Hakikat Akal Dan Bahagian Akal
PENJELASAN: Hakikat Akal. Dan bahagian-bahagian Akal.
Ketahuilah,
bahwa berbeda pendapat orang tentang batas akal dan hakikatnya. Kebanyakan
mereka melupakan bahwa nama tersebut dipakai kepada bermacam-macam arti. Itulah
yang menjadi sebab perbedaan pendapat tadi.
Kebenaran
yang menyingkap tutup mengenai akal itu ialah bahwa akal adalah suatu nama yang
dipakai berserikat kepada empat arti, sebagaimana umpamanya nama mata dipakai
kepada bermacam-macam arti.Dan
apa yang berlaku tentang ini, maka tidaklah wajar dicari untuk semua
bahagiannya, suatu batas saja. Tetapi hendaklah masing-masing bahagian
disendirikan menjelaskannya.
Yang
pertama : akal itu
adalah suatu sifat yang membedakan manusia dari hewan. Dengan akal manusia
bersedia untuk menerima berbagai macam ilmu nadhari (ilmu yang memerlukan
pemikiran) dan untuk mengatur usaha-usaha yang pelik yang menghajati kepada
pemikiran.
Akal
itulah yang dimaksud oleh Al-Harts bin Asad Al-Muhasibi, di mana ia mengatakan
tentang batas akal itu, yaitu : "Suatu gharizah (tabi'at) yang disediakan
untuk mengetahui macam-macam ilmu nadhari".
Akal
itu seolah-olah suatu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati yang
disediakan untuk mengetahui macam-macam hal.
Orang
yang mengingkari apa yang tersebut di atas, tidak menginsa-fi, lalu
mengembalikan akal itu kepada ilmu pengetahuan yang dharuri (yang tidak
memerlukan pemikiran) semata-mata.Orang
yang melengahkan ilmu pengetahuan dan orang yang tidur, keduanya dinamakan
berakal, melihat kepada adanya gharizah tersebut, serta tak adanya ilmu
pengetahuan.
Sebagaimana
hidup adalah suatu gharizah untuk menyediakan tubuh bagi gerakan biasa dan
pengetahuan ke pancainderaan,maka demikian pulalah akal adalah suatu gharizah
untuk menyediakan sebahagian hewan (manusia) buat memperoleh ilmu pengetahuan
nadhari.
Sekiranya
bolehlah disamakan insan dengan keledai tentang gharizah dan pengetahuan
kepanca inderaan, maka dapatlah dikatakan, bahwa tak adalah perbedaan antara
keduanya, selain bahwa Allah Ta'ala - menurut adat yang berlaku - menjadikan
pada insan itu ilmu pengetahuan dan tidak dijadikanNya pada keledai dan
hewan-hewan lain, niscaya sesungguhnya bolehlah disamakan antara keledai dan
barang keras (jamad) itu pada kehidupan. Dan dikatakan bahwa tak ada perbedaan
antara keledai dan barang jamad selain daripada Allah Ta'ala menjadikan pada
keledai itu gerakan-gerakan tertentu sepanjang kebiasaan yang berlaku. Kalau
diumpamakan keledai itu benda keras yang mati, niscaya haruslah dikatakan bahwa
tiap-tiap gerakan yang terlihat padanya, maka Allah Ta'ala kuasa menjadikannya
pada yang keras itu, menurut tertib (pengaturan) yang kelihatan.
Dan
sebagaimana harus dikatakan bahwa tak adalah perbedaan bagi benda keras (jamad)
mengenai gerakan, selain dengan gharizah yang tertentu, maka dikatakanlah bahwa
gharizah itulah hidup.
Demikian
jugalah perbedaan insan dengan hewan tentang mengetahui ilmu pengetahuan
nadhari dengan suatu gharizah yang disehut akal Maka akal itu adalah seperti
cermin yang berbeda dengan benda-benda lain dalam segi memperlihatkan rupa dan
warna, dengan suatu sifat yang khusus bagi cermin itu, yaitu sifat mengkilat.
Begitu
juga mata, yang berbeda dengan dahi tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan
yang ada pada mata, yang disediakan untuk melihat. Maka hubungan gharizah ini
kepada ilmu pengetahuan adalah seperti hubungan mata kepada melihat. Hubungan
Al-Quran dan syari'at kepada gharizah ini (akal) dalam segi mengantarkannya
untuk membuka bermacam-macam ilmu pengetahuan, adalah seperti hubungan cahaya
matahari kepada melihat.
Begitulah
hendaknya dipahami gharizah akal ini.
Yang kedua :
hakikat akal itu ialah ilmu pengetahuan yang timbul ke
alam wujud pada diri anak kecil yang dapat membedakan tentang kemungkinan
barang yang mungkin dan kemustahilan barang yang mustahil. Seperti mengetahui
dua lebih banyak dari satu dan orang tidak ada pada dua tempat pada satu waktu.
Inilah yang mendapat perhatian sungguh-sungguh dari sebahagian ulama ilmu
kalam, yang menerangkan tentang batas akal itu, bahwa akal adalah sebahagian
ilmu dlaruri (ilmu yang mudah yang tak memerlukan pemikiran). Seumpama
mengetahui tentang kemungkinan barang yang mungkin dan kemustahilan barang yang
mustahil. Dan hal itu betul pula, karena pengetahuan tersebut itu ada dan
menamakan-nya akal memang jelas.
Yang
tidak betul, ialah mengingkari gharizah itu dan mengatakan tidak ada. Yang ada,
hanya pengetahuan itulah.
Yang ketiga : akal itu, ialah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman dengan berlakunya bermacam-macam keadaan. Maka orang yang telah
diperkokoh pemahamannya oleh pengalaman-pengalaman dan dicerdaskan oleh
beberapa aliran, maka dikatakan orang itu biasanya berakal. Yang tidak bersifat
dengan sifat tadi, maka dikatakan : orang bodoh, tak berketentuan, jahil.Inilah
macam yang lain dari ilmu pengetahuan yang dinamakan akal.
Yang keempat
: bahwa kekuatan dari gharizah itu berpenghabisan sampai kepada mengetahui
akibat dari segala hal dan mencegah hawa nafsu yang mengajak kepada kesenangan
yang dekat dan menundukkannya.Apabila
telah berhasil kekuatan ini, maka orang yang mempunyai kekuatan tersebut din am
akan berakal, di mana majunya dan mundumya adalah menurut yang dikehendaki
pertimbangan mengenai akibat-akibatnya, tidak menurut hukum hawa nafsu yang
dekat itu.
Ini
juga adalah dari sifat-sifat khas manusia yang membedakan dia dari hewan yang
lain.
Maka
yang pertama di atas tadi, adalah asas, pokok dan sumber. Yang kedua adalah
cabang yang lebih dekat kepada yang pertama. Yang ketiga adalah cabang bagi
yang pertama dan kedua. Karena dengan kekuatan gharizah dan ilmu dlaruri itu,
dapatlah diambil faedah segala ilmu pengalaman. Dan yang keempat, yaitu hasil
yang penghabisan yaitu tujuan yang terjauh.
Maka
dua yang pertama (yang pertama dan kedua) adalah dengan karakter (tabi'at). Dan
dua yang penghabisan (yang ketiga dan keempat) adalah dengan diusahakan.
Dari itu bermadahlah Ali ra. :
Aku melihat akal itu dua,
menurut karakter dan yang didengar.
Tidak bergunalah yang didengar,
apabila yang karakter tidak ada.
Seperti tidaklah berguna matahari,
bila cahaya mata itu terlindungi .....................................
Yang
pertama itu, itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه
وسلم. :
ما خلق
الله عز وجل خلقا أكرم عليه من العقل
(Maa khalaqallaahu Azza wa Jalla khalqan akrama 'alaihi minal
aqli ).
Artinya
:"Tidak dijadikan oleh Allah Ta'ala suatu makhluk yang terlebih mulia
padaNya, daripada akal". (1) Dan yang penghabisan, yaitu yang dimaksudkan
dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
1.Dirawikan At-Tirmidzi dengan sanad dla'if dari Al-Hasan.
Dan
yang penghabisan, yaitu yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى
الله عليه وسلم.
والأخير
هو المراد بقوله صلى الله عليه وسلم: إذا
تقرب الناس بأبواب البر والأعمال الصالحة فتقرب أنت بعقلك
(Idzaa
taqarraban naasu biabwaabil birr: wal a'-maalish-shaalihaati fataqarrab anta
bi'aqlika). Artinya :"Apabila
manusia itu mendekati Tuhan dengan pintu pintu kebajikan dan amal salih,maka
engkau dekatilah Tuhan dengan akal-mu". (1)
Hadits
inilah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Abid-Darda' ra. :ازدد
عقلا تزدد من ربك قربا "Bertambahlah
akalmu supaya engkau bertambah dekat dengan Tuhanmu".
Berkata Abid-Darda' : "Demi ibu-bapaku ya Rasulullah! Bagaimanakah bagiku
dengan yang demikian itu?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم.
اجتنب محارم الله تعالى وأد فرائض الله سبحانه تكن عاقلا واعمل بالصالحات من الأعمال تزدد في عاجل الدنيا رفعة وكرامة وتنل في آجل العقبى بها من ربك عز وجل القرب والعز
اجتنب محارم الله تعالى وأد فرائض الله سبحانه تكن عاقلا واعمل بالصالحات من الأعمال تزدد في عاجل الدنيا رفعة وكرامة وتنل في آجل العقبى بها من ربك عز وجل القرب والعز
Jauhilah semua yang diharamkan
Allah, tunaikanlah segala yang diwajibkan Allah, maka adalah engkau orang yang
berakal! Kerjakanlah segala amal salih, niscaya engkau bertambah tinggi dan
mulia di dunia yang tidak lama ini. Dan engkau memperoleh padahari akhirat yang
akan datang,dari Tuhan-mu 'Azza wa Jalla, akan kedekatan dan kemuliaan".
(2 Dirawikan
Ibnul Mahbar dari Al Harits bin Abl Usamah
)
Dari
Sa'id bin Al-Musayyab, bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab dan Abu Hurairah ra. datang
kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. seraya bertanya : "Ya Rasulullah! Siapakah yang terbanyak
ilmu diantara manusia?".
Menjawab
Nabi صلى الله عليه وسلم. : "Orang yang berakal!".
Bertanya
mereka itu lagi :
"Siapakah yang terbanyak berbuat ibadah?".
Menjawab
Nabi صلى
الله عليه وسلم
: "Orang yang berakal!".
Bertanya
mereka itu iagi :
"Siapakah yang lebih utama diantara manusia?".
Menjawab
Nabi صلى
الله عليه وسلم
: "Orang yang berakal!".
Bertanya
mereka itu lagi :
"Bukankah orang yang berakal itu, orang yang sempurna kepribadiannya, yang
terang kelancaran lidahnya, yang murah tangannya dan tinggi
kedudukannya?".
Menjawab
Nabi صلى
الله عليه وسلم
: "Kalaulah benar itu semuanya, tentu tidaklah kesenangan hidup dunia dan
akhirat pada sisi Tuhanmu teruntuk bagi orang yang bertaqwa". (3. Dirawikan
Ibnu MahBar dari Said Bin Al Musayyab)
1 DlrawiKan Abu Na'im dari Ali, Isnad dla'if.
2 Dirawikan Ibnul Mahbar dari Al Harits bin Abl Usamah
3 Dirawikan Ibnu MahBar dari Sa id Bin Al Musayyab
Orang
yang berakallah yang taqwa, meskipun di dunia dia hina dan rendah.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.pada hadits lain :
إنما العاقل من آمن بالله وصدق رسله
وعمل بطاعته
"Sesungguhnya
yang berakal ialah orang yang beriman kepada Allah, membenarkan rasul-rasul
Allah dan berbuat amalan ta'at kepada Allah (1)
Serupalah
menurut asal bahasanya, nama "akal" itu diuntukkan kepada gharizah
itu. Begitu juga menurut pemakaiannya. Dan sesungguhnya ditujukan kepada ilmu
pengetahuan, adalah dari segi bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hasil gharizah
sebagaimana sesuatu itu dikenal dengan hasilnya. Maka dikatakanlah, ilmu itu
ialah takut kepada Tuhan. Orang yang berilmu (alim ulama), ialah orang yang
takut kepada Allah Ta'ala. Maka takut adalah buah dari ilmu. Lalu "akal"
adalah sebagai perkataan yang dipinjam, dipergunakan bagi lain dari gharizah
itu.
Tetapi
maksud di sini tidaklah membahas bahasa. Yang dimaksudkan ialah bahwa bahagian
yang empat itu ada. Dan nama "akal", itu ditujukan kepada semuanya.
Dan tak adalah perbedaan pendapat tentang adanya semuanya, kecuali mengenai
bahagian yang pertama (gharizah).
Yang
benar, ialah adanya gharizah itu. Bahkan dialah yang pokok. Semua ilmu
pengetahuan itu seolah-olah terkandung dalam gharizah itu menurut fithrah
(kejadian manusia). Tetapi baru lahir kealam kenyataan, apabila telah berlaku
sebab yang melahirkannya kealam wujud. Sehingga seakan-akan semua ilmu
pengetahuan itu tidaklah merupakan sesuatu yang datang kepadanya dari luar. Dan
seakan-akan ilmu-ilmu itu adalah yang tersembunyi pada fithrah, maka lahir
kemudian kealam nyata.
Contohnya,
adalah seperti air dalam bumi, lahir dengan dikorek sumur, berkumpul dan dapat
diperbedakan dengan pancaindera. Tidaklah dengan didatangkan benda baru ke
dalam bumi tadi.
Begitu
juga minyak pada kelapa dan air mawar pada bunga mawar. Karena itu berfirman
Allah Ta'ala :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي
آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
1 Dirawikan Ibnul Mahbar dari Sa'ld bin Al-Musayyab, hadits mursal.
(Wa idz akhadza rabbuka min Banii Aadama min
dhnhnnrihim dzurriyyatahum wa asyhadahum 'alaa anfusihim alastu birabbikum
qaaluu balaa).Artinya: "Dan ketika Tuhan kamu menjadikan turunan
anak-anak Adam dari punggungnya dan Tuhan mengambil kesaksian dari mereka
sendtri, kataNya;Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?. Mereka menjawab : "Ya'” (
S. Al-A'raaf, ayat 172).
Yang dimaksudkan dengan itu ialah pengakuan jiwa mereka,tidak
pengakuan lidah. Dalam pengakuan lidah, manusia itu terbagi, menurut lidah dan
orangnya kepada yang mengaku dan yang mungkir.
Dari itu berfirman Allah Ta'ala :
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
(Wa
lain sa-altahum man khalaqahum layaquulunnallaah).
Artinya
:"Dan kalau engkau tanya akan kepada mereka. Siapakah yang menciptakan
mereka? Sudah tentu mereka akan menjawab "Allah".(S. Az-Zukhruf, ayat
87).
Artinya
:"Jika diperhatikan keadaan mereka, maka akan naik saksi-lah jiwa dan
bathin mereka dengan yang demikian, sebagai fithrah kejadian, yang dijadikan
Allah akan manusia dengan demikian".
Artinya
: seluruh anak Adam itu dijadikan menurut fithrahnya, beriman kepada Allah
'Azza wa Jalla. Bahkan segala sesuatu itu diketahuinya menurut fithrahnya.
Yakni fithrah itu sebagai yang menjamin karena dekat persediaannya untuk
mengetahui itu.
Kemudian,
tatkala adalah iman itu dipusatkan pada jiwa menurut fithrah, maka manusia itu
terbagi kepada dua : orang yang berpaling
dari Tuhan lalu lupa, yaitu orang-orang kafir : dan orang yang lambat
terlintas di hatinya, tetapi teringat kemudian. Maka orang yang kedua ini,
adalah seperti orang yang mempunyai ijazah, maka lupa di mana diletakkannya,
kemudian dia teringat.
Dari
itu berfirman Allah Ta'ala :
لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
(La'allahum
yatadzakkaruun).Artinya :"Moga-moga mereka itu teringat". (S.
Al-Baqarah, ayat 221).
وَلِيَتَذَكَّرَ
أُولُو الألْبَابِ
(Wa
liyatadzakkara ulul-albaab).
Artinya
:"Dan supaya teringatlah orang-orang yang berakal".(S. Shad, ayat
29).
وَاذْكُرُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ
(Wadz-kuruu
ni'matallaahi 'alaikum wa miitsaaqahul-ladzii waa tsa-qakum bjh).
Artinya:"Dan
kenangkanlah kurnia Tuhan kepada kamu dan ingatilah janji yang telah kamu ikat
dengan Dia". (S. Al-Maidah, ayat 7).
وَلَقَدْ
يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
(Wa
laqad yassarnal qur-aana lidz-dzikri, fa-hal min muddakir).
Artinya
:"Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu Kami mudahkan untuk diingati, tetapi
adakah orang yang mengambil pelajaran!".(S. Al-Qamar, ayat 17).
Menamakan
yang semacam ini dengan peringatan, tidaklah begitu jauh untuk dipahami. Maka
seakan-akan peringatan itu dua macam : semacam mengingati gambaran yang sudah
ada di dalam hati, tetapi hilang sesudah ada. Dan semacam lagi mengingati
gambaran yang sudah ada, terkandung dalam hati dengan fithrah. Inilah
hakikat kebenaran yang nyata, bagi orang yang memperhati-kan dengan nur mata
hatinya (bashirahnya). Tetapi berat bagi orang yang mempergunakan saja
pendengaran dan taqlid tanpa melihat dengan mata hati dan mata kepala.
Dari
itu anda melihat orang tersebut, terpukul dengan ayat-ayat seperti itu dan
memutar-balikkan tentang ta'wil peringatan dan pengakuan jiwa dengan
bermacam-macam pemutar-balikan. Dan terbayang kepadanya berbagai macam
pertentangan maksud tentang hadits dan ayat itu.
Kadang-kadang
hal itu keras sekali sehingga dipandangnya dengan pandangan penghinaan dan
timbul keyakinan kepadanya bahwa itu kekacau-balauan.
Orang
yang seperti itu adalah seumpama orang buta yang masuk ke sebuah rumah. Maka
tersandunglah kakinya, dengan tempat air yang tersusun rapi dalam rumah itu,
lalu ia mengatakan : "Mengapakah tempat-tempat air ini tidak diangkat
dari jalan tempat lalu dan dikembalikan kepada tempatnya semula?".
Menjawab
orang yang mendengar : "Bahwa tempat-tempat air itu adalah di tempatnya.
Hanya mata saudara sendiri yang salah dan rusak!".
Maka
begitu pulalah orang yang rusak mata hatinya. berlaku seperti itu yang lebih
hebat dan lebih besar akibatnya. Karena jiwa adalah Iaksana orang yang
mengendarai kuda dan badan adalah Iaksana kuda. Buta yang mengendarai kuda
adalah lebih membahayakan daripada buta kuda.
Karena
serupanya mata bathin dengan mata dhahir, maka berfirman Allah Ta'ala :
مَا
كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
(Maa
kadzabal fuaadu maa ra-aa).
Artinya
: "Hati tidak mendustakan apa yang dilihatnya". (S. An-Najm, ayat
11).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ
مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
(Wa
kadzaalika nurhlbraahiima malakuutas-samaawaati wal ardli). Artinya :
"Dan
begitulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi".
(S.
Al-An'am, ayat 75).
Lawan
melihat dinamakan buta : Berfirman Allah Ta'ala :
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ
وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
(Fa-innahaa
laa ta*mal abshaaru wa laakin ta'mil quluubullatii fish-shuduur).
Artinya
:"Sesungguhnya tidaklah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang di dalam dada(S. Al-Hajj, ayat 46).
Dan
berfirman Allah Ta'ala :
وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى
فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا
(Wa
man kaana fii haadzihii a'maa fahuwa fil aakhirati a'maa wa adlallu sabiila).
Artinya
:"Barangsiapa yang buta di dunia ini,maka di akhirat dia buta juga dan
lebih sesat jalannya ".(S. Al-Isra', ayat 72).
Segala
hal inilah yang di buka kepada para Nabi. Sebahagiannya adalah dengan mata
kepala dan sebahagian lagi adalah dengan mata hati. Dan semuanya itu dinamakan
melihat.
Kesimpulannya,
orang yang tidak tembus penglihatan mata hatinya, maka tidaklah tersangkut
agama padanya, selain kulitnya dan yang seperti kulit itu. Tidak isinya dan
hakikatnya.
Inilah
bahagian-bahagian itu, yang dipakai nama "akal" padanya.