Kemarahan Pada Jalan ALlah
penjelasan Kemarahan pada jalan
Allah.
Begitu pula tentang perbuatan, terdapat dua tingkat. Salah satu daripadanya, memutuskan pertolongan, kekasih-sayangan dan perbantuan. Dan itu adalah tingkat yang paling rendah. Dan tingkat yang lain (tingkat yang Satu lagi), ialah berusaha merusakkan segala maksudnya, seperti perbuatan musuh yang sangat marah. Dan ini tak dapat tiada daripadanya. Tetapi, adalah pada sesuatu yang dapat merusakkan padanya jalan kema'shiatan. Adapun hal- hal yang tak membekas padanya, maka janganlah diperbuat. Umpamanya : orang yang berbuat ma'shiat kepada Allah dengan jneminum khamar dan ia telah meminang seorang wanita. Jikalau mudah ia mengawininya, niscaya ia amat gembira dengan wanita tersebut, disebabkan harta, kecantikan dan kemegahannya. Hanya, yang demikian itu, tidak membekas untuk mencegahnya dari meminum khamar dan tidak untuk membangkit dan menggerakkannya- kepada meminum khamar.
Ketiga : Orang bid'ah yang awam, yang tidak mampu mengajak orang dan tidak dikuatiri, orang akan mengikutinya. Maka persoalannya lebih mudah. Yang lebih utama, ialah tidak memburuk- burukkannya dengan kata-kata kasar dan penghinaan. Tetapi dengan kata-kata yang lemah-lembut, menasehatinya. Karena hati orang awam itu, lekas bertukar. Kalau nasehat itu tidak berman fa'at dan dengan memalingkan muka daripadanya adalah memburukkan kebid'ahannya pada diri orang itu, niscaya amatlah sunnah berpaling muka dari orang bid'ah itu.
Artinya : "Janganlah engkau menolong sethan terhadap sudara-mu"min
Atau kata-kata lain yang diucapkan Nabi saw. yang searti dengan yang tadi. Dan ini menunjukkan bahwa berkasih-sayang adalah lebih utama daripada bersikap kasar dan keras.
Ketahuilah kiranya, bahwa tiap-tiap orang yang mencintai pada
jalan Allah, niscaya tak boleh tidak, ia memarahi pada jalan Allah. Karena
jikalaulah engkau mencintai seseorang manusia, karena ia mentha'ati Allah dan
ia tercinta pada sisi Allah, maka kalau ia mendurhakai Allah, niscaya tak boleh
tidak, engkau akan memarah- inya. Karena ia berbuat maksiyat kepada Allah dan
ia tercela pada sisi Allah.
Dan barangsiapa mencintai disebabkan sesuatu sebab, maka
dengan sendirinya ia memarahi bagi la wan sebab itu. Dan hal yang dua ini,
adalah perlu-memerlukan. Tidak berpisah yang satu dari lainnya. Dan itu menurut
kebiasaan, banyak terjadi pada kecintaan dan kemarahan; Tetapi masing-masing
dari kecintaan dan kemarahan itu, penyakit yang tertanam dalam hati. Dan
sesungguhnya ia tiris ketika mengeras. Ia tiris dengan lahirnya perbuatan
orang-orang yang mencintai dan yang memarahi, pada dekat-mendekati dan
jauh-menjauhi, pada perselisihan dan persesuaian. Maka apabila telah lahir pada
perbuatan, niscaya dinamakan yang demikian : berteman dan bermusuh. Dan karena
itulah, Allah Ta'ala berfirman : "Adakah engkau mengambil seorang
teman pada jalan agama-Ku ?. Adakah engkau bermusuh dengan seorang musuh pada
jalan agama-Ku?", sebagaimana telah kami nukilkan dahulu.
Dan ini adalah jelas terhadap prang yang tiada terang bagimu,
selain dari ketha'atannya yang menentukan bagimu untuk mencintainya. Atau tiada
jelas bagimu, selain dari kefasiqan dan kedzalimannya dan budi-pekertinya yang
jahat. Lalu engkau menentukan untuk memarahinya.
Sesungguhnya yang sulit, ialah apabila bercampur ketha'atan
dengan kema'shiatan. Maka engkau akan bertanya : "Bagaimanakah aku
kumpulkan antara marah dan cinta, sedang keduanya itu berlawanan?".
273
|
Dan begitu pula berlawanan buahnya, dari persesuaian dan
perseli- sihan, pershahabatan dan permusuhan. Maka aku menjawab, bahwa yang
demikian itu tidaklah berlawanan terhadap Allah Ta'ala, sebagaimana tidak
berlawanan pada bahagian- bahagian kemanusiaan. Karena manakala berkumpul pada
diri seseorang, beberapa perkara yang disenangi sebahagiannya dan tidak disukai
sebahagiannya, maka engkau mencintainya dari suatu segi dan memarahinya dari
segi yang lain,
Orang yang mempunyai seorang isteri yang cantik yang durhaka
atau seorang anak yang cerdik dan patuh, tetapi fasiq, maka ia akan
mencintainya dari suatu segi dan memarahinya dari suatu segi. Dan adalah
bersama orang itu, atas suatu keadaan diantara dua keadaan. Karena kalau
diumpamakan, ia mempunyai tiga orang anak : seorang cerdik yang selalu berbuat
kebaikan, seorang bodoh yang durhaka dan seorang lagi bodoh yang selalu berbuat
kebaikan atau cerdik yang mendurhakai orang tuanya, maka orang tersebut, akan
menjumpai pada dirinya, bersama anak-anaknya itu, dalam tiga hai yang
berlebih-kurang, menurut berlebih-kurangnya hal-hal yang menyangkut dengan
anak-anaknya.
Maka begitu pula, seyogialah keadaanmu terhadap orang yang banyak
berbuat kedzaliman dan orang yang banyak berbuat ketha'atan. Dan orang yang
berkumpul padanya kedua-duanya, berlebih- kurang di atas tiga tingkat. Yaitu :
engkau berikan kepada masing- masing sifat tadi, bahagiannya, dari kemarahan
dan kesayangan, berpaling daripadanya dan menoleh kepadanya, berteman dan me-
mutuskan perhubungan dan tindakan-tindakan lain yang timbul daripadanya.
Kalau engkau bertanya : "Tiap-tiap muslim itu, adalah
keislamannya merupakan ketha'atan daripadanya. Maka bagaimanakah aku
memarahinya serta keislamannya itu?".
Aku menjawab, bahwa engkau menyayanginya adalah karena keislamannya.
Dan engkau memarahinya adalah karena kema'shiatan- nya. Dan adalah engkau
terhadap orang itu dalam suatu keadaan, jikalau engkau bandingkan keadaan
tersebut dengan keadaan orang kafir atau orang dzalim, niscaya engkau
memperoleh perbedaan diantara keduanya. Dan perbedaan itu adalah kecintaan bagi
Islam dan menunaikan hak Islam. Dan kadar pelanggaran terhadap hak Allah dan ketha'atan
kepadamu, adalah seperti pelanggaran terhadap hakmu dan ketha'atan kepadamu.
Orang yang bersesuaian dengan kamu pada suatu maksud dan berlainan dengan kamu
pada
274
|
maksud yang lain, maka adalah kamu bersama orang itu, dalam
keadaan di tengah. Diantara tergenggam dan terlepas. Diantara menghadap dan
berpaling. Diantara berkasih-kasihan kepadanya dan berjauhan hati daripadanya.
Dan tidaklah kamu berlebih-lebihan memuliakannya, sebagaimana kamu
berlebih-lebihan pada memuliakan orang yang bersesuaian dengan kamu, dalam
semua maksudmu. Dan tidaklah kamu berlebih-lebihan menghinakannya, sebagaimana
kamu berlebih-lebihan menghinakan orang yang berselisih dengan kamu dalam
segala maksudmu. Kemudian keadaan di tengah itu (ta-tawash-shuth), sekali adalah
kecondongannya ke pinggir penghinaan, ketika mengerasnya pelanggaran. Pan
sekali ke pinggir berbaik-baikan dan pemliliaan, ketika mengerasnya
persesuaian. Maka begitulah seyogianya terhadap orang yang mentha'ati Allah
Ta'ala dan mendurhakai-Nya, yang berbuat sekali bagi kerelaan-Nya dan pada kali
yang lain bagi kemarahan-Nya.
Kalau engkau bertanya : "Dengan apakah kemarahan itu mungkin dilahirkan?".
Aku menjawab : adapuh mengenai perkataan, maka sekali dengan mencegah lisan daripada berkata-kata dan bercakap-cakap dengan dia. Dan pada kali yang lain,dengan meringankan dan memberatkan perkataan itu. Mengenai perbuatan, maka sekali dengan memutus- kan usaha memberi pertolongan kepadanya. Dan pada kali yang lain, dengan usaha yang memburukkan dan merusakkan segala maksudnya.
Kalau engkau bertanya : "Dengan apakah kemarahan itu mungkin dilahirkan?".
Aku menjawab : adapuh mengenai perkataan, maka sekali dengan mencegah lisan daripada berkata-kata dan bercakap-cakap dengan dia. Dan pada kali yang lain,dengan meringankan dan memberatkan perkataan itu. Mengenai perbuatan, maka sekali dengan memutus- kan usaha memberi pertolongan kepadanya. Dan pada kali yang lain, dengan usaha yang memburukkan dan merusakkan segala maksudnya.
Dan sebahagian ini, lebih keras dari sebahagian yang lain.
Yaitu menurut tingkat kefasiqan dan kema'shiatan yang timbul daripadanya.
Adapun hal yang terjadi karena kesilapan, yang diketahui bahwa orang itu
menyesal atas perbuatan tersebut dan ia tidak me neruskannya lagi, maka yang
lebih utama ialah menutup dan me- micingkan mata daripadanya.
Adapun yang dikerjakannya terus-terusan, baik kecil atau
besar, maka jikalau orang itu termasuk orang yang kuat berkasih-kasihan,
pershahabatan dan persaudaraan antara engkau dan dia, maka untuk itu mempunyai
hukum lain. Dan akan datang penjelasannya. Dan pada persoalan ini terdapat
perbedaan antara para 'ulama. Adapun apabila tiada teguh persaudaraan dan
pershahabatan, maka tak boleh tidak daripada menampakkan bekas kemarahan.
Adakalanya berpaling muka dan menjauhkan diri daripadanya, serta sedikit
sekali menoleh kepadanya. Dan adakalanya meringankan dan memberatkan perkataan
kepadanya. Dan ini adalah lebih berat daripada berpaling muka daripadanya. Yaitu menurut berat dan ringannya kema'shiatan.
275
|
Begitu pula tentang perbuatan, terdapat dua tingkat. Salah satu daripadanya, memutuskan pertolongan, kekasih-sayangan dan perbantuan. Dan itu adalah tingkat yang paling rendah. Dan tingkat yang lain (tingkat yang Satu lagi), ialah berusaha merusakkan segala maksudnya, seperti perbuatan musuh yang sangat marah. Dan ini tak dapat tiada daripadanya. Tetapi, adalah pada sesuatu yang dapat merusakkan padanya jalan kema'shiatan. Adapun hal- hal yang tak membekas padanya, maka janganlah diperbuat. Umpamanya : orang yang berbuat ma'shiat kepada Allah dengan jneminum khamar dan ia telah meminang seorang wanita. Jikalau mudah ia mengawininya, niscaya ia amat gembira dengan wanita tersebut, disebabkan harta, kecantikan dan kemegahannya. Hanya, yang demikian itu, tidak membekas untuk mencegahnya dari meminum khamar dan tidak untuk membangkit dan menggerakkannya- kepada meminum khamar.
Maka apabila engkau sanggup menolongnya, supaya sempuma
maksudnya dan hajatnya itu dan engkau sanggup pula untuk mengacaukan maksudnya
itu, supaya maksudnya tadi tidak tercapai, maka janganlah engkau berusaha
mengacaukannya. Adapun menolong, kalau engkau tinggalkan memberi pertolongan
itu, untuk melahirkan kemarahan kepadanya karena kefasiqannya, maka tiada
mengapa. Dan tidaklah wajib meninggalkan pertolongan itu. Karena kadang-kadang
engkau mempunyai niatan untuk melahirkan kasih-sayang dengan memberi
pertolongan dan menampakkan belas- kasihan kepadanya. Supaya ia percaya akan
kasih-sayangmu dan menerima akan nasehatmu.
Ini adalah baik. Dan kalau tidak jelas yang demikian bagimu,
tetapi engkau berpendapat untuk menolongnya, buat mencapai maksudnya, sebagai
pelaksanaan terhadap keislamannya, maka yang demikian itu, tidaklah dilarang. Bahkan
adalah yang terbaik, jikalau kema'shiatannya itu, adalah pelanggaran terhadap
hakmu atau hak orang yang ada sangkutannya dengan kamu. Dan mengenai ini,
tersebut dalam firman Allah Ta'ala :
216
|
وَلا يَأْتَلِ
أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى
وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا
وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ
(Wa laa ya'tali ulul fadl-li minkum wassa'ati an-yu'tuu ulil
qurbaa wal-masaakiina wal-muhaajiriina fii sabiilillaahi wal-ya'fuu wal-yash-
fahuu alaa tuhibbuuna an-yaghfirallaahu lakum).Artinya: "Dan
janganlah orang-orang yang mampu dan berkela pangan dari antara kamu
(bersumpah) tidak mau membantu akan keluarga yang dekat dan orang-orang miskin
dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, tetapi hendaklah mereka ma'afkan
dan ber lapang dada. Bukankah engkau suka kiranya Allah mengampun- kan
kamu". S. An-Nur, ayat 22.
Karena Musaththah bin Atsatsah yang membicarakan ke sana-sini
tentang peristiwa berita bohong itu (berita fitnah tentang perbuatan seorang
laki-laki terhadap 'A-isyah ra.). Lalu Abu Bakar ra. bersumpah untuk
memutuskan bantuannya kepada Musaththah tersebut, di mana beliau memberi
pertolongan harta kepadanya. Maka turun- lah ayat tadi, serta betapa besarnya
kema'shiatan yang dilakukan Musaththah. Dan manakah ma'shiat yang melebihi dari
tuduh an yang amat keji itu terhadap isteri Rasulullah saw. dan meman jangkan
lidahnya kepada seumpama 'A-isyah ra.?
Kecuali Abu Bakar Shiddiq ra. (ayahanda 'A-isyah ra.) adalah
orang yang terani aya dirinya dengan peristiwa itu dan memberi ma'af kepada
orang yang berbuat aniaya dan berbuat baik (ihsan) kepada orang yang berbuat
jahat, adalah termasuk akhlaq orang-orang shiddiq. Dan sesungguhnya amatlah baiknya
berbuat ihsan kepada orang yang berbuat aniaya kepada kamu. Adapun orang yang
berbuat dzalim kepada orang lain dan melakukan perbuatan ma'shiat kepada Allah
dengan dia, maka tidaklah baik' berbuat ihsan kepadanya. Karena pada berbuat
ihsan kepada orang dzalim, adalah berbuat kejahatan kepada orang yang
teraniaya. Dan hak orang yang teraniaya adalah lebih utama dipelihara. Dan
menguatkan hatinya dengan memalingkan muka dari orang dzalim, adalah lebih
disukai oleh Allah, daripada menguatkan hati orang dzalim.
Adapun apabila engkau menjadi Orang yang teraniaya, maka yang
lebih baik, pada hak dirimu itu, mema'afkan dan berlapang dada. Cara
orang-orang terdahulu (salaf), adalah berlain-lainan tentang menyatakan
kemarahan terhadap orang-orang yang berbuat ma'shiat. Dan mereka itu semua,
sepakat melahirkan kemarahan terhadap orang-orang dzalim, orang-orang bid'ah
dan tiap-tiap orang yang berbuat ma'shiat kepada Allah, dengan kema'shiatan
yang menjalar kepada orang lain.
277
|
Adapun orang yang berbuat ma'shiat kepada Allah pada
dirinya sendiri, maka sebahagian salaf ada yang memandang, dengan mata
kasih-sayang kepada semua orang-orang ma'shiat itu. Dan sebahagian dari
mereka, ada yang sangat menantang dan memilih jalan berhijrah.
Adalah Ahmad bin Hanbal berhijrah (meninggalkan) orang-orang
besar, dengan perkataan yang sedikit saja. Sehingga beliau meninggalkan Yahya
bin Mu'in karena katanya : "Sesungguhnya aku tiada akan meminta pada
seseorang akan sesuatu. Dan kalau sultan membawa kepadaku sesuatu, niscaya aku
ambil". Dan Ahmad bin Hanbal meninggalkan Al-Harts Al-Muhasibi, tentang
setengah-setengah ia menolak kaum mu'tazilah. Dan mengatakan :
"Sesungguhnya haruslah pertama-tama engkau menyebutkan syubhat
(keragu-raguan yang didatangkan oleh orang mu'tazilah itu). Dan engkau ajak
manusia berpikir padanya. Kemudian engkau tolak dalil-dalil orang mu'tazilah
itu".
Dan Ahmad bin Hanbal berhijrah dari Abu Tsaur, mengenai
penta' wilannya akan sabda Nabi saw.:
أن الله خلق آدم
على صورته
(Innallaaha khalaqa Aadama 'alaa shuuratih). Artinya: "Sesungguhnya
Allah menjadikan Adam di atas bentuk Nya"(1)
Dan ini adalah keadaan yang berlainan dengan berlainannya
niat. Dan niat itu berlain-lain an dengan berlainannya keadaan. Maka jikalau
yang mengeras pada hati, adalah memandang kepada terpaksa dan lemahnya manusia
dan bahwa manusia itu terperintah kepada apa yang ditaqdirkan baginya, niscaya
ini membawa kepada tasaahul (memandang enteng) pada permusuhan dan kemarahan.
Dan ia mempunyai segi tersendiri. Tetapi kadang-kadang berminyak- minyak air
(al-mudahanah), menyerupai dengan yang demikian . Maka yang terbanyak
membangkitkan kepada menutup mata dari perbuatan-perbuatan ma'shiat, ialah
sifat berminyak-minyak air, menjaga hati, takut dari keliaran dan kejauhan
hati. Kadang-kadang setan itu memakaikan yang demikian, kepada orang bodoh yang
du- ngu, dengan orang itu memandang dengan mata kasih-sayang. Dan menghapuskan
yang demikian, ialah : ia memandang kepadanya dengan mata kasih-sayang, jika
orang itu berbuat aniaya kepada khusus haknya sendiri. Dan mengatakan, bahwa
orang itu terperintah bagi
perbuatan tersebut. Dan Jtaqdir tidaklah bermanfa'at daripadanya kehati-hatian.
Dan bagaimanakah tidak diperbuatnya yang demikian dan sesungguhnya telah
dituliskan yang demikian itu kepadanya?
1.Dirawikan
Muslim dari Abu Hurairah.
|
278
|
Maka hal yang seperti ini, kadang-kadang shah niat baginya pada
memincingkan mata dari pelanggaran terhadap hak Allah. Dan kalau ia berkesal
hati ketika pelanggaran terhadap haknya dan mena- ruh bel^ kasihan ketika
pelanggaran terhadap hak Allah, maka ini adalah orang yang berminyak-minyak
air, yang tertipu dengan salah satu dari tipuan-tipuan setan. Maka hendaklah
waspada untuk yang demikian itu!.
Kalau anda mengatakan, bahwa derajat yang paling kurang pada
melahirkan kemarahan, ialah meninggalkan, memalingkan muka , memutuskan
kasih-sayang dan pertolongan, maka adakah yang demikian itu wajib, sehingga
ma'shiatlah seorang hamba dengan meninggalkan kemarahan yang demikian?
Maka aku menjawab, bahwa tidaklah masuk yang demikian dalam
ilmu dhahir dibawah taklif (pembebanan tugas agama) dan peng- wajiban.
Sesungguhnya kita tahu, bahwa mereka yang meminum khamar dan mengerjakan
perbuatan keji pada zaman Rasulullah saw. dan para shahabat, tidaklah para
shahabat itu meninggalkan mereka secara keseluruhan. Tetapi cara shahabat itu,
terbagi pada mengha- dapi orang-orang yang berbuat keji tadi, kepada: yang
mengeraskan perkataan dan melahirkan kemarahan kepadanya, kepada yang berpaling
muka dan tidak mendatangi kepadanya dan kepada yang memandang kepada orang yang
berbuat kekejian itu dengan mata kasih-sayang dan tidak memilih berputus
silatur-rahim dan menjauhkan diri.
Maka inilah titik-titik halus keagamaan, yang berlainan
padanya jalan orang-orang yang menjalani ke jalan akhirat. Dan adalah amal- an
masing-masing, menurut yang dikehendaki oleh keadaan dan waktu. Dan yang
dikehendaki oleh keadaan pada segala hal ini, adakalanya yang dimakruhkan atau
yang disunatkan. Maka adalah pada tingkat hal-hal yang utama dan tidaklah
berkesudahan kepada peng- haraman dan pengwajiban. Karena yang masuk di bawah
taklif, ialah pokok pengenalan (ma'rifah) akan Allah Ta'ala dan pokok
kecintaan. Dan yang demikian, kadang-kadang tidak melewati dari yang dicintai
kepada lainnya. Dan yang melewati, ialah berlebih-lebihan dan kerasnya
kecintaan itu. Dan yang demikian, tidaklah sekali-kali masuk dalam fatwa dan
dibawah taklif yang jelas pada pihak orang awam.
279
|
Kalau anda mengatakan, bahwa melahirkan kemarahan dan permu-
suhan dengan perbuatan, jikalau tidak wajib, maka tidak ragu lagi, bahwa itu
sunat. Dan orang-orang ma'shiat dan fasiq itu, adalah pada tingkat-tingkat yang
berlain-lainan. Maka bagaimanakah memperoleh keutamaan bergaul dengan mereka?
Adakah ditempuh suatu jalan, dengan semua mereka atau tidak? Maka ketahuilah,
bahwa orang yang menyalahi perintah Allah siyt. selalu ada. Adakalanya
menyalahi pada i'tiqad atau pada amalannya. Dan yang menyalahi pada i'tiqad,
adakalanya orang bid'ah atau orang kafir. Dan orang bid'ah itu, adakalanya
melakukan da'wah kepada kebid'ahannya atau berdiam diri saja. Dan yang berdiam
diri itu, adakalanya disebabkan kelemahan atau pilihannya yang demikian.
Maka pembahagian kerusakan pada i'tiqad itu, adalah tiga :
Pertama : kekafiran (kufur). Dan orang kafir itu, kalau ia
kafir har- bi (kafir yang dalam keadaan perang dengan orang muslimin), maka ia
berhak dibunuh dan diambil menjadi budak. Dan tak ada lagi penghinaan, sesudah
yang dua ini.
Adapun kafir zimmi (kafir yang keamanannya dalam jaminan
pemerintah Islam), maka tidak boleh menyakitinya. Kecuali dengan memalingkan
muka daripadanya dan menghinakannya dengan pak- saan kepada jalan yang sempit
dan meninggalkan memulai salam. Apabila ia mengucapkan:
"Assalamu'alaika" السلام عليك (Salam sejahtera kepadamu), maka
engkau menjawab : وعليك "Wa'alaika" (Dan kepadamu). Dan yang
lebih utama, ialah mencegah daripada bercampur, bergaul dan wakil-mewakilkan
dengan dia.
280
|
Adapun
berlapang dada dan berjinakkan hati kepadanya, sebagaimana berjinakkan hati
kepada teman-teman, adalah sangat makruh, yang hampir berkesudahan yang kuat
dari kemakruhan itu, kepada batas pengharaman.
Allah Ta'ala berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Allah Ta'ala berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(Laa tajidu qauman yu'-minuuna billaahi wa) y
aumil-aakhiri yu waad duuna man haaddallaaha wa rasuulahu walau kaanu
aabaa-ahum au-abnaa-ahum au-ikhwaanahum au-'asyiiratahum, ulaa-ika kataba fii
quluubihimul-iimaana wa ayyadahum biruuhin minhu wayud- khiluhum jannaatin
tajrii min tahtihal stnhaaru khaaiidiina fiiha, radliallaahu 'anhum waradluu
'anhu, ulaaika hizbullaahi alaa inna hizbailaahi humul-muflihuun).Artinya
: "Engkau tidak akan mendekati kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, menunjukkan kecintaan mereka kepada orang-orang yang
menantang Allah dan Rasul-Nya, walaupun adalah mereka (yang menantang) itu,
bapa-bapa mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau
keluarga mereka. Mereka itu telah dituliskan oleh Allah dalam hatinya keimanan
dan telah dikuatkan-Nya mereka dengan pertolongan daripada-Nya danla akan
memasukkan mereka ke dalam sorga, yang mengalir padanya sungai-sungai, di mana
mereka itu kekal di dalamnya, Allah telah merelai mereka dan merekapun rela
kepada-Nya. Mereka itu tentara Allah. Ketahuilah, bahwa tentara Allah itulah
yang memperoleh kemenangan". S. Al-Mujadalah, ayat 22.
Nabi saw. bersabda : المسلم والمشرك لا
تتراءى ناراهما "Orang muslim dan orang musyrik
tidaklah akan lihat-melihat neraka keduanya (1)
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
(Yaa-ayyuhalladziina aamanuu laa tattakhidzuu 'aduwwii
wa-'aduw- wakum auliyaa-a tulquuna ilaihim bil-mawaddah).Artinya: "Hai
orang-orang yang beriman, Janganlah kamu jadikan musuh-Ku dan musuhmu itu
menjadi pemimpin, yang kamu tunjukkan kepada mereka kasih-sayang.
Al-Mumtahanah, ayat 1.
Kedua: Orang yang berbuat bid'ah, yang mengajak orang lain
kepada bid'ahnya. Jikalau bid'ah itu, di mana dapat mengkufurkan , maka
keadaannya adalah lebih berat daripada orang dzimmi. Karena orang bid'ah itu,
tidak diakui dengan pembayaran pajak (jizyah)* Dan tidak diperbolehkan
mengadakan ikatan meqjadi tanggung jawab pemerintah Islam ('aqdi dzimmah). Dan
kalau orang bid'ah itu, termasuk orang yang tidak dihukum kafir, maka
persoalannya diantara dia..dan
Allah, sudah pasti lebih ringan daripada persoalan orang kafir. Tetapi
persoalan menantangnya, adalah lebih berat daripada orang kafir. Karena
kejahatan kafir itu, tidaklah menjalar. Karena orang-orang Islam itu yakin atas
kekafirannya. Maka mereka tidak menoleh kepada kata-katanya, disebabkan ia
tidak mendak- wakan dirinya Islam dan ber'itiqad benar.
(1)
Dirawikan AnNasai dan kata AlBukhari bahwa hadits ini mursal.
|
281
|
Adapun orang bid'ah yang mengajak orang lain kepada bid'ahnya
dan mendakwakan bahwa apa yang diajaknya itu adalah benar, maka itu adalah
sebab tertipunya orang banyak. Kejahatannya menjalar kepada orang lain. Maka
sunnah melahirkan kemarahan, permusuhan, memutuskan hubungan, menghinakan, memburuk-
annya dengan kebid'ahannya dan mengajak manusia untuk menjauhkan diri
daripadanya. Dan kalau ia memberi salam pada tempat yang tak ada orang, maka
tiada mengapa menjawab salamnya.
Dan kalau anda ketahui, bahwa berpaling muka daripadanya dan
berdiam diri daripada menjawab salamnya, adalah memburukkan kebid'ahan orang
itu,pada dirinya dan mengesankan pada menjauh- kannya, maka meninggalkan jawab
salamnya, adalah lebih utama. Karena menjawab salam, walaupun wajib, menjadi
gugur dengan maksud yang kecil saja, di mana padanya ada kemuslihatan. Sehingga
gugurlah wajib menjawab salam, dengan adanya orang yang menerima salam itu di
kamar mandi atau sedang membuang air. Dan maksud pencegahan itu, adalah lebih
penting dari maksud-maksud tadi.
Dan kalau salam dari orang bid'ah itu di muka orang banyak,
maka meninggalkan jawabnya adalah lebih utama, untuk menjauhkan manusia
daripadanya dan memburukkan kebid'ahannya dihadapan mereka.
Dan begitu juga lebih utama mencegah berbuat lisan dan
memberi pertolongan kepada orang bid'ah itu. Lebih-lebih mengenai sesuatu yang
tampak kepada orang banyak.
Nabi saw. bersabda: "Barangsiapa menggertak orang bid"ah, niscaya
ia diamankan oleh Allah pada hari kegundahan besar (hari qiamat). Dan
barangsiapa melunakkan dan memuliakan orang bid'ah atau bertemu dengan dia
dengan kegembiraan, maka sesungguhnya ia telah memandang ringan apa yang
diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw.(1)
(1)
Dirawikan Abu N’im dan Al-Harawi dari Ibnu 'Umar, dengan sanad dla'if.
|
282
|
Ketiga : Orang bid'ah yang awam, yang tidak mampu mengajak orang dan tidak dikuatiri, orang akan mengikutinya. Maka persoalannya lebih mudah. Yang lebih utama, ialah tidak memburuk- burukkannya dengan kata-kata kasar dan penghinaan. Tetapi dengan kata-kata yang lemah-lembut, menasehatinya. Karena hati orang awam itu, lekas bertukar. Kalau nasehat itu tidak berman fa'at dan dengan memalingkan muka daripadanya adalah memburukkan kebid'ahannya pada diri orang itu, niscaya amatlah sunnah berpaling muka dari orang bid'ah itu.
Dan kalau diketahuinya bahwa yang demikian tidak membekas
pada orang bid'ah tersebut, disebabkan keras tabi'atnya dan men dalam
kepercayaan itu pada hatinya, maka memalingkan muka adalah lebih utama.Karena bid'ah itu, apabila tidak secara berlebih-lebihan
memburuk- kannya, niscaya menjadi terkenal diantara orang banyak dan mera-
talah kerusakannya.
Adapun orang yang berbuat ma'shiat dengan perbuatan dan
amalan, bukan dengan i'tiqad, maka tidaklah terlepas, adakalanya dia itu, di
mana orang lain mendapat kesakitan dengan sebab dia, seperti kedzaliman,
perampokan, kesaksian palsu, cacian, pemukulan diantara orang banyak, berjalan
kesana-kemari dengan lalat merah (berita fitnah) dan hal-hal yang seumpama
dengan yang demikian. Atau ma'shiatnya itu tidak terbatas padanya saja, tetapi
menyakit- kan orang lain juga. Dan yang demikian itu, terbagi kepada : apa yang
membawa orang lain kepada kerusakan, seumpama orang yang memiliki tempat
kejahatan, di mana ia mengumpulkan lelaki dan wanita dan menyediakan sebab-sebab
minuman dan kerusakan, untuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Atau ia tiada
mengajak orang lain kepada perbuatannya, seumpama orang yang meminum khamar dan
meiakukan penzinaan.
Dan ini, yang tidak mengajak orang lain kepada perbuatannya,
adakalanya ma'shiatnya itu dosa besar atau dosa kecil. Dan masing- masing
daripadanya, adakalanya terus-menerus mengerjakan ma'shiat atau tidak
terus-menerus.
Maka dari pembahagian-pembahagian ini, berhasillah tiga
bahagian. Dan tiap-tiap bahagian daripadanya mempunyai tingkatan. Dan
setengahnya lebih keras dari yang lain. Dan tidaklah kami tempuh semuanya itu
dengan satu jalan.
Bahagian Pertama : Yaitu yang lebih keras mendatangkan melarat kepada
orang banyak, seperti : berbuat dzalim, merampok, naik saksi palsu, mengupat
dan mem fitnah. Maka terhadap mereka itu, yang lebih utama, ialah berpaling
muka dari mereka, meninggalkan bercampur-baur dan menghentikan bergaul. Karena kema'shiatan berat sekali, tentang apa yang mendatangkan kepada menyakitkan orang banyak.
283
|
Kemudian, mereka itu terbagi kepada : orang yang berbuat
dzalim pada darah (pembunuhan) dan kepada orang yang berbuat dzalim pada
memalukan orang lain. Dan sebahagiannya, adalah lebih keras dari sebahagian
yang lain. Maka disunatkan benar menghina dan berpaling muka dari orang-orang
dzalim tersebut. Dan manakala diharapkan dari penghinaan, itu dapat mengejutkan
mereka atau orang lain, maka hal yang demikian itu, lebih dikuatkan dan dike-
raskan lagi.
Bahagian Kedua : Orang yang mempunyai tempat kejahatan, yang menyediakan
segala sebab kerusakan dan memudahkan jalan keru- sakan itu kepada orang
banyak. Maka orang tersebut, tidak menyakitkan orang banyak pada dunia mereka.
Tetapi dengan perbuatan itu, merusakkan keagamaan mereka. Dan kalau perbuatan itu,
sesuai dengan kesukaan mereka, maka bahagian yang kedua ini, mendekati dengan
bahagian yang pertama itu. Tetapi lebih ringan daripadanya. Karena kema'shiatan
diantara hamba dan Allah Ta'ala, adalah lebih mendekati kepada kema'afan.
Tetapi dari segi, bahwa perbuatan itu umumnya menjalar kepada orang lain, maka
adalah lebih berat. Dan juga ini menghendaki penghinaan, memalingkan muka,
memu- tuskan silaturrahim dan meninggalkan menjawab salamnya, apabila diduga
bahwa pada tindakan yang demikian, adalah semacam ger- tak kepada orang itu dan
kepada orang lain.
Bahagian Ketiga : Orang yang berbuat fasiq pada dirinya sendiri, dengan
meminum khamar atau meninggalkan yang wajib atau me- ngerjakan yang terlarang
yang tertentu baginya. Maka mengenai ini, persoalannya adalah lebih ringan.
Tetapi jikalau dijumpai ia pada waktu sedang mengerjakan yang terlarang tadi,
niscaya wajiblah dicegah dengan cara, di mana ia mencegah dirinya dari
perbuatan itu. Meskipun dengan pukulan dan penghinaan. Karena mencegah dari yang
munkar, adalah wajib.
Dan apabila orang itu telah selesai mengerjakan ma'shiat
tersebut dan diketahui bahwa yang demikian itu adalah termasuk kebiasaan- nya
dan ia selalu mengerjakan kejahatan itu, maka dalam hal ini, jikalau ia yakin
bahwa nasehatnya mencegah orang itu dari kembali kepada kejahatan tadi, niscaya
wajiblah dinasehati. Dan jikalau ia tidak yakin yang demikian, tetapi ia
mengharap yang demikian, maka yang lebih utama, ialah menasehati dan
menakutkannya de-
284
|
ngan kasar, jikalau yang demikian itu lebih bermanfa'at.
Adapun berpaling muka daripada menjawab salamnya dan mencegah daripada
bercampur-baur dengan dia, di mana dia itu diketah&i terus-menerus berbuat
kejahatan dan nasehat tidak bermanfa'at kepadanya, maka dalam hal ini ada
pandangan. Dan pendapat 'u- lama mengenainya, berbeda-beda. Dan yang shahih
(yang benar), bahwa yang demikian itu, berbeda-beda dengan berbedanya niat
orang.
Maka ketika ini, dikatakan : bahwa segala perbuatan itu
dengan niat. Karena tentang kasih-sayang dan memandang dengan kaca- mata
kesayangan kepada orang banyak, adalah semacam merendahkan diri (tawadlu').
Dan pada sikap kasar dan memalingkan muka, adalah semacam gertak. Dan yang
diminta fatwa kepadanya, adalah hati. Maka apa yang dilihatnya, lebih condong
kepada hawa nafsunya dan kehendak tabi'atnya, maka yang lebih utama, ialah
lawan dari yang demikian.
Karena kadang-kadang adalah memandang enteng dan menggertak
orang yang berbuat kejahatan itu, timbul dari kesombongan dan kebanggaan,
merasa senang dengan melahirkan ketinggian dan pe- nunjukan kepada perbaikan.
Kadang-kadang kasih-sayangnya itu, timbul dari berminyak-minyak air dan
kecondongan hati untuk mencapai sesuatu maksud atau karena takut dari membekas
keliaran dan keliaran hati pada kemegahan atau harta dengan dugaan yang dekat
atau yang jauh. Dan semuanya itu kembali kepada penunjuk- an sethan dan jauh
dari amal perbuatan orang-orang akhirat.
Maka tiap-tiap orang yang gemar pada 'amalan agama itu,
bersung guh-sungguh dirinya memeriksa yang halus-halus ini dan mengintip
(muraqabah) segala keadaan yang tersebut. Dan hati adalah yang mengeluarkan
fatwa padanya. Kadang-kadang ia memperoleh kebe- naran padaijtihadnya dan
kadang-kadang iatersalah. Kadang- kadang ia tampil mengikuti hawa nafsunya dan
ia mengetahui yang demikian. Kadang-kadang ia tampil dan karena tertipu, lalu
menyangka bahwa ia berbuat karena Allah dan berjalan pada jalan akhirat. Dan
akan datang penjelasan yang halus-halus ini pada "Kitab Tertipu" dari
"Rubu' Yang Membinasakan" (Rubu' Al- Muhlikat).
Dan ditunjukkan kepada peringanan persoalan, mengenai
kefasiqan yang teledor, diantara hamba dan Allah, oleh riwayat: bahwa seorang
peminum khamar dipukul dihadapan Rasulullah saw. ber- kali-kali. Dan orang itu
kembali berbuat yang demikian. Lalu seo- .
285
|
Dan
ditunjukkan kepada peringanan persoalan, mengenai kefasiqan yang teledor,
diantara hamba dan Allah, oleh riwayat: bahwa seorang peminum khamar dipukul
dihadapan Rasulullah saw. ber- kali-kali. Dan orang itu kembali berbuat yang
demikian. Lalu seo rang shaKabat berkata: "Dikutuki Allah kiranya orang,
yang alangkah banyaknya meminum khamar". Maka Nabi saw. menjawab
:
لا تكن عونا للشيطان
على أخيك
(Laa takun 'aunan lisy-syaithaani 'alaa akhiika).Artinya : "Janganlah engkau menolong sethan terhadap sudara-mu"min
Atau kata-kata lain yang diucapkan Nabi saw. yang searti dengan yang tadi. Dan ini menunjukkan bahwa berkasih-sayang adalah lebih utama daripada bersikap kasar dan keras.