikmat itu hilang dengan kedengkian, niscaya tiada akan kekal nikmat
Allah( Ta'ala kepada anda dan kepada seorangpun dari makhluk. Dan
tiada pula kekal kenikmatan iman. Karena orang-orang kafir itu dengki kepada
orang-orang mu'min, lantaran imannya.
Allah Ta'ala berfirman:-
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِهِمْ
(Wadda katsii-run min ahlil-kitaabi, lau
yarudduu-nakum, min ba'di iimaa- nikum kuffaaran hasadan min4indi
anfusihim).Artinya: "Kebanyakan dari orang-orang keturunan Kitab ingin,
kiranya mereka dapat mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah beriman, disebabkan
kedengkian dalam jiwa mereka". S.Al-Baqarah, ayat 109.
236.
Karena apa yang dikehendaki oleh pendengki itu,
tiada akan terwujud. Be- nar, pendengki itu menyesatkan dengan kehendaknya,
akan kesesatan kepada orang lain. Sesungguhnya kehendak kufur itu kufur. Maka
siapa yang mengingini hilangnya nikmat dari orang yang didengkikan, dengan
kedengkian, maka seolah-olah ia menghendaki di cabut nikmat keimanan, dengan
kedengkian orang-orang kafir. Dan demikian juga nikmat-nikmat yang lain.
Jikalau anda mengingini akan hilangnya nikmat dari makhluk, dengan kedengkian
anda dan tiada hilangnya nikmat dari anda, dengan kedengkian orang lain dari
anda, maka ini sangat bodoh dan dungu. Sesungguhnya masing-masing orang pula
dari pendengki-pendengki yang dungu, mengingini untuk dikhususkan dengan
kekhususan ini. Dan tidaklah anda lebih utama dari selain anda. Maka nikmat
Allah Ta'ala kepada anda, bahwa tiada hiiang dengan kedengkian itu, termasuk
yang harus anda mensyukurinya. Dan anda dengan kebodohan anda, tiada menyukai
nikmat itu. Adapun, bahwa orang yang didengkikan itu akan memanfa'atkannya pada
Agama dan dunia, maka itu sudah jelas. Kemanfa'atannya pada agama, ialah; bahwa
orang itu teraniaya (madhlum) dari pihak anda. Lebih-lebih, apabila kedengkian
itu membawa anda kepada perkataan dan perbuatan, dengan umpatan, celaan,
membuka rahasianya dan menyebutkan keburuk- an-keburukannya.
Maka ini adalah hadiah-hadiah, yang anda
hadiahkan kepadanya! Ya'ni: anda dengan demikian, menghadiahkan
kebaikan-kebaikan anda kepadanya. Sehingga anda menemuinya di akhirat, dimana
anda menjadi bangkerut (muflis), yang diharamkan dari nikmat, sebagaimana anda
diharamkan dari nikmat itu di dunia. Maka seolah-olah anda menghendaki
hilangnya nikmat dari orang itu, lalu tidak hiiang. Benar, Allah mempunyai
nikmat padanya, karena IA mencurahkan taufiq kepada anda bagi kebajikan-keba-
jikan. Lalu anda pindahkan kebajikan-kebajikan itu kepadanya. Maka anda
tambahkan kepadanya nikmat, kepada nikmat yang sudah ada. Dan anda tambahkan
kepada diri anda, kemurkaan, kepada kemurkaan yang sudah ada.
Adapun kemanfa'atannya di dunia, maka yaitu:
bahwa maksud makhluk yang terpen ting, ialah: kejahatan bagi musuhnya,
kesusahan dan kedurha- kaan bagi musuh itu. Dan supaya musuh itu tersiksa dan
berduka-cita. Dan tiadalah azab yang paling pedih, dimana anda berada
didalamnya, dari ke- pedihan dengki. Dan cita-cita musuh anda yang penghabisan,
ialah: bahwa mereka berada dalam kenikmatan dan anda berada dalam kesusahan dan
kerugian, disebabkan mereka. Dan anda telah berbuat dengan diri anda sendiri,
apa yang menjadi kehendak mereka. Dan karena itulah, musuh anda tiada
mengingini akan matinya anda. Tetapi ia mengingini, lamanya hi- dup anda. Akan
tetapi, dalam azab kedengkian. Supaya anda meiihat kepa-
237.
da nikmat Allah padanya. Lalu putuslah hati
anda. karena kedengkian. Karena itulah, orang bermadah:-
Musuh-musuh itu tiada mati, akan tetapi mereka
hidup berkekalan. Senghingga mereka meiihat padamu nanti, hal-hal yang
menyakitkan.
Senantiasa engkau didengkikan, di atas sesuatu
kenikmatan. Sesungguhnya yang memperoleh kesempurnaan, ialah orang yang
didengkikan.
Kegembiraan musuhmu dengan kesedihan engkau dan
kedengkian engkau itu, lebih besar daripada kegembiraannya dengan nikmatnya.
Jikalau ia mengetahui akan kelepasanmu dari kepedihan dengki dan azabnya,
niscaya yang demikian itu adalah bencana yang paling besar dan mala-petaka baginya.
Tidaklah engkau, tentang kesedihan dengki yang selalu engkau alami, selain
sebagaimana yang diingini oleh musuhmu.
Apabila ini engkau perhatikan, niscaya engkau
ketahui, bahwa engkau itu musuh dirimu sendiri dan teman musuhmu, apabila
engkau perbuat apa yang engkau perlukan di dunia dan di akhirat. Dan musuhmu
mengambil manfa'atnya di dunia dan di akhirat. Dan jadilah engkau tercela pada
Al- Khaliq (Tuhan) dan makhluk, memperoleh kesengsaraan pada masa sekarang da.i
masa yang akan datang. Dan kenikmatan bagi orang yang didengkikan itu kekal
terus, engkau kehendaki yang demikian atau engkau tolak. Kemudian, engkau tiada
akan terbatas, kepada menghasilkan kehendak musuh engkau, sehingga sampailah
engkau kepadamemasukkan kegembiraan yang terbesar kepada Iblis, dimana Iblis
itu adalah musuhmu yang terhe- bat. Karena, manakala ia meiihat engkau tiada
memperoleh kenikmatan ilmu, wara\ kemegahan dan harta, yang tertentu untuk
musuh engkau, tidak bagi engkau, niscaya Iblis itu takut, bahwa engkau menyukai
yang demikian untuk musuh engkau itu. Lalu engkau berkongsi dengan musuhmu itu
pada pahalanya, disebabkan kesukaan tadi. Karena orang yang menyukai kebajikan
bagi kaum muslimin, niscaya adalah ia berkongsi pada kebajikan tersebut. Dan
orang yang tiada dapat berhubungan dengan orang- orang yang. berkedudukan
tinggi pada agama, niscaya tiada akan hiiang baginya, pahala kecintaan kepada
mereka, manakala ia mencintai yang demikian. Lalu Iblis takut, bahwa engkau
mencintai akan apa, yang dianugerah- kan oleh Allah kepada hambaNya, dari
kebaikan agama dan dunianya. Lalu engkau memperoleh kemenangan dengan pahala
kecintaan itu. Maka Iblis itu marah kepada engkau, sehingga engkau tiada
herhubungan dengan kecintaan engkau, sebagaimana engkau tiada berhubungan
dengan amaliah engkau.
238.
Seorang Arab dusun bertanya kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.:
"Wahai Rasulu'llah! Ada orang yang mencintai kaumnya dan ia tiada
berhubungan dengan mereka".
Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
lalu menjawab:-
المرء مع من أحب
(Al-mar-u ma'a man ahabba).Artinya:
"Manusia itu bersama orang yang dicintainya".(l). Seorang Arab dusun
berdiri dihadapan Rasulu'llah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. yang sedang ber- khutbah, seraya
bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Kapan kiamat?".
Lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab:-
ما أعددت لها
(Maa a'dad-ta lahaa).
Artinya: "Apakah yang telah engkau
sediakan untuk kiamat itu?". Arab dusun itu menjawab: "Aku tiada
menyediakan untuk hari kiamat itu, dengan banyak shalat dan puasa, selain aku
sesungguhnya mencintai Allah dan RasulNya".
Lalu Rasulu'llah صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab:-
أنت مع من أحببت
(Anta ma
a man ahbabta).
Artinya: "Engkau bersama orang yang engkau
cintai".(2). Anas r.a. berkata: "Tiada kegembiraan orang-orang muslim
sesudah mereka Islam, seperti kegembiraan mereka ketika itu"-suatu
isyarat, bahwa kegemaran mereka yang terbesar, ialah: mencintai Allah dan
RasulNya. Anas r.a. berkata: "Kami mencintai Rasul'llah, Abubakar dan Umar
dan kami tiada bekerja seperti pekerjaan mereka. Kami mengharap bahwa kami
berada bersama mereka".
Abu Musa Al-Asy'ari r.a. berkata: "Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah!
Orang yang mencintai orang-orang yang mengerjakan shalat dan ia tidak
mengerjakan shalat. Ia mencintai orang yang mengerjakan puasa dan ia tidak
mengerjakan puasa". Sampai Abu Musa menghitung beberapa hal yang lain.
(1)
Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
(2)
Hadits ini dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas r.a.
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. men
jawab :-
هو مع من أحب
(Huwa ma'a man ahabba).
Artinya: "la bersama orang yang
dicintainya".(l).
Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin
Abdul-'aziz r.a.: "Sesungguhnya ada yang mengatakan: "Jikalau engkau
sanggup untuk menjadi orang berilmu, maka hendaklah engkau menjadi orang
berilmu! Jikalau engkau tidak sanggup menjadi orang berilmu, maka hendaklah
engkau menjadi orang yang mempelajari ilmu (pelajar)! Jikalau engkau tidak
sanggup menjadi orang yang mempelajari ilmu, maka cintailah mereka! Maka
jikalau engkau tidak sanggup, maka jangan engkau memarahi mereka!". Lalu
Umar bin Abdul-'aziz r.a. menjawab: "Subhana'llah! (Mahasuci Allah).
Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi kita jalan keluar". Maka lihatlah
sekarang, bagaimana Iblis dengki kepada engkau. Lalu dihi- langkannya pada
engkau pahala kecintaan. Kemudian, ia tidak merasa cu- kup dengan itu, sehingga
ia memarahkan kepada engkau saudara engkau. Dan dibawanya engkau kepada
kebencian. Sehingga engkau berdosa. Bagaimana tidak! Ia mengharap engkau akan
berdengki-dengkian dengan orang dari ahli ilmu. Dan engkau menyukai, bahwa ahli
ilmu itu salah pada agama Allah Ta'ala. Dan terbuka kesalahannya, supaya
tersiar. Dan engkau menyukai, bahwa lidahnya kelu, sehingga ia tidak
berkata-kata. Atau ia sakit, sehingga ia tidak mengajar dan tidak belajar. Dosa
m anak ah yang lebih dari demikian? Mudah-mudahan kiranya engkau! Karena hilangnya
perhubungan engkau dengan dia, kemudian, engkau merasa susah dengan sebab dia,
niscaya engkau selamat dari dosa dan azab akhirat. Telah datang pada hadits:
أهل الجنة ثلاثة المحسن والمحب له والكاف عنه
(Ahlul-jannati tsalaa-tsatun: al-muhsinu
wal-muhibbu lahu wal-kaffu'anhu). Artinya: "Ahli sorga itu tiga: orang
yang berbuat baik, orang yang mencintai kepada orang yang berbuat baik dan
orang yang mencegah dari orang yang berbuat baik". (2).
Artinya: orang yang mencegah kesakitan dari
orang yang berbuat baik, mencegah kedengkian, kemarahan dan kebencian.
Maka perhatikanlah, bagaimana Iblis menjauhkan
engkau dari semua jalan masuk yang tiga itu. Sehingga engkau tidak menjadi
sekali-kali dari salah seorang dari yang tiga tadi. Sesungguhnya telah tembus
kedengkian Iblis pada engkau. Dan tidak tembus kedengkian engkau pada musuh
engkau. Akan tetapi atas diri engkau. Akan tetapi, jikalau engkau dibukakan dengan
keadaan engkau itu, pada waktu jaga atau waktu tidur, niscaya engkau meiihat
diri engkau, hai orang pendengki, dalam bentuk orang yang melemparkan panah
kepada musuhnya. Supaya mengenai tempat pembu- nuhannya. Lalu tiada
mengenainya, akan tetapi kembali kepada mata-
(1) Hadits
ini dirawika Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa At-Asy'ari.
(2) Menurut
Al-Iraqi. ia tidak pernah menjumpai hadits ini.
240.
hitamnya yang kanan. Lalu dicabutnya. Maka
bertambahlah kemarahannya. Lalu ia kembali kali kedua. Maka dilemparkannya
yang lebih keras dari yang pertama. Lalu kembali kepada matanya yang lain. Maka
dibuta- kannya. Lalu bertambahlah kemarahannya. Maka ia kembali kali ketiga.
Lalu ia kembali kepada kepalanya, lalu dilobanginya. Dan musuhnya itu selamat
pada setiap hal yang tersebut. Dan ia kembali kepada musuhnya berkali-kali. Dan
musuh-musuhnya dikelilingnya itu bergembira-ria dan ter- tawa atas sikapnya.
Inilah halnya orang pendengki dan perlakuan
setan kepadanya. Akan tetapi keadaanmu pada kedengkian itu lebih keji dari ini.
Karena lemparan yang kembali itu tidak menghilangkan, selain dua mata. Dan jikalau
kedua mata itu tetap baik, niscaya sudah pasti hilang keduanya dengan mati.
Dan dengki itu kembali dengan dosa.
Dan dosa itu tiada haling dengan mati. Dan
mungkin ia akan membawanya kepada kemarahan Allah dan kepada neraka. Maka dari
pada hilang mata- ' nya di dunia, maka lebih baik baginya, mata itu tetap baik,
dimana ia akan masuk neraka dengan mata itu. Lalu mata itu dicabut oleh
kepanasan api neraka.
Maka perhatikanlah, betapa Allah menuntut balas
(intiqam) dari pendengki, apabila ia berkehendak hilangnya nikmat dari orang
yang didengkikan. Maka Allah tiada menghilangkan nikmat dari orang yang
didengkikan. Kemudian, dihilangkanNya dari orang yang dengki (pendengki).
Karena selamat dari dosa itu suatu nikmat. Dan selamat dari kesedihan-dan
kesakitan itu suatu nikmat, yang telah hilang kedua nikmat itu dari padanya,
-karena membenarkan firman Allah Ta'ala:-
وَلَا يَحِيقُ
الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ
(Wa laa yahii-qulmakrus-sayyi-u illaa
bi-ahlih).
Artinya: "Dan rencana kejahatan itu
hanyalah akan menimpa orang yang mempunyai rencana itu sendiri". S.Fathir,
ayat 43.
Kadang-kadang pendengki banyak mendapat
percobaan dengan suatu, yang diingininya bagi musuhnya. Dan sedikitlah orang
yang menyukai akan bencana kepada orang lain, melainkandiasendiri akan
memperoleh percobaan seperti bencana itu. Sehingga Aisyah r.a. pernah berkata:
"Aku tiada bercita-cita akan sesuatu bagi Usman, melainkan lalu menimpa
kepada diriku. Sehingga jikalau aku bercita-cita pembunuhan bagi Usman,
niscaya aku akan dibunuh orang".
Maka inilah dosa kedengkian itu sendiri! Lalu
bagaimana yang ditarik oleh kedengkian, tentang perselisihan, mengingkari
kebenaran, kelancaran lidah dan tangan dengan perbuatan-perbuatan keji, pada
mencari kesembuhan dari musuh. Dan itulah penyakit yang telah membinasakan
ummat-ummat yang lampau!
241.
Maka inilah obat-obat ilmiah! Manakala.manusia
berfikir padanya dengan otak yang jernih dan hati yang terbuka, niscaya
padamlah api kedengkian dari hatinya. Dan ia akan tahu, bahwa itu yang
membinasakan dirinya, menggembirakan musuhnya, memarahkan Tuhannya dan
mengeruhkan ke- hidupannya.
Adapun amal yang bermanfa'at padanya, maka
yaitu; bahwa: kedengkian itu di hukum. Setiap apa yang dikehendaki oleh
kedengkian, baik perkataan atau perbuatan, maka seyogialah ia memberatkan
dirinya yang berla- warian dengan itu. Kalau kedengkian itu menggerakkannya
kepada mencaci orang yang didengkikannya, niscaya diberatkannya lidahnya untuk
memuji dan menyanjung orang itu. Jikalau kedengkian itu membawanya kepada
menyombong terhadap orang yang didengkikannya, niscaya ia mengharus- kan
dirinya merendahkan diri dan meminta ma'af pada orang itu. Dan kalau
kedengkian itu menggerakkannya kepada mencegah kenikmatan kepada orang yang
didengkikannya, niscaya ia mengharuskan dirinya menam- bahkan kenikmatan kepada
orang yang didengkikan itu. Maka manakala ia berbuat demikian dengan memaksakan
diri dan diketahui oleh orang yang didengkikan, niscaya baiklah hatinya dan
akan men- cintainya. Dan manakala telah menampak kecintaannya, niscaya pendengki
itu kembali, lalu mencintainya. Dan terjadilah dari yang demikian itu,
kesesuaian yang akan memotong unsur kedengkian. Karena merendahkan diri,
memuji, menyanjung dan melahirkan kegembiraan dengan nikmat itu, akan menarik
hati orang yang memperoleh nikmat. Akan menghalus- kan dan melembutkannya. Dan
akan membawanya kepada mengimbangi yang demikian, dengan perbuatan kebaikan.
Kemudian perbuatan kebaikan itu akan kembali kepada yang pertama. Lalu baiklah
hatinya dan jadi- lah apa yang dipaksakannya pada mula-mula, menjadi tabiat
(karakter) yang lain. Dan tidak akan dicegahnya dari yang demikian, oleh
perkataan setan kepadanya: "Jikalau engkau merendahkan diri dan memujinya,
niscaya engkau akan dibawa oleh musuh kepada kelemahan atau kepada kemunafikan
(nifaq) atau ketakutan. Dan yang demikian itu, suatu kehi- naan dan
kerendahan".
Dan yang demikian adalah dari penipuan dan
godaan setan. Bahkan, ber- baik-baikan (al-mujamalah), baik dengan memberatkan
diri atau telah menjadi tabi'at, akan menghancurkan tanda permusuhan dari kedua
pihak. Dan menyedikitkan yang diingini dari permusuhan itu. Dan akan kembali-
lah hati, berjinak-jinakkan dan berkasih-kasihan. Dan dengan demikian,
beristirahatlah hati dari pedihnya kedengkian dan sedihnya marah-mema- rahkan.
Maka inilah obat-obat kedengkian! Dan itu
bermanfa'at sekali. Hanya, dia itu pahit sekali kepada hati. Akan tetapi,
kemanfa'atari itu adalah pada obat yang pahit. Maka siapa yang tidak bersabar
di atas pahitnya obat, niscaya ia tiada akan memperoleh manisnya sembuh.
1242.
Sesungguhnya kepahitan obat ini akan mudah,
ya'ni: dengan merendahkan diri kepada musuh, mendekatkan diri kepada mereka
dengan pujian dan sanjungan, dengan kekuatan pengetahuan terhadap segala
pengertian yang telah kami sebutkan. Dan kekuatan keinginan pada pahala rela
(merasa senang) dengan hukum (taqdir) Allah Ta'ala dan menyukai apa yang
disukai oleh Allah Ta'ala.
Keagungan diri dan merasa tinggi daripada
adanya sesuatu di alam ini, yang menyalahi dengan kehendaknya itu, suatu
kebodohan. Dan ketika itu, ia berkehendak apa yang tiada akan ada. Karena, tak
ada kelobaan mengenai akan ada apa yang dikehendakinya. Dan keluputan (tiada
tercapainya) ke-. hendak itu, adalah suatu kehinaan dan kekejian. Dan tiada
jalan untuk keluar dari kehinaan ini, selain dengan salah satu dua hal:
Adakalanya dengan akan ada apa yang engkau kehendaki. Atau dengan engkau
kehendaki apa yang akan ada.
Yung pertama: tiada terserah kepada engkau dan
tiada jalan masuk untuk memberatkan diri dan bersungguh-sungguh (al-mujahadah)
padanya. Adapun yang kedua: maka ada padanya jalan masuk dengan bersungguh- sungguh.
Dan ada kernungkinan memperolehnya (berhasil) dengan latihan (riadlah). Maka
haruslah menghasilkannya atas tiap-tiap orang yang berakal waras.
Inilah obatnya secara keseluruhan (global)!
Adapun obatnya secara terurai (terperinci),
maka, yaitu: mengikuti sebab- sebab kedengkian: dari kesombongan dan lainnya,
keagungan diri dan kesangatan rakus atas apa yang diperlukannya. Dan akan
datang uraian pengobatan sebab-sebab tersebut pada tempatnya-insya Allah
Ta'ala! Sesungguhnya sebab-sebab itu adalah unsur-unsur penyakit ini. Dan
tiada akan tercegah penyakit, kecuali dengan mencegah unsurnya. Kalau unsur itu
tidak dicegah, niscaya tiada akan berhasil dengan apa yang kami sebutkan,
selain menenteramkan hati dan memadamkan dengki. Dan selalulah ia akan kembali
berkali-kali. Dan lamalah usaha untuk menenteramkannya, serta tetap ada
unsur-unsurnya. Sesungguhnya, selama ia mengingini kemegahan, maka tak boleh
tidak,ia akan dengki kepada orang yang memilih kemegahan dan kedudukan dalam
hati manusia, selain dari dia. Dan sudah pasti, yang demikian, akan
menyusahkannya. Tujuannya sesungguhnya, bahwa ia mengentengkan kesedihan pada
dirinya. Dan tiada dilahirkannya dengan lidah dan tangannya. Adapun terlepas
daripadanya secara keseluruhan, maka tidak mungkin. Kiranya Allah mencurahkan
taufiq kepada kit a sekalian!
243
PENJELASAN:
kadar yang harus pada meniadakan kedengkian dari hati.
Ketahuilah, bahwa orang yang menyakiti kita itu
terkutuk dengan sendiri- nya. Dan barang siapa menyakiti engkau, maka menurut
kebiasaan, tidak mungkin engkau tidak memarahinya. Apabila mudah baginya suatu
nikmat, maka tidak mungkin engkau tidak membencinya. Sehingga bersa- maanlah
pada engkau, baiknya keadaan dan buruknya keadaan musuh engkau itu. Bahkan,
senantiasalah engkau dapati dalam diri engkau, akan perbedaan diantara
keduanya. Dan senantiasalah setan bertengkar dengan engkau, pada
mendengkikannya. Akan tetapi, jikalau yang demikian itu kuat pada engkau,
sehingga menggerakan engkau kepada melahirkan kedengkian dengan perkataan atau
perbuatan, dimana yang demikian itu, diketahui dari zahiriah engkau, dengan
perbuatan-perbautan engkau yang ikhtiariah (atas pilihan sendiri, tidak dengan
paksaan), maka engkau itu pendengki yang durhaka, dengan kedengkian engkau. Dan
jikalau engkau cegah zahiriah engkau secara keseluruhan, akan tetapi dengan
batiniah engkau menyukai hilangnya nikmat dan tiada pada diri engkau kebencian
bagi keadaan, ini maka juga engkau itu pendengki, yang durhaka. Karena dengki
itu sifat hati, tidak sifat perbuatan. Allah Ta'ala berfirman:-
وَلَا يَجِدُونَ
فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُو
(Wa laa yaji-duuna fii shuduu-rihim haajatan
mimmaa uutuu). Artinya: "Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati
mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka". S.Al-Hasyr, ayat 9.
وَدُّوا لَوْ
تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً ۖ
(Wadduu lau-takfuruu-na, ka maa kafaruu,
fa-takuu-nuuna sawaa-an). Artinya: "Mereka ingin supaya kamu tidak pula
beriman, sebagaimana mereka tidak beriman, sehingga kamu sama-sama tidak
beriman dengan mereka". S.An-Nisa', ayat 89.
Allah Ta'ala berfirman:-
إِنْ تَمْسَسْكُمْ
حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ
(In tam-saskum hasanatun ta-su'-hum).Artinya:
"Jika kamu beroleh kebaikan, menyedihkan kepada mereka". S.Ali Tmran,
ayat 120.
Adapun perbuatan, yaitu: umpatan dan kedustaan.
Yaitu: perbuatan yang terbit dari kedengkian. Dan tidaklah perbuatan itu zatnya
dengki. Bahkan, tempat kedengkian itu hati, tidak anggota badan. Benar,
kedengkian ini tidaklah suatu kezaliman yang harus dikatakan halal. Akan
tetapi, suatu kemaksiatan di antara engkau dan Allah Ta'ala. Dan sesungguhnya,
harus di halalkan, dari sebab-sebab zahiriah pada anggota badan. Apabila engkau
mencegah zahiriah engkau dan bersamaan dengan itu, engkau mengharuskan hati
engkau, membenci apa yang meninggi daripadanya
244.
dengan tabiat, dari pada kesukaan hilangnya
nikmat, sehingga seakan-akan engkau mengutuk diri sendiri atas apa yang pada tabiatnya,
maka adalah kebencian tersebut dari pihak akal, dalam keseimbangan
kecenderungan dari pihak tabiat. Dan engkau sesungguhnya sudah menunaikan
kewajiban engkau. Dan tidaklah masuk di bawah ikhtiar (pilihan) engkau, dalam
banyak hal, lebih banyak dari ini.
Adapun merobahkan tabiat supaya bersama an
padanya, orang yang menyakitkan orang lain dan orang yang berbuat baik dan
kesenangan atau kesu- sahannya itu sama dengan apa yang menyenangkan kedua
orang tadi dari kenikmatan atau yang menimpakan keduanya, dari mala-petaka,
maka ini termasuk tidak menuruti tabiat (sifat manusia), selama ia menoleh
kepada kebahagiaan duniawi. Kecuali, bahwa ia menjadi orang yang haram dengan
kecintaan kepada Allah Ta'ala, seperti orang mabuk yang bimbang. Kadang-kadang
urusannya berkesudahan, bahwa hatinya tidak menoleh kepada
penguraian-penguraian hal ihwal duniawi. Akan tetapi, ia memandang kepada
semua, dengan suatu pandangan. Yaitu: pandangan kasih-sayang. Ia melihat semua
itu hamba Allah dan perbuatan-perbuatannya itu perbu- atan-perbuatan karena
Allah. Ia melihat mereka tunduk dengan kepatuh- an.
Dan yang demikian itu jikalau ada, maka itu:
seperti kilat yang menyam- bar, yang tiada kekal lama. Kemudian, sesudah yang
demikian, hati itu kembali kepada tabiatnya semula. Dan musuh itu kembali
kepada menen- tangnya. Ya'ni: setan.
Setan itu akan menentangnya dengan: bisikan.
Maka manakala ia menan- dingi yang demikian, dengan kebenciannya dan
mengharuskan hatinya akan keadaan ini, maka ia telah menunaikan apa yang
ditugaskan kepadanya.
Banyak orang-orang yang mempunyai aliran paham,
bahwa tidak berdosa, apabila kedengkian itu tidak menampak atas anggota badan.
Karena dirawikan dari Al-Hasan Al-Bashari r.a., bahwa ia ditanyakan dari hal
dengki. Lalu ia menjawab: kedukaannya. Maka sesungguhnya kedengkian itu tidak
mendatangkan kemelaratan kepada engkau, selama tidak engkau lahirkan.
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashari, sebagai hadits mauquf (terhenti padanya
saja) dan sebagai hadits marfu' kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.,
yang bersabda: "Tiga perkara, tiada akan terlepas orang mu'min
daripadanya. Dan orang mu'min itu mempunyai jalan keluar dari tiga perkara
itu". Maka jalan keluar dari kedengkian, ialah: bahwa ia tidak berbuat
zalim. Yang lebih utama, bahwa ini dibawa kepada apa yang telah kami sebutkan,
bahwa padanya ada kebencian dari pihak agama dan akal, pada keseimbangan
kesukaan tabiat manusia, bagi hilangnya kenikmatan musuh. Dan kebencian itu
mencegahnya dari perbuatan zalim dan menyakiti. Maka semua yang datang pada
hadits, tentang tercelanya dengki itu, me- nunjukan zahiriahnya, bahwa
tiap-tiap pendengki itu berdosa. Kemudian,
245.
kedengkian itu adalah ibarat dari sifat hati,
tidak dari perbuatan. Maka tiap-tiap orang yang menyukai menyakiti orang
muslim, maka dia itu pendengki. Jadi, ia berdosa, dengan semata-mata
kedengkian hati, tanpa perbuatan, dimana perbuatan itu pada tempat
kesungguhannya. Yang lebih nyata (kebenarannya), ialah: apa yang telah kami
sebutkan, dari segi zahiriah ayat-ayat dan hadist-hadist. Dan dari segi
pengertian. Karena jauhlah untuk dapat dima'afkan, dari seorang hamba Allah,
tentang kehendaknya menyakiti orang muslim dan meliputi hatinya kepada yang demikian,
dengan tiada dibencinya.
Anda sesungguhnya mengetahui dari ini, bahwa
anda pada musuh-musuh anda, mempunyai tiga hal:
Pertama: bahwa anda menyukai menyakitkan mereka
dengan tabiat anda. Dan anda tidak suka kecintaan anda bagi yang demikian dan
kecenderung an hati anda kepadanya dengan akal anda. Dan ini sudah mempunyai
daya- upaya pada menghilangkan kecenderungan itu dari anda. Dan ini sudah pasti
dima'afkan. Karena kebanyakan dari padanya tidak masuk di bawah ikhtiar
(pilihan) manusia.
Kedua: bahwa engkau menyukai yang demikian dan
melahirkan kegembiraan dengan memburuk halnya musuh. Adakalanya dengan lidah
engkau atau dengan anggota badan engkau. Maka inilah kedengkian yang
benar-benar dilarang.
Ketiga: dan itu di antara dua tepi yang tadi:
bahwa engkau dengki dengan hati, tanpa kutukan bagi diri engkau atas kedengkian
engkau. Dan tanpa bantahan dari engkau atas hati engkau. Akan tetapi engkau
menjaga anggota badan engkau, dari menta'ati kedengkian itu pada kehendaknya.
Dan ini terdapat perbedaan paham. Yang jelas, bahwa orang yang mendengki itu,
tiada terlepas dari dosa, menurut kadar kekuatan kecintaan itu dan ke-
lemahannya.
Allah Ta'ala yang lebih mengetahui. Segala
pujian bagi Allah, Tuhan Rab- bull-'alamin. Mencukupilah Allah bagi kita dan
sebaik-baik tempat menyerahkan diri!
246.